Dokumen tersebut membahas tentang perkembangan kawasan industri di Indonesia sejak 1970-an, peraturan yang mengatur pembangunan dan pengelolaan kawasan industri, serta peran strategis sektor industri dalam perekonomian nasional.
3. Kawasan Industri di Indonesia
The Government of Indonesia (GoI) has started to develop industrial estates in early 1970-
ies as an effort to provide readily available and developed industrial land with adequate
infrastructure to support the promotion of foreign and domestic direct investment and to
encourage regional development. Some industrial estates have been developed in Jakarta,
Surabaya, Cilacap, Medan, Makassar, and Lampung in cooperation with local and
provincial governments.
In 1989 the GoI issued Presidential Decree 53/1989 concerning Industrial Estates, which
opened the industrial estate business to private companies, and set the legal and technical
standard requirements for development and operation of the estates. Later the decree
was replaced by the Presidential Decree 41/1996, which sets the guidelines for industrial
estates in Indonesia. The decree defines industrial estate as “a center for industrial
activities with provisions of infrastructure and supporting facilities, which is developed
and operated by a licensed industrial estate company”.
The purpose of industrial estate development are to accelerating industrialization in the
regions; facilitating industrial activities; directing industrial location; and strengthening
environmental friendly industrialization.
Today HKI has 83 company members, in 12 provinces, covering total gross area of about
+27,000 hectares. There are about +6,000 manufacturing companies operating and
employing some +1,000,000 people in the industrial estates. In addition we have to
consider also the linkages and multiplier effects created by the manufacturing operations
to benefit the national economy and the welfare of our people.
Lihat dalam: http://www.hki-industrialestate.com/
4. URGENSI SEKTOR INDUSTRI
Pada 2003, output sektor industri di Indonesia mencapai Rp 104,59
triliun. Rinciannya, output industri kecil sebesar Rp 23,08 triliun,
output industri menengah sebesar Rp 17,57 triliun, dan output
industri besar mencapai Rp 63,83 triliun. Penyumbang output
terbesar adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau
yaitu sebesar Rp 56,7 triliun. Sedangkan industri pupuk, kimia, dan
karet tercatat sebagai penyumbang output terbesar kedua yaitu
sebesar Rp 14,65 triliun.
Meskipun investasi dan output industri terus menunjukkan
peningkatan yang signifikan, namun pemerintah juga berharap
terdapat persebaran industri yang merata. Karena saat ini industri
masih terkosentrasi di pulau Jawa. Saat ini dari 3,03 juta industri di
seluruh Indonesia, 62,5 persen diantaranya masih terpusat di Jawa
yaitu sebesar 1,89 juta industri. Sedangkan industri di luar Jawa
tercatat sebesar 37,5 persen atau 1,13 juta industri.
Jawa Tengah tercatat sebagai propinsi dengan populasi industri
terbesar yaitu 798.814 pabrik atau memiliki share 26,3 persen.
Kemudian disusul dengan propinsi Jawa Timur yang memiliki
industri sebesar 549.625 pabrik atau share 18,1 persen.
5. LATEST ISSUES:
Disiapkan Zoning Kawasan Industri
Ditarget Industri Tumbuh 8,1 Persen Per Tahun
Jakarta,(Pontianak Post, 14/09/2004)
Berlakunya otonomi daerah mengakibatkan beberapa peraturan pemerintah
pusat tidak berfungsi. Salah satunya adalah mengenai peraturan pemerintah
pusat mengenai kawasan industri yang tumpang tindih dengan aturan
pemerintah daerah. Untuk mengatasi itu, pemerintah pusat kini sedang
membahas RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) mengenai zoning kawasan
industri.
"Kita saat ini sedang menyusun peraturan yang nantinya menjadi panduan
pemerintah daerah dalam mengeluarkan perizinan industri. Karena kita konsisten
untuk menciptakan iklim investasi dan pengembangan industri yang intensif,"
kata Sekjen Depperindag, Hariyanto Eko Waluyo, di Jakarta, akhir pekan lalu.
RPP Kawasan Industri akan didukung oleh road map pengembangan industri non
migas, yaitu meliputi arah pengembangan industri dalam kurun waktu 10 tahun
mendatang. Dalam hal ini industri akan diproyeksikan tumbuh 8,1 persen per
tahun.
7. AMANAT PASAL 14 UUPA - KI
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9
ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan
dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan
dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan
dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan
perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan
pertambangan.
8. Penjelasan Pasal 14 UUPA
Pasal ini mengatur soal perencanaan persediaan, peruntukan dan
penggunaan bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang telah
dikemukakan dalam penjelasan umum (II angka 8). Mengingat
akan corak perekonomian Negara dikemudian hari dimana
industri dan pertambangan akan mempunyai peranan yang
penting, maka disamping perencanaan untuk pertanian perlu
diperhatikan, pula keperluan untuk industri dan pertambangan
(ayat 1 huruf d dan e).
Perencanaan itu tidak saja bermaksud menyediakan tanah untuk
pertanian, peternakan, perikanan, industri dan pertambangan,
tetapi juga ditujukan untuk memajukannya. Pengesahan
peraturan Pemerintah Daerah harus dilakukan dalam rangka
rencana umum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dan sesuai
dengan kebijaksanaan Pusat.
9. Peraturan Teknis Pembangunan KI
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974, tentang
Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan Tanah untuk Keperluan
Perusahaan
Keppres Nomor 53 Tahun 1989, tentang Kawasan Industri
Keppres Nomor 33 Tahun 1990, tentang Penggunaan Tanah bagi
Pembangunan Kawasan Industri
Keppres Nomor 53 tahun 1993,tentang Kawasan Industri
Surat Keputuan Menteri Perindustrian Nomor: 230/M/SK/10/ 1993
Tentang, Perubahan SK-Menteri Perindustrian Nomor: 291/M/SK/10/
1989 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN STANDAR TEKNIS
KAWASAN INDUSTRI,Tanggal: 23 OKTOBER 1993
PP Nomor 13 Tahun 1995, tentang Izin Usaha Industri
Keppres Nomor 41 tahun 1996,tentang Kawasan Industri
10. Pengertian Kawasan Industri
Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan fasilitas penunjang lainnya yang
disediakan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri
(Keputusan Presiden Nomor 98 tahun1993 ).
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin
Usaha Kawasan Industri (Keputusan Presiden Nomor 41
tahun 1996 ).
11. STATUS HUKUM PERUSAHAAN
PENGEMBANG KAWASAN INDUSTRI
(PMDN No.5/1974)
Yang dapat diberikan tanah untuk usaha industrial estate
adalah badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang seluruh
modalnya berasal dari pemerintah dan/atau pemerintah
daerah
Industrial estate yang seluruh modalnya berasal dari
pemerintah atau dari pemerintah dan pemerintah daerah
dapat berbentuk perusahaan umum (PERUM), perusahaan
perseroan (PERSERO) atau bentuk lain menurut peraturan
perundangan yang berlaku (Pasal 6 ayat 3)
Industrial estate yang seluruh modalnya berasal dari
pemerintah daerah harus berbentuk perusahaan daerah,
yang dibentuk dengan peraturan daerah yang bersangkutan.
12. STATUS HUKUM PERUSAHAAN PENGEMBANG
KAWASAN INDUSTRI
(Keputusan Presiden Nomor 98 tahun1993)
Pasal 8 (1)
Perusahaan Kawasan Industri dapat berbentuk :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD);
b. Koperasi;
c. Perusahaan Swasta Nasional;
d. Perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing;
e. Badan Usaha Patungan antar badan-badan usaha
tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d.
13. Pengalihan Hak atas Tanah
(PMDN No.5/1974)
Atas dasar rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang
sudah ditetapkan, maka :
tanah-tanah yang dikuasai oleh Industrial Estate yang
bersangkutan dengan hak pengelolaan, atas usul perusahaan
tersebut oleh pejabat yang berwenang yang dimaksudkan dalam
pasal 3 dapat diberikan kepada para pengusaha industri/pihak-
pihak yang memerlukannya dengan hak guna bangunan atau hak
pakai, menurut ketentuan dan persyaratan peraturan perundangan
agraria yang berlaku;
tanah-tanah yang dikuasai oleh industrial estate yang
bersangkutan dengan hak guna bangunan atau hak pakai, dapat
dipindahkan haknya kepada para pengusaha industri/pihak-pihak
lain yang memerlukannya, menurut ketentuan dan persyaratan
peraturan perundangan agraria yang berlaku.
14. LARANGAN PENCADANGAN TANAH DAN PEMBANGUNAN
KAWASAN INDUSTRI BERDASARKAN KEPPRES NO.33
TAHUN 1990
Pasal 1
Pencadangan tanah dan/atau pemberian ijin lokasi dan ijin pembebasan
tanah bagi setiap perusahaan kawasan industri, dilakukan dengan
ketentuan :
1.Tidak mengurangi areal tanah pertanian;
2.Tidak dilakukan diatas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi
sumber alam dan warisan budaya; dan
3.Sesuai dengan sarana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah
Daerah Setempat.
Pasal 2
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, pelaksanaan
kegiatan pembangunan kawasan industri juga tidak dapat dilakukan
pada :
a.Kawasan Pertanian;
b.Kawasan Hutan Pruduksi;
c.Kawasan Lindung.
15. LARANGAN ALIH FUNGSI TANAH UNTUK
KAWASAN INDUSTRI
Kepres No. 53/1989
Pembangunan kawasan industri, tidak boleh alih fungsi sawah
irigasi teknis/tanah pertanian subur (pembangunan kawasan
industri tidak mengurangi areal tanah pertanian dan tidak
dilakukan diatas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk
melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya)
Kepres No. 33/1990
Pelarangan pemberian izin perubahan fungsi lahan basah dan
pengairan beririgasi bagi pembangunan kawasan industri
(pemberian izin pembebasan tanah untuk industri harus
dilakukan dengan pertimbangan tidak akan mengurangi areal
tanah pertanian dan tidak boleh di kawasan pertanian tanaman
pangan lahan basah berupa sawah dengan pengairan irigasi
serta lahan yang dicadangkan untuk usaha tani-irigasi)
17. Pasal 5
(1) Perusahaan Kawasan Industri berbentuk badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Perusahaan Kawasan Industri dapat berbentuk :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD);
b. Koperasi;
c. Perusahaan Swasta Nasional;
d. Perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing;
e. Badan Usaha Patungan antar badan-badan usaha tersebut dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d.
STATUS HUKUM PERUSAHAAN PENGEMBANG KAWASAN INDUSTRI
(Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1996 )
18. Perijinan Bagi Perusahaan
Kawasan Industri
Pasal 6
(1) Setiap Perusahaan Kawasan Industri wajib memperoleh Izin Usaha Kawasan Industri.
(2) Izin Usaha Kawasan Industri bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman
modalnya tidak berstatus Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam Negeri,
diberikan oleh Menteri.
(3) Izin Usaha Kawasan Industri yang penanaman modalnya dilakukan dalam rangka Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970, dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1970, diberikan oleh Menteri Negara Penggerak Dana
Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri.
(4) Izin Usaha Kawasan Industri bagi Perusahaan Kawasan Industri yang tidak berstatus
Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam Negeri dan yang berstatus
Penanaman Modal Dalam Negeri berlaku untuk seterusnya selama Perusahaan Kawasan
Industri masih melaksanakan pengelolaan Kawasan Industri tersebut, dan untuk
Perusahaan Kawasan Industri yang berstatus Penanaman Modal Asing berlaku untuk 30
tahun, sepanjang memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
19. PP No.13 tahun 1995, tentang
IZIN USAHA INDUSTRI
Jenis perizinan sebagaimana diatur dalam PP ini dimaksudkan
sebagai langkah penyederhanaan di bidang perizinan khususnya
bagi perusahaan industri yang berlokasi di Kawasan Industri
termasuk Kawasan Berikat yang melaksanakan kegiatan
pengolahan atau bagi perusahaan industri yang jenis, komoditi
ataupun proses produksinya tidak merusak ataupun
membahayakan lingkungan dan tidak menggunakan sumber daya
alam secara berlebihan.
Disamping itu, juga untuk mendorong kegiatan industri untuk
berlokasi di Kawasan Industri atau Kawasan Berikat mengingat
Kawasan tersebut adalah tempat perusahaan melakukan kegiatan
industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana
dan fasilitas penunjang lainnya.
Dengan adanya langkah penyederhanaan ini, maka kepada
pengusaha industri yang memenuhi ketentuan kriteria tersebut
diatas dapat langsung diberikan Izin Usaha Industri tanpa
diwajibkan melalui pentahapan memiliki Persetujuan Prinsip
terlebih dahulu, tetapi cukup dengan membuat Surat Pernyataan.
20. Pasal 4
(1) Untuk memperoleh Izin Usaha Industri diperlukan tahap Persetujuan
Prinsip.
(2) Izin Usaha Industri diberikan kepada Perusahaan Industri yang telah
memenuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan
telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi.
(3) Izin Usaha Industri dapat diberikan langsung pada saat permintaan
izin, apabila Perusahaan Industri memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. Perusahaan Industri berlokasi di Kawasan Industri yang telah
memiliki izin; atau
b. Jenis dan komoditi yang proses produksinya tidak merusak ataupun
membahayakan lingkungan serta tidak menggunakan sumberdaya
alam secara berlebihan;
PP No.13 tahun 1995, tentang
IZIN USAHA INDUSTRI
21. KEGIATAN PENGEMBANGAN DAN
PENGELOLAAN KAWASAN INDUSTRI
KEGIATAN PENGEMBANGAN:
Pasal 7 (1)
Perusahaan Kawasan Industri wajib melakukan kegiatan pengembangan dan
pengelolaan Kawasan Industri.
Pasal 8 (1)
Perusahaan Kawasan Industri wajib melakukan kegiatan :
a. penyediaan/penguasaan tanah;
b. penyusunan rencana tapak tanah;
c. rencana teknis kawasan;
d. penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
e. penyusunan Tata Tertib Kawasan Industri;f. pematangan tanah;
f. pemasaran kapling industri;h. pembangunan serta pengadaan prasarana dan
sarana penunjang termasuk pemasangan instalasi/peralatan yang diperlukan.
22. KEGIATAN PENGEMBANGAN DAN
PENGELOLAAN KAWASAN INDUSTRI
KEGIATAN PENGEMBANGAN:
Kegiatan pengelolaan Kawasan Industri meliputi
kegiatan pengoperasian dan/atau pemeliharaan
prasarana dan sarana penunjang Kawasan Industri,
termasuk kegiatan pelayanan jasa bagi perusahaan
industri di dalam Kawasan Industri.
23. Perijinan Awal Usaha Kawasan Industri
Sebelum melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada pasal
8 ayat (1), Perusahaan Kawasan Industri harus memperoleh
Persetujuan Prinsip, dengan ketentuan :
a. bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman modalnya tidak
berstatus Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam Negeri,
diberikan oleh Menteri;
b. bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman modalnya dilakukan
dalam rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11
Tahun 1970, dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1970, diberikan oleh Menteri Negara Penggerak Dana
Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri.
24. IJIN LOKASI
Pasal 9
(1) Perusahaan Kawasan Industri yang sudah memperoleh
Persetujuan Prinsip wajib memperoleh Izin Lokasi
Kawasan Industri dengan mengajukan permohonan
kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II setempat.
(2) Pemberian Izin Lokasi kepada Perusahaan Kawasan Industri
dilakukan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
yang ditetapkan Pemerintah Daerah setempat.
25. Hak atas Tanah yang Diperoleh
(Pasal 11 Keputusan Presiden No.41 tahun 1996)
1) Untuk menjalankan kegiatan pengembangan Kawasan Industri, kepada
Perusahaan Kawasan Industri yang sudah memperoleh Izin Usaha Kawasan
Industri dapat mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan Induk atas
tanah yang telah dikuasai dan dikembangkan.
2) Hak Guna Bangunan Induk Kawasan Industri dapat dipecah menjadi Hak Guna
Bangunan untuk masing-masing kapling.
3) Dalam hal Hak Guna Bangunan Induk Kawasan Industri belum diterbitkan,
Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri dapat mengajukan
permohonan Hak Guna Bangunan atas kapling yang diperolehnya.
4) Ketentuan dan Tata cara pemberian Hak Guna Bangunan Induk untuk
Kawasan Industri dan Hak Guna Bangunan untuk masing-masing kapling
diatur lebih lanjut oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional.
26. Ketentuan Perolehan Tanah
(Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 )
Pasal 12
(1) Dalam waktu tidak lebih dari 3 (tiga) tahun sejak dikeluarkan
Persetujuan Prinsip, Perusahaan Kawasan Industri harus sudah
menyediakan kapling industri siap bangun seluas 20% (dua puluh
persen) dari luas tanah yang diizinkan.
(2) Luas kapling industri siap bangun sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) minimum 20 Ha (dua puluh hektar).
(3) Dalam waktu tidak lebih dari 3 (tiga) tahun sejak tanggal
dikeluarkan Persetujuan Prinsip, Perusahaan Industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berkewajiban untuk mematangkan
seluruh tanahnya sebagai suatu Kawasan Industri.
(4) Apabila Perusahaan Kawasan Industri tidak melakukan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3), maka
Persetujuan Prinsip dapat ditinjau kembali.
27. PERSYARATAN PENGALIHAN/PENYEWAAAN TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN
Pasal 10
Untuk melakukan kegiatan penjualan dan/atau
penyewaan kapling dan/atau bangunan industri
yang sudah dibangunnya Perusahaan Kawasan
Industri wajib memiliki Izin Usaha Kawasan Industri
28. Perluasan Kawasan Industri
(Keputusan Presiden No.41 tahun 1996)
Pasal 12
(1) Perusahaan Kawasan Industri yang telah melakukan kegiatan
pengembangan dan telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri dapat
mengajukan Izin Perluasan Kawasan Industri.
(2) Izin Perluasan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah setempat.
(3) Izin Perluasan bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman
modalnya dilakukan dalam rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970, dan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1970, diberikan oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua
Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri.
29. Perihal Pengelolaan – KI
(Keputusan Presiden No.41 tahun 1996)
Pasal 14
Perusahaan Kawasan Industri yang dan telah memiliki
Izin Usaha Kawasan Industri serta telah menyediakan
prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya dapat
mengalihkan pengelolaan Kawasan Industri kepada
Perusahaan Pengelola Kawasan Industri sesuai dengan
ketentuan yang disepakati bersama.
30. Penetapan menjadi– KI
(Keputusan Presiden No.41 tahun 1996)
Pasal 17
(1) Tanah yang dimiliki oleh satu perusahaan atau beberapa perusahaan
yang sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hektar di dalam Kawasan
Peruntukan Industri yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
serta sudah dimanfaatkan untuk kegiatan industri, dapat ditetapkan
sebagai Kawasan Industri.
(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dengan Perusahaan Kawasan Industri.
(3) Ketentuan dan tata cara penetapan Kawasan Industri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Menteri.
31. Keputusan Presiden No.41 tahun 1996 sebagai
Dasar Hukum Pengaturan--KI
Dengan berlakunya Keputusan Presiden No.41 tahun
1996, maka Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989
tentang Kawasan Industri sebagaimana diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 98 Tahun 1993 dinyatakan
tidak berlaku.
Semua peraturan pelaksanan Keputusan Presiden
Nomor 53 Tahun 1989 dan Keputusan Presiden Nomor
98 Tahun 1993 masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diatur berdasarkan
Keputusan Presiden ini..