1. PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN
2009
Buku VI
PETA PANDUAN
(Road Map)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS
INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU
Tahun 2010 - 2014
3. iiiKATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2010-2014 di bidang
perekonomian menargetkan pertumbuhan ekonomi rata-
rata 7 %, tingkat pengangguran menjadi berkisar 5 -
6%, tingkat kemiskinan diharapkan menjadi 8 -10%, dan
diperlukan investasi sekitar Rp. 2.000 triliun tiap tahun.
Untuk itu, sektor industri diharapkan menjadi penggerak
utama (prime mover) mampu berkontribusi lebih dari
26% terhadap PDB pada tahun 2014, dan mampu tumbuh
minimal 1,5% lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
DalamrangkamewujudkanIndonesiasebagainegaraindustri
yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi tantangan dan
kendala yang ada, serta merevitalisasi industri nasional,
maka telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun
2008 tentang Kebijakan Industri Nasional.
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT telah
tersusun 35 Road Map (peta panduan) pengembangan
klaster industri prioritas untuk periode 5 (lima) tahun ke
depan (2010-2014) sebagai penjabaran Perpres 28/2008,
yang disajikan dalam 6 (enam) buku, yaitu:
1. Buku I, Kelompok Klaster Industri Basis Industri
Manufaktur (8 Klaster indutri), yaitu: 1) Klaster
Industri Baja, 2) Klaster Industri Semen, 3) Klaster
Industri Petrokimia, 4) Klaster Industri Keramik, 5)
Klaster Industri Mesin Listrik Peralatan Listrik, 6)
Klaster Industri Mesin Peralatan Umum, 7) Klaster
Industri Tekstil dan Produk Tekstil, 8) Klaster Industri
Alas Kaki.
4. iv
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
2. Buku II, Kelompok Klaster Industri Berbasis Agro (12
Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Pengolahan
Kelapa Sawit, 2) Klaster Industri Karet dan Barang Karet,
3) Klaster Industri Kakao, 4) Klaster Industri Pengolahan
Kelapa, 5) Klaster Industri Pengolahan Kopi, 6) Klaster
Industri Gula, 7) Klaster Industri Hasil Tembakau, 8) Klaster
Industri Pengolahan Buah, 9) Klaster Industri Furniture,
10) Klaster Industri Pengolahan Ikan, 11) Klaster Industri
Kertas, 12) Klaster Industri Pengolahan Susu.
3. Buku III, Kelompok Klaster Industri Alat Angkut (4
Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Kendaraan
Bermotor,2)KlasterIndustriPerkapalan,3)KlasterIndustri
Kedirgantaraan, 4) Klaster Industri Perkeretaapian.
4. Buku IV, Kelompok Klaster Industri Elektronika
dan Telematika (3 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster
Industri Elektronika, 2) Klaster Industri Telekomunikasi,
3) Klaster Industri Komputer dan Peralatannya.
5. Buku V, Kelompok Klaster Industri Penunjang
Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu (3
Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Perangkat
Lunak dan Konten Multimedia, 2) Klaster Industri
Fashion, 3) Klaster Industri Kerajinan dan Barang seni.
6. Buku VI, Kelompok Klaster Industri Kecil dan
Menengah Tertentu (5 Klaster Industri), yaitu: 1)
Klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan, 2) Klaster
Industri Garam, 3) Klaster Industri Gerabah dan
Keramik Hias, 4) Klaster Industri Minyak Atsiri, 5)
Klaster Industri Makanan Ringan.
Diharapkan dengan telah terbitnya 35 Road Map tersebut
pengembangan industri ke depan dapat dilaksanakan secara
lebih fokus dan dapat menjadi:
5. KATA PENGANTAR
1. Pedoman operasional Pelaku klaster industri, dan
aparatur Pemerintah dalam rangka menunjang
secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya
pelaksanaan program pengembangan industri sesuai
dengan bidang tugasnya.
2. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor,
antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota).
3. Informasi dalam menggalang partisipasi dari masyarakat
luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan
pembangunan industri.
Kepada semua pihak yang berkepentingan dan ikut
bertanggung-jawab terhadap kemajuan industri diharapkan
dapat mendukung pelaksanaan peta panduan (Road Map)
ini secara konsekuen dan konsisten, sesuai dengan peran
dan tugasnya masing-masing.
Semoga Allah SWT meridhoi dan mengabulkan cita-cita
luhur kita bersama menuju Indonesia yang lebih baik.
Jakarta, November 2009
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
MOHAMAD S. HIDAYAT
7. viiDAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................... vii
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN ...... 1
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
RI NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14
OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN ...... 9
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIKINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI GARAM ..................................... 31
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
RI NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14
OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI GARAM ..................................... 39
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI GERABAH DAN KERAMIK HIAS ..... 63
8. viii
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
RI NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14
OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN ...... 71
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI MINYAK ATSIRI .......................... 95
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
RI NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14
OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN ...... 103
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI MAKANAN RINGAN ..................... 125
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
RI NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14
OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN ...... 133
9. PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:133/M-IND/PER/10/2009
PERATURAN
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
TENTANG
PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan
industri nasional sesuai dengan Pasal
2 Peraturan Presiden RI Nomor 28
Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional,perlumenetapkanpetapanduan
(Road Map) pengembangan klaster
industri prioritas yang mencakup basis
industri manufaktur, industri berbasis
agro, industri alat angkut, industri
elektronika dan telematika, industri
penunjang industri kreatif dan industri
kreatif tertentu serta industri kecil dan
menengah tertentu;
10. PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
b. Bahwa industri batumulia dan perhiasan
merupakan bagian dari kelompok in
dustri kecil dan menengah tertentu
sebagaimana dimaksud pada huruf a
maka perlu ditetapkan peta panduan
pengembangan klaster industri batu
mulia dan perhiasan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan seba
gaimana dimaksud huruf a dan huruf
b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri
Perindustrian tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Klaster Industri Ba
tu Mulia dan Perhiasan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian (Lembaran Nega
ra Republik Indonesia Tahun 1984 No
mor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentangSistemPerencanaanPembangu
nan Nasional (Lembaran Negara Re
publik Indonesia Tahun 2004 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Re
publik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lem
baran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437
sebagaimana telah diubah dengan Un
dang-Undang Republik Indonesia No
mor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara
11. PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:133/M-IND/PER/10/2009
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
108, Tambahan Lembaran Negara Re
publik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lem
baran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
1986tentang KewenanganPengaturan,
Pembinaan dan Pengembangan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lem
baran Negara Republik Indonesia Nomor
3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Peme
rintahanAntaraPemerintah,Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Da
erah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Ta
hun 2009 tentang Kawasan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia
12. PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lem
baran Negara Republik Indonesia Nomor
4987);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Ber
satu sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Keputusan Pre
siden Republik Indonesia Nomor 77/P
Tahun 2007;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor9Tahun2005tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 94
Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2005 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2007;
12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Orga
nisasi dan Tata Kerja Departemen Per
industrian;
13. PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:133/M-IND/PER/10/2009
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU
MULIA DAN PERHIASAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan:
1. PetaPanduan(RoadMap)Pengembangan
Klaster Industri Batu Mulia dan Per
hiasan Tahun 2010-2014 selanjutnya
disebut Peta Panduan adalah dokumen
perencanaan nasional yang memuat
sasaran, strategi dan kebijakan, serta
program/rencana aksi pengembangan
klaster industri z vv vv dan perhiasan
untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Industri Batu Mulia dan Perhiasan
adalah industri yang terdiri dari:
a. Industri Permata (KBLI 36911);
b. Industri Brang perhiasan Berharga
untuk Keperluan Pribadi dari Logam
Mulia (KBLI 36912).
3. Pemangku Kepentingan adalah
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga
Penelitian dan Pengembangan serta
Lembaga Kemasyarakatan lainnya.
14. PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
4. MenteriadalahMenteriyangmelaksanakan
sebagian tugas urusan pemerintahan di
bidang perindustrian.
Pasal 2
(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini.
(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan:
a. Pedoman operasional Aparatur Peme
rintah dalam rangka menunjang
secara komplementer dan sinergik
untuk suksesnya pelaksanaan pro
gram pengembangan industri sesuai
dengan bidang tugasnya;
b. Pedoman bagi Pelaku klaster In
dustri Batu Mulia dan Perhiasan,
baik pengusaha maupun institusi
lainnya, khususnya yang memiliki
kegiatan usaha di sektor Industri
Batu Mulia dan Perhiasan ataupun
sektor lain yang terkait;
c. Pedoman koordinasi perencanaan
kegiatan antar sektor, antar instansi
terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota); dan
d. Informasi untuk menggalang duku
ngan sosial-politis maupun kontrol
sosial terhadap pelaksanaan ke
bijakan klaster industri ini, yang
15. PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:133/M-IND/PER/10/2009
pada akhirnya diharapkan untuk
mendorong partisipasi dari masya
rakat luas untuk berkontribusi
secara langsung dalam kegiatan
pembangunan industri.
Pasal 3
(1) Program/rencana aksi pengembangan
klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan
dilaksanakan sesuai dengan Peta Pandu
an sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1).
(2) Pelaksanaan program/rencana aksi se
bagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemangku Kepentingan
sebagaimana tercantum dalam Peta
Panduan.
Pasal 4
(1) KementerianNegara/Lembagamembuat
laporan kinerja tahunan kepada Menteri
atas pelaksanaan program/rencana aksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1).
(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan
program/rencana aksi sebagaimana di
maksud pada ayat (1) kepada Presiden
setiap 1 (satu) tahun selambat-lam
batnya pada akhir bulan Februari pada
tahun berikutnya.
16. PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2009
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
ttd
FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada:
1. Presiden RI;
2. Wakil Presiden RI;
3. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
4. Gubernur seluruh Indonesia;
5. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;
6. Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.
17. LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
TANGGAL : 14 OKTOBER 2009
PETA PANDUAN
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU
MULIA DAN PERHIASAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB II SASARAN
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
ttd
FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
19. 11
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Ruang Lingkup Industri Batu Mulia dan
Perhiasan
Yang dimaksud dengan produk perhiasan adalah barang-
barang perhiasan yang menggunakan bahan baku
utama berupa emas dan perak dan bahan campurannya
berupa logam kuningan dan tembaga atau campuran
logam lainnya. Batumulia adalah mineral yang terbentuk
oleh proses alami tanpa bantuan atau usaha manusia.
Batumulia atau gemstone merupakan batuan, mineral
atau bahan alami lainnya yang setelah diolah memiliki
keindahan dan ketahanan yang memadai untuk dipakai
sebagai barang perhiasan. Batuan yang memiliki nilai
yang tinggi adalah batuan yang mempunyai kekerasan
tertentu dan kilauan yang indah.
Industri perhiasan perak di Indonesia adalah industri
yang terkenal sejak dahulu, di beberapa daerah di
Indonesia terkenal dengan sentra produsen perak baik
di dalam maupun di luar negeri. Daerah tersebut adalah
Kotagede-Yogyakarta; Bangil/Lumajang-Jawa Timur;
Gianyar (Celuk)-Bali; Kota Gadang-Sumatera Barat
dan beberapa daerah lainnya. Assesories yang terbuat
dari bahan metal dalam hal ini berbahan dasar perak
(sterling silver) dengan kadar 925 dan jenis perhiasan
yang dikategorikan sebagai fine jewelry dimana desain-
desainnya dipadukan dengan batu-batuan yang memiliki
kualitas tinggi.
Industri perhiasan Indonesia mempunyai potensi be
sar untuk dikembangkan, dan sebagai industri padat
20. 12
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
karya mempunyai potensi yang besar pula untuk
menyerap tenaga kerja. Potensi ini tergambar dari
cukup tersedianya bahan baku berupa emas dan perak
(Indonesia produsen emas ketujuh dunia dengan
produksi mencapai 160 ton pada tahun 2008) dan
mempunyai tambang intan (batumulia) berkualitas
bagus di Martapura-Kalimantan Selatan, tenaga kerja
terampil dengan akar kompetensi warisan budaya,
dan kebiasaan masyarakat untuk memakai asesories
(perhiasan) sekaligus menabung (saving) dalam bentuk
perhiasan yang terbukti dari besarnya potensi pasar
dalam negeri yang menempati peringkat ketujuh dunia
(80 ton pada tahun 2008).
B. Pengelompokan Industri Batu mulia dan
Perhiasan
Industri batumulia dan perhiasan pada dasarnya dike
lompokkan menjadi: 1) industri batu permata (loose
stone) yang asli maupun imitasi seperti intan, ruby,
safir, kecubung, kalimaya dan jenis-jenis batuan lainnya
termasuk mutiara, 2) perhiasan (emas, perak dan jenis
logam mulia lainnya termasuk yang semi logam mulia
seperti tembaga, kuningan, 3) kombinasi antara logam
dengan batu permata. Dalam klasifikasi Harmonized
System (HS), industri batumulia dan perhiasan mencakup
HS 7018, 7101 s/d 7109, 7110 s/d 7118. Rantai nilai
industri batumulia dan perhiasan pada dasarnya terdiri
dari kegiatan penambangan batu permata; pengolahan/
penggosokan batu permata; dan pengolahan perhiasan
secara parsial (loose atau finished) maupun kombinasi.
Pada tingkat produsen perhiasan dilakukan proses assem
bling atau pemaduan antara batumulia dengan logam
pengikat baik dari logam emas, perak ataupun logam
21. 13
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
mulia lainnya. Pada umumnya produsen perhiasan
melakukan pemesanan pada industri/perajin batumulia
dengan bentuk, ukuran, desain dan jenis batu yang telah
ditetapkan.
Pemangku kepentingan klaster IKM batumulia dan
perhiasan terdiri dari pelaku inti dan pendukung. Pelaku
inti meliputi perajin batumulia dan perajin perhiasan
(emas dan perak), sementara pelaku pendukung meru
pakan anggota klaster lainnya yang bersifat mendukung
kegiatan inti seperti; (a) industri mesin dan peralatan
batumulia; (b). industri mesin dan peralatan casting;
(c) Pusat pelatihan batumulia; (d) pusat pelatihan
perhiasan; (e) Unit Pelayanan Teknis (UPT) Casting; (f).
Balai Besar Batik dan Kerajinan; (g) Lembaga Sertifikasi
Mutu Batumulia dan Instansi terkait di tingkat pusat dan
Kabupaten/Kota seperti Pemerintah Daerah, Lembaga
Keuangan Bank dan Non Bank, ASEPI, APEPI, Lembaga
Penelitian dan Perguruan Tinggi.
23. 15
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
BAB II
SASARAN
A. Jangka Menengah (2010 – 2014)
a. Terbentuknya klaster-klaster industri batumulia
dan perhiasan yang akan memberikan nilai tambah
yang lebih besar pada setiap simpul kerjasama dan
meningkatkan jumlah unit usaha sebesar rata-rata
per tahun sebesar 5,6% atau sebesar 2.572 UU
per tahun serta tenaga kerja sebesar 5,6% atau
sebesar kurang lebih 7.381 orang per tahun.
Tolok ukur Sasaran Pengembangan (2010 – 2014)
Batumulia dan Perhiasan
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
3
BAB II
SASARAN
A. Jangka Menengah (2010 – 2014)
a. Terbentuknya klaster-klaster industri batumulia dan perhiasan yang
akan memberikan nilai tambah yang lebih besar pada setiap simpul
kerjasama dan meningkatkan jumlah unit usaha sebesar rata-rata per
tahun sebesar 5,6% atau sebesar 2.572 UU per tahun serta tenaga
kerja sebesar 5,6% atau sebesar kurang lebih 7.381 orang per tahun.
Tolok ukur Sasaran Pengembangan (2010 – 2014)
Batumulia dan Perhiasan
Tolok Ukur 2010 2014
Unit Usaha 45.379 Unit 56.210 Unit
Tenaga Kerja 127.815 Orang 158.919 Orang
Nilai Produksi (Rp.) 40183.148 Juta 602830926 Juta
Nilai Tambah ( Rp. ) 201020316 Juta 3.057.058 Juta
b. Terjadinya peningkatan produktifitas, efisiensi dan mutu
(desain/keaneka ragaman) produk di sentra-sentra perhiasan ( sentra
kerajinan perak dan sentra kerajinan batumulia).
c. Tumbuhnya 15 perusahaan produk-produk ekspor batumulia dan
perhiasan yang mampu bersaing di pasar luar negeri atau sebagai
pemasok produk-produk batumulia dan perhiasan.
d. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif melalui sistem perpajakan
proporsional agar produk-produk perhiasan dapat lebih bersaing baik di
dalam negeri maupun luar negeri dan terjadi peningkatan ekspor
sebesar rata-rata mencapai 3% atau US$ 8.000.000/tahun.
b. Terjadinya peningkatan produktifitas, efisiensi dan
mutu (desain/keaneka ragaman) produk di sentra-
sentra perhiasan ( sentra kerajinan perak dan sentra
kerajinan batumulia).
c. Tumbuhnya 15 perusahaan produk-produk ekspor
batumulia dan perhiasan yang mampu bersaing di
pasar luar negeri atau sebagai pemasok produk-
produk batumulia dan perhiasan.
d. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif melalui
sistem perpajakan proporsional agar produk-produk
perhiasan dapat lebih bersaing baik di dalam ne
geri maupun luar negeri dan terjadi peningkatan
24. 16
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
ekspor sebesar rata-rata mencapai 3% atau US$
8.000.000/tahun.
B. Jangka Panjang ( 2010 – 2025 )
a. Tercapainya pembinaan model klaster-klaster
industri batumulia dan perhiasan dengan jaringan
usaha yang solid dan didukung oleh sub-sub sistem
pendukung yang kuat dan akan memberikan
dampak pada perkembangan jumlah unit usaha
sebesar 8.7% atau rata-rata 1.526 UU/tahun dan
penyerapan tenaga kerja sebesar 8,7% atau 4.376
orang/tahun.
a. Terwujudnya industri batumulia dan perhiasan
nasional yang mampu bersaing baik di dalam maupun
di luar negeri dan terjadi peningkatan ekspor produk
batumulia dan perhiasan rata-rata 6% per tahun
atau senilai US$ 1.800.000/tahun.
b. Tumbuhnya 45 perusahaan produk ekspor batumulia
dan perhiasan yang mampu bersaing di pasar luar
negeri.
c. Terciptanya iklim usaha yang kondusif melalui
sistem perpajakan dan pengawasan penyeludupan
bahan baku batumulia dan intan melalui kerjasama
terpadu di antara pihak-pihak yang terkait.
25. 17
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
BAB III
STRATEGI DAN KEBIJAKAN
A. Strategi Pokok
1. Pembinaan Model Klaster
1) Pembinaan dan pengembangan ini dilakukan
melalui beberapa tahapan yaitu: a) Diagnosis;
b) Sosialisasi; c) Kolaborasi; d) Implementasi
dan e) Monitoring. Sistem ini dilakukan melalui
penetapan Champion sebagai penghela
lokomotif atau yang menginisiasi seluruh
anggota dengan melibatkan seluruh stakeholder
sesuai dengan fungsi dan perannya. Pada saat
ini (2009) telah memasuki tahap implementasi
daripada rencana-rencana aksi, antara lain
pelaksanaan pelatihan ketrampilan teknis
dan disain, pemberian bantuan mesin dan
peralatan, pelaksanaan workshop/temu usaha
dan Focus Group Discussion (FGD) dalam hal
permodalan/pembiayaan, pemecahan masalah
bahan baku, pajak pertambahan nilai (PPN),
kemitraan dengan BUMN serta memfasilitasi
IKM batumulia dan perhiasan ke pameran-
pameran di dalam maupun di luar negeri.
2) Pengembangan Sentra Produksi melalui bantuan
saranadan prasarana, fasilitasikemitraandengan
BUMN-BUMN yang punya Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL).
3) Pemetaan komoditi dilakukan dengan mendata
jenis dan kemampuan produksi dan juga ke
mampuan kapasitas dan kemutakhiran peralatan
26. 18
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
yang tersedia serta pemetaan disain-disain yang
ada baik disain dari luar negerai maupun disain
lokal (muatan seni budaya daerah).
Pemetaan keserasian dan kesesuaian jenis
batu mulia misalnya, diukur dari kekerasan dan
keindahan kilau yang dipengaruhi oleh struktur
geologi dan ketrampilan pengrajin menentukan
jenis ikatan logam mulia yang akan digunakan.
2. Dukungan akses terhadap sarana produksi dan
dukungan penguasaan teknologi dan peningkatan
keterampilan.
3. Prioritas pengembangan Kelompok Usaha Bersama
(KUB).
Dilakukan untuk membermudah dalam melakukan
pembinaan untuk pencapaian hasil yang efektif dan
efisien serta kemudahan dalam administrasi.
4. Kerjasama antar stake holder dan dunia usaha.
Dilakukan untuk menciptakan kerjasama sinerji
dengan keterpaduan program pembinaan dan pe
ngembangan.
5. Mendorong tumbuhnya iklim usaha yang sehat.
Dilakukan untuk meningkatkan gairah usaha di
sektor kerajinan batumulia dan perhiasan dengan
usulan berbagai kebijakan pengaturan, pengem
bangan dan pengawasan.
B. Strategi Operasional
1. PeningkatankapabilitasSdMIKMkerajinanbatumulia
dan perhiasan. Pengetahuan dan keterampilan da
lam aspek teknis (produksi dan desain) maupun
manajemen produksi dari pelaku IKM batumulia dan
perhiasan yang pada umumnya belum memadai
27. 19
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
terutama para produsen batu mulia/permata. Untuk
mengatasi hal ini akan dilakukan peningkatan
keterampilan melalui pelatihan-pelatihan yang
relevan dengan permasalahan di lapangan.
2. Modernisasi mesin dan peralatan.
1) Sebagian besar produsen/para perajin
merupakan industri kecil yang sebagian besar
masih mempergunakan alat yang sederhana
dan umur mesin yang sudah tua. Demikian
pula dengan Unit Pelayanan Teknis yang secara
operasional merupakan ujung tombak dalam
pengembangan teknologi dan sebagai unit
percontohan. Dampak dari kondisi ini adalah
kualitas dan kuantitas produk serta kinerja
yang kurang produktif. Untuk mengatasi hal
ini strategi operasional yang dilakukan adalah
melalui fasilitasi bantuan mesin dan peralatan
untuk modernisasi/revitalisasi UPT dan
pengusaha yang tergabung dalam Kelompok
Usaha Bersama.
2) Penciptaan iklim usaha yang kondusif;
Sebagai besar industri kerajinan batumulia dan
perhiasan terkendala oleh sistem perpajakan
yang kurang mendukung, sebagai perbandingan
PPN, bea masuk dan jenis pajak lainnya
untuk loose diamond, PPN yang berlaku 10%,
(CIF+duty), bea masuk 5% dan jenis pajak
lainnya sebesar 2,5% (CIF+duty) serta PPn
Bm sebesar 75%. Sedangkan di Malaysia loose
diamond tidak dikenakan pajak apapun dan
di China PPN hanya sebesar 4%. Sementara
bahan baku perak di Indonesia hanya kini masih
dikenakan pajak PPN 10%. Untuk memberikan
28. 20
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
iklim usaha yang lebih kondusif akan dilakukan
konsolidasi dan koordinasi untuk me-resceduling
penurunan PPN perak dan pajak-pajak lainnnya
agar tercipta iklim usaha yang lebih mendorong
perkembangan IKM batu mulia dan perhiasan.
3). Pengembangandan Penguatan Kelembagaan;
Hampir semua perajin perhiasan terutama untuk
perajin batumulia mempunyai posisi tawar yang
lebih terhadap berbagai pihak. Terbentuknya
kelembagaan seperti Kelompok Usaha Bersama
(KUB), Assosiasi ataupun bentuk lain yang dapat
memperbaiki akses terhadap sumber-sumber
permodalan dan pasar.
4). Pengembangan jejaring;
Kerjasama antar pemangku kepentingan melalui
pembentukan sinkronisasi dan harmonisasi
kebijakan dan program lintas sektoral yang
mendukung IKM batumulia dan perhiasan yang
akan menghasilkan sinerji yang kuat dalam
pengembangan industri perhiasan.
29. 21
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
BAB IV
PROGRAM / RENCANA AKSI
A. Jangka Menengah (2010 – 2014)
1. Iklim Usaha ( Regulasi )
1) Penerapan kebijakan perpajakan yang lebih
rasional, antara lain dengan mengusahakan
penyesuaian pajak-pajak perhiasan seperti PPN
bahan baku perak dan PPnBM batu permata.
2) Penerapan standardisasi produk ( ISO-9000 dan
CE-Mark) dengan memperbanyak sosialisasi
dan bimbingan penerapan ISO-9000 dan CE-
Mark terhadap IKM batumulia dan perhiasan.
3) Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam
upaya perlindungan terhadap eksploitasi
penjualan bahan baku batumulia ke luar
negeri yang belum diolah atau masih sedikit
pengolahan (poles).
4) Mengupayakan terwujudnya Pembangunan Ka
wasan Khusus Pengembangan Industri Perhiasan
(KKPIP) yang saat ini sedang dalam tahap pem-
bangunan di Surabaya-Jawa Timur.
2. Promosi dan Pemasaran.
1) Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran
DN dan LN.
2) Pengembangan pasar spesifik untuk batumulia
dan perhiasan.
3) Membangun portal sistem informasi untuk pasar
luar negeri/ekspor.
4) Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri.
30. 22
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
5) Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet
dan katalog
6) Mengikuti perlombaan desain di luar negeri.
3. Teknologi Produksi.
1) Peningkatan kemampuan sistem manajemen
mutu.
2) Peningkatan kesadaran serta dorongan untuk
mengaplikasikan HaKI.
3) Sosialisasi dan penerapan standarisasi.
4) Penerapan Model Gugus Kendali Mutu.
5) Penguatan peran Perguruan Tinggi dalam teknik
perencanaan/pembuatan perhiasan CAD/CAM
serta menjamin kualitas batumulia.
4. Penguatan struktur usaha.
1) Peningkatan kemitraan dengan perusahaan
besar untuk merintis pasar ekspor dan transfer
pengetahuan dan desain.
2) Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan
baku/bahan setengah jadi dan pemasaran.
3) Fasiltiasi kemitraan dengan instansi terkait dalam
rangka pemanfaatan asuransi dan pembiayaan
ekspor.
4) Mengadakan kerjasama dengan negara-negara
yang memiliki keunggulan dalam desain dan
model.
5) Pemetaan potensi bahan baku batumulia (jenis
dan spesifikasi kekerasan)
5. Sumber Daya Manusia.
1) Peningkatan kemampuan dalam bidang teknik
produksi dan desain.
31. 23
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
2) Peningkatan kemampuan dalam bidang ekspor-
impor dan teknik negosiasi.
3) Peningkatan kemampuan dalam bidang mutu
produk.
4) Peningkatan kemampuan dalam pengujian kadar
emas dan perak.
5) Peningkatan kemampuan dan pengetahuan
webside dan e-Commerce
6. Pengembangan Sarana dan Prasarana.
1) Modernisasi mesin dan peralatan untuk Unit
Pelayanan Teknis (UPT).
2) BantuanmesindanperalatanpadaKelompokUsaha
Bersama yang potensial untuk dikembangkan.
3) Bantuan sarana jaringan informasi
7. Pengembangan Institusi Pendukung dan Ke
lembagaan.
1) Pendirian Unit Pelayanan Langsung (UPL).
2) Revitalisasi dan pendirian Unit Pelayanan Teknis
(UPT) yang dilakukan melalui tahapan studi
kelayakan di sentra-sentra potensial.
B. Jangka Panjang ( 2010 – 2025)
1. Pemasaran
1) Pengembangan pasar spesifik untuk produk
batumulia dan perhiasan
2) Peningkatan kemampuan market intelegence
untuk penetrasi dan perluasan pasar global.
3) Pengembangan showroom/counter di pusat-pusat
pariwisata di dalam dan di luar negeri.
32. 24
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
2. Teknologi
1) Pengembangan mesin dan peralatan produksi
untuk batumulia dan perhiasan.
2) Pendirian lembaga sertifikasi mutu batumulia
pada setiap sentra potensial.
3) Pengembangan desain melalui sistem kompu
terisasi.
3. Perkuatan Kelembagaan dan Jejaring.
1) Penguatan kelembagaan kelompok produsen
batumulia dan perhiasan (Assosiasi, Koperasi atau
Kelompok Usaha Bersama).
2) Pengembangan jaringan komunikasi dan bisnis
melalui internet dan e-Comerce.
3) Pengembangan jejaring (network) IKM dengan
Universitas dan Lembaga penelitian untuk pe
ngembangan teknologi dan desain produk.
33. 25
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
11
Gambar 1 Kerangka Pengembangan Industri Batu Mulia dan Perhiasan
INDUSTRI INTI INDUSTRIPENDUKUNG INDUSTRITERKAIT
IKMBatumuliadan Perhiasan fashion, Gift Item, PerlengkapanRumahTangga
Sasaran Jangka Menengah 2010 - 2014 : Sasaran Jangka Panjang(2010 - 2025):
1 1
2 2
3 Digunakannya bahan baku yang standar 3
4 Berkembangnya IKMBatumuliadanPerhiasan yang berorientasi ekspor. 4 Semakin tingginya permintaan IKM untuk melindungi produknya
melalui HaKI.
Terwujudnya IKM batumulia dan perhiasan yang berdaya saing di
pasar dalam dan luar negeri, serta meningkatnya nilai ekspor
hingga tahun 2025 mencapai US $ ………………….
Terjadinya peningkatan produktivitas, efisiensi dan mutu produk (desain/keaneka
ragaman) di sentra-sentra IKMBatumulia dan Perhiasan
Berkembangnya 45 perusahaan batumulia dan perhiasan
bermerek dan kuat yang mampu bersaing untuk pasar luar negeri
atau sebagai pemasok antar klaster industri batumulia dan
perhiasan
Terbentuknya klaster-klasterIKM Batumulia dan Perhiasan yang mampu
memberikan nilai tambah lebih besar di sentra potensial, sehingga dapat
meningkatkan jumlah unit usaha mencapai 56.210 Unit usaha dan tenaga kerja
sebesar 158.919 Orang.
Industri mesin/peralatan, pemasok
bahan baku, industri pengolahan dan
industri kemasan
Terbentuknya basis produksi batumulia dan perhiasan yang kuat
didukung oleh SDA yang terjamin dan SDM yang terampil dan
produktif.
Gambar 1 Kerangka Pengembangan Industri Batu Mulia dan
Perhiasan
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
Strategi Pokok : Strategi Operasional :
1 Pengembangan klaster IKM Batumulia dan Perhiasan 1 Peningkatan kapabilitas SDM IKM batumulia dan perhiasan
2 Pengembangan sentra dan revitalisasi/pendirian UPT IKM Batumulia dan Perhiasan 2
3 Prioritas pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUB) 3 Penciptaan iklim usaha yang kondusif (perpajakan; bea masuk)
4 Kerjasama antara Stakeholder dan Dunia Usaha 4 Pengembangan dan perkuatan kelembagaan.
5 Mendorong tumbuhnya iklim usaha yang kondusif 5 Pengembangan jejaring kerjasama (Networking) pemasaran.
Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Menengah (2010-2014) : Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Panjang (2010-2014) :
1 Iklim Usaha (Regulasi) 1 Pemasaran
► ►
► ►
►
2 Promosi dan Pemasaran
► Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran DN dan LN. 2 Teknologi
► Pengembangan pasar spesifik untuk produk-produk batumulia dan perhiasan ►
► Membangun portal website bagi informasi pasar ekspor.
► Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri. ►
► Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet dan katalog.
► Mengikuti perlombaan desain di DN dan LN.
► Pengembangan sentra produksi batumulia dan perhiasan untuk tujuan wisata. ►
3 Teknologi Produksi ► Pengembangan desain produk melalui sistem komputerisasi.
► Peningkatan kemampuan sistem manajemen mutu
► Mendorong diterapkannya HaKI bagi produk batumulia dan perhiasan 3 Sentra Produksi
► Sosialisasi dan penerapan CE-Mark dan ISO 9001:2000, ISO 14000 ►
► Penerapan Gugus Kendali Mutu dan Desain
► ►
4 Penguatan Struktur Usaha 4 Stakeholder
► ►
►
►
►
►
5 Sumber Daya Manusia
► Peningkatan kemampuan di bidang ketrampilan teknis produksi
► Peningkatan kemampuan dalam bidang ekspor-import dan teknik negosiasi.
Tersedianya Kawasan Khusus Pengembangan Industri Perhiasan Peningkatan kemampuan market intelegen untuk penetrasi
dan perluasan pasar global.
Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam perlindungan terhadap
eksploitasi/pengiriman bahan baku batu-batuan (fosil) ke luar negeri.
Pengembangan pasar spesifik bagi produk-produk batumulia
dan perhiasan
Pengembangan showroom/counter/outlet di pusat pasar
modern dan pariwisata di dalam negeri.
Pengembangan/modernisasi mesin dan peralatan industri
batumulia dan perhiasan
Fasilitasi sertifikasi mutu bagi produk batumulia dan
perhiasan yang berorientasi ekspor atau terutama yang
sudah ekspor.
Pengembangan teknologi tepat guna dan tekniki finishing
yang berkualitas.
S T R A T E G I
Modernisasi mesin dan peralatan di Sentra-sentra potensial
terpilih.
Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar ekspor
dan transfer pengetahuan dan desain.
Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah jadi dan
pemasaran diikat dengan MoU.
Fasilitasi kemitraan dengan BUMN atau instansi terkait dalam rangka
pemanfaatan dana PKBL
Fasilitasi kerjasama dengan negara lain yang memiliki keunggulan teknologi,
mutu dan desain.
Penguatan kelembagaan Kelompok Usaha Bersama batumulia
dan perhiasan (Assosiasi, Koperasi atau Kelompok Usaha
Bersama)Pengembangan sistem jejaring bisnis dan pemasaran untuk
produk batumulia dan perhiasan
Pemetaan potensi bahan baku dan kondisi riil sentra/UPT IKM batumulia dan
perhiasan
Pengembangan jaringan kerjasama (network) industri
batumulia dan perhiasan dengan Lembaga Perguruan Tinggi,
Lembaga Penelitian untuk pengembangan teknologi dan
desain produk, terutama pada Balai Besar Kerajinan dan
Batik Yogyakarta.
Penguatan peran Perguruan Tinggi dalam teknik penerapan/pembuatan desain
produk batumulia dan perhiasan
34. 26
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
12
3 Teknologi Produksi ► Pengembangan desain produk melalui sistem komputerisasi.
► Peningkatan kemampuan sistem manajemen mutu
► Mendorong diterapkannya HaKI bagi produk batumulia dan perhiasan 3 Sentra Produksi
► Sosialisasi dan penerapan CE-Mark dan ISO 9001:2000, ISO 14000 ►
► Penerapan Gugus Kendali Mutu dan Desain
► ►
4 Penguatan Struktur Usaha 4 Stakeholder
► ►
►
►
►
►
5 Sumber Daya Manusia
► Peningkatan kemampuan di bidang ketrampilan teknis produksi
► Peningkatan kemampuan dalam bidang ekspor-import dan teknik negosiasi.
► Peningkatan kemampuan dalam bidang mutu dan desain produk.
► Peningkatan kemampuan dalam memadukan komponen perhiasan dan batu permata
►
6 Pengembangan Sarana dan Prasarana
► Modernisasi mesin dan peralatan untuk Unit Pelayanan Teknis.
► Bantuan mesin dan peralatan pada KUB/UPT IKM batumulia dan perhiasan
► Bantuan sarana jaringan informasi.
► Pengembangan institusi pendukung dan kelembagaan.
► Pendirian Unit Pendampingan Langsung (UPL).
►
yang berkualitas.
Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar ekspor
dan transfer pengetahuan dan desain.
Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah jadi dan
pemasaran diikat dengan MoU.
Fasilitasi kemitraan dengan BUMN atau instansi terkait dalam rangka
pemanfaatan dana PKBL
Fasilitasi kerjasama dengan negara lain yang memiliki keunggulan teknologi,
mutu dan desain.
Revitalisasi dan pendirian sentra/UPT dilakukan atas dasar studi kelayakan di
sentra-sentra IKM batumulia dan perhiasan yang potensial.
Penguatan kelembagaan Kelompok Usaha Bersama batumulia
dan perhiasan (Assosiasi, Koperasi atau Kelompok Usaha
Bersama)Pengembangan sistem jejaring bisnis dan pemasaran untuk
produk batumulia dan perhiasan
Pemetaan potensi bahan baku dan kondisi riil sentra/UPT IKM batumulia dan
perhiasan
Pengembangan jaringan kerjasama (network) industri
batumulia dan perhiasan dengan Lembaga Perguruan Tinggi,
Lembaga Penelitian untuk pengembangan teknologi dan
desain produk, terutama pada Balai Besar Kerajinan dan
Batik Yogyakarta.
Peningkatan kemampuan dan pengetahuan sistem informasi pemasaran
produk batumulia dan perhiasan dan e-Commerce.
Penguatan peran Perguruan Tinggi dalam teknik penerapan/pembuatan desain
produk batumulia dan perhiasan
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
PeriodisasiPeningkatanTeknologi: SumberDayaManusia(SDM):
1 Inisiasi(2005-2009) PengembanganPeningkatankualitas dandesainproduk 1
2 PengembanganCepat
(2010-2015) 2 Menyiapkantenagaahli pendampingdi sentra-sentra produksi
3 Pematangan (2016-2025) 3 MendorongtumbuhnyaWUBdi daerahpenghasilbahanbaku
Pasar: Infrastruktur:
1 Membangun/fasilitasi pendirianoutletdi daerahwisata,hotel/terminal airport 1
2 Fasilitasi pendiriantradinghouseuntuk pemasarandalamdanluarnegeri
3 2
4 Fasilitasi promosidanpemasarandalamdan luarnegeri denganmitra lokal 3 Fasilitasi pendirian/revitalisasi UPT di sentra-sentra potensial
terpilih
Pengembangan teknologi nasional, komputerisasi dan
finishingproduk-produk perhiasan
Penyempurnaan Kawasan Khusus Pengembangan
Industri Perhiasan
Memberikan pelatihan sistem manajemen mutu dan desain
produk
Fasilitasi penyediaaninformasipasarluarnegeri melalui website/internet di sentra-
sentrapotensial
Melaksanakan litbang disain, bahan bakuserta bantuan
mesin/peralatan
Fasilitasi kerjasama dengan instansi terkait untuk program
pengembangan sarana/prasarana disentra potensial terpilih.
UNSUR PENUNJANG
39. 31
PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:134/M-IND/PER/10/2009
PERATURAN
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
TENTANG
PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI GARAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan
industri nasional sesuai dengan Pasal
2 Peraturan Presiden RI Nomor 28
Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional, perlu menetapkan peta
panduan (Road Map) pengembangan
klaster industri prioritas yang mencakup
basis industri manufaktur, industri
berbasis agro, industri alat angkut,
industri elektronika dan telematika,
industri penunjang industri kreatif dan
industri kreatif tertentu serta industri
kecil dan menengah tertentu;
40. 32
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
b. Bahwa industri garam merupakan
bagian dari kelompok industri kecil
dan menengah tertentu sebagaimana
dimaksud pada huruf a maka perlu
ditetapkanpetapanduanpengembangan
klaster industri garam;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b perlu dikeluarkan Peraturan
Menteri Perindustrian tentang Peta
Panduan (Road Map) Pengembangan
Klaster Industri Garam;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pem
bangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
41. 33
PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:134/M-IND/PER/10/2009
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
1986tentang KewenanganPengaturan,
Pembinaan dan Pengembangan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia
42. 34
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lem
baran Negara Republik Indonesia Nomor
4987);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Ber
satu sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 77/
P Tahun 2007;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor9Tahun2005tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 94
Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kemen
terian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2007;
12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Orga
nisasi dan Tata Kerja Departemen Per
industrian;
43. 35
PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:134/M-IND/PER/10/2009
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI
GARAM.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan:
1. PetaPanduan(RoadMap)Pengembangan
Klaster Industri Garam Tahun 2010-
2014 selanjutnya disebut Peta Panduan
adalah dokumen perencanaan nasional
yang memuat sasaran, strategi dan
kebijakan, serta program/rencana aksi
pengembangan klaster industri garam
untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Industri Garam adalah industri yang
terdiri dari Industri Kimia dasar
Anorganik Khlor dan Alkali (KBLI
24111);.
3. Pemangku Kepentingan adalah Pemerin
tah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta,
Perguruan Tinggi dan Lembaga Pene
litian dan Pengembangan serta Lembaga
Kemasyarakatan lainnya.
4. Menteri adalah Menteri yang melaksa
nakan sebagian tugas urusan peme
rintahan di bidang perindustrian.
44. 36
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Pasal 2
(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini.
(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan:
a. Pedoman operasional Aparatur Pe
merintah dalam rangka menunjang
secara komplementer dan sinergik
untuk suksesnya pelaksanaan
program pengembangan industri
sesuai dengan bidang tugasnya;
b. PedomanbagiPelakuklasterIndustri
Garam, baik pengusaha maupun
institusi lainnya, khususnya yang
memiliki kegiatan usaha di sektor
Industri Garam ataupun sektor lain
yang terkait;
c. Pedoman koordinasi perencanaan
kegiatan antar sektor, antar instansi
terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota); dan
d. Informasi untuk menggalang
dukungan sosial-politis maupun
kontrol sosial terhadap pelaksanaan
kebijakan klaster industri ini,
yang pada akhirnya diharapkan
untuk mendorong partisipasi dari
masyarakat luas untuk berkontribusi
secara langsung dalam kegiatan
pembangunan industri.
45. 37
PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:134/M-IND/PER/10/2009
Pasal 3
(1) Program/rencana aksi pengembangan
klaster Industri Garam dilaksanakan se
suai dengan Peta Panduan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Pelaksanaan program/rencana aksi se
bagaimana dimaksud pada ayat (1) di
lakukan oleh Pemangku Kepentingan
sebagaimana tercantum dalam Peta
Panduan.
Pasal 4
(1) KementerianNegara/Lembagamembuat
laporan kinerja tahunan kepada Menteri
atas pelaksanaan program/rencana aksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1).
(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan
program/rencana aksi sebagaimana di
maksud pada ayat (1) kepada Presiden
setiap 1 (satu) tahun selambat-lambat
nya pada akhir bulan Februari pada
tahun berikutnya.
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
46. 38
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2009
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
ttd
FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada:
1. Presiden RI;
2. Wakil Presiden RI;
3. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
4. Gubernur seluruh Indonesia;
5. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;
6. Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.
47. 39
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
TANGGAL : 14 OKTOBER 2009
PETA PANDUAN
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI
GARAM
BAB I PENDAHULUAN
BAB II SASARAN
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
ttd
FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
49. 41
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Ruang Lingkup Industri Garam
KomputerdapatdiklasifikasikanmenurutTheHarmonized
commodity Descreption and Coding System (HS) yang
dapat diperlihatkan pada table dibawah ini.
B. Pengelompokan Industri Garam
1. Berdasarkan perdagangan Internasional, kelompok
HS garam dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
yaitu:
• Garam Meja (Table Salt) dengan HS 2501.00.100
adalah garam hasil olahan dengan tingkat
kualitas food grade, kadar NaCl lebih dari 97
% H2O kurang dari 1 %. Garam ini dihasilkan
dari rekristalisasi (refinery) garam umumnya
sudah dalam bentuk halus dan mengandung
bahan tambahan seperti yodium, senyawa anti
gumpal (anti cacking) sehingga kristal garam
bebas mengurai dan bebas mengalir (free
flowing) dan tidak menggumpal. Umumnya
garam ini dikemas dalam kemasan yang baik,
seperti plastik, botol, maupun karton.
• Garam Curah (Salt in Bulk) dengan HS
2501.00.2900 adalah garam tambang, tidak
diproses atau larutan air. Umumnya jenis garam
ini dalam bentuk curah, merupakan bahan baku
untuk industri Soda Kostik (Chlore Alkali Plant
– CAP) atau bahan baku untuk industri garam
konsumsi beryodium. Kualitas garam ini adalah
50. 42
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
industrial grade dengan NaCL lebih dari 98 %
maupun common salt dengan NaCl 95 – 97 %.
• Garamlainnya(OtherSalt)denganHS2501.00.900
meliputi garam farmasi (pharmaeutical salt) atau
garam untuk keperluan analisa laboratorium
(laboratory salt pure analysis – p.a). jenis ini
merupakan garam dengan kualitas NaCl sangat
tinggi yaitu lebih dari 99 %.
2. Garam Bahan Baku dan Garam Olahan
a Garam bahan baku adalah garam yang berasal
dari pungutan langsung di ladang (tambak)
garam yang belum dicuci maupun sudah dicuci
dan belum diproses lanjut menjadi garam ber
yodium atau garam kemasan. Garam bahan
baku ini terdiri dari bahan baku untuk industri
garam konsumsi beryodium (SNI 01-4435-
2000) dan garam bahan baku untuk industri
Chlor Alkali Plan (CAP)/Industri Soda Kostik.
b Garam olahan adalah garam bahan baku yang
sudah diproses lanjut menjadi garam beryodium
ataupun garam kemasan baik untuk keperluan
konsumsi maupun industri.
c Garam beryodium adalah garam konsumsi
yang mengandung komponen utama natrium
khlorida (NaCl) minimal 94,7%, air maksimal
7% dan Kalium Yodat (KIO3) minimal 30 ppm
serta senyawa-senyawa lainnya sesuai Standar
Nasional Indonesia 01 - 3556.2 – 2000.
51. 43
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
3. Jenis garam dan penggunaannya
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009
3
3. Jenis garam dan penggunaannya
Gambar I.1. Jenis Garam dan Penggunaan Garam
(1)GARAM KONSUMSI,
Garam Konsumsi yaitu garam dengan kadar Natrium
Chlorida minimum 94,7% atas dasar berat kering – adbk- (dry
basis), dengan kandungan impuritis Sulfat, Magnesium dan Kalsium
maksimum 2 % dan sisanya adalah kotoran (lumpur, pasir). Kadar
air maksimal 7 %.
Garam konsumsi ini masih dibagi menjadi 3 jenis : food
grade, medium grade dan low grade.
GARAM
GARAM
INDUSTRI
GARAM
INDUSTRI
PERMINYAKAN
DAN LAINNYA
GARAM
RUMAH
TANGGA DAN
ANEKA
PANGAN
GARAM
PENGASINAN
IKAN
GARAM
INDUSTRI
CHLOR
ALKALI
GARAM
FARMASETIS
(VACUUM
EVAP)
GARAM
KONSUMSI
GARAM
PERMINYAKAN
DLL
Industri
Farmasi
Reagen Lab
NaCl 94 –
97%
Beryodium
Garam Masak
Garam Meja
Garam Bumbu
Garam Diet
Industri Minyak
Goreng, Mentega
(Non Yodium)
Industri Aneka
Pangan
(Beryodium)
Garam Meja
(Beryodium)
Industri
Chlor Alkali
(CAP)
NaCl 85 –
95%
Beryodium
Pengasinan
Ikan
Pengalengan
Ikan
Perminyakan
Industri
Tekstil
Industri Kulit
Garam
mandi/Spa
Industri Pakan
Ternak
NaCl 90 – 97 %
Non Yodium
Non metal (Fe)
non heavy metal
NaCl 98,5 %
Non Imputitis
Non metal
non heavy metal
NaCl 99,8 %
Non Impurities
Non metal
non heavy metal
AIR LAUT TEKNOLOGI SOLAR
EVAPORATION/
ELEKTRODIALISA
Gambar I.1. Jenis Garam dan Penggunaan Garam
(1) GARAM KONSUMSI,
Garam Konsumsi yaitu garam dengan kadar
Natrium Chlorida minimum 94,7% atas dasar
berat kering – adbk- (dry basis), dengan kan
dungan impuritis Sulfat, Magnesium dan Kalsium
maksimum 2 % dan sisanya adalah kotoran
(lumpur, pasir). Kadar air maksimal 7 %.
52. 44
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Garam konsumsi ini masih dibagi menjadi 3 jenis :
food grade, medium grade dan low grade.
• Food atau high grade yaitu garam konsumsi
mutu tinggi dengan kandungan NaCl 97 %,
kadar air dibawah 0,05 %, warna putih bersih,
butiran umumnya berupa kristal yang sudah
dihaluskan. Garam jenis ini digunakan untuk
garam meja, industri penyedap makanan
(bumbu masak, masako dll), industri makanan
mutu tinggi (makanan camilan : Chiki, Taro,
supermi dan sebagainya), industri sosis dan
keju, serta industri minyak goreng.
• Medium grade yaitu garam konsumsi kelas
menengah dengan kadar NaCl 94,7% - 97%
dan kadar air 3 – 7 % untuk garam dapur,
dan industri makanan menengah seperti
kecap, tahu, pakan ternak.
• Low grade, yaitu garam konsumsi mutu
rendah dengan kadar NaCl 90 –94.7 %, kadar
air 5 –10 %, warna putih kusam, digunakan
untuk pengasinan ikan dan pertanian.
(2) GARAM INDUSTRI PERMINYAKAN,
Garam Industri Perminyakan yaitu yang mem
punyai kadar NaCl antara 95 sampai 97% (dry
basis), impurities Sulfat maksimum 0.5 %,
impuritis Calcium maksimum 0.2% dan impuritis
Magnesium maksimum 0,3 % dengan kadar air
3%- 5%. Garam industri jenis ini disebut garam
Industri Perminyakan karena umumnya dipakai
di Industri perminyakan.
Didalam industri perminyakan garam mempunyai
2 kegunaan:
53. 45
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
• Untuk penguat struktur sumur pengeboran
agar sumur pengeboran tidak longsor.
• Untuk bahan pembantu membuat uap
yang digunakan dalam pengeboran minyak
secondary atau tertiary drilling method.
(3) GARAM INDUSTRI LAINNYA,
Garam Industri Lainnya yaitu garam yang
digunakan didalam industri kulit, industri teks
til, pabrik es dan lain sebagainya. Garam ini
mempunyai kadar NaCl 95% (dry basis),
impurities Sulfat maksimum 0.5 %, impuritis
Calcium maksimum 0.2% dan impuritis Mag
nesium maksimum 0,3 % dengan kadar air
1%- 5%.
(4) GARAM INDUSTRI CHLOR ALKALI PLANT (CAP)
DAN INDUSTRI FARMASI,
Yaitu garam dengan kadar Natrium Chlorida
diatas 98,5 % dengan impuritis Sulfat, Mag
nesium, Kalium dan kotoran (insoluble matter)
yang sangat kecil.
CAP (Chlor Alkali Plant) Industrial Salt atau
garam Industri untuk industri Soda-Klor, yaitu
garam yang mempunyai kadar NaCl diatas 98,5
% (dry basis), impurities Sulfat maksimum
0.2 %, impuritis Calcium maksimum 0.1%
dan impuritis Magnesium maksium 0,06 %.
Garam ini digunakan untuk proses kimia dasar
pembuatan soda dan klor.
54. 46
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Pharmaceutical Salt yaitu garam industri
yang mempunyai kadar NaCl diatas 99,5%
dengan kadar impuritis mendekati 0. Garam
ini digunakan dalam industri pharmasi antara
lain untuk pembuatan cairan infus serta cairan
untuk mesin cuci ginjal dan dijadikan garam
murni untuk analisa kimia (pure analysis–p.a.)
untuk keperluan analisa di laboratorium.
55. 47
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
BAB II
SASARAN
A. Jangka Menengah (2010 – 2014)
a. Intensifikasi lahan pegaraman, Peningkatan Produk
tivitas Lahan Garam dan Kualitas Produk Garam.
Sasaran: peningkatan produktivitas lahan dari
rata-rata 60 ton/ha menjadi 80 ton/ha per musim,
rata-rata kualitas garam mencapai 50 % K1, 30 %
K2, dan sisanya 20 % K3.
b. Fasilitasi infrasruktur (saluran primer, sekunder
pintu air), penerapan manajemen mutu lahan dan
sistem panen untuk meningkatkan produktivitas
lahan pegaraman dan kualitas garam rakyat.
c. Peningkatan produksi, distribusi dan konsumsi
garam beryodium untuk mencapai USI (Universal
Salt Iodization), yaitu pemenuhan garam beryodium
yang memenuhi syarat pada 90% masyarakat di
Kabupaten/Kota.
d. Ekstensifikasi Lahan produksi garam
Sasaran: Pengembangan lahan di Madura-Sampang
2000 hektar, NTB Bima (500 ha), NTT Flores 2000
ha, persiapan Kupang 6000 hektar.
B. Jangka Panjang (2010 – 2025)
1. Melanjutkan Intensifikasi industri garam untuk Pe
ningkatan Produktivitas Lahan Garam dan Kualitas
Produk Garam.
Sasaran: Meningkatkan kapasitas dari rata-rata 80
ton/ha menjadi 100 ton/ha/tahun, rata-rata kualitas
56. 48
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
garam mencapai 65 % K1, 25 % K2, dan sisanya 10
% K3.
2. Indonesia mampu swasembada garam konsumsi
dan aneka industri untuk garam dengan kadar NaCl
95% dan sebagian garam industri telah mampu su
btitusi impor 30%.
3. Melanjutkan Ekstensifikasi Lahan produksi garam
Sasaran: Melanjutkan pengembangan lahan di NTT
Flores 2000 ha dan pengembangan areal Kupang
6000 hektar.
4. Yodisasi garam
Sasaran: Produksi distribusi dan konsumsi garam
beryodium untuk semua (USI) telah tercapai dan
berkesinambungan
57. 49
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
BAB III
STRATEGI DAN KEBIJAKAN
A. Visi dan Arah Pembangunan Industri Garam
1. Memenuhi kebutuhan garam nasional dengan meng
optimalkan produksi dalam negeri
2. Meningkatkan kesejahteraan petani garam sebagai
penyedia bahan baku
3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam
pantai untuk produksi garam
4. Pencapaian Konsumsi Garam Beryodium untuk
Semua (KGBS) dengan memenuhi kebutuhan sampai
dengan pendistribusian garam beryodium yang me
menuhi persyaratan kadar yodium 30 ppm.
B. Indikator Pencapaian
1. Terpenuhinya kebutuhan aneka industri dan kon
sumsi garam nasional.
2. Meningkatnya produksi garam nasional.
3. Menurunnya volume garam impor.
4. Terdistribusinya garam beryodium yang memenuhi
persyaratan kadar yodium ( 30 ppm) di seluruh
Indonesia di atas 90% dari kebutuhan masyarakat
tiap kabupaten/kota
C. Tahapan Implementasi
1. Intensifikasi lahan produksi yang sudah ada
(existing) di sentra produksi garam Jawa Bagian
Utara (Indramayu, Cirebon, Demak, Pati,Rembang,
58. 50
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Tuban, Gresik, Pasuruan dan Probolinggo), Madura
(Sampang, Pamekasan, Sumenep), NTB (Lombok,
Sumbawa dan Bima), NTT (Flores, Kupang), Sula
wesi Selatan (Maros, Takalar dan Jeneponto) serta
Sulawesi Tengah (Palu, Parigi Moutong) guna me
ningkatkan produktivitas lahan dan kualitas hasil
produksi garam.
2. Peningkatan kemampuan industri pengolahan
garam (pencucian, pengeringan dan yodisasi) guna
meningkatkan mutu produk garam bahan baku
pasca panen dalam rangka pemenuhan kebutuhan
garam yang memenuhi persyaratan bagi industri
aneka maupun konsumsi.
3. Pemenuhan garam industri Chlor Alkali dan Farmasi
dari impor secara selektif dan terkendali.
4. Extensifikasi lahan produksi garam dengan
mendayagunakan lahan potensial dalam rangka
perluasan areal produksi dan pemerataan
pembangunan industri.
5. Koordinasi instansi terkait dan Pemda dalam rangka
pemenuhan garam beryodium yang memenuhi per
syaratan kadar yodium 30 ppm melalui:
- Pemenuhan jumlah kebutuhan garam konsum
beryodium (sektor produksi); pendistribusian;
pemenuhan landasasan hukum (perda di tiap
Provinsi/Kabupaten/Kota) serta penegakan
hukumnya (law enforcement).
59. 51
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
BAB IV
PROGRAM / RENCANA AKSI
A. Jangka Menengah (2010 – 2014)
1. Intensifikasi lahan pegaraman dalam rangka pe
ningkatan Produktivitas Lahan Garam dan Kualitas
Produk Garam.
Rencana Aksi:
a. Pemetaan Lahan Produksi garam
b. Pemetaan Kualitas Garam
c. Penataan struktur lahan (lay-out), peningkatan
teknologi pembuatan garam, penerapan
manajemen mutu lahan garam dan perbaikan
sistem panen.
d. Peningkatan Kemampuan SDM pegaram.
2. Fasilitasi infrastruktur (saluran primer, sekunder
pintu air) untuk meningkatkan produktivitas lahan
pegaraman dan kualitas garam rakyat.
Rencana Aksi:
a. Pembuatan studi tata ruang dan tata letak
sentra produksi garamsebagai implementasi
dari pemetaan lahan garam.
b. Koordinasi instansi terkait (PU, Lembaga Ke
uangan dan Pemda) dan rangka pengembangan
infrastruktur sentra produksi garam.
3. Peningkatan produksi, distribusi dan konsumsi
garam beryodium untuk mencapai USI (Universal
Salt Iodization), yaitu pemenuhan garam beryodium
yang memenuhi syarat pada 90% masyarakat di
Kabupaten/Kota.
60. 52
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Rencana Aksi:
a. Pemetaankembaliteknologi,produksidankualitas
industri garam olahan (non dan beryodium).
b. Pembinaan teknologi, sistim mutu dan peng
awasan produksi garam beryodium.
c. Pemenuhan perangkat hukum (perda di Provinsi/
Kabupaten/Kota) dalam rangka pemenuhan
garam beryodium yang memenuhi persyaratan
(produksi, distribusi , pengawasan dan tindakan
hukumnya (law enforcement).
4. Ekstensifikasi Lahan
Pengembangan lahan di Madura-Sampang 2000
hektar, NTB Bima (500 ha), NTT Flores 2000 ha,
persiapan Kupang 6000 hektar.
Rencana Aksi:
b. Identifikasi dan pemetaan potensi lahan yang
prospektif dan pembuatan Feasibility Study.
c. Fasilitasi infrastruktur
d. Promosi investasi
e. Pelaksanaan proyek perluasan lahan
5. Pengembangan Kelembagaan
a. Pembinaan Asosiasi Produsen Garam Bahan
Baku/ Produsen Garam Rakyat dan Produsen
Garam Beryodium secara berkesinambungan.
b. Fasilitasi berdirinya Unit Usaha Bersama/Ko
perasi produsen Garam Bahan Baku/Produsen
Garam Rakyat dan Produsen Garam Beryodium
di sentra produksi garam.
c. Fasilitasi berdirinya UPT garam bahan baku dan
garam beryodium di sentra produksi garam.
61. 53
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
d. Koordinasi Instansi/Lembaga terkait di tingkat
Pusat dan Daerah dalam rangka pembinaan
Industri garam meliputi:
- Iklim industri garam (pengarturan impor dan
distribusi garam) yang kondusif.
- Produksi dan distribusi garam beryodium
yang memenuhi persyaratan.
- Penegakannormasosial(socialenforcement)
dan hukum (law enforcement) garam ber
yodium.
B. Jangka Panjang (2010 – 2025)
1. Indonesia mampu swasembada garam konsumsi
dan aneka industri untuk garam dengan kadar NaCl
95% dan sebagian garam industri telah mampu
subtitusi impor 30%.
2. Melanjutkan intensifikasi lahan pegaraman dalam
rangka peningkatan Produktivitas Lahan Garam
dan Kualitas Produk Garam
Rencana Aksi:
a. Melanjutkan penataan struktur lahan (lay-out),
peningkatan teknologi pembuatan garam, pe
nerapan manajemen mutu lahan garam dan
perbaikan sistem panen.
b. Peningkatan Kemampuan SDM pegaram.
3. Melanjutkan fasilitasi infrasruktur (saluran primer,
sekunder pintu air) untuk meningkatkan produk
tivitas lahan pegaraman dan kualitas garam rakyat.
Rencana Aksi:
a. Implementasi hasil studi tata ruang dan tata
letak sentra produksi garam.
62. 54
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
b. Koordinasi instansi terkait (PU, Lembaga Ke
uangan dan Pemda) dan rangka pengembangan
infrastruktur sentra produksi garam.
4. Produksi, distribusi dan konsumsi garam beryo
dium dalam rangka USI (Universal Salt Iodization
berkesinambungan dan dipertahankan (sustainable).
Rencana Aksi:
a. Melanjutkan pembinaan teknologi, sistim mutu
dan pengawasan produksi garam beryodium.
b. Melengkapi pemenuhan perangkat hukum (perda
di Provinsi/Kabupaten/Kota) dalam rangka
pemenuhan garam beryodium yang memenuhi
persyaratan (produksi, distribusi, pengawasan
dan tindakan hukumnya (law enforcement).
5. Ekstensifikasi Lahan
Melanjutkan ekstensifikasi dengan mengembangkan
lahan di NTT Flores 2000 ha dan Kupang 6000
hektar.
Rencana Aksi:
a. Pembuatan Feasibility Study.
b. Fasilitasi infrastruktur
c. Promosi investasi
d. Pelaksanaan proyek perluasan lahan di NTT
Flores 2000 ha dan Kupang 6000 hektar.
6. Pengembangan Kelembagaan
a. Pembinaan Asosiasi Produsen Garam Bahan
Baku/Produsen Garam Rakyat dan Produsen
Garam Beryodium secara berkesinambungan.
b. Fasilitasi berdirinya Unit Usaha Bersama/
Koperasi produsen Garam Bahan Baku/ Garam
63. 55
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
Rakyat dan Produsen Garam Beryodium di
sentra produksi garam.
c. Fasilitasi berdirinya UPT garam bahan baku dan
garam beryodium di sentra produksi garam.
d. Koordinasi Instansi/Lembaga terkait di tingkat
Pusat dan Daerah dalam rangka pembinaan
Industri garam meliputi :
- iklim industri garam (pengarturan impor
dan distribusi garam) yang kondusif.
- Produksi dan distribusi garam beryodium
yang memenuhi persyaratan
- Penegakannormasosial(socialenforcement)
dan hukum (law enforcement) garam ber
yodium.
68. 60
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
LampiranPeraturanMenteriPerindustrianRI
Nomor:134//M-IND/PER/10/2009
18
Instansi
NoProgram/Kegiatan
Dep.
Perin
Bappe
nas
Dep.
Ku
Dep.
Kes.
Dep
Dagri
DKP
Dep
Dag
BPOM
BSN
Kkop.
UKM
Dep.P
U
/BPN
Pem.
Da.
Dis
Prin
Lit.
Bang
LSM/
NGO
Dunia
Usaha
Asosia
si
A.ProgramIntensifikasiLahan.
1.IntensifikasiLahanPegaraman
a.pemetaanlahanpegaramanuntukprioritas
intensifikasi
2.FasilitasiInfrastruktur
a
.
Saluranprimerdansekunder
b
.
Pintuairbesar
c
.
Pintuairkecil
d
.
Jalantransportasi
3.PenataanLahanPegaraman(Ha)
(SistemKristalisasibertingkat
4.BantuanSaranaProduksi
a
.
Gulukdansorkot
b
.
AlatujikadarNaCl
5.BantuanSaranaDistribusi
(DermagadangudangdiCollectingPoint)
6.BantuanAlatPengolahGaram
(Pencuci,Pengering,Yodisasi)
7.PemanfaatanEnergiAnginUntukSaranaProses
Produksi
(Alihteknologitepatguna)
70. 62
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
LampiranPeraturanMenteriPerindustrianRI
Nomor:134//M-IND/PER/10/2009
20
E.ProgramEkstensifikasi
a.Pemetaanlahanpegaramanuntuk
ekstensifikasiterutama
dikawasantimurIndonesia(NTT)
b.Fasilitasipromosiinvestasipembangunan
industrigaram
c.Pembangunanindustrigaramindustri
F.PenerapanHasil-HasilLitBangdanPerekayasaan
diIndustriBidangGaram
G.MonitoringGaramRakyatdanGaramBeryodium
H.KoordinasiPengamanandanKeseimbanganHarga
Garam
a.Monitoringhargagaramrakyat
b.Monitoringhargagaramimpor
c.Penetapanhargagaram
I.AdvokasiPeningkatanKonsumsiPenegakanNorma
Sosial
danNormaHukum
71. 63
PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:135/M-IND/PER/10/2009
PERATURAN
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
TENTANG
PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI GERABAH DAN KERAMIK HIAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan
industri nasional sesuai dengan Pasal
2 Peraturan Presiden RI Nomor 28
Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional,perlumenetapkanpetapanduan
(Road Map) pengembangan klaster
industri prioritas yang mencakup basis
industri manufaktur, industri berbasis
agro, industri alat angkut, industri e
lektronika dan telematika, industri pe
nunjang industri kreatif dan industri
kreatif tertentu serta industri kecil dan
menengah tertentu;
72. 64
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
b. Bahwa industri gerabah dan Keramik
Hias merupakan bagian dari kelompok
industri kecil dan menengah tertentu
sebagaimana dimaksud pada huruf a
maka perlu ditetapkan peta panduan
pengembangan klaster industri gerabah
dan keramik hias;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan seba
gaimana dimaksud huruf a dan huruf
b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri
Perindustrian tentang Peta Panduan
(Road Map) Pengembangan Klaster In
dustri Gerabah dan Keramik Hias;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pemba
ngunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lem
baran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437
sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara
73. 65
PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:135/M-IND/PER/10/2009
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
1986tentang KewenanganPengaturan,
Pembinaan dan Pengembangan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
74. 66
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4987);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pem
bentukan Kabinet Indonesia Bersatu
sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 77/P Tahun
2007;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor9Tahun2005tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 94
Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2005 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2007;
12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Orga
nisasi dan Tata Kerja Departemen Per
industrian;
75. 67
PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:135/M-IND/PER/10/2009
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI
GERABAH DAN KERAMIK HIAS.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan:
1. PetaPanduan(RoadMap)Pengembangan
Klaster Industri Gerabah dan Keramik
Hias Tahun 2010-2014 selanjutnya
disebut Peta Panduan adalah dokumen
perencanaan nasional yang memuat
sasaran, strategi dan kebijakan, serta
program/rencana aksi pengembangan
klaster industri gerabah dan keramik
hias untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Industri Gerabah dan Keramik Hias
adalah industri yang terdiri dari:
a. Industri Barang-barang dari Tanah
Liat/Keramik (KBLI 26321);
b. Industri Bahan Bangunan dari Tanah
Liat/Keramik selain Bara Bara dan
Genteng (KBLI 26324);
c. Industri barang lainnya dari Tanah
Liat/Keramik (KBLI 26329).
3. Pemangku Kepentingan adalah Pemerin
tah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta,
Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian
76. 68
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
dan Pengembangan serta Lembaga Ke
masyarakatan lainnya.
4. MenteriadalahMenteriyangmelaksanakan
sebagian tugas urusan pemerintahan di
bidang perindustrian.
Pasal 2
(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini.
(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan:
a. Pedoman operasional Aparatur Pe
merintah dalam rangka menunjang
secara komplementer dan sinergik
untuk suksesnya pelaksanaan
program pengembangan industri
sesuai dengan bidang tugasnya;
b. Pedoman bagi Pelaku klaster
Industri Gerabah dan Keramik Hias,
baik pengusaha maupun institusi
lainnya, khususnya yang memiliki
kegiatan usaha di sektor Industri
Gerabah dan Keramik Hias ataupun
sektor lain yang terkait;
c. Pedoman koordinasi perencanaan
kegiatan antar sektor, antar instansi
terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota); dan
d. Informasi untuk menggalang duku
ngan sosial-politis maupun kontrol
77. 69
PERATURAN
MENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKINDONESIA
NOMOR:135/M-IND/PER/10/2009
sosial terhadap pelaksanaan
kebijakan klaster industri ini,
yang pada akhirnya diharapkan
untuk mendorong partisipasi dari
masyarakat luas untuk berkontribusi
secara langsung dalam kegiatan
pembangunan industri.
Pasal 3
(1) Program/rencana aksi pengembangan
klaster Industri Gerabah dan Keramik
Hias dilaksanakan sesuai dengan Peta
Panduan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1).
(2) Pelaksanaan program/rencana aksi se
bagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemangku Kepentingan
sebagaimana tercantum dalam Peta
Panduan.
Pasal 4
(1) KementerianNegara/Lembagamembuat
laporan kinerja tahunan kepada Menteri
atas pelaksanaan program/rencana aksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1).
(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan
program/rencana aksi sebagaimana di
maksud pada ayat (1) kepada Presiden
setiap 1 (satu) tahun selambat-
lambatnya pada akhir bulan Februari
pada tahun berikutnya.
78. 70
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2009
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
ttd
FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada:
1. Presiden RI;
2. Wakil Presiden RI;
3. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
4. Gubernur seluruh Indonesia;
5. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;
6. Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.
79. 71
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI
NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
TANGGAL : 14 OKTOBER 2009
PETA PANDUAN
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI
GERABAH DAN KERAMIK HIAS
BAB I PENDAHULUAN
BAB II SASARAN
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
ttd
FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
81. 73
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Ruang Lingkup Industri Gerabah dan Keramik
Hias
Berdasarkan nomor HS, ruang lingkup industri kerajinan
Gerabah dan Keramik Hias mencakup nomor HS
691310000 s.d. 691490000 dengan KBLI 26321
Berdasarkan pada teknologi proses dan komposisi bahan
baku dan penolong, maka ruang lingkup industri gerabah
dan keramik hias dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Industri kerajinan gerabah.
Adalah industri yang berbahan baku tanah liat
dengan proses produksi menjadi gerabah.
2. Industri kerajinan keramik hias
Adalah industri yang berbahan baku clay, feldspar,
pasir silika, dan kaolin dengan proses produksi
menjadi keramik hias.
Berdasarkan pada kegunaannya maka industri
gerabah dan keramik hias ada industri untuk
perlengkapan rumah tangga (tableware) dan untuk
hiasan (interior)
B. PengelompokanIndustriGerabahdanKeramik
Hias
1. Kelompok Industri Hulu
Meliputi industri bahan baku gerabah dan keramik
hias seperti tanah liat (clay), kaolin, feldspar, pasir
kuarsa, dan zircon, serta toseki.
82. 74
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
2. Kelompok Industri Antara
Meliputi bahan baku body kermik, bahan pewarna,
frits dan glasir.
3. Kelompok Industri Hilir
Meliputi industri barang jadi gerabah seperti
perlengkapan rumahtangga dan interior/hiasan
dan barang jadi keramik hias seperti perlengkapan
rumahtangga (tableware) dan interior/pajangan
(gift items).
83. 75
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
BAB II
SASARAN
A. Jangka Menengah (2010 -2014)
1. Terbentuknya klaster-klaster industri kerajinan
keramik hias yang mampu memicu dan memacu
perkembangan industri kecil gerabah dan keramik
hias, sehingga akan meningkatkan jumlah unit
usaha sebesar rata-rata per tahun sebesar 3,79%
atau sebesar 1.243 UU/tahun, tenaga kerja sebesar
3,68% atau sebesar 5.219 orang per tahun dengan
nilai produksi sebesar 6,94% atau meningkat Rp.
6.863 juta/tahun.
2. Tersedianya bahan baku yang standard baik
yang dilakukan oleh perusahaan maupun yang
disediakan oleh Unit Pelayanan Teknis di sentra-
sentra potensial, sehingga para perajin dapat
bekerja secara produktif dan menghasilkan produk
yang memiliki kualitas baik.
3. Menciptakan 5 perusahaan kerajinan gerabah dan
keramik hias yang telah mampu menerapkan CE-
Mark dan 10 perusahaan telah menerapkan ISO
9000, sehingga mampu meningkatkan produktivitas
kerja serta dapat mengekspor produknya untuk
tujuan Eropa.
4. Terbentuknya Gugus Kendali Mutu Model di 30
perusahaan gerabah dan keramik hias yang
dilakukan secara selektif pada perusahaan
berorientasi ekspor.
84. 76
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
B. Jangka Panjang (2010-2025)
1. Terbentuknya system klaster-klaster industri
kerajinan gerabah dan keramik hias dengan
jaringan usaha yang solid dan didukung oleh
sub-sub system pendukung yang kuat dan akan
memberikan dampak pada perkembangan jumlah
unit usaha sebesar 8,34% atau rata-rata 3.045 UU/
tahun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 5,2%
atau 10.212 orang/tahun dengan nilai produksi
rata-rata pengembangan mencapai 18,40%.
2. Penyediaan bahan baku standard melalui UPT, Bali
atau perusahaan swasta di 41 sentra IKM Kerajinan
Gerabah dan Keramik Hias yang memiliki potensi.
3. Terwujudnya industri kerajinan gerabah dan
keramik hias nasional mampu bersaing baik di
dalam maupun luar negeri dan terjadi peningkatan
ekspor produk gerabah dan keramik hias rata-rata
23,49% per tahun atau senilai US$ 11.013.403 per
tahun.
4. Kerjasama dengan RW TUV dan Pusat Standardisasi
untuk penerapan CE-Mark pada 30 perusahaan dan
ISO 9000 55 perusahaan serta membentuk Gugus
Kendali Mutu Model sebanyak 225 perusahaan IKM
kerjasama dengan PT. Pilar.
85. 77
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
BAB III
STRATEGI DAN KEBIJAKAN
A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Gerabah
dan Keramik Hias
1. Visi Industri Gerabah dan Keramik Hias
Visi industri kerajinan gerabah dna keramik hias
ialah membangun industri gerabah dan keramik
hias nasional yang mempunyai daya saing nasional
dan internasional dan mempunyai nilai tambah
yang tinggi pada tahun 2025.
2. Arah Pengembangan
Arah pengembangan industri kerajinan gerabah
dan keramik hias untuk peningkatan nilai tambah.
Adanya klaster industri gerabah dan keramik hias
diharapkan memperkuat keterkaitan pada semua
tingkat rantai nilai (value chain) dari industri hulunya,
mampu meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai
nilai dengan membangun visi dan misi yang selaras,
sehingga mampu meningkatkan produktifitas,
efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan
dalam industri, dan memfokuskan keterkaitan yang
kuat antara sector hulu sampai dengan hilir.
3. Indikator Pencapaian
Indikator pencapaian industri kerajinan gerabah
dan keramik hias adalah terintegrasinya industri
pengolahan gerabah dan keramik hias dengan
peningkatan utilisasi dan kapasitas industri gerabah
dan keramik hias, yang ditandai dengan:
86. 78
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
• Kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari
dalam negeri
• Meningkatnya investasi baru dan perluasan
usaha industri gerabah dan keramik hias
• Terpenuhinya kebutuhan dalam negeri akan
produk-produk gerabah dan keramik hias
• Meningkatnya kapasitas industri gerabah dan
keramik hias.
4. Tahapan Implementasi
Pengembangan klaster kerajinan gerabah dan
keramik hias: Pembinaan dan pengembangan
ini dilakukan melalui beberapa tahapan antara
lain: 1) Diagnosis; 2) Sosialisasi; 3) Kolaborasi;
4) Implementasi dan 5) Monitoring. System
ini dilakukan melalui penetapan Champion
dan pemasok serta pembinaannya dengan
melibatkan seluruh stakeholder sesuai dengan
fungsi dan perannya.
Prioritas pengembangan Kelompok Usaha
Bersama(KUB).Dilakukanuntukmempermudah
dalam melakukan pembinaan untuk pencapaian
hasil yang efektif dan efisien serta kemudahan
dalam administrasi.
Kerjasama antar stake holder dan dunia usaha.
Dilakukan untuk menciptakan kerjasama sinerji
dengan keterpaduan program pembinaan dan
pengembangan.
Peningkatan kapabilitas SDM IKM Kerajinan
Gerabah dan Keramik Hias. Pengetahuan dan
keterampilan dalam aspek teknis (produksi
87. 79
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
desain) maupun manajemen produksi dari
pelaku industri kecil kerajinan gerabah dan
keramik hias yang pada umumnya belum
memadai terutama para produsen gerabah dan
keramik hias. Untuk mengatasi hal ini akan
dilakukan peningkatan keterampilan melalui
pelatihan-pelatihan yang relevan dengan
permasalahan di lapangan.
Modernisasi mesin dan peralatan. Sebagian
besar produsen/para perajin merupakan
industri kecil yang sebagian besar masih
mempergunakan alat yang sederhana dan
umur mesin yang sudah tua. Demikian pula
dengan Unit Pelayanan Teknis yang secara
operasional merupakan ujung tombak dalam
pengembangan teknologi dan sebagai unit
percontohan. Dampak dari kondisi ini adalah
kualitas dan kuantitas produk serta kinerja
yang kurang produktif. Untuk mengatasi hal
ini strategi operasional yang dilakukan adalah
melalui fasilitasi bantuan mesin dan peralatan
untuk modernisasi/revitalisasi UPT dan
pengusaha yang tergabung dalam Kelompok
Usaha Bersama.
Pengembangan dan penguatan kelembagaan.
Hampir semua perajin gerabah dan keramik
hias mempunyai posisi tawar yang lebih
terhadap berbagai pihak. Terbentuknya
kelembagaan seperti Kelompok Usaha Bersama
(KUB), Asosiasi ataupun bentuk lain yang dapat
memperbaiki akses kepada modal usaha dan
pasar.
88. 80
PETA PANDUAN (RoadMap)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAHTERTENTU
Tahun 2010 - 2014
Pengembangan jejaring. Kerjasama antar
pemangku kepentingan melalui pembentukan
sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan
program lintas sektoral yang mendukung
IKM kerajinan perhiasan dan batu mulia yang
akan menghasilkan sinerji yang kuat dalam
pengembangan industri kerajinan perhiasan.
89. 81
LAMPIRAN
PERATURANMENTERIPERINDUSTRIANREPUBLIKIINDONESIA
NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
BAB IV
PROGRAM / RENCANA AKSI
A. Rencana Aksi Jangka Menengah (2010 – 2014)
1. Promosi dan Pemasaran
• Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran
DN LN.
• Pengembangan pasar spesifik yang berkaitan
dengan daerah tujuan wisata.
• Membangun portal system informasi untuk
pasar luar negeri/ekspor.
• Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri.
• Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet
dan Katalog.
• Mengikuti perlombaan desain di luar negeri.
• Temu usaha/bisnis.
• Penyusunan Direktory kerajinan gerabah dan
keramik hias.
2. Teknologi Produksi
• Peningkatan kemampuan system manajemen
mutu.
• Peningkatan kesadaran serta dorongan untuk
mengaplikasikan HaKI.
• Sosialisasi dan penerapan CE-Mark dan ISO
9000.
• Penerapan Gugus Kendali Mutu Model.
• Penguatan peran perguruan tinggi dalam teknik
perencanaan/pembuatan perhiasan CAD/CAM
serta menjamin kualitas batu mulia.