Bulan Rajab merupakan bulan yang mulia sebelum Ramadhan. Bulan ini disebut bulan haram karena larangan melakukan kejahatan. Muslim harus memanfaatkan bulan ini dengan melakukan ibadah seperti shalat, zikir, dan sedekah untuk mempersiapkan diri menyambut Ramadhan.
3. 2 | P A G E
Daftar Isi
Kata Pengantar
a. Mudir Al Binaa Islamic Boarding School 4
b. Ketua Program Al Binaa Menyapa 8
Taqdim 9
Jelang Ramadhan
1. Bulan Rajab, Bulan Haram 11
2. Doa Awal Rajab 15
3. Bekali Diri Untuk Menjalaninya 17
4. Bagaimana Para Salaf Menyambut Ramadhan ? 20
5. Qadha Ramadhan Bagi Keluarga Yang Telah Wafat 25
6. Batas Bayar Qadha Puasa 27
7. Sucikan Hati, Sambut Ramadhan 29
8. Ahlul Quran 31
9. Perkara-Perkara Seputar Bulan Sya’ban 34
10. Beberapa Kekeliruan Ketika Ramadhan 39
11. Puasa Sarana Menuju Takwa 51
12. Wanita Hamil dan Menyusui, Qadha atau Fidyah ? 56
13. Jangan Sekalipun Mengentengkannya 62
14. Haid Di Waktu Menyusui, Qadho Atau Fidyah ? 64
15. Menelisik Hukum Dan Hikmah Ramadhan Di Balik Ayat-Ayat Puasa 65
16. Sabar Dan Puasa Ramadhan 77
17. Menyambut Bulan Ramadhan 79
4. 3 | P A G E
Ramadhan Bersama Al Quran
1. Iman Kepada Perkara Ghoib 82
2. Wahai Seluruh Manusia 84
3. Musuh Allah 86
4. Kebersamaan Dalam Beribadah 90
5. Diantara Pesan Ramadhan 92
6. Surga Untuk Orang-Orang Yang Bertakwa 94
7. Tinggalkan Harta Yang Bathil 97
8. Bergembiralah ! 100
9. Mengagungkan Syi’ar Allah 102
10. Nasehat Bagi Para “Pembunuh” 106
11. Kunci Kebaikan 109
12. Dengki Membutakan dan Mengeraskan Hati 111
13. Jangan Baper, Tapi Hadirkanlah Bukti dan Alasanmu 114
14. Kekuatan Fisik Bukanlah Penentu 116
15. Tadabbur Al Quran Di Bulan Ramadhan 120
16. Bersabarlah Wahai Saudaraku ! 122
17. Lailatul Qadr 126
18. Seputar Zakat 136
19. Panduan Berhari Raya 152
20. Diantara Bentuk Kasih Dari Nya Yang Maha Penyayang 170
21. Bahagia Dengan Pertolongan Allah 172
22. Jaga Agamamu, Lebih Dari Menjaga Fisikmu 175
5. 4 | P A G E
Kata Pengantar Mudir
Al Binaa Islamic Boarding School
الرحيم الرحمن هللا بسم
العالمين رب هلل الحمدوبعد ، أجمعين وصحبه آله وعلى محمد نبينا للعالمين رحمة بعث من على والسالم والصالة
Di moment yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan, syahru Ramadhan,
alhamdulillah lantunan pujian dan kesyukuran tak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat
Rabbul Izzah Allah jalla jalaaluhu, Dzat Yang senantiasa merahmati hamba-hambaNya,
membimbing mereka utk meniti semua jalan menuju ridho dan ampunanNYA. Dzat
Yang senantiasa memberi maaf kepada hamba-hamba sholih Nya sebelum mereka
memohon dan menangis meminta maghfiroh Nya. Terlalu indah apa yg disabdakan oleh
Baginda Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam bahwa Allah jalla wa ala
berfirman :
غضبي سبقت رحمتي إن
Bahwa kasih sayang Ku mendahului murka Ku .....
6. 5 | P A G E
Betapa hadits qudsy ini membawa kita ke alam yang menerbangkan manusia ke puncak
awan asa atas segala keputusasaan manusia yg menderanya, yang membesarkan segala
kekerdilan kita, yang memuliakan segala kehinaan kita, yang mengagungkan segala
kepapaan kita, itu semua dengan rahmat Allah ta'ala yang tiada henti menyertai kita
semua.
Terkhusus dan secara spesial di bulan ramadhan ini, bagi kami Team Albinaa Menyapa
terasa rahmat itu serasa mendekap kami dan membimbing kami sehingga dalam
perjalanan singkatnya mampu bersilaturahmi dg segenap kaum muslimin utk merajut
nilai-nilai imaniyyah, islamiyyah, ukhuwwah melalui berbagai panggilan kebaikan dalam
nilai, membersamai kaum muslimin tentang semua cerita kehidupan mereka sebagai
sesama saudara seiman.
Kadang ada cerita duka dibalik bencana yg membangunkan kesadaran kita untuk bisa
menyapa mereka dalam dukanya dengan sekedar yang membuat mereka bisa sedikit
tersenyum melupakan dukanya.
Kadang Albinaa menyapa kaum muslimin bukan yang dekat saja dan yang dikenal
bahkan kaum muslimin yang jauh di entah berantahpun turut disambangi oleh albinaa
menyapa.
Rohingya yang jauh pun telah dikunjungi, dan albinaa menyapapun hadir membersamai
lelah dan letihnya para pengungsi yang sdh bertahun-tahun terusir dari kampung halaman
mereka, para yatim pun dipeluknya dengan erat untuk mendapat sentuhan albinaa
menyapa, lewat tangan-tangan yang tidak terlihat akhirnya anak-anak yatim pun di bulan
yang penuh kasih sayang ini mereka bisa mudik, berkumpul dengan ceria bersama famili
dan saudara mereka di kampung nun jauh disana.
7. 6 | P A G E
Harapan kami semoga apa yg dilakukan oleh albinaa menyapa menjadi wasilah para
muhsinin mendapat ladang amal di dunia untuk di panen pahala dan kebaikannya di
akhirat kelak, akhirnya kami ucapkan
ومنكم منا هللا تقبل
Mari kita lanjutkan albinaa menyapa dalam episode kebaikan berikutnya di masa yang
akan datang.
Akhukum fillah,
Al Binaa Islamic Boarding School,
ttd
Aslam Muhsin Abidin, Lc
8. 7 | P A G E
Kata Pengantar
Ketua Program Al Binaa Menyapa
Alhamdulillahi Robbil 'Alamin
Rasa syukur dan segala pujian kita kepada Alloh Azza Wa Jalla.
Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan Rosul yang mulia Muhammad
Sholallohu 'Alaihi Wa Sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya dan ummatnya yang
senantiasa mengikutinya dengan baik.
Bermula dari materi-materi Rubrik Islami Harian melalui media sosial, kemudian
Albinaa Menyapa ingin menghadiahkan khususnya kepada pemirsa/pembaca anggota
grup baik grup whatsApp, fanspage/facebook, telegram.
Kado Ramadhan 1438 H ini juga dihadiahkan umumnya untuk kaum
muslimin/masyarakat luas, sebagai tali kasih dan rasa cinta dari tim Albinaa Menyapa
kepada kaum muslimin.
Kami mengucapakan banyak terima kasih kepada:
1. Al Ustadz Aslam Muhsin Abidin Lc selaku mudirul Ma'had Al Binaa Bekasi, yang
selalu mendukung kegiatan Albinaa Menyapa.
2. Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc dan seluruh Tim Kajian Islami Albinaa Menyapa,
yang masih menorehkan tulisan-tulisannya untuk kita semua, dan telah menyusun Kado
Ramadhan 1438 H ini.
3. Seluruh pihak yang telah membantu sehingga tersusunlah Kado Ramadhan 1438 H ini.
Doa kami mudah-mudahan pekerjaan ini dicatat oleh Alloh 'Azza Wa Jalla sebagai amal
sholeh dan menjadi pemberat kebaikan di yaumil qiyamah bagi tim kajian islami Albinaa
Menyapa, dan untuk kita semua. Jazaakumullohu ahsanal jaza.
9. 8 | P A G E
Harapan kami juga mudah-mudahan hal ini bisa bermanfaat bagi para pemirsa/pembaca.
Baarakallohufiikum jami'an,
Akhukum fillah,
Ketua Albinaa Menyapa,
ttd
Sugiyamto
10. 9 | P A G E
Taqdim
Tidak terasa, zaman telah mengantar kita hingga kembali dekat dengan Ramadhan.
Diantara kebiasaan para ulama adalah mempersiapkan dan membekali diri jelang
kedatangan tamu agung itu.
Untuk itu, in sya Allah, pada rubrik edisi special Ramadhan ini akan diisi dengan materi-
maeri seputar Ramadhan; “Jelang Ramadhan” dan “Ramadhan Bersama Al Quran”.
Semoga materi-materi yang disampaikan, sedikitnya dapat menjadi bekal yang
bermanfaat bagi kita dalam menghadapi tamu agung tersebut dan dalam mengisi waktu
kita di bulan mulia itu dengan tadabbur beberapa ayat Al Quran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
َف ٌّيِباَْرعَأ ِهْيَلِإ َامَقَف َاه ِورُهُظ ْنِم اَهُنوُطُب َو اَهِنوُطُب ْنِم َاهُورُهُظ ىَُري اًفَرُغَل ِةَّنَجْال يِف َّنِإَالَق ِ ََّّللا َلوُس َر اَي َيِه ْنَمِل َالَق
ْنَمِل َيِهامَيِن ُاسَّنال َو ِلْيَّلالِب ِ َّ ِّلِل ىَّلَص َو َامَي ِالص َامَدَأ َو َامَعَّطال َمَعْطَأ َو َم ََالكْال َابَطَأ
Sesungguhnya di surga ada kamar-kamar, luarnya terlihat dari dalam dan dalamnya
terlihat dari luar.
Seorang badui menghampiri beliau, ia bertanya: Itu untuk siapa, wahai Rasulullah?
Beliau menjawab:
*) Bagi yang bertutur kata baik
11. 10 | P A G E
*) Memberi makan
*) Puasa secara kontinyu
*) Shalat malam untuk Allah saat orang-orang tertidur
(HR. Tirmidzi)
Al Hafidz Ibnu Rajab berkata (Lathaaiful ma'aarif, 167);
Ke empat sifat yang disebutkan, seluruhnya berkumpul di bulan Ramadhan.
Seorang mukmin dapat meraih seluruhnya, karena;
*) Di bulan itu, ia berpuasa
*) Di bulan itu, ia melaksanakan qiyam Ramadhan
*) Di bulan itu, ia banyak bersedekah
*) Di bulan itu, ia menahan diri untuk tidak berkata-kata kecuali yang baik
Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami ke bulan
Ramadhan.
Allahumma amin wa baarakallahu fiekum
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
12. 11 | P A G E
Jelang Ramadhan (1)
Bulan Rajab, Bulan Haram
Setiap muslim yang perduli terhadap agamanya pastilah senantiasa menantikan momen-
momen atau waktu-waktu baik untuk melaksanakan sebuah ibadah. Momen-momen
dimana Allah dan rasul-Nya berjanji akan melipatgandakan pahala orang-orang yang
melakukan ibadah dan ketaatan pada waktu tersebut, atau bahkan berjanji akan
memasukkan pelakunya ke dalam surga. Contohnya adalah ketaatan yang dilakukan di
bulan Ramadhan, ketaatan yang dilakukan di sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah, dan
yang semisalnya.
Maka diantara waktu yang biasanya dijadikan momen baik untuk melaksanakan ibadah
tertentu oleh masyarakat adalah bulan Rajab. Tentang keutamaan bulan ini, Allah
berfirman;
َةَّدِع َّنِإةَعَب ْرَأ اَهْنِم َض ْرَ ْاْل َو ِتا َاوَمَّسال َقَلَخ َم ْوَي ِ ََّّللا ِبَاتِك يِف اًرْهَش ََرشَع َانْاث ِ ََّّللا َدْنِع ِورُهُّشالَالَف ُمِيَقْال ُينِالد ََِلََ مُرُح
مُكَسُفْنَأ َّنِهيِف واُمِلَْظت
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan
yang empat itu (dengan melakukan kemaksiatan).”. (At Taubah; 36)
13. 12 | P A G E
Apa ke-4 bulan yang dikhususkan oleh Allah sebagai bulan-bulan haram ?. Jawabannya
dijelaskan dalam hadits Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam, yaitu bulan Dzul
Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan bulan Rajab (yang hari ini tengah kita jalani). (HR.
Bukhari)
Dinamakan bulan-bulan itu sebagai bulan haram, karena diharamkan memulai perang
pada bulan tersebut; sebagaimana di bulan itu, apapun perkara haram yang dilakukan,
akan dilipatgandakan dosanya di sisi Allah. Olehnya Allah berfirman pada ayat dalam
surah At Taubah yang telah disebutkan;
مُكَسُفْنَأ َّنِهيِف واُمِلَْظت َالَف
“Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu (dengan
melakukan kemaksiatan).”.
Demikianlah keistimewaan bulan tersebut, karena itu seorang muslim hendaknya
bertakwa kepada Allah di bulan tersebut dengan berupaya menjaga diri dengan
sebenarnya agar tidak melakukan satupun kemaksiatan di bulan haram tersebut.
Namun dalam menyikapi bulan Rajab ini, manusia terbagi menjadi tiga kelompok;
Kelompok pertama adalah orang-orang yang menyikapi bulan ini, selayaknya bulan-
bulan yang lainnya. Tiada yang istimewa bagi mereka di bulan ini. Pemahaman dari
kelompok ini tentu perlu diluruskan, karena keterangan yang telah disebutkan.
14. 13 | P A G E
Kelompok ke-2 adalah kelompok yang berlebih-lebihan dalam menghadapi bulan ini,
hingga mereka mengada-adakan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah -
shallallahu álaihi wa sallam- di bulan ini.
Kelompok ke-3 adalah mereka yang mengagungkan bulan tersebut sebagaimana petunjuk
yang dituntunkan oleh agama, yaitu –diantaranya- dengan sungguh-sungguh berusaha
menjauhkan diri-diri mereka dari sekecil apapun amalan yang dibenci oleh Allah dengan
niat ibadah kepada-Nya.
Adapun mengkhususkan bulan ini dengan beberapa jenis ibadah tertentu, maka tentu
pengkhususan tersebut harus dilakukan berdasarkan dalil. Demikianlah mengkhususkan
puasa di bulan ini, juga harus berdasarkan dalil yang shahih. Jika tidak memiliki dasar
yang valid, maka tentu tidak boleh diamalkan. Terlebih jika terdapat keterangan yang
menunjukkan terlarangnya mengkhusukan bulan ini dengan puasa. Ibnu Rajab
rahimaullah berkata;
النبي عن شيء بخصوصه رجب صوم فضل في يصح فلم :الصيام وأما-وسلم عليه هللا صلى-أصحابه عن وال
“Adapun puasa (sunnah), maka tidak ada satupun keterangan shahih dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan keutamaan bagi orang-orang yang
melakukannya secara khusus di bulan Rajab.”. (Lathaaiful Ma’aarif, 118). Bahkan
disebutkan dalam keterangan shahih dari Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Beliau
memukul tangan orang-orang yang sengaja mengkhususkan bulan Rajab ini dengan
melakukan puasa. Beliau memerintahkan mereka untuk berbuka. Beliau berkata kepada
mereka ;
15. 14 | P A G E
برمضان تشبهوه ال
“Jangan kalian samakan bulan ini dengan bulan Ramadhan.”. (Al Fataawa Al Kubraa,
2/478).
Olehnya, bagi yang ingin berpuasa di bulan tersebut, maka dipersilahkan melakukan
puasa-puasa sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti
di hari-hari lainnya. Dan bagi mereka yang ingin mengkhususkan bulan Rajab ini dengan
melakukan puasa melebihi bulan-bulan lainnya, maka hendaknya ia tunda keinginannya
tersebut dan melaksanakannya di bulan selanjutnya, yaitu Sya’ban, karena demikianlah
yang disunnahkan. Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya tentang melebihkan
pelaksanaan puasa di bulan Rajab, maka Beliau berkata;
بشعبان َفعلي صائمة كنت إن
“Jika engkau hendak melakukannya, maka lakukanlah di bulan Sya’ban.”. (Lathaaiful
Ma’aarif, 119)
Wallahu A’lam Bis Shawaab
✏️Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
16. 15 | P A G E
Jelang Ramadhan (2)
Doa Awal Rajab
🔒Pertanyaan🔒
Mengawali bulan Rajab ini biasanya kita mendengarkan doa;
َضَمَر َانْغِلَب َو َانَبْعَش َو ٍبَج َر يِف َانَل ْك ِارَب َّمُهَّلالَنا
“Ya Allah berkailah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan
Ramadhan
Bagaimana hukum mengucapkan doa seperti itu dan apakah doa tersebut berasal dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
🔓Jawab🔓
Doa tersebut diriwayatkan oleh beberapa ulama diantaranya oleh imam Ahmad, namun
dinyatakan sebagai hadits dha’if (lemah). Olehnya, maka tidak boleh menyandarkan
hadits tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun berdoa dengan menggunakan lafadz yang disebutkan maka tidaklah mengapa
karena makna yang dikandungnya in sya Allah adalah baik.
17. 16 | P A G E
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Aalu As Syaikh, mufti Saudi saat ini berkata: Tidak
mengapa berdoa seperti itu karena isi dari doa itu adalah baik. Hanya saja penyandaran
doa tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah penyandaran yang
salah.
Lihat di https://youtu.be/0PHRpAk6CrE
✏️Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
18. 17 | P A G E
Jelang Ramadhan (3)
Bekali Diri Untuk Menjalaninya
Pada beberapa ayat dalam al-Quran, Allah -ta’ala- memulainya dengan seruan khusus
kepada orang-orang beriman. Bila dihitung, akan didapati bahwa ayat-ayat yang dimulai
dengan seruan seperti ini berjumlah 89 ayat. Diantara contohnya adalah;
َني ِرِباَّصال َعَم َ ََّّللا َّنِإ ِة َالَّصال َو ِْربَّصالِب واُنيِعَتْسا واُنَمَآ َِينذَّلا اَهُّيَأ اَي
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al Baqarah; 153)
واُنوُكَت َال َ.و َونُعَمْسَت ْمُتْنَأ َو ُهْنَع ا ْوَّل ََوت َال َو ُهَلوُس َر َو َ ََّّللا واُعيِطَأ واُنَمَآ َِينذَّلا اَهُّيَأ اَيَونُعَمْسَي َال ْمُه َو َانْعِمَس واُلاَق َِينذَّلَاك
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah
kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), dan
janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) vang berkata “Kami
mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan.”. (al Anfaal; 20-21)
َِينذَّلا اَهُّيَأ اَيينِبُم ٌُّودَع ْمُكَل ُهَّنِإ ِانَطْيَّشال ِتاَوُطُخ واُعِبَّتَت َال َو ًةَّفَاك ِمِْلالس يِف واُلُخْدا واُنَمَآ
19. 18 | P A G E
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu.”. (al Baqarah; 208)
Bila dicermati satu per satu ayat-ayat tersebut akan didapati bahwa setiap seruan dalam
ayat-ayat itu pastilah diiringi dengan perintah atau larangan Allah -ta’ala-. Olehnya itu,
berkenaan dengan seruan ini (Wahai orang-orang yang beriman), para ulama kita –
diantaranya Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu- berkata;
عنه ينهى شر أو به يأمر خير فإنه ،َعْمَس فأرعها } واُنَمآ َِينذَّلا اَهُّيَأ اَي { يقول هللا سمعت إَا
“Apabila engkau mendengar seruan Allah -ta’ala- [wahai orang-orang beriman], maka
fokuslah untuk mendengarnya. Sesungguhnya kabar yang akan disampaikan setelahnya
tidak lepas dari dua hal yang sangat penting; mungkin kabar itu adalah kebaikan yang
Allah -ta’ala- perintahkan agar dilaksanakan, dan mungkin pula berisi kabar akan sebuah
kejahatan yang Allah -ta’ala- perintahkan untuk ditinggalkan.”.
“Wahai orang-orang yang beriman”, seruan ini adalah seruan kebaikan, yang identic
dengan perintah atau larangan. Dengan seruan seperti ini, Allah -ta’ala- ingin agar
seorang hamba mengetahui dan menyadari bahwa ia memiliki Rabb (Tuhan) yang maha
berkehendak dan maha berkuasa atas dirinya. Ia berhak menyatakan kepada hamba-Nya
itu; kerjakan ini dan tinggalkan itu, dan wajib atas seorang hamba untuk mengatakan;
َانْعَطَأ َو َانْعِمَس
20. 19 | P A G E
“Kami dengarkan dan kami taati.” (al Baqarah; 285)
“Kami dengar dan kami taat”, syiar terbesar seorang mukmin sebagai tanda dan bukti
pemahaman dan keyakinannya yang dalam bahwa apapun ketetapan dan aturan Allah
adalah baik baginya dan baik bagi seluruh alam.
Satu diantara ayat yang diawali dengan seruan rabbani tersebut adalah firman Nya;
َّتَت ْمُكَّلَعَل ْمُكِلْبَق ْنِم َِينذَّلا ىَلَع َبِتُك اَمَك ُماَي ِالص ُمُكْيَلَع َبِتُك واُنَمَآ َِينذَّلا اَهُّيَأ اَيَنوُق
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (al Baqarah; 183).
“Takwa” , sifat yang mengumpulkan seluruh jenis kebaikan; demikianlah tujuan dari
perintah puasa. Olehnya, mari bekali diri untuk menjalaninya, karena tidaklah sama
antara mereka yang berbekal dan mereka yang tidak berbekal. Wallahu a’lam bis
shawaab.
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
21. 20 | P A G E
Jelang Ramadhan (4)
Bagaimana Para Salaf Menyambut Ramadhan ?
Tanpa terasa hari demi hari terus bergulir seiring dengan perjalanan zaman. Dan kini, kita
pun telah diantar hingga ke pertengahan bulan Rajab (18 Rajab 1438 H). Sebentar lagi,
kita akan memasuki gerbang Ramadhan yang menjanjikan setumpuk harapan bagi
mereka yang merindukannya.
Bagi mereka yang merindukannya;
*) Bulan Ramadhan adalah sarana untuk kembali memuhasabah diri, sejauh mana
keberhasilannya dalam melakukan amalan shaleh pada 11 bulan sebelumnya.
*) Bulan Ramadhan adalah sarana untuk kembali me-refresh dan membekali diri dengan
iman dan takwa agar kembali bisa melangkah dan berjuang melawan segala tantangan
hidup pada 11 bulan setelahnya.
*) Bulan Ramadhan adalah sarana untuk melebur dosa dan mendulang pahala serta
rahmat dan karunia-Nya.
*) Bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi setiap kita untuk mengkapling sebuah
tempat di dalam surga dan meraih pembebasan dari pedihnya siksa neraka.
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda;
وتغل الجحيم أبواب فيه وتغلق السماء أبواب فيه تفتح صيامه عليكم جل و عز هللا فرض مبارك شهر رمضان أتاكم
الشياطين مردة فيه
22. 21 | P A G E
“Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, telah datang menaungi kalian. Allah ta’ala
wajibkan bagi kalian berpuasa di bulan tersebut. Pada bulan itu, pintu-pintu langit dibuka;
ditutup pintu-pintu neraka; dan para pembesar syaithan-pun dibelenggu.”. (HR. an
Nasaai)
ةَباَجَتْسُم ة َْوعَد ْمُهْنِم ٍدْبَع ِلُكِل ٍةَلْيَل َو ٍم ْوَي ِلُك يِف َءاَقَتُع ِ َّ ِّلِل َّنِإ
“Sesungguhnya Allah ta’ala -di bulan Ramadhan- mempunyai orang-orang yang akan Ia
bebaskan dari api neraka pada setiap siang dan malam hari. Pada bulan itu, setiap muslim
memiliki do’a yang akan dijawab pada setiap siang dan malam hari.”. (HR. Ahmad).
ِإ َانَضَم َر َامَص ْنَمِهِبْنََ ْنِم ََّمدَقَت اَم ُهَل َرِفُغ ًاباَسِتْحا َو اًناَمي
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan, dengan segenap iman dan harapan; niscaya akan
diampuni segala dosa-dosanya yang telah lalu.”. (HR. Bukhari)
Mereka yang merindukannya …
Bulan Ramadhan adalah tamu agung dan sangat dinanti oleh seluruh kaum muslimin di
seluruh belahan dunia. Merupakan hal yang sangat wajar bagi seorang yang akan
kedatangan tamu agung untuk bergegas mempersiapkan diri menyambut kedatangannya.
Maka demikianlah keadaan orang-orang beriman; rasa rindu untuk kembali berjumpa
dengan Ramadhan, -tentu- menjadikan mereka –jauh-jauh hari- telah melakukan berbagai
persiapan untuk menyambut kedatangannya. Mu’alla bin Al Fadhl berkata;
23. 22 | P A G E
ست يدعونه ثم ،رمضان يبلغهم أن أشهر ستة هللا يدعون كانوامنهم يتقبله أن أشهر ة
“Para salaf, enam bulan sebelum Ramadhan berdoa agar mereka kembali dapat berjumpa
dengannya; dan enam bulan setelahnya, mereka berdoa agar diterima segala ibadahnya di
bulan Ramadhan.”.
Diantara persiapan itu adalah kembali membuka lembaran-lembaran pena para ulama
tentang hukum-hukum berkenaan dengan Ramadhan. Menikmati setiap uraian,
penjelasan dan untaian nasehat mereka dalam menghadapi tamu agung tersebut.
Disebutkan dalam sebuah riwayat;
َدُودُح َفَرَع َو ،َانَضَم َر َامَص ْنَمُهَلْبَق اَم َرَّفَك ،ِهيِف َظَّفَحَتَي ْنَأ ُهَل يِغَبْنَي َانَك اَّمِم َظَّفَحَت َو ،ُه
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan, ia tahu batasan-batasannya dan berusaha menjaga hal-
hal yang wajib dijaganya dalam bulan tersebut, niscaya akan diampuni dosa-dosanya
yang terdahulu.”. (HR. Ahmad)
Diantara persiapan itu adalah berpuasa di bulan sya’ban, yang mungkin diibaratkan
sebagai “geladi” sebelum pelaksanaan Ramadhan agar dalam pelaksanaannya dapat lebih
sempurna dan maksimal.
Diantara persiapan itu adalah dengan mulai menghitung hari dan melihat hilal pada
malam ke-30 di bulan Sya’ban. Hal demikian, tentu merupakan satu diantara perwujudan
kesungguhan seseorang dalam menyambut Ramadhan. Ibnu Umar –
radhiyallahu ’anhuma- berkata;
24. 23 | P A G E
َلَالِهْال ُاسَّنال ىَءاََرتِ ََّّللا َلوُس َر ُت ْرَبْخَأَف-وسلم عليه هللا صلى-ِهِامَي ِصِب َاسَّنال َرَمَأ َو ُهَماَصَف ُهُتْيَأ َر ىِنَأ
“Orang-orang bersungguh-sungguh mengamati munculnya hilal bulan Ramadhan.
(Ketika telah melihatnya), saya pun mengabari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
bahwa saya telah melihatnya. Mengetahui hal itu, Beliaupun berpuasa dan
memerintahkan manusia untuk memulai puasanya.”. (HR. Abu Daud)
Diantara bentuk kegembiraan menyambut bulan Ramadhan yaitu dengan memberi kabar
gembira kepada orang-orang beriman akan kedatangannya. Disebutkan dalam sebuah
riwayat bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- ketika Ramadhan telah datang,
maka Beliau berkata kepada para sahabatnya;
َبُم رْهَش ُناَضَم َر ْمُكَاتَأِحَجْال ُاب َْوبَأ ِهيِف ُقَلْغُت َو ِاءَمَّسال ُاب َْوبَأ ِهيِف ُحَتْفُت ُهَماَي ِص ْمُكْيَلَع َّلَج َو َّزَع ُ ََّّللا َض َرَف كَاريِهيِف َُّلغُت َو ِم
َم ِرُح ْدَقَف َاهَْريَخ َم ِرُح ْنَم ٍرْهَش ِفْلَأ ْنِم ْريَخ ةَلْيَل ِهيِف ِ َّ ِّلِل ِينِاطَيَّشال ُةَدَرَم
“Ramadhan telah datang menghampirimu. Allah mewajibkan kalian berpuasa di bulan
itu. Pintu-pintu langit akan dibuka ketika itu, pintu-pintu neraka akan ditutup, dan para
pembesar syaithan akan dibelenggu. Di bulan itu, terdapat sebuah malam yang lebih baik
dari seribu bulan. Barangsiapa yang diharamkan kebaikannya, sungguh ia telah
diharamkan (dari kebaikan yang melimpah).”. (HR an-Nasaa’i)
Demikianlah para salaf dalam menyambut Ramadhan. Betapa tidak, kembali berjumpa
dengan Ramadhan adalah sebuah nikmat dan keutamaan yang tidak akan diraih oleh
mereka yang tidak lagi berkesempatan menjumpainya. Olehnya, di zaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ada dua orang sahabat. Satu dari keduanya sangat rajin
25. 24 | P A G E
beribadah, dan akhirnya wafat sebagai syahid. Adapun yang kedua, maka Beliau wafat
setahun setelahnya (tidak sebagai syahid). Setelah wafat, Thalhah melihat dalam
mimpinya bahwa sahabat yang wafat belakangan ternyata masuk lebih dahulu ke surga,
kemudian barulah setelah itu sahabat yang wafat sebagai syahid tersebut. Ketika berita itu
sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda;
؟ًةَنَس ُهَدْعَب اَذَه ََثكَم ْدَق َْسيَلَأ.َنَّسال يِف ٍةَدْجَس ْنِم اَذَك َو اَذَك ىَّلَص َو ،َامَصَف َانَضَم َر َكَْردَأ َو :َالَق ،ىَلَب :واُلاَق؟ِة.:واُلاَق
ىَلَب.ِض ْرَ ْاْل َو ِاءَمَّسال َْنيَب اَّمِم ُدَعْبَأ اَمُهَنْيَب اَمَف :َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُهللا ىَّلَص ِ ََّّللا ُلوُس َر َلاَق
“Bukankah orang kedua itu masih hidup setelahnya selama setahun ?.”. Mereka berkata;
“Ia”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Bukanlah orang kedua itu masih
mendapati ramadhan dan berpuasa ?. Dan bukankah ia masih mendapati shalat dan
kemudian sujud selama setahun ?”. Mereka berkata; “Ia”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda; “Sungguh perbedaan antara keduanya lebih jauh dari jarak antara
langit dan bumi.”. (HR. Ibnu Majah)
Olehnya, tiada doa kita jelang Ramadhan ini, melainkan sebagaimana doa yang telah
diulas pada beberapa rubrik sebelumnya ;
َناَضَمَر َانْغِلَب َو َانَبْعَش َو ٍبَج َر يِف َانَل ْك ِارَب َّمُهَّلال
“Ya Allah berkailah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan
Ramadhan.”.
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
26. 25 | P A G E
Jelang Ramadhan (5)
Qadha Ramadhan Bagi Keluarga Yang Telah Wafat
Pertanyaan 🔒
Ustadz, Ibu saya sudah meninggal akhir tahun lalu. Sekarang saya bingung apakah ibuku
masih punya utang puasa atau tidak, karena semenjak sakit, beliau tidak bisa berbicara
dan sedikitpun tidak berpesan kepada kami. Tidak lama lagi, Ramadhan akan jelang.
Apakah saya harus mengqadha atau membayar fidyah untuk mengganti puasa ibu saya?.
Hanya saja, saya tidak tahu berapa utang puasa ibu saya, jika ternyata Beliau masih
memiliki utang puasa.
🔒 Jawaban 🔒
Tentang masalah qadha puasa bagi keluarga yang telah meninggal, maka diantara
penjelasan hal tersebut adalah riwayat Ibnu ’Abbas –radhiyallahu ’anhuma- berkata;
وليه عنه قضى نذر عليه كان وإن قضاء عليه يكن ولم عنه أطعم يصم ولم مات ثم رمضان في الرجل مرض إَا
“Apabila seorang sakit di bulan Ramadhan, lantas ia meninggal dunia sebelum sempat
membayarnya; hendaklah dikeluarkan dari hartanya untuk memberi makan orang miskin
(sejumlah hari yang ia tinggalkan), tidak wajib untuk menggantikan puasanya. Namun
bila yang ditinggalkannya itu adalah puasa nadzar, maka hendaklah walinya
menggantikan puasa si mayit tersebut.”. (HR Abu Daud)
27. 26 | P A G E
Kewajiban tersebut diperintahkan bagi ahli waris yang mengetahui keadaan keluarganya
yang wafat dan tidak sempat menjalankan puasa wajibnya.
Dalam kasus yang ditanyakan, bila ia yakin bahwa ibu yang telah wafat tersebut tidak
sempat berpuasa ramadhan karena sakit pada beberapa waktu tertentu, namun ia tidak
mengetahui jumlah hari puasa yang ditinggalkannya itu, maka hendaknya ia
memperkirakannya dan memberi makan kepada orang miskin sejumlah hari yang
diperkirakannya tersebut.
Tetapi bila ia sedikitpun tidak mengetahui keadaan ibunya itu, adakah beliau telah
berpuasa atau tidak; maka tidak ada kewajiban apapun atas ahli warisnya. Namun jika ia
ingin memberi makanan kepada fakir miskin sejumlah hari tertentu sebagai bentuk
kehati-hatian, maka in sya Allah hal itu adalah baik.
Wallahu a’lam bis shawaab
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
28. 27 | P A G E
Jelang Ramadhan (6)
Batasan Bayar Qadha Puasa
Pertanyaan
Ustadz, kapan batasan terakhir membayar qadha puasa ?
Jawaban
Orang sakit dan musafir dibolehkan berbuka puasa di siang hari bulan Ramadhan. Dan
sebagai gantinya, mereka diwajibkan mengqadha puasanya itu di hari-hari selain
Ramadhan.
Dianjurkan membayar qadha secepatnya agar tanggungannya kepada Allah cepat
terlunasi dan mempercepat membayar qadha adalah termasuk dalam kategori bersegera
dalam kebaikan.
Meski membayar qadha waktunya lapang (dapat dilakukan kapan saja), namun tidak
dibolehkan menundanya hingga tiba Ramadhan berikutnya.
Barangsiapa memiliki utang puasa yang belum dibayarnya hingga tiba Ramadhan
selanjutnya, maka golongan ini tidak lepas dari 2 keadaan;
29. 28 | P A G E
1. Ia sengaja melalaikannya
Tentang golongan ini, Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu berkata;
وفُق ْوَم يح ِحَص َادنْسِإ .اًنيِكْسِم ٍم ْوَي ِلُكِل ُمِعُْطي َو ِهيِف َط َّرَف ِىذَّلا ُموُصَي َو ِاسَّنال َعَم اَذَه ُموُصَي
“Wajib baginya berpuasa pada bulan itu, kemudian mengqadho puasa yang
ditinggalkannya pada Ramadhan yang lalu, serta memberi makan seorang miskin
sejumlah hari yang ditinggalkannya pada Ramadhan yang belum ia ganti tersebut.”.
(Riwayat Daraquthni). Demikianlah pendapat dari jumhur ulama.
2. Ia melakukannya karena udzur,
contoh sakit yang berlanjut hingga tiba Ramadhan setelahnya. Tentang golongan ini, Abu
Hurairah –radhiyallahu ’anhu- berkata;
ِهْيَلَع َءاَضَق َال َو ى ِاضَمْال ِنَع َمَعْطَأ َو اَذَه ْنَع َامَص ِْنيَناَضَم َّالر َْنيَب َّح ِصَي ْمَل اََِإ
"Apabila seorang masih sakit antara dua Ramadhan (baru sembuh ketika Ramadhan ke-
2), maka ia berkewajiban puasa Ramadhan yang hadir, dan memberi makan sejumlah hari
yang luput pada Ramadhan sebelumnya, dan tidaklah ia berkewajiban untuk mengqadha
puasanya yang luput karena sakit itu.". (Riwayat Daraquthni)
Alhamdulillah, saat ini kita telah berada di akhir-akhir bulan Rajab. In sya Allah, sebulan
lagi kita akan kembali berjumpa dengan Ramadhan. Olehnya, bagi yang masih memiliki
hutang puasa pada Ramadhan sebelumnya, wajib untuk segera diselesaikan. Wallahu
a’lam bis shawaab.
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
30. 29 | P A G E
Jelang Ramadhan (7)
Sucikan Hati, Sambut Ramadhan
Ramadhan adalah bulan suci. Agar lebih maksimal, sepantasnya seorang muslim
menyiapkan dirinya dengan mensucikan hati dari segala penyakitnya; baik penyakit hati
yang akan mengganggu keharmonisan hubungannya dengan Allah, maupun penyakit hati
yang akan mengganggu keharmonisan hubungannya dengan sesama.
Olehnya itu, sebelum memasuki gerbang Ramadhan, kita dipertemukan dengan bulan
Rajab, yang merupakan satu diantara bulan-bulan haram. Pada bulan itu, ada penekanan
agar kita memperbaiki keadaan jiwa kita dengan menjauhi sekecil apapun perkara yang
dapat merusak keharmonisan hubungan kita dengan Allah.
Selepas bulan Rajab, kita juga dipertemukan dengan bulan Sya’ban. Di dalamnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghidupkan harinya dengan banyak berpuasa.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata;
ِ ََّّللا َلوُس َر ُْتيَأَر اَم–صوسلم عليه هللا لى–َانَبْعَش ىِف ُهْنِم اًماَي ِص َرَثْكَأ ُهُتْيَأَر اَم َو ، َانَضَم َر َّالِإ ٍرْهَش َامَي ِص َلَمْكَتْسا
“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa
secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah
melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.”. (HR.
Bukhari)
31. 30 | P A G E
Dipertengahan bulan Sya’ban, ada anjuran secara khusus untuk menyudahi segala
pertikaian dengan saudara semuslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
مشاحن أو لمشرك إال خلقه لجميع فيغفر ، شعبان من النصف ليلة خلقه إلى تعالى و تبارك هللا يطلع
"Pada malam pertengahan di bulan Sya'ban, Allah melihat para hamba Nya, dan akan
mengampuni mereka seluruhnya kecuali orang musyrik dan orang yang bersengketa
dengan saudaranya.". (HR. Ibnu Majah. Dihasankan oleh Syaikh Al Baani, dan oleh
Syaikh Syu’aib Al Arnauuth dinyatakan sebagai hadits hasan dengan beberapa
syahidnya)
Olehnya, jelang Ramadhan ini, mari kita sambut kedatangannya dengan menyiapkan
jiwa-jiwa kita dan membersihkannya dari segala penyakitnya. Semoga kita kembali dapat
dipertemukan dengan Ramadhan dalam keadaan jiwa yang lebih siap untuk mendulang
pahala dan keutamaan secara lebih maksimal.
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
32. 31 | P A G E
Jelang Ramadhan (8)
Ahlul Quran
Sebentar lagi bulan Ramadhan. Bulan mulia dan berkah tersebut sangat identic dengan Al
Quran. Betapa tidak, di bulan itulah Al Quran diturunkan.
Setiap Ramadhan tiba, alhamdulillah antusias orang-orang untuk membaca Al Quran
sangatlah tinggi. Tentu fenomena tersebut adalah hal yang patut diapresiasi dan
disyukuri.
Namun hal yang juga tidak boleh dilupakan, terkait dengan kewajiban seorang mukmin
terhadap Al Quran, yaitu mentadabburi isinya.
Tadabbur Al Quran (membaca, mengulang, mempelajari dan terus menggali hikmahnya)
adalah satu diantara kewajiban besar seorang mukmin terhadap Al Quran.
Tadabbur Al Quran itu ibarat pintu masuk. Semakin sering seorang melakukannya, maka
akan semakin lebar pintu hatinya akan terbuka untuk menerima petunjuk Allah. Olehnya,
Allah mengibaratkan seorang yang enggan melakukan tadabbur Al Quran dengan sebutan
orang yang terkunci pintu hatinya. Allah berfirman;
َأاَهُلَافْقَأ ٍبوُلُق ىَلَع ْمَأ َآن ْرُقْال َونَُّربَدَتَي َالَف
33. 32 | P A G E
“Maka apakah mereka tidak melakukan tadabbur Al Quran ataukah hati mereka telah
terkunci?.”. (Muhammad; 24). Abdullah bin Mas’ud berkata;
َف ،َآن ْرُقْال واُيرِثَأَف َمْلِعْال ُمُتْدَرَأ اََِإَني ِر ِخ ْاْل َو َِينل َّوَ ْاْل َمْلِع ِهيِف َّنِإ
“Apabila kalian ingin mendapatkan ilmu, maka tadabburilah Al Quran. Sesungguhnya di
dalam Al Quran itu terdapat ilmu mereka yang telah lalu dan ilmu orang-orang yang akan
datang.”. Ar Rabi’e berkata;
ُقْال ََامكْحَأ ُعَّبَتَتَي ِهْيَدَي َْنيَب ُفَحْصُمْال َو َّإال ُ ََّّللا ُهَم ِح َر ِيِعِفاَّشال ىَلَع ُلُخْدَأ ُتْنُك اَمَّلَقِآن ْر
“Jarang sekali saya masuk menemui imam Syafi’ie melainkan mushaf senantiasa berada
di hadapannya. Beliau senantiasa menggali hukum-hukum Al Quran.”.
Seorang yang senantiasa tadabbur Al Quran, mereka itulah orang yang mendalam
pengetahuannya terhadap Al Quran. Orang yang mendalam penguasaannya terhadap Al
Quran, mereka itulah ahlul Quran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
menjelaskan keutamaan orang-orang yang mendalam penguasaannya terhadap Al Quran;
وخاصته هللا أهل القرآن أهل
“Ahlul Quran adalah orang-orang yang menempati posisi dan kedudukan istimewa serta
dekat dengan Allah.”.
34. 33 | P A G E
Namun siapakah yang berhak menyandang gelar ahlul Quran ?. Mereka itu adalah :
1. Orang-orang yang paling mendalam ilmunya tentang hukum-hukum yang terkandung
dalam Al Quran, baik amalannya, dan menguasai bacaannya secara baik.
2. Orang-orang yang mendalam ilmunya tentang hukum-hukum yang terkandug dalam Al
Quran, dan baik amalannya.
3. Orang-orang yang menguasai bacaan Al Quran secara baik, dan baik amalannya.
Semoga Allah senantiasa menuntun kita untuk menjadi orang-orang yang didekatkan
kepada Nya.
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
35. 34 | P A G E
Jelang Ramadhan (9)
Perkara-Perkara Seputar Bulan Sya’ban
Asal Penamaannya
Nama bulan ini berasal dari kata “sya’b” yang berarti kelompok atau golongan. Imam
Ibnu Hajar rahimahullah berkata;
ِامَرَحْال ٍبَج َر ُرْهَش َجُرْخَي ْنَأ َدْعَب ِتاََارغْال يِف ْوَأ ِهاَيِمْال ِبَلَط يِف ْمِهِبُّعَشَتِل َانَبْعَش َيِمُس َو
“Bulan ini dinamakan Sya’ban karena pada bulan tersebut orang-orang pergi secara
berkelompok untuk mencari air atau mereka keluar bersama kelompoknya untuk
berperang setelah berakhirnya bulan Rajab (yang disucikan dan tidak boleh berperang
pada bulan itu).”. (Fathul Baari, 4/213)
Keutamaannya
1. Pada bulan itu, amalan-amalan hamba akan diangkat ke Allah
Usamah bin Zaid berkata, Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya belum
pernah melihatmu berpuasa dalam sebulan sebanyak yang engkau jalani di bulan Sya’ban
ini ?. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
َر َو ٍبَج َر َْنيَب ُهْنَع ُاسَّنال ُلُفْغَي رْهَش ََِلََيِلَمَع َعَف ُْري ْنَأ ُّب ِحُأَف ،َينِمَلاَعال ِب َر ىَلِإ ُلاَمْعَْلا ِهيِف ُعَف ْرُت رْهَش َُوه َو ،َانَضَم
مِئاَص َانَأ َو
36. 35 | P A G E
“Bulan ini adalah bulan yang banyak manusia lalai di dalamnya, bulan antara Rajab dan
Ramadhan. Pada bulan ini akan diangkat sekalian amal kepada Allah. Olehnya saya
senang jika amalku itu diangkat dalam keadaan saya berpuasa.”. (HR. Ahmad)
2. Pada pertengahan bulan itu, Allah akan mengampuni hamba-hamba Nya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
َيَل ىَلاَعَت ََّللا َّنِإٍن َِاحشُم ْوَأ ٍك ِرْشُمِل َّالِإ ِهِقَلخ ِيعِمَجِل ُرِفْغَيَف َانَبْعَش ْنِم ِفْصِالن ِةَلْيَل يِف ُعِلَّط
“Sesungguhnya Allah betul-betul akan melihat hamba Nya di malam pertengahan bulan
Sya’ban. Ketika itu, Ia akan mengampuni seluruh hamba-Nya kecuali orang musyrik dan
orang yang bertikai dengan saudaranya.”. (HR. Ibnu Hibban. Dihasankan oleh syaikh Al
Baani, dan oleh syaik Syuaib Al Arnauuth dinyatakan sebagai hadits shahih dengan
beberapa syahidnya).
Amalan Yang Disunnahkan
1. Puasa
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata;
َأ ُهُتْيَأَر اَم َو َانَضَم َر َّالِإ ٍرْهَش َامَي ِص َلَمْكَتْسا َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ ََّّللا ىَّلَص ِ ََّّللا َولُس َر ُْتيَأَر اَمَانَبْعَش يِف ُهْنِم اًماَي ِص َرَثْك
37. 36 | P A G E
“Tidaklah pernah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan
puasa sebulan penuh kecuali pada Ramadhan. Dan tidaklah pernah aku melihatnya lebih
banyak berpuasa dalam sebulan melebihi puasanya di bulan Sya’ban.”. (HR. Bukhari).
Dalam hadits lain, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata;
اًرْهَش َامَص َال َوَناَضَم َر َْريَغ ًالَِامك
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali
pada bulan Ramadhan.”. (HR. Muslim).
Dari kedua keterangan ini diketahui bahwa meski Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat banyak berpuasa pada bulan ini, namun tidaklah Beliau berpuasa sebulan
penuh di bulan tersebut.
2. Membaca Al Quran
Salamah bin Kuhail (seorang ulama taabi’ien) berkata;
القراء شهر شعبان شهر يقال كان
“Bulan Sya’ban itu digelari sebagai bulan para qurra’ (para pembaca Al Quran).”.
Demikianlah ‘Amr bin Qais Al Mulaai (seorang ulama taabi’ien), bila bulan Sya’ban
telah jelang, maka Beliau pun menutup tokonya dan mengkhususkan waktunya untuk
membaca Al Quran.”. (Lathaaiful Ma’aarif, hal. 135)
38. 37 | P A G E
3. Mensucikan hati jelang Ramadhan
Ramadhan adalah tamu agung yang kedatangannya sangat dinanti-nanti oleh seluruh
kaum muslimin. Selayaknya tamu agung, maka tentu berbagai persiapan hendaknya
dilakukan jelang kedatangannya. Olehnya, maka diantara hikmah anjuran puasa di bulan
Sya’ban ini yaitu agar seseorang selain dapat mempersiapkan fisiknya dengan mulai
membiasakannya berpuasa, juga untuk lebih menyiapkan ruh atau hatinya dengan
menekuni ibadah ini.
Hikmah ini lebih diperkuat lagi dengan adanya keterangan khusus sebagaimana telah
disebutkan bahwa di malam pertengahan bulan Sya’ban, Allah akan melihat hamba-
hamba-Nya dan mengampuni mereka seluruhnya kecuali musyrik dan mereka yang
(masih) bertikai dengan saudaranya. Seakan dengan keterangan ini, agama hendak
menitipkan pesan agar setiap orang lebih sungguh-sungguh lagi membersihkan segala
penyakit yang masih saja lekat dalam hatinya hingga masa-masa semakin dekatnya
kedatangan tamu agung tersebut; baik penyakit yang berkaitan dengan hubungannya
secara vertical kepada Allah (yaitu penyakit syirik), maupun penyakit yang berkaitan
dengan hubungannya secara horizontal kepada saudaranya semuslim (penyakit dendam,
permusuhan dan yang sejenisnya).
Dan karena puasa itu adalah ibadah yang menghimpun berbagai jenis ibadah dan
kebaikan lainnya, dan di bulan ini seorang muslim dianjurkan memperbanyak puasa;
maka tentu secara umum seluruh jenis kebaikan, -pun dianjurkan untuk dilakukan pada
bulan ini. Seluruhnya dalam upaya kita untuk lebih baik dan maksimal dalam
menghadapi bulan mulia, bulan Ramadhan.
Peringatan
Diawal-awal bulan Sya’ban biasanya beredar banyak pesan singkat via social media
berisi anjuran agama untuk melakukan ritual ini dan itu tanpa mencantumkan rujukan
yang jelas, beserta pesan untuk mengabari kedatangan bulan ini kepada orang lain. Pesan-
pesan tersebut adalah informasi yang tidak jelas sumbernya (hoax). Dan seluruh jenis
39. 38 | P A G E
hoax yang disandarkan kepada agama adalah tertolak. Olehnya berhati-hatilah dalam
menerima informasi, terlebih untuk menshare informasi tersebut ke pihak lain. Baca juga
di https://albinaamenyapa.com/hoax/
Wallahu a’lam bis shawaab
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
40. 39 | P A G E
Jelang Ramadhan (10)
Beberapa Kekeliruan Ketika Ramadhan
Setiap kali Ramadhan tiba, sejuta harapan –tentu- ada dalam benak seorang mukmin.
Ingin menjadi lebih baik dari Ramadhan yang telah lalu, demikianlah satu diantara
harapan tersebut.
Ramadhan memang menjanjikan berjuta harapan. Olehnya akan sangat mirislah orang
yang membuang kesempatan itu, menyia-nyiakannya, dan melakukan amalan yang justru
akan mengurangi bagian yang seharusnya ia dulang atau bahkan memusnahkannya.
Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- bersabda;
ِص ْنِم ُهَل َْسيَل ٍمِئاَص ْنِم ْمَكُرَهَّسال َّالِإ ِهِماَيِق ْنِم ُهَل َْسيَل ٍمِئاَق ْنِم ْمَك َو ُعوُجْال َّالِإ ِهِماَي
“Berapa banyak orang yang berpuasa (tapi) tidak memperoleh apa-apa dari puasanya
selain rasa lapar dan berapa banyak orang yang berdiri melaksanakan shalat di malam
hari (tapi) tidak memperoleh apa-apa melainkan (kantuk dan lelah) akibat begadang”.
(HR. Ahmad). Seluruh kesia-siaan yang didapatnya itu, tak lain karena perbuatannya
sendiri, menodai Ramadhan dengan melakukan hal yang sia-sia atau bahkan yang
diharamkan; karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Nah, beberapa hal yang merupakan kesalahan umum yang banyak dilakukan oleh kaum
muslimin –khususnya di Indonesia-, sebelum atau mengawali dan pada saat Ramadhan
adalah;
41. 40 | P A G E
1. Berkumpul di masjid untuk merayakan malam nishfu sya’ban.
Berkenaan dengan kegiatan ini, syaikh Yusuf Qardhawi berkata;
إال ،دعاءهم ويستجيب ،عباده على فيها يتجلى تعالى هللا إن :اْلحاديث بعض شعبان من النصف ليلة فضل في ورد
،بعضهم وضعفه العلماء بعض حسنه قد الحديث وهذا ،العصاة بعض…قبلنا ولوهذه فضل في الواردة اْلحاديث
خير وهم اْلولى القرون أهل عن وال الصحابة عن وال وسلم عليه هللا صلى النبي عن يرد فلم بالطاعة وإحيائها الليلة
صلوات ويقيمون اًصخا دعاء ويتلون ،الليلة هذه إلحياء المساجد في يتجمعون كانوا أنهم عنهم يرد لم .. القرون
نعرفها كالتي خاصةالمسلمين بالد بعض في..
“Disebutkan dalam beberapa hadits tentang keutamaan malam pertengahan di bulan
Sya’ban, bahwa pada malam itu Allah hadir bersama hamba-Nya, dan Ia mengabulkan
permintaan mereka kecuali orang-orang yang melakukan dosa (syirik kepada Allah dan
saling bermusuhan). Hadits ini oleh sebagian ulama dinyatakan sebagai hadits hasan
(diterima), dan sebagian lagi menyatakannya hadits lemah ... Dan seandainya kita
menyatakan validnya hadits-hadits tersebut, -hal yang pasti bahwa- tidak sedikitpun
dinukil dari Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam-, para sahabat dan tabi’ien (orang-
orang yang hidup di masa keemasan Islam) satupun keterangan yang menyatakan bahwa
mereka pernah berkumpul di masjid dan memanjatkan doa-doa khusus, serta
melaksanakan shalat-shalat khusus sebagaimana yang dilakukan saat ini pada sebagian
Negara Islam … (Fataawa mu’aashirah al Qardhawi, 1 / 311).
Lantas kalau demikian, apakah landasan keagamaan orang yang merayakannya,
sedangkan Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- bersabda;
42. 41 | P A G E
ٌّدَر َوُهَف ِهيِف َْسيَل اَم اَذَه َان ِرْمَأ يِف َثَدْحَأ ْنَم
“Barangsiapa mengamalkan sebuah perkara agama yang tidak kami contohkan, maka
yang dilakukannya itu akanlah ditolak.”. (HR. Bukhari)
2. Menyambut dan mengisi Ramadhan dengan petasan, mengganggu orang dan
kepentingan umum. Khususnya jika petasan itu diledakkan pada waktu-waktu istirahat,
terlebih pada waktu-waktu shalat dimana orang-orang memerlukan keheningan agar
dapat khusyu’ dalam melaksanakan ibadah.
3. Merasa sedih, malas, loyo dan tidak bergairah menyambut bulan suci Ramadhan.
Acapkali perasaan malas segera menyergap mereka yang enggan menahan rasa payah
dan penat selama berpuasa. Mereka berasumsi bahwa puasa identik dengan istirahat,
break dan aktifitas-aktifitas non-produktif lainnya; sehingga ini berpengaruh pada
produktifitas kerja yang cenderung menurun.
Asumsi ini adalah salah, karena sesungguhnya puasa –justru- mendidik kita untuk
mampu lebih survive dan lebih memiliki daya tahan yang kuat, serta memiliki amanah
dan kesadaran akan pegawasan Allah dalam sekecil apapun tindakan kita.
Sejarah mencatat betapa kemenangan-kemenangan besar dalam futuhaat (pembebasan
wilayah dengan peperangan) yang dilancarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabat, terjadi di tengah bulan Ramadhan.
43. 42 | P A G E
Ketika berpuasa, peluang untuk korupsi air tatkala wudhu amatlah terbuka, bahkan orang
disampingpun tidak akan tahu. Namun ternyata hal tersebut tidak dilakukan karena
adanya kesadaran akan pengawasan Allah (muraqabatullah).
4. Berpuasa terlebih dahulu dari waktu yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai
langkah berjaga-jaga, seandainya ada kekeliruan dalam penetapan awal Ramadhan.
Hal demikian tidaklah dibolehkan, karena seorang dalam melaksanakan puasa Ramadhan
haruslah dengan niat yang tegas (yakin), yang tidak disertai dengan keraguan. Olehnya
itu, Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- bersabda;
َي َانَك لُج َر َونُكَي ْنَأ َّالِإ ِْنيَم ْوَي ْوَأ ٍم ْوَي ِم ْوَصِب َانَضَم َر ْمُكُدَحَأ َّنَمَّدَقَتَي َالَم ْوَيْال ََِلََ ْمُصَيْلَف ُهَم ْوَص ُموُص
“Janganlah sekalipun seorang dari kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari
atau dua hari sebelumnya, kecuali jika hari itu bertepatan dengan puasa sunnah yang telah
dijalankannya secara rutin, maka tidak mengapa ia berpuasa ketika itu.”. (HR. Bukhari)
5. Berpuasa tapi tidak melaksanakan shalat fardhu lima waktu
Ini penyakit yang -diakui atau tidak- menghinggapi sebagian umat Islam, mereka mengira
bahwa Ramadhan cukup dijalani dengan puasa semata, tanpa mau repot mengiringinya
dengan ibadah shalat fardhu. Padahal shalat dan puasa termasuk rangkaian kumulatif
(rangkaian yang tak terpisah, alias satu paket) rukun Islam, sehingga konsekwensinya,
bila salah satunya dilalaikan, maka akan berakibat gugurnya predikat “Muslim” dari
dirinya. Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- bersabda;
َرفَك ْدَقَف اَهَك ََرت ْنَمَف ُة َالَّصال ْمُهَنْيَب َو َانَنْيَب ِيذَّلا ُدْهَعْال
44. 43 | P A G E
“Ikatan yang membedakan kami (kaum muslimin) dan mereka (orang kafir) adalah
shalat. Maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh ia telah kafir.”. (HR. Ahmad)
6. Berlebih-lebihan dan boros dalam menyiapkan dan menyantap hidangan berbuka serta
sahur.
Tradisi ini biasanya menimpa sebagian umat yang tidak kunjung dewasa dalam
menyikapi puasa Ramadhan. Dalam benak mereka, saat berbuka adalah saat “balas
dendam” atas segala keterkekangan yang melilit mereka selama 12 jam sebelumnya.
Tingkah mereka tidak ubahnya anak berusia 8-10 tahun yang baru belajar puasa kemarin
sore.
Mereka tidak juga dewasa dan memahami bahwa esensi dari puasa adalah latihan
pengendalian diri. Lantas jika pada akhirnya mereka menjadikan waktu berbuka sebagai
ajang balas dendam, maka mungkinkah dinyatakan bahwa mereka itu berhak meyandang
predikat lulus dalam ajang latihan pengendalian diri ?!.
7. Berpuasa tapi juga melakukan maksiat
Esensi puasa sebagaimana yang telah disebutkan adalah latihan menahan diri. Tidak
hanya dari aktifitas yang diharamkan di luar Ramadhan, bahkan puasa Ramadhan juga
membatasi kita dari hal-hal yang halal di luar Ramadhan, seperti; makan, minum,
berhubungan suami-istri di siang hari. Kesimpulannya, jika yang halal saja kita dibatasi,
sudah barang tentu hal yang haram, jelas lebih dilarang. Sehingga hasil yang ingin
dicapai selama masa training ini adalah munculnya generasi yang mampu menahan
pandangan liarnya, mampu menahan lisan, dan mampu menahan diri dari sesuatu yag
tidak halal dilakukannya.
45. 44 | P A G E
Olehnya itu, maka Allah mengingatkan seorang yang berpuasa tetapi tidak juga mau
meninggalkan perbuatan maksiat yang dilakukannya, dengan sabdanya;
هَباََرش َو ُهَماَعَط َعَدَي ْنَأ ةَجاَح ِ َّ ِّلِل َْسيَلَف ِهِب َلَمَعْال َو ِور ُّالز َل ْوَق ْعَدَي ْمَل ْنَم
“Barang siapa yang belum mampu meninggalkan perkataan dosa (dusta, ghibah,
namimah dll.) dan perbuatan dosa, maka Allah tidak membutuhkan puasanya (pahala
puasanya tertolak).". (HR. Abu Daud)
8. Sibuk makan sahur sehingga melalaikan shalat shubuh, sibuk berbuka sehingga
melupakan shalat maghrib.
Para pelaku poin ini biasanya derivasi dari pelaku poin 6, sebab cara pandang mereka
terhadap puasa tidak lebih dari ; “Agar badan saya tetap fit dan kuat selama puasa, maka
saya harus makan banyak, minum banyak, tidur banyak sehingga saya tidak loyo”.
Hal lain yang biasanya menyebabkan seorang lalai dari shalat subuh adalah jadwal makan
sahur mereka yang terlalu cepat, yang menyebabkan panjangnya rentang waktu antara
usainya mereka dari sahur dan awal waktu subuh. Lamanya rentang waktu inilah yang
biasanya digunakan oleh orang-orang untuk tidur kembali, dan akhirnya terlelap dan
tidak melaksanakan shalat subuh pada waktunya. Padahal waktu terbaik bersantap sahur
adalah di akhir waktu. Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa rentang waktu
akhir sahur Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- dengan awal pelaksanaan shalat
subuh adalah kurang lebih selama bacaan 50 ayat al Quran. (HR. Bukhari). Riwayat ini
setidaknya mengisyaratkan dua hal, yaitu; kadar makanan mereka disaat sahur tidak
banyak dan waktu sahur mereka adalah di akhir waktu malam. Dan waktu inilah
46. 45 | P A G E
sebenarnya yang sesuai dengan makna “sahar” secara bahasa, yaitu; waktu menjelang
subuh.
Membahas tentang sahur, hal yang juga perlu dikritisi adalah kebiasaan membangunkan
sahur ala Indonesia, gubrak-gabruk jam 02.00. Sungguh memprihatinkan keadaan mereka
yang lagi sakit dan butuh istirahat, bayi yang tiba-tiba saja terkaget dari tidur mereka,
orang-orang yang lagi beribadah dan sangat membutuhkan keheningan malam. Belum
lagi jika yang dijadikan sarana untuk membagunkan ala mereka itu adalah speaker
masjid.
Hal-hal demikian, di luar Ramadhan –tentu- tidak akan ditolelir, karena mengganggu
kepentingan umum. Olehnya, janganlah kita menjadikan Ramadhan sebagai mediasi atau
tameng untuk melegalkan hal-hal yang mengganggu kepentingan umum tersebut. Dan
sesungguhnya Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam berlepas diri sejauh-
jauhnya dari seluruh hal yang dapat menjadi musibah bagi alam atau bahkan sebagian
kecil dari alam semesta ini.
Hal lain yang juga unik di tengah masyarakat adalah kalau dahulu orang-orang
memanfaatkan waktu mereka setelah usai bersantap sahur dengan membaca al Quran, -
yang dengannya para sahabat mengetahui durasi waktu antara akhir sahur mereka
bersama Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- dan awal waktu subuh, yaitu kurang
lebih 50 ayat bacaan al Quran-; maka generasi sekarang –beberapa diantara mereka-
memanfaatkan rentang waktu itu dengan menonton hiburan khas bersantap sahur, baik
berupa tayangan music, gossip selebrity, lawak, dan berbagai tayangan konyol lainnya
yang sangat kontra dengan nilai-nilai puasa yang hendak mereka jalankan –wal ‘iyaadzu
billah-.
47. 46 | P A G E
Itulah dzikir beberapa orang saat ini mengawali hari-hari puasa mereka. Lantas apa lagi
yah dzikir mereka menjelang petang ?. Ternyata dzikir mereka lagi-lagi adalah hiburan
menanti buka puasa. Demikianlah generasi kita dicekoki oleh racun pemikiran yang sagat
mematikan, wa hasbunallahu wa ni’ma al wakiil.
9. Salah kaprah waktu imsak
Beberapa orang memahami waktu imsak –sebagaimana yang diistilahkan secara populer-
sebagai waktu awal diharamkannya makan dan minum. Pemahaman ini adalah
pemahaman yang salah, karena awal waktu diwajibkannya puasa –sesungguhnya- adalah
ketika fajar telah terbit, bersamaan dengan masuknya waktu shalat subuh. Allah
berfirman;
: [البقرة َجْرفْال َنِم ِد َْوسَ ْاْل ِطْيَخْال َنِم ُضَيْبَ ْاْل ُطْيَخْال ُمُكَل ََّنيَبَتَي ىَّتَح ُواب َرْشا َو واُلُك َو781]
“Dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu
fajar.”. (al Baqarah; 187)
10. Masih tidak merasa malu membuka aurat (khusus wanita muslimah)
Sebenarnya momen Ramadhan bila dijalani dengan segala kerendahan hati, istiqamah
dan tekad kuat untuk melakukan reformasi diri, akan mampu menyingkap hijab
ketinggian hati dan kesombongan sehingga seorang Muslimah akan mampu menerima
segala tuntunan dan tuntutan agama ini dengan hati yang lapang. Menutup aurat,
misalnya, akan lebih mudah direalisasikan di bulan Ramadhan daripada di luar bulan
tersebut. Maka hendaknya setiap kita menjadikan Ramadhan ini sebagai momentum
perubahan. Mari hindari sifat-sifat nifaq yang pada akhir-akhir ini sangat diumbar dan
48. 47 | P A G E
dianggap sah; Ramadhan serba tertutup, lepas Ramadhan, lepas pula jilbabnya, inilah
sebuah contoh pemahaman agama yang parsial (setengah-setengah), tidak utuh.
11. Menghabiskan waktu siang hari puasa dengan tidur berlebihan
Salah satu faktor yang mendasari timbulnya fenomena ini adalah merebaknya sebuah
hadits lemah yang disandarkan pada Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- yang
artinya adalah “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah”.
Hadits ini tidak saja tertolak dari sisi jalur periwayatan, pun -bila dicermati- tertolak dari
sisi matan atau makna redaksinya. Seluruh aktifitas manusia sesungguhnya bisa bernilai
ibadah, kapanpun dilaksanakan. Termasuk tidur, jika dilakukan sesuai dengan adab yang
diajarkan oleh Islam dan diniatkan untuk memperkuat diri serta memperbaharui semangat
dalam beribadah kepada Allah. Tetapi, jangan pula terlupakan, bahwa seluruh aktifitas
mereka, pun dapat bernilai dosa, jika dilakukan secara tidak proporsional menurut
kacamata syari’at. Nah bagaimanakah jika seorang tidur dari semenjak lepas sahur hingga
dekat dzhuhur, bangun sejenak, dan lantas lanjut lagi hingga dekat waktu berbuka puasa;
akankah tidur model ini dinilai sebagai sebuah ibadah ?!.
12. Menjadikan shalat tarwih sebagai alasan keluar rumah dan mejeng dengan atau
mencari pasangan.
Shalat tarwih secara berjama’ah adalah satu diantara syi’ar Ramadhan. Maka sungguh
sangatlah naïf jika moment yang berkah ini justru dimanfaatkan untuk melakukan
maksiat kepada Allah.
49. 48 | P A G E
Ingat bahwa salah satu yang menjadikan dosa seorang itu menjadi lebih besar di sisi
Allah, yaitu ketika dilakukan pada momen-momen, atau tempat-tempat, atau berkenaan
dengan benda-benda yang disucikan oleh agama.
Khusus bagi saudariku para muslimah, Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- bersabda
tentang sebaik-baik tempat shalat buat anda;
َّنُهَل ْريَخ َّنُهُتُويُب َو َد ِاجَسَمْال ُمُكَءاَسِن واُعَنَْمت َال
“Janganlah kalian larang para wanita untuk turut menghadiri jama’ah di masjid. Namun
rumah-rumah mereka adalah tempat yang lebih baik bagi mereka untuk melaksanakan
shalat.”. (HR. Abu Daud).
Bolehnya para wanita keluar dari rumah-rumahnya adalah kebolehan yang bersyarat,
yaitu boleh dalam keadaan aman dari fitnah, baik yang bersumber dari mereka dan yang
dikhawatirkan akan menimpa mereka. Namun bagi mereka yang keluar dengan memakai
mukena yang siap untuk ditanggalkan dan digantikan dengan busana mejeng dengan
segala asesorisnya, lengkap dengan wangi parfum yang sangat memikat; maka bagi
mereka, -tentu- hadits di atas tidak berlaku, bahkan Allah peringatkan mereka;
: [اْلحزاب ىَلوُ ْاْل ِةَّيِلِهاَجْال َج ُّرَبَت َنْج َّرَبَت َال َو َّنُكِتُويُب يِف َن ْرَق َو33]
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.”. (al Ahzaab; 33). Rasulullah -shallallahu
álaihi wa sallam- bersabda;
50. 49 | P A G E
َةَر ِاْلخ َءَاشِعْال َانَعَم ْدَهْشَت َالَف اًورُخَب ْتَباَصَأ ٍةَأَرْما اَمُّيَأ
“Siapa saja wanita yang memakai parfum, maka janganlah ia melaksanakan shalat
berjama’ah bersama kami (para lelaki).”. (HR. Muslim). Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata;
ِ ََّّللا َلوُس َر َّنَأ ْوَل-وسلم عليه هللا صلى-َليِئاَْرسِإ ىِنَب ُءاَسِن ْتَعِنُم اَمَك َد ِْجسَمْال َّنُهَعَنَمَل ُءاَسِالن َثَدْحَأ اَم ىَأ َر
“Sekiranya saja Rasulullah -shallallahu álaihi wa sallam- menyaksikan perilaku wanita-
wanita saat ini ketika keluar dari rumah-rumahnya, niscaya Beliau akanlah melarang
mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid sebagaimana dahulu para wanita
bani Israil dilarang untuk menghadirinya.”. (HR. Muslim). Demikian yang Beliau
deskripsikan tentang wanita-wanita di zaman Beliau, maka bagaimana dengan wanita-
wanita di zaman sekarang?!.
13. Masih sering meninggalkan shalat fardhu 5 waktu secara berjama’ah tanpa
udzur/halangan (untuk laki-laki muslim).
Sebuah fenomena yang sangat menggembirakan di awal Ramadhan adalah penuh
sesaknya masjid dengan para jama’ah. Namun hal yang sangat disayangkan bahwa
ternyata feomena baik ini biasanya hanya bertahan hingga 10 hari awal di bulan mulia
itu. Selanjutnya mengalami penyusutan hingga pada 10 akhir Ramadhan, masjid pun
seakan kembali seperti asalnya, kosong melompong, ditinggal para jama’ahnya, yang
tengah hijrah ke berbagai pusat-pusat belanja dan pertokoan.
Sekali lagi, fenomena ini membuktikan betapa banyak orang yang masih saja memahami
agama ini secara parsial (setengah-setengah), dan tidak utuh, sedangkan Allah berfirman;
51. 50 | P A G E
: [البقرة ةَّفَاك ِمِْلالس يِف واُلُخْدا واُنَمآ َِينذَّلا اَهُّيَأ اَي808]
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan.”. (al
Baqarah; 208).
13. Lebih menyibukkan diri dengan belanja baju baru, camilan dan masak-memasak
untuk keperluan hari raya pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, padahal pada hari-hari
itulah seorang seharusnya lebih giat dalam beribadah dan berburu pahala.
Demikian beberapa contoh dari hal-hal keliru yang banyak dilakukan oleh kaum
muslimin berkenaan dengan Ramadhan. Semoga dengan mengetahuinya akan
menjadikan kita lebih mawas diri dan lebih baik dalam memanfaatkan setiap waktu di
bulan mulia tersebut. Dan tidak malah menjadikan Ramadhan ibarat fatamorgana, begitu
menggiurkan dan membawa harapan, namun seketika akan menjadi hampa dan buyar
tatkala ada di hadapan mata.
Wallahul musta’an wahuwa waliyyu at taufiq.
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
52. 51 | P A G E
Jelang Ramadhan (11)
Puasa, Sarana Menuju Takwa
Takwa adalah kata yang sangat indah didengar dan sangat diimpikan oleh setiap muslim
untuk bisa menggapai hakikat dari makna kata takwa tersebut. Betapa tidak, jika kita
merujuk kepada teks-teks Alqur’an dan Hadits Nabi akan kita dapatkan bagiamana
spektakulernya nilai-nilai positif dari ketakwaan dan penyandang ketakwaan tersebut.
Tidak kurang 250 kali, Allah Azza Wajalla menyebutkan kata tersebut dalam berbagai
konteksnya di dalam kitab Nya yang mulia.
Takwa akan mengantarkan penyandangnya kepada tergapainya cinta Allah, yang
mana cinta Allah adalah Al Ghoyatul Udzma (tujuan terbesar) dari cita-cita seorang
muslim.
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :
َنيِقَّتُمال ُّب ُِحي َهللا َّنِإَف ىَقَّتا َو ِهِدْهَعِب ىَف ْوَأ ْنَم ىَلَب
“… (bukan demikian), Sebenarnya siapa yang menepati janji dan bertakwa, maka
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa” (QS Ali Imran ayat 76)
Takwalah yang akan mengantarkan kepada kenikmatan abadi di surga Allah dan
menyelamatkan seorang hamba dari azab Allah yang sangat pedih.
Allah Azza Wajalla berfirman :
53. 52 | P A G E
ِيمِعَّنال ِتاَّنَج ْمِهِب َر َدْنِع َِينقَّتُمْلِل َّنِإ
“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) syurga-syurga yang penuh
kenikmatan di sisi Tuhannya ” (QS. Al-Qolam ayat 34 )
Takwalah yang membuat amalan shaleh diterima oleh Allah Subhanahu Wata'ala.
Allah berfirman :
َنيِقَّتُمال َنِم ُهللا ُلَّبَقَتَي اَمَّنِإ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa. ” (QS Al-
Maidah ayat 27 )
Orang-orang shaleh pada zaman dahulu (salaf) sangatlah dalam penghayatan mereka
terhadap kandungan ayat ini. Sebagian mereka, diantaranya Abu Darda Radhiyallahu
'Anhu mengatakan :
ُلوُقَي َ ََّّللا َّنِإ اَهيِف اَم َو اَيْنُّدال َنِم َّيَلِإ ُّبَحَأ ًةَد ِاح َو ًة َالَص لي تقبل قد هللا َّنَأ َِنقْيَتْسَأ ْنَ ِْلَنيِقَّتُمْال َنِم ُ ََّّللا ُلَّبَقَتَي ماَّنِإ
“Jikalau aku yakin bahwa Allah telah menerima sholatku walaupun satu sholat saja, itu
lebih aku sukai daripada mendapatkan dunia seisinya, itu karena Allah menyatakan :
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa ”.
54. 53 | P A G E
Takwalah yang mengangkat derajat orang-orang rendah sekalipun untuk
mendapatkan predikat hamba termulia di sisi Allah Subhanahu Wata'aala.
Allah Azza Wajalla berfirman :
ْمُكاَقْتَأ ِ ََّّللا َدْنِع ْمُكَم َرْكَأ َّنِإ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kalian” (QS Al-Hujurot ayat 13 )
Takwa adalah sebab kebahagiaan dunia akhirat, dimudahkannya urusan, datangnya
rizki dan bertambahnya ilmu. Penyandangnya adalah para wali Allah yang
dimuliakan dengan berbagai nilai agung lainnya.
Berkenaan dengan puasa, Allah Subhanahu Wata'ala menjelaskan bahwa hikmah terbesar
dari ibadah mulia tersebut adalah menggapai ketakwaan. Allah yang Maha Bijaksana
berfirman :
َّلَعَل ْمُكِلْبَق ْنِم َِينذَّال ىَلَع َبِتُك اَمَك ُماَي ِالص ُمُكْيَلَع َبِتُك واُنَمآ َِينذَّال اَهُّيَأ اَيَنوُقَّتَت ْمُك
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan puasa kepada kalian sebagaimana telah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (QS Albaqoroh
ayat 183)
55. 54 | P A G E
Jadi, hikmah terbesar dari puasa adalah mendidik kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang
bertakwa. Karena puasa dengan segala kekhususan dan keistimewaannya mampu
mengantarkan seorang menyandang titel mulia tersebut.
Puasa mengantarkan seorang hamba kepada tingginya derajat takwa di lihat dari beberapa
sisi. Dalam tafsirnya, Syaikh Abdurrahman As-Sa’die menyebutkan beberapa sisi ini;
Pertama, puasa mengantarkan kepada takwa karena dalam puasa seorang hamba telah
melaksanakan salah satu dari perintah Allah dan menjauhi salah satu dari laranganNya.
Kedua, puasa adalah meninggalkan makan, minum, hubungan suami istri dan
sebagainya, yang mana itu adalah hasrat dan keinginan jiwa. Namun orang yang berpuasa
meninggalkan itu semua karena ingin dekat kepada Allah dan mengharap pahala dari
Nya. Keinginan yang berpadu dengan tindakan kongkrit, itulah yang merupakan hakikat
dari nilai ketakwaan.
Ketiga, orang yang sedang berpuasa sejatinya sedang melatih diri untuk menjadi seorang
hamba yang merasa terus diawasi oleh Allah Subhanahu Wata'aala. Dia meninggalkan
segala yang menjadi hasratnya karena dia sadar bahwa Allah selalu mengawasinya.
Padahal bisa saja dia mengaku berpuasa, namun sesungguhnya ia makan dan minum
dengan sembunyi-sembunyi.
Keempat, dengan berpuasa maka aliran darah yang merupakan tempat pergerakan
syaithon menjadi lemah, yang dengan itu maka lemah pula keinginan seseorang untuk
melakukan maksiat dan perbuatan-perbuatan negatif.
56. 55 | P A G E
Kelima, dalam hitungan idealnya, orang yang sedang berpuasa ketaatannya akan lebih
meningkat. Itu karena suatu amal shaleh akan mendorong terciptanya amal shaleh yang
lain.
Keenam, rasa lapar dalam berpuasa menjadikan orang-orang yang berkecukupan turut
merasa apa yang dirasakan oleh para fuqoro dan dhuafa, dari rasa ini muncullah rasa iba
dan kasih sayang kepada mereka yang mana itu adalah meupakan nilai ketakwaan.
✍️ Penulis : Ustadz Abdusshomad Rifai, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
57. 56 | P A G E
Jelang Ramadhan (12)
Wanita Hamil dan Menyusi, Qadha Atau Fidyah ?
Satu diantara nikmat dan karunia-Nya yang maha luas adalah beberapa alternative
pengganti yang Ia syari’atkan bagi orang-orang yang berada dalam kondisi tertentu
berkenaan dengan ibadah yang wajib dilakukannya.
Diantara orang-orang yang mengalami kondisi tertentu itu adalah ibu hamil dan
menyusui berkenaan dengan kewajibannya melaksanakan ibadah puasa.
Maka sebagai bentuk keringanan yang Allah berikan kepada mereka adalah kebolehan
untuk tidak berpuasa dan menggantinya dengan membayar fidyah. Inilah bentuk rahmat
yang Allah berikan kepada mereka.
Hanya saja, ada kontroversi dikalangan ulama tentang alternative apa yang boleh
dilakukan oleh ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan;
membayar fidyah, mengqadha puasa atau membayar fidyah dan mengqadha puasa.
Berikut ulasannya;
Pendapat Pertama
Madzhab hambali merinci keadaan ibu hamil dan menyusui itu dalam tiga keadaan
berkenaan dengan kewajiban yang harus dilakukannya sebagai pengganti dari puasa yang
ditinggalkannya;
58. 57 | P A G E
√ Bagi ibu hamil dan menyusui yang berbuka karena khawatir akan kemaslahatan
dirinya, maka wajib atasnya qadha. Dalilnya adalah qiyas terhadap orang sakit.
√ Bagi mereka yang berbuka karena khawatir akan kemaslahatan anak atau janinnya,
maka kewajibannya adalah membayar fidyah dan mengqadha. Dalilnya adalah;
*) Mereka wajib membayar fidyah berdasarkan beberapa keterangan yang akan
disebutkan –lihat dalil-dalil dari pendapat kedua-.
*) Mereka wajib membayar qadha berdasarkan firman Allah yang memerintahkan orang
sakit yang tidak berpuasa untuk mengqadha puasa yang ditinggalkannya itu. Dalam
asumsi mereka; jika demikian kewajiban mereka yang berbuka karena mengkhawatirkan
maslahat dirinya (sakit), tentu kewajiban ini lebih layak ditujukan kepada mereka yang
berbuka untuk kemaslahatan orang lain (janin atau anaknya). Maka berdasarkan
kolaborasi dua keterangan inilah, para ulama bermadzhab hambali menyatakan bahwa
golongan kedua ini memiliki kewajiban ganda; selain membayar fidyah, mereka –juga-
wajib membayar qadha puasanya.
√ Bagi mereka yang berbuka karena khawatir akan kemaslahatan diri dan anak atau
janinya, maka sisi kemaslahatan diri yang dijadikan standar penetapan hukum. Olehnya,
maka kewajibannya adalah mengqadha puasa, dikiaskan dengan orang yang sakit.
Pendapat Kedua ;
Pendapat ini menyatakan bahwa kewajiban keduanya (ibu hamil dan menyusui) yang
tidak berpuasa di bulan Ramadhan adalah membayar fidyah saja, dan bukan
menggantinya dengan mengqadha. Imam Tirmidzi –rahimahullah- berkata (sunan,
3/154);
ُقَي ِهِب َو ِانَمِعْطُت َو ِانَي ِضْقَت َو ِانَرِطْفُت ُع ِض ْرُمْال َو ُلِامَحْال ِمْلِعْال ِلْهَأ ُضْعَب َالَقَالَق و ُ.دَمْحَأ َو ُّيِعِفاَّشال َو َِلاَم َو ُناَيْفُس ُلو
َي ِهِب َو اَمِهْيَلَع َامَعْطِإ َال َو َاتَضَق َاتَءَاش ْنِإ َو .اَمِهْيَلَع َءاَضَق َال َو ِانَمِعْطُت َو ِانَرِطْفُت ْمُهُضْعَبُقَحْسِإ ُلوُق
59. 58 | P A G E
“Sebagian ulama berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui boleh berbuka dan
wajib menggangtinya dengan qadha dan membayar fidyah. Pendapat ini adalah
pandangan dari Sufyan, Malik, Syafi’ie dan Ahmad. Sebagian yang lain menyatakan
bahwa kewajiban mereka yang berbuka puasa adalah memberi makan (fidyah), dan
bukan mengqadha. Dan jika mereka mau, boleh mengqadhanya dan tidak perlu
membayar fidyah. Demikian ini pendapat dari Ishak.”.
Pendapat Yang Terpilih (rajih)
Dari beberapa pendapat yang disebutkan, maka pendapat yang lebih kuat –wallahu a’lam-
adalah pendapat yang menyatakan bahwa kewajiban mereka berdua (wanita hamil dan
menyusui) yang tidak berpuasa adalah membayar fidyah dan bukan mengqadha puasa.
Syaikh Sayyid Sabiq berkata (Fiqhu as Sunnah, 1/440);
والمرضع ،والحبلى–أوالدهم أو ،أنفسهما على خافتا إَاأفطرتا ا–،عمر ابن عند عليهما والقضاء ،الفدية وعليهما
عباس.إهـ وابن
“Menurut pendapat Ibnu Umar dan Ibnu ‘Abbas, boleh bagi wanita hamil dan menyusui
yang khawatir akan diri atau janin atau anaknya untuk berbuka puasa. Dan wajib bagi
mereka membayar fidyah, bukan membayar qadha.”.
Beberapa dalilnya adalah (lihat di “al Istidzkaar”, 3/327-328);
60. 59 | P A G E
1. Riwayat Hammad bin Zaid, dari Ayyuub, dari Naafi’e, dari Ibnu Umar. Demikian pula
riwayat dari Hammad bin Salamah, dari Ayyub, dari Ubaidullah bin Umar, dari Naafi’e,
dari Ibnu Umar;
لمسكين مدا يوم كل عن وتطعمان يفطران والمرضع الحامل في يقول كان أنه
“Ibnu Umar berkata tentang wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa bahwa
kewajiban mereka adalah memberi makan sebanyak satu mud kepada seorang miskin
setiap hari.”.
2. Riwayat Mu’ammar, dari Ayyub, dari Naafi’e, dari Ibnu Umar, Beliau berkata;
عليها قضاء وال وتطعم تفطر رمضان في نفسها على خشيت إَا الحامل
“Wanita hamil yang khawatir akan kemaslahatan dirinya sehingga tidak berpuasa di
bulan Ramadhan berkewajiban untuk memberi makan (membayar fidyah), dan bukan
mengqadha puasa.”.
3. Riwayat Sa’id bin Jubair, ‘Atha, dan ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, Beliau berkata;
و الفدية عليهم فثالثة والكبير والمرضع والحامل والمسافر المريض رمضان شهر في الفطر لهم خمسةقض العليهم اء
والكبير والمرضع الحامل
61. 60 | P A G E
“Lima golongan yang boleh berbuka puasa di bulan Ramadhan adalah orang sakit,
musafir, wanita hamil, wanita menyusui, dan orang tua yang tidak lagi sanggup berpuasa.
Tiga diantara mereka yang berkewajiban untuk membayar fidyah, dan bukan mengqadha
adalah; wanita hamil, wanita menyusui, dan orang tua yang tidak lagi sanggup
berpuasa.”.
4. Ishak bin Rahuuyah berkata;
عمر وابن عباس البن اتباعا عليهما قضاء وال ويطعما يفطرا أن والمرضع الحامل في إليه أَهب والذي
“Pendapat yang saya pilih berkenaan dengan kewajiban bagi wanita hamil dan menyusui
yang tidak berpuasa adalah membayar fidyah, dan bukan membayar qadha; sebagaimana
pendapat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
Al haafidz Ibnu Rusyd berkata (Bidaayatul Mujtahid, 1/241);
الحكمين أحد لهما أفرد ومن–اإلطعام إما و القضاء إما أي–جمع ممن أولى
“Pendapat yang lebih tepat adalah pendapat golongan ulama yang menyatakan bahwa
kewajiban mereka berdua adalah satu diantara dua pilihan, yaitu; membayar qadha –saja-
atau membayar fidyah –saja-.”.
Pandangan yang dinyatakan oleh al Haafidzh Ibnu Rusyd adalah pandangan yang sangat
logis dan bersesuaian dengan prinsip dasar syari’at Islam, yaitu memudahkan dan tidak
mempersulit. Adapun pendapat yang menyatakan bahwa kewajiban mereka berdua
adalah membayar fidyah dan mengqadha, maka hal demikian –membebankan kewajiban
62. 61 | P A G E
ganda sebagai pengganti dari satu jenis ibadah yang ditinggalkan karena udzur- tidaklah
lazim dalam kebiasaan syara’ –wallahu a’lam-. Belum lagi bahwa membebankan
kewajiban ganda demikian, tentu akan sangat memberatkan keduanya dibandingkan
dengan kewajiban membayar fidyah –saja- atau membayar qadha –saja-. Namun
manakah dari dua aleternativ yang ditawarkan itu lebih kuat; qadha atau membayar
fidyah ?.
Berdasarkan dalil-dalil yang telah dinukil dari Ibnu Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma di atas dinyatakan bahwa pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini bahwa
wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan berkewajiban
membayar fidyah dan bukan qadha.
Wallahu a’lam bis shawaab
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
63. 62 | P A G E
Jelang Ramadhan (13)
Jangan Sekalipun Mengentengkannya
Qadha adalah ibadah yang Allah jadikan sebagai solusi bagi mereka yang tidak sempat
melaksanakan sebuah ibadah pada waktunya karena alasan yang dibenarkan oleh agama.
Contohnya; seorang yang ketiduran hingga lewat waktu shalat dzhuhur. Boleh baginya
mengqadha shalat dzhuhur tersebut (ketika terbangun) di waktu ashar. Contoh lain adalah
orang sakit dan tidak bisa berpuasa di bulan Ramadhan, boleh baginya mengqadha
puasanya di hari-hari lain, selain bulan Ramadhan.
Namun karena qadha ini adalah satu diantara jenis ritual ibadah, maka untuk
melaksanakannya harus berdasarkan dalil. Olehnya, ketika menjawab pertanyaan
Mu'adzah, "Mengapa wanita haid diwajibkan mengqadha puasa dan tidak diwajibkan
mengqadha shalat ?.", Aisyah berkata; "Demikianlah di masa Rasulullah, ketika kami
haid, Beliau perintahkan kami mengqadha puasa dan Beliau tidak memerintahkan kami
mengqadha shalat.". Seakan dengan jawaban tersebut, Beliau ingin menjelaskan bahwa
kami mengqadha puasa karena ada dalil dan kami tidak mengqadha shalat karena tidak
ada dalil.
Lantas bagaimanakah dengan orang yang meninggalkan kewajiban puasa secara
sengaja ?.
Tidak ada satupun keterangan yang secara tegas dan jelas menyebutkan adanya alternatif
bagi mereka untuk menebus dosa besar yang telah mereka lakukan dengan sengaja itu.
64. 63 | P A G E
Mereka kelak harus mempertanggungjawabkan dosanya itu di hadapan Allah. Olehnya
jangan sekalipun meremehkan puasa Ramadhan, dengan asumsi, toh bisa di qadha ...
Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata;
ًم ْوَي َرَطْفَأ ْنَمُهْنِم ْلَبْقُي ْمَل ِرْهَّدال َلا َوَط ىَضَق َّمُث ٍةَّلِع ِْريَغ ْنِم ًادِمَعَتُم َانَضَم َر يِف ا
“Barangsiapa berbuka puasa secara sengaja di siang hari bulan Ramadhan, maka meski ia
berpuasa sepanjang masa, tetaplah hal tersebut tidak akan diterima.”. Pendapat yang
senada juga diriwayatkan dari Ali dan Abu Hurairah.”. Baarakallahu fiekum
Wallahua’lam bis shawaab.
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
65. 64 | P A G E
Jelang Ramadhan (14)
Haid Di Waktu Menyusui, Qadha Atau Fidyah ?
Pertanyaan
Berapa besaran fidyah yang wajib dikeluarkan oleh wanita hamil dan menyusui ketika
berbuka di bulan Ramadhan dan bagaimana hukum seorang wanita yang menyusui
bertepatan dengan masa haidnya, apakah dia wajib mengqadha karena haid atau
membayar fidyah karena tengah menyusui ?
Jawaban
Wanita yang menyusui boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah. Adapun wanita
yang haid, maka wajib tidak berpuasa dan menggantinya dengan qadha; demikianlah
jenis ibadah yang diperintahkan kepadanya.
Dari keterangan ini diketahui bahwa penghalang puasa bagi wanita yang haid di waktu
menyusui lebih didominasi oleh sebab haidnya dan bukan karena sebab menyusui.
Olehnya itu, maka hari-hari puasa yang ditinggalkannya selama masa haid, wajib untuk
diqadhanya.
Adapun besaran fidyah yang wajib dikeluarkan oleh wanita hamil dan menyusui ketika
tidak berpuasa di bulan Ramadhan yaitu sebesar satu mud atau kurang lebih 600 gr
makanan pokok. (Riwayat Abu Hurairah). Wallahu a’lam bis shawaab
✍️ Penulis : Ustadz Muhammad Irfan Zain
Tim Rubrik Kajian Ilmiyah Al Binaa Menyapa
66. 65 | P A G E
Jelang Ramadhan (15)
Menelisik Hukum Dan Hikmah Ramadhan Di Balik Ayat-Ayat Puasa
(Surah Al Baqarah, 183-187)
Allah ta’ala berfirman;
اَهُّيَأ اَيَونُقَّتَت ْمُكَّلَعَل ْمُكِلْبَق نِم َينِذَّلا ىَلَع َبِتُك اَمَك ُماَي ِالص ُمُكْيَلَع َبِتُك ْاوُنَمآ َينِذَّلا
“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian
menjadi orang-orang yang bertakwa.”. (al Baqarah; 183)
Puasa Ramadhan,
Tidaklah tujuan dari ibadah mulia ini semata untuk mencetak manusia yang tahan lapar,
tahan dahaga, dan tahan untuk tidak bercampur dengan istrinya dalam waktu tertentu.
Tidak demikian, namun tujuan dari ibadah yang mulia ini adalah untuk mencetak
generasi-generasi bertakwa kepada Allah. Rasulullah –shallallahu ’alaihi wa sallam-
bersabda;
َدَي ْنَأ يِف ةَجاَح ِ َّ ِّلِل َْسيَلَف ِهِب َلَمَعْال َو ِور ُّالز َل ْوَق ْعَدَي ْمَل ْنَمهَباََرش َو ُهَماَعَط َع