1. Dokumen tersebut membahas tentang perdagangan orang di Indonesia, termasuk data kasus, modus operandi pelaku, undang-undang terkait, dan upaya pemberantasan.
2. 2
Perdagangan Orang di Indonesia
Tahun 1999 – 2005
No. Tahun Jumlah Kasus Dilimpahkan
ke
Kejaksaan
Persen
1 1999 173 134 77,46
2 2000 24 16 66,67
3 2001 179 129 72,02
4 2002 155 90 58,06
5 2003 125 67 53,60
6 2004 43 23 53,48
7 2005 30 8 26,66
Sumber: Badan ReserseKriminal MabeS POLRI (2006).
3. 3
Data 30 kasus perdagangan orang pada tahun 2005, tersebar di 11 propinsi:
Sumatera Utara (1),
Kepulauan Riau (2),
Sumatera Selatan (3),
Lampung (2),
DKI Jakarta (7, tertinggi),
Jawa Barat (1),
Jawa Timur (6),
Kalimantan Barat (4),
Sulawesi Tengah (1),
Sulawesi Selatan (2), dan
Papua (1)
Dari 30 kasus tercatat 58 orang korban, yang terdiri dari 40 perempuan
dewasa, 3 perempuan dibawah umur, 10 anak-anak dan 5 bayi. Sedangkan
pelakunya berjumlah 42 orang penjahat.
Berdasarkan catatan Bareskrim Mabes POLRI, dari 30 kasus 8 kasus telah
diajukan kejaksaan, 6 kasus dalam penyidikan, dan 16 kasus dalam tingkat
penyelidikan.
(Sumber Bareskrim Mabes Polri 2006)
4. 4
Data Pemulangan Korban Perdagangan Orang Tahun 2005-2006
No. Daerah Asal Korban Keterangan Korban
1 Nanggroe Aceh Darussalam 12 Jenis Kelamin
2 Sumatera Utara 33 Laki-laki 93
3 Sumatera Barat 1 Perempuan 547
4 Jambi 3 Kelompok Usia
5 Riau 2 Bayi 15
6 Kepulaian Riau 4 Anak-anak 155
7 Sumatera Selatan 6 Dewasa 470
8 Bengkulu 1 Negara Asal
9 Lampung 27 Tanah Air 142
10 Banten 3 Malaysia 470
11 DKI Jakarta 19 Singapore 9
12 Jawa Barat 148 Hongkong 3
13 Jawa Tengah 35 Taiwan 2
14 Jawa Timur 59 Japan 7
15 Kalimantan Barat 192 Saudi Arabia 7
16 Kalimantan Timur 1
Sumber: IOM, 2006.
17 Sulawesi Utara 1
18 Sulawase Selatan 8
19 Sulawesi Tenggara 2
20 Nusa Tenggara Barat 49
21 Nusa Tenggara Timur 33
22 Maluku 1
Total 640
5. 5
Pusat Pelayanan Terpadu di Indoensia
Sumber Bareskrim Mabes POLRI, 2006 ; Depkes, 2006.
Kepolisian daerah Rumah Sakit Umum/Kepolisian
Naggroe Aceh Darussalam RS Bhayangkara Aceh
Sumatera Utara RS Bhayangkara Medan
Sumatera Barat RS Bhayangkara Padang, RS Bhayangkara Tebing Tinggi
Jambi RS Bhayangkara Jambi
Riau RS Bhayangkara Pekanbaru, RS Bhayangkara Dumai
Sumatera Selatan RS Bhayangkara Palembang, RS Bhayangkara Lampung
DKI Jakarta RS Cipto Mangunkusumo, RS Polpus Sukantu, Kramatjati; RS Brimob Kelapadua Dua, Cimanggis
Jawa Barat RS Hasan Sadikin, Bandung, RS Bhayangkara Sartika Asih, Bandung ; RS Secapa, Sukabumi
Jawa Tengah RSU Karyadi, Semarang ; RS Bhayangkara Semarang ; RS Akademi kepolisian, Semarang ; RS Bhayangkara Surakarta
Jawa Timur RS Bhayangkara HS Mertoyoso, Surabaya ; RS Bhayangkara Kediri
RS Bhayangakara Nganjuk ; RS Bhayangkara Tulungagung ; RS Bhayangkara Lumajang ; RS Gasum, Porong
Bali RS Bhayangakara Trijata, Denpasar
Kalimantan Barat RS Bhayangkara Pontianak
Kalimantan Tengah RS Bhayangkara Palangkaraya
Kalimantan Timur RS Bhayangkara Balikpapan
Sulawesi Utara RS Bhayangkara Manado
Sulawesi Tengah RS Bhayangkara Palu
Sulawesi Selatan Rs Bhayangkara Andi Mappa Odang, Makassar
Sulawesi tenggara RS Bhayangakara Kendari
Nusa Tenggara Barat RS Bhayangakara Mataram
Nusa Tenggara Timur RS Bhayangakara Kupang
Maluku RS Bhayangakara Ambon
Maluku Utara RS Bhayangakara Ternate
Papua RS Bhayangakara Papua, Jayapura
6. 6
Penyebaran
Ruang
Pelayanan
Khusus
Sumber: Bareskrim Mabes Polri, 2006
No. Kepolisian Daerah RPK
1 Nanggroe Aceh Darussalam 6
2 Sumatera Utara 16
3 Sumatera Barat 5
4 Jambi 5
5 Riau 2
6 Sumatera Selatan 10
7 Bengkulu 1
8 Lampung 7
9 DKI Jakarta 10
10 Jawa Barat 29
11 Jawa Tengah 34
12 DI Yogyakarta 3
13 Jawa Timur 44
14 Kalimantan Barat 4
15 Kalimantan Tengah 1
16 Kalimantan Selatan 1
17 Kalimantan Timur 10
18 Sulawesi utara 8
19 Sulawesi Tengah 1
20 Sulawesi Selatan 6
21 Sulawesi Tenggara 1
22 Bali 9
23 Nusa Tenggara Barat 7
24 Nusa Tenggara Timur 14
25 Papua 1
7. 7
Kelompok Rentan
Kelompok yang rentan menjadi korban perdagangan orang:
mereka yang berasal dari keluarga miskin di desa/ kota
Anak-anak putus sekolah
Anak-anak korban KDRT
Buruh migran
Anak jalanan
Janda cerai karena pernikahan dini
Bayi
9. 9
Cara Kerja Trafficker/ Pelaku
Agen/ calo merekrut korban
Kerjasama antar trafficker (Malaysia & Medan)
Memanfaatkan kondisi darurat (bencana alam/ daerah
konflik)
Tindakan lanjutan hasil recruitmen korban/ calon
korban dibawa ke daerah tujuan melalui daerah transit
melalui transportasi darat, laut atau udara
Dokumen-dokumen palsu
Para pelaku: kalangan dekat/ keluarga, orang tua,
suami, paman, agen, germo, calo, perusahaan
perekrut.
10. 10
Ancaman Dari Pelaku
Jeratan utang, korban menjadi sangat
tergantung kepada majikan
Menahan gaji, pasport, visa, dokumen penting
lainnya
Ancaman kekerasan fisik dan atau psikis
Pemutusan hubungan kerja, dsb.
11. 11
Akar Masalah
Kemiskinan dan rendahnya pendidikan
Diskriminasi gender
Budaya
Lemahnya sistem hukum dan penegakannya
Putus sekolah
Globalisasi (mudahnya akses informasi)
Kondisi konflik dan bencana
Keluarga tidak harmonis
12. 12
UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
1.Diundangkan tanggal 19 April 2007
2.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720
13. 13
• Perdagangan orang telah meluas dalam bentuk
jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak
terorganisasi, baik bersifat antar negara
maupun dalam negeri.
• Perdagangan orang menjadi ancaman bagi :
- Masyarakat
- Bangsa dan Negara, serta
- Norma – norma kehidupan yang dilandasi
penghormatan terhadap hak asasi manusia.
14. 14
Langkah-langkah Pemberantasan TPPO
Didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen
nasional dan internasional, untuk melakukan
upaya :
- Pencegahan sejak dini ;
- Penindakan terhadap pelaku ;
- Perlindungan korban TPPO, dan
- Peningkatan kerjasama.
15. 15
SISTEMATIKA
UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB III : TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN
TPPO
BAB IV : PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN
DI SIDANG PENGADILAN
BAB V : PERLINDUNDANG SAKSI DAN KORBAN
BAB VI : PENCEGAHAN
BAB VII : KERJA SAMA INTERNASIONAL DAN PERAN SERTA
MASYARAKAT
BAB VIII: KETENTUAN PERALIHAN
BAB IX : KETENTUAN PENUTUP
16. 16
Perdagangan Orang, khususnya
perempuan dan anak,
merupakan tindakan yang
bertentangan dengan harkat dan
martabat manusia dan melanggar
hak asasi manusia, sehingga
harus diberantas.
17. 17
Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297
KUHP menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak
laki-laki belum dewasa dan mengkualifikasikan tindakan tersebut
sebagai kejahatan.
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menentukan larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik
anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.
Namun, ketentuan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak
tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas
secara hukum.
Di samping itu, Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu
ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban
akibat kejahatan perdagangan orang. Oleh karena itu, diperlukan
undang-undang khusus tentang tindak pidana perdagangan orang yang
mampu menyediakan landasan hukum materiil dan formil sekaligus.
Untuk tujuan tersebut, undang-undang khusus ini mengantisipasi dan
menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk
eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik
yang dilakukan antarwilayah dalam negeri maupun secara antarnegara,
dan baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi.
18. 18
Ps 1 bt 1
adalah tindakan:
1. perekrutan,
2. pengangkutan,
3. penampungan,
4. pengiriman,
5. pemindahan, atau
6. penerimaan seseorang
dengan cara :
1. ancaman kekerasan
2. penggunaan kekerasan,
3. penculikan,
4. penyekapan,
5. pemalsuan,
6. penipuan,
7. penyalahgunaan kekuasaan atau
8. penyalahgunaan posisi rentan,
9. penjeratan utang atau
10. memberi bayaran atau manfaat,
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas
orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara,
untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi
PERDAGANGAN ORANG
19. mengutip dari pwr pnt
Bapak Haryono SH. MH
19
Alur Elemen TPPO
Proses Pemindahan
(movement)
Caranya (means)
Penipuan
Pemaksaan
Penyekapan
Penculikan
Penyalahgunaan kekuasaan dll
Untuk tujuan
eksploitasi dan
semacamnya
termasuk praktik
yang serupa
perbudakan
20. 20
TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
Ps.1 bt.2
Tppo adalah :
- Setiap tindakan atau rangkaian tindakan atau
serangkaian tindakan.
- Yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
- Yang ditentukan dalam undang-undang ini.
(UU 21 Th 2007)
21. 21
PEREKRUTAN
ps 1 bt 9
adalah tindakan yang meliputi:
1. mengajak,
2. mengumpulkan,
3. membawa, atau
4. memisahkan
seseorang dari keluarga atau komunitasnya.
22. 22
EKSPLOITASI
ps 1 bt 7
adalah tindakan:
1. dengan atau tanpa persetujuan korban
2. yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran,
3. kerja atau pelayanan paksa,
4. perbudakan atau
5. praktik serupa perbudakan,
6. penindasan,
7. pemerasan,
8. pemanfaatan fisik,
9. seksual,
10. organ reproduksi, atau
11. secara melawan hukum
12. memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau
13. jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau
14. kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik
materiil maupun immateriil.
23. 23
EKSPLOITASI SEKSUAL
psl 1 bt 8
adalah segala bentuk :
1. pemanfaatan organ tubuh seksual atau
2. organ tubuh lain dari korban
3. untuk mendapatkan keuntungan,
4. termasuk tetapi tidak terbatas pada
a. semua kegiatan pelacuran dan
b. percabulan.
24. 24
PERBUDAKAN
(Penjelasan Umum UU PTPPO)
Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah
kepemilikan orang lain.
Praktik serupa perbudakan adalah tindakan
menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain
sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu
pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan
oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang
tersebut tidak menghendakinya.
25. 25
PURBUDAKAN
(UU 26 Th 2000, tentang Pengadilan HAM)
Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana
dimaksudkan dalam Ps.7 huruf b adalah jumlah satu
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
Serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukkan
secara langsung terhadap penduduk sipil berupa :
- Pembunuhan - Pemusnahan
- Perbudakan - Dst
26. 26
PENJELASAN Ps.9 Huruf C
UU Pengadilan HAM
Yang dimaksud dengan Perbudakan
dalam ketentuan ini termasuk
perdagangan manusia, khususnya
perdagangan wanita dan anak
27. 27
JERATAN UTANG
ps 1 bt 15
adalah perbuatan:
1. menempatkan orang
2. dalam status atau keadaan
3. menjaminkan atau
4. terpaksa menjaminkan
a. dirinya atau
b. keluarganya atau
c. orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau
d. jasa pribadinya
5. sebagai bentuk pelunasan utang.
28. 28
UNSUR – UNSUR TPPO
Ps. 2 Ayat (1)
Setiap orang yang melakukan :
1. Perekrutan
2. Penampungan
3. Pengangkutan
4. Pengiriman
5. Pemindahan atau
6. Penerimaan Seseorang
29. 29
Dengan :
7. Ancaman Kekerasan
8. Penggunaan Kekerasan
9. Penculikan
10. Penyekapan
11. Pemalsuan
12. Penipuan
13. Penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan
14. Penjeratan Utang, atau
15. Memberi Bayaran
16. Manfaat
17. Walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali orang lain
18. Untuk Tujuan mengeksploitasi Orang tersebut di wilayah
Indonesia
30. 30
PEMIDANAAN
♣ dipidana dengan:
pidana penjara: min 3 th
max 15 th +
pidana denda: min Rp120.000.000,00
max Rp600.000.000,00
♣ Merupakan delik formil
kumulatif
31. 31
Korban Setujui Diperdagangkan
Ps 26
Persetujuan korban perdagangan orang tidak
menghilangkan penuntutan TPPO
Kehilangan Hak Tagih
Ps 27
Pelaku TPPO kehilangan Hak tagihnya atas:
Utang atau
Perjanjian lainnya
Jika utang dan perjanjian lainnya tersebut digunakan
mengeksploitasi korban
Terhadap korban
32. 32
Ps. 2 Ayat (2)
- Jika Perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi,
maka pelaku dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Merupakan Delik Formil
33. 33
Bila Denda Tidak Dibayar
Ps. 25
Jika terpidana tidak mampu membayar pidana
denda, maka terpidana dijatuhi :
- Pidana pengganti kurungan maksimal 1 tahun
(Ps. 18 KUHP berbunyi : lamanya hukuman
kurungan terendah-rendahnya 1 hari dan
selama-lamanya 1 tahun.)
34. 34
……pemidanaan
Ps 3 idem ps 2 (1)
pidana min 3 th max 15 th +
denda min 120 jt max 600 jt
NKRI
dieksploitasi
Ps 5
-----------idem----------
NKRI
WNI
Ps 4
--------- idem -----------
Pengangkatan anak utk dieksploitasi
WNA/WNI
NKRI
dieksploitasi
35. 35
Ps 6
------------ idem-----------
NKRI
Anak dikirim ke dalam Anak dikirim ke luar
Ps 11
---------------idem-----------------
Ps 16
----------------idem----------------
Ps 10
-------------- idem-----------------
Ps 12
----------------idem----------------
membantu
percobaan
TPPO
merencanakan
pemufakatan jahat
TPPO
menggunakan
memanfaatkan korban
Persetubuhan
pencabulan
Oleh kelompok terorganisir
dieksploitasi
36. 36
Pemberatan 1/3
Ps 7
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 2 ayat (2), d. Pasal 5, dan
b. Pasal 3, e. Pasal 6
c. Pasal 4,
mengakibatkan korban menderita:
• luka berat,
• gangguan jiwa berat,
• penyakit menular lainnya yang membahayakan
jiwanya,
kehamilan, atau
terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya,
♣ maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
37. 37
Lanjutan pasal 7…
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam
a. Pasal 2 ayat (2), d. Pasal 5, dan
b. Pasal 3, e. Pasal 6
c. Pasal 4,
mengakibatkan matinya korban, dipidana:
♣ penjara min 5 th max penjara seumur hidup
+
♣ denda min Rp 200 juta max Rp 5 milyar
38. 38
PENYELENGGARA NEGARA
Ps 8
(1) Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan
kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana
perdagangan orang sebagaimana di maksud dalam: ps 2, ps 3,
ps 4, ps 5, ps 6
♣ pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
(2) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan:
♣ berupa pemberhentian secara tidak dengan
hormat dari jabatannya.
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
Pemberatan 1/3….
39. 39
KORBANNYAANAK
Ps 17
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam,
ps 2, 3, dan 4
dilakukan terhadap anak, maka ancaman
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
…..pemberatan pidana + 1/3
40. 40
Reviktimisasi
Pasal 18
Korban yang melakukan tindak pidana karena
dipaksa oleh pelaku tindak pidana
perdagangan orang, tidak dipidana.
41. 41
KELOMPOK TERORGANISASI
Ps. 16
Dalam hal TPPO dilakukan oleh kelompok
terorganisasi, maka setiap pelaku TPPO dalam
kelompok terorganisasi tersebut dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud Ps.2 Ditambah dengan 1/3
Lanjutannya.
42. 42
KORPORASI
Ps. 15
1. TPPO oleh Korprasi, selain pidana penjara & denda
terhadap pengurusnya, Pidana denda terhadap
korporasi dengan pemberatan 3 (tiga) kali pidana denda
– Ps.2,3,4,5,6
2. Selain denda pada ayat (1) korporasi dapat dijatuhkan
pidana tambahan:
a. Pencabutan izin usaha
b. Perampasan kekayaan hasil tindak pidana
c. Pencabutan status badan hukum
d. Pemecatan pengurus
e. Pelarangan pada pengurus untuk mendirikan korporasi
dalam bidang yang sama.
43. 43
TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
Pasal 19
Memeberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen
negara atau dokumen lain, atau memalsukan dokumen negara
untuk mempermudah terjadinya TPPO. Di pidana paling singkat
1 tahun dalan paling lama 7 tahun dan denda paling sedikit 40
Juta, dan paling banyak 280 Juta.
Pasal 20
Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan
alat bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi
saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan tindak
pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan
puluh juta rupiah).
44. 44
Pasal 21
(1) Setiap orang yang melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau
petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan
orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi
atau petugas di persidangan luka berat, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00
(delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi
atau petugas di persidangan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).
45. 45
Ps 43
Sesuai UU No. 13/ 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
Ps 44
Saksi/ Korban berhak:
Memperoleh kerahasiaan identitas
Juga keluarga sampai dengan derajat ke 2
Ps 45
RPK di kantor polisi disetiap provinsi dan kabupaten
diatur dengan peraturan KAPOLRI
Perlindungan Saksi & Korban
46. 46
….perlindungan saksi & korban
Ps 46
Pusat Pelayan Terpadu (PPT) di beberapa
kabupaten/ kota
Harus diatur dengan PP
Ps 47
Kepolisian RI wajib melindungi Saksi/ korban
dari ancaman terhdap diri keluarga korban
47. 47
REHABILITASI
ps 1 bt 14
adalah :
1. pemulihan
2. dari gangguan
3. terhadap kondisi
a. fisik,
b. psikis, dan
c. Sosial.
agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar
baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
48. 48
…...REHABILITASI
Penjelasan Ps 51 ayat (1):
“rehabilitasi kesehatan” adalah pemulihan kondisi semula
baik fisik maupun psikis.
“rehabilitasi sosial” adalah pemulihan dari gangguan
terhadap kondisi mental sosial dan pengembalian
keberfungsian sosial agar dapat melaksanakan perannya
kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.
“reintegrasi sosial” adalah penyatuan kembali korban tindak
pidana perdagangan orang kepada pihak keluarga atau
pengganti keluarga yang dapat memberikan perlindungan dan
pemenuhan kebutuhan bagi korban.
Hak atas “pemulangan” harus dilakukan dengan memberi
jaminan bahwa korban benar-benar menginginkan pulang, dan
tidak beresiko bahaya yang lebih besar bagi korban tersebut.
49. 49
RESTITUSI
ps 1 bt 13
adalah:
1. pembayaran ganti kerugian
2. yang dibebankan kepada pelaku
3. berdasarkan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap
4. atas kerugian materiil dan/atau immateriil
5. yang diderita korban atau ahli warisnya.
50. 50
……….RESTITUSI
Pasal 48
(1) Setiap korban tindak pidana perdagangan orang
atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi.
(2) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa ganti kerugian atas:
kehilangan kekayaan atau penghasilan;
penderitaan;
biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau
psikologis; dan/atau
kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat
perdagangan orang.
51. 51
……Lanjutan Restitusi (pasal 48)
(3) Restitusi tersebut diberikan dan
dicantumkan sekaligus dalam amar putusan
pengadilan tentang perkara tindak pidana
perdagangan orang.
(4) Pemberian restitusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sejak
dijatuhkan putusan pengadilan tingkat
pertama.
52. 52
(5) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan
tempat perkara diputus.
(6) Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat
belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan
tingkat banding atau kasasi, maka hakim
memerintahkan dalam putusannya agar uang
restitusi yang dititipkan dikembalikan kepada yang
bersangkutan.
Lanjutan Restitusi (pasal 48….)
53. 53
Mekanisme Pengajuan Restitusi
penjelasan ps 48
Pengadilan
Perdata/
gugatan
Penuntut
Umum/ Jaksa
Polisi
Perkara
pidana/
TPPO
Putusan restitusi disimpan
(konsinyasi di PN)
14 hari setelah BHT
Hak Korban
mengajukan sendiri
gugatan restitusi
melalui gugatan
perdata
Jaksa
memberitahu
korban untuk
mengajukan
restitusi
menyampaikan
jumlah kerugian
bersama
tuntutan.
Pengajuan restitusi
dilakukan sejak
korban lapor ke
Polisi, ditangani
penyidik
bersamaan
dengan
penanganan
perkara TPPO
Ayat 5
Ayat 6
Dictum
(3). (4)
54. 54
Pelaksanaan Pemberian Restitusi
(PPR)
1). Pelaksanaan PPR dilaporkan ke PN
Yang memutus perkara
Disertai dengan tanda bukti PPR tersebut
2). Setelah diterima tanda bukti PPR, KPN
mengumumkan di Papapn Pengumuman
kantor
3). Salinan Tanda Bukti PPR disampaikan oleh
Pengadilan kepada Korban/ ahli waris
55. 55
Tidak Memenuhi Pelaksanaan Restitusi
ps 50
PENGADILAN
Surat
peringatan (2)
Pelaku
•Pelaku tidak mau membayar
restitusi dalam waktu 14 haru
setelah BHT (3)
•Pelaku tidak mampu membayar
restitusi (4)
Penuntut Umum
Korban/ ahliwaris
Penyerahan restitusi
Pidana kurungan pengganti
max I tahun (4), (ps 18 KUHP)
56. 56
PENCEGAHAN
Ps 56
Pencegahan tppo bertujuan mencegah sedini mungkin
terjadinya tppo
Ps 57
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan
keluarga wajib mencegah terjadinya tppo.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan,
program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk
melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah
perdagangan orang.
Penjelasan Ps 57 ayat (2) :
Yang dimaksud dengan “penanganan” meliputi antara lain :
Kegiatan pemantauan, penguatan dan peningkatan kemampuan
penegak hukum, dan para pemangku kepentingan lain.
57. 57
GUGUS TUGAS
Ps 58
(1) Untuk melaksanakan pemberantasan tppo, Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib mengambil langkah-
langkah untuk pencegahan dan penanganan tppo.
(2) Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan
langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pemerintah membentuk gugus tugas yang
beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak
hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi dan peneliti/akademisi.
(3) Pemerintah Daerah membentuk gugus tugas yang
beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah daerah,
penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi.
58. 58
(4) Gugus tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
merupakan lembaga koordinatif yang bertugas :
a. mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tppo;
b. melaksanakan advookasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerja sama;
c. memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi
rehabilitasi, pemulangan dan reintegrasi sosial;
d. memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; serta
e. melaksanakan pelaporan dan evaluasi
(5) Gugus tugas pusat dipimpin oleh seorang menteri atau pejabat
setingkat menteri yang ditunjuk berdasarkan Peraturan
Presiden.
(6) Guna mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-
langkah sebagaimanadimaksud pada ayat (2), Pemerintah dan
Pemerinah Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang
diperlukan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan
organisasi, keanggotaan, anggaran, dan mekanisme kerja
gugus tugas pusat dan daerah diatur dengan Peraturan
Presiden.
59. 59
KERJASAMA INTERNASIONAL
Ps 59
(1) Untuk mengefektifkan pencegahan dan
pemberantasan tppo, Pemerintah RI wajib
melaksanakan kerja sama internasional,
baik yang bersifat bilateral, regional,
maupun multilateral.
(2) Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk
perjanjian bantuan timbal balik masalah
pidana dan/atau kerjasama teknis lainnya.
60. 60
PERAN MASYARAKAT
Ps 60
(1) Masyarakat berperan membantu upaya
pencegahan dan penanganan korban tppo.
(2) Peran serta masyarakat diwujudkan dengan
tindakan memberikan informasi dan/atau
melaporkan adanya tppo kepada penegak
hukum atau pihak berwajib atau turut serta
menangani korban tppo.
61. 61
Ps 61
Untuk tujuan pencegahan dan penangan korban tppo, Pemerintah wajib
membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional
maupun internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, hukum, dan kebiasaan internasional yang berlaku.
Ps 62
Untuk melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan
Pasal 61, masyarakat berhak untuk memperoleh perlindungan hukum.
Penjelasan Pasal 62 yang dimaksud dengan perlindungan hukum dalam
ketentuan iini, berupa perlindungan atas:
a. keamanan pribadi,
b. kerahasiaan identitas diri
c. Penuntutan hukum sebagai akibat melaporkan secara bertanggung jawab
tppo
Ps 63
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal
61 dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
62. 62
KETENTUAN PERALIHAN
Ps 64
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, perkara
tppo yang masih dalam proses penyelesaian di
tingkat penyidikan, penuntutan , atau
pemeriksaan di sidang pengadilan, tetap
diperiksa berdasarkan undang-undang yang
mengaturnya.
63. 63
KETENTUAN PENUTUP
Ps 65
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, maka
Pasal 297 dan Pasal 324 dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
64. 64
1 (satu) Peraturan Pemerintah /PP ps 46 (2) Pembentukan Pusat
Pelayanan Terpadu
2 (dua) Peraturan Presiden /Perpres ps 58 (5) & (7)
a. Penunjukkan pimpinan Gugus Tugas Pusat
b. Susunan organisasi keanggotaan, anggaran dan
mekanisme Gugus Tugas Pusat
1 (satu) Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI. Ps 45 (2)
Pembentukan RPK di Provinsi dan Kabupaten
Ps 66
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh
Undang-Undang ini harus diterbitkan selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang
ini berlaku.