HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Dokumen ini membahas tentang definisi, struktur, siklus hidup, sel target, cara penularan, patogenesis, perjalanan penyakit, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan HIV/AIDS. Terdapat empat stadium klinis penyakit berdasarkan WHO yang digunakan untuk memantau perkembangan klinis pasien. Pengobatan utama untuk HIV/AIDS adalah terapi antiretroviral yang bertujuan menek
2. Pendahuluan
merupakan suatu syndrome → Retrovirus
yang menyerang sistem kekebalan atau
pertahanan tubuh
Penyakit AIDS → terjangkit dihampir setiap
negara didunia (pandemi), termasuk
diantaranya Indonesia
obat dan vaksin → penanggulangan HIV/AIDS
belum ditemukan.
3. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) →
menyerang sel darah putih (CD4) dan
merubahnya menjadi tempat berkembang biak
Virus HIV baru kemudian merusaknya
sehingga tidak dapat digunakan lagi.
AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) → kumpulan gejala penyakit akibat
melemah atau menghilangnya sistem
kekebalan tubuh dampak dari perkembang
biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup.
7. ETIOLOGI
HIV : virus RNA berbentuk sferis yang
termasuk retrovirus dari famili
Lentivirus.
Dua tipe HIV: HIV1 dan HIV 2.
yang paling sering terjadi
adalah HIV 1
ETIOLOGI
9. STRUKTURHIV
Retrovirus RNA
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu
bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop).
Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid).
Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan
gp 120).
Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang
rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas,
bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap
pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan
mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter,
aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi
telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
10.
11. Siklus hidup dibagi menjadi 2
fase :– Fase Pertama
• Dimulai dari melekatnya HIV pada sel host melalui
interaksi antara molekul gp120 dengan molekul
CD4 dan reseptor kemokin (CXCR4 dan CCR5)
(imunologi dasar). Kemudian diikuti dengan fusi
membrane sel HIV dengan membrane sel host. Di
dalam sel host terjadilah transkripsi DNA HIV dari
RNA HIV oleh enzim RT. DNA HIV yang terbentuk
kemudian berinteraksi dengan DNA sel host
dengan bantuan enzim integrase. DNA yang
terintegrasi disebut provirus.
12. – Fase Kedua
• Transkrip DNA HIV yang telah terintegrasi
menjadi RNA genom HIV dan mRNA kemudian
ditransport kedalam sitoplasma untuk ditranslasi
menjadi protein virus dengan bantuan enzim
protease. Genom RNA dan protein yang
terbentuk di rakit pada permukaan membrane
sel host. Terjadilah partikel HIV melalui proses
budding dengan membrane sel host sebagai
bagian lipid sampul HIV.
13. • Virus yang belum matang melepaskan diri dari
sel yang terinfeksi. Setelah melepaskan diri,
virus baru menjadi matang dengan
terpotongnya bahan baku oleh enzim pro te ase
dan kemudian dirakit menjadi virus yang siap
bekerja
14. Sel Target
• HIV adalah retrovirus yang
menggunakan RNA sebagai
genom. Untuk masuk ke
dalam sel, virus ini berikatan
dengan receptor (CD4) yang
ada di permukaan sel. Artinya,
virus ini hanya akan
menginfeksi sel yang memiliki
receptor CD4 pada
permukaannya. Karena
biasanya yang diserang
adalah sel T lymphosit (sel
yang berperan dalam sistem
imun tubuh), maka sel yang
diinfeksi oleh HIV adalah sel T
yang mengekspresikan CD4 di
permukaannya (CD4+ T cell).
15. Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel yang
merupakan target utama HIV adalah sel yang mempunyai
reseptor CD4, yaitu limfosit CD4+ (sel T helper atau Th)
dan monosit/makrofag.
19. PATOGENESIS
HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan
membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan
yaitu sel lymfosit T4.
Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4,
virus masuk kedalam target dan ia melepas
bungkusnya kemudian dengan enzym reverse
transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat
bergabung dengan DNA sel target.
Selanjutnya sel yang berkembang biak akan
mengandung bahan genetik virus.
Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel
dan berlangsung seumur hidup.
20. Respon imun terhadap HIV
Reseptor Ag-TCR dengan kompleks Ag-molekul
MHC Class II
↓Makrofag
Antigen presenting cell( APC)→ sitokin IL 1
↓Th
IL 2
↓
Aktivasi makrofag, CTLs dan sel limfosit B.
Autoaktivasi terhadap sel Th awal atau sel Th
yang belum memproduksi IL2.
21. CD 8 : Mmengikat sel yang terinfekai viruS
HIV dan mengeluarkan perforin yang
mengakibatkan kematian sel.
NK cell: limfosit dengan granula kasar sebagai
petanda CD 16 dan CD56. menhancurkan
langsung sel-sel asing, sel tumor, sel terinfeksi
virus
Antibody dependent cell mediated cytotoxicity
(ADCC)
27. Stadium bedasarkan WHO
Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak
dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi membran
mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas
yang berulang
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak
dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi
bakteri parah, dan tuberkulosis.
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak,
kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-
paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini
adalah indikator AIDS.
28. GAMBARAN KLINIS
Stadium I
Akut
KGB membesar
Limfadenopati generalisata
yang persisten
Stadium II
Persisten hepatosplenomegali
tanpa sebab yang jelas
Erupsi pruritus papular
Angular cheilitis
Eritema pada garis ginggiva
Molluscum contangiosum
Pembesaran kelenjar parotis
tanpa ada sebab yang jelas
Herpes zoster
Infeksi saluran pernapasan
atas yang kronis
Penurunan berat badan
Gangguan kulit
29. GAMBARAN KLINIS
Stadium III
Berat badan menurun (>= 10% BB)
Diare kronik > 1 bulan, disebabkan
oleh infeksi patogen bakteri seperti
spesies Salmonella, dan Shigella.
Fever tidak terdiagnosis/tidak hilang
> 1 bulan.
Oral candidiasis persisten.
infeksi oportunistik paru lainnya.
Anemia
Vulva vagina candidiasis, kronis (>=
3 bulan), tidak responsive pada
pengobatan.
TB paru.
Pneumonia bacterial yang kambuh.
Stadium IV
Malnutrisi yang tidak membaik
dengan terapi standar.
Infeksi bakteri
Pneumocytis cranii pneumonia (PCC)
Candidiasis of oesophagus, trakea,
lungs, bronchus.
Gangguan kulit --> khas : bruntus-
bruntus hitam.
Leukoplakia hairy --> putih-putih
dipinggir lidah
TB extra paru
Toxoplasmosis
HIV encephalopaty
Drug reaction
31. FAKTOR RISIKO
Penjaja seks laki-laki atau perempuan
Pengguna napza suntik
Homoseksual atau lesbian
Berhubungan seks tanpa pelindung
Pernah atau sedang menderita penyakiut
infeksi menular seksual
Pernah mendapat tranfusi darah atau
resipient produk darah
Suntik, tato, tindik dengan menggunakan
alat non steril
35. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Deteksi virus:
1. menggunakan PCR untuk mendeteksi viral
load
2. hitung jumlah limfosit
Tes hitung jumlah CD 4: <200
Tes antibodi HIV
1. ELISA
2. Tes konfirmasi dengan menggunakan
western Blot
36. STADIUM KLINIS HIV/AIDS
STADIUM1: ASIMPTOMATIK
1. Tidak ada penurunan berat badan
2. Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata
Persisten
STADIUM2: SAKIT RINGAN
1. Penurunan BB 5-10%
2. ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
5. Ulkus mulut berulang
6. Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
7. Dermatitis seboroik
8. Infeksi jamur kuku
37. STADIUM3: SAKIT SEDANG
1. Penurunan berat badan > 10%
2. Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
3. Kandidosis oral atau vaginal
4. Oral hairy leukoplakia
5. TB Paru dalam 1 tahun terakhir
6. Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
7. TB limfadenopati
8. Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
9. Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
38. STADIUM4: SAKIT BERAT
1. Sindroma wasting HIV
2. Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
3. Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
4. Kandidosis esophageal
5. TB Extraparu*
6. Sarkoma kaposi
7. Retinitis CMV*
8. Abses otak Toksoplasmosis*
9. Encefalopati HIV
10.Meningitis Kriptokokus*
11.Infeksi mikobakteria non-TB meluas
39. Penatalaksanaan
secara umum penatalaksanaan ODHA terbagi
menjadi:
Pengobatan untuk menekan replikasi virus
HIV dengan obat antiretroviral (ARV).
Pengobatan untuk mengatasi berbagai
penyakit infeksi oportunistik dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS.
Pengobatan suportif
41. No Nama Golongan Fungsi
1 NRTI (nucleoside reverse-
transcriptase inhibitor )
penghambat kuat enzim
reversetranscriptase dari RNA
menjadi DNA yang terjadi
sebelum penggabungan DNA
virus dengan kromosom sel
inang.
2 NNRTI (non-nucleoside
reverse-transcriptase inhibitor
(NNRTI)
menghambat aktivitas enzim
reverse-transcriptase dengan
mengikat secara langsung
tempat yang aktif pada enzim
tanpa aktivasi sebelumnya.
3 PI (Protease Inhibitor ) menghambat enzim protease
HIV yang dibutuhkan untuk
memecah prekursor poliprotein
virus dan membangkitkan
fungsi protein virus.
43. StadiumKlinis Bila tersedia pemeriksaan CD4
Jika tidak tersedia pemeriksaan
CD4
1
Terapi antiretroviral dimulai bila
CD4 <200
Terapi ARV tidak diberikan
2 Bila jumlah total limfosit <1200
3
Jumlah CD4 200 – 350/mm3
,
pertimbangkan terapi sebelum
CD4 <200/mm3
.
Pada kehamilan atau TB:
•Mulai terapi ARV pada semua
ibu hamil dengan CD4 350
•Mulai terapi ARV pada semua
ODHA dengan CD4 <350 dengan
TB paru atau infeksi bakterial
berat
Terapi ARV dimulai tanpa
memandang jumlah limfosit total
4
Terapi ARV dimulai tanpa
memandang jumlah CD4
44. Obat ARV direkomendasikan:
› Pada semua pasien yang telah menunjukan gejala yang
termasuk dalam criteria diagnosis AIDS atau menunjukan
gejala yang sangat berat tanpa melihat jumlah limfosit
CD4+
› Pada semua pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+
kurang dari 200 sel/mm3
Pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200-350
sel/mm3
dapat ditawarkan untuk memulai terapi.
Pada pasien asimptomatik dengan limfosit lebih dari
350 sel/mm3
dan virallo ad lebih dari 100.000 kopi/ml
terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula ditunda.
46. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien
dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3
dan
virallo ad kurang dari 100.000 kopi/ml.
Kondisi khusus: pengobatan profilaksis pada orang
yang terpapar cairan tubuh yang mengandung virus
HIV (po st e xpo sure pro phylaxis) dan pencegahan
penularan dari ibu ke bayi
47.
48. INFEKSI OPORTUNISTIK
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang
timbul akibat penurunan kekebalan tubuh.
Infeksi ini dapat timbul karena mikroba
(bakteri, jamur, virus) yang berasal dari luar
tubuh, maupun yang sudah ada dalam tubuh
manusia namun dalam keadaan normal
terkendali oleh kekebalan tubuh.
49. Cytomegalovirus (CMV) selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening
CMV, retinitis (dengan penurunan fungsi penglihatan)
Ensefalopati HIV a
Herpes simpleks, ulkus kronik (lebih dari 1 bulan), bronchitis, pneumonitis, atau esofagitis
Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu
Isosporiasis, dengan diare kronis (> 1 bulan)
Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru
Kandidiasis esophagus
Kanker serviks invasif
Koksidioidomikosis, diseminata, atau ekstraparu
Kriptokokosis, ekstraparu
Kriptokosporidiosis, dengan diare kronis (> 1 bulan)
Leukoensefalopati multifocal progresif
Limfoma Burkitt
Limfoma imunoblastik
Limfoma primer pada otak
Mycobacterium avium complex atau M. kansasii, diseminata atau ekstraparu
Mycobacteriumi tuberculosis, di paru atau ekstraparu
Mycobacteriumi spesies lain atau tak teridentifikasi, di paru atau ekstraparu
Pneumonia Pneumocystis carinii
Pneumonia rekuren b
Sarkoma Kaposi
Septikemia Salmonella rekuren
Toksoplasmosis otak
Wasting syndrome c
50. a
Terdapat gejala klinis gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang
mengganggu kerja atau aktivitas sehari-hari, tanpa dapat dijelaskan
oleh penyebab lain selain infeksi HIV. Untuk menyingkirkan penyakit
lain dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi dan pemeriksaan pencitraan
otak(CT scan atau MRI)
b
Berulang lebih dari satu episode dalam1 tahun
c
Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% ditambah diare kronik
(minimal 2 kali selama > 30 hari), atau kelemahan kronik dan demam
lama (>30 hari, intermiten, atau konstan) tanpa dapat dijelaskan oleh
penyakit/kondisi lain (missal kanker, tuberkulosis, enteritis spesifik)
selain HIV.
51. PROGNOSIS
Mortalitas pasien AIDS mendekati 100% tetapi
dengan adanya pengobatan ARV bermanfaat
menurunkan morbiditas & mortalitas dini akibat
infeksi oportunistik.
52. PENANGGULANGAN
Program yang dianjurkan oleh WHO :
1. Pendidikan kesehatan reproduksi
2. Program penyuluhan sebaya
3. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna
narkotik
4. Program pendidikan agama
5. Program layanan pengobatan infeksi menular seksual
6. Program promosi kondom
7. Program pengadaan tempat untuk tes HIV
8. Dukungan untuk anak jalanan
9. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
dengan pemberian obat ARV.
53. Kesimpulan
AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan karena
penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh Hum an
Im uno de ficie ncy Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi melalui
mukosa genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah
melalui jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah
yang terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin.
Secara umum, obat ARV dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yakni:
nucle o side re ve rse transcriptase inhibito rs (NRTI) , no n-nucle o side re ve rse
transcriptase inhibito rs (NNRTI), dan pro te ase inhibito rs (PI).
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan
banyak Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini
yang terbebas dari HIV.
54. Daftar Pustaka
Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S,
eds. Buku ajar ilm u pe nyakit dalam . 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2006
Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2002.
Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related disorders. In: Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL. editors. Ha rriso n’s Principle s o f Inte rna lMe dicine . 17th
ed.
The United States of America: McGraw-Hill
Kelompok Studi Khusus AIDS FKUI. In: Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z, editors. Infe ksi o po rtunistik pada
AIDS. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2005.
Laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia. 2009 [cited 2009 March 10]. Available at url:
http://www.aidsindonesia.or.id
Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S,
eds. Buku ajar ilm u pe nyakit dalam . 4th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2006
Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In: Akib AA, Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B,
Muktiarti D, editors. HIV infe ctio n in infants a nd childre n in Indo ne sia : curre nt challe ng e s in m ana g e m e nt.
Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM 2009
Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. “Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang Dewasa dan
Remaja” edisi ke-2, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan 2007
UNAIDS-WHO. Report on the global HIV/AIDS epidemic 2010: executive summary. Geneva. 2010.
Yayasan Spiritia. Sejarah HIV di Indonesia. 2009 [cited 2009 April 8]; Available from:
http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1040