SlideShare a Scribd company logo
1 of 47
1
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS PADA ANAK
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1
I GUSTI AYU AGUNG WIRA ROHENI ( 2214201135 )
NI MADE RINI ( 2214201140 )
PUTU CYNTHIA DEWI ( 2214201144 )
I GEDE APRILLEO SUARDIKA ( 2214201146 )
EUSEBIO APARICIOFREITAS DE FATIMA G ( 2214201150 )
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN PROGRAM B
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2023
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena dengan
rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktumya.Makalah dengan judul” Asuhan Keperawatan HIV/AIDS pada Anak, yang di
ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Keperawatan Anak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah membaca
makalah ini, demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Bali, 22 Mei 2023
Kelompok 1
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 1
A. LATARBELAKANG ………………………………………… 1
B. TUJUAN PENYUSUNAN…………………………………… 1
C. MANFAAT PENULISAN …………………………………… 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS ……………………………….. 5
A. KONSEP MEDIK ……………………………………………. 5
DEFINISI …………………………………………...... 3
ETOLOGI …………………………………………....... 3
PATOFISIOLOGI …………………………………...... 7
MANIFESTASI KLINIS …………………………......... 8
PEMERIKSAAN PENUNJANG …………………........ 9
PENATALAKSANAAN …………………………....... 10
B. KONSEP KEPERAWATAN ………………………............. 14
PENGKAJIAN.…………………………………......... 14
BAB III PEMBAHASAN …….………………………………… 17
ANALISA DATA ......................................................... 17
DIAGNOSA KEPERAWATAN ….………………...... 18
INTERVENSI ................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 20
4
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus
yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini
akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membaran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV,
seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan
dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfuse darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin,
atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta
jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu
epidemic paling menghancurkan pada sejarah. Di Indonesia menurut laporan kasus
kumulatif HIV/AIDS sampai 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen
PP&PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
5
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang
terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kematian. Angka ini tidak
mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah
membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000-
130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan
Indis, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
1.1 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep teori HIV AIDS dan asuhan keperawatan pada pasien anak
penderita HIV AIDS?
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi AIDS
2. Untuk mengetahui etiologi AIDS
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS
4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien HIV AIDS
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. PENGERTIAN
1) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
2) AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
3) AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Jadi, HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu
sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama
karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
2. ETIOLOGI
Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh
virus immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1
(HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga
ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag.
HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus.
Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.
HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam
bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
7
 Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein
struktur yang dirujuk pada ukurannya.
 Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang
terinfeksi dengan beban virus tinggi.
 Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa
molekul transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA
virus yang menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA
virus sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128 )
 HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong
terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )
 Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang
terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan
gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk
memulai infeksi virus.
 Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu tat,
vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya
dapat dipakai sebagai target terapi.
 Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua
sekresi dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).
3. MACAM INFEKSI HIV
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi
menjadi tiga Tahap :
1) Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan
limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan
pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara
klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok,
mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah
CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
8
2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+
secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar
limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa
tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan
viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3) Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan,
diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya
dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap
semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200
sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk,
1998 : 143 )
4. PATOFISIOLOGI
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan
transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama
sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia
melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya
untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung
menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel
imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel
limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang penting sebagai
daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh)
berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk
melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga
terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan
dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem
imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis
9
dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi
HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman
selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap.
Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari
orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak langsung dengan
darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan intravena, kontak
seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang
menunjukkan infeksi HIV didapat melalui kontak biasa.
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :
1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi
(disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus
AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan
hemofili)
3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).
( Cecily L. Betz , 2002 : 210)
10
PATOGENESIS HIV-1
Jarum suntik Transfusi
Ibu
Hub sexual
Sel Host
CD4+
Internalisasi
Enzim RT-ase
Transkripsi terbalik
Mengubah RNA
menjadi DNA
Integritas DNA
provirus ke Host
Transkripsi / translasi
& propagasi virus
Limfosit T Aliran darah / mukosa
Kel. Limfe
Hiperplasi
folikel
Replikasi
virus masit
Kel. Getah
bening perifer
Transplasental Perinatal
Limfadenopati Viremia Lim B
Destruksi sel
CD4
Bertahap
Inf. Akut
Laten
Krisis
Kel. Sel. B
Pe Ab
spesifik
Pe Ig
total
Hiper gamma
globulinemia
Respon IgM
me
Inf. Oportunistik
Keganasan sekunder
AIDS
Tahan sitopatik HIV
Gangguan fungsi monosit & makrofag
AIDS
SSP
Penyebaran patogenesis
- Kematoksis 
- Fagositosis 
Monosit
makrorag
11
AIDS
1.
Inf. Oportunistik
SSP
Mata
Cryptococcus
Toxoplasma
Candida
Mycobacterium
TB
Tumor
Meningitis
Encepalitis
Demensia
Gangguan psikomotor
Kejang-kejang
Ensepalopati
CM V
Toxoplasma
Perivaskulitis
Retinitis
Hidung Sinusitis
Mulut Jamur  oral thrush
Stomatitis herpes
Parotitis
Kandidiasis oral / faring
Paru Pnemonia pneumocystis carinii (PPC)
Cytomegalovirus
Mycobacterium avium intracellare / M. TB
Lymphoid interstitial pneumonitis
Virus epstein – Barr  bronkopneumonia
Jantung Kardiomiopati  DC
Limpa Splenomegali
pankreas Pankreatitis (trauma akibat pemberian pentamidin)
Hepar hepatitis
GI track Diare
Malabsorbsi
Salmonella
CMV
Kandida
Herpes simplex
Cryptosporodium
Camphilobacter
Kel. limfe Limfodenopati
Ginjal Focal glomerulosclerosis
Mesangial hyperplasia
Proteinuria
Kulit Dermatitis (Ekzema s/d pyoderma gangrenosum & scabies
Darah Trombocytopenia, Neutropeni, Anemi
12
2. Hypergammaglobulinemia
3. Penurunan limf. T sel CD4 + absolut (limfosit  200 / mm3)
4. Keganasan sekunder  sarkoma kaposi
 kanker, tumor
5. Penurunan BB
13
VIREMIA
SSP
Sal. napas
Paru Hidung
Alveolar Sinusitis
Pneumonitis
interstisiel
Eksudasi
Akumulasi
sekret
Batuk
spontan Tidak spontan
Obstruksi sel
napas
Akumulasi
sekret
Kerusakan
pertukaran
gas
Ronki / tridor
Bersihan
jalan napas
Dispneu
Perub. Pola napas
Suplai O2 
Fatique Pe perfusi
Intoleran aktifitas
Hepar & lien
- Hepatomegali
- Splenomegali
Nyeri
Hipotalamus
Pirogen
Termostat
Hipertermi
Vasodilatasi
PD
Kejang2
Vasodilatasi
Kelj. Sebasea
Resiko injuri
Keringat
Erithema
Integritas
kulit
Otak
Meningitis
Ensefalitis
Ensefalopathy
Vasodilatasi PD
G3 neuro
psikiatrik
G3 neuropati
Immobilitas
fisik
G3 motorik
- Demensia
- Pe fungsi
kognitif
Pe TIK
Atralgia & / mialgia
Nyeri
Istirahat tidur
Batang otak
Menekan N. Vagus
Simpatis 
Jantung Lambung Usus
Takikardi
TD
Kardiomegali
Kardiomiopati
DC
peHCL
Mual,
muntah,
anorexia
Nutrisi
BB
pe
peristaltik
Mal
absorbsi
Diare
Defisit /
hipovolume
Dehidrasi
Peperfusi
Ginjal
Oligouria
Eliminasi
uri
- Turgor 
- Mata cowong
- Ubun-ubun
cekung
- Mukosa kering
Keseim-
bangan
cairan
Eliminasi
alvi
Resiko G3
integritas
kulit
14
5. MANIFESTASI KLINIS
Bayi dan Anak
Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi
penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau
kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan
anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun.
Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada
penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik
"penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat mematikan
adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi terinfeksi HIV-1
merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea, dispnea dan
hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler alveolar (mis ;
proses radang interstisial). Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus
bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi
fleksibel dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista
maupun tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa
banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr,
virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait
mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis
jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+..
Reaktivasi PPC tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang
mempunyai perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC
(trimetropim-sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita
pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah
esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai
anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan diobati
dengan amfoterisin B dan ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral, sepertii
Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex biasanya
15
menimbulkan gejala saluran cerna, dan herpes virus menimbulkan komplikasi
retina, paru, hati, dan neurologist. M. tuberculosis dan malaria yang tersebar di
seluruh dunia adalah patogen oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma
relatif tidak sering pada penderita terinfeksi HIV-1 pediatri.
(Behrman,dkk,2002: 1129 )
Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah
2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
8) Diare kronik atau kambuhan
9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11) Sariawan Orofaring
12) Trombositopenia
13) Infeksi bakteri seperti meningitis
14) Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
Remaja
Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit yang
asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini diikuti tanda
dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum
tinbulnya infeksi oportunistik dan keganasan.Tanda dan gejala tersebut antara
lain:
16
1) Demam
2) Malaise
3) Keletihan
4) Keringat malam
5) Penurunan berat badan yang tidak nyata
6) Diare kronik atau kambuhan
7) Limfadenopati umum
8) Kandidiasis aral
9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 )
Kategori Klinis HIV
1) Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
2) Kategori A : Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :
 Limfadenopati
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Dermatitis
 Parotitis
 Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten, sinusitis, atau
otitis media
3) Kategori B : Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan
kekurangan kekebalan karena infeksi HIV . Contoh dari kondisi-kondisi
tersebut adalah sebagai berikut :
 Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
 Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
 Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
 Kardiomiopati
17
 Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
 Diare, kambuhan atau kronik
 Hepatitis
 Stomatitis herpes, kambuhan
 Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum
berusia 1 bulan
 Herpes zoster, dua atau lebih episode
 Leimiosarkoma
 Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid
pulmoner (LIP/PLH)
 Nefropati
 Nokardiosis
 Varisela zoster persisten
 Demam persisten >1 bulan
 Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam
 Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi )
4) Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut :
 Infeksi balterial multipel atau kambuhan
 Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
 Koksidioidomikosis, intestinal kronik
 Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai pada umur
> 1 bulan.
 Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).
 Ensefalopati HIV.
 Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau
esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.
 Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.
 Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan).
18
 Sarkoma kaposi.
 Limfoma, primer di otak.
 Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).
 Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii,
diseminata atau ekstrapulmoner.
 Pneumonia Pneumocystis carinii.
 Leukoensefalopati multifokal progresif.
 Septikemia salmonella kambuhan.
 Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.
 Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 )
6. PENDEKATAN DIAGNOSA
Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari pada
orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang
meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai
diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering
membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat
merupakan antibodi yang berasal dari ibunya, karena antibodi ini dapat
menembus plasenta, yang dapat menetap berada dalam darah si anak sampai
berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka memerlukan pemeriksaan serial
dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada
umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan
menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM
atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan
spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio T4:T8)
4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.
19
Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur.
Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM maupun
IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste Blot. Dapat
pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa, ataupun DNA –
virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini tentunya
mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi. Metoda lain yang sedang
dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody Production), dengan mencari sel-
sel penghasil antibodi dari darah bayi.
WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut :
Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila :
1. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-kurangnya
didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-gejala ini bukan
disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi
HIV.
2. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor dengan
ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut WHO).
Gejala Mayor :
a) Penurunan berat badan atau kegagalan pertumbuhan.
b) Diare kronik (lebih dari 1 bulan)
c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)
d) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah dan menetap
Gejala Minor :
b) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegali
c) Kandidiasis mulut dan faring
d) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitis
e) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan)
f) Dermatitis yang menyelurh
g) Ensefalitis
20
Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas “positive
predictive value”nya yang rendah. Pada umumnya digunakan hanya untuk
melakukan surveillance epidemiologi.
Untuk keperluan pencatatan dalam melaksanakan surveillance epidemiologi,
CDC telah membuat klasifikasi penderita AIDS pada anak sebagai berikut :
(lihat tabel 2)
Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun menurut
Center for Disease Control (CDC)
Klas Subklas / kategori
P-0 Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)
P1 Infeksi yang asimtomatik
Subklas A : Fungsi immun normal
Subklas B : Fungsi immun tak normal
Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
P-2 Infeksi yang simtomatik
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala menetap
lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip
Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis
Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana
tercantum dalam daftar definisi surveillance CDC
untuk AIDS
Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang
Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunder
Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam
daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS
Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan karena
infeksi AIDS
Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan oleh
infeksi H HIV
Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai
dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related Complex (ARC)”.
Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis interstitialis, diare
menahun, infeksi berulang, kandidiasis mulutyang menetap, serta pembesaran
hepar, namun belum ada infeksi oportunistik atau keganasan.
21
Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula
diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3
Tabel 3. Kriteria AIDS Related Complex (ARC) pada anak (CDC)
Kriteria Mayor :
- Pneumonitis interstitialis
- “Oral Thrush” yang menetap / berulang
- Pembesaran kelenjar parotis
Kriteria Minor :
- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)
- Pembesaran hepar dan lien
- Diare menahun / berulang
- Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”)
- Ensefalopati idiopatik progresip
Kriteria Laboratorium :
- Peningkatan IgA / IgM dalam serum
- Perbandingan T4/T8 terbalik
- IVAP rendah
Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor. Serta 2
kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan.
7. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1) Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) –
mendeteksi
antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk skrining HIV pada
individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2) Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya antibodi
terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3) Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4) Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi
asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.
22
5) Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.
6) HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak
mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat
ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang
terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
2) Limfopenia.
3) Anemia, trombositopenia.
4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )
7) Haemophilus influenzae tipe B
8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
9) Penurunan persentase CD4+.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan
dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi
terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau antigen HIV,
maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif,
berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut
dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi
HIV yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain
yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia dikatakan “Seroreverter”.
( Cecily L. B, 2002, 212 )
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
I. Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti
terinfeksi HIV.
23
Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang berasal
dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya segala tindakan
terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk tetap
memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan
untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi
HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.
II. Penatalaksanaan bayi/anak yang telah tertular
1. Terhadap Etiologi
Diberikan obat-obata antiretroviral
Tabel 4. Macam-macam antiretroviral
Golongan obat Nama generik Singkatan
Nucleoside-reserve
Transcriptase
Azidotimidin/zidovudin
Didanosin
Stavudin
Zalbitabin
Lamivudin
AZT
DDI
D4T
DDC
3TC
Protease Inhibitor (PI) Indinavir
Ritonavir
Saquinavir
IDV
Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin
Pada pemberian pengobatan dengan antiretroviral sebagai indikator
pemakaian/ kemajuan sering dipakai perhitungan jumlah CD4 serta
menghitung beban viral (viral load).
24
Tabel 5. Terapi antiretroviral menurut tahapan klinis infeksi-HIV
Keadaan klinis penyakit Pedoman terapi
Sindroma Retroviral Akut (2-4 minggu
setelah terpajan)
PI + (1 atau 2 NRTI)
Asimtomatik dengan beban virus
< 10.000/ml
Didanosin
Kombinasi 2 NRTI
Simtomatik / asimtomatik
Dengan beban virus > 10.000/ml
PI + (1 atau 2 NRTI)
Berlanjutnya penyakit setelah terapi
dengan 2 NRTI
Pindah ke terapi PI – NRTI
Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali sehari
peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa
memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui
bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV positif, dapat diobati
dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya pada bayi / anak pengukuran
viral-load penting karena rentang jumlah CD4 yang sangat bervariasi
selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4
minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek mempengaruhi
proses replikasi virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m2
, diberikan
secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti peroral selama
1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu setengah kali dosis intravena.
Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya segera
membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian pemberian obat.
Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73% dapat bertahan sampai 44
minggu.
25
Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan :
- Adanya peningkatan berat badan
- Pengecilan hepar dan lien
- Penurunan immunoglobulin (IgG, IgM)
- Peningkatan T4
- Perbaikan klinis / radiologis
- Peningkatan jumlah trombosit
2. Terhadap Infeksi Sekunder
2.1 Infeksi Protozoa
Yang terpenting terhadap : Penumocystis carinii, Toxoplasma dan
Cryptosporidium.
2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia
(Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)
a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis
tunggal.
b. Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi, hipoglikemia
dan gangguan fungsi ginjal
c. Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4 dosis.
Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada infeksi yang berat
dapat diberikan kortikosteroid.
2.1.2 Terhadap Toxoplasma
Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral / space
occupying lesions
a. Pyrimethamine (oral), 12,5-25 mg/hari
b. Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari
2.1.3 Terhadap Cryptosporidium
Dapat menyebabkan diare kronik. Obat kausal spiramycine, yang
penting pengobatan suportif dan simtomatik terutama rehidrasi.
26
2.2 Infeksi Jamur
Manifestasi klinik berupa kandidiasis, pada umumnya memberikan
respon yang baik dengan nystatin topikal amfoterisin B. 0,3 – 0,5
mg/kg/hari, ketoconazole 5 mg/kg/hr.
2.3 Infeksi Virus
Yang penting : Virus herpes, cytomegalovirus (CMV), papovavirus
(penyebab progressive multifocal leucoencephalopaty / PML)
a. Acyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 3 dosis diberikan
selama 7 hari.
b. Gancyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 2 dosis baik untuk
CM
Di samping obat-obat di atas, perlu dipertimbangkan pemberian :
1. Vaksinasi dengan vaksin influenza A dan influenza B, setiap tahun.
2. Pemberian amantidin untuk pencegahan infeksi virus influenza A.
3. Immunoglobulin Varicella-Zoster 125 u/kg (maksimum 625 u).
Diberikan dalam waktu 96 jam setelah kontak dengan penderita.
4. Immunoglobulin campak : 0,5 ml/kg (maksimum 15 ml) dalam
waktu 6 hari setelah kontak dengan penderita
2.4 Infeksi Bakteria
Yang penting adalah : Mycobacterium TBC, Mycobacterium avium intra
cellulare, streptococcus, staphylococcus, dll. Diatasi dengan pemberian
antibiotika yang spesifik. Kadang-kadang dipertimbangkan pemberian
immunoglobulin.
27
3. Mengatasi Status Defisiensi Immun
Pada umumnya pemberian obat-obatan pada keadaan ini tidak banyak
memberikan keuntungan. Obat yang pernah dicoba :
a. Biological respons modifier, misalnya alpha / gamma interferron,
interleukin 2, thymic hormon, tranplantasi sumsum tulang,
transplantasi timus.
b. Immunomodulator misalnya isoprinosine.
4. Mengatasi Neoplasma
Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih bersifat
lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah lanjut, hanya
radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi / interferron.
5. Pemberian Vaksinasi
Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV, masih
mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang baik sampai
berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah berusia di atas
2 tahun, bahkan ada yang mengatakan menghilang pada umur 4 tahun.
Karenanya vaksinasi rutin sesuai dengan “Program Pengembangan
Immunisasi yang ada di Indonesia dapat tetap diberikan, dengan
pertimbangan yang lebih terhadap pemberian vaksin hidup, terutama
BCG dan Polio.
Tabel 2 Penetapan kategori imun berdasarkan usia dan jumlah CD4
Kategori Imun
Kelompok Usia :
Jumlah CD4 dan Persentase
0 – 11 bulan 1 – 5 tahun 6 – 12 tahun
1) Tidak ada tanda-
tanda supresi
2) Tanda-tanda
supresi sedang
3) Tanda supresi
hebat
>1500
>25%
750-1499
15-25%
<750
<15%
>1000
>25%
500-999
15-25%
<500
<15%
>500
>25%
200-499
15-25%
<200
<15%
28
9. PENCEGAHAN
Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan resiko
infeksi janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke 14-34
kehamilan yang belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit CD4 yang
jumlahnya lebih dari 200 sel/mm³tanpa gejala klinis AIDS. Ibu mendapat terapi
zidovudin oral ( 100 mg lima kali sehari ) selama sisa masa kehamilan.
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg
diberikan selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam
hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup
zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir. Hal ini
mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5% .
( Behrman, dkk, 1999 : 653 )
B. KONSEP ASKEP
1. PENGKAJIAN
1.1 Anamnese
1.1.1 Identitas
- AIDS pada anak di bawah umur 13 tahun di Amerika, 13% merupakan
akibat kontaminasi dengan darah, 5% akibat pengobatan hemofilia, 80%
tertular dari orang tuanya.
- Anak yang terinfeksi pada masa perinatal, rata-rata umur 5 – 17 bulan
terdiagnosa sebagai AIDS.
- Terbanyak meninggal 1 tahun setelah dibuat diagnosis
- Study perspektif di Afrika menunjukan angka kematian anak usia lebih
dari 15 bulan lahir dari ibu HIV (+) sebesar 16,5%  penyebab
terbanyak diare akut/ kronik dan pnemonie berulang.
1.1.2 Keluhan Utama
- Demam dan diare berkepanjangan
29
- Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia  keadaan yang gawat
1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
- Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
- Diare lebih dari 1 bulan
- Demam yang berkepanjangan ( lebih dari 1 bulan )
- Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak putih
- Limphadenophati yang menyeluruh
- Infeksi berulang (otitis media, pharingitis)
- Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
- Dermatitis yang menyeluruh
1.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat pemberian tranfusi antara tahun 1978 - 1985
1.1.5 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Orang tua yang terinfeksi HIV
- Penyalahgunaan zat
1.1.6 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
- Ibu selama hamil terinfeksi HIV  50% tertular untuk anaknya
- Penularan dapat terjadi pada minggu ke 9 – 20 dari kehamilan
- Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi
- Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu.
1.1.7 Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
Kegagalan pertumbuhan (failure to thrive)
1.1.8 Riwayat Makanan
Anoreksia, mual, muntah
30
1.1.9 Riwayat Imunisasi
Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
4 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
6 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
12 bulan Tes Tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, Polio, MMR
24 bulan Vaksin Pnemokokkus
4 – 6 tahun DPT, Polio, MMR
14 – 16 Tahun DT, Campak
- Immunisasi BCG tidak boleh diberikan  kuman hidup
- Immunisasi polio harus diberikann inactived poli vaccine, bukan tipe live
attenuated polio vaccine  virus mati bukan virus hidup
- Immunisasi dengan vaksin HIV diberikan setelah ditemukan HIV (+)
1.2 Pemeriksaan
1.2.1 Sistem Penginderaan :
 Pada Mata :
- Cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina,
sytomegalovirus retinitis dan toxoplasma choroiditis,
perivasculitis pada retina.
- Infeksi pada tepi kelompak mata (blefaritis) : mata merah,
perih, gatal, berair, banyak sekret serta berkerak.
31
- Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat
kekuningan, tunggal / multiple, pada satu / kedua mata 
toxoplasma gondii
 Pada Mulut : Oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa,
periodontitis, sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak
merah datar, kemudian menjadi biru, sering pada palatum.
 Pada telinga : otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran.
1.2.2 Sistem Pernafasan : Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak
nafas, tachipnea, hipoxia, nyeri dada, nafas pendek waktu istirahat,
gagal nafas.
1.2.3 Sistem pencernaan : BB menurun, anoreksia, nyeri menelan,
kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa oral,
faringitis, kandidiasis esofagus, kandidiasis mulut, selaput lendir
kering, pembesaran hati, mual, muntah, kolitis akibat diare kronik
pembesaran limpha.
1.2.4 Sistem Kardiovaskuler.
 Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat.
 Gejala congestive heart failure sekunder akibat kardiomiopati
karena HIV.
1.2.5 Sistem Integumen :
 Varicela : Lesi sangat luas vesikula yang besar, hemorragie
menjadi nekrosis timbul ulsera.
 Herpes zoster : vesikula menggerombol, nyeri, panas, serta
malaise.
 Eczematoid skin rash, pyodermia, scabies
 Pyodermia gangrenosum dan scabies sering dijumpai.
1.2.6 Sistem Perkemihan
 Air seni kurang, anuria
 Proteinurea
32
1.2.7 Sistem Endokrin : Pembesaran kelenjar parotis, limphadenophati,
pembesaran kelenjar yang menyeluruh
1.2.8 Sistem Neurologi
 Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku.
 Nyeri otot, kejang-kejang, ensefalophati, gangguan psikomotor.
 Penurunan kesadaran, delirium.
 Serangan CNS : meningitis.
 Keterlambatan perkembangan .
1.2.9 Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot, nyeri persendian, letih,
gangguan gerak (ataksia)
1.2.10 Psikososial
 Orang tua merasa bersalah.
 Orang tua merasa malu.
 Menarik diri dari lingkungan .
1.3 Pemeriksaan Penunjang
1.3.1 Pemeriksaan Laboratorium :
 Darah :
- Leukosit dan hitung jenis darah putih ............. neutropenia
(neutrofil < 1000 / mm3
)
- Hitung trombosit ............ trombositopenia (trombosit <
100.000 / mm3
)
- Hb dan konsentrasi Hb ............ Anemia (Hb < 8 g/dl)
- Limfopenia CD4+ (limfosit  200 / mm3
)
- LFT
- RFT
 Pemeriksaan lain : urinalisis (protein uria), kultur urine,
 Tes tuberculin (TB + indurasi  5 mm)
33
1.3.2 Tes Antibodi Anti-HIV  Tes Esali
1.3.3 Tes Western Blot (WB).
1.3.4 Tes PCR (Polymerase Chain Reaction) 
 Menemukan beberapa macam gen HIV yang bersenyawa di dalam
DNA sel yang terinfeksi.
 Mengetahui apakah bayi yang lahir dari ibu dengan HIV(+).
1.3.5 Kardiomegali  pada foto rontgen.
1.3.6 EKG terlihat hipertrofi ventrikel dan kelainan gelombang T.
1.3.7 Pungsi Lumbal.
1.3.8 Bronkoskopi ( untuk mendeteksi adanya PPC ).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.1 Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
2.2 Resiko terjadi infeksi (transmisi) sehubungan dengan virus yang menular.
2.3 Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan
nyeri, anoreksia, diare.
2.4 Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan infeksi oportunistik saluran
dari pernafasan, penurunan tidak volume dampak dari pengobatan, bakteri,
pnemoni, anemia.
2.5 Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan diare dampak dari
infeksi oportunistik saluran pencernaan.
2.6 Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diare.
2.7 Perubahan / gangguan mukosa membran mulut sehubungan dengan lesi
sekunder membran mukosa dampak dari jamur dan infeksi herpes / radang
mukosa dampak dari pengobatan dan hygiene oral yang tidak adekuat.
2.8 Hipertermi sehubungan dengan Infeksi HIV, infeksi oportunistik,
pengobatan.
2.9 Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan neurologis.
2.10 Ketidakefektifan koping keluarga sehubungan dengan penyakit menahun
dan progresif.
34
2.11 Kurang pengetahuan sehubungan dengan perawatan anak yang kompleks
di rumah.
3. INTERVENSI
3.1 Prioritas Keperawatan.
1) Mencegah atau meminimalkan infeksi.
2) Memaksimalkan masukan nutrisi.
3) Meningkatkan kedekatan, pertumbuhan, & perkembangan.
4) Memberikan informasi pada orang tua tentang proses penyakit ,
prognosis & kebutuhan tindakan. ( Doenges, 2001 : 723 )
3.2 Tujuan Pulang
1) Bebas dari infeksi oportunistik / nasokomial.
2) Meningkatkan berat badan dengan sesuai.
3) Melakukan ketrampilan khusus sesuai kelompok usia dalam lingkup /
tingkat perkembangan yang ada.
4) Orang tua / pemberi asuhan memahami kondisi / prognosis & kebutuhan
tindakan. ( Doenges, 2001 : 724 )
3.3 Diagnosa 1
Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
Tujuan : Anak bebas dari tanda dan gejala infeksi.
Kriteria Hasil :
 Tanda-tanda vital dalam batas normal.
 Badan tampak lebih kuat / berenergi.
 Tidak ada tanda-tanda kemerahan pada tubuh.
 Anak tidak terserang batuk dan rhinorhea.
 Jumlah sel darah putih dan hitung jenis dalam batas normal.
 Kulit tidak abrasi / rash
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji tanda-tanda infeksi ( demam, peningkatan nadi, peningkatan RR,
kelemahan tubuh / letargi ).
35
R. Deteksi secara dini menurunkan resiko infeksi nosokomial / infeksi
lain.
2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R. Adanya perubahan dari tanda vital merupakan indikator terjadinya
infeksi.
3. Berikan antibiotik, anti viral, anti jamur sesuai advis dokter.
R. Membunuh kuman penyebab.
4. Berikan Intra Venus Gamma Globulin sesuai advis dokter.
R. Memperkecil resiko kambuh.
5. Gunakan teknik aseptik dengan prosedur yang tepat.
R. Menurunkan resiko kolonisasi bakteri dan memutus rantai penularan
dari klien lain / lingkungan ke anak atau sebaliknya.
6. Kaji batuk, hidung tersumbat, pernafasan cepat dan suara nafas tambahan
tiap 8 jam.
R. Mendeteksi secara dini infeksi saluran pernafasan.
7. Pertahankan higiene pulmonar yang adekuat dengan cara :
 Tiup balon untuk fungsi paru.
 Suction mulut jika perlu.
 Jika anak mampu anjurkan untuk bermain secara aktif.
R. Aktifitas dapat membantu dalam penyesuaian penggunaan oksigen
serta memperkuat otot-otot pernafasan.
8. Monitor SDP dan hitung jenis setiap hari.
R. Untuk memonitor terjadinya neutropenia.
9. Kaji kulit setiap hari.
R. Memonitor adanya rash, lesi, drainage.
10. Jaga kulit tetap bersih, kering dan kelembaban baik.
R. Perlindungan terhadap kulit dan membersihkan kulit secara teratur
dapat mengangkat bahan-bahan penyebab iritasi dan melindungi kulit
dari kerusakan yang lebih parah.
36
11. Ajarkan dan jelaskan pada keluarga dan pengunjung tentang pencegahan
secara umum (universal).
R. Kejelasan mengenai pencegahan akan menyiapkan keluarga /
pengunjung turut serta memutuskan rantai penularan HIV/AIDS.
12. Instruksikan pada seluruh pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan
sesudah memasuki ruangan pasien.
R. Dengan mencuci tangan yang benar akan memutus rantai penularan.
13. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien.
R. Untuk mencegah kontaminasi silang dengan klien lain.
14. Gunakan sarung tangan ketika kontak dengan darah / cairan tubuh,
jaringan, kulit dan atau permukaan tubuh yang terkontaminasi, untuk
antisipasi gunakan baju pelindung, untuk menghindari percikan darah
gunakan masker dan pelindung mata.
R. Proteksi diri terhadap cairan tubuh.
15. Tempatkan jarum suntik sesegera mungkin dalam tempat yang kedap air
dan tidak mudah tembus jarum.
R. Proteksi diri terhadap perlukaan.
16. Kontak personal dengan anak tanpa menggunakan sarung tangan,
masker, baju pelindung ketika melakukan kontak bicara mengukur tanda
vital dan menyuapi.
R. Mengurangi rasa terisolir secara fisik dan menciptakan suatu kontak
sosial yang positif.
3.4 Diagnosa 2
Resiko terjadi infeksi (transmisi) sehubungan dengan virus yang menular.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi (transmisi).
Kriteria Hasil : Anak bebas dari infeksi / komplikasi.
Intervensi dan Rasional :
1. Gunakan isolasi ketat sesuai protokol, pencegahan penyakit menular.
R. Isolasi ketat dapat menghambat mata rantai penyebaran infeksi.
2. Perlindungan ketat dengan prosedur cuci tangan.
37
R. Dengan mencuci tangan yang benar akan memutus rantai penularan.
3. Gunakan alat-alat yang disposible.
R. Mencegah kontaminasi silang.
3.5 Diagnosa 3
Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan
nyeri, anoreksia, diare.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
 Berat badan meningkat.
 Intake dan output seimbang.
 Turgor kulit baik.
 Anak mengkonsumsi diet berkalori tinggi.
Intervensi dan Rasional :
1. Timbang berat badan setiap hari.
R. Memonitor kurangnya BB dan efektifitas intervensi nutrisi yang
diberikan.
2. Monitor intake dan output tiap 8 jam dan turgor kulit.
R. Memonitor intake kalori dan insufisiensi kualitas konsumsi makanan.
3. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein.
R. Dengan TKTP akan meningkatkan tumbuh kembang secara adekuat.
4. Rencanakan makanan enteral atau parenteral.
R. Bila intake nutrisi oral inadekuat.
3.6 Diagnosa 4
Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan infeksi oportunistik saluran
dari pernafasan, bakteri pnemonia.
Tujuan : Pertukaran gas normal.
Kriteria Hasil :
 Respirasi normal dengan ciri frekuensi, irama dan kedalaman normal.
 Tidak ada PCH (pernafasan cuping hidung), dengkuran nafas, retraksi.
38
 Suara nafas bersih pada semua lapisan paru.
 Saturasi O2 dan BGA normal.
 Tidak sianosis.
 Tidak takikardi atau takipnea.
 Tidak ada perubahan pada status mental.
 Klien mampu batuk secara efektif.
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji fungsi respirasi dengan mengkaji tipe RR, PCH, retraksi, warna
kulit dan warna kuku.
R. Peningkatan frekuensi nafas, adanya retraksi merupakan tanda
adanya konsolidasi dari paru. Sianosis merupakan indikasi adanya
penurunan kadar oksigen dalam darah.
2. Monitor BGA.
R. Mengukur asam basa darah arteri, mendeteksi secara dini terjadinya
hipoksemia.
3. Kaji tanda-tanda gangguan pertukaran gas ( sianosis, takikardia,
takipnea, kecemasan / gelisah, iritabilitas, perubahan status mental ).
R. Untuk mendeteksi gangguan secara dini dapat segera dilakukan
tindakan.
4. Atur posisi klien agar ventilasi paru maksimal dan efektif (misal : posisi
semi fowler)
R. Diafragma lebih rendah dapat meningkatkan ekspansi dada.
5. Berikan O2 sesuai keperluan.
R. Memaksimalkan transport oksigen dalam jaringan.
6. Tingkatkan intake jaringan.
R. Hidrasi membantu menurunkan viskositas sekret dan mempermudah
pengeluaran.
7. Anjurkan anak batuk secara efektif, chest fisioterapi nafas.
R. Batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mempertahankan
bersihan jalan nafas. Postural drainge dan perkusi merupakan
39
tindakan pembersihan yang penting untuk mengeluarkan sekret dan
memperbaiki ventilasi.
8. Suction sekret jika perlu.
R. Bila mekanisme pembersihan jalan nafas (batuk) tidak efektif,
dilakukan suction.
9. Gunakan aktifitas yang tidak terlalu banyak menggunakan energi selama
periode istirahat.
R. Pemeliharaan keseimbangan antara kebutuhan dengan keadaan /
kondisi klien mempercepat proses penyembuhan merangsang
mekanisme koping emosional yang positif.
3.7 Diagnosa 5
Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan diare dampak dari
infeksi oportunistik saluran pencernaan atau reaksi dari pengobatan.
Tujuan : Hidrasi baik.
Kriteria Hasil :
 Intake dan output seimbang.
 Kadar elektrolit tubuh dalam batas normal.
 Penekanan daerah perifer kembali dalam waktu kurang dari 3 detik.
 Pengeluaran urine minimal perjam 1-2 cc/kg/BB.
Intervensi dan Rasional :
1. Kolaborasi pemberian cairan iv sesuai keperluan.
R. Menggantikan kehilangan cairan akibat diare.
2. Berikan cairan sesuai indikasi / toleransi.
R. Mempertahankan status hidrasi pada keadaan diare.
3. Ukur intake dan output termasuk urine, tinja dan emisi.
R. Deteksi keseimbangan cairan dalam tubuh.
4. Monitor kadar elektrolit dalam tubuh.
R. Mempertahankan kadar elektrolit dalam batas normal.
5. Kaji tanda vital, waktu penekanan daerah perifer, turgor kulit, mukosa
membran, ubun-ubun tiap 4 jam.
40
R. Kehilangan cairan yang aktif secara terus menerus akan
mempengaruhi tanda vital dalam mempertahankan aktivitasnya.
6. Monitor urine tipa 6-8 jam/ sesuai keperluan.
R. Pemekatan urine merupakan respon terhadap kurangnya air.
3.8 Diagnosa 6
Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diare.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Kriteria Hasil :
 Warna kemerahan memudar pada daerah yang teriritasi dan
menunjukkan tanda-tanda penyembuhan.
 Kulit utuh, bersih dan kering.
Intervensi dan Rasional :
1. Ganti popok / celana anak bila basah.
R. Kondisi basah merupakan area kontaminasi yang baik sebagai media
pertumbuhan organisme pathogenik.
2. Bersihkan pantat dan keringkan setiap kali BAB.
R. Mencegah iritasi pada kulit.
3. Gunakan salep / lotion.
R. Untuk melindungi kulit dari iritasi.
3.9 Diagnosa 7
Perubahan / gangguan mukosa membran mulut sehubungan dengan lesi
membran mukosa dampak dari jamur dan infeksi herpes / radang mukosa
dampak dari pengobatan dan higiene oral yang tidak adekuat.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan mukosa mulut.
Kriteria Hasil :
 Mukosa mulut lembab.
 Tidak ada lesi.
 Kebersihan mulut cukup.
 Anak / orang tua mampu mendemonstrasikan teknik kebersihan mulut
secara fektif.
41
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji membran mukosa mulut.
R. Candidiasis oral, herpes, stomatitis, sarkoma kaposis merupakan
penyakit oportunistik yang biasanya mempengaruhi membran
mukosa.
2. Berikan pengobatan sesuai advis dokter.
R. Membunuh kuman penyebab.
3. Perawatan mulut tiap 2 jam.
R. Bibir yang kering dan jaringan yang teriritasi menjadi media
perkembangbiakan yang baik bagi bakteri dan jamur, kebersihan
mulut yang dilakukan secara teratur dapat mengubah pH mulut dan
menghambat pertumbuhan jamur.
4. Gunakan sikat gigi yang lembut untuk membersihkan gigi, gusi dan
lidah.
R. Mencegah pengiritasian mukosa.
5. Oleskan normal saline tiap 4 jam dan sesudah membersihkan mulut.
R. Merupakan cara yang efisien untuk menghangatkan membran
mukosa oral yang mengalami inflamasi.
6. Kolaborasi pemberian profilaksis (ketanozole, fluconazole) selama
pengobatan.
R. Sebagai anti jamur untuk mematikan kuman.
7. Gunakan antiseptik oral.
R. Untuk mencegah kuman patogen.
8. Check up gigi secara teratur .
R. Mencegah kerusakan gigi / caries dental.
3.10 Diagnosa 8
Hipertermia sehubungan dengan infeksi HIV, infeksi oportunistik
pengobatan.
Tujuan : Anak menunjukkan temperatur normal.
Kriteria Hasil :
42
 Suhu tubuh 36o
C – 37o
C.
 Ekspresi anak nyaman.
 Kulit tidak panas, berkeringat.
Intervensi dan Rasional :
1. Ukur tanda vital terutama temperatur tiap 2 – 4 jam selama masa febris
(> 38o
C).
R. Adanya peningkatan suhu yang terlalu lama meningkatkan
metabolisme dan kehilangan cairan melalui penguapan serta
menentukan tindakan penanganannya.
2. Gunakan antipiretik sesuai keperluan.
R. Membantu menurunkan panas dari pusat pengatur suhu tubuh di
hipotalamus anterior.
3. Beri kompres hangat, beri kipas angin.
R. Melancarkan aliran darah, membantu menurunkan panas dan
memberikan rasa nyaman klien.
4. Ganti linen dan baju selama masa diaforesis.
R. Membantu penguapan panas dengan lebih mudah.
3.11 Diagnosa 9
Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan neurologis.
Tujuan : Pertumbuhan perkembangan sesuai dengan usia.
Kriteria Hasil :
 Aktifitas perkembangan anak sesuai dengan usia dari segi personal /
sosial, bahasa, kognitif dan motorik.
 Mampu berinteraksi sesuai dengan umur dan kondisi.
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji tingkat perkembangan anak sesuai garis usia ( DDST ).
R. Untuk mendeteksi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Kaji sistem neorologis.
R. Untuk mendeteksi gangguan pada sistem neorologi.
3. Beri anak stimulasi berupa mainan dan terapi permainan.
43
R. Rangsangan terhadap sensori mempengaruhi terhadap belajar anak
dan perkembangan anak.
4. Anjurkan orang tua untuk berinteraksi dengan anak dalam perawatan /
permainan
R. Kehadiran orang tua akan memberi rasa aman pada anak dan
mencurahkan perhatian pada anak.
5. Kolaborasi dengan spesialis anak tentang tumbuh kembang.
R. Memberikan bantuan untuk menetapkan stimulasi / rangsangan
sensori atau merencanakan pemeriksaan lain secara dini.
6. Anjurkan menciptakan suasana layaknya di rumah .
R. Agar anak tidak takut dan merasa aman berada di lingungan asing.
7. Anjurkan (sesuai usia) tentang perawatan dir sehari-hari : makan, mandi
dan berpakaian
R. Pemenuhan kebutuhan dasar akan memberikan keseimbangan
dengan stressor yang dialami anak.
3.12 Diagnosa 10
Ketidakefektifan koping keluarga sehubungan dengan penyakit menahun dan
kongestif.
Tujuan : Koping keluarga efektif.
Kriteria Hasil :
 Orang tua mampu mengekspresikan secara verbal tentang rasa takut,
perasaan bersalah, rasa kehilangan.
 Orang tua mampu mengenali kebutuhan dirinya, dan cara memecahkan
masalah serta menganalisa kekuatan diri dan support sosial.
 Orang tua mampu mengambil keputusan yang tepat.
 Orang tua turut serta dalam perawatan anak.
Intervensi dan Rasional :
1. Konseling keluarga
R. Membantu keluarga menerima kondisi anak termasuk melewati fase
krisis sehingga dapat bersikapsupportif pada anak.
44
2. Observasi ekspresi orang tua tentang rasa takut, bersalah dan kehilangan.
R. Ungkapan perasaan merupakan sarana menurunkan ketegangan yang
efektif.
3. Diskusikan dengan orang tua tentang kekuatan diri dan koping
mekanisme dengan mengindentifikasi support sosial.
R. Stigma terhadap AIDS dan resiko kontak dengan penyakit AIDS
menimbulkan perubahan yang berarti pada koping keluarga.
4. Libatkan orang tua dalam perawatan anak.
R. Keterlibatan orang tua dapat meningkatkan kepercayaan anak pada
dokter dan perawat.
5. Monitor interaksi orang tua – anak.
R. Mengamati hubungan ayah dan ibu terhadap anak dengan HIV /
AIDS.
6. Monitor tingkah laku orang tua.
R. Mengamati kemampuan orang tua sebagai role model, ekspresi
verbal pada anak dengan HIV / AIDS.
3.13 Diagnosa 11
Kurang pengetahuan sehubungan perawatan anak yang kompleks di rumah.
Tujuan : Secara verbal keluarga dapat mengungkapkan atau menjelaskan
proses penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV /
AIDS.
Kriteria Hasil :
 Orang tua mampu menjelaskan secara global tentang diagnosa, proses
penyakit dan kebutuhan home care.
 Orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping dan dosis obat.
 Orang tua memahami tentang kebutuhan yang khusus bagi anaknya.
 Orang tua mampu menjelaskan bagaimana HIV menular.
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji pemahaman tentang diagnosa, proses penyakit dan kebutuhan home
care.
45
R. Pemahaman yang memadai, meningkatkan sikap kooperatif keluarga
dalam merawat anak.
2. Jelaskan daftar pengobatan, efek samping obat dan dosis.
R. Kewaspadaan terhadap efek samping obat akan meningkatkan
kewaspadaan penggunaan dosis obat.
3. Jelaskan dan demonstrasikan cara perawatan khusus.
R. Memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam merawat anak
dengan HIV/AIDS.
4. Jelaskan cara penularan HIV dan bagaimana cara pencegahannya.
R. Mendapatkan informasi yang terarah akan merasa mampu dan
percaya diri untuk merawat anaknya.
5. Anjurkan cara hidup yang normal pada anak
R. Mencegah terjadinya diskriminasi dan penolakan lingkungan pada
anak dengan HIV/AIDS.
4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan
untuk masing-masing diagnosa. Prinsip pelaksanaan tindakan perawatan anak
dengan HIV/AIDS adalah :
1) Menjaga fungsi pernafasan.
2) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
3) Mencegah terjadinya infeksi nosokomial / infeksi lain / komplikasi.
4) Mencegah terjadi infeksi ( transmisi ).
5) Mempertahankan keseimbangan kebutuhan nutrisi dan cairan.
6) Memberikan informasi dan ketrampilan pada keluarga tentang proses
penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV / AIDS.
7) Memperhatikan tumbuh kembang anak terhadap dampak dari penyakitnya
dan hospitalisasi.
8) Menjaga keutuhan kulit.
9) Mempertahankan kebersihan mulut.
46
5. EVALUASI
Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap :
1) Mengukur pencapaian tujuan.
2) Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian
yang telah ditetapkan.
( RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR , 2000 )
47
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC
Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta :
EGC
Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC
Robbins, dkk (1998) Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC
RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.
Syahlan, JH (1997) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media
Wartono, JH (1999) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga Pengembangan
Informasi Indonesia

More Related Content

Similar to Askep_AIDS_Pd_Anak_Klp_1[1].doc

Similar to Askep_AIDS_Pd_Anak_Klp_1[1].doc (20)

Makalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aidsMakalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aids
 
Makalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aidsMakalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aids
 
Makalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aidsMakalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aids
 
Makalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aidsMakalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aids
 
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docxASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
 
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docxASKEP HIV AIDS KEL 9  (Riswan,Nina,Eka).docx
ASKEP HIV AIDS KEL 9 (Riswan,Nina,Eka).docx
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Lp dan askep hiv
Lp dan askep hivLp dan askep hiv
Lp dan askep hiv
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Hiv bumil
Hiv bumilHiv bumil
Hiv bumil
 
Konsep hiv
Konsep hivKonsep hiv
Konsep hiv
 
Laporan pendahuluan hiv
Laporan pendahuluan hivLaporan pendahuluan hiv
Laporan pendahuluan hiv
 
Makalah hiv
Makalah hivMakalah hiv
Makalah hiv
 
Hiv aids tropis i
Hiv aids tropis iHiv aids tropis i
Hiv aids tropis i
 
Xii tkj 2 hiv aids
Xii tkj 2 hiv aidsXii tkj 2 hiv aids
Xii tkj 2 hiv aids
 
Whatis hivaids
Whatis hivaidsWhatis hivaids
Whatis hivaids
 
Asuhan Keperawatan HIV ariani.docx
Asuhan Keperawatan HIV ariani.docxAsuhan Keperawatan HIV ariani.docx
Asuhan Keperawatan HIV ariani.docx
 
Hiv (human imunodefeficiency virus)
Hiv (human imunodefeficiency virus)Hiv (human imunodefeficiency virus)
Hiv (human imunodefeficiency virus)
 

Recently uploaded

MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfBangKoko
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptssuser551745
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptssuserbb0b09
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasariSatya2
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUNYhoGa3
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxindah849420
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxYudiatma1
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdfbendaharadakpkmbajay
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptkhalid1276
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAcephasan2
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptUserTank2
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptxNezaPurna
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptRekhaDP2
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfsrirezeki99
 

Recently uploaded (20)

MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 

Askep_AIDS_Pd_Anak_Klp_1[1].doc

  • 1. 1 MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS PADA ANAK DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 I GUSTI AYU AGUNG WIRA ROHENI ( 2214201135 ) NI MADE RINI ( 2214201140 ) PUTU CYNTHIA DEWI ( 2214201144 ) I GEDE APRILLEO SUARDIKA ( 2214201146 ) EUSEBIO APARICIOFREITAS DE FATIMA G ( 2214201150 ) PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN PROGRAM B INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI 2023
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena dengan rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktumya.Makalah dengan judul” Asuhan Keperawatan HIV/AIDS pada Anak, yang di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Keperawatan Anak. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah membaca makalah ini, demi perbaikan dimasa yang akan datang. Bali, 22 Mei 2023 Kelompok 1
  • 3. 3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………… i DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 1 A. LATARBELAKANG ………………………………………… 1 B. TUJUAN PENYUSUNAN…………………………………… 1 C. MANFAAT PENULISAN …………………………………… 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS ……………………………….. 5 A. KONSEP MEDIK ……………………………………………. 5 DEFINISI …………………………………………...... 3 ETOLOGI …………………………………………....... 3 PATOFISIOLOGI …………………………………...... 7 MANIFESTASI KLINIS …………………………......... 8 PEMERIKSAAN PENUNJANG …………………........ 9 PENATALAKSANAAN …………………………....... 10 B. KONSEP KEPERAWATAN ………………………............. 14 PENGKAJIAN.…………………………………......... 14 BAB III PEMBAHASAN …….………………………………… 17 ANALISA DATA ......................................................... 17 DIAGNOSA KEPERAWATAN ….………………...... 18 INTERVENSI ................................................................. 19 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 20
  • 4. 4 BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membaran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfuse darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemic paling menghancurkan pada sejarah. Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP&PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
  • 5. 5 sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kematian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000- 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan Indis, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia. 1.1 Rumusan Masalah Bagaimana konsep teori HIV AIDS dan asuhan keperawatan pada pasien anak penderita HIV AIDS? 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi AIDS 2. Untuk mengetahui etiologi AIDS 3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS 4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien HIV AIDS
  • 6. 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. PENGERTIAN 1) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171). 2) AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09). 3) AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17). Jadi, HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. 2. ETIOLOGI Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh virus immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1 (HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag. HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus. Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama. HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
  • 7. 7  Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein struktur yang dirujuk pada ukurannya.  Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang terinfeksi dengan beban virus tinggi.  Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa molekul transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus yang menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128 )  HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )  Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk memulai infeksi virus.  Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu tat, vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya dapat dipakai sebagai target terapi.  Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua sekresi dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ). 3. MACAM INFEKSI HIV Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap : 1) Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
  • 8. 8 2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun. 3) Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 ) 4. PATOFISIOLOGI Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu. HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis
  • 9. 9 dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan intravena, kontak seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat melalui kontak biasa. Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV : 1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun. 2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofili) 3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi. 4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ). ( Cecily L. Betz , 2002 : 210)
  • 10. 10 PATOGENESIS HIV-1 Jarum suntik Transfusi Ibu Hub sexual Sel Host CD4+ Internalisasi Enzim RT-ase Transkripsi terbalik Mengubah RNA menjadi DNA Integritas DNA provirus ke Host Transkripsi / translasi & propagasi virus Limfosit T Aliran darah / mukosa Kel. Limfe Hiperplasi folikel Replikasi virus masit Kel. Getah bening perifer Transplasental Perinatal Limfadenopati Viremia Lim B Destruksi sel CD4 Bertahap Inf. Akut Laten Krisis Kel. Sel. B Pe Ab spesifik Pe Ig total Hiper gamma globulinemia Respon IgM me Inf. Oportunistik Keganasan sekunder AIDS Tahan sitopatik HIV Gangguan fungsi monosit & makrofag AIDS SSP Penyebaran patogenesis - Kematoksis  - Fagositosis  Monosit makrorag
  • 11. 11 AIDS 1. Inf. Oportunistik SSP Mata Cryptococcus Toxoplasma Candida Mycobacterium TB Tumor Meningitis Encepalitis Demensia Gangguan psikomotor Kejang-kejang Ensepalopati CM V Toxoplasma Perivaskulitis Retinitis Hidung Sinusitis Mulut Jamur  oral thrush Stomatitis herpes Parotitis Kandidiasis oral / faring Paru Pnemonia pneumocystis carinii (PPC) Cytomegalovirus Mycobacterium avium intracellare / M. TB Lymphoid interstitial pneumonitis Virus epstein – Barr  bronkopneumonia Jantung Kardiomiopati  DC Limpa Splenomegali pankreas Pankreatitis (trauma akibat pemberian pentamidin) Hepar hepatitis GI track Diare Malabsorbsi Salmonella CMV Kandida Herpes simplex Cryptosporodium Camphilobacter Kel. limfe Limfodenopati Ginjal Focal glomerulosclerosis Mesangial hyperplasia Proteinuria Kulit Dermatitis (Ekzema s/d pyoderma gangrenosum & scabies Darah Trombocytopenia, Neutropeni, Anemi
  • 12. 12 2. Hypergammaglobulinemia 3. Penurunan limf. T sel CD4 + absolut (limfosit  200 / mm3) 4. Keganasan sekunder  sarkoma kaposi  kanker, tumor 5. Penurunan BB
  • 13. 13 VIREMIA SSP Sal. napas Paru Hidung Alveolar Sinusitis Pneumonitis interstisiel Eksudasi Akumulasi sekret Batuk spontan Tidak spontan Obstruksi sel napas Akumulasi sekret Kerusakan pertukaran gas Ronki / tridor Bersihan jalan napas Dispneu Perub. Pola napas Suplai O2  Fatique Pe perfusi Intoleran aktifitas Hepar & lien - Hepatomegali - Splenomegali Nyeri Hipotalamus Pirogen Termostat Hipertermi Vasodilatasi PD Kejang2 Vasodilatasi Kelj. Sebasea Resiko injuri Keringat Erithema Integritas kulit Otak Meningitis Ensefalitis Ensefalopathy Vasodilatasi PD G3 neuro psikiatrik G3 neuropati Immobilitas fisik G3 motorik - Demensia - Pe fungsi kognitif Pe TIK Atralgia & / mialgia Nyeri Istirahat tidur Batang otak Menekan N. Vagus Simpatis  Jantung Lambung Usus Takikardi TD Kardiomegali Kardiomiopati DC peHCL Mual, muntah, anorexia Nutrisi BB pe peristaltik Mal absorbsi Diare Defisit / hipovolume Dehidrasi Peperfusi Ginjal Oligouria Eliminasi uri - Turgor  - Mata cowong - Ubun-ubun cekung - Mukosa kering Keseim- bangan cairan Eliminasi alvi Resiko G3 integritas kulit
  • 14. 14 5. MANIFESTASI KLINIS Bayi dan Anak Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun. Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik "penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat mematikan adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi terinfeksi HIV-1 merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea, dispnea dan hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler alveolar (mis ; proses radang interstisial). Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi fleksibel dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+.. Reaktivasi PPC tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang mempunyai perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC (trimetropim-sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ). Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan diobati dengan amfoterisin B dan ketokonazol. Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral, sepertii Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex biasanya
  • 15. 15 menimbulkan gejala saluran cerna, dan herpes virus menimbulkan komplikasi retina, paru, hati, dan neurologist. M. tuberculosis dan malaria yang tersebar di seluruh dunia adalah patogen oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma relatif tidak sering pada penderita terinfeksi HIV-1 pediatri. (Behrman,dkk,2002: 1129 ) Manifestasi klinisnya antara lain : 1) Berat badan lahir rendah 2) Gagal tumbuh 3) Limfadenopati umum 4) Hepatosplenomegali 5) Sinusitis 6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang 7) Parotitis 8) Diare kronik atau kambuhan 9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan 10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten 11) Sariawan Orofaring 12) Trombositopenia 13) Infeksi bakteri seperti meningitis 14) Pneumonia Interstisial kronik Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris. Remaja Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit yang asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini diikuti tanda dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum tinbulnya infeksi oportunistik dan keganasan.Tanda dan gejala tersebut antara lain:
  • 16. 16 1) Demam 2) Malaise 3) Keletihan 4) Keringat malam 5) Penurunan berat badan yang tidak nyata 6) Diare kronik atau kambuhan 7) Limfadenopati umum 8) Kandidiasis aral 9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 ) Kategori Klinis HIV 1) Kategori N : Tidak bergejala Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV 2) Kategori A : Gejala ringan Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :  Limfadenopati  Hepatomegali  Splenomegali  Dermatitis  Parotitis  Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten, sinusitis, atau otitis media 3) Kategori B : Gejala sedang Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan kekurangan kekebalan karena infeksi HIV . Contoh dari kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut :  Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari  Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis  Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan  Kardiomiopati
  • 17. 17  Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan  Diare, kambuhan atau kronik  Hepatitis  Stomatitis herpes, kambuhan  Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan  Herpes zoster, dua atau lebih episode  Leimiosarkoma  Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH)  Nefropati  Nokardiosis  Varisela zoster persisten  Demam persisten >1 bulan  Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam  Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi ) 4) Kategori C : Gejala Hebat Anak dengan kondisi berikut :  Infeksi balterial multipel atau kambuhan  Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus  Koksidioidomikosis, intestinal kronik  Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai pada umur > 1 bulan.  Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).  Ensefalopati HIV.  Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.  Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.  Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan).
  • 18. 18  Sarkoma kaposi.  Limfoma, primer di otak.  Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).  Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii, diseminata atau ekstrapulmoner.  Pneumonia Pneumocystis carinii.  Leukoensefalopati multifokal progresif.  Septikemia salmonella kambuhan.  Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.  Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 ) 6. PENDEKATAN DIAGNOSA Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari pada orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi yang berasal dari ibunya, karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat menetap berada dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka memerlukan pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan spesifitas sampai 98%. Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar : 1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi. 2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan 3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio T4:T8) 4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.
  • 19. 19 Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur. Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM maupun IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste Blot. Dapat pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa, ataupun DNA – virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini tentunya mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi. Metoda lain yang sedang dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody Production), dengan mencari sel- sel penghasil antibodi dari darah bayi. WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut : Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila : 1. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV. 2. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor dengan ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan- keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV. Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut WHO). Gejala Mayor : a) Penurunan berat badan atau kegagalan pertumbuhan. b) Diare kronik (lebih dari 1 bulan) c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan) d) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah dan menetap Gejala Minor : b) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegali c) Kandidiasis mulut dan faring d) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitis e) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan) f) Dermatitis yang menyelurh g) Ensefalitis
  • 20. 20 Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas “positive predictive value”nya yang rendah. Pada umumnya digunakan hanya untuk melakukan surveillance epidemiologi. Untuk keperluan pencatatan dalam melaksanakan surveillance epidemiologi, CDC telah membuat klasifikasi penderita AIDS pada anak sebagai berikut : (lihat tabel 2) Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun menurut Center for Disease Control (CDC) Klas Subklas / kategori P-0 Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection) P1 Infeksi yang asimtomatik Subklas A : Fungsi immun normal Subklas B : Fungsi immun tak normal Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa P-2 Infeksi yang simtomatik Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala menetap lebih 2 bulan) Subklas B : Gejala neurologis yang progressip Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis Subklas D : Penyakit infeksi sekunder Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana tercantum dalam daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain Subklas E : Kanker sekunder Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan karena infeksi AIDS Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan oleh infeksi H HIV Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related Complex (ARC)”. Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis interstitialis, diare menahun, infeksi berulang, kandidiasis mulutyang menetap, serta pembesaran hepar, namun belum ada infeksi oportunistik atau keganasan.
  • 21. 21 Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3 Tabel 3. Kriteria AIDS Related Complex (ARC) pada anak (CDC) Kriteria Mayor : - Pneumonitis interstitialis - “Oral Thrush” yang menetap / berulang - Pembesaran kelenjar parotis Kriteria Minor : - Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1) - Pembesaran hepar dan lien - Diare menahun / berulang - Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”) - Ensefalopati idiopatik progresip Kriteria Laboratorium : - Peningkatan IgA / IgM dalam serum - Perbandingan T4/T8 terbalik - IVAP rendah Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor. Serta 2 kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan. 7. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK 1) Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) – mendeteksi antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun). 2) Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV. 3) Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi. 4) Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.
  • 22. 22 5) Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV. 6) HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi). Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan. 1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8. 2) Limfopenia. 3) Anemia, trombositopenia. 4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM). 5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus). 6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili ) 7) Haemophilus influenzae tipe B 8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut. 9) Penurunan persentase CD4+. Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau antigen HIV, maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia dikatakan “Seroreverter”. ( Cecily L. B, 2002, 212 ) 8. PENATALAKSANAAN MEDIS I. Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti terinfeksi HIV.
  • 23. 23 Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang berasal dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya segala tindakan terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk tetap memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%. II. Penatalaksanaan bayi/anak yang telah tertular 1. Terhadap Etiologi Diberikan obat-obata antiretroviral Tabel 4. Macam-macam antiretroviral Golongan obat Nama generik Singkatan Nucleoside-reserve Transcriptase Azidotimidin/zidovudin Didanosin Stavudin Zalbitabin Lamivudin AZT DDI D4T DDC 3TC Protease Inhibitor (PI) Indinavir Ritonavir Saquinavir IDV Non-Nucleoside-Reserve Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin Pada pemberian pengobatan dengan antiretroviral sebagai indikator pemakaian/ kemajuan sering dipakai perhitungan jumlah CD4 serta menghitung beban viral (viral load).
  • 24. 24 Tabel 5. Terapi antiretroviral menurut tahapan klinis infeksi-HIV Keadaan klinis penyakit Pedoman terapi Sindroma Retroviral Akut (2-4 minggu setelah terpajan) PI + (1 atau 2 NRTI) Asimtomatik dengan beban virus < 10.000/ml Didanosin Kombinasi 2 NRTI Simtomatik / asimtomatik Dengan beban virus > 10.000/ml PI + (1 atau 2 NRTI) Berlanjutnya penyakit setelah terapi dengan 2 NRTI Pindah ke terapi PI – NRTI Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali sehari peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV positif, dapat diobati dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya pada bayi / anak pengukuran viral-load penting karena rentang jumlah CD4 yang sangat bervariasi selama masa pertumbuhannya. Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4 minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek mempengaruhi proses replikasi virus. Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m2 , diberikan secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti peroral selama 1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu setengah kali dosis intravena. Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya segera membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian pemberian obat. Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73% dapat bertahan sampai 44 minggu.
  • 25. 25 Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan : - Adanya peningkatan berat badan - Pengecilan hepar dan lien - Penurunan immunoglobulin (IgG, IgM) - Peningkatan T4 - Perbaikan klinis / radiologis - Peningkatan jumlah trombosit 2. Terhadap Infeksi Sekunder 2.1 Infeksi Protozoa Yang terpenting terhadap : Penumocystis carinii, Toxoplasma dan Cryptosporidium. 2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia (Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP) a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis tunggal. b. Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi, hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal c. Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4 dosis. Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada infeksi yang berat dapat diberikan kortikosteroid. 2.1.2 Terhadap Toxoplasma Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral / space occupying lesions a. Pyrimethamine (oral), 12,5-25 mg/hari b. Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari 2.1.3 Terhadap Cryptosporidium Dapat menyebabkan diare kronik. Obat kausal spiramycine, yang penting pengobatan suportif dan simtomatik terutama rehidrasi.
  • 26. 26 2.2 Infeksi Jamur Manifestasi klinik berupa kandidiasis, pada umumnya memberikan respon yang baik dengan nystatin topikal amfoterisin B. 0,3 – 0,5 mg/kg/hari, ketoconazole 5 mg/kg/hr. 2.3 Infeksi Virus Yang penting : Virus herpes, cytomegalovirus (CMV), papovavirus (penyebab progressive multifocal leucoencephalopaty / PML) a. Acyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 3 dosis diberikan selama 7 hari. b. Gancyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 2 dosis baik untuk CM Di samping obat-obat di atas, perlu dipertimbangkan pemberian : 1. Vaksinasi dengan vaksin influenza A dan influenza B, setiap tahun. 2. Pemberian amantidin untuk pencegahan infeksi virus influenza A. 3. Immunoglobulin Varicella-Zoster 125 u/kg (maksimum 625 u). Diberikan dalam waktu 96 jam setelah kontak dengan penderita. 4. Immunoglobulin campak : 0,5 ml/kg (maksimum 15 ml) dalam waktu 6 hari setelah kontak dengan penderita 2.4 Infeksi Bakteria Yang penting adalah : Mycobacterium TBC, Mycobacterium avium intra cellulare, streptococcus, staphylococcus, dll. Diatasi dengan pemberian antibiotika yang spesifik. Kadang-kadang dipertimbangkan pemberian immunoglobulin.
  • 27. 27 3. Mengatasi Status Defisiensi Immun Pada umumnya pemberian obat-obatan pada keadaan ini tidak banyak memberikan keuntungan. Obat yang pernah dicoba : a. Biological respons modifier, misalnya alpha / gamma interferron, interleukin 2, thymic hormon, tranplantasi sumsum tulang, transplantasi timus. b. Immunomodulator misalnya isoprinosine. 4. Mengatasi Neoplasma Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih bersifat lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah lanjut, hanya radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi / interferron. 5. Pemberian Vaksinasi Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV, masih mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang baik sampai berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah berusia di atas 2 tahun, bahkan ada yang mengatakan menghilang pada umur 4 tahun. Karenanya vaksinasi rutin sesuai dengan “Program Pengembangan Immunisasi yang ada di Indonesia dapat tetap diberikan, dengan pertimbangan yang lebih terhadap pemberian vaksin hidup, terutama BCG dan Polio. Tabel 2 Penetapan kategori imun berdasarkan usia dan jumlah CD4 Kategori Imun Kelompok Usia : Jumlah CD4 dan Persentase 0 – 11 bulan 1 – 5 tahun 6 – 12 tahun 1) Tidak ada tanda- tanda supresi 2) Tanda-tanda supresi sedang 3) Tanda supresi hebat >1500 >25% 750-1499 15-25% <750 <15% >1000 >25% 500-999 15-25% <500 <15% >500 >25% 200-499 15-25% <200 <15%
  • 28. 28 9. PENCEGAHAN Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan resiko infeksi janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke 14-34 kehamilan yang belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit CD4 yang jumlahnya lebih dari 200 sel/mm³tanpa gejala klinis AIDS. Ibu mendapat terapi zidovudin oral ( 100 mg lima kali sehari ) selama sisa masa kehamilan. Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg diberikan selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam hingga bersalin. Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir. Hal ini mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5% . ( Behrman, dkk, 1999 : 653 ) B. KONSEP ASKEP 1. PENGKAJIAN 1.1 Anamnese 1.1.1 Identitas - AIDS pada anak di bawah umur 13 tahun di Amerika, 13% merupakan akibat kontaminasi dengan darah, 5% akibat pengobatan hemofilia, 80% tertular dari orang tuanya. - Anak yang terinfeksi pada masa perinatal, rata-rata umur 5 – 17 bulan terdiagnosa sebagai AIDS. - Terbanyak meninggal 1 tahun setelah dibuat diagnosis - Study perspektif di Afrika menunjukan angka kematian anak usia lebih dari 15 bulan lahir dari ibu HIV (+) sebesar 16,5%  penyebab terbanyak diare akut/ kronik dan pnemonie berulang. 1.1.2 Keluhan Utama - Demam dan diare berkepanjangan
  • 29. 29 - Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia  keadaan yang gawat 1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang - Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik - Diare lebih dari 1 bulan - Demam yang berkepanjangan ( lebih dari 1 bulan ) - Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak putih - Limphadenophati yang menyeluruh - Infeksi berulang (otitis media, pharingitis) - Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan) - Dermatitis yang menyeluruh 1.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat pemberian tranfusi antara tahun 1978 - 1985 1.1.5 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga - Orang tua yang terinfeksi HIV - Penyalahgunaan zat 1.1.6 Riwayat Kehamilan dan Persalinan - Ibu selama hamil terinfeksi HIV  50% tertular untuk anaknya - Penularan dapat terjadi pada minggu ke 9 – 20 dari kehamilan - Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi - Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu. 1.1.7 Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Kegagalan pertumbuhan (failure to thrive) 1.1.8 Riwayat Makanan Anoreksia, mual, muntah
  • 30. 30 1.1.9 Riwayat Imunisasi Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV UMUR VAKSIN 2 bulan DPT, Polio, Hepatitis B 4 bulan DPT, Polio, Hepatitis B 6 bulan DPT, Polio, Hepatitis B 12 bulan Tes Tuberculin 15 bulan MMR, Hepatitis 18 bulan DPT, Polio, MMR 24 bulan Vaksin Pnemokokkus 4 – 6 tahun DPT, Polio, MMR 14 – 16 Tahun DT, Campak - Immunisasi BCG tidak boleh diberikan  kuman hidup - Immunisasi polio harus diberikann inactived poli vaccine, bukan tipe live attenuated polio vaccine  virus mati bukan virus hidup - Immunisasi dengan vaksin HIV diberikan setelah ditemukan HIV (+) 1.2 Pemeriksaan 1.2.1 Sistem Penginderaan :  Pada Mata : - Cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina, sytomegalovirus retinitis dan toxoplasma choroiditis, perivasculitis pada retina. - Infeksi pada tepi kelompak mata (blefaritis) : mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret serta berkerak.
  • 31. 31 - Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple, pada satu / kedua mata  toxoplasma gondii  Pada Mulut : Oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa, periodontitis, sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar, kemudian menjadi biru, sering pada palatum.  Pada telinga : otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran. 1.2.2 Sistem Pernafasan : Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak nafas, tachipnea, hipoxia, nyeri dada, nafas pendek waktu istirahat, gagal nafas. 1.2.3 Sistem pencernaan : BB menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa oral, faringitis, kandidiasis esofagus, kandidiasis mulut, selaput lendir kering, pembesaran hati, mual, muntah, kolitis akibat diare kronik pembesaran limpha. 1.2.4 Sistem Kardiovaskuler.  Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat.  Gejala congestive heart failure sekunder akibat kardiomiopati karena HIV. 1.2.5 Sistem Integumen :  Varicela : Lesi sangat luas vesikula yang besar, hemorragie menjadi nekrosis timbul ulsera.  Herpes zoster : vesikula menggerombol, nyeri, panas, serta malaise.  Eczematoid skin rash, pyodermia, scabies  Pyodermia gangrenosum dan scabies sering dijumpai. 1.2.6 Sistem Perkemihan  Air seni kurang, anuria  Proteinurea
  • 32. 32 1.2.7 Sistem Endokrin : Pembesaran kelenjar parotis, limphadenophati, pembesaran kelenjar yang menyeluruh 1.2.8 Sistem Neurologi  Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku.  Nyeri otot, kejang-kejang, ensefalophati, gangguan psikomotor.  Penurunan kesadaran, delirium.  Serangan CNS : meningitis.  Keterlambatan perkembangan . 1.2.9 Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia) 1.2.10 Psikososial  Orang tua merasa bersalah.  Orang tua merasa malu.  Menarik diri dari lingkungan . 1.3 Pemeriksaan Penunjang 1.3.1 Pemeriksaan Laboratorium :  Darah : - Leukosit dan hitung jenis darah putih ............. neutropenia (neutrofil < 1000 / mm3 ) - Hitung trombosit ............ trombositopenia (trombosit < 100.000 / mm3 ) - Hb dan konsentrasi Hb ............ Anemia (Hb < 8 g/dl) - Limfopenia CD4+ (limfosit  200 / mm3 ) - LFT - RFT  Pemeriksaan lain : urinalisis (protein uria), kultur urine,  Tes tuberculin (TB + indurasi  5 mm)
  • 33. 33 1.3.2 Tes Antibodi Anti-HIV  Tes Esali 1.3.3 Tes Western Blot (WB). 1.3.4 Tes PCR (Polymerase Chain Reaction)   Menemukan beberapa macam gen HIV yang bersenyawa di dalam DNA sel yang terinfeksi.  Mengetahui apakah bayi yang lahir dari ibu dengan HIV(+). 1.3.5 Kardiomegali  pada foto rontgen. 1.3.6 EKG terlihat hipertrofi ventrikel dan kelainan gelombang T. 1.3.7 Pungsi Lumbal. 1.3.8 Bronkoskopi ( untuk mendeteksi adanya PPC ). 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 2.1 Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. 2.2 Resiko terjadi infeksi (transmisi) sehubungan dengan virus yang menular. 2.3 Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan nyeri, anoreksia, diare. 2.4 Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan infeksi oportunistik saluran dari pernafasan, penurunan tidak volume dampak dari pengobatan, bakteri, pnemoni, anemia. 2.5 Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan diare dampak dari infeksi oportunistik saluran pencernaan. 2.6 Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diare. 2.7 Perubahan / gangguan mukosa membran mulut sehubungan dengan lesi sekunder membran mukosa dampak dari jamur dan infeksi herpes / radang mukosa dampak dari pengobatan dan hygiene oral yang tidak adekuat. 2.8 Hipertermi sehubungan dengan Infeksi HIV, infeksi oportunistik, pengobatan. 2.9 Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan neurologis. 2.10 Ketidakefektifan koping keluarga sehubungan dengan penyakit menahun dan progresif.
  • 34. 34 2.11 Kurang pengetahuan sehubungan dengan perawatan anak yang kompleks di rumah. 3. INTERVENSI 3.1 Prioritas Keperawatan. 1) Mencegah atau meminimalkan infeksi. 2) Memaksimalkan masukan nutrisi. 3) Meningkatkan kedekatan, pertumbuhan, & perkembangan. 4) Memberikan informasi pada orang tua tentang proses penyakit , prognosis & kebutuhan tindakan. ( Doenges, 2001 : 723 ) 3.2 Tujuan Pulang 1) Bebas dari infeksi oportunistik / nasokomial. 2) Meningkatkan berat badan dengan sesuai. 3) Melakukan ketrampilan khusus sesuai kelompok usia dalam lingkup / tingkat perkembangan yang ada. 4) Orang tua / pemberi asuhan memahami kondisi / prognosis & kebutuhan tindakan. ( Doenges, 2001 : 724 ) 3.3 Diagnosa 1 Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. Tujuan : Anak bebas dari tanda dan gejala infeksi. Kriteria Hasil :  Tanda-tanda vital dalam batas normal.  Badan tampak lebih kuat / berenergi.  Tidak ada tanda-tanda kemerahan pada tubuh.  Anak tidak terserang batuk dan rhinorhea.  Jumlah sel darah putih dan hitung jenis dalam batas normal.  Kulit tidak abrasi / rash Intervensi dan Rasional : 1. Kaji tanda-tanda infeksi ( demam, peningkatan nadi, peningkatan RR, kelemahan tubuh / letargi ).
  • 35. 35 R. Deteksi secara dini menurunkan resiko infeksi nosokomial / infeksi lain. 2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam. R. Adanya perubahan dari tanda vital merupakan indikator terjadinya infeksi. 3. Berikan antibiotik, anti viral, anti jamur sesuai advis dokter. R. Membunuh kuman penyebab. 4. Berikan Intra Venus Gamma Globulin sesuai advis dokter. R. Memperkecil resiko kambuh. 5. Gunakan teknik aseptik dengan prosedur yang tepat. R. Menurunkan resiko kolonisasi bakteri dan memutus rantai penularan dari klien lain / lingkungan ke anak atau sebaliknya. 6. Kaji batuk, hidung tersumbat, pernafasan cepat dan suara nafas tambahan tiap 8 jam. R. Mendeteksi secara dini infeksi saluran pernafasan. 7. Pertahankan higiene pulmonar yang adekuat dengan cara :  Tiup balon untuk fungsi paru.  Suction mulut jika perlu.  Jika anak mampu anjurkan untuk bermain secara aktif. R. Aktifitas dapat membantu dalam penyesuaian penggunaan oksigen serta memperkuat otot-otot pernafasan. 8. Monitor SDP dan hitung jenis setiap hari. R. Untuk memonitor terjadinya neutropenia. 9. Kaji kulit setiap hari. R. Memonitor adanya rash, lesi, drainage. 10. Jaga kulit tetap bersih, kering dan kelembaban baik. R. Perlindungan terhadap kulit dan membersihkan kulit secara teratur dapat mengangkat bahan-bahan penyebab iritasi dan melindungi kulit dari kerusakan yang lebih parah.
  • 36. 36 11. Ajarkan dan jelaskan pada keluarga dan pengunjung tentang pencegahan secara umum (universal). R. Kejelasan mengenai pencegahan akan menyiapkan keluarga / pengunjung turut serta memutuskan rantai penularan HIV/AIDS. 12. Instruksikan pada seluruh pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien. R. Dengan mencuci tangan yang benar akan memutus rantai penularan. 13. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien. R. Untuk mencegah kontaminasi silang dengan klien lain. 14. Gunakan sarung tangan ketika kontak dengan darah / cairan tubuh, jaringan, kulit dan atau permukaan tubuh yang terkontaminasi, untuk antisipasi gunakan baju pelindung, untuk menghindari percikan darah gunakan masker dan pelindung mata. R. Proteksi diri terhadap cairan tubuh. 15. Tempatkan jarum suntik sesegera mungkin dalam tempat yang kedap air dan tidak mudah tembus jarum. R. Proteksi diri terhadap perlukaan. 16. Kontak personal dengan anak tanpa menggunakan sarung tangan, masker, baju pelindung ketika melakukan kontak bicara mengukur tanda vital dan menyuapi. R. Mengurangi rasa terisolir secara fisik dan menciptakan suatu kontak sosial yang positif. 3.4 Diagnosa 2 Resiko terjadi infeksi (transmisi) sehubungan dengan virus yang menular. Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi (transmisi). Kriteria Hasil : Anak bebas dari infeksi / komplikasi. Intervensi dan Rasional : 1. Gunakan isolasi ketat sesuai protokol, pencegahan penyakit menular. R. Isolasi ketat dapat menghambat mata rantai penyebaran infeksi. 2. Perlindungan ketat dengan prosedur cuci tangan.
  • 37. 37 R. Dengan mencuci tangan yang benar akan memutus rantai penularan. 3. Gunakan alat-alat yang disposible. R. Mencegah kontaminasi silang. 3.5 Diagnosa 3 Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan nyeri, anoreksia, diare. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria Hasil :  Berat badan meningkat.  Intake dan output seimbang.  Turgor kulit baik.  Anak mengkonsumsi diet berkalori tinggi. Intervensi dan Rasional : 1. Timbang berat badan setiap hari. R. Memonitor kurangnya BB dan efektifitas intervensi nutrisi yang diberikan. 2. Monitor intake dan output tiap 8 jam dan turgor kulit. R. Memonitor intake kalori dan insufisiensi kualitas konsumsi makanan. 3. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein. R. Dengan TKTP akan meningkatkan tumbuh kembang secara adekuat. 4. Rencanakan makanan enteral atau parenteral. R. Bila intake nutrisi oral inadekuat. 3.6 Diagnosa 4 Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan infeksi oportunistik saluran dari pernafasan, bakteri pnemonia. Tujuan : Pertukaran gas normal. Kriteria Hasil :  Respirasi normal dengan ciri frekuensi, irama dan kedalaman normal.  Tidak ada PCH (pernafasan cuping hidung), dengkuran nafas, retraksi.
  • 38. 38  Suara nafas bersih pada semua lapisan paru.  Saturasi O2 dan BGA normal.  Tidak sianosis.  Tidak takikardi atau takipnea.  Tidak ada perubahan pada status mental.  Klien mampu batuk secara efektif. Intervensi dan Rasional : 1. Kaji fungsi respirasi dengan mengkaji tipe RR, PCH, retraksi, warna kulit dan warna kuku. R. Peningkatan frekuensi nafas, adanya retraksi merupakan tanda adanya konsolidasi dari paru. Sianosis merupakan indikasi adanya penurunan kadar oksigen dalam darah. 2. Monitor BGA. R. Mengukur asam basa darah arteri, mendeteksi secara dini terjadinya hipoksemia. 3. Kaji tanda-tanda gangguan pertukaran gas ( sianosis, takikardia, takipnea, kecemasan / gelisah, iritabilitas, perubahan status mental ). R. Untuk mendeteksi gangguan secara dini dapat segera dilakukan tindakan. 4. Atur posisi klien agar ventilasi paru maksimal dan efektif (misal : posisi semi fowler) R. Diafragma lebih rendah dapat meningkatkan ekspansi dada. 5. Berikan O2 sesuai keperluan. R. Memaksimalkan transport oksigen dalam jaringan. 6. Tingkatkan intake jaringan. R. Hidrasi membantu menurunkan viskositas sekret dan mempermudah pengeluaran. 7. Anjurkan anak batuk secara efektif, chest fisioterapi nafas. R. Batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Postural drainge dan perkusi merupakan
  • 39. 39 tindakan pembersihan yang penting untuk mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi. 8. Suction sekret jika perlu. R. Bila mekanisme pembersihan jalan nafas (batuk) tidak efektif, dilakukan suction. 9. Gunakan aktifitas yang tidak terlalu banyak menggunakan energi selama periode istirahat. R. Pemeliharaan keseimbangan antara kebutuhan dengan keadaan / kondisi klien mempercepat proses penyembuhan merangsang mekanisme koping emosional yang positif. 3.7 Diagnosa 5 Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan diare dampak dari infeksi oportunistik saluran pencernaan atau reaksi dari pengobatan. Tujuan : Hidrasi baik. Kriteria Hasil :  Intake dan output seimbang.  Kadar elektrolit tubuh dalam batas normal.  Penekanan daerah perifer kembali dalam waktu kurang dari 3 detik.  Pengeluaran urine minimal perjam 1-2 cc/kg/BB. Intervensi dan Rasional : 1. Kolaborasi pemberian cairan iv sesuai keperluan. R. Menggantikan kehilangan cairan akibat diare. 2. Berikan cairan sesuai indikasi / toleransi. R. Mempertahankan status hidrasi pada keadaan diare. 3. Ukur intake dan output termasuk urine, tinja dan emisi. R. Deteksi keseimbangan cairan dalam tubuh. 4. Monitor kadar elektrolit dalam tubuh. R. Mempertahankan kadar elektrolit dalam batas normal. 5. Kaji tanda vital, waktu penekanan daerah perifer, turgor kulit, mukosa membran, ubun-ubun tiap 4 jam.
  • 40. 40 R. Kehilangan cairan yang aktif secara terus menerus akan mempengaruhi tanda vital dalam mempertahankan aktivitasnya. 6. Monitor urine tipa 6-8 jam/ sesuai keperluan. R. Pemekatan urine merupakan respon terhadap kurangnya air. 3.8 Diagnosa 6 Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diare. Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit. Kriteria Hasil :  Warna kemerahan memudar pada daerah yang teriritasi dan menunjukkan tanda-tanda penyembuhan.  Kulit utuh, bersih dan kering. Intervensi dan Rasional : 1. Ganti popok / celana anak bila basah. R. Kondisi basah merupakan area kontaminasi yang baik sebagai media pertumbuhan organisme pathogenik. 2. Bersihkan pantat dan keringkan setiap kali BAB. R. Mencegah iritasi pada kulit. 3. Gunakan salep / lotion. R. Untuk melindungi kulit dari iritasi. 3.9 Diagnosa 7 Perubahan / gangguan mukosa membran mulut sehubungan dengan lesi membran mukosa dampak dari jamur dan infeksi herpes / radang mukosa dampak dari pengobatan dan higiene oral yang tidak adekuat. Tujuan : Tidak terjadi gangguan mukosa mulut. Kriteria Hasil :  Mukosa mulut lembab.  Tidak ada lesi.  Kebersihan mulut cukup.  Anak / orang tua mampu mendemonstrasikan teknik kebersihan mulut secara fektif.
  • 41. 41 Intervensi dan Rasional : 1. Kaji membran mukosa mulut. R. Candidiasis oral, herpes, stomatitis, sarkoma kaposis merupakan penyakit oportunistik yang biasanya mempengaruhi membran mukosa. 2. Berikan pengobatan sesuai advis dokter. R. Membunuh kuman penyebab. 3. Perawatan mulut tiap 2 jam. R. Bibir yang kering dan jaringan yang teriritasi menjadi media perkembangbiakan yang baik bagi bakteri dan jamur, kebersihan mulut yang dilakukan secara teratur dapat mengubah pH mulut dan menghambat pertumbuhan jamur. 4. Gunakan sikat gigi yang lembut untuk membersihkan gigi, gusi dan lidah. R. Mencegah pengiritasian mukosa. 5. Oleskan normal saline tiap 4 jam dan sesudah membersihkan mulut. R. Merupakan cara yang efisien untuk menghangatkan membran mukosa oral yang mengalami inflamasi. 6. Kolaborasi pemberian profilaksis (ketanozole, fluconazole) selama pengobatan. R. Sebagai anti jamur untuk mematikan kuman. 7. Gunakan antiseptik oral. R. Untuk mencegah kuman patogen. 8. Check up gigi secara teratur . R. Mencegah kerusakan gigi / caries dental. 3.10 Diagnosa 8 Hipertermia sehubungan dengan infeksi HIV, infeksi oportunistik pengobatan. Tujuan : Anak menunjukkan temperatur normal. Kriteria Hasil :
  • 42. 42  Suhu tubuh 36o C – 37o C.  Ekspresi anak nyaman.  Kulit tidak panas, berkeringat. Intervensi dan Rasional : 1. Ukur tanda vital terutama temperatur tiap 2 – 4 jam selama masa febris (> 38o C). R. Adanya peningkatan suhu yang terlalu lama meningkatkan metabolisme dan kehilangan cairan melalui penguapan serta menentukan tindakan penanganannya. 2. Gunakan antipiretik sesuai keperluan. R. Membantu menurunkan panas dari pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus anterior. 3. Beri kompres hangat, beri kipas angin. R. Melancarkan aliran darah, membantu menurunkan panas dan memberikan rasa nyaman klien. 4. Ganti linen dan baju selama masa diaforesis. R. Membantu penguapan panas dengan lebih mudah. 3.11 Diagnosa 9 Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan neurologis. Tujuan : Pertumbuhan perkembangan sesuai dengan usia. Kriteria Hasil :  Aktifitas perkembangan anak sesuai dengan usia dari segi personal / sosial, bahasa, kognitif dan motorik.  Mampu berinteraksi sesuai dengan umur dan kondisi. Intervensi dan Rasional : 1. Kaji tingkat perkembangan anak sesuai garis usia ( DDST ). R. Untuk mendeteksi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. 2. Kaji sistem neorologis. R. Untuk mendeteksi gangguan pada sistem neorologi. 3. Beri anak stimulasi berupa mainan dan terapi permainan.
  • 43. 43 R. Rangsangan terhadap sensori mempengaruhi terhadap belajar anak dan perkembangan anak. 4. Anjurkan orang tua untuk berinteraksi dengan anak dalam perawatan / permainan R. Kehadiran orang tua akan memberi rasa aman pada anak dan mencurahkan perhatian pada anak. 5. Kolaborasi dengan spesialis anak tentang tumbuh kembang. R. Memberikan bantuan untuk menetapkan stimulasi / rangsangan sensori atau merencanakan pemeriksaan lain secara dini. 6. Anjurkan menciptakan suasana layaknya di rumah . R. Agar anak tidak takut dan merasa aman berada di lingungan asing. 7. Anjurkan (sesuai usia) tentang perawatan dir sehari-hari : makan, mandi dan berpakaian R. Pemenuhan kebutuhan dasar akan memberikan keseimbangan dengan stressor yang dialami anak. 3.12 Diagnosa 10 Ketidakefektifan koping keluarga sehubungan dengan penyakit menahun dan kongestif. Tujuan : Koping keluarga efektif. Kriteria Hasil :  Orang tua mampu mengekspresikan secara verbal tentang rasa takut, perasaan bersalah, rasa kehilangan.  Orang tua mampu mengenali kebutuhan dirinya, dan cara memecahkan masalah serta menganalisa kekuatan diri dan support sosial.  Orang tua mampu mengambil keputusan yang tepat.  Orang tua turut serta dalam perawatan anak. Intervensi dan Rasional : 1. Konseling keluarga R. Membantu keluarga menerima kondisi anak termasuk melewati fase krisis sehingga dapat bersikapsupportif pada anak.
  • 44. 44 2. Observasi ekspresi orang tua tentang rasa takut, bersalah dan kehilangan. R. Ungkapan perasaan merupakan sarana menurunkan ketegangan yang efektif. 3. Diskusikan dengan orang tua tentang kekuatan diri dan koping mekanisme dengan mengindentifikasi support sosial. R. Stigma terhadap AIDS dan resiko kontak dengan penyakit AIDS menimbulkan perubahan yang berarti pada koping keluarga. 4. Libatkan orang tua dalam perawatan anak. R. Keterlibatan orang tua dapat meningkatkan kepercayaan anak pada dokter dan perawat. 5. Monitor interaksi orang tua – anak. R. Mengamati hubungan ayah dan ibu terhadap anak dengan HIV / AIDS. 6. Monitor tingkah laku orang tua. R. Mengamati kemampuan orang tua sebagai role model, ekspresi verbal pada anak dengan HIV / AIDS. 3.13 Diagnosa 11 Kurang pengetahuan sehubungan perawatan anak yang kompleks di rumah. Tujuan : Secara verbal keluarga dapat mengungkapkan atau menjelaskan proses penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV / AIDS. Kriteria Hasil :  Orang tua mampu menjelaskan secara global tentang diagnosa, proses penyakit dan kebutuhan home care.  Orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping dan dosis obat.  Orang tua memahami tentang kebutuhan yang khusus bagi anaknya.  Orang tua mampu menjelaskan bagaimana HIV menular. Intervensi dan Rasional : 1. Kaji pemahaman tentang diagnosa, proses penyakit dan kebutuhan home care.
  • 45. 45 R. Pemahaman yang memadai, meningkatkan sikap kooperatif keluarga dalam merawat anak. 2. Jelaskan daftar pengobatan, efek samping obat dan dosis. R. Kewaspadaan terhadap efek samping obat akan meningkatkan kewaspadaan penggunaan dosis obat. 3. Jelaskan dan demonstrasikan cara perawatan khusus. R. Memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam merawat anak dengan HIV/AIDS. 4. Jelaskan cara penularan HIV dan bagaimana cara pencegahannya. R. Mendapatkan informasi yang terarah akan merasa mampu dan percaya diri untuk merawat anaknya. 5. Anjurkan cara hidup yang normal pada anak R. Mencegah terjadinya diskriminasi dan penolakan lingkungan pada anak dengan HIV/AIDS. 4. IMPLEMENTASI Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk masing-masing diagnosa. Prinsip pelaksanaan tindakan perawatan anak dengan HIV/AIDS adalah : 1) Menjaga fungsi pernafasan. 2) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal. 3) Mencegah terjadinya infeksi nosokomial / infeksi lain / komplikasi. 4) Mencegah terjadi infeksi ( transmisi ). 5) Mempertahankan keseimbangan kebutuhan nutrisi dan cairan. 6) Memberikan informasi dan ketrampilan pada keluarga tentang proses penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV / AIDS. 7) Memperhatikan tumbuh kembang anak terhadap dampak dari penyakitnya dan hospitalisasi. 8) Menjaga keutuhan kulit. 9) Mempertahankan kebersihan mulut.
  • 46. 46 5. EVALUASI Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap : 1) Mengukur pencapaian tujuan. 2) Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian yang telah ditetapkan. ( RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR , 2000 )
  • 47. 47 DAFTAR PUSTAKA Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC Doenges, Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta : EGC Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC Robbins, dkk (1998) Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya. Syahlan, JH (1997) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media Wartono, JH (1999) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga Pengembangan Informasi Indonesia