Manajemen strategik merupakan konsep penting dalam pengembangan budaya organisasi di Darul Ulum Sarolangun. Kebijakan manajemen strategik mencakup analisis faktor internal dan eksternal serta formulasi strategi berdasarkan visi dan misi organisasi. Program pengembangan budaya meliputi penanaman nilai-nilai Islam dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kegiatannya antara lain pelatihan, pembinaan, dan pengawasan terhadap implementasi nilai-nilai
1. 1
IMPLEMENTASI MANAJEMEN STRATEGI PENGEMBANGAN
BUDAYA ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI ISLAM
DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
(Studi Kasus di Darul Ulum Sarolangun)
MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah
Analisis Kebijakan Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. HAFZI ALI, CMA
Dr. Hj. ARMIDA, M.Pd
Oleh:
MAWARDI
NIM: DMP.17188
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN
THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2018
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sonhadji (2003: 1) menilai bahwa manajemen organisasi dalam
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendayagunaan sumber dayanya
butuh diberlakukan suatu model manajemen terukur. Dalam konteks
manajemen modern dikenal istilah manajemen strategik yakni satu model
manajemen yang dapat digunakan sebagai upaya organisasi untuk
bertumbuh dan berkembang secara efektif dalam mencapai tujuan yang
diharapkan. Organisasi yang baik mesti melakukan perencanaan dengan
akurat dan tentu mendasari pelaksanaan kegiatan organisasinya pada
perencanaan yang telah diformulasikan secara seksama.
Manajemen strategik didefinisikan sebagai proses formulasi dan
implementasi rencana, dan kegiatan terkait hal-hal vital, penting, pervasif,
berkesinambungan bagi suatu organisasi secara keseluruhan. Jadi,
manajemen strategik meliputi formulasi strategi dan implementasi strategi
(Sharplin dalam Sonhaji, 2003: 1) Jika manajemen strategik dalam dunia
industri dan bisnis dimanfaatkan untuk memprediksi kecenderungan pasar
dan peluang bisnis serta upaya meningkatkan daya saing, keunggulan
produk dan manajemen perusahaan, maka dalam pendidikan dipakai
mengefektifkan berbagai sumber daya untuk pencapaian tujuan
pendidikan.
Ukuran (size) dan level dalam organisasi bervariasi, ada ukuran
organisasi yang besar, sedang (menengah) dan kecil. Manajemen
strategik bisa diterapkan ke ukuran organisasi sebesar apapun dan pada
tingkat manapun didalam organisasi (within organization). Manajemen
strategik mulai dilakukan pada tingkat paling atas yang disebut
organization strategic hingga pada level paling bawah dalam unit-unit
organisasi. Di dunia bisnis dikenal istilah corporate management strategic,
3. 3
sedangkan di level bawah terdapat manajemen strategik bagian / fungsi
keuangan dan seterusnya yang tidak terlepas dari strategik level atas
(Sharplin, 1985: 5-8).
Dari perspektif diatas lantas kita dapat menggunakan pendekatan
manajemen strategik ini kedalam perspektif lain seperti pada situasi dunia
dakwah. Model manajemen strategik yang dimanfaatkan untuk
kepentingan dakwah pada hakekatnya ditujukan bagi efektivitas kegiatan
dan pengalokasian sumberdaya yang tersedia. Hasil akhir diharapkan
dapat mencapai tujuan dakwah secara maksimal.
Organisasi dalam ukuran apapun baik dalam skala kecil maupun
makro paling tidak ada tiga aspek penting yang diperlukan bagi
bertumbuh-kembangnya budaya organisasi pada suatu lembaga, tak
terkecuali di lembaga pendidikan Islam. Ketiga aspek tersebut meliputi: (1)
nilai-nilai yang diterima dalam organisasi; (2) pemberlakuan sistem untuk
menanam-suburkan nilai-nilai organisasi tersebut; dan (3) kepemimpinan
organisasi dalam rangka untuk mewujudnyatakan nilai-nilai yang
disepakati itu melalui penerapan sistem menuju budaya organisasi yang
didambakan.
Gambar 1 Hubungan Nilai, Sistem dan Leadership Bagi
Pembentukan Budaya dalam Suatu Organisasi (diadopsi dan
dikembangkan dari Sonhadji, 2003: 10-20).
Setiap nilai yang telah disepakati oleh anggota organisasi
memerlukan instrumen dalam mengejawantahkannya. Proses penjabaran
nilai-nilai, yang disusul dengan upaya perwujudan nilai-nilai memerlukan
suatu sistem serta kepemimpinan organisasi agar dapat dijewantahkan
dalam budaya organisasi. Institusionalisasi nilai merupakan syarat bagi
4. 4
membuminya nilai-nilai tersebut pada budaya organisasi. Para pakar teori
organisasi menyadari pentingnya peran budaya dalam dinamika
organisasi. Budaya sebagai suatu variabel independen yang
mempengaruhi sikap dan perilaku setiap anggota organisasi dapat dimulai
sejak munculnya ide pelembagaan (pembentukan organisasi). Tatkala
organisasi terbentuk perilaku setiap anggota dapat melebur dalam perilaku
organisasi itu secara lebih luas (Owens 1989, Luthans, 1992, Sonhadji
2003).
Di Darul Ulum Sarolangun perubahan bentuk organisasi yang
dialaminya disamping mencuatkan persoalan akademik muncul juga
persoalan budaya organisasi. Sebagai organisasi lembaga pendidikan
Islam (LPI) di tingkat perguruan tinggi, tentunya setiap aturan/peraturan,
norma, tradisi dan budaya organisasi mesti tidak terlepas dari nilai-nilai
yang bersandar pada ajaran Islam.
Perubahan status yang dialami Darul Ulum Sarolangun yang
dulunya adalah STIT Darul Ulum, tidak hanya mewujudkan tradisi baru
tetapi pasti saja ada tradisi-tradisi lama yang tetap dipertahankan.
Suasana kekeluargaan, pikiran khuznudzan atau senantiasa berpikir
positif dan iklim keterbukaan merupakan budaya dan kebiasaankebiasaan
Islami yang mesti terus dipelihara dan ditumbuh-kembangkan di dalam
organisasi Islam meski terjadi perubahan yang cukup mendasar pada
bentuk organisasi tersebut (Raharjo, 2004 : 269).
Upaya mewujudnyatakan nilai budaya Islami di Darul Ulum
Sarolangun yang sesuai dengan harapan visi dan misi organisasi kiranya
perlu ditelaah apakah organisasi itu telah berjalan menurut standar
manajemen perubahan yang tepat? Apakah konsep dan model
manajemen strategik telah dijadikan acuan oleh pihak jajaran pimpinan di
Darul Ulum Sarolangun yang melandasi praktek perubahan organisasi
yang sedang berlangsung?
5. 5
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana kebijakan manajemen strategik dalam pengembangan
budaya organisasi di Darul Ulum Sarolangun?
2. Bagaimana Program dalam pengembangan budaya organisasi di
Darul Ulum Sarolangun?
3. Bagaimana Kegiatan dalam pengembangan budaya organisasi di
Darul Ulum Sarolangun?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kebijakan manajemen strategik dalam
pengembangan budaya organisasi di Darul Ulum Sarolangun
2. Untuk mengetahui Program dalam pengembangan budaya organisasi
di Darul Ulum Sarolangun
3. Untuk mengetahui Kegiatan dalam pengembangan budaya organisasi
di Darul Ulum Sarolangun
6. 6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Manajemen Strategik
Mencermati makna yang dalam dari kandungan ayat-ayat di atas
meyakinkan kita bahwa setiap umat telah diberikan petunjuk yang jelas
dan terukur dalam menempuh hidup dan kehidupan di dunia. Persoalan
yang paling mendasar sebenarnya adalah bahwa tidak semua umat
manusia “mau mengerti dan berkeinginan untuk mengerti” tentang
kebenaran yang telah diturunkan Allah kepada umat manusia baik yang
tersurat (melalui al Qur’an) maupun tersirat (melalui Sunnatullah termasuk
ilmu pengetahuan).Ilmu yang berkembang sekarang ini juga atas izin Allah
karena segala sesuatu yang terjadi di dunia ini atas kehendak, iradat dan
sepengetahuan Allah. Hanya saja, sebagaimana disitir dalam banyak ayat
al Quran bahwa sedikit manusia yang bersukur atas nikmat Allah
sementara banyak manusia yang tidak bersyukur atas segala karunia dan
nikmat yang diberikan Allah tersebut, sehingga mereka dalam kesesatan
yang nyata baik di dunia apalagi di akherat kelak.
Setiap Sunnatullah termasuk ilmu pengetahuan yang diberikan
Allah bagi mereka yang tidak bersyukur tidak digunakan untuk
meningkatkan taqwa kepada Allah. Alhasil, kehidupan mereka pun sia-sia
dimata Allah. Padahal dalam konteks ini orang yang berilmu pengetahuan
derajatnya diangkat lebih tinggi dari pada manusia yang tidak memiliki
ilmu sebagaimana al Quran Surat alMujadilah {58}: 11) Allah akan
mengangkat orang yang beriman diantara kamu dan orang berilmu
beberapa derajat. Kemudian Allah swt berfirman, Dan katakanlah, “Ya
Tuhanku , tambahkanlah aku ilmu” (QS: Thaha {20}: 1140. Lalu Allah juga
berfirmanpada (QS: al Zumar {39}: 9). Katakalnlah, “Apakah sama orang-
orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah ayat dalam al Quran
bahwa Allah telah menjadikan kehidupan alam semesta ini secara
7. 7
harmonis dan seimbang. Apabila kita dapat mengambil hikmah dengan
baik untaian ilmu yang terkandung dari penciptaan alam semesta
termasuk kehidupan di dunia ini, maka muncul keyakinan dan bahkan
keimanan kita akan dapat bertambah meyikini keberadaan dan kekuasaan
Allah. Secara sunatullah dapat dikatakan bahwa segala problem dunia
telah disiapkan oleh Allah cara dan jalan keluarnya. Setiap amal sholeh
yang berlandaskan ketaqwaan pasti ada ganjarannya, sebagaimana
dalam ajaran Islam menyebutkan bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya
kecuali penyakit kematian.
Berbagai ragam persoalan pun pasti ada cara dan jalan jalan keluar
untuk mengatasi masalah tersebut. Termasuk dalam konteks ini adalah
masalah yang menyangkut kehidupan organisasi yang para anggotanya
terdiri dari kumpulan manusia Sejumlah konsep, pendekatan atau model
manajemen modern telah berhasil melahirkan produk-produknya dalam
upaya meningkatkan efektivitas kerja sumber dayadalam organisasi.
Salah satu konsep dan model itu adalah manajemen strategik. Firman
Allah dalam al Qur’an Surat al Hasyr:18.
Pemahanan atas kandungan ayat al Quran di atas mengajak
manusia beriman untuk terus menerus meningkatkan taqwa. Manusia
membuat perencanaan dalam hidup dan kehidupan dilanjutkan dengan
penerapannya. Setelah melakukan semua itu kita (manusia) diminta tetap
bertaqwa dan menyerahkan apa yang telah kita kerjakan dengan
sungguh-sungguh itu kepada Allah semata, karena hanya kepadaNya kita
bertawakal mengharap ridho Nya dalam segala kerja dan pekerjaan kita
Manusia yang terwadahkan dalam dinamika kehidupan organisasi
memiliki tipe, karakter, cirri khas dan keunikan masing-masing. Organisasi
yang ingin terus diakui dan terjaga keberlangsungannya tentu tidak tinggal
diam atas perkembangan pesat dan cepat yang terjadi disekitarnya. Oleh
karena itu sejumlah pakar manajemen telah mengantisipasinya dengan
sejumlah temuan dan referensi untuk mengatasi berbagai ragam
persoalan manajemen termasuk dalam perubahan organisasi yang
8. 8
memang tidak dapat dihindari sebagai akibat perkembangan jaman seperti
diurai di atas.
Dalam memformulasikan strategi, yang pertama perlu dirumuskan
adalah rumusan pernyataan misi organisasi. Begitu misi ditentukan
kekuatan atau strengths dan kelemahan (weaknesses) organisasi serta
peluang dan ancaman dalam linmgkungan haruslah dikaji secara cermat
dan akurat atau dilakukan pengukuran (asesmen) dengan seksama.
Setelah itu baru ditentukan tujuan-tujuan khusus dan strategi organisasi
untuk mencapai tujuan tersebut sesuai dengan hasil asesmen yang telah
dilakukan. Dengan demikian, formulasi strategi melibatkan aliran informasi
baik berasal dari dalam maupun dari luar organisasi (lingkungan).
Hal yang perlu diingat adalah bahwa formulasi strategi berada pada
tataran perencanaan (planning), sering dikenal dengan istilah strategic
planning (perencanaan strategik). Strategi adalah rencana yang
menyangkut hal-hal penting dan vital yang dapat mempengaruhi secara
signifikan (Sharplin 1985: 6). Perencanaan ini biasanya bersifat luas dan
jangka panjang.
Salah satu sumbangan pokok pelaksanaan manajemen strategik
ialah bahwa pimpinan dapat memeriksa kemana arah yang dituju dari
organisasi. Keputusan strategik adalah tindakan yang disengaja untuk
mengadakan suat pengendalian terhadap keadaan organisasi di masa
depan dan di masa sekarang.
Dalam menentukan arah organisasi pemimpin senantiasa
memperhatikan pihakpihak terkait dan berkepentingan yang dalam
konteks perguruan tinggi dapat terdiri dari dua sisi baik internal yaitu
sivitas akademika maupun eksternal yakni regulator pendidikan
(pemerintah). Penentuan arah ini merupakan langkah awal sebelum
disusun suatu perumusan strategi (Freeman, 1995: 97).
Analisis yang mencakup pula asesmen terhadap faktor eksternal
dan internal adalah kegiatan penting dalam perumusan strategi dalam
tataran manajemen strategik. Demikian pentinganya kegiatan analisis ini
9. 9
sehinggamelahirkan metode analisis KeKePan yang merupakan singkatan
dari Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (Musnandar, 2007)
atau lebih dikenal dengan istilah SWOT (Strength, Weakness, Opportunity
dan Threat). Metode SWOT ini sangat membantu pimpinan dalam
memformulasikan strategi organisasi.
Gambar 3 Strategi Formulasi (diadopsi dari Sonhadji 2003:2)
Gambar di atas menujukkan penyusunan strategi organisasi
dilakukan secara seksama dan menyeluruh tidak hanya melibatkan aspek
internal.Tetapi juga berupaya mengukur dan mengkaji aspek eksternal
agar menghasilkan strategi yang tepat sasaran. Kedua aspek internal dan
eksternal itu bagian dari perhatian pemangku kebijakan organisasi dalam
menyusun strategi organisasi.
Setelah perumusan strategi dilakukan dengan menghasilkan
sejumlah strategi organisasi maka tahap berikutnya adalah melakukan
implementasi strategi, cara mencapai tujuan dan sasaran dalam bentuk
strategi implementasi yang selanjutnya diperinci ke dalam kebijakan,
program operasional dan kegiatan. Lewis (1983) mengungkap perlunya
melakukan penetapan programprogram strategik yang berguna bagi
pencapaian tujuan. Program-progran tersebut di elaborasi atau didapat
dari sejumlah strategi organisasi yang telah berhasil dirumuskan. Para ahli
lainnya seperti Sharplin (1985), Ansoff, Edward (1990) serta Pearce &
Robinson (1991) juga menekankan pentingya mengimplementasikan
10. 10
strategi yang telah diformulasikan tersebut kedalam unit-unit atau fungsi-
fungsi yang terdapat dalam organisasi.
Strategi implementasi bersifat menterjemahkan pemikiran dalam
renstra (rencana strategik) ke dalam tindakan operasional sehari hari
sebagaimana yang diungkap oleh Akdon (2006) bahwa kegiatan seluruh
komponen tersebut dikarenakan:
a. Memperjelas makna dan hakekat Renstra
b. Antisipasi keadaan / lingkungan yang akan datang
c. Memberikan dorongan dan acuan bagi yang melaksanakan
d. Memberikan kesatuan pandangan atau penyamaan persepsi anggota
e. Mempermudah pengelolaan berdasarkan kemampuan internal
organisasi.
Kemudian, untuk mengkoordinasikan semua hal di atas yang terkait
Renstra perlu komitmen dari pimpinan tertinggi. Komitmen pemimpin
menjelaskan secara gamblang kepada seluruh anggota organisasi
mengenai outcome organisasi yang harus dicapai. Namun komitmen
pemimpin saja tidak cukup karena tidak bersifat institusional melainkan
cenderung individual. Oleh karena itu komitmen tersebut dapat
disosialisasikan melalui suatu dokumen orgnaisasi yang dinamakan
sebagai standard operating procedure (SOP) yakni pedoman prosedur
pelaksanaan, instruksi kerja maupun tolok ukur dalam melakukan tindakan
dan pekerjaan. Komitmen pimpinan terwakili dalam materi SOP yang
harus ditaati anggota, karena berupa kebijakan, program operasional dan
kegiatan organisasi.
Implementasi organisasi (mitra) mencakup beberapa tahap yakni
tahap pengaktifan strategi, tahap evaluasi strategi dan pengendalian
strategi (Sharplin, 1985: 115). Akdon (2006) merinci strategi pengendalian
ini dengan sistem pemantauan dan sistem pengawasan. Dalam konteks
pengaktifan strategi tidak terlepas dari persoalan struktur organisasi,
kebijakan, komitmen pada sumber daya, power, politik, kepemimpinan dan
budaya organisasi.
11. 11
Sistem pemantauan dalam strategi implementasi berupa
pengecekan kesesuaian atau penyimpangan antara pelaksanaan dan
rencana.Fungsi pemantuan diantaranya:
a. Mengecek tingkat kepatuhan (compliance) dalam rangka azas disiplin
b. Mengaudit penggunaan sumber daya dan tingkat output yang tercapai
c. Memperoleh informasi atas kendala dan problem di lapangan
Sementara itu sistem pengawasan diselenggarakan secara
sistematis dan obyektif untuk mencari tahu hal-hal sebagai berikut:
a. Apakah informasi menyangkut jalannya kegiatan yang diperoleh dapat
dipercaya?
b. Resiko yang mungkin muncul dan tindakan untuk mengatasinya
c. Standar yang ada telah diikuti sebagaiman mestinya atau tidak
d. Efektivitas dan efiisiensi pendayagunaan sumber daya organisasi
e. Ketercapaian tujuan dan sasaran Renstra yang telah dirumuskan
Sistem pemantauan dan sistem pengawasan merupakan bagian
utuh dari strategi pengendalian dalam upaya memuluskan dan
melancarkan implementasi strategi (mitra) yang telah disusun organisasi.
Pencapaian tujuan organisasi yang tertuang dalam visi dan misi hanya
akan dapat dicapai jikalau kesenjangan antara Renstra dan mitra tidak
besar. Dalam konteks pengembangan organisasi di Darul Ulum
Sarolangun segala segi perubahan (budaya) perlu dicermati secara
seksama.Ketergantungan organisasi pada kepiawaian pemimpin semata
tidak sejalan dengan standar manajemen modern.
B. Perubahaan Organisasi sebagai Suatu Kebutuhan
Renald Kasali (2006) mengungkapkan bahwa perubahan adalah
keniscayaan dan setiap organisasi apapun selalu mengikuti
perkembangan yang terjadi disekitarnya yang memungkinkan organisasi
12. 12
tersebut melakukan perubahan. Proses perubahan dilakukan agar
kehidupan organisasi dapat terpelihara, berkelanjutan dan lebih
bermanfaat. Apabila organisasi mampu berubah secara tepat, maka
organisasi akan memiliki usia panjang bertahan dalam lingkungannya.
Organisasi kampus seperti Oxford University di Inggris, Leiden University
di Belanda, Harvard University, dan Massachuset Institue of Technology di
Amerika Serikat, Universitas Al-Azhar di Mesir, merupakan organisasi
pendidikan yang bertahan ratusan tahun dan masih memiliki produk-
produk pendidikan yang kompetitif. Hal ini hanya mungkin terjadi
manakala organisasi pendidikan tersebut meninggalkan karakteristik
organisasi tradisional dan menerapkan konsep organisasi baru yang
modern melalui telaah filosofis terkait perkembangan yang merubah
paradigma hidup masyarakat.
Perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi diluar organisasi
memengaruhi organisasi untuk membuat konstruk organisasi lama
(bersifat tradisional) bermetamorfosis menjadi suatu organisasi baru.
Perubahan organisasi dimungkinkan manakala iklim, suasana, aturan dan
sistem yang ada tidak lagi mampu mengakomodasi berbagai
perkembangan dan tuntutan dari luar organisasi, sehingga perlu segera
dilakukan perubahan. Disamping itu, situasi internal organisasi yang
kurang kondusif bagi kemajuan oganisasi juga dapat menjadi faktor
perlunya terjadi perubahan organisasi.
Dalam konteks ini pemahaman tentang seluk beluk organisasi
menjadi hal yang mendasar, terutama terkait dengan implementasi konsep
manajemen. Manajer senantiasa mengantisipasi perubahan-perubahan
dalam lingkungan yang akan mensyaratkan penyesuaian-penyesuaian
disain organisasi diwaktu akan datang. Gambaran tentang perubahan dari
organisasi lama ke organisasi baru yang membawa serta berbagai
karakteristik khusus antara kedua tipe organisasi tersebut dipaparkan
sebagai berikut:
13. 13
Organisasi tradisional Organisasi Modern
Stabil Dinamis
Tidak fleksibel Fleksibel
Berpusat pada pekerjaan Berpusat pada keterampilan
Berorientasi individual
Pekerjaan di definisikan sebagai
tugas-tugas yang harus dikerjakan
Pekerjaan yang permanen Berorientasi tim
Berorientasi pada perintah Pekerjaan yang temporal
Manajer selalu membuat
keputusan Berorientasi pada pelibatan
Berorientasi pada
aturanLingkungan kerja yang
relatif homogeny
Partisipasi seluruh pekerja dalam
pengambilan keputusan
Jam kerja didefinisikan sebagai 9–
5 Berorientasi pada pelanggan
Hubungan yang hirarkhis Diversifikasi lingkungan kerja
Fasilitas kerja ada pada jam-jam
tertentu Tidak ada batas waktu kerja
Hubungan dua arah dan jaringan
Kerja dimana saja dan kapan saja
Perubahan-perubahan lingkungan dan perkembangan sosial
seperti iklim demokrasi, kemajuan sains dan teknologi disertai dinamika
internal organisasi turut andil secara optimal dalam membentuk organisasi
baru dan meninggalkan organisasi tradisional. Cara menangani
perubahan organisasi memerlukan berbagai pendekatan atau cara yang
dapat dilakukan bagi organisasi yang berubah (Kasali, 2006). Cara
pertama adalah konsep perubahan reaktif dan yang kedua program
perubahan yang direncanakan. Pada cara pertama biayanya murah dan
sederhana serta ditangani secara cepat, di mana manajer akan
14. 14
memberikan reaksi setelah masalah terjadi. Dalam konteks organisasi
perguruan tinggi misalnya, bila peraturan pemerintah baru mensyaratkan
perguruan tinggi untuk mempunyai sejumlah guru besar dalam jumlah
tertentu, maka sang manajer (Rektor) bisa mendapatkannya dari
perguruan tinggi lain yang sudah dikenal.
Pendekatan kedua disebut juga sebagai proses produktif, Thomas
dan Bennis (dalam Kasali, 2006) mendefinisikan perubahan yang
direncanakan tersebut sebagai perencanaan dan implementasi inovasi
struktural, kebijaksanaan secara sengaja. Pendekatan ini tepat bila
keseluruhan atau sebagian besar satuan organisasi menyiapkan diri untuk
menyesuaikan dengan perubahan. Berbagai perubahan tersebut
kemudian melahirkan berbagai konsep tentang organisasi, mulai dari
organisasi yang sangat mengandalkan pemimpin sampai dengan
organisasi yang paling tidak mengandalkan pemimpin. Bermacam tipe
atau jenis kepemimpinan organisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Autocracy adalah organisasi yang mengandalkan “kekuatan”
pemimpin. Kewenangan pemimpin tinggi, bila pemimpin tidak
mengijinkan maka tidak boleh dilakukan begitu sebaliknya.
2. Egalitarianism. Pada organisasi ini seluruh keputusan ada di tangan
anggota organisasi, hampir tidak diperlukan pemimpin, tugas
pemimpin hanya memfasilitasi saja terhadap diambilnya sebuah
keputusan.
3. Sedangkan diantara autocracy dan egalitarianism ada organisasi
bureocracy (birokrasi), system, decentralization (desentralisasi),
collegialism dan federations (federasi). Jenis organisasi birokrasi
berstruktur hirarkhis, masing-masing orang mengepalai sub organisasi
tertentu, satu sub organisasi kemungkinan akan memiliki sub-sub
organisasi yang lain. Organisasi birokrasi bersifat sentralisasi. System
merupakan jenis organisasi yang mensinkronkan proses pada satu
sub bagian (orang) dengan sub bagian (orang lain) sehingga
15. 15
membentuk suatu proses yang berjalan baik. Sinkronisasi mengarah
untuk mencapai tujuan yang lebih besar dari organisasi. Desentralisasi
merupakan jenis organisasi yang bersifat setara antara satu sub
organisasi dengan sub organisasi lain dalam satu organisasi. Masing-
masing satu sub organisasi dipimpin oleh satu orang pemimpin.
Masing-masing pimpinan sub organisasi bersifat setara. Organisasi
Collegialism merupakan organisasi yang memiliki struktur kolegial
dalam mencapai tujuannya. Pada jenis organisasi ini kedudukan
orangorang yang ada di dalam organisasi lebih bersifat setara, yang
mana hubungan sesama anggota organisasi layaknya kolega.
Sedangkan pada organisasi Federasi, pemimpin pada tataran sub
organisasi memiliki wewenang mutlak layaknya pemimpin pada
organisasi utama (Musnandar, 2011: 166-167)
Penjelasan tentang tipe atau jenis kepemimpinan organisasi yang
dipaparkan dalam tulisan ini pada bagian selanjutnya akan dihubungkan
dengan perubahan organisasi yang terjadi di Darul Ulum Sarolangun.
C. Budaya Organisasi & Manajamen Strategik Budaya Organisasi
Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yakni buddhayah,
bentuk jamak dari buddhi yang diartikan budi-akal atau biasa dikaitkan
dengan akal budi manusia, menghasilkan karya-karya. Sedangkan dalam
bahasa Inggris budaya dan kebudayaan disebut culture, asal kata latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan, diartikan juga sebagai bertani
atau mengolah tanah. Sementara kita sering menggunakan kata kultur
untuk menerjemahkan arti culture. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,
budaya (culture) diartikan sebagai: pikiran, adat istiadat, sesuatu yang
sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan tampaknya sukar
diubah (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1991: 149).
16. 16
Dalam kehidupan sehari-hari, orang biasa mengkaitkan pengertian
budaya dengan tradisi-tradisi. Oleh karena itu, kemudian tradisi diartikan
sebagai perilaku, sikap dan kebiasaan dari masyarakat yang nampak
dalam perilaku sehari-hari yang telah menjadi kebiasaan dari kelompok
dalam masyarakat tertentu (Indrafachrudi, 1994: 20).
Kehidupan di dunia bersifat relatif, tidak langgeng dan selalu terjadi
dinamika berujung pada perubahan. Kehidupan masyarakat akan
mengalami perubahan di lingkungannya, baik lingkungan sistem ekonomi,
politik, sosial, budaya dan sistem lainnya. Dalam konteks ini perubahan
budaya pada masyarakat merupakan hal lumrah dan logis. Budaya adalah
aset bangsa. Apabila dikelola baik akan bermanfaat bagi pembangunan
karakter dan jati diri bangsa. Sharplin dalam Sonhadji (2003: 40)
mengungkapkan bahwa tingkat homogenitas masyarakat amat kuat
mempengaruhi perubahan budaya. Pertama, jika suatu komunitas
masyarakat besar dan kompleks, perubahan budaya dalam komunitas itu
semakin sulit dibandingkan komunitas kecil dan sederhana.
Kedua, perubahan budaya cenderung semakin sulit dalam
masyarakat dengan homogenitas budaya yang tinggi dibandingkan
dengan masyarakat yang heterogen. Proses terjadinya perubahan dan
pengembangan budaya dapat berlangsung cepat, mudah dan sesuai
harapan. Sharplin dalam Sonhaji (2003: 41) menyebut tentang tingkat
kesulitan mengubah kultur atau budaya tergantung pada dua dimensi
yakni kompleksitas atau tingkat homogenitas budaya dan ukuran besar
kecilnya organisasi. Tingkat homogenitas budaya adalah derajat sampai
dimana nilai dan kepercayaan dianut oleh suatu organisasi secara luas
dan ajeg yang dicerminkan oleh pola perilaku anggota-anggota dalam
organisasi tersebut. Model ini menurut Sharplin dalam Sonhadji (2003: 41)
dilandasi oleh dua premis. Jika suatu organisasi kompleks dan besar,
perubahan budaya dalam organisasi semakin sulit dibandingkan
organisasi yang kecil dan sederhana. Kedua, perubahan kultur cenderung
17. 17
semakin sulit dalam suatu organisasi dengan homogenitas budaya tinggi
dibandingkan dengan organisasi yang heterogen.
Paparan di atas berlaku pula bagi pengembangan budaya
organisasi. Fenomena tersebut menyiratkan bahwa perubahan organisasi
dapat ditunjang dengan baik tatkala kondisi budaya organisasi kondusif
untuk dimulainya proses perubahan organisasi yang diharapkan.
Perubahan organisasi menyangkut perihal pengembangan budaya yang
dibutuhkan. Dalam konteks ini jikalau suatu organisasi akan
mewujudnyatakan ide-ide, gagasan atau rencana organisasi maka hal
utama dan pertama menjadi perhatian adalah tingkat kesiapan para
anggota organisasinya. Readiness atau kesiapan dan kematangan
(maturity) dari anggota-anggota organisasi dalam menerima perubahan
yang telah direncanakan menjadi bagian penting terjadinya proses
perubahan dalam organisasi secara tepat dan sesuai harapan.
Sebaliknya, jika kematangan dan kesiapan anggota organisasi belum
sesuai dengan budaya yang diinginkan guna tercapainya tujuan visi dan
misi organisasi, maka proses pengembanganakan mengalami persoalan
yang cukup menyita perhatian. Alhasil, apa yang telah direncanakan tidak
akan tercapai.
Seperti diiungkap oleh John Lewis Gillin dan John Philip Gillin
dalam Talizuduhu Ndraha (1997: 88-89) bahwa gejala budaya adalah
menyangkut ekspresi alami tentang cara berkehidupan (perilaku) dan
pandangan (pemikiran). Oleh karena itu, tradisi dan kebiasaan yang sudah
mendarah daging dalam suatu organisasi dapat mempengaruhi organisasi
baik dalam arti positif maupun negatif terhadap upaya-upaya menggapai
tujuan yang diharapkan.
18. 18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Travers dalam Husein Umar menyatakan bahwa penelitian kualitatif
deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sesuatu yang tengah
berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari
suatu gejala tertentu, hal tersebut bisa dilihat dari pengamatan yang
dilakukan, hasil wawancara dan dokumen-dokumen yang ada. Jenis
penelitian kualitatif deskriptif memiliki ciri-ciri yaitu: memiliki minat teoritis
pada proses interpretasi manusia, memfokuskan perhatian pada studi
tindakan manusia, manusia sebagai instrumen penelitian utama dan
mengandalkan bentuk-bentuk naratif. (Moleong: 2012: 4)
Ciri-ciri yang telah diungkapkan di atas peneliti memilih metode
kualitatif untuk melakukan penelitian terhadap masalah yang dirumuskan
dalam penelitian ini. Selain itu ciri penelitian kualitatif adalah lebih
menekankan makna dari pada hasil suatu aktifitas, karena dalam
melakukan penelitian ini bukan sebagai orang ahli tetapi orang yang
belajar mengenal sesuatu dari subjek penelitian.
Melalui pendekatan ini di harapkan temuan-temuan empiris dapat
di deskripsikan secara lebih rinci, jelas, dan akurat mengenai manajemen
strategi kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas tenaga
kependidikan. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa jenis metode yang
tepat adalah pendekatan deskriptif kualitatif.
A. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
Situasi sosial yang dipilih dalam penelitian ini adalah Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta. Sanafiah Faisal mengutip pendapat Spradley
mengemukakan bahwa, situasi social untuk sampel awal sangat
disarankan suatu situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara
dari banyak domain lainnya.(Faisal: 2010: 81) Selain dinyatakan bahwa
19. 19
sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses
enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga
dihayatinya.
2. Mereka yang tergolong sedang berkecimpung atau terlibat dalam
kegiatan yang tengah diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai
informasi.
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil
“kemasannya” sendiri.
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti
sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau
narasumber. (Sugiyono:2014)
Situasi sosial penelitian merupakan keadaan atau tempat penelitian
dilakukan yang berpengaruh terhadap kegiatan, keadaan dan perilaku
objek penelitian. Penelitian ini dilakukan di Universitas Islam Yoyakarta
dengan mengungkap analisis SWOT implementasi manajemen
manajemen strategi UII dalam meningkatkan Human resource
management.
B. Jenis dan Sumber Data
Data dan sumber data merupakan factor penentu keberhasilan
suatu penelitian. Tidak dikatakan penelitian adalah suatu yang ilmiah bila
tidak ada data dan sumber data yang dapat dipercaya. Lofland dalam
moleong mengemukakan bahwa sumber data utama dicatat melalui
catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio, pengambilan foto
atau film.
1. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung oleh
peneliti kepada sumbernya, tanpa adanya perantara. Sedangkan data
20. 20
sekunder merupakan data yang diambil secara tidak langsung dari
sumbernya.
a) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian dengan menggunkan alat pengukuran atau alat pengambilan
data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Data
primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau
petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya. (Sumardi: 2011). Data ini
diambil dengan cara observasi dan wawancara langsung kepada subjek
penelitian mengenai manajemen strategi. Dan didukung juga dengan data
dokumentasi yang berkaitan dengan manajemen strategi
Dalam penelitian penulis berupaya semaksimal mungkin melihat
kondisi dan keadaan riel sekolah dalam keseharian, meskipun
pengambilan data penelitian dipilih waktu secara acak yang dapat
mewakili waktu yang dibutuhkan untuk keabsahan penelitian. Dengan
turun secara langsung melihat kegiatan sehari-hari di sekolah diharapkan
didapatkan data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara
akademik.
b). Data sekunder
Data dari tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak
lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data
sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang
telah tersedia. Sumber data sekunder berasal dari bahan bacaan yang
berupa dokumen-dokumen seperti buku atau dokumen-dokumen lain yang
dibutuhkan dalam melengkapi data primer. Data sekunder adalah data
yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.
C. Teknik Pengumpulan Data
Adapun instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam
penelitian ini adalah:
1. Observasi
21. 21
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara sengaja,
sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk
kemudian dilakukan pencatatan. Menurut Sutrisno Hadi (2010), metode
observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematik fenomena-fenomena yang
diselidiki. Observasi juga merupakan metode pengumpulan data yang
menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian.
2. Interview atau wawancara
Interview atau wawancara merupakan metode pengumpulan data
yang menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan
informan. Menurut Sutrino Hadi bahwa metode interview adalah metode
pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan
dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penelitian atau
penyelidikan pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam
proses tanya jawab itu dan masing-masing menggunakan saluran-saluran
komunikasi secara wajar dan lancar.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data dan mengumpulkan data
mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Menurut Arif
Armani bahwa dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh data mengenai suatu hal atau variabel
berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan lain sebagainya.
Dokumentasi mengenai situasi dan subjek penelitian yang diteliti peneliti.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data yang digunakan
yaitu model Miles dan Huberman yaitu menganalisis data kualitatif secara
22. 22
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sampai
data yang diperoleh sampai jenuh.
Analisis data berlangsung dalam tiga langkah yaitu data reduction,
data display dan conclucion/drawing/verification. Dalam menganalisis
data, peneliti menggunakan cara snowball yaitu seperti bola salju yang
ukuran awalnya kecil karena terus menggelinding sehingga bola tersebut
menjadi besar, demikian juga dengan hasil penelitian yang diperoleh,
semakin besar atau benyak informasi yang diterima oleh peneliti maka
semakin bagus atau valid data yang diperoleh peneliti. Langkah-langkah
yang dilaksanakan sebagai berikut:
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan
analisis terhadap jawaban informan yang diwawancarai. Apabila jawaban
informan, setelah dianalisis dianggap belum lengkap, maka peneliti akan
melanjutkan memberikan pertanyaan-pertanyaan berikutnya sampai tahap
tertentu diperoleh data yang lebih kredibel. Dalam kaitannya dengan
penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis yang kedua yaitu
model analisis interaksi atau interactive analysis models dengan langkah-
langkah yang ditempuh yaitu sebagai berikut:
1. Pengumpulan data (Data Collection)
Pengumpulan data merupakan proses yang berlangsung sepanjang
penelitian, dengan menggunakan seperangkat instrumen yang telah
disiapkan, guna untuk memperoleh informasi data melalui. observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Dilaksanakan dengan cara pencarian data
yang diperlukan terhadap berbagai jenis data dan bentuk data yang ada di
lapangan, kemudian melaksanakan pencatatan data di lapangan.
2. Reduksi data (Data reduction)
Apabila data sudah terkumpul langkah selanjutnya adalah
mereduksl data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
23. 23
serta membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya
dan mencarinya apabila diperlukan.
Proses reduksi data dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan
sebagai berikut: pertama, peneliti merangkum hasil catatan lapangan
selama proses penelitian berlangsung yang masih bersifat kasar atau
acak ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. peneliti juga
mendeskripsikan terlebih dahulu hasil dokumentasi berupa foto-foto dan
dokumen lainnya. Setelah selesai, peneliti melakukan reflektif-reflektif
merupakan kerangka berpikir dan pendapat atau kesimpulan dari peneliti
sendiri.
3. Penyajian data (Data display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut, maka data
terorganisasikan tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah
dipahami. Display data adalah usaha merangkai informasi yang
terorganisir dalam upaya menggambarkan kesimpulan dan mengambil
tindakan. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk itraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Selain itu, dengan adanya penyajian data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Penyajian
data dalam penelitian ini peneliti paparkan dengan teks yang bersifat
naratif.
4. Penarikan Kesimpulan atau Verification
Setelah dilakukan penyajian data, maka langkah selanjutnya adalah
penarikan kesimpulan atau Verification ini merupakan aktivitas analisis, di
mana pada awal pengumpulan data, seorang analisis mulai memutuskan
apakah sesuatu bermakna, atau tidak mempunyai keteraturan, pola,
penjelasan, kemungkinan konfigurasi, hubungan sebab akibat, dan
24. 24
proposisi. Dimana komponen reduksi data dan sajian data dilakukan
bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul,
maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan
kesimpulan) saling berinteraksi.
E. Uji Keterpercayaan Data (trushworthines)
Pengecekan keabsahan data (trustworthiness) adalah bagian yang
sangat penting dan tidak terpisahkan dari penelitian kualitatif, Menurut
Lincoln dan Guba bahwa pelaksanaan pengecekan keabsahan data
didasarkan pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibitity),
keteralihan (transferabitity), kebergantungan (dependability) dan kepastian
(confirmability). Maka peneliti memakai empat kriteria tersebut untuk
mengecek keabsahan data yang diperoleh dalam penelitian ini.
1. Kredibilitas
Pengecekan kredibilitas atau derajat kepercayaan data perlu
dilakukan untuk membuktikana apakah yang diamati oleh peneliti benar-
benar telah sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar di
lapangan. Sedangkan menurut Lincoln dan Guba bahwa untuk
memperoleh data yang valid dapat ditempuh teknik pengecekan data
melalui: (l) observasi yang dilakukan secara terus-menerus (persistent
observation); (2) trianggulasi (triangulation) sumber data, metode dan
peneliti lain; (3) pengecekan anggota (member check), diskusi teman
sejawat (peer reviewing); dan (4) pengecekan mengenai kecukupan
referensi (referencial adequacy check) transferibilitas atau keteralihan
dalam penelitian kualitatif dapat dicapai dengan cara “uraian rinci”.
Pengujian terhadap kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan
dengan trianggulasi sumber data dan pemanfaatan metode, serta member
check. Dengan demikian dalam pengecekan keabsahan data mutlak
diperlukan dalam penelitian kualitatif agar supaya data yang diperoleh
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan melakukan verifikasi
terhadap data. Verifikasi terhadap data tentang managemen stategik
25. 25
kepala sekolah dalam mengembangkan profesionalitas tenaga
kependidikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengoreksi metode yang digunakan untuk memperoleh data. Dalam
hal ini peneliti telah melakukan cek ulang terhadap metode yang
digunakan untuk menjaring data. Metode yang dimaksud adalah
participant observation, indepth interview, dan dokumentasi
b. Mengecek kembali hasil laporan penelitian yang berupa uraian data
dan hasil interpretasi peneliti. Peneliti telah mengulang-ulang hasil
laporan yang merupakan produk dari analisis data diteruskan dengan
cross check terhadap subyek penelitian.
c. Triangulasi untuk menjamin obyektifitas dalam memahami dan
menerima informasi, sehingga hasil penelitian akan lebih objektif
dengan didukung cross check dengan demikian hasil dari penelitian ini
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Terdapat tiga macam
triangulasi yang dipergunakan untuk mendukung dan memperoleh
keabsahan data, yaitu:
1) Triangulasi dengan sumber
Menurut Patton dalam Creswell berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini dapat dicapai dengan cara,
yaitu:
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
Berkaitan dengan pengecekan keabsahan data ini, ketika peneliti
mendapatkan data tentang manajemen strategik kepala sekolahdalam
mengembangkan profesionalitas tenaga kependidikan dengan cara
observasi kemudian peneliti melanjutkan dengan cara membandingkan
dengan hasil wawancara, sehingga diperoleh data-data yang valid.
b) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi. Peneliti selalu mengulang
wawancara dengan informan yang telah ditentukan sebelumnya
dengan situasi yang berbeda. Dengan cara demikian, peneliti dapat
26. 26
mengetahui konsistensi informan berkaitan dengan data-data yang
peneliti perlukan.
c) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
2) Triangulasi dengan metode
Dalam penjaringan data, peneliti menggunakan metode ganda
untuk mendapatkan data yang sama. Hal ini peneliti lakukan karena tidak
ada metode tunggal yang dapat mencukupi untuk menjaring data tertentu,
sebab setiap metode memiliki aspek yang berbeda atas realitas empiris.
Cara ini peneliti tempuh selain untuk memperoleh data yang valid juga
untuk mengetahui konsistensi atau ekspresi para informan.
3) Triangulasi dengan teori.
Dalam hal ini peneliti melakukan pengecekan data dengan
membandingkan teori-teori yang dihasilkan para ahli yang sesuai dan
sepadan melalui penjelasan banding (rival explanation) dan hasil
penelitian ini dikonsultasikan lebih lanjut dengan subjek penelitian
sebelum dianggap mencukupi.
4) Triangulasi waktu atau perpanjangan keikutsertaan
Seperti yang telah dikemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif,
peneliti merupakan instrumen kunci, maka keikutsertaan peneliti sangat
menentukan dalam pengumpulan data. Agar data yang diperoleh sesuai
dengan kebutuhan pengamatan dan wawancara tentunya tidak dilakukan
dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan
dalam penelitian.
2. Transferabilitas
Transferabilitas atau keteralihan dalarn penelitian kualitatif dapat
dicapai dengan cara "uraian rinci". Untuk kepentingan ini peneliti berusaha
melaporkan hasil penelitiannya secara rinci. Uraian laporan diusahakan
dapat mengungkap secara khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh
pembaca agar para pembaca dapat memahami temuan-temuan yang
diperoleh. Penemuan itu sendiri bukan bagian dari uraian rinci melainkan
27. 27
penafsirannya yang diuraikan secara rinci dengan penuh tanggung jawab
berdasarkan kejadian-kejadian nyata.
3. Dependabilitas
Dependebilitas atau kebergantungan dilakukan untuk
menanggulangi kesalahan-kesalahan dalam konseptualisasi rencana
penelitian, pengumpulan data, interpretasi temuan, dan pelaporan hasil
penelitian. Untuk itu diperlukan dependent auditor atau para ahli di bidang
pokok persoalan penelitian ini. Sebagai dependent auditor dalam
penelitian ini adalah para pembimbing
28. 28
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kebijakan manajemen strategik dalam pengembangan budaya
organisasi di Darul Ulum Sarolangun
Strategi perubahan organisasii menjadi bagian penting guna
tercapainya visi misi UIN Maliki Malang yang telah mengalami
metamorfosis berkelanjutan mulai dari bentuk sekolah tinggi, institut,
kemudian universitas hingga dalam menjadi UIN Maliki Malang sekarang
ini. Perubahan yang bersifat pengembangan ini relatif cepat dan tentu
sangat memerlukan penanganan saksama agar tujuan mulia untuk
meningkatkan mutu pendidikan di lembaga pendidikan Islam terwujud.
Sumber-sumber daya yang tersedia harus dimanfaatkan
semaksimal mungkin.Kepemimpinan organisasi di tubuh UIN Maliki
Malang juga perlu diberdayakan dan dijalankan sesuai dengan kaidah
manajemen modern bersinar ajaran mulia dari al Quran dan Hadist.
Konsep-konsep peningkatan mutu manajemen dengan berbagai model
dan pendekatan yang tersedia dapat diejawantahkan dalam format
budaya bernafaskan nilai-nilai Islami. Setiap bentuk model manajemen
modern seperti manajemen strategik bagi kiranya perlu diadopsi sesuai
situasinya.
Dalam manajemen modern, kepedulian terhadap kekuatan atau
proses sosialisasi dalam organisasi semakin besar. Sosialisasi ini meliputi
pengembangan persepsi, nilai dan kepercayaan terhadap organisasi serta
pengaruh kondisi/keadaan dalam organisasi terhadap perilaku anggota.
Untuk mencapai keberhasilan, suatu organisasi harus dikembangkan
kepercayaan, sejumlah nilai, norma, tradisi dan kebiasaan yang unik dari
suatu organisasi yakni saling percaya (trust), hubungan timbal balik
(subtlety) dan keakraban.
Kekayaan besar dan tidak terukur nilainya yang dimiliki umat Islam
adalah cita-cita luhur, kemauan keras, dan bahkan kesediaan berkorban
29. 29
untuk merintis dan mengembangkan pendidikan. Fenomena seperti itu
dapat dijumpai di berbagai penjuru masayarakat Islam, dan tidak saja
tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat yang sudah cukup dari
sisi ekonomi, melainkan merata hampir di semua kelas dan strata sosial-
ekonomi. Atas dasar itu, maka tidak berlebihan jika disimpulkan: "di mana
ada umat Islam, di situ pula terselenggara pendidikan." Pendidikan, bagi
kaum muslimin, menjadi sebuah tuntutan yang hukumnya wajib dipenuhi.
Atas dasar prinsip ini, maka menjadi wajar jika cita-cita luhur, niat yang
tulus, dan prakarsa besar untuk merumuskan pengembangan pendidikan
Islam selalu terwujud sebagai sebuah awal yang baik bagi sebuah proses
perjuangan, sebagaimana yang dilakukan oleh IAIN Imam Bonjol Padang
saat ini. Oleh karena itu, saya menduga, Kementerian Agama-lembaga
pemerintahan yang berwenang mengembangkan lembaga pendidikan
Islam- mengalami kesulitan, bukannya dalam rangka mendorong dan
membangkitkan semangat pengembangan pendidikan Islam; melainkan
sebaliknya,
Kementarian Agama justru mengerem lajunya pertumbuhan dan
percepatan aspirasi masyarakat dalam memprakarsai pengembangan
pendidikan. Semangat membangun lembaga pendidikan Islam yang
sedemikian tinggi, yang tidak ditunjang oleh kemampuan finansial,
leadership, dan managerial yang unggul dan tangguh, maka akan
melahirkan Pendidikan Islam dengan label 'Bertahan hidup, namun sulit
mengalami kemajuan'.
Berbagai upaya STIT Darul Ulum Sarolangun untuk merubah diri
menjadi Sekolah Tinggi, merupakan ekspresi dari semangat yang tumbuh
dari internal warga kampus untuk mengembangkan sebuah cita-cita luhur
dan besar, yang pada umumnya disandang oleh umat Islam, yaitu agar
memiliki lembaga pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan ideal
sebagaimana dicita-citakan. Lembaga pendidikan yang diharapkan adalah
lembaga yang dibangun berdasarkan ajaran Islam. Cita-cita seperti itu
tidak bisa ditahan, apalagi dihalang-halangi. Cita-cita seperti itu menjadi
30. 30
kekuatan yang luar biasa yang selalu mencari peluang untuk tumbuh.
Semangat seperti itu tidak pernah bisa dipadamkan, ia akan selalu
menunggu kesempatan tumbuh.
Niat merubah STIT menjadi STAI tidak ditempuh dengan mudah,
dilalui dengan kerja keras, melelahkan, serta menyita waktu lama. Status
yang diperoleh Darul Ulum Sarolangun bukan merupakan hasil dari
kesabaran menunggu, melainkan lewat keberanian merebut kesempatan
dan menciptakan peluang. Kalimat "merebut kesempatan dan
menciptakan peluang" perlu ditekankan di sini, semata-mata untuk
menggambarkan bahwa peluang berubah menjadi universitas harus
diciptakan sendiri, dan demikian juga langkah-langkah strategis yang
ditempuh. Tantangan dan hambatan yang dihadapi cukup komplek, baik
yang datang dari kelompok-kelompok partisan di dalam (internal) kampus
maupun dari pihak-pihak luar (eksternal) kampus. Tetapi semua persoalan
itu, oleh karena cita-cita ini "aneh" atau kurang lazim, maka kesulitan-
kesulitan itu pun sudah diperhitungkan, dan bahkan munculnya dipandang
sebagai suatu keniscayaan.
Persoalan yang dihadapi STAI Darul Ulum dalam proses merubah
status kelembagaan setidak-tidaknya ada empat hal penting, yaitu (1)
perumusan konsep sekolah tinggi yang diinginkan, berikut kerangka ilmu
yang dikembangkan; (2) membangun konsolidasi internal, (3)
penyelesaian proses administrasi, terutama yang terkait perijinan, (4)
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan. Berbagai
persoalan itu dalam kenyatannya tidak selalu mudah diselesaikan. Akan
tetapi, didorong oleh gairah besar, cita-cita luhur dan niat tulus untuk
membangun format lembaga pendidikan Islam yang berkualitas serta
relevan dengan tuntutan zaman ke depan, maka apapun persyaratan dan
tuntutan yang diminta akan dipenuhi dengan segala upaya yang mungkin
dapat dilakukan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara observasi dan
dokumentasi yang dikumpulkan selama masa penelitian, kebijakan STAI
31. 31
Darul Ulum dalam pengembagan organisasi dalam menghadapi
perubahan statusnya adalah dengan:
1. Rekontruksi kurikulum
2. Pembentukan SPMI
3. Rekontruksi birokrasi
4. Pengembangan SDM
B. Program dalam pengembangan budaya organisasi di Darul Ulum
Sarolangun
Budaya organisasi (organizational culture) dapat didefinisikan
budaya berorganisasi atau budaya yang berhubungan dengan organisasi
sebagai makna dan sistem informasi bersama dalam sebuah organisasi
dan ditularkan di generasigenerasi kepada anggota, yang membuat
organisasi dapat bertahan hidup dan berkembang. Konsep iklim
organisasi adalah kondisi yang sengaja dibentuk berkaitan dengan bidang
psikologi industri dan organisasi yaitu perilaku bekerja dalam sebuah
organisasi.
Menurut Hofstede (dalam David Matsumoto dan Linda Juang,
2008:399) 4 dimensi utama, yaitu : jarak kekuasaan (power distance),
menghindari ketidakpastian (uncertainty avoidance), individualism vs
collectivism, masculinity vs feminity, Organisasi memiliki hubungan vertikal
atau hirarkis yang didasarkan pada status dan kekuasaan. Membedakan
orang menurut peran, fungsi, dan posisi mereka sangat penting untuk
kesuksesan dari sebuah organisasi. Kekuatan jarak mengacu pada tingkat
budaya yang berbeda, mendorong atau mempertahankan perbedaan
status dan kekuasaan. PD yang tinggi pada kekuatan jarak
mengembangkan aturan, mekanisme, dan ritual yang berfungsi untuk
memelihara dan memperkuat status hubungan antara anggota-anggota
mereka. Menurut Hofstede dalam Tri D dan Salis Y (2004:279)
Masyarakat dengan budaya tinggi berusaha menciptakan mekanisme
32. 32
untuk mengurangi resiko sedangkan masyarakat dengan budaya rendah
cenderung lebih toleransi terhadap situasi yang tidak pasti.
Implikasi dari budaya organisasi berkaitan dengan kesadaran akan
sifat dan fungsi dalam dunia kerja yang berkaitan dengan isu-isu dalam
kehidupan nyata. Budaya organisasi dalam kesesuaian antara
perusahaan dan karyawan adalah masalah nyata yang memiliki implikasi
yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Organisasi telah mulai
berjuang dengan masalah budaya antara karyawan dan perusahaan, dan
cara-cara baru, asimilasi pendatang baru ke dalam organisasi terus-
menerus sedang dikembangkan dari perspektif budaya.
Budaya berorganisasi yang terbangun di lingkungan STAI Darul
Ulum terwujud dalam sistem pengelolaan organisasi berdasarkan visi,
misi, tujuan, dan sasaran serta strategi pencapaian STAI Darul Ulum.
1) Anggota organisasi (dalam hal ini dosen di lingkup Darul Ulum
Sarolangun) dapat mengambarkan struktur organisasi secara tepat
sebesar 55 % menjawab sesuai gambar sedangkan 45% kurang
lengkap. Hampir 57 % memahami kedudukan dan fungsi dalam
organisasi yaitu sebagai dosen/ pengajar dan memenuhi kualifikasi,
43 % memahami kedudukan dan fungsi dalam organisasi namun
kualifikasi dalam tahap penyesuaian yaitu proses penyelesaian S2.
2) Pemahaman dosen sebagai anggota organisasi di lingkup Darul Ulum
Sarolangun terhadap visi, misi, tujuan, dan sasaran serta strategi
pencapaian. Dosen yang mampu memahami dan menulis visi, misi,
tujuan, dan sasaran serta strategi pencapaian dengan tepat 50 %,
sedangkan yang kurang tepat 35 % dan yang tidak sesuai 15 %.
3) Pemahaman dosen dalam melaksanakan tugas pokok tri dharma
Perguruan Tinggi beserta tugas tambahan, 79 % dosen memahami
tugas tri dharma perguruan tinggi, 21 % dosen hanya memahami
tugas pokok mengajar.
4) Penilaian diri terhadap kontribusi positif dalam menjaga
keberlangsungan sistem organisasi STAI Darul Ulum Sarolangun.
33. 33
Kekuatan diri (strong point) dan prestasi yang dimiliki untuk
mendukung keberlangsungan sistem organisasi STAI Darul Ulum
Sarolangun. Dari 28 responden/ informan : 22 dosen memiliki
kontribusi meningkatkan prestasi kejuaraan olah raga mahasiswa
antara regional dan nasional, 6 dosen berkontribusi di bidang
pengajaran.
5) Hal yang harus dipertahankan dalam pelaksanaan pengelolaan
organisasi STAI Darul Ulum Sarolangun, yaitu peningkatan kuantitas
lulusan secara terus menerus, melengkapi dan memperbarui sarana
prasarana KBM, peran fakultas dalam melakukan pembinaan prestasi
olah raga mahasiswa.
6) Hal yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan pengelolaan organisasi
STAI Darul Ulum Sarolangun, yaitu iklim akademik harus semakin di
bangun, manajemen organisasi dan sosialisasi program kerja yang
kontinue, perbaikan dan pembinaan kompetensi dosen secara
terencana, memfasilitasi dosen yang studi lanjut.
7) Perbedaan yang sering muncul dalam sistem pengelolaan STAI Darul
Ulum Sarolangun dalam perbedaan masculinity-femininity, perbedaan
yang terjadi diantaranya semangat dalam bekerja, dosen pria memiliki
tingkat keaktifan dari pada dosen wanita
C. Kegiatan dalam pengembangan budaya organisasi di Darul Ulum
Sarolangun
Masalah strategi SDM tidak dapat dilepaskan dari upaya panjang
pencarian dan implementasi teori yang bersumber pada peran
kompetensi inti (core competence) organisasi. Pergeseran paradigma dari
manajemen personalia (personnel management) yang berbasis
administrasi SDM menuju ke manajemen SDM (human resources
management) yang berbasis kompetensi makin menjadi tuntutan dan
tuntunan. Konsep yang berkembang pada abad ke-21 mengarah ke
manajemen modal manusia (human capital management). Upaya
34. 34
tersebut tak lepas dari pengembangan SDM melalui inisiatif pembelajaran
dengan manajemen pengetahuan (knowledge management).
Pengembangan SDM melalui inisiatif pembelajaran dengan knowledge
management ini sudah mulai dilaksanakan terutama untuk meningkatkan
kompetensi MSDM pada dekade akhir 2000-an yang berorientasi masa
kini dan masa. Pergesaran paradigma inilah yang menjadi cara pandang
STAI Darul Ulum Sarolangun dalam melaksanakan strategi SDM dosen
STAI Darul Ulum Sarolangun. Implementasi SDM dosen STAI Darul Ulum
Sarolangun tidak lagi pada manajemen personalia yang berbasis pada
administrasi saja. Dengan menerapkan strategic Human Resource
Management Dosen, pengembangan dosen lebih menitik beratkan pada
kompetensi inti dosen. Human Resource Management Dosen STAI Darul
Ulum Sarolangun mulai dari rekrument hingga mutasi dilaksanakan
secara transparan dan akuntabel.
1. Program Human Resource Management (Dosen)
Salah satu program pembinaan penelitian bagi dosen STAI Darul
Ulum Sarolangun adalah workshop metodologi penelitian, dan metode
penulisan proposal penelitian untuk meraih dana penelitian internal dan
eksternal. Perluasan jejaring penelitian yang dilakukan dosen-dosen STAI
Darul Ulum Sarolangun dilakukan melalui mekanisme penelitian
kerjasama. Sesuai dengan Buku Pedoman PPM, STAI Darul Ulum
Sarolangun mengapresiasi penelitian yang dilakukan kolaboratif dengan
dosen dari perguruan tinggi dan atau instansi relevan lainnya. Peneliti
yang melakukan penelitian kerjasama akan mendapatkan prioritas untuk
didanai dengan dana internal, terlebih lagi penelitian yang mendapatkan
dana bantuan dari luar negeri. Beberapa penelitian kolaboratif yang telah
dilaksanakan oleh beberapa pusat studi di STAI Darul Ulum Sarolangun
antara lain yang sudah dilakukan oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia
(PUSHAM) STAI Darul Ulum Sarolangun bekerjasama dengan Norwegian
Centre for Human Right Universitas Oslo, Norwegia, yang berkolaborasi
dalam penelitian “Penggunaan Buku Ajar Hukum HAM (Assessing the Use
35. 35
of the Human Right Law Textbook (2011-2012).” PUSHAM STAI Darul
Ulum Sarolangun bekerjasama dengan Raoul Wallenberg Institute of
Human Rights and Humanitarian Law (RWI), Universitas Lund, Swedia,
dalam Riset Penyusunan Mekanisme Penanganan Laporan Pelanggaran
HAM yang diterima oleh PUSHAM dan KOMNAS HAM RI (2011).”
Capaian dari penelitian-penelitian tersebut berupa kegiatan PkM berupa
berbagai macam training tentang HAM dan penerbitan buku HAM.
Dalam rangka menjamin keberlanjutan pembiayaan penelitian dan
pengabdian di STAI Darul Ulum Sarolangun, seluruh dosen dihimbau
untuk aktif menjalin kerjasama penelitian dengan pihak eksternal (nasional
dan internasional). Selain itu seluruh dosen dihimbau untuk mengikuti
berbagai kompetisi penelitian di tingkat nasional dan internasional. Upaya
pencarian dana eksternal dilakukan dengan mekanisme penyebarluasan
informasi, workshop penguatan kapasitas dosen dalam metodologi
penelitian dan penyusunan proposal, ceramah dari beberapa pakar yang
dapat memberikan strategi untuk meraih dana dari pihak eksternal, serta
pemberian insentif bagi dosen yang menyusun proposal untuk
memperoleh dana penelitian dari pihak eksternal. Selain itu untuk
mendorong dosen dalam berkompetisi meraih dana penelitian eksternal,
STAI Darul Ulum Sarolangun memberikan penghargaan (research award),
insentif publikasi di jurnal internasional dan insentif karya ilmiah dosen
yang dimasukkan dalam database karya ilmiah secara online di website
DPPM Stai Darul Ulum Sarolangun.
Berdasarkan hasil Lapoan Penilaian Kinerja Penelitian Perguruan
Tinggi tahun 2014 untuk pengukuran data periode 2010-2012 yang sudah
di-input dalam SIMLITABMAS, STAI Darul Ulum Sarolangun masuk dalam
klaster Utama bintang 2. Berdasarkan hasil laporan kinerja tersebut
diketahui bahwa STAI Darul Ulum Sarolangun memperoleh nilai tinggi
pada komponen Sumber Daya dan Manajemen Penelitian jika
dibandingkan dengan rata-rata nilai nasional. Sejumlah upaya telah
dilakukan antara lain melalui apresiasi capaian kinerja bidang karya ilmiah
36. 36
program studi. Berdasarkan Laporan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (DIKTI) terkait potensi karya ilmiah Perguruan Tinggi (PT) 2005-
2009, STAI Darul Ulum Sarolangun menempati peringkat pertama dari
kalangan PTS (dari 78 PTS) dan urutan ke-12 dari keseluruhan PT (dari
143 PT) di Indonesia
Tabel: Peringkat Laporan Potensi Karya Ilmiah Perguruan Tinggi
2005-2009
Berdasarkan Tabel tersebut tampak bahwa STAI Darul Ulum
Sarolangun berhasil meraih peringkat pertama tingkat Nasional untuk
pemeringkatan perguruan tinggi swasta berdasarkan 7 kriteria potensi
karya ilmiah tahun 2005-2009. Penelitian di STAI Darul Ulum Sarolangun
diarahkan pada keunikan lokal (local genius) sebagai keunggulan spesifik
akademik yang dilakukan secara kolaboratif antar Program Studi.
Keunikan ini diharapkan dapat menjadi keunggulan kompetitif (competive
advantage) bagi STAI Darul Ulum Sarolangun sehingga dapat
meningkatkan daya saing terhadap perguruan tinggi lain.
Berdasarkan data base penelitian di STAI Darul Ulum Sarolangun,
penelitian yang sudah dilakukan dapat dikelompokkan dalam 7 bidang
unggulan, yaitu: 1) Pengembangan Model Peningkatan Kualitas Hidup
Islami, 2) Sistem Penyelenggaraan Negara Anti Kejahatan Kemanusiaan
berbasis Keadilan, 3) Pengembangan Industri Ekonomi Kreatif berbasis
37. 37
Wirausaha dan Etika Berdaya Saing Global, 4) Pengembangan
Permukiman yang Cerdas, Lestari, dan Tanggap Bencana, 5)
Pengembangan Virtual environment (VE) untuk Pendidikan, Pemerintahan
dan Bisnis, 6) Pengembangan Teknologi Kesehatan untuk Pencegahan,
Diagnostik, dan Terapeutik, 7) Pengembangan Minyak Atsiri dan
Fitofarmaka untuk Peningkatan Kesehatan. Gambar berikut menyajikan
rekapitulasi hasil penelitian berdasarkan bidang dan jumlah dana yang
digunakan.
Gambar: Rangkuman penelitian dan pengabdian di STAI Darul Ulum
Sarolangun berdasarkan bidang dan jumlah dana yang digunakan
Selama 5 tahun terakhir di semua fakultas, tercatat ada 9 dosen
asing yang mengajar minimal 1 semester di STAI Darul Ulum Sarolangun,
sementara dosen asing yang memberikan kuliah <1 semester cukup
banyak, dalam bentuk kuliah umum dan teleconference. Mengacu pada
sasaran mutu, jumlah dosen asing minimal 1%, sementara jumlah dosen
38. 38
STAI Darul Ulum Sarolangun sebesar 529 orang, maka jumlah dosen
asing baik yang mengajar minimal 1 semester maupun yang memberikan
kuliah umum dan teleconference sudah mencapai target (>6%).
2. Anggaran
Komitmen STAI Darul Ulum Sarolangun dalam pengembangan
SDM dosen ditunjukkan melalui penyediaan dana penelitian dan
pengabdian masyarakat internal setiap tahun untuk seluruh dosen baik
yang dikoordinasi oleh DPPM, maupun dana penelitian yang langsung
dikelola oleh berbagai pusat studi di tingkat fakultas/program studi. Selain
menyediakan dana internal, STAI Darul Ulum Sarolangun juga
memfasilitasi seluruh dosen untuk berkompetisi dalam mendapatkan dana
penelitian eksternal baik dari lembaga nasional maupun internasional.
Sumbersumber dana eksternal antara lain Kementerian Riset dan
Teknologi (Kemenristek), dunia industri, pemerintah daerah, dan
masyarakat umum yang lain. Perolehan dana eksternal dari hibah
penelitian dan pengabdian maupun lembaga pemerintah lainnya terus
mengalami peningkatan.
Tabel: Sumber pendanaan penelitian dan pengabdian masyarakat
STAI Darul Ulum Sarolangun tahun 2013-2015
39. 39
BAB V
KESIMPULAN
Manajemen Strategi Pengembangan Budaya Organisasi
pendidikan tinggi dapat dilakukan dengan pendekatan manajemen
perubahan Kurt Lewin. Perubahan STIT Darul Ulum Sarolangun menjadi
STAI, jika didasarkan pada tiga tahapan yang dapat dijabarkan sebagai
berikut; Tahap pertama, Unfreezing. STAI harus beranjak dari zona
nyaman dengan menganalisis berbagai permasalahan. Tahap kedua,
moving. Perubahan STIT Darul Ulum menjadi STAI adalah perubahan
besar dan menyeluruh. Untuk itu, STAI Darul Ulum memerlukan berbagai
landasan. Tahap ketiga, refreezing. STAI Darul Ulum. Perubahan yang
terjadi bukan hanya perubahan nama saja, namun juga perubahan
kelembagaan, filosofis, sosial budaya, ekonomi dan psikologis. Meskipun
begitu, perubahan ini bukanlah akhir. Pola ini akan kembali ke awal
karena perubahan adalah sebuah keniscayaan.