2. I. ILMU PENGETAHUAN PEMERINTAHAN
(KYBERNOLOGI)
Pemerintahan adalah
suatu sistem dari gerak semua fungsi yang ada di satu masyarakat negara
yang mempunyai wilayah tertentu yang digunakan sebagai alat kekuasaan
untuk mencapai tujuan meliputi bidang-bidang kejasmanian dan kerohanian.
Pemerintah tidak akan mempunyai peran manakala tanpa adanya
pemerintahan karena pemerintah menunjukkan lembaga yang tidak dinamis
sedangkan pemerintahan merupakan kegiatan / proses aktivitas pemerintah.
3. Menurut W.S. Sayre (1970: 7)
“Government is best defined as the organized agency
of the state empressing and execing its authority”
(pemerintahan sebagai lembaga negara yang
terorganisir yang memperlihatkan dan menjalankan
kekuasaannya).
Jadi ilmu pemerintahan merupakan suatu ilmu
pengetahuan yang bertujuan untuk memimpin
hidup bersama manusia ke arah kebahagiaan yang
sebesar-besarnya tanpa merugikan orang secara
sah.
4. A. KUALITAS PEMERINTAHAN
Menurut Taliziduhu Ndraha, kualitas pemerintahan
dari pendekatan Kybernologi setiap masyarakat
adalah sebuah satuan kultur yang di gerakkan oleh
3 subkultur:
1. Subkultur ekonomi (SKE),
2. Subkultur kekuasaan (SKK), dan
3. Subkultur sosial (SKS)
5. Jika dimulai dari pembentukan SKK oleh SKS,
maka urutan dimensi-dimensi kualitas
pemerintahan adalah:
Pembentukan SKK oleh SKS dengan cara
tertentu, mis. pemilu
Penjanjian oleh SKK dalam bentuk kebijakan,
untuk mengendalikan sumber-sumber
Pembentukan nilai oleh SKE, termasuk
pembangunan
Redistribusi nilai kepada SKS oleh SKK
(penepatan janji) 5. Monev kinerja SKK oleh
SKS
Pertanggungjawaban SKK kepada SKS (dari
sini kembali ke rute 1)
6.
7. B. PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 1 butir 2 dan 3 UU 32/04, menyatakan bahwa
penyelenggara pemerintahan daerah adalah Kepala
Daerah dan DPRD.
Namun demikian, yang disebut pemerintah daerah
hanyalah Kepala Daerah dan jajarannya. Ketentuan
itu berarti, pemerintahan daerah lebih luas
ketimbang apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
oleh pemerintah daerah yaitu kepala daerah
beserta perangkatnya, satu di antara dua
penyelenggara pemerintahan daerah (yang satu
lagi DPRD).
8.
9.
10. Pemerintahan adalah interaksi antar tiga subkultur
(subkultur ekonomi, SKE, subkultur kekuasaan, SKK,
dan subkultur sosial, SKS, yang juga disebut
subkultur kepelangganan, SKP) yang menggerakkan
masyarakat itu untuk hidup maju dan berkelanjutan.
Kekuatan itu disebut subkultur karena setiap
masyarakat merupakan sebuah kultur. Jika kinerja
interaksi itu berkualitas good, maka governance itu
disebut good governance. Jika sebaliknya, disebut
bad governance. Jadi definisi good governance di sini
jauh berbeda dengan definisi yang selama ini dikenal.
Dengan demikian, pemerintahan daerah adalah local
governance.
11. Pemerintahan daerah bergerak pada tiga
dimensi, yaitu:
1. dimensi substansi (pemenuhan kebutuhan pelanggan),
2. dimensi lokasi, dan
3. dimensi waktu (proses: ada yang boleh serentak dan ada yang harus
berurutan dan bagaimana urut-urutannya, cepat dan lambat).
Dilihat dari sisi itu, tiada satupun kegiatan pemerintahan daerah yang
terlepas satu dengan yang lain.
12.
13. C. PEMERINTAHAN DAERAH BERBASIS
KOMPETENSI
Penyelenggara pemerintahan daerah itu terdiri dari
Pemerintah Daerah dan DPRD, maka kedua
lembaga itu wajib memiliki kompetensi untuk
menjalankan komponen sistem.
Competence (competency) selalu terkait dengan
skill, skill terkait dengan suatu job, job dengan
kinerja, kinerja dengan pelanggan, dan pelanggan
dengan negara.
14. Arti competence sederhana adalah:
“the quality of being competent. Competent berarti
having suitable or sufficient skill, knowledge,
experience, etc; properly qualified.“
Skill atau keterampilan adalah istilah umum yang
berisi kualitas yang bervariasi mulai dari tingkat
rendah sampai pada tingkat tinggi (keahlian,
kepakaran), dengan menggunakan anggota badan,
alat sederhana, sampai pada alat yang paling rumit,
bahkan penuh misteri.
15. Kybernologi Sebuah Panggilan Masa depan menjelaskan 10
kompetensi kepamongprajaan seperti terangkum dlm
Gambar 6:
1. Pamongpraja adalah pengamong pemerintahan. Kompetensi ini
menuntut pamongpraja untuk memihak fihak pelanggan negara
2. Pamongpraja adalah professional pemerintahan. Kompetensi ini
mengharuskan pamongpraja untuk menguasai asas-asas
profesionalisme, dan menggunakan Kode Etik
Kepamongprajaan sebagai pola perilakunya sehari-hari
3. Pamongpraja adalah kader pemerintahan civil. Ketentuan itu
diperlukan untuk menjaga kemurnian sikap pamongpraja
terhadap kekuasaan. yaitu pamongpraja bersikap civil dalam
"segala cuaca"
4. Pamongpraja adalah korps. Pamongpraja adalah sebuah
"body," badan yang utuh jiwa-raga, diikat oleh semangat korps,
kesiapan untuk menjunjung tinggi keluhuran profesi
kepamongprajaan, kesediaan untuk mengontrol dan
mengoreksi diri sendiri, dan tidak melindungi sesama yang
melanggar hukum dan mencemari kode etik kepamongprajaan
16. 5. Pamongpraja adalah garisdepan pemerintahan. Kompetensi ini
menuntut pamongpraja untuk hadir di mana-mana, di
belakang, di tengah, dan di depan, dan memiliki
tanggungjawab di masa lalu, masakini dan masadepan. Di
mana pamongpraja hadir, di situlah garis depan pemerintahan.
6. Pamongpraja adalah dinas dan jabatan karier, Makna
kompetensi ini ialah, kepamongprajaan tidak terbatas pada
masajabatan (lifelong career), dinas 24 jam sehari, dan
pengabdiannya kepada masyarakat utuh seumur hidup.
7. Pamongpraja adalah pemangku pemerintahan umum.
Pemerintahann umum adalah pemangku fungsi generalis
(generalist function) yang mengikat dan menjadi semacam
"superstruktur" bagi pemangku fungsi specialist pemerintahan.
Selaku generalis, profesi kepamongprajaan menuntut tidak
hanya keahlian khusus, tetapi terlebih keahlian umum.
17. 8. Pamongpraja adalah lembaga dekonsentrasi. Lembaga
dekonsentrasi adalah simbol pemerintahan pusat sebagai
wujud bentuk Negara kesatuan. Lembaga ini harus semakin
kuat dengan semakin otonomnya daerah-daerah, guna
mengarahkan kemaj uan daerah otonom pada kesebangsaan
Indonesia (tunggal ika) melalui proses konvergensi.
9. Pamongpraja adalah matarantai permanen antar siklus politik.
Kompetensi ini sangat penting sebagai pengawal Negara, guna
menjaga agar pada suatu saat tidak terjadi kekosongan
kekuasaan, akibat kondisi luar biasa tertentu. Hal ini terkait
erat dengan penegakan kode etik kepamongprajaan yang telah
dikemukakan dalam Bab II bagian 8 Kybernologi, HAM dan
Kepamongprajaan (2010)
10. Pamongpraja adalah kekuatan pengikat pusat dengan daerah.
18. Sebagai kekuatan pengikat pusat dengan
daerah, pamongpraja:
a. Berjiwa kenegarawanan (statesmanship), bukan
kewirausahaan (salesmanship).
b. Berdiri di atas semua kepentingan, bahkan tidak
berkepentingan sendiri.
c. Menjadi pamongpraja adalah pilihan bebas, keputusan
nurani terdalam, dan disadari sedini mungkin sejak
awal, sehingga kondisi profesi kepamongprajaan yang
menuntut kesederhanaan dan pengorbanan tidak
dijadikan alasan pelanggaran hukum dan pengabaian
tugas apapun jua.
d. Berfungsi linkage antara proses divergen dengan
proses konvergen berada di tangan pamongpraja.
19. Setiap kompetensi di atas memiliki dimensi-2 kompetensi.
Dimensi-2 itu dpt juga disebut sbg syarat bagi kompetensi yg
efektif (dimensi-2 efektivitas kompetensi) yaitu:
Dasar hukum (legalitas kompetensi) dari instansi yang berwewenang. Sudah
barang tentu, dasar hukum didahului dengan kebijakan tertentu yang
memberikan berbagai bahan pertimbangan dan keputusannya
Isi kompetensi, yaitu kemampuan-kemampuan potensial (keterampilan,
keahlian, dsb, yang diperlukan yang membentuk 10 kompetensi adi atas) yang
dibutuhkan dan diperoleh me lalui diktat, yang disebut juga kompetensi
akademik
Kompetensi sosial (akseptabilitas diri pelaku di tengah masyarakat pelanggan),
yaitu kemampuan untuk mengenal pelanggan sedalam-dalamnya melalui
empati setulus-tulusnya
Kompetensi etikal-moral, yaitu pribadi pelaku yang utuh, terpercaya dan
bertanggungj awab
Kompetensi jasmani-dan-rohani (kesehatan, emosi stabil, dsb). Pamongpraja
harus benar-benar menjaga kesehatan fisik dan jiwanya, bergaya hidup
sederhana, menjauhi konsumsi terlarang seperti rokok, miras dan sebangsanya
Penggunaan (aktualisasi) kompetensi secara operasional-pro fessional (disebut
juga kompetensi professional). Profesionalisme itu berawal pada ilmu
pengetahuan dan berakhir pada kompetensi teknikal, kompetensi artistik, dan
kompetensi kreatif yang nyata, sehingga menghasilkan nilai yang diharapkan.
20. Governance (interaksi antar tiga subkultur masyarakat) dengan enam
dimensi dipengaruhi oleh lima faktor kritik governance, yang
menimbulkan variabilitas kinerja pemerintahan, yaitu:
1. Keselarasan yaitu tingkat ketepatan waktu dan arah tiga subkultur pada tujuan
bersama jangka panjang, sehingga keberhasilan yang satu tidak merusak tetapi
sebaliknya mendukung keberhasilan yang lainnya
2. Keseimbangan yaitu tingkat bargaining power dan keluasan pengambilan
kesempatan berperan yang relatif sama antar tiga subkultur pada suatu saat,
mengingat hukum rantai yang menyatakan bahwa kekuatan sebuah rantai sama
dengan kekuatan matarantainya yang terlemah
3. Keserasian yaitu tingkat empati (empathicability, ethicality) sikap dan harmoni
kinerja tiga subkultur yang berbeda-beda, pada suatu saat
4. Dinamika yaitu tingkat kecepatan dan ketepatan perubahan (adaptabilitas)
hubungan antar subkultur dari kondisi heterostasis ke homostasis dan sebaliknya.
5. Keberlanjutan (kelestarian, kesinambungan, keterusberlangsungan), yaitu tingkat
kelancaran proses jangka panjang interaksi antar tiga subkultur sesuai dengan
norma (standar) yang (telah) disepakati bersama sejak awal, oleh rezim lima
tahunan yang berbeda-beda, sebagaimana terlihat pada tiga subkultur satu
dibanding dengan yang lain, dan kondisi interaksi antar tiga subkultur tersebut
menurut rute sebagaimana ditunjukkan oleh angka 1 sd 6 pada Gambar l.
Keberlanjutan yang dimaksud tidak harus oleh rezim yang sama, sebab justru
perubahan lingkungan yang cepat bahkan mendadak menuntut perubahan rezim.
21. D. STANDARISASI KOMPETENSI
Standar ada dua macam: tolak-ukur (mulai dari nol,
objektif) dan tolak-ukur (perbandingan, relatif). Standar
berfungsi sebagai tolak- dan tolok-ukur, dayatarik dan
dayadorong, harapan (das Sollen) untuk dikejar,
sepakatan antar stakeholders, khususnya antara provider
dengan pelanggan, norma hukum (formal) atau ikatan,
pegangan bagi para aktor pemerintahan dalam providing
layanan (kewajiban, wewenang dan tanggungjawab) dan
pegangan bagi pelanggan dalam menuntut hak-hak serta
memperjuangkannya bila perlu.