SlideShare a Scribd company logo
1 of 35
Kesenjangan antara yang kaya dan miskin dewasa ini semakin melebar,
kondisi penduduk miskin semakin terpuruk. Lingkungan tradisional sosial
ekonomi pedesaan seringkali dirusak, tanpa digantikan oleh suatu alternatif
yang lebih baik. Jumlah penduduk yang terus meningkat tdk dapat diserap
oleh sistem perdesaan yang ada. Hal ini menyebabkan migrasi besar besaran
ke daerah perkotaan sehingga menimbulkan banyak kasus, permasalahan di
perkotaan.
Oleh karena pengkajian ulang terhadap strategi pembangunan perdesaan
dimasa lalu dan kemudian belajar dari pengalaman tersebut untuk
memformulasikan suatu strategi baru yang diharapkan memperolah hasil
yang lebih baik dimasa datang.
Kerangka Pikir.
Indentifikasi : Masalah perdesaan di indonesia ; Kemiskinan, kependudukan
& ketenagaankerjaan, keterbatasan infrastruktur, dan kelembagaan.
Penyusunan Indikator :
1. Infrastruktur. 2. Pembangunan Pertanian. 3. Tingkat Industrialisasi. 4.
Perkembangan Bisnis non pertanian. 5. Pendidikan dan Kesehatan. 6.
Tingkat Rawan Bencana. 7. Kelembagaan & modal sosial. 8. Sosial Budaya.
Indentifikasi merupakan aktivitas mengenal, memahami dan merinci secara
keseluruhan potensi ( SDA & SDM ) yang dimiliki wilayah baik yang telah
dimobilisir maupun yang belum dimobilisir yang dapat menddukung upaya
meningkatkan kesejahteraan penduduk di wilayah yang bersangkutan dan atau
wilayah lain.
Sasaran / aspek-aspek dan kegiatan indentifikasi antara lain :
- Aspek siklus keberadaannya
- Aspek Jumlah / deposit.
- Aspek Kualitas.
- Aspek sebaran.
- Aspek kemanfaatan / pemanfaatan.
- Aspek Kebiajakan / legal / hukum dalam pengelolaannya ( termasuk
kepemilikannya.
- Aspek permasalahan
Aktifitas dan analisis potensi daerah/wilayah dapat dijadikan langkah awal
sebagai salah satu pemicu peningkatan posisi daya saing daerah.
Menjadikan data dan informasi yang akurat, cepat dan tepat menjadi satu
kebutuhan untuk pengambilan dan kebijakan, kebutuhan perencanaan
pembangunan dan sumber informasi untuk meyakinkan calon investor.
ANALISIS PER WILAYAH
Kondisi Umum Indikator per Wilayah :
(1). Sumatra; (2) Jawa-Bali; (3). Kep.Nusa Tenggara; (4) Kep. Maluku; (5)
Kalimantan;
(6) Sulawesi; (7). Papua.
Berdasarkan kondisi geografis / topografis : (1). Pesisir, (2) Lembah/DAS, (3).
Lereng, (4). Dataran.
Inventarisasi Existing Program per Wilayah.
Sebelum di Analisis perlu adanya Studi Lapangan (konfirmasi Hasil Desk Study).
ANALISIS
Isu-isu per Wilayah.
PENYUSUNAN.
Prioritas Program dan Strategi Kebijakan.
Masalah-masalah Pokok Perdesaan.
Ada 4 pokok masalah perdesaanyang saling terkait satu sama lain, ibarat lingkaran
yang tak berujung pangkal (vicios Circle) yakni :
- Masalah Kemiskinan ;
Kemiskinan Absolut bermakna bahwa ketidak mampuan masyarakat
perdesaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak berdasarkan
garis kemiskinan yang telah ditentukan.
Kemiskinan Relatif berkaitan dengan ketidak merataan pemilikan aset dan
pendapatan di wilayah perdesaan yang seringkali kali juga memperburuk
kondisi masyarakat yang mengalami kemiskinan absolut dan berpotensi
menimbulkan masalah masalah sosial lainnya, seperti kecemburuan dan
keresahan sosial.
- Masalah berkaitan dgn SDM yaitu tekanan penduduk dan ketenagakerjaan.
Masalah SDM berkaitan dengan tingkat pertumbuhan alami, tingkat
kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat produktivitas yang rendah dan tingkat
pengangguran diperdesaan.
Daerah perdesaan masih ditandai dengan tingkat kelahiran dan kematian bayi
yang masih relatif tinggi.
Masalah pokok ketiga adalah keterbatasan infrastruktur ; Keterbatasan infra
struktur fisik, ekonomi, dan sosial di daerah perdesaan memang sudah menjadi
masalah klasik dalam pembangunan perdesaan, tetapi sampai sekarang
permasalahan tersebut belum terselesaikan juga dengan baik. Penyediaan
infrastruktur ini harus didasarkan pada prinsip kebutuhan (local needs) dan
ketepatgunaan (appropriaatness).
Masalah keempat adalah Kelembagaan ; Menurut North (1990), kelembagaan
mancakup aturan main (rule of the game) dan prosedur yang mengatur
bagaimana agen (masyarakat) berinteraksi dan organisasi (player) yang
mengimplementasikan aturan-aturan tersebut untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Aturan main mencakup peraturan perundang-undangan pemerintah , aturan-
aturan tertulis yang digunakan oleh organisasi privat, dan organisasi publik,
serta aturan perilaku sosial tak tertulis seperti norma sosial, sanksi sosial, adat
istiadat dan budaya masyarakat (institusi formal).
Masalah ini bukan hanya berkaitan dgn ketersediaan lembaga-lembaga dibidang
ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Tetapi juga yang lebih penting adalah
apakah lebaga-lembaga tersebut berfungsi dengan baik atau tidak.
Pembangunan bukan dilakukan diruang hampa tetapi di dalam satu wilayah yang
memiliki selain manusia dan sumber daya fiskal juga memiliki sistim nilai.
Pengertian pembangunan yang dikemukakan oleh Todaro & Smith (2003),
sejalan dengan karakteristik pembangunan yang dikemukakan Dag
Hammarskjold Foundation (1977) yaitu pembangunan Harus :
1. Berorientasikan kepada kebutuhan (need-oriented) manusia, baik
material maupun non-material ;
2. Bersifat endogen, artinya muncul dari jiwa masyarakat itu sendiri
yang tercermin pada kedaulatan nilai-nilai dan visi mereka ;
3. Self-reliance yang berarti bahwa setiap masyarakat mengandalkan
terutama sekali pada kekuatan-kekuatan dan sumberdaya-
sumberdaya mereka sendiri (masyarakat, lingkungan alam, dan
budayanya) ;
4. ecologically-sound artinya penggunaan sumberdaya-sumberdaya
alam secara rasional dan bijak ;
5. Berdasarkan transformasi struktural dalam hubungan-hubungan
sosial, dalam kegiatan ekonomi dan distribusi spasial, seperti
halnya juga perubahan struktur kekuasaan.
Pembangunan Perdesaan di Indonesia.
Strategi pembangunan pertanian dan perdesaan di indonesia secara
umum bisa dibagi kedalam tiga tahap, yaitu :
- Tahap 25 tahun pertama pasca kemerdekaan pembangunan
perdesaan menekankan kepada pendekatan pemenuhan kebutuhan
pokok ( basic needs approach ) , pendekatan ini dilakukan melalui
berbagai program seperti pemberantasan buta aksara, peningkatan
pelayanan air bersih, penekanan angka kematian ibu melahirkan,
memperpanjang usia harapan hidup, pemenuhan sandang – pangan –
papan, dan yang sejenisnya.
- Tahap 25 tahun kedua (1970-1995) dikenalkan suatu pendekatan baru
yaitu ; strategi pembangunan manusia seutuhnya bersama-sama
dengan upaya pengembangan industrialisasi berbasiskan pertanian.
Ciri dari pendekatan ini antara lain : padat modal, otomatisasi-
mekanisasi, ketergantungan pada modal asing, industri substitusi
impor, dan produksi masal. Yang berakibat terjadi perubahan /
pergeseran struktural dan pergeseran norma-norma yang dianut oleh
masyarakat.
- Tahap ketiga yakni sejak tahun 1996, dimana pada tahap ini,
pembangunan pertanian dan perdesaan lebih banyak menitik beratkan
pada pemenuhan kebutuhan politik warganya. Ada dua penyebab
perubahan tersebut, yaitu
- (1). Secara eksternal, penguatan ideologi populisme – demokratisme
yang menuntut ruang kekuasaan yang lebih luas bagi masyarakat
madani ( civil society), secara signifikan telah mendorong masyarakat
desa untuk lebih berani memperjuangkan hak-haknya;
- (2). Secara internal, kekuasaan otoritarian-sentralisme yang
bekerjasama dengan kekuatan ekonomi kapitalisme-korporatisme yang
semakin menekan masyarakat juga telah memicu resistensi akar
rumput ( grass-root ).
Selain itu, krisis ekonomi 1997, telah mempercepat proses perubahan
sosial di indonesia. Ketidak percayaan terhadap rezim pemerintahan
otoritarian-kapitalistik Suharto telah menumbangkan kekuasaan
tersebut, dan digantikan dengan semangat baru yang dikenal era
reformasi.
Peraturan Pembangunan Perdesaan di Indonesia.
Aspek regulasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pembangunan termasuk perdesaan. Aturan-aturan tersebut antara lain
:
- UU 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
- Instruksi Mendagri No 11 tahun 1972 tentang Pelaksanaan Klasifikasi
dan Tipologi Desa di Indonesia
- UU 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
- UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
- UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
- Perpres No 7/2005 tentang RPJM tahun 2004 – 2009
- PP 72/2005 tentang Desa
- UU 17 tahun 2007 tentang RPJP Nasional 2005 – 2025
- UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- Permendagri 19 tahun 2007 tentang Pelatihan Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa Kelurahan
- Permendagri 51 tahun 2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan
Berbasis Masyarakat.
KENDALA-KENDALA PEMBANGUNAN PERDESAAN.
Daerah perdesaan umumnya memiliki ketidak beruntungan komparatif
(comparative disadvantages) yang cukup serius dalam konteks perkembangan
persaingan pasarglobal. Oleh karena itu, salah satu tujuan pembangunan
perdesaan adalah menghilangkan atau mengurangi ketidak beruntungan
komparatif tersebut untuk menjamin persaingan yang adil dan terciptanya
kohesi sosial dan ekonomi antara daerah yang berbeda.
Ketidak beruntungan komparatif tersebut biasanya muncul karena : (1)
Ketertinggalan pembangunan berbagai infrastruktur yang mengakibatkan
keterbatasan masyarakat perdesaan dalam berkomunikasi, produk, uang, dan
informasi. (2). Keterbatasan kemampuan (ability) dan sumber daya (resource-
type disadvantages untuk menghasilkan barang dan jasa yang bisa dijual di
pasar yang lebih luas. Ini merupakan kendala AKSES EKONOMI.
Kendala yang berikut adalah kelemahan atau kekurangan institusi publik atau
kemasyarakatan yang ada seperti Administrasi publik, organisasi masyarakat ,
LSM, masyarakat madani (civil societies) dan organisasi sosial politik. Tanpa
adanya masyarakat madani juga akan menyulitkan kita utk mengetahui apa
yang sesungguhnya yang diinginkan masyarakat. Ini merupakan kendala
KETERBATASAN AKSES..
TIPOLOGI DAN KARAKTERISTIK DESA.
Kondisi geografis, topografis dan demografis perdesaan secara umum di Indonesia,
menggambarkan karakteristik desa di 7 (tujuh) kelompok wilayah kepulauan
besar yaitu : Sumatra, Jawa-Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, Kalimantan,
Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua.
Jumlah desa di indonesia mencapai 57.665 desa. Jumlah ini mencakup kurang
lebih 82 persen dari total wilayah perdesaan (rural) dan perkotaan (urban). Dari
jumlah wilayah perdesaan di indonesia tersebut , 36.750 (63,73 persen)
diantaranya tersebar di kawasan Sumatera, Jawa dan Bali. Sedangkan sisanya
20.915 (36,28 persen) tersebar di 5 kawasan lainnya, yaitu : Kepulauan Nusa
Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.
Distribusi jumlah desa pada masing-masing kelompok wilayah ini berbalikan
dengan total luas masing-masing kelompok wilayah dan luas rata rata desa di
masing-mamsing kelompok wilayah, contoh wilayah Jawa Bali yang mencakup
desa paling tinggi setelah sumatera yakni 18.032 (31,27 persen), luas rata rata
desa di wilayah tersebut hanya 6.15 Km persegi dengan densitas penduduk
(jumlah orang per km persegi) lebih dari 1.000 orang. Bandingkan dengan desa-
desa di wilayah Kalimantan dan Papua. Dengan jumlah desa hanya mencakup
tdk lebih dari 10 persen dari total yang ada, densitas di kedua wilayah tersebut
masing-masing hanya sekitar 113 dan 88 orang per km persegi.
PERDESAAN DI INDONESIA DILIHAT DARI KONDISI PERMUKAAN
TANAH(TOPOGRAFI)
Dibagi dalam 4 kondisi permukaan tanah ; (i) Pesisir (14,12 persen) (ii) daerah aliran
sungai (DAS) 8,51 persen (iii). Lereng / perbukitan (24,56 persen) dan (iv), dataran
rendah (52,80 persen).
Kondisi permukaan tanah ini penting untuk diketahui karena perbedaan tersebut juga
menggambarkan perbedaan potensi sosial, ekonomi dan aspek lainnya satu desa
dengan desa lainnya. Indentifikasi terhadap perbedaan tersebut dapat bermanfaat
bagi formulasi kebijakan yang tepat bagi pembangunan perdesaan.
Topografi di kepulauan Nusa Tenggara dan Papua cenderung didominasi oleh
lereng/perbukitan, dikepulauan Maluku kawasan perdesaan banyak ditemui
dikawasan pesisir. (79,19 persen).
POPULASI DAN KEPADATAN PENDUDUK DESA.
Dari aspek kependudukan, kawasan perdesaan menghadapi masalah persebaran
penduduk yang tidak merata. Namun yang mungkin yang paling menjelaskan
adalah terkonsentrasinya sebagian besar sumber daya ekonomi di wilayah Jawa-
Bali. Pulau jawa yang luas wilayahnya kurang dari 7 persen dari keseluruhan
wilayah indonesia dihuni oleh 58,7 persen penduduk. Tingkat kepadatan
penduduk di pulau jawa terkonsentrasi di perkotaan. Kawasan pedesaan dipulau
jawa pun cukup padat, dgn rata-rata jumlah penduduk per desa sekitar 3.764 jiwa.
Sumatera 1.629 jiwa, kalimantan 1.363 jiwa, Sulawesi 1.574 jiwa, Papua 549 jiwa.
INFRASTRUKTUR FISIK PERDESAAN.
Ketersediaan infrastruktur, khususnya yang tepat guna dan berkualitas, merupakan
prasyarat untuk memecahkan permasalahan pembangunan di perdesaan.
Ketersediaan infrastruktur dapat mendukung aktifitas sosial ekonomi
keseharian, meningkatkan kualitas SDM dan mendorong pembangunan
kawasan perdesaan.ketiga hal tersebut saling bersinergis satu sama lainny.
Berputarnya aktifitas ekonomi dan meningkatnya kualitas SDM akan
mendorong laju pembangunan ekonomi desa. Sebaliknya keberhasilan
pembangunan perdesaan akan memberikan dampak balik yang positif bagi
peningkatan aktifitas kehidupan dan kualitas SDM.
KAPASITAS INFRASTRUKTUR FISIK.
- Infrastruktur Transportasi; merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pembangunan ekonomi pedesaan. Ketersediaan jalan yang mamadai misalnya
menjamin desa memiliki akses dari dan sumber-sumber ekonomi pemasaran.
- Infrastruktur Komunikasi; Kantor Pos sebagai salah satu wahana untuk
berkomunikasi dan mengirim uang dan barang bagi perdesaan di kawasan luar
Jawa-Bali masih terlalu jauh utk di akses.
INFRASTRUKTUR LISTRIK.
Kondisi infrastruktur yang baik serta kapasitasnya yang memadai mampu
memberikan stimulasi bagi kegiatan sosial ekonomi di suatu wilayah. Listrik
merupakan suatu sarana vital dalam aktivitas kehidupan keseharian dan
aktivitas ekonomi perdesaan.
Kawasan Jawa-Bali dan sumatera tingkat pemanfaatan listrik oleh rumah tangga
perdesaanberada dibawah rata-rata nasional, masing-masing aadalah 64
persen dan 57 persen. Sedangkan tingkat pemanfaatan listrik oleh rumah
tangga perdesaan di lima wilayah lainnya dibawah rata-rata nasional. Tingkat
efektifitasi didesa-desa kalimantan, sulawesi, kepulauan maluku dan papua
berkisar pada tingkat 40-an persen elektrifikasi paling rendah adalah
kepulauan nusa tenggara 21 persen.
INFRA STRUKTUR EKONOMI
Tanpa adanya infrastruktur ekonomi yang memadai, maka kegiatan ekonomi
perdesaan akan terhambat. Untuk rata-rata nasional, proporsi desa yang
memiliki usaha tani berbadan hukum hanya sekitar 9 persen. Di jawa-bali
sendiri hanya sekitar hanya sekitar 11 persen, sedangkan di sumatera dan
kalimantan masing-masing 10 persen dan 13 persen. Papua dan kepulauan
Maluku merupakan dua kawasan dengan proporsi desa yang memiliki usaha
tani berbadan hukum kurang dari 5 persen.
Ketersediaan pasar dan jarak ke pusat pertokoan juga merupakan dua indikator
yang dapat menggambarkan aktifitas komersial perekonomian sebuah desa.
Dari data PODES 2006 dapat dilihat bahwa hanya 19 persen dari total desa yang
memiliki pasar. Situasi paling buruk dijumpai di kepulauan Maluku dan Papua,
dimana desa-desa yang memiliki akses pasar kurang dari 10 persen dari total desa
yang ada di masing-masing wilayah tersebut.
Infrastruktur ekonomi lainnya yang sangat penting sebagai fasilitator
pembangunan ekonomi desa adalah keberadaan lembaga keuangan (bank dan
bukan bank) dan akses pada kredit. Keberadaan lembaga ini adalah untuk
memutus alur “ lingkaran setan “
Ragnar Nurkse salah satu konsepnya, yaitu lingkaran setan kemiskinan (the vicious
circles of proverty) dengan jelas mengungkapkan bahwa salah satu faktor
penyebab timbulnya lingkaran setan kemiskinan, baik di wilayah perdesaan
maupun perkotaan adalah adanya hambatan dalam pembentukan modal.
Lingkaran setan kemiskinan itu dapat di definisikan sebagai suatu rangkaian
kekuatan-kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga
menimbulkan suatu kondisi dimana sebuah masyarakat akan tetap miskin dan
akan mengalami banyak kesulitan dalam mencapai tingkat pembangunan yang
lebih tinggi.
INFRASTRUKTUR KESEHATAN.
(1). Ketersediaan Fasiltas Kesehatan Publik.
Faktor kesehatan merupakan salah satu yang menentukan kualitas SDM, karena
itulah, keberadaan parasarana kesehatan mutlak diperlukan bagi upaya untuk
mendorong pembangunan perdesaan, tanpa dukungan prasarana kesehatan yang
memadai, maka SDM yang berkualitas (dan tentu saja harus sehat) akan sulit
direalisasikan.
Untuk indikator proporsi desa yang memiliki fasilitas Rumah Sakit, ada tiga
kawasan yang memiliki proporsi dibawah 1 persen (0,01), yaitu Kawasan Jawa-
Bali, Kepulauan Nusa Tenggara dan Sulawesi. Sedangkan ke empat kawasan
lainnya Sumatera, Kalimantan, Kepulauan Maluku dan Papua masing-masing ada
1 persen.
Sedangkan yang memiliki fasiliats poliklinik, Kepulauan Maluku, Sulawesi dan
Kepulauan Nusa Tanggara merupakan tiga kawasan dengan proporsi terendah 2
persen, dan 3 persen. Sedangkan kawasan dengan proporsi yang memiliki
puskesmas di atas 10 persen adalah Kepulauan Maluku dengan 11 persen, sdngkan
yang paling terendah adalah Papua 7 persen.
Untuk indikator proporsi desa yang memiliki fasilitas praktek dokter dan bidan,
hanya kawasan Jawa-Bali 15 persen dan 80 persen. Maluku dan Papua terendah
hanya 1 persen dan 3 persen.
(2). Jarak Desa ke Fasilitas Kesehatan Publik.
Masalah “ jarak “ dapat dikorelasikan sebagai penyebab rendahnya aksebilitas
masyarakat pada prasarana pelayanan kesehatan. Untuk kawasan Sumatera RS
terdekat 37,70 Km, untuk Jawa-Bali 21.07 Km, dan untuk kawasan Kalimantan
54,62 Km, semakin kearah timur jarak dari desa ke RS terdekat semakin besar,
hingga mencapai 73,76 Km.
Sedangkan jarak desa ke RSB dan poliklinik berkisar antara 13,17 Km (Jawa-Bali),
hingga 82,73 Km (Papua). Kawasan Kalimantan, Kepulauan Maluku dan Papua
merupakan tiga kawasan dengan rata-rata jarak ke RSB dan Poliklinik lebih dari
50 Km. Selain aksebilitas transportasi menuju prasarana kesehatan, semakin
jauh jarak desa ke RSB atau poliklinik. Maka semakin rentan pula resiko
keguguran pada saat menjelang kelahiran bayi.
Jarak antara desa ke puskesmas dan puskesmas pembantu (pustu) relatif cukup
terjangkau jika dibandingkan dengan tiga indikator sebelumnya. Untuk
Sulawesi saja rata-rata jarak dari desa ke puskesmas sekitar 10,85 km, dan jarak
ke pustunya 9,12 Km.
Dari data-data di atas dapat dianalisis bahwa per satuan jarak, dari tujuh
kawasan yang ada, secara rata-rata untuk satu RS terdapat dua hingga tiga
puskesmas atau pustu.
(3). Aksebilitas Desa ke Fasilitas Kesehatan Publik.
Aspek infrastruktur kesehatan lain yang juga penting untuk dilihat adalah
tingkat kemudahan dalam mencapai fasilitas kesehatan baik publik maupun
swasta. Untuk beberapa kawasan tingkat aksebilitas masyarakat terhadap
prasarana kesehatan dasar masih sangatminim, hal tersebut diindikasikan oleh
skor di bawah 0,5.
(4). Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Perdesaan.
Pelayanan Kesehatan, selain didukung oleh ketersediaan fasilitas dan
perlengkapan kesehatan, juga perlu ditunjang oleh ketersediaan tenaga kesehatan
yang mencukupi dan mumpuni. Rata-rata proporsi tenaga pelayanan kesehatan
mencerminkan dua hal, antara lain: (1) ketersediaan tenaga pelayanan kesehatan
per satuan wilayah, dan (2). Kapasitas serta tingkat coverage (jangkauan layanan)
pertenaga pelayanan kesehatan.
(5). Ketersediaan Tenaga Pelayanan Kesehatan per Satuan Wilayah.
Kawasan kepulauan Maluku dan Papua merupakan dua kawasan dengan
proporsi terendah atas desa yang memiliki tenaga dokter, proporsinya hanya 5
persen artinya dari 100 desa yang ada di kedua kawasan tersebut, hanya terdapat
sekitar 5 desa yang memilki tenaga dokter. Sedangkan perawat/mantri utk Maluku
dan Papua berada diatas kawasan Sumatera dan Jawa-Bali yaitu sekitar 0,64 dan
0,62 persen.
(6). Kapasitas serta Tingkat Coverage (jangkauan layanan) per Tenaga Pelayanan
Kes.
Selain kawasan Kepulauan Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggar, Jawa-Bali
juga termasuk kawasan dengan proporsi terendah atas tenaga dokter per
100.000 penduduk, dengan proporsi sekitar 4, implikasinya, tiap 1 orang tenaga
dokter di kawasan Jawa-Bali diharapkan mampu memberikan pelayanan
kesehatan kepada 25.000 penduduk.
(7). Fasilitas Penunjang Kesehatan di Perdesaan.
Aspek kesehatan lingkungan, seperti tersedianya tempat pengelolaan
sampah dan prasarana sanitasi, merupakan aspek yang cukup berpengaruh
bagi kesehatan masyarakat. Ketersediaan air bersih juga tidak kalah
pentingnya dalam memnunjang kesehatan lingkungan, antara lain untuk
pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan masyarakat, baik untuk air minu,
masak, mandi, cuci, dsb nya.
INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN.
(1). Ketersediaan Fasilitas Pendidikan Dasar.
Berbagai data statistik dan studi empiris memperlihatkan bahwasanya bukan
hanya pengembangan modal fisik yang mampu menstimulaasi pertumbuhan
ekonomi, namun pengembangan modal manusia (human capital) juga dinilai
mampu menjadi motorpenggerak kemajuan ekonomi.
Proporsi desa yang memiliki SD untuk kawasan Jawa-Bali telah mencapai 99
persen dengan begitu dapat dipastikan kawasan tersebut hampir ditiap desa
terdapat minimal 1 unit SD.
Kawasan Kepulauan Nusa Tenggara 97 persen, Sulawesi 94 persen, Kepulauan
Maluku 94 persen, ddan kalimantan 93 persen. Sedangkan kawasan Sumatera
dan Papua merupakan dua kawasan yang memiliki proporsi desa yang
memiliki SD relatif lebih rendah yaitu 76 persen dan 61 persen.
Prasarana SMP di wilayah perdesaan tergolong minim kurang dari 50 persen.
Untuk wilayah Jawa-Bali 34 persen, Sumatera 24 persen, Kepulauan Nusa
Tenggara dan Sulawesi 29 persen, Kalimantan 26 persen Kepulauan Maluku 30
persen, Papua kurang dari 10 persen, yaitu 8 persen.
Proporsi Desa yang memiliki SMA dihampir seluruh kawasan, kecuali kawasan
kepulauan Maluku kurang dari 10 persen. Untuk kawasan Jawa-Bali 9 persen,
apalagi jika dibandingkan dengan kawasan Papua yang proporsinya hanya
sekitar 2 persen. Sedangkan untuk SMK ternyata hampir merata antara kawasan,
yaitu berkisar antara 1 hingga 2 persen. Atau dengan kata lain, dari sekitar 100
desa yang ada, hanya terdapat 1 hingga 2 SMK saja.
(2). Jarak ke Fasilitas Pendidikan Dasar.
Jarak desa ke fasilitas pendidikan juga menggambarkan akses warga desa ke
pelayanan pendidikan. Semakin pendek jarak desa ke fasilitas pendidikan
tersebut, semakin besar akses warga desa ke pelayanan pendidikan. Angka 0 km
menunjukan bahwa fasilitas pendidikan terkait terletak di dalam desa.
Jika jarak tempuh ke prasarana ke prasarana SD di wilayah perdesaan di
kawasan Jawa-Bali sekitar 1,12 km, maka untuk kawasan Kalimantan jaraknya
bisa mencapai 7,70 km, kepulauan Maluku 8,30 km dan papua 22,30 km.
dibandingkan dengan prasarana SD, ketersediaan prasarana SMP hingga
SMA/SMK dibeberapa kawasan tergolong langka, misalnya untuk mengenyam
pendidikan tingkat SMP, masyarakat perdesaan di kawasan Papua harus
menempuh rata-rata jarak sejauh 37,04 Km. kondisi yang lebih parah lagi jika
hendak melanjutkan pendidikan ke SMU mereka perlu menempuh jarak 58,73
km.
Pembangunan Pertanian di Perdesaan.
(1). Usaha Tani sub sistem .
Tiga kawasan yang memiliki proporsi desa yang memanfaatkan
output pertanian hanya memenuhi kebutuhan pangan mereka (sub
sistem) di atas rata-rata nasional yaitu kawasan Kepulauan Nusa
Tenggara dengan sekitar 587 desa sub sistem (18,92 persen),
Kalimantan dengan sekitar 807 desa sub sistem (18,92 persen), dan
papua dengan sekitar 703 desa sub sistem (26,57 persen). Sedangkan
di luar tiga kawasan tersebut proporsi desa sub sistem jauh lebih
rendah berkisar antara 4,26 persen hingga 7,58 persen. Data ini
konsisten dengan distribusi ketersediaan lembaga dan pemanfaatan
jasa lembaga keuangan yang timpang antar kedua kelompok wilayah
tersebut.
(2). Kawasan jawa masih merupakan kawasan dengan proporsi terbesar
dalam penggunaan lahan sawah, yaitu mencapai 40 persen.
Sebaliknya di kawasan luar jawa-bali, pemanfaatan lahan lebih
diarahkan sebagai lahan pertanian bukan sawah.
Yang mungkin patut jadi perhatian disini adalah masih relatif besarnya
lahan sawah tanpa dukungan infrastruktur irigasi. Di wilayah jawa-bali
masih ada kurang lebih 25 persen lahan sawah tanpa irigasi. Di
kalimantan lahan sawah tanpa irigasi mencapai lebih dari 33 persen.
(3). Komoditas Pertanian Utama.
Ada enam kawasan yang memiliki proporsi desa yang menjadikan
komoditas pangan sebagai komoditas pertanian unggulan, yaitu ;
(1). Kawasan Sumatera 10,357 desa (56,77 persen); (2). Kawasan jawa-
bali sekitar 15.705 desa (89,56 persen); (3). Kawasan kepulauan Nusa
Tenggara 2.433 desa (76,17 persen); (4). Kawasan Kalimantan 3.211 desa
(58,03 persen); (5). Kawasan Sulawesi 3.306 desa (46,09 persen); (6).
Kawasan Papua 2.132 desa (66,79 persen), sedangkan Maluku
kawasannya menjadikan komoditas perkebunan 928 desa 61,91 persen.
Disisi lain ada beberapa desaa yang menjadikan komoditas peternakan,
perikanan darat dan perikanan laut sebagai basis ekonomi di desanya.
Tingkat Industrialisasi di Perdesaan.
(1). Ketersediaan Prasarana Penunjang Industrialisasi.
Dalam proses transisi menuju masyarakat modern, industrialisasi
cukup memegang peranan penting. Desa yang memiliki kawasan
industri di Kalimantan relatif lebih tinggi, yaitu sekitar 1,4 persen.
Sedangkan di jawa-bali proporsinya hanya sekitar 0,8 persen. Disisi lain
keberadaan sentra industri juga terbilang langka, hampir 1,9 persen di
jawa-bali, dan sekitar 0,3 persen di kawasan kepulauan maluku, yang
memilki sentra industri.
(2). Jumlah Industri berdasarkan Skala Usaha.
Salah satu indikator potensi non ekonomi adalah tingkat industrialisasi
perdesaan seperti industri menengah dan kecil yang berlokasi di desa.
Rata rata jumlah industri menengah di wilayah Jawa-Bali 0.184 artinya
setiap 100 desa secara rata-rata terdapat kurang lebih 18 usaha yang
masuk katagori industri menengah. Sedangkan di papua setiap 100 desa
hanya ada kurang dari 1 usaha.
(3). Industri Kecil Menurut Bidang Usaha.
Bidang usaha industri kecil dapat digunakan sebagai salah satu
petunjuk potensi ekonomi desa. Untuk kawasan Sumatera industri
kecilnya 28,7 persen, bergerak dibidang pengolahan makanan, 23,2
persen dibidang pembuatan anyaman, 22,7 persen dibidang pengolahan
kayu dan sisanya 25,4 persen dibidang pengolahan kulit, baja, keramik,
tenun.
Perkembangan Usaha Non-Pertanian.
Usaha non pertanian saat ini makin dipandang sebagai salah satu potensi
desa yang harus didorong untuk mengembangkan perekonomian
perdesaan. Selain itu arti penting usaha non pertanian juga dapat
dilihat dari perannya sebagai pelindung masyarakat desa saat sektor
pertanian mengalamai kegagalan, misalnya akibat serangan hama atau
bencana alam. Mengingat potensi dasarnya yang cukup besar, hingga
saat ini kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan masih didominasi oleh
sektor tradisional, dengan pertanian sebagai basisnya.
Pendidikan dan Kesehatan.
SDM merupakan penentu bagi maju tidaknya sebuah proses
pembangunan, seperti disebutkan sebelumnya, dua faktor kunci yang
membentuk kualitas SDM yang baik adalah faktor Kesehatan dan
pendidikan, dibagian ini juga telah dibahas indikator ketersediaan
fasilitas pendidikan dan kesehatan. Sedangkan indikator dari hasil-hasil
(out comes) yaitu ;
(1), Tingkat melek huruf, adalah kemampuan baca tulis.
(2). Tingkat partisipasi sekolah, rata-rata secara nasional 90 persen
penduduk telah mengecap pendidikan, hanya di Papua berkisar 64
persen,
(3). Morbiditas merupakan salah satu indikator kesehatan penting yang
memiliki implikasi pada aspek-aspek dari human capital yang pada
akhirnya berpengaruh pada kualitas SDM. Semakin sering seseorang
individu sakit maka akan semakin sering tdk masuk sekolah. Tingkat
mobirditas yang paling tinggi ada di kepulauan Nusa Tenggara dan
Papua.
Tingkat Rawan Bencana.
Kerentanan sebuah kawasan terhadap bencana alam mempengaruhi
efektivitas program-program pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah. Di daerah yang rawan bencana juga lebih mungkin
ditemukan masalah-masalah kesehatan dan pendidikan yang muncul
akibat bencana alam.
Kawasan Sumatera dan Sulawesi cukup rawan terhadap potensi
bencana alam, masing-masing 44 persen dan 43 persen. Artinya dari
100 desa yang ada dikawasan tersebut 44 diantaranya merupakan desa
rawan bencana.
Kawasan Papua, Kalimantan dan Kepulauan Maluku merupakan 3
kawasan yang relatif aman terhadap potensi bencana berkisar di 20
hingga 23 persen.
Aspek Kelembagaan dan Modal Sosial.
Selama ini, peran institusi, budaya dan struktur sosial dalam masyarakat
terhadap kinerja ekonomi diasumsikan tidak ada.
Perbedaan beberapa indikator yang mem-proxy kapasitas kelembagaan
di desa-desa di Indonesia, seperti lembaga swadaya masyarakat, badan
permusyawaratan desa, stabilitas politik dan keamanan serta
kegotongroyongan..
(1). Ketersediaan Organisasi Sosial Kemasyarakatan.
Peran LSM bagi pembangunan di wilayah perdesaan tidak dapat
dipandang remeh, selain sebagai lembaga pengontrol kinerja
pembangunan di perdesaan, LSM juga dapat berperan sebagai sarana
pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat mengenai hal-hal yang ada
disekeliling mereka.
Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa, juga dapat merupakan
indikator institusi yang baik. Keberadaan lembaga ini dapat mewakili
suara dan isnpirasi warga dalam penentuan program-program desa dan
pengambilan keputusan lainnya.
(2). Stabilitas Politik dan Keamanan.
Situasi keamanan di perdesaan dinilai berkorelasi positif terhadap
kegiatan ekonomi msayarakat, yang pada akhirnya dapat mendukung
atau menghambat kegiatan ekonomi masyarakat. Kondisi keamanan
dapat diukur dari tingkat konflik sosial dan tingkat kriminalitas di
sebuah kawasan.
Indikator proporsi desa memiliki aktivitas keamanan mencerminkan
seberapa besar upaya sebuah desa dalam mengantisipasi segala tindakan
yang berpotensi menimbulkan ancaman keamanan bagi masyarakat.
Kawasan Papua dan kepulauan Maluku merupakan dua kawasan dengan
proporsi terendah atas desa yang memiliki aktivitas keamanan.
Mengenai tingkat konflik sosial di masyarakat, kepulauan Maluku
merupakan kawasan yang paling rentan terhadap potensi timbulnya
tawuran antar warga, dengan proporsi 7 persen, artinya per 100 desa
yang ada di kawasan tersebut, 7 desa diantaranya merupakan desa rawan
terhadap tawuran.
(3). Modal Sosial.
Modal sosial merupakan sebuah fenomena yang tumbuh dari bawah
(bottom-up phenomenon) , yang berasal dari sekumpulan individu yang
membentuk pola jalinan sosial yang didasarkan atas prinsip saling
mempercayai (trust), norma dalam berperilaku, serta aksi kolektif.
Aspek Sosial – Budaya.
Penyebaran masyarakat dari berbagai etnis di sebuah wilayah perdesaan
tentu saja turut memperkaya nilai-nilai budaya dari masyarakat
setempat. Proporsi desa multi etnis di kawasan Kalimantan dan Sulawesi
tergolong tinggi 77 persen dan 74 persen, di Kawasan Jawa-Bali 44
persen, sedangkan sisanya merupakan desa mono etnis 56 persen.
Program Potensial per Wilayah.
Program pembangunan perdesaan yang potensial untuk dikemvangkan
pada masing-masing wilayah :
(1). Wilayah Jawa – Bali.
Program pembangunan perdesaan di wilayah Jawa dan Bali perlu
ditekankan pada upaya pada pengembangan usaha non pertanian yang
terkait dengan sektor pertanian dan industri. Corak pengembangan
program pembangunan misalnya dalam bentuk pengembangan
pertanian yang dikaitkan dengan sektor industri (misalnya agro
industri berbasis lokal), maupun perpaduan antara pertanian dan jasa
(agribisnis dan agrowisata). Percepatan laju pembangunan sektor
pertanian perlu didukung melalui pengembangan kelembagaan dan
perbaikan akses sumber modal di perdesaan.
(2). Wilayah Sumatera.
Pembangunan perdesaan di wilayah Sumatra perlu memberikan
pprioritas pada pengembangan sektor pariwisata berbasis pertanian
dan pengembangan industri berbasis pertanian serta peningkatan
akses ke sumber pembiayaan perdesaan. Sektor pendidikan dan
kesehatan perlu diberikan penekanan.
(3). Wilayah Kalimantan.
Pengembangan infrastruktur transportasi dn modal transportasi air
perlu ditekankan. Selain itu perlu diarahkan pada peningkatan terhadap
ketersediaan dan akses pendidikan dan kesehatan. Hal lainnya yang
perlu didorong adalah pengembangan industri perdesaan dengan
mempertimbangkan kekuatan sumber daya lokal dan usaha non
pertanian.
(4). Wilayah Sulawesi.
Pengembangan sumber daya desa pesisir untuk meningkatkan nilai
tambah pemanfaatan sumber daya laut, baik perikanan darat maupun
tangkap. Pengembangan industri perdesaan yang memanfaatkan
sumber daya lokal perlu difasilitasi untuk mengoptimalkan potensi
perdesaan.
(5). Wilayah kepulauan Nusa Tenggara.
Prioritas pembangunan di perdesaan Nusa Tenggara difokuskan pada
upaya peningkatan fasilitas dan akses pendidikan serta kesehatan.
Pembangunan pertanian diarahkan untuk pengembangan wilayah pesisir
dan optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya ikan laut, baik dalam
bentuk segar maupun olahan.
(6). Wilayah kepulauan Maluku.
Wilayah Maluku di arahkan pada perbaikan fasilitas dan peningkatan
akses, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan. Sedangkan pada
pengembangan sektor pertanian diprioritaskan pada pengembangan
potensi sumberdaya laut dan budi daya ikan tercakup pula
pengembangan agribisnis dan agrowisata bahari.
(7). Wilayah Papua.
Seyogyanya diprioritaskan pada peningkatan akses pendidikan dan
kesehatan, serta pengembangan aspek kelembagaan dan sosial budaya.
Meskipun secara kuantitatif jumlah pembangunan infrastruktur telah
tinggi, namun tetapm perlu diprioritaskan infrastruktur. Terutama modal
transportasi udara dan utk mengatasi isolasi wilayah.
KEMAJUAN PEMBANGUNAN PERDESAAN
KEMAJUAN PEMBANGUNAN PERDESAAN

More Related Content

What's hot

EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNANEVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNANDadang Solihin
 
PERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGPERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGDadang Solihin
 
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegaraTubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegaraLaras Kun Rahmanti Putri
 
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...Dadang Solihin
 
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
Penyusunan  RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD  Penyusunan  RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD Dadang Solihin
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ProvinsiPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ProvinsiPenataan Ruang
 
Konsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
Konsep Pembangunan Kawasan PerdesaanKonsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
Konsep Pembangunan Kawasan PerdesaanAulia Arif
 
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan ProsesPerencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan ProsesDadang Solihin
 
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)Joy Irman
 
Pendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanPendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanQiu El Fahmi
 
Menghitung Lq dan Shiftshare Hasil Pertanian Kacang Tanah, Padi, Kacang kedel...
Menghitung Lq dan Shiftshare Hasil Pertanian Kacang Tanah, Padi, Kacang kedel...Menghitung Lq dan Shiftshare Hasil Pertanian Kacang Tanah, Padi, Kacang kedel...
Menghitung Lq dan Shiftshare Hasil Pertanian Kacang Tanah, Padi, Kacang kedel...Arthur Semseviera Rontini
 
Metodologi dan Pengukuran SDGs DESA
Metodologi dan Pengukuran SDGs DESAMetodologi dan Pengukuran SDGs DESA
Metodologi dan Pengukuran SDGs DESATV Desa
 
Analisis Kebutuhan Masyarakat
Analisis Kebutuhan Masyarakat Analisis Kebutuhan Masyarakat
Analisis Kebutuhan Masyarakat Siti Sahati
 
Isu pengembangan wilayah
Isu pengembangan wilayah  Isu pengembangan wilayah
Isu pengembangan wilayah Hafida Siti
 
Konsep Dasar Perencanaan
Konsep Dasar PerencanaanKonsep Dasar Perencanaan
Konsep Dasar PerencanaanDadang Solihin
 
Proposal proyek pembangunan
Proposal proyek pembangunanProposal proyek pembangunan
Proposal proyek pembangunanmus takim
 
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifPerencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifDadang Solihin
 
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan KegiatanVisi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan KegiatanDadang Solihin
 
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanBeberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanYuca Siahaan
 

What's hot (20)

EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNANEVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
 
PERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGPERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANG
 
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegaraTubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
 
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
 
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
Penyusunan  RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD  Penyusunan  RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ProvinsiPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
 
Konsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
Konsep Pembangunan Kawasan PerdesaanKonsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
Konsep Pembangunan Kawasan Perdesaan
 
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan ProsesPerencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
 
Administrasi Pembangunan
Administrasi PembangunanAdministrasi Pembangunan
Administrasi Pembangunan
 
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
 
Pendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanPendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunan
 
Menghitung Lq dan Shiftshare Hasil Pertanian Kacang Tanah, Padi, Kacang kedel...
Menghitung Lq dan Shiftshare Hasil Pertanian Kacang Tanah, Padi, Kacang kedel...Menghitung Lq dan Shiftshare Hasil Pertanian Kacang Tanah, Padi, Kacang kedel...
Menghitung Lq dan Shiftshare Hasil Pertanian Kacang Tanah, Padi, Kacang kedel...
 
Metodologi dan Pengukuran SDGs DESA
Metodologi dan Pengukuran SDGs DESAMetodologi dan Pengukuran SDGs DESA
Metodologi dan Pengukuran SDGs DESA
 
Analisis Kebutuhan Masyarakat
Analisis Kebutuhan Masyarakat Analisis Kebutuhan Masyarakat
Analisis Kebutuhan Masyarakat
 
Isu pengembangan wilayah
Isu pengembangan wilayah  Isu pengembangan wilayah
Isu pengembangan wilayah
 
Konsep Dasar Perencanaan
Konsep Dasar PerencanaanKonsep Dasar Perencanaan
Konsep Dasar Perencanaan
 
Proposal proyek pembangunan
Proposal proyek pembangunanProposal proyek pembangunan
Proposal proyek pembangunan
 
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifPerencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
 
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan KegiatanVisi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan
 
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanBeberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
 

Similar to KEMAJUAN PEMBANGUNAN PERDESAAN

Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinOperator Warnet Vast Raha
 
artikel ketimpangan sosial.docx
artikel ketimpangan sosial.docxartikel ketimpangan sosial.docx
artikel ketimpangan sosial.docxtinaagustina38
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinSeptian Muna Barakati
 
ppt tugas teori pembangunan new.pptx
ppt tugas teori pembangunan new.pptxppt tugas teori pembangunan new.pptx
ppt tugas teori pembangunan new.pptxHANIFPRASETYO10
 
MODEL-MODEL ANTI KEMISKINAN DUNIA KETIGA -IPEM4542-SESI3.pptx
MODEL-MODEL ANTI KEMISKINAN DUNIA KETIGA -IPEM4542-SESI3.pptxMODEL-MODEL ANTI KEMISKINAN DUNIA KETIGA -IPEM4542-SESI3.pptx
MODEL-MODEL ANTI KEMISKINAN DUNIA KETIGA -IPEM4542-SESI3.pptxFuzyFirdaZhan
 
ABCD (Asset Based Comunity Development)
ABCD (Asset Based Comunity Development)ABCD (Asset Based Comunity Development)
ABCD (Asset Based Comunity Development)Jean Tambunan
 
187240415 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
187240415 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin187240415 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
187240415 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskinOperator Warnet Vast Raha
 
54435422 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
54435422 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin54435422 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
54435422 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskinOperator Warnet Vast Raha
 
Presentation6.pptx kemiskinan dan kesenjangaan pendapatan
Presentation6.pptx kemiskinan dan kesenjangaan pendapatanPresentation6.pptx kemiskinan dan kesenjangaan pendapatan
Presentation6.pptx kemiskinan dan kesenjangaan pendapataniswah yuni
 
Karakteristik industri kecil
Karakteristik industri kecilKarakteristik industri kecil
Karakteristik industri kecilDian Equanti
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinOperator Warnet Vast Raha
 
Kebijakan pemda materi pelatihan kpmd
Kebijakan pemda materi pelatihan kpmdKebijakan pemda materi pelatihan kpmd
Kebijakan pemda materi pelatihan kpmdDEDI SUTARDI
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 

Similar to KEMAJUAN PEMBANGUNAN PERDESAAN (20)

171436214 makalah-perekonomian-indonesia
171436214 makalah-perekonomian-indonesia171436214 makalah-perekonomian-indonesia
171436214 makalah-perekonomian-indonesia
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
 
artikel ketimpangan sosial.docx
artikel ketimpangan sosial.docxartikel ketimpangan sosial.docx
artikel ketimpangan sosial.docx
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
 
ppt tugas teori pembangunan new.pptx
ppt tugas teori pembangunan new.pptxppt tugas teori pembangunan new.pptx
ppt tugas teori pembangunan new.pptx
 
MODEL-MODEL ANTI KEMISKINAN DUNIA KETIGA -IPEM4542-SESI3.pptx
MODEL-MODEL ANTI KEMISKINAN DUNIA KETIGA -IPEM4542-SESI3.pptxMODEL-MODEL ANTI KEMISKINAN DUNIA KETIGA -IPEM4542-SESI3.pptx
MODEL-MODEL ANTI KEMISKINAN DUNIA KETIGA -IPEM4542-SESI3.pptx
 
ABCD (Asset Based Comunity Development)
ABCD (Asset Based Comunity Development)ABCD (Asset Based Comunity Development)
ABCD (Asset Based Comunity Development)
 
187240415 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
187240415 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin187240415 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
187240415 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
 
54435422 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
54435422 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin54435422 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
54435422 akses-keadilan-bagi-masyarakat-miskin
 
Expose Pemekaran Wilayah
Expose Pemekaran WilayahExpose Pemekaran Wilayah
Expose Pemekaran Wilayah
 
Presentation6.pptx kemiskinan dan kesenjangaan pendapatan
Presentation6.pptx kemiskinan dan kesenjangaan pendapatanPresentation6.pptx kemiskinan dan kesenjangaan pendapatan
Presentation6.pptx kemiskinan dan kesenjangaan pendapatan
 
Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak
Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak
Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak
 
Karakteristik industri kecil
Karakteristik industri kecilKarakteristik industri kecil
Karakteristik industri kecil
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
 
Makalah akp
Makalah akpMakalah akp
Makalah akp
 
Kebijakan pemda materi pelatihan kpmd
Kebijakan pemda materi pelatihan kpmdKebijakan pemda materi pelatihan kpmd
Kebijakan pemda materi pelatihan kpmd
 
Makalah Kemiskinan
Makalah Kemiskinan Makalah Kemiskinan
Makalah Kemiskinan
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Pengertian pembangunan menurut para ahli
Pengertian pembangunan menurut para ahliPengertian pembangunan menurut para ahli
Pengertian pembangunan menurut para ahli
 
Pengertian pembangunan menurut para ahli
Pengertian pembangunan menurut para ahliPengertian pembangunan menurut para ahli
Pengertian pembangunan menurut para ahli
 

More from Transmission Music Group

More from Transmission Music Group (20)

Mewirausahakan Birokrasi - REINVENTING GOVERNMEN
Mewirausahakan Birokrasi - REINVENTING GOVERNMENMewirausahakan Birokrasi - REINVENTING GOVERNMEN
Mewirausahakan Birokrasi - REINVENTING GOVERNMEN
 
teory-teori Pembaharuan Pemerintah Daerah - by Ornes kogoya
teory-teori Pembaharuan Pemerintah Daerah - by Ornes kogoyateory-teori Pembaharuan Pemerintah Daerah - by Ornes kogoya
teory-teori Pembaharuan Pemerintah Daerah - by Ornes kogoya
 
Pembaharuan pemerintah daerah BY ORNES KOGOYA S.STP
Pembaharuan pemerintah daerah BY ORNES KOGOYA S.STPPembaharuan pemerintah daerah BY ORNES KOGOYA S.STP
Pembaharuan pemerintah daerah BY ORNES KOGOYA S.STP
 
Teori teori pembaharuan pem-da -all teory
Teori teori pembaharuan pem-da -all teoryTeori teori pembaharuan pem-da -all teory
Teori teori pembaharuan pem-da -all teory
 
Reinventing Government
Reinventing GovernmentReinventing Government
Reinventing Government
 
Annurev orgpsych-032414-111449
Annurev orgpsych-032414-111449Annurev orgpsych-032414-111449
Annurev orgpsych-032414-111449
 
2623054
26230542623054
2623054
 
1992825
19928251992825
1992825
 
1959589
19595891959589
1959589
 
03. modul-3-mps-bl-2012 revisi
03. modul-3-mps-bl-2012 revisi03. modul-3-mps-bl-2012 revisi
03. modul-3-mps-bl-2012 revisi
 
Pamong praja 6
Pamong praja 6Pamong praja 6
Pamong praja 6
 
Pamong praja 5
Pamong praja 5Pamong praja 5
Pamong praja 5
 
Pamong praja 4
Pamong praja 4Pamong praja 4
Pamong praja 4
 
Pamong praja 3
Pamong praja 3Pamong praja 3
Pamong praja 3
 
Pamong praja 2
Pamong praja 2Pamong praja 2
Pamong praja 2
 
Pamong praja 1
Pamong praja 1Pamong praja 1
Pamong praja 1
 
Analisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publikAnalisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publik
 
Dasar dasar managemen
Dasar dasar managemenDasar dasar managemen
Dasar dasar managemen
 
Etika pemerintahan
Etika pemerintahanEtika pemerintahan
Etika pemerintahan
 
Analisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publikAnalisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publik
 

KEMAJUAN PEMBANGUNAN PERDESAAN

  • 1. Kesenjangan antara yang kaya dan miskin dewasa ini semakin melebar, kondisi penduduk miskin semakin terpuruk. Lingkungan tradisional sosial ekonomi pedesaan seringkali dirusak, tanpa digantikan oleh suatu alternatif yang lebih baik. Jumlah penduduk yang terus meningkat tdk dapat diserap oleh sistem perdesaan yang ada. Hal ini menyebabkan migrasi besar besaran ke daerah perkotaan sehingga menimbulkan banyak kasus, permasalahan di perkotaan. Oleh karena pengkajian ulang terhadap strategi pembangunan perdesaan dimasa lalu dan kemudian belajar dari pengalaman tersebut untuk memformulasikan suatu strategi baru yang diharapkan memperolah hasil yang lebih baik dimasa datang. Kerangka Pikir. Indentifikasi : Masalah perdesaan di indonesia ; Kemiskinan, kependudukan & ketenagaankerjaan, keterbatasan infrastruktur, dan kelembagaan. Penyusunan Indikator : 1. Infrastruktur. 2. Pembangunan Pertanian. 3. Tingkat Industrialisasi. 4. Perkembangan Bisnis non pertanian. 5. Pendidikan dan Kesehatan. 6. Tingkat Rawan Bencana. 7. Kelembagaan & modal sosial. 8. Sosial Budaya.
  • 2. Indentifikasi merupakan aktivitas mengenal, memahami dan merinci secara keseluruhan potensi ( SDA & SDM ) yang dimiliki wilayah baik yang telah dimobilisir maupun yang belum dimobilisir yang dapat menddukung upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk di wilayah yang bersangkutan dan atau wilayah lain. Sasaran / aspek-aspek dan kegiatan indentifikasi antara lain : - Aspek siklus keberadaannya - Aspek Jumlah / deposit. - Aspek Kualitas. - Aspek sebaran. - Aspek kemanfaatan / pemanfaatan. - Aspek Kebiajakan / legal / hukum dalam pengelolaannya ( termasuk kepemilikannya. - Aspek permasalahan Aktifitas dan analisis potensi daerah/wilayah dapat dijadikan langkah awal sebagai salah satu pemicu peningkatan posisi daya saing daerah. Menjadikan data dan informasi yang akurat, cepat dan tepat menjadi satu kebutuhan untuk pengambilan dan kebijakan, kebutuhan perencanaan pembangunan dan sumber informasi untuk meyakinkan calon investor.
  • 3. ANALISIS PER WILAYAH Kondisi Umum Indikator per Wilayah : (1). Sumatra; (2) Jawa-Bali; (3). Kep.Nusa Tenggara; (4) Kep. Maluku; (5) Kalimantan; (6) Sulawesi; (7). Papua. Berdasarkan kondisi geografis / topografis : (1). Pesisir, (2) Lembah/DAS, (3). Lereng, (4). Dataran. Inventarisasi Existing Program per Wilayah. Sebelum di Analisis perlu adanya Studi Lapangan (konfirmasi Hasil Desk Study). ANALISIS Isu-isu per Wilayah. PENYUSUNAN. Prioritas Program dan Strategi Kebijakan.
  • 4. Masalah-masalah Pokok Perdesaan. Ada 4 pokok masalah perdesaanyang saling terkait satu sama lain, ibarat lingkaran yang tak berujung pangkal (vicios Circle) yakni : - Masalah Kemiskinan ; Kemiskinan Absolut bermakna bahwa ketidak mampuan masyarakat perdesaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak berdasarkan garis kemiskinan yang telah ditentukan. Kemiskinan Relatif berkaitan dengan ketidak merataan pemilikan aset dan pendapatan di wilayah perdesaan yang seringkali kali juga memperburuk kondisi masyarakat yang mengalami kemiskinan absolut dan berpotensi menimbulkan masalah masalah sosial lainnya, seperti kecemburuan dan keresahan sosial. - Masalah berkaitan dgn SDM yaitu tekanan penduduk dan ketenagakerjaan. Masalah SDM berkaitan dengan tingkat pertumbuhan alami, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat produktivitas yang rendah dan tingkat pengangguran diperdesaan. Daerah perdesaan masih ditandai dengan tingkat kelahiran dan kematian bayi yang masih relatif tinggi.
  • 5. Masalah pokok ketiga adalah keterbatasan infrastruktur ; Keterbatasan infra struktur fisik, ekonomi, dan sosial di daerah perdesaan memang sudah menjadi masalah klasik dalam pembangunan perdesaan, tetapi sampai sekarang permasalahan tersebut belum terselesaikan juga dengan baik. Penyediaan infrastruktur ini harus didasarkan pada prinsip kebutuhan (local needs) dan ketepatgunaan (appropriaatness). Masalah keempat adalah Kelembagaan ; Menurut North (1990), kelembagaan mancakup aturan main (rule of the game) dan prosedur yang mengatur bagaimana agen (masyarakat) berinteraksi dan organisasi (player) yang mengimplementasikan aturan-aturan tersebut untuk mencapai hasil yang diinginkan. Aturan main mencakup peraturan perundang-undangan pemerintah , aturan- aturan tertulis yang digunakan oleh organisasi privat, dan organisasi publik, serta aturan perilaku sosial tak tertulis seperti norma sosial, sanksi sosial, adat istiadat dan budaya masyarakat (institusi formal). Masalah ini bukan hanya berkaitan dgn ketersediaan lembaga-lembaga dibidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Tetapi juga yang lebih penting adalah apakah lebaga-lembaga tersebut berfungsi dengan baik atau tidak. Pembangunan bukan dilakukan diruang hampa tetapi di dalam satu wilayah yang memiliki selain manusia dan sumber daya fiskal juga memiliki sistim nilai.
  • 6. Pengertian pembangunan yang dikemukakan oleh Todaro & Smith (2003), sejalan dengan karakteristik pembangunan yang dikemukakan Dag Hammarskjold Foundation (1977) yaitu pembangunan Harus : 1. Berorientasikan kepada kebutuhan (need-oriented) manusia, baik material maupun non-material ; 2. Bersifat endogen, artinya muncul dari jiwa masyarakat itu sendiri yang tercermin pada kedaulatan nilai-nilai dan visi mereka ; 3. Self-reliance yang berarti bahwa setiap masyarakat mengandalkan terutama sekali pada kekuatan-kekuatan dan sumberdaya- sumberdaya mereka sendiri (masyarakat, lingkungan alam, dan budayanya) ; 4. ecologically-sound artinya penggunaan sumberdaya-sumberdaya alam secara rasional dan bijak ; 5. Berdasarkan transformasi struktural dalam hubungan-hubungan sosial, dalam kegiatan ekonomi dan distribusi spasial, seperti halnya juga perubahan struktur kekuasaan.
  • 7. Pembangunan Perdesaan di Indonesia. Strategi pembangunan pertanian dan perdesaan di indonesia secara umum bisa dibagi kedalam tiga tahap, yaitu : - Tahap 25 tahun pertama pasca kemerdekaan pembangunan perdesaan menekankan kepada pendekatan pemenuhan kebutuhan pokok ( basic needs approach ) , pendekatan ini dilakukan melalui berbagai program seperti pemberantasan buta aksara, peningkatan pelayanan air bersih, penekanan angka kematian ibu melahirkan, memperpanjang usia harapan hidup, pemenuhan sandang – pangan – papan, dan yang sejenisnya. - Tahap 25 tahun kedua (1970-1995) dikenalkan suatu pendekatan baru yaitu ; strategi pembangunan manusia seutuhnya bersama-sama dengan upaya pengembangan industrialisasi berbasiskan pertanian. Ciri dari pendekatan ini antara lain : padat modal, otomatisasi- mekanisasi, ketergantungan pada modal asing, industri substitusi impor, dan produksi masal. Yang berakibat terjadi perubahan / pergeseran struktural dan pergeseran norma-norma yang dianut oleh masyarakat.
  • 8. - Tahap ketiga yakni sejak tahun 1996, dimana pada tahap ini, pembangunan pertanian dan perdesaan lebih banyak menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan politik warganya. Ada dua penyebab perubahan tersebut, yaitu - (1). Secara eksternal, penguatan ideologi populisme – demokratisme yang menuntut ruang kekuasaan yang lebih luas bagi masyarakat madani ( civil society), secara signifikan telah mendorong masyarakat desa untuk lebih berani memperjuangkan hak-haknya; - (2). Secara internal, kekuasaan otoritarian-sentralisme yang bekerjasama dengan kekuatan ekonomi kapitalisme-korporatisme yang semakin menekan masyarakat juga telah memicu resistensi akar rumput ( grass-root ). Selain itu, krisis ekonomi 1997, telah mempercepat proses perubahan sosial di indonesia. Ketidak percayaan terhadap rezim pemerintahan otoritarian-kapitalistik Suharto telah menumbangkan kekuasaan tersebut, dan digantikan dengan semangat baru yang dikenal era reformasi.
  • 9. Peraturan Pembangunan Perdesaan di Indonesia. Aspek regulasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembangunan termasuk perdesaan. Aturan-aturan tersebut antara lain : - UU 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah - Instruksi Mendagri No 11 tahun 1972 tentang Pelaksanaan Klasifikasi dan Tipologi Desa di Indonesia - UU 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa - UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan - UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah - Perpres No 7/2005 tentang RPJM tahun 2004 – 2009 - PP 72/2005 tentang Desa - UU 17 tahun 2007 tentang RPJP Nasional 2005 – 2025 - UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang - Permendagri 19 tahun 2007 tentang Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kelurahan - Permendagri 51 tahun 2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat.
  • 10. KENDALA-KENDALA PEMBANGUNAN PERDESAAN. Daerah perdesaan umumnya memiliki ketidak beruntungan komparatif (comparative disadvantages) yang cukup serius dalam konteks perkembangan persaingan pasarglobal. Oleh karena itu, salah satu tujuan pembangunan perdesaan adalah menghilangkan atau mengurangi ketidak beruntungan komparatif tersebut untuk menjamin persaingan yang adil dan terciptanya kohesi sosial dan ekonomi antara daerah yang berbeda. Ketidak beruntungan komparatif tersebut biasanya muncul karena : (1) Ketertinggalan pembangunan berbagai infrastruktur yang mengakibatkan keterbatasan masyarakat perdesaan dalam berkomunikasi, produk, uang, dan informasi. (2). Keterbatasan kemampuan (ability) dan sumber daya (resource- type disadvantages untuk menghasilkan barang dan jasa yang bisa dijual di pasar yang lebih luas. Ini merupakan kendala AKSES EKONOMI. Kendala yang berikut adalah kelemahan atau kekurangan institusi publik atau kemasyarakatan yang ada seperti Administrasi publik, organisasi masyarakat , LSM, masyarakat madani (civil societies) dan organisasi sosial politik. Tanpa adanya masyarakat madani juga akan menyulitkan kita utk mengetahui apa yang sesungguhnya yang diinginkan masyarakat. Ini merupakan kendala KETERBATASAN AKSES..
  • 11. TIPOLOGI DAN KARAKTERISTIK DESA. Kondisi geografis, topografis dan demografis perdesaan secara umum di Indonesia, menggambarkan karakteristik desa di 7 (tujuh) kelompok wilayah kepulauan besar yaitu : Sumatra, Jawa-Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua. Jumlah desa di indonesia mencapai 57.665 desa. Jumlah ini mencakup kurang lebih 82 persen dari total wilayah perdesaan (rural) dan perkotaan (urban). Dari jumlah wilayah perdesaan di indonesia tersebut , 36.750 (63,73 persen) diantaranya tersebar di kawasan Sumatera, Jawa dan Bali. Sedangkan sisanya 20.915 (36,28 persen) tersebar di 5 kawasan lainnya, yaitu : Kepulauan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Distribusi jumlah desa pada masing-masing kelompok wilayah ini berbalikan dengan total luas masing-masing kelompok wilayah dan luas rata rata desa di masing-mamsing kelompok wilayah, contoh wilayah Jawa Bali yang mencakup desa paling tinggi setelah sumatera yakni 18.032 (31,27 persen), luas rata rata desa di wilayah tersebut hanya 6.15 Km persegi dengan densitas penduduk (jumlah orang per km persegi) lebih dari 1.000 orang. Bandingkan dengan desa- desa di wilayah Kalimantan dan Papua. Dengan jumlah desa hanya mencakup tdk lebih dari 10 persen dari total yang ada, densitas di kedua wilayah tersebut masing-masing hanya sekitar 113 dan 88 orang per km persegi.
  • 12. PERDESAAN DI INDONESIA DILIHAT DARI KONDISI PERMUKAAN TANAH(TOPOGRAFI) Dibagi dalam 4 kondisi permukaan tanah ; (i) Pesisir (14,12 persen) (ii) daerah aliran sungai (DAS) 8,51 persen (iii). Lereng / perbukitan (24,56 persen) dan (iv), dataran rendah (52,80 persen). Kondisi permukaan tanah ini penting untuk diketahui karena perbedaan tersebut juga menggambarkan perbedaan potensi sosial, ekonomi dan aspek lainnya satu desa dengan desa lainnya. Indentifikasi terhadap perbedaan tersebut dapat bermanfaat bagi formulasi kebijakan yang tepat bagi pembangunan perdesaan. Topografi di kepulauan Nusa Tenggara dan Papua cenderung didominasi oleh lereng/perbukitan, dikepulauan Maluku kawasan perdesaan banyak ditemui dikawasan pesisir. (79,19 persen). POPULASI DAN KEPADATAN PENDUDUK DESA. Dari aspek kependudukan, kawasan perdesaan menghadapi masalah persebaran penduduk yang tidak merata. Namun yang mungkin yang paling menjelaskan adalah terkonsentrasinya sebagian besar sumber daya ekonomi di wilayah Jawa- Bali. Pulau jawa yang luas wilayahnya kurang dari 7 persen dari keseluruhan wilayah indonesia dihuni oleh 58,7 persen penduduk. Tingkat kepadatan penduduk di pulau jawa terkonsentrasi di perkotaan. Kawasan pedesaan dipulau jawa pun cukup padat, dgn rata-rata jumlah penduduk per desa sekitar 3.764 jiwa. Sumatera 1.629 jiwa, kalimantan 1.363 jiwa, Sulawesi 1.574 jiwa, Papua 549 jiwa.
  • 13. INFRASTRUKTUR FISIK PERDESAAN. Ketersediaan infrastruktur, khususnya yang tepat guna dan berkualitas, merupakan prasyarat untuk memecahkan permasalahan pembangunan di perdesaan. Ketersediaan infrastruktur dapat mendukung aktifitas sosial ekonomi keseharian, meningkatkan kualitas SDM dan mendorong pembangunan kawasan perdesaan.ketiga hal tersebut saling bersinergis satu sama lainny. Berputarnya aktifitas ekonomi dan meningkatnya kualitas SDM akan mendorong laju pembangunan ekonomi desa. Sebaliknya keberhasilan pembangunan perdesaan akan memberikan dampak balik yang positif bagi peningkatan aktifitas kehidupan dan kualitas SDM. KAPASITAS INFRASTRUKTUR FISIK. - Infrastruktur Transportasi; merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan ekonomi pedesaan. Ketersediaan jalan yang mamadai misalnya menjamin desa memiliki akses dari dan sumber-sumber ekonomi pemasaran. - Infrastruktur Komunikasi; Kantor Pos sebagai salah satu wahana untuk berkomunikasi dan mengirim uang dan barang bagi perdesaan di kawasan luar Jawa-Bali masih terlalu jauh utk di akses.
  • 14. INFRASTRUKTUR LISTRIK. Kondisi infrastruktur yang baik serta kapasitasnya yang memadai mampu memberikan stimulasi bagi kegiatan sosial ekonomi di suatu wilayah. Listrik merupakan suatu sarana vital dalam aktivitas kehidupan keseharian dan aktivitas ekonomi perdesaan. Kawasan Jawa-Bali dan sumatera tingkat pemanfaatan listrik oleh rumah tangga perdesaanberada dibawah rata-rata nasional, masing-masing aadalah 64 persen dan 57 persen. Sedangkan tingkat pemanfaatan listrik oleh rumah tangga perdesaan di lima wilayah lainnya dibawah rata-rata nasional. Tingkat efektifitasi didesa-desa kalimantan, sulawesi, kepulauan maluku dan papua berkisar pada tingkat 40-an persen elektrifikasi paling rendah adalah kepulauan nusa tenggara 21 persen. INFRA STRUKTUR EKONOMI Tanpa adanya infrastruktur ekonomi yang memadai, maka kegiatan ekonomi perdesaan akan terhambat. Untuk rata-rata nasional, proporsi desa yang memiliki usaha tani berbadan hukum hanya sekitar 9 persen. Di jawa-bali sendiri hanya sekitar hanya sekitar 11 persen, sedangkan di sumatera dan kalimantan masing-masing 10 persen dan 13 persen. Papua dan kepulauan Maluku merupakan dua kawasan dengan proporsi desa yang memiliki usaha tani berbadan hukum kurang dari 5 persen. Ketersediaan pasar dan jarak ke pusat pertokoan juga merupakan dua indikator yang dapat menggambarkan aktifitas komersial perekonomian sebuah desa.
  • 15. Dari data PODES 2006 dapat dilihat bahwa hanya 19 persen dari total desa yang memiliki pasar. Situasi paling buruk dijumpai di kepulauan Maluku dan Papua, dimana desa-desa yang memiliki akses pasar kurang dari 10 persen dari total desa yang ada di masing-masing wilayah tersebut. Infrastruktur ekonomi lainnya yang sangat penting sebagai fasilitator pembangunan ekonomi desa adalah keberadaan lembaga keuangan (bank dan bukan bank) dan akses pada kredit. Keberadaan lembaga ini adalah untuk memutus alur “ lingkaran setan “ Ragnar Nurkse salah satu konsepnya, yaitu lingkaran setan kemiskinan (the vicious circles of proverty) dengan jelas mengungkapkan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya lingkaran setan kemiskinan, baik di wilayah perdesaan maupun perkotaan adalah adanya hambatan dalam pembentukan modal. Lingkaran setan kemiskinan itu dapat di definisikan sebagai suatu rangkaian kekuatan-kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi dimana sebuah masyarakat akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan dalam mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi.
  • 16. INFRASTRUKTUR KESEHATAN. (1). Ketersediaan Fasiltas Kesehatan Publik. Faktor kesehatan merupakan salah satu yang menentukan kualitas SDM, karena itulah, keberadaan parasarana kesehatan mutlak diperlukan bagi upaya untuk mendorong pembangunan perdesaan, tanpa dukungan prasarana kesehatan yang memadai, maka SDM yang berkualitas (dan tentu saja harus sehat) akan sulit direalisasikan. Untuk indikator proporsi desa yang memiliki fasilitas Rumah Sakit, ada tiga kawasan yang memiliki proporsi dibawah 1 persen (0,01), yaitu Kawasan Jawa- Bali, Kepulauan Nusa Tenggara dan Sulawesi. Sedangkan ke empat kawasan lainnya Sumatera, Kalimantan, Kepulauan Maluku dan Papua masing-masing ada 1 persen. Sedangkan yang memiliki fasiliats poliklinik, Kepulauan Maluku, Sulawesi dan Kepulauan Nusa Tanggara merupakan tiga kawasan dengan proporsi terendah 2 persen, dan 3 persen. Sedangkan kawasan dengan proporsi yang memiliki puskesmas di atas 10 persen adalah Kepulauan Maluku dengan 11 persen, sdngkan yang paling terendah adalah Papua 7 persen. Untuk indikator proporsi desa yang memiliki fasilitas praktek dokter dan bidan, hanya kawasan Jawa-Bali 15 persen dan 80 persen. Maluku dan Papua terendah hanya 1 persen dan 3 persen.
  • 17. (2). Jarak Desa ke Fasilitas Kesehatan Publik. Masalah “ jarak “ dapat dikorelasikan sebagai penyebab rendahnya aksebilitas masyarakat pada prasarana pelayanan kesehatan. Untuk kawasan Sumatera RS terdekat 37,70 Km, untuk Jawa-Bali 21.07 Km, dan untuk kawasan Kalimantan 54,62 Km, semakin kearah timur jarak dari desa ke RS terdekat semakin besar, hingga mencapai 73,76 Km. Sedangkan jarak desa ke RSB dan poliklinik berkisar antara 13,17 Km (Jawa-Bali), hingga 82,73 Km (Papua). Kawasan Kalimantan, Kepulauan Maluku dan Papua merupakan tiga kawasan dengan rata-rata jarak ke RSB dan Poliklinik lebih dari 50 Km. Selain aksebilitas transportasi menuju prasarana kesehatan, semakin jauh jarak desa ke RSB atau poliklinik. Maka semakin rentan pula resiko keguguran pada saat menjelang kelahiran bayi. Jarak antara desa ke puskesmas dan puskesmas pembantu (pustu) relatif cukup terjangkau jika dibandingkan dengan tiga indikator sebelumnya. Untuk Sulawesi saja rata-rata jarak dari desa ke puskesmas sekitar 10,85 km, dan jarak ke pustunya 9,12 Km. Dari data-data di atas dapat dianalisis bahwa per satuan jarak, dari tujuh kawasan yang ada, secara rata-rata untuk satu RS terdapat dua hingga tiga puskesmas atau pustu.
  • 18. (3). Aksebilitas Desa ke Fasilitas Kesehatan Publik. Aspek infrastruktur kesehatan lain yang juga penting untuk dilihat adalah tingkat kemudahan dalam mencapai fasilitas kesehatan baik publik maupun swasta. Untuk beberapa kawasan tingkat aksebilitas masyarakat terhadap prasarana kesehatan dasar masih sangatminim, hal tersebut diindikasikan oleh skor di bawah 0,5. (4). Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Perdesaan. Pelayanan Kesehatan, selain didukung oleh ketersediaan fasilitas dan perlengkapan kesehatan, juga perlu ditunjang oleh ketersediaan tenaga kesehatan yang mencukupi dan mumpuni. Rata-rata proporsi tenaga pelayanan kesehatan mencerminkan dua hal, antara lain: (1) ketersediaan tenaga pelayanan kesehatan per satuan wilayah, dan (2). Kapasitas serta tingkat coverage (jangkauan layanan) pertenaga pelayanan kesehatan. (5). Ketersediaan Tenaga Pelayanan Kesehatan per Satuan Wilayah. Kawasan kepulauan Maluku dan Papua merupakan dua kawasan dengan proporsi terendah atas desa yang memiliki tenaga dokter, proporsinya hanya 5 persen artinya dari 100 desa yang ada di kedua kawasan tersebut, hanya terdapat sekitar 5 desa yang memilki tenaga dokter. Sedangkan perawat/mantri utk Maluku dan Papua berada diatas kawasan Sumatera dan Jawa-Bali yaitu sekitar 0,64 dan 0,62 persen.
  • 19. (6). Kapasitas serta Tingkat Coverage (jangkauan layanan) per Tenaga Pelayanan Kes. Selain kawasan Kepulauan Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggar, Jawa-Bali juga termasuk kawasan dengan proporsi terendah atas tenaga dokter per 100.000 penduduk, dengan proporsi sekitar 4, implikasinya, tiap 1 orang tenaga dokter di kawasan Jawa-Bali diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada 25.000 penduduk. (7). Fasilitas Penunjang Kesehatan di Perdesaan. Aspek kesehatan lingkungan, seperti tersedianya tempat pengelolaan sampah dan prasarana sanitasi, merupakan aspek yang cukup berpengaruh bagi kesehatan masyarakat. Ketersediaan air bersih juga tidak kalah pentingnya dalam memnunjang kesehatan lingkungan, antara lain untuk pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan masyarakat, baik untuk air minu, masak, mandi, cuci, dsb nya.
  • 20. INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN. (1). Ketersediaan Fasilitas Pendidikan Dasar. Berbagai data statistik dan studi empiris memperlihatkan bahwasanya bukan hanya pengembangan modal fisik yang mampu menstimulaasi pertumbuhan ekonomi, namun pengembangan modal manusia (human capital) juga dinilai mampu menjadi motorpenggerak kemajuan ekonomi. Proporsi desa yang memiliki SD untuk kawasan Jawa-Bali telah mencapai 99 persen dengan begitu dapat dipastikan kawasan tersebut hampir ditiap desa terdapat minimal 1 unit SD. Kawasan Kepulauan Nusa Tenggara 97 persen, Sulawesi 94 persen, Kepulauan Maluku 94 persen, ddan kalimantan 93 persen. Sedangkan kawasan Sumatera dan Papua merupakan dua kawasan yang memiliki proporsi desa yang memiliki SD relatif lebih rendah yaitu 76 persen dan 61 persen. Prasarana SMP di wilayah perdesaan tergolong minim kurang dari 50 persen. Untuk wilayah Jawa-Bali 34 persen, Sumatera 24 persen, Kepulauan Nusa Tenggara dan Sulawesi 29 persen, Kalimantan 26 persen Kepulauan Maluku 30 persen, Papua kurang dari 10 persen, yaitu 8 persen.
  • 21. Proporsi Desa yang memiliki SMA dihampir seluruh kawasan, kecuali kawasan kepulauan Maluku kurang dari 10 persen. Untuk kawasan Jawa-Bali 9 persen, apalagi jika dibandingkan dengan kawasan Papua yang proporsinya hanya sekitar 2 persen. Sedangkan untuk SMK ternyata hampir merata antara kawasan, yaitu berkisar antara 1 hingga 2 persen. Atau dengan kata lain, dari sekitar 100 desa yang ada, hanya terdapat 1 hingga 2 SMK saja. (2). Jarak ke Fasilitas Pendidikan Dasar. Jarak desa ke fasilitas pendidikan juga menggambarkan akses warga desa ke pelayanan pendidikan. Semakin pendek jarak desa ke fasilitas pendidikan tersebut, semakin besar akses warga desa ke pelayanan pendidikan. Angka 0 km menunjukan bahwa fasilitas pendidikan terkait terletak di dalam desa. Jika jarak tempuh ke prasarana ke prasarana SD di wilayah perdesaan di kawasan Jawa-Bali sekitar 1,12 km, maka untuk kawasan Kalimantan jaraknya bisa mencapai 7,70 km, kepulauan Maluku 8,30 km dan papua 22,30 km. dibandingkan dengan prasarana SD, ketersediaan prasarana SMP hingga SMA/SMK dibeberapa kawasan tergolong langka, misalnya untuk mengenyam pendidikan tingkat SMP, masyarakat perdesaan di kawasan Papua harus menempuh rata-rata jarak sejauh 37,04 Km. kondisi yang lebih parah lagi jika hendak melanjutkan pendidikan ke SMU mereka perlu menempuh jarak 58,73 km.
  • 22. Pembangunan Pertanian di Perdesaan. (1). Usaha Tani sub sistem . Tiga kawasan yang memiliki proporsi desa yang memanfaatkan output pertanian hanya memenuhi kebutuhan pangan mereka (sub sistem) di atas rata-rata nasional yaitu kawasan Kepulauan Nusa Tenggara dengan sekitar 587 desa sub sistem (18,92 persen), Kalimantan dengan sekitar 807 desa sub sistem (18,92 persen), dan papua dengan sekitar 703 desa sub sistem (26,57 persen). Sedangkan di luar tiga kawasan tersebut proporsi desa sub sistem jauh lebih rendah berkisar antara 4,26 persen hingga 7,58 persen. Data ini konsisten dengan distribusi ketersediaan lembaga dan pemanfaatan jasa lembaga keuangan yang timpang antar kedua kelompok wilayah tersebut. (2). Kawasan jawa masih merupakan kawasan dengan proporsi terbesar dalam penggunaan lahan sawah, yaitu mencapai 40 persen. Sebaliknya di kawasan luar jawa-bali, pemanfaatan lahan lebih diarahkan sebagai lahan pertanian bukan sawah.
  • 23. Yang mungkin patut jadi perhatian disini adalah masih relatif besarnya lahan sawah tanpa dukungan infrastruktur irigasi. Di wilayah jawa-bali masih ada kurang lebih 25 persen lahan sawah tanpa irigasi. Di kalimantan lahan sawah tanpa irigasi mencapai lebih dari 33 persen. (3). Komoditas Pertanian Utama. Ada enam kawasan yang memiliki proporsi desa yang menjadikan komoditas pangan sebagai komoditas pertanian unggulan, yaitu ; (1). Kawasan Sumatera 10,357 desa (56,77 persen); (2). Kawasan jawa- bali sekitar 15.705 desa (89,56 persen); (3). Kawasan kepulauan Nusa Tenggara 2.433 desa (76,17 persen); (4). Kawasan Kalimantan 3.211 desa (58,03 persen); (5). Kawasan Sulawesi 3.306 desa (46,09 persen); (6). Kawasan Papua 2.132 desa (66,79 persen), sedangkan Maluku kawasannya menjadikan komoditas perkebunan 928 desa 61,91 persen. Disisi lain ada beberapa desaa yang menjadikan komoditas peternakan, perikanan darat dan perikanan laut sebagai basis ekonomi di desanya.
  • 24. Tingkat Industrialisasi di Perdesaan. (1). Ketersediaan Prasarana Penunjang Industrialisasi. Dalam proses transisi menuju masyarakat modern, industrialisasi cukup memegang peranan penting. Desa yang memiliki kawasan industri di Kalimantan relatif lebih tinggi, yaitu sekitar 1,4 persen. Sedangkan di jawa-bali proporsinya hanya sekitar 0,8 persen. Disisi lain keberadaan sentra industri juga terbilang langka, hampir 1,9 persen di jawa-bali, dan sekitar 0,3 persen di kawasan kepulauan maluku, yang memilki sentra industri. (2). Jumlah Industri berdasarkan Skala Usaha. Salah satu indikator potensi non ekonomi adalah tingkat industrialisasi perdesaan seperti industri menengah dan kecil yang berlokasi di desa. Rata rata jumlah industri menengah di wilayah Jawa-Bali 0.184 artinya setiap 100 desa secara rata-rata terdapat kurang lebih 18 usaha yang masuk katagori industri menengah. Sedangkan di papua setiap 100 desa hanya ada kurang dari 1 usaha.
  • 25. (3). Industri Kecil Menurut Bidang Usaha. Bidang usaha industri kecil dapat digunakan sebagai salah satu petunjuk potensi ekonomi desa. Untuk kawasan Sumatera industri kecilnya 28,7 persen, bergerak dibidang pengolahan makanan, 23,2 persen dibidang pembuatan anyaman, 22,7 persen dibidang pengolahan kayu dan sisanya 25,4 persen dibidang pengolahan kulit, baja, keramik, tenun. Perkembangan Usaha Non-Pertanian. Usaha non pertanian saat ini makin dipandang sebagai salah satu potensi desa yang harus didorong untuk mengembangkan perekonomian perdesaan. Selain itu arti penting usaha non pertanian juga dapat dilihat dari perannya sebagai pelindung masyarakat desa saat sektor pertanian mengalamai kegagalan, misalnya akibat serangan hama atau bencana alam. Mengingat potensi dasarnya yang cukup besar, hingga saat ini kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan masih didominasi oleh sektor tradisional, dengan pertanian sebagai basisnya.
  • 26. Pendidikan dan Kesehatan. SDM merupakan penentu bagi maju tidaknya sebuah proses pembangunan, seperti disebutkan sebelumnya, dua faktor kunci yang membentuk kualitas SDM yang baik adalah faktor Kesehatan dan pendidikan, dibagian ini juga telah dibahas indikator ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Sedangkan indikator dari hasil-hasil (out comes) yaitu ; (1), Tingkat melek huruf, adalah kemampuan baca tulis. (2). Tingkat partisipasi sekolah, rata-rata secara nasional 90 persen penduduk telah mengecap pendidikan, hanya di Papua berkisar 64 persen, (3). Morbiditas merupakan salah satu indikator kesehatan penting yang memiliki implikasi pada aspek-aspek dari human capital yang pada akhirnya berpengaruh pada kualitas SDM. Semakin sering seseorang individu sakit maka akan semakin sering tdk masuk sekolah. Tingkat mobirditas yang paling tinggi ada di kepulauan Nusa Tenggara dan Papua.
  • 27. Tingkat Rawan Bencana. Kerentanan sebuah kawasan terhadap bencana alam mempengaruhi efektivitas program-program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Di daerah yang rawan bencana juga lebih mungkin ditemukan masalah-masalah kesehatan dan pendidikan yang muncul akibat bencana alam. Kawasan Sumatera dan Sulawesi cukup rawan terhadap potensi bencana alam, masing-masing 44 persen dan 43 persen. Artinya dari 100 desa yang ada dikawasan tersebut 44 diantaranya merupakan desa rawan bencana. Kawasan Papua, Kalimantan dan Kepulauan Maluku merupakan 3 kawasan yang relatif aman terhadap potensi bencana berkisar di 20 hingga 23 persen.
  • 28. Aspek Kelembagaan dan Modal Sosial. Selama ini, peran institusi, budaya dan struktur sosial dalam masyarakat terhadap kinerja ekonomi diasumsikan tidak ada. Perbedaan beberapa indikator yang mem-proxy kapasitas kelembagaan di desa-desa di Indonesia, seperti lembaga swadaya masyarakat, badan permusyawaratan desa, stabilitas politik dan keamanan serta kegotongroyongan.. (1). Ketersediaan Organisasi Sosial Kemasyarakatan. Peran LSM bagi pembangunan di wilayah perdesaan tidak dapat dipandang remeh, selain sebagai lembaga pengontrol kinerja pembangunan di perdesaan, LSM juga dapat berperan sebagai sarana pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat mengenai hal-hal yang ada disekeliling mereka. Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa, juga dapat merupakan indikator institusi yang baik. Keberadaan lembaga ini dapat mewakili suara dan isnpirasi warga dalam penentuan program-program desa dan pengambilan keputusan lainnya.
  • 29. (2). Stabilitas Politik dan Keamanan. Situasi keamanan di perdesaan dinilai berkorelasi positif terhadap kegiatan ekonomi msayarakat, yang pada akhirnya dapat mendukung atau menghambat kegiatan ekonomi masyarakat. Kondisi keamanan dapat diukur dari tingkat konflik sosial dan tingkat kriminalitas di sebuah kawasan. Indikator proporsi desa memiliki aktivitas keamanan mencerminkan seberapa besar upaya sebuah desa dalam mengantisipasi segala tindakan yang berpotensi menimbulkan ancaman keamanan bagi masyarakat. Kawasan Papua dan kepulauan Maluku merupakan dua kawasan dengan proporsi terendah atas desa yang memiliki aktivitas keamanan. Mengenai tingkat konflik sosial di masyarakat, kepulauan Maluku merupakan kawasan yang paling rentan terhadap potensi timbulnya tawuran antar warga, dengan proporsi 7 persen, artinya per 100 desa yang ada di kawasan tersebut, 7 desa diantaranya merupakan desa rawan terhadap tawuran.
  • 30. (3). Modal Sosial. Modal sosial merupakan sebuah fenomena yang tumbuh dari bawah (bottom-up phenomenon) , yang berasal dari sekumpulan individu yang membentuk pola jalinan sosial yang didasarkan atas prinsip saling mempercayai (trust), norma dalam berperilaku, serta aksi kolektif. Aspek Sosial – Budaya. Penyebaran masyarakat dari berbagai etnis di sebuah wilayah perdesaan tentu saja turut memperkaya nilai-nilai budaya dari masyarakat setempat. Proporsi desa multi etnis di kawasan Kalimantan dan Sulawesi tergolong tinggi 77 persen dan 74 persen, di Kawasan Jawa-Bali 44 persen, sedangkan sisanya merupakan desa mono etnis 56 persen.
  • 31. Program Potensial per Wilayah. Program pembangunan perdesaan yang potensial untuk dikemvangkan pada masing-masing wilayah : (1). Wilayah Jawa – Bali. Program pembangunan perdesaan di wilayah Jawa dan Bali perlu ditekankan pada upaya pada pengembangan usaha non pertanian yang terkait dengan sektor pertanian dan industri. Corak pengembangan program pembangunan misalnya dalam bentuk pengembangan pertanian yang dikaitkan dengan sektor industri (misalnya agro industri berbasis lokal), maupun perpaduan antara pertanian dan jasa (agribisnis dan agrowisata). Percepatan laju pembangunan sektor pertanian perlu didukung melalui pengembangan kelembagaan dan perbaikan akses sumber modal di perdesaan. (2). Wilayah Sumatera. Pembangunan perdesaan di wilayah Sumatra perlu memberikan pprioritas pada pengembangan sektor pariwisata berbasis pertanian dan pengembangan industri berbasis pertanian serta peningkatan akses ke sumber pembiayaan perdesaan. Sektor pendidikan dan kesehatan perlu diberikan penekanan.
  • 32. (3). Wilayah Kalimantan. Pengembangan infrastruktur transportasi dn modal transportasi air perlu ditekankan. Selain itu perlu diarahkan pada peningkatan terhadap ketersediaan dan akses pendidikan dan kesehatan. Hal lainnya yang perlu didorong adalah pengembangan industri perdesaan dengan mempertimbangkan kekuatan sumber daya lokal dan usaha non pertanian. (4). Wilayah Sulawesi. Pengembangan sumber daya desa pesisir untuk meningkatkan nilai tambah pemanfaatan sumber daya laut, baik perikanan darat maupun tangkap. Pengembangan industri perdesaan yang memanfaatkan sumber daya lokal perlu difasilitasi untuk mengoptimalkan potensi perdesaan.
  • 33. (5). Wilayah kepulauan Nusa Tenggara. Prioritas pembangunan di perdesaan Nusa Tenggara difokuskan pada upaya peningkatan fasilitas dan akses pendidikan serta kesehatan. Pembangunan pertanian diarahkan untuk pengembangan wilayah pesisir dan optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya ikan laut, baik dalam bentuk segar maupun olahan. (6). Wilayah kepulauan Maluku. Wilayah Maluku di arahkan pada perbaikan fasilitas dan peningkatan akses, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan. Sedangkan pada pengembangan sektor pertanian diprioritaskan pada pengembangan potensi sumberdaya laut dan budi daya ikan tercakup pula pengembangan agribisnis dan agrowisata bahari. (7). Wilayah Papua. Seyogyanya diprioritaskan pada peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, serta pengembangan aspek kelembagaan dan sosial budaya. Meskipun secara kuantitatif jumlah pembangunan infrastruktur telah tinggi, namun tetapm perlu diprioritaskan infrastruktur. Terutama modal transportasi udara dan utk mengatasi isolasi wilayah.