3. Unsur segmental dan suprasegmental atau prosodi berperan dalam membentuk ujaran. Satuan-satuan struktural konstituen tuturan merupakan ciri unsur segmental sedangkan unsur nonsegmental yang menyertai realisasi pengujaran unsur-unsur segmental itu sendiri merupakan karakteristik unsur suprasegmental. Eksistensi dari kedua unsur dimaksud berperan secara bersama-sama dalam membentuk makna sebuah tuturan.
4. Salah satu objek penelitian yang menarik adalah penelitian seputar ciri prosodi sebuah bahasa. Yang dimaksudkan dengan prosodi di sini semisal variasi nada. Variasi nada mampu menimbulkan ketaksaan suatu tuturan atau ujaran hanya jika tidak didapati keteraturan nada sepanjang ujaran dimaksud sebagaimana dihayati oleh para penutur ujaran tersebut. Persepsi makna ujaran atau sering dipahami sebagai ciri ketaksaan sangat mungkin terjadi oleh akibat adanya kekeliruan dalam penerapan variasi prosodi yang berterima atau lazim pada suatu bahasa. Tentu, pengetahuan tentang ciri-ciri prosodi oleh setiap orang (pengguna bahasa) akan mampu meminimalisir ketaksaan atas apa yang diujar.
5. Suatu ujaran ketika diperdengarkan kepada pengguna bahasa tentu akan mendapatkan respons yang mungkin sama bahkan berbeda. Perbedaan ini tentu dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, sehingga diyakini telah tercipta ketaksaan. Ketaksaan yang mencakup makna ujaran, pesan, dan respons yang dapat jelas mendukung atau menolak suatu makna asal dari ujaran tersebut. Atas hal inilah penulis berpedoman bahwa sangat menarik untuk meneliti (mencari tahu) pada saat mana intonasi suatu ujaran ketika dilakukan eksperimen akan menimbulkan respons yang beragam.
7. Beberapa hal ingin diungkap lewat penelitian ini terkait dengan ketaksaan atas ujaran tertentu. Maka dari itu, tujuan penelitian ini dapat dikategorikan atas:
11. Intonasi sebagai salah satu aspek yang menimbulkan ketaksaan, lebih jauh lagi pesan. Pesan yang dimaksudkan di sini merupakan tingkat keberterimaan para penutur bahasa tersebut. Sikap pembicara dalam berujar, intonasi yang bergradasi barangkali sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang tinggi, dan datar berperan dalam menciptakan ketaksaan dan perbedaan pesan dimaksud.
12. Intonasi dapat mengubah makna sebuah kalimat dari bentuk pernyataan ke bentuk pertanyaan tanpa mengubah susunan kata (Ladefoged 1982: 14). Dalam bentuk tulisan dapat kita sebut kalimat. Sama halnya dengan bentuk ujaran. Dengan mengubah intonasi berarti juga dapat mengubah makna atau dalam skala lebih luas menimbulkan ketaksaan. Maka perlu dibauat hipotesa terlebih dahulu. Hipotesis mengacu pada ide yang menjelaskan tentang data (Roca dan Johnson, 1999:33). Data di sini adalah intonasi ujaran. Intonasi menempatkan nada sebagai unsur utama dalam intonasi. Adanya variasi nada membentuk suatu melodi (ritme) ujaran; dan lalu alir nada tercipta pada segmen-segmen struktur ujaran, yang tentu akan membentuk kontur nada pada ujaran dimaksud secara menyeluruh (‘t Hart, et.al., 1990).
13. Lehiste berpostulat bahwa intonasi sebagai ciri tonal (tonal features) dan ada pada tingkat kalimat. Ciri tonal pada kalimat tertentu juga mengandung makna nonlinguistis. Pembicara dalam bersikap dan syarat pesan yang ingin disampaikan melalui ujaran (dalam kalimat) itu menjadi ciri tonal.
14. ‘t Hart et.al. (1990) mengemukakan bahwa satuan terkecil analisis perseptual adalah alir nada; lalu membentuk kontur nada sebagai satuan yang lebih besar dan merupakan satuan terbesar dalam hal analisis intonasi. Dalam pelaksanaan analisis dimaksud dapat dilakukan dalam wujud klausa atau kalimat; tetapi dapat juga dianalisis per bagiannya yang sering disebut dengan silabe bunyi (proses segmentasi). Kontur nada tersebut memiliki pola yang mana setiap pola menghasilkan sejumlah varian yang lalu membentuk seperangkat kontur yang serupa sesuai keadaan semula.
15. Pada suatu ujaran, ada kecenderungan nada pada akhir kalimat adalah menurun dan penurunan ini dikenal dengan deklinasi. Ide ini dirujuk oleh peneliti pada pendapat ‘t Hart et.al. (1990) bahwa frekuensi fundamental ujaran dalam bahasa cenderung berangsur-angsur menurun dari permulaan hingga akhir dari ujaran dimaksud. Frekuensi diukur dengan Hertz (Gussenhoven dan Jacobs, 1998:5).
17. Ancangan IPO (Instituut voor Perceptie Onderzoek) yang bertolak pada signal akustik sampai analisis parameter akustik ujaran (‘t Hart et.al.:1990) merupakan skema yang akan diterapkan dalam penelitian ini. Pemilihan skema ini karena berfokus pada analisis akustik suatu ujaran hingga pada persepsi (keberterimaan). Ancangan (skema) ini diaplikasikan pada saat suatu ujaran tercipta, lalu dilakukan proses uji persepsi. Skema IPO mencakup tiga kegiatan inti yaitu ujaran, pengolahan data dengan analisis akustik, serta uji persepsi (Rahyono, 2003).
18. Manipulasi salin-serupa atas frekuensi dasar sebagai serangkaian deskripsi intonasi dan menjadi sintesis perkiraan rangkaian nada alami. Lalu, hasil sintesis itu dijadikan dasar untuk melakukan eksperimen dengan memodifikasi kontur intonasi. Selanjutnya, hasil modifikasi intonasi diujipersepsikan kepada penutur untuk menentukan keberterimaan ujaran sebagai tuturan yang bermakna (Rahyono, 2003).
21. Pada tahapan ini peneliti melakukan perekaman secara alami. Maksudnya penutur ujaran tidak mengetahui ada proses perekaman. Tetapi penutur tetap diberitahu setelah terjadi proses rekaman untuk menjelaskan tujuan perekaman dan meminta ijin atas ujaran tersebut untuk dianalisis.
23. Peneliti menggunakan program Praat.exe untuk melakukan proses editing atas ujaran, lalu melakukan segementasi hingga stilisasi salin-serupa dan memanipulasi data untuk mendapatkan stimuli.
27. Ujaran hasil rekaman ditransfer oleh peneliti ke komputer guna digitalisasi sehingga memungkinkan untuk dilakukan proses pengeditan. Selanjutnya, bunyi tutur yang diedit tersebut disimpan ke dalam format .wav
29. Ujaran hasil proses pengeditan tersebut dianalisis dengan melakukan segmentasi per silabe. Segmentasi ini dilakukan dengan penempatan pitchtier atas tiap silabe dengan sangat teliti. Lalu, ditampilkan dalam gambar di bawah ini dalam bentuk pola nada atau sinyal suara.
32. Stilisasi salin-serupa bertujuan untuk membuat salin serupa kontur dengan tuturan aslinya. Ujaran tersebut distilisasi dan dilakukan manipulasi yang bertujuan untuk menaikkan titik pitch (nada) sehingga mengalami kenaikan dan penurunan frekuensi secara teratur sebesar 20Hz. Manipulasi dengan menaikkan serta menurunkan pitch ini dilakukan untuk memperoleh ketaksaan dari ujaran itu sendiri yang nantinya akan diujipersepsikan kepada penutur bahasa.
33. Dipilih naik – turun pitch 20Hz untuk mempertajam uji persepsi ketika diperdengarkan kepada penutur sehingga dapat diperbandingkan antara ujaran suara asli (sebelum dimanipulasi) dan ujaran hasil manipulasi. Warna merah pada kontur nada digunakan untuk menegaskan kontur nada asli. Berarti nada dengan warna berbeda baik di atas maupun di bawah kontur nada asli (warna merah) mengalami manipulasi pitch sebesar 20Hz.
50. Berikut ini peneliti akan menunjukkan hasil uji persepsi secara random (acak). Hal ini dilakukan agar responden diharapkan dapat merespon secara spontan atas tiap modifikasi ujaran yang diperdengarkan (Tabel 1). Lalu, hasil uji persepsi secara random tersebut akan disusun kembali secara berurutan (Tabel 2). Warna pada tabel dipertahankan peneliti untuk mempermudah rujukan seperti pada gambar 3 stilisasi salin serupa.
51. Uji persepsi dilakukan dengan instrumen laptop merek Compaq Presario CQ40 dan speaker active merek Advante 9000 PMPO.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61. Persentase terendah 0% pada persepsi Sangat Senang dan Luar Biasa Senang dengan Skor 0 dan tidak ada responden yang memilih.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68. Gambar 10. Stimulus 5 Gambar 11. Stimulus 7
69.
70. Dari uraian di atas dapat dibuktikan bahwa persepsi atas ujaran dapat mengalami ketaksaan pada beberapa stimuli dengan berpatokan pada base-line slope.
74. Kolom Keberterimaan Ujaran mohon dicentang salah satu pada Tidak Senang, Senang Biasa, Senang, Sangat Senang, dan Luar Biasa Senang.
75. Kolom Keberterimaan Tidak Jelas (Skor 1), Jelas (Skor 2) , dan Sangat Jelas (Skor 3) sudilah kiranya untuk mencentang salah satu.
76. Nomor : Setiap ujaran hanya akan diperdengarkan 3 kali dan terlebih dahulu diperdengarkan ujaran asli dengan situasi saat ujaran tersebut dituturkan oleh informan.UJI PERSEPSI<br />Nomor UjaranKeberterimaan UjaranKeberterimaanTidak SenangSenang BiasaSenangSangat SenangLuar Biasa SenangTidak JelasJelasSangat Jelas12345123123456789<br />Responden: Pekerjaan:<br />DAFTAR PUSTAKA<br />Gussenhoven, C. & Haike Jacobs. (1998). Understanding Phonology. Arnold Publisher: Bristol.<br />Hart, J. ’t, R. Collier & A. Cohen (1990) A Perceptual Study of Intonation: An Experimental-Phonetic Approach to Speech Melody. Cambridge: Cambridge University Press. <br />Ladefoged, P. (1982) A Course In Phonetics. New York: Harcourt Brace Jovanovich.<br />Rahyono, F.X. (2003) Representamen Kebudayaan Jawa: Teknik Komparatif Referensial Pada Teks Wedhatama (Representing Javanese Culture: Referential Comparative Techniques in the Text of Wedhatama). Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya IV. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.<br />Roca, Iggy & Wyn Johnson (1999). A Course in Phonology. Blackwell Publishers Ltd.: UK.<br />Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.<br />