Materi paparan #SainsTerbuka di Program Studi Psikologi, FISIP, Universitas Brawijaya, 2019. Beberapa pemantik ke depan: 1. Open Science (atau: Science): membiarkan semua pihak mengetahui dan terlibat dalam proses sains manapun, termasuk tinjauan sejawat pada saat menulis proposal riset. Aneh jika kita tidak tahu tetangga kita mengerjakan riset apa, dan ternyata satu topik dengan kita. 2. Beberapa insentif tingkat institusional: memberikan sabuk untuk jurnal yang menerapkan preregistrasi, atau perguruan tinggi memberikan kriteria angka kredit bagi kenaikan jabatan akademik/jabatan fungsional bagi dosen/peneliti yang melakukan praktik open science. 3. Akses terbuka memungkinkan dilakukannya penggunaan kembali (lihat lisensinya) bahkan meta-analisis, bukan hanya bebas membaca. Stigma terhadap kualitas jurnal dengan akses terbuka, disebabkan karena ulah sejumlah penerbit predator yang juga menampilkan tampang akses terbuka. 4. Open peer review bukan hanya soal 'open'-nya, tetapi juga soal menyeimbangkan sentimen reviewer tertentu. Semua hasil review tidak bisa tidak mesti dipertanggungjawabkan kepada publik, bukan hanya kepada editor jurnal secara single-blind atau double-blind. Manajemen impresi reviewer dapat mendorong review yang lebih konstruktif. Di samping itu, manajemen pengetahuan hasil-hasil open review merupakan 'modal sosial', di samping 'kapital pengetahuan', yang luar biasa. Kualitas open peer review memiliki variasi tingkatan; ScienceOpen menerapkan moderasi dan filter kualifikasi reviewer, misalnya. Lokus open peer review bisa di dalam atau di luar artikel itu sendiri. 5. Falsifikasi tabel atau gambar dapat diperkecil dengan open data. 6. Sudah saatnya bukan hanya publikasi yang dapat dianggap memberikan kontribusi kepada sains, tetapi juga deposisi data dalam depositori dan juga open data serta penerbitan data (lihat juga: data in brief). 7. Gerakan yang lebih 'radikal' adalah open notebook yang berlangsung secara 'real time' juntuk setiap fase dan faset kegiatan penelitian.