tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
Strategi kognitif
1. Strategi kognitif
STRATEGI KOGNITIF
A. Latar Belakang
Strategi kognitif adalah operasi-operasi atau prosedur-prosedur mental yang bisa digunakan
individu untuk mendapatkan, menahan, serta mengambil kembali berbagai pengetahuan dan
kepandaian (Rigney, 1978 dalam Jonassen (1987). Strategi kognitif mencerminkan bagaimana
seseorang belajar, mengingat, dan berfikir serta bagaimana memotivasi diri mereka sendiri
(Weinstein dan mayer, 1985 dalam Jonassen (1987). Jonassen (1987) berkesimpulan bahwa
strategi-strategi kognitif merepresentasikan kegiatan-kegiatan kognitif yang sangat luas yang
mendukung pembelajaran seseorang. Dengan demikian, jelas bahwa strategi kognitif sangat
penting bagi siapa pun untuk mencapai kompetensi yang baik.
Menurut van den Akker dan Plomp (Hadi, 2001: 4) mendeskripsikan penelitian pengembangan
berdasarkan dua tujuan yaitu (1) pengembangan untuk mendapatkan prototipe produk, (2)
perumusan saran-saran metodologis untuk pendesainan dan evaluasi prototipe tersebut.
Richey and Nelson (Hadi, 2001: 4) mendefiniskan Penelitian pengembangan sebagai suatu
pengkajian sistematis terhadap pendesainan, pengembangan dan evaluasi program, proses dan
produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas, praktikalitas dan efektivitas.
Suatu produk atau program dikatakan valid apabila ia merefleksikan jiwa pengetahuan (state-of-
the-art knowledge). Ini yang kita sebut sebagai validitas isi; sementara itu komponen-komponen
produk tersebut harus konsisten satu sama lain (validitas konstruk). Selanjutnya suatu produk
dikatakan praktikal apabila produk tersebut menganggap bahwa ia dapat digunakan (usable).
Kemudian suatu produk dikatakan efektif apabila ia memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan oleh pengembang.
A. Strategi Kognitif
Strategi kognitif adalah operasi-operasi atau prosedur-prosedur mental yang bisa digunakan
individu untuk mendapatkan, menahan, serta mengambil kembali berbagai pengetahuan dan
kepandaian (Rigney, 1978 dalam Jonassen (1987). Strategi kognitif mencerminkan bagaimana
seseorang belajar, mengingat, dan berfikir serta bagaimana memotivasi diri mereka sendiri
(Weinstein dan mayer, 1985 dalam Jonassen (1987). Jonassen (1987) berkesimpulan bahwa
strategi-strategi kognitif merepresentasikan kegiatan-kegiatan kognitif yang sangat luas yang
mendukung pembelajaran seseorang. Dengan demikian, jelas bahwa strategi kognitif sangat
penting bagi siapa pun untuk mencapai kompetensi yang baik.
Strategi kognitif dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah kaitan antara informasi yang
disajikan dengan pengetahuan yang sudah ada melalui suatu pemrosesan informasi secara sadar
dan sengaja (generatif) dengan tujuan meningkatkan retensinya. Dalam hal ini, Bruning (1983)
dalam Jonassen (1987) berpendapat bahwa strategi kognitif memfasilitasi transfer informasi dari
ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang.
Secara umum strategi kognitif dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu strategi utama dan
strategi pendukung (Jonassen, 1987). Strategi utama dipakai langsung pada materi yang pelajari,
yaitu merepresentasikan kegiatan-kegiatan pemrosesan informasi. Sementara itu, strategi
pendukung digunakan untuk memelihara iklim belajar yang memadai.
Ada dua jenis strategi utama : strategi pemrosesan materi (informasi) dan strategi kognitif aktif.
Strategi kognitif aktif meliputi sistem belajar seperti MURDER atau SQ3R . Strategi pemrosesan
materi meliputi strategi-strategi kognitif semacam pembuatan catatan, mengggarisbawahi, dan
uji preparasi (seperti, bertanya pada diri sendiri tentang hal yang sedang dipelajari). Bila strategi-
2. strategi kognitif aktif mengasumsikan proses kognitif tertentu dari materi, maka strategi
pemrosesan informasi mengutamakan kegiatan-kegiatan pemrosesan secara langsung.
Strategi pemrosesan informasi dikelompokkan menjadi empat. Keempat jenis strategi pemrossan
itu adalah recall, integrasi, organisasi, dan elaborasi, yang masing-masing mencakup beberapa
strategi spesifik (Jonassen, 1987).
Strategi-strategi recall konsentrasinya pada praktek pengulangan. Strategi integrasi dan
organisasi - disebut juga strategi recall and transformation – merupakan strategi-strategi
pemrosesan yang memfasilitasi transformasi informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah
diingat. Strategi-strategi organisasi membantu dalam menstrukturisasikan dan merestrukturisasi
dasar pengetahuan seseorang, yaitu melihat bagaimana ide-ide dihubungkan dengan ide-ide
lainnya. Dalam strategi-strategi elaborasi, informasi dielaborasi dengan menambahkan informasi
untuk membuat materi lebih menghasilkan citra-citra fisik dan mental.
Selain strategi utama yang beroperasi langsung pada informasi, individu juga selayaknya
menggunakan strategi pendukung (Jonassen, 1987). Strategi-strategi pendukung dimaksudkan
untuk mendukung pemrosesan informasi dengan membantu individu untuk memelihara orientasi
belajar yang baik. Strategi pendukung ini meliputi strategi-strategi sistem belajar, seperti
penetapan tujuan, manajemen waktu, manajemen konsentrasi, dan tehnik-tehnik relaktasi, serta
strategi-strategi metalearning.
Strategi Metalearning didefinisikan sebagai kesadaran akan pengetahuan dan penggunaan
pantauan terhadap sasaran-sasaran kognitif individu, pengalaman dan aksi-aksi, yang ditujukan
untuk meningkatkan pemahaman dan retensi materi pelajaran (Brezin, 1980 dalam Jonassen,
1987). Metalearning merupakan strategi pendukung yang paling penting yang berdasar pada
prinsip-prinsip metamemori.
Menurut Strenberg (1983) dalam Jonassen (1987), metalearning adalah mekanisme kontrol
eksekutif tingkat tinggi yang memungkinkan individu merespon situasi belajar yang berbeda
dengan cara merefleksi dan menginplementasikan strategi-strategi. Kemampuan metalearning ini
sangat penting bagi seseorang untuk memantau sejauh mana perkembangan belajarnya.
Dalam kaitannya dengan metalearning, Flavell dan Wellman (1977) dalam Jonassen (1987)
menemukan bahwa individu yang lebih pandai, lebih cakap dalam menyeleksi dan menggunakan
strategi yang sesuai untuk memonitor proses penyimpanan dan pengambilan informasi mereka.
Individu yang baik tetap sadar untuk memonitor pembelajaraannya secara lebih konsisten.
Brezin (1980) dalam Jonassen (1987) mengidentifikasi lima kelompok strategi metalearning
(atau bisa disebut sebagai strategi monitoring), yaitu perencanaan, attending, encoding,
reviewing dan evaluasi, yang gambarannya adalah sebagai berikut:
Strategi perencanaan meliputi seleksi (identifikasi sasaran belajar), persiapan (mengaktifkan
skemata yang relevan), pengukuran (menentukan kesulitan atau kedalaman proses yang
diperlukan), dan estimasi (memprediksi kebutuhan proses informasi dari tugas).
Strategi atttending meliputi pendekatan, pencarian (menghubungkan informasi yang disajikan
dengan ingatan), pengkontrasan (membandingkan informasi yang disajikan dengan ingatan), dan
validasi (konfirmasi informasi yang disajikan dengan pengetahuan yang sudah ada).
Strategi encoding meliputi elaborasi (mencoba mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan
yang telah ada) dan menghubungkan secara kualitatif (mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan yang telah ada secara lebih dalam).
Strategi review meliputi konfirmasi (pengggunaan informasi baru) pengulangan (mempraktekkan
recall), dan perbaikan (revise).
Strategi evaluasi mencakup pengujian (menentukan konsistensi materi baru), dan penilaian
3. (penilaian informasi).
Dari uraian tentang taksonomi strategi kognitif tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi
strategi-strategi metalearning lebih kepada memonitor proses mengetahui daripada menghasilkan
pemahaman. Sementara itu, strategi-strategi pemrosesan informasi lebih kepada menghasilkan
pemahaman informasi.
Untuk menjadi individu yang kompeten, setiap orang harus memiliki strategi kognitif yang baik.
Pressley, et al. (1983) dalam Pressley (1990) berkeyakinan bahwa kompetensi sering merupakan
hasil dari penggunaan strategi yang tepat, dan bukan dikarenakan kemampuan superior pribadi
atau kerja keras belaka.
Menurut Pressley (1986); Pressley, Borkowski, & Schneider (1987) dalam Pressley (1990),
pengguna strategi yang baik adalah seseorang yang mempunyai suatu varitas strategi dan
menggunakan prosedur-prosedur tersebut untuk mengatasi tantangan kognitif. Hal ini diperkuat
oleh Pressley (1990) yang didasarkan pada hasil penelitian yang membuktikan bahwa individu
yang sukses memiliki strategi kognitif yang lebih baik daripada individu yang kurang sukses.
Individu yang memiliki strategi kognitif yang baik adalah individu yang memiliki kesadaran
metakognisi. Artinya, yang bersangkutan tidak hanya memiliki strategi-strategi dalam
pemrosesan informasi, tetapi juga memiliki strategi-strategi metalearning. Hal ini dibuktikan
dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa individu berkesadaran metakognitif lebih
strategis dan bertindak lebih baik dibanding individu yang tidak berkesadaran metakognitif
(Garner & Alexander, 1989; Pressley & Ghatala, 1990 dalam Schraw & Dennison, 1994). Salah
satu sebabnya adalah karena kesadaran metakognitif memungkinkan seseorang untuk
merencanakan, merangkai, dan memonitor belajarnya dengan cara yang langsung meningkatkan
kepandaiannya. Hal ini diperkuat oleh Resnick (1989) yang menyatakan bahwa individu yang
sukses cenderung mengelaborasi dan mengembangkan penjelasan dari buku atau materi lain
secara mandiri serta cenderung memonitor pemahaman sendiri. Lebih jauh Schraw & Dennison
(1994) menyebutkan bahwa perbedaan dalam penggunaan strategi dan kepandaian lebih
berkaitan dengan perbedaan kesadaran metakognitif daripada dengan perbedaan dalam bakat
intelektual.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kompetensi yang optimal, individu
harus memiliki strategi kognitif. Strategi kognitif yang selayaknya dimiliki tidak hanya strategi-
strategi utama, seperti strategi-strategi pemrosesan informasi yang bekerja lebih kepada
menghasilkan pemahaman informasi, tetapi juga strategi-strategi pendukung, seperti : penetapan
tujuan, manajemen waktu, manajemen konsentrasi, dan tehnik-tehnik relaktasi, serta strategi-
strategi metalearning, yang berfungsi memonitor proses belajar agar iklim belajar yang memadai
dapat terpelihara. Semakin banyak strategi kognitif yang dimiliki atau dikuasai, semakin besar
peluang seseorang untuk memiliki strategi kognitif yang baik. Selanjutnya, semakin baik strategi
kognitif yang digunakan, semakin besar peluang seseorang untuk menjadi individu yang
kompeten.
B. Model Dick And Carey dapat menjadi strategi kognitif pengembangan sistem pembelajaran
Dick, Carey, dan Carey (2001) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan
menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada kenyataannya cara kerja yang
sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekaan sistem. Dipertegas oleh Dick, Carey, dan
Carey (2001) bahwa pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem
pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development /ISD). Jika berbicara masalah
desain maka masuk ke dalam proses, dan jika menggunakan istilah instructional design (ID)
4. mengacu kepada instructional system development (ISD) yaitu tahapan analisis, desain,
pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Instructional desain inilah payung bidang (Dick,
Carey, dan Carey, 2001).
Komponen model Dick, Carey, dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar, materi, dan
lingkungan. Demikian pula dilingkungan pendidikan non formal meliputi; warga belajar
(pebelajar), tutor (pembelajar), materi, dan lingkungan pembelajaran (Ditjen PMPTK PNF,
2006). Semua berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Bila melihat komponen bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu
mengembangkan format evaluasi (Dick, Carey, dan Carey, 2001). Jika dari hasil evaluasi
menunjukkan unjuk kerja pebelajar tidak memuaskan maka komponen tersebut direvisi untuk
mencapai kriteria efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Komponen model Dick, Carey, dan Carey dipengaruhi oleh Condition of Learning hasil
penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1965. Condition of
learning ini berdasarkan asumsi psikologi behavioral, psikologi cognitive, dan konstruktivisme
yang diterapkan secara eklektic (Dick, Carey, dan Carey, 2001). Tiga proyek utama yang
dihasilkan oleh Gagne (Bostock, 1996) yaitu 1) instructional events, 2) types of learning
outcomes, 3) internal conditions and external conditions. Ketiganya merupakan masukan yang
penting dalam memulai kegiatan desain pembelajaran.
Komponen dan tahapan model Dick, Carey, dan Carey lebih kompleks jika dibandingkan dengan
model pembelajaran yang lain seperti Morrison, Ross, & Kemp (2001). Walaupun model
Morrison, Ross, & Kemp juga memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem, tetapi
sedikit berbeda. Mereka menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis
tetapi bukan pendekatan sitematis. Tahapan yang diguanakan yaitu perencanaan, pengembangan,
evaluasi, dan management proses. Sedangkan komponen dasar sistem meliputi learners,
objectives, methods, dan evaluation yang selanjutnya dikembangkan menjadi 9 (sembilan)
rencana desain pembelajaran.
Pada umumnya, tahap pertama dalam desain pembelajaran adalah analisis untuk mengetahui
kebutuhan dalam pembelajaran, dan mengidentifikasi masalah-masalah apa yang akan
dipecahkan. Model Dick, Carey, dan Carey menerapkan tahapan ini, dengan demikian
pengembangan yang dilakukan berbasis kebutuhan dan pemecahan masalah. Produk yang
direkomendasikan dalam model ini yaitu sebuah produk yang dapat digunakan untuk belajar
mandiri (Nasution, 1995; Dick, Carey, dan Carey, 2001; Heinich, Molenda, Russel, & Smadino,
2002). Model ini juga memungkinkan warga belajar menjadi aktif berinteraksi karena
menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan. Dengan bentuk
pembelajaran yang berbasis lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan setting
lingkungan sekitar atau disebut juga sebagai situational approach oleh Canale & Swain (1980)
memungkinkan pebelajar bahasa (sebagaimana dinyatkan oleh Sadtono, 1987) dapat
mengoptimalkan kompetensi komunikatif.
Seperti yang diuraikan sebelumnya, tahapan model pengembangan sistem pembelajaran
(Instructional Systems Develovment / ISD) Dick, Carey, dan Carey (2001) terdiri dari 10
tahapan. Tahapan tersebut dapat dicermati sebagaimana dalam gambar 2.2. Khusus tahapan ke
10 tidak dimasukkan dalam gambar, karena itu landasan teori penelitian ini dikembangkan
berdasarkan 9 tahapan. Berikut dijelaskan tahapan pengembangan sistem pembelajaran Dick,
Carey, and Carey:
1. Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan,
Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan pembelajaran adalah langkah pertama yang
5. dilakukan untuk menentukan apa yang anda inginkan setelah warga belajar melaksanakan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari serangkaian tujuan pembelajaran yang
ditemukan dari analisis kebutuhan, dari kesulitan-kesulitan warga belajar dalam praktek
pembelajaran, dari analisis yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja dalam bidang, atau
beberapa keperluan untuk pembelajaran yang aktual.
2. Melakukan analisis Pembelajaran,
Setelah mengidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah menentukan
langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Langkah
terakhir dalam proses analisis tujuan pembelajaran adalah menentukan keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang disebut sebagai entry behavior (perilaku awal/masukan) yang
diperlukan oleh warga belajar untuk memulai pembelajaran.
3. Menganalisis warga belajar dan lingkungannya,
Analisis pararel terhadap warga belajar dan konteks dimana mereka belajar, dan konteks apa
tempat mereka menggunakan hasil pembelajaran. Keterampilan-keterampilan warga belajar yang
ada saat ini, yang lebih disukai, dan sikap-sikap ditentukan berdasarkan karakteristik atau setting
pembelajaran dan setting lingkungan tempat keterampilan diterapkan. Langkah ini adalah
langkah awal yang penting dalam strategi pembelajaran.
4. Merumuskan tujuan khusus,
Menuliskan tujuan unjuk kerja (tujuan pembelajaran). Berdasarkan analisis tujuan pembelajaran
dan pernyataan tentang perilaku awal, catatlah pernyataan khusus tentang apa yang dapat
dilakukan oleh warga belajar setelah mereka menerima pembelajaran. Pernyataan-pernyataan
tersebut diperoleh dari analisis pembelajaran. Analisis pembelajaran dimaksudkan untuk
mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dipelajari, kondisi pencapaian unjuk kerja, dan
kriteria pencapaian unjuk kerja.
5. Mengembangkan instrumen penilaian,
Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, kembangkan produk evaluasi untuk mengukur
kemampuan warga belajar melakukan tujuan pembelajaran. Penekanan utama berada pada
hubungan perilaku yang tergambar dalam tujuan pembelajaran dengan untuk apa melakukan
penilaian.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran,
Strategi pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran (pre-activity), penyajian informasi,
praktek dan umpan balik (practice and feedback, pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan
selanjutnya. Strategi pembelajaran berdasarkan teori dan hasil penelitian, karakteristik media
pembelajaran yang digunakan, bahan pembelajaran, dan karakteristik warga belajar yang
menerima pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang digunakan untuk memilih materi strategi
pembelajaran yang interaktif.
7. Mengembangkan materi pembelajaran,
Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, produk pengembangan ini meliputi petunjuk
untuk warga belajar, materi pembelajaran, dan soal-soal. Materi pembelajaran meliputi :
petunjuk untuk tutor, modul untuk warga belajar, transparansi OHP, videotapes, format
multimedia, dan web untuk pembelajaran jarak jauh. Pengembangan materi pembelajaran
tergantung kepada tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar yang ada disekitar
perancang.
8. Merancang & Mengembangkan Eva Formatif,
Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang dihasilkan adalah instrumen
atau angket penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data. Data-data yang diperoleh
6. tersebut sebagai pertimbangan dalam merevisi pengembangan pembelajaran ataupun produk
bahan ajar. Ada tiga tipe evaluasi formatif : uji perorangan (one-to-one), uji kelompok kecil
(small group) dan uji lapangan (field evaluation).
9. Merevisi Pembelajaran,
Data yang diperoleh dari evaluasi formative dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk
memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar dalam mencapai tujuan. Bukan hanya untuk
ini, singkatnya hasil evaluasi ini digunakan untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif.
10. Mengembangkan evaluasi sumatif.
Di antara kesepuluh tahapan desain pembelajaran di atas, tahapan ke-10 (sepuluh) tidak
dijalankan. Evaluasi sumative ini berada diluar sistem pembelajaran model Dick & Carey, (2001)
sehingga dalam pengembangan ini tidak digunakan.