Dokumen tersebut membahas tentang fungsi pengorganisasian dalam pembelajaran. Secara singkat, pengorganisasian penting untuk membagi tugas secara bertanggungjawab dan meningkatkan spesialisasi, serta tujuannya antara lain untuk memfasilitasi koordinasi, pengawasan, dan penghematan biaya. Dokumen tersebut juga membahas strategi pengorganisasian pembelajaran, baik tingkat mikro maupun makro.
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Fungsi pengorganisasian dalam pembelajaran
1. FUNGSI PENGORGANISASIAN DALAM
PEMBELAJARAN
Oleh St. Zulfaidah Indriana di 20.45
A. Pengorganisasian dan Pembelajaran
1. Pengertian Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui orang-orang dibawah
pengarahan menajer mengejar tujuan bersama (Dasar-Dasar Organisasi, Stoner)
Pengorganisasian adalah suatu kerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(Ensiklopedia Indonesia, Jakarta 1990)
Pengorganisasian adalah sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai
dengan tujuan-tujuan tertentu (Kamus Kata, Source Dan Riselainer)
Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas,
tugas,kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatuorganisasi
yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan (Siagian, 1983)
Pengorganisasian adalah sesuatu yang digambarkan sebagai sesuatu yang tersentralisasi dan
berisi tugas-tugas yang sangat terspesialisasikan (Kamus Kata Bahasa Indonesia, T. Hani
Handoko)
Pengorganisasian adalah merupakan kegiatan merancang dan merumuskan struktur (Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia)
2. Tujuan Pengorganisasian
Tujuan pengorganisasian adalah agar dalam pembagian tugas dapat dilaksanakan dengan
penuh tanggungjawab. Dengan pembagian tugas diharapkan setiap anggota organisasi dapat
meningkatkan keterampilannya secara khusus (spesialisasi) dalam menangani tugas-tugas
yang dibebankan. Apabila pengorganisasian itu dilakukan secara
serampangan, tidak sesuai dengan bidang keahlian seseorang, maka tidak mustahil
dapat menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan itu.
Ada beberapatujuan pengorganisasian, yaitu:
- Membantu koordinasi. Memberi tugas pekerjaan kepada unit kerja secara koordinatif agar
tujuan organisasi dapat melaksanakan dengan mudah dan efektif. Koordinasi dibutuhkan
2. tatkala harus membagi unit kerja yang terpisah dan tidak sejenis, tetapi berada dalam satu
organisasi.
- Memperlancar pengawasan. Membantu pengawasan dengan menempatkan seorang anggota
manajer yang berkompetensi dalam setiap unit organisasi. Dengan demikian sebuah unit
dapat ditempatkan di dalam organisasi secara keseluruhan sedemikian rupa agar dapat
mencapai sasaran kerjanya walaupun dengan lokasi yang tidak sama.
- Maksimalisasi manfaat spesialisasi. Membantu seorang menjadi lebihahli dalam pekerjaan-
pekerjaan tertentu. Spesialisasi pekerjaan dengan dasar keahlian dapat menghasilkan produk
yang berkualitas tinggi, sehingga kemanfaatan produk dapat memberikan kepuasan dan
memperoleh kepercayaan masyarakat pengguna.
- Penghematan biaya. Tumbuh pertimbangan yang berkaitan dengan efisiensi. Dengan
demikian pelaku organisasi akan selalu berhati-hati dalam setiap akan menambah unit kerja
baru yang notabene menyangkut penambahan tenaga kerja yang relatif banyak
membutuhkan biaya tambahanberupa gaji/upah. Penambahan unit kerja
sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan nilai sumbangan pekerja baru dengan tujuan untuk
menekan upah buruh yang berlebihan.
- Meningkatkan kerukunan hubungan antar manusia. Masing-masing pekerja antar unit
kerja dapat bekerja saling melengkapi, mengurangi kejenuhan, menumbuhkan rasa saling
membutuhkan, mengurangi pendekatan materialistis. Untuk ini pihak manajer
harus mampu mengadakan pendekatan sosial dengan penanaman rasa solidaritas dan
berusaha menampung serta menyelesaikan berbagai perbedaan yang bersifat individual.
3. Unsur-Unsur Organisasi
- Sebagai wadah atau tempat bekerja sama.
- Sebagai proses kerja sama antara dua orang atau lebih.
- Adanya tugas atau kedudukan yang jelas.
- Mempunyai tujuan tertentu.
4. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Beberapa prinsip yang menjadi
landasan pengertian tersebut ialah :
a. Pembelajaran sebagai suatu usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini bermakna
bahwa prosees pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku dalam diri individu.
3. b. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
c. Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran
merupakan suatu aktifitas yang berkesinambungan.
d. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada suatu tujuan
yang ingin dicapai.
e. Pembelajaran merupakan suatu pengalaman.
B. Strategi Pengorganisasian Pembelajaran
Pengorganisasian pembelajaran memiliki peranan penting dalam kegiatan pembelajaran
khususnya dalam menyusun skema tahapan kegiatan (alur kegiatan pembelajaran)
perngembangan organisasi melalui visi dan misi tidak terbatas membentuk strategi yang
strategis melainkan bagaimana kita harus dapat memadukan sebuah keterampilan mengelola
strategi pengorganisasian pembelajaaraan yang terpadu, seperti :
Waktu merupakan nilai efisiensi ( tolak ukur ) dimana suatu pengorganisasian terjadi karena
beberapa literatur pelaksanaan dan evaluasi kegiatan strategi pengorganisasian pembelajaran.
Tempat merupakan landasan awal dalam proses pengembangan organisasi dibentuk
(dikemas) sesuai dengan analisis kebutuhan di tempat dimana pengorganisasian pembelajaran
tersebut dilaksanakan.
Tujuan pengorganisasian pembelajaran harus operasional dan konkret yaitu memiliki
tujuan pembelajaran khusus, tujuan pembelajaran umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional,
sampai pada tujuan yang bersifat universal.
Strategi pengorganisasian pembelajaran disebut oleh Reigeluth, Bunderson, dan Merrill
(1977) sebagai structural strategy, yang mengacu kepada cara untuk membuat
urutan (sequencing) dan mensintesis(synthesizing) fakta-fakta, konsep-konsep, prosedur, atau
prinsip-prinsip yang berkaitan. Sequencing mengacu kepada pembuatan urutan penyajian isi
bidang studi dan synthesizing mengacu kepada upaya untuk menunjukkan kepada si-
pembelajar keterkaitan antar isi bidang studi itu.
Pengorganisasian pembelajaran secara khusus, merupakan fase yang amat penting dalam
rancangan pembelajaran. Synthesizing akan membuat topik-topik dalam suatu bidang studi
menjadi lebih bermakna bagi peserta didik (Ausubel,1968) yaitu dengan menunjukkan
bagaimana topic-topik itu terkait dengan keseluruhan isi bidang studi. Sequencing atau
penataan urutan, amat diperlukan dalam pembuatan sintesis. Strategi pengorganisasian
pembelajaranterbagi menjadi Strategi Makro dan Strategi Mikro. Strategi pengorganisasian
4. makro diacukan untuk menata keseluruhan isi bidang studi, strategi pengorganisasian mikro
diacukan untuk menata sajian suatu konsep, atau prinsip, atau prosedur.
1. Strategi Mikro
Teori Gagne dan Briggs, teori pembelajaran yang dikembangkannya mendeskripsikan hal-
hal yang berkaitan dengan:
a. Kapabilitas Belajar
1. Informasi verbal. Peserta didik telah belajar informasi verbal apabila ia dapat mengingat
kembali informasi itu.
2. Keterampilan Intektual. Peserta didik akan menggunakan suatu ketrampilan intelektual
apabila ia berinteraksi dengan lingkungan simbulnya bahasa dan angka. Ketrampilan
Intelektual mencakup lima katagori, yaitu: (1)Diskriminasi; (2)Konsep konkrit; (3)Konsep
abstrak; (4)Kaidah; (5)Kaidah tingkat lebih tinggi
3. Strategi Kognitif. Siswa telah belajar strategi kognitif apabila ia telah mengembangkan cara-
cara meningkatkan keefektifan dan efisiensi proses berfikir dan proses belajarnya.
4. Sikap. Keadaan mental yang komplek dari peserta didik yang dapat mempengaruhi
pelihannya untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pribadi terhadap orang lain,
benda, atau peristiwa.
5. Ketrampilan Motorik. Peserta didik telah mengembangkan ketrampilan motorik apabila ia
telah menampilkan gerakan-gerakan fisik dalam menggunakan bahan-bahan atau peralatan-
peralatan menurut prosedur.
Gagne dan Briggs mendeskripsikan kondisi peserta didik yang berbeda untuk setiap katagori
kapabilitas. Mereka membedakan dua jenis kondisi peserta didik yaitu:
1. Kondisi peserta didik internal. Mengacu kepada perolehan dan penyimpanan kapabilitas-
kapabilitas yang telah dipelajari peserta didik yang mendukung belajar kapabilitas lainnya.
2. Kondisi peserta didik eksternal. Mengacu kepada berbagai cara yang dirancang untuk
memudahkan proses-proses internal dalam diri peserta didik ketika belajar.
b. Peristiwa Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi mendeskripsikan bahwa tindakan belajar merupakan
proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Gagne (1985) mengemukakan bahwa
tahapan-tahapan ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang
mengikuti urutan tertentu yang ia sebut dengan “peristiwa pembelajaran”. Peristiwa
pembelajaran ini dibagi menjadi sembilan tahapan yang diasumsikan sebagai cara-cara
eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam belajar, yaitu:
5. 1. Menarik perhatian;
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada peserta didik;
3. Merangsang ingatan pada prasarat belajar;
4. Menyajikan bahan perangsang;
5. Memberikan bimbingan belajar;
6. Mendorong unjuk kerja;
7. Memberikan balikan informative;
8. Menilai unjuk kerja;
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar.
c. Pengorganisasian Pembelajaran (Urutan Pembelajaran)
Kini sampai pada inti kajian yaitu mendeskripsikan cara yang diperkenalkan Gagne
dalam mengorganisasikan urutan pembelajaran. Pertimbangan terpenting dalam membuat
urutan pembelajaran adalah ada tidaknya prasyarat untuk suatu kapabilitas, dan apakah
peserta didik telah memiliki prasyarat belajar itu.
1. Model Taba : Pembentukan Konsep
Taba (1980) memperkenalkan strategi pengorganisasian pembelajaran tingkat mikro, khusus
untuk belajar konsep dengan pendekatan induktif. Strategi yang diciptakannya terdiri dari tiga
tahapan sejalan dengan tiga tingkatan proses berpikir yang dikemukakannya. Ketiga
tingkatan proses berpikir itu adalah: (1) pembentukan konsep, (2) intepretasi, dan (3) aplikasi
prinsip. Pengorganisasian pembelajaran untuk keperluan pembentukan konsep terdiri dari
tiga langkah, yaitu:
- Mengidentifikasi contoh-contoh yang relevan dengan konsep yang akan dibentuk.
- Mengelompokkan contoh-contoh berdasarkan karakteristik serupa (criteria tertentu) yang
dimiliki.
- Mengembangkan katagori atau nama untuk kelompok-kelompok itu.
2. Model Bruner: Pemahaman Konsep
Pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategorikan
yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan
mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh ke dalam kelas
dengan menggunakan dasar criteria tertentu. Bruner (1980) memandang bahwa suatu konsep
memilki lima unsur dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui
semua unsur dari konsep itu. Kelima unsur tersebut adalah (1)Nama; (2)Contoh-contoh;
(3)Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; (4)Rentangan karakteristik, dan (5)Kaidah.
d. Menganalisis Strategi Berpikir untuk Memahami Konsep
6. Bruner (1980) menggunakan istilah strategi yang mengacu kepada urutan keputusan yang
dibuat oleh seseorang dalam meneliti setiap keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam
meneliti setiap contoh dari suatu konsep. Bruner juga mengembangkan strategi-strategi yang
berbeda untuk mencapai jenis konsep yang berbeda. Ada tiga strategi pengorganisasian
pembelajaran pemahaman konsep yang telah dikembangkan, yaitu:
1. Model penerimaan mengacu kepada strategi pengorganisasian, contoh-contoh konsep dengan
memberi tanda “ya”, bila contoh itu menjadi contoh konsep, dan tanda “tidak”, bila contoh
itu bukan contoh konsep.
2. Model pilihan mengacu kepada strategi pengorganisasian, contoh-contoh konsep tanpa
memberi tanda “ya” atau “tidak”.
3. Model dengan contoh yang terorganisasi mengacu kepada strategi pemahaman konsep
dengan menggunakan, contoh-contoh yang terorganisasi dalam lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya.
2. Strategi Makro
a. Hirarki Belajar
Gagne (1968) menekankan pada penataan urutan dengan memunculkan gagasan prasyarat
belajar yang disebut hirarki belajar. Reigeluth dalam Degeng (1988) mengemukakan bahwa
analisis hirarki belajar kurang berarti untuk membuat sintesis. Pendapat ini dipertegas oleh
Gagne (1977) bahwa analisis hirarkhi belajar kurang berarti untuk membuat sintesis, dengan
demikian untuk mengorganisasi keseluruhan isi bidang studi (strategi makro) perangcang
pembelajaran perlu beralih ke strategi lain.
b. Analisa Tugas
Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah information-
processing approach to task analysisSeseorang dapat saja mempelajari langkah terakhir dari
suatu prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat memulai dari langkah
terakhir. Gropeper, Landa, Merrill, Resnick, dan Scandura adalah orang-orang yang pertama
kali menekankan pentingnya hubungan jenis ini (information- processing approach to task
analysis ) dalam pengorganisasian pembelajran pada tingkat makro.
c. Sub Sumptife Sequence
7. David Ausubel (1968) mengemukakan gagasan, cara membuat urutan sistem pembelajaran
yang dapat membuat pembelajaran jadi lebih bermakna, ia menggunakan urutan dari umum
ke rinci. Bila pengetahuan baru diassimilasikan dengan pengetahuan yang sudah ada, maka
perolehan belajar dan retensi akan dapat ditingkatkan.
d. Kurikulum Spiral
Jerome Brunner (1960) menyatakan bahwa a spiral curriculummerupakan pembelajaran
tingkat makro, dengan konsep pembelajaran dimulai dengan mengajarkan isi pengajaran
secara umum, kemudian secara lebih rinci.
e. Teori Skema
Anderson dkk. (1977) menguatkan pendapat David Ausubel (1968) dengan teori skema, teori
Ausubel (1968) memandang proses belajar sebagai pengetahuan baru dalam diri peserta didik
dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada dan hasil belajar sebagai
hasil pengorganisasian struktur kognitif yang baru, struktur kognitif yang baru ini akan
menjadi asimilatif skema.
f. Webteaching
Norman (1973) mengenai webteaching sebagai prosedur menata urutan isi bidang studi
termasuk strategi makro. Prosedur ini menekankan pentingnya peran struktur pengetahuan
yang telah dimiliki oleh peserta didik dan struktur isi bidang yang akan dipelajari. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tillema (1983).
g. Teori Elaborasi
Teori ini mendreskripsikan cara mengorganisasikan pembelajaran dari umum ke rinci, urutan
umum ke rinci dimulai dari epitomekemudian mengelaborasi dalam epitome ke lebih rinci.
Menurut Reigeluth dan Stein (1983) ada 7 komponen strategi yang diintegrasikan
dalam teori elaborsi, yaitu :
1. Urutan elaboratif adalah urutan dari yang sederhana kepada yang komplek atau dari umum ke
rinci yang memiliki karakteristik khusus
2. Urutan prasyarat belajar dimaksud adalah sepadan dengan struktur belajar atau herarki belajar
yang dikemukakn oleh Gagne (1968).
3. Rangkuman adalah tinjauan kembali (review) terhadap apa yang telah dipelajari penting
sekali dilakuka untuk mempertahankan ritensi. Review juga sebagai acuan yang mudah
8. diingat untuk konsep, prosedur, atau prinsip yang diajarkan. Terdapat 2 jenis rangkuman
yaitu rangkuman internal yang diberikan pada setiap akhir suatu pelajaran dan hanya
merangkum isi bidang studi yang baru diajarkan, sedang rangkuman eksternal
diberikan setelah beberapa kali pelajaran yang merangkum semua isi yang telah
dipelajari dalam beberapa kali pelajaran.
4. Pensintensis adalah komponen strategi teori elaborasi yang berfungsi untuk menunjukkan
kaitan-kaitan diantara konsep-konsep, prosedur-prosedur dan prinsip-prinsip yang diajarkan.
Dengan mengkaitkan konsep-konsep ini akan meningkatkan kebermaknaan dengan jalan
menunjukkan suatu konsep, prosedur, atau prinsippada bagian yang lebih luas (Ausubel
1968) selain itu juga dapat memberi pengaruh situasional pada peserta didik (Keller 1983)
juga berpeluang meningkatkan retensi (Quillian 1968). Pensintesis berfungsi untuk
menunjukkan keterkaitan diantara konsep, prosedur, atau prinsip yang diajarkan. Komponen
strategi ini berpeluang untuk Memudahkan pemahaman, meningkatkan motivasi dan
meningkatkan retensi.
5. Analogi, menurut Dreistadt (1969) dan Reigeluth (1983) analogi menggambarkan persamaan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lain yang berbeda diluar cakupan
pengetahuan yang sedang dipelajari. Ini membantu pemahaman terhadap pengetahuan yang
sukar dipelajari siswa. Makin dekat persamaan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan
yang dijadikan analogi, makin efektif analogi itu.
6. Pengaktif Strategi Kognitif adalah ketrampilan-ketrampilan yang diberlakukan peserta didik
untuk mengatur proses-proses internalnya ketika ia belajar, mengingat dan berpikir (Gagne
1985). Rigney (1978) mengemukakan 2 cara unuk mengaktifkan strategi kognitif yaitu
dengan merancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik dipaksa untuk
menggunakannya (embeded strategi) dan dengan menyuruh peserta didik menggunakannya
(detaced strategi).
7. Kontrol Belajar menurut Merrill (1979) konspsi kontrol belajar mengacu pada kebebasan
peserta didik dalam melakukan pilihan dan pengurutan terhadap isi yang akan dipelajari
(content controll), pace controll, display controll dan cosiuous cognation controll. Dalam
kaitan ini peserta didik menentukan sendiri isi, urutan, strategi kognitif yang paling cocok
baginya untuk digunakan dalam suatu pembelajaran.
Adapun prinsip-prinsip Model Elaborasi adalah sebagai berikut :
1. Penyajian Kerangka Isi. Menyajikan kerangka isi dengan menunjukan bagian-bagian utama
bidang studi dan hubungan-hubungan utama diantara bagian-bagian itu.
9. 2. Elaborasi Secara Bertahap. Bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi hendaknya
dielaborasi secara bertahap.
3. Penyajian Bagian Terpenting. Penyajian bagian yang terpenting hendaknya dielaborasi
pertama kali.
4. Cakupan Optimal Elaborasi. Kedalaman dan keluasan tiap-tiap elaborasi hendaknya
dilakukan secara optimal
5. Penyajian Pensintesis Secara Bertahap. Pensintesis hendaknya diberikan setelah setiap kali
melakukan elaborasi.
6. Penyajian Jenis Pensintesis. Jenis pensisntesis hendaknya disesuaikan dengan tipe isi bidang
studi.
7. Tahapan Pemberian Rangkuman. Rangkuman hendaknya diberikan sebelum setiap kali
menyajikan pensintesis.
Langkah-langkah pembelajaran yang diorganisasi dengan Model Elaborasi, meliputi:
1. Penyajian kerangka isi;
2. Elaborasi tahap pertama;
3. Pemberian rangkuman dan síntesis eksternal;
4. Elaborasi tahap kedua;
5. Pemberian rangkuman dan sisntesis eksternal;
6. Elaborasi tahap ketiga;
7. Mensintesis seluruh isi bidang studi yang telah diajarkan.
Sumber pendukung kesahihan teori elaborasi yaitu :
1. Stuktur Kognitif
Struktur kognitif adalah sebagai struktur organsasional yang ada dalam ingatan seseorang
yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit
konseptual. Banyak para pakar yang memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa
perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan struktur kognitif yang sudah dimiliki si-
pebelajar. Ausubel (198), Anderson, Reynold, Schallert, dan Goatz (1977), Norman, Bobow
(1979).
2. Skemata Memiliki Fungsi Asimilatif
Bertumpu pada konsepsi organisasi kognitif, Ausubel mengembangkan suatu model yang
lebih eksplisit yang disebut skemata. Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi
untuk mengintegrasikan unsur-nsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat
untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Skemata memiliki fungsi ganda, yaitu (1) sebagai
10. skema yang mengorganisasikan pengetahuan, dan (2)sebagai kerangka untuk mengaitkan
pengetahuan baru. Mayer (1977) menyebutkan bahwa skemata memiliki fungsi asimilatif.
Maksudnya adalah bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan baru ke
dalam hirarkhi pengetahuan dalam struktur kognitif si-pebelajar. Mayer menggunakan
pengurutan asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, mulai dengan menyajikan
informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi yang khusus. Konsepsi dasar
mengenai struktur kognitif inilah yang dijasikanlandasan teoritik pengembangan teori
elaborasi.
3. Pengolahan Informasi Dalam Ingatan
Pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses menyandian informasi (encoding),
penyimpanan informasi (storage), dan akhirnya pengungkapan kembali (retrieval).
4. Control Elements
Estes (1972) mengkonsepsikan bahwa informasi diorganisasi di sekitar control elements.
Control element tingkat lebih tinggi merangkai element tingkat yang lebih rendah sehinga
membentuk suatu struktur hirarkhis yang serupa dengan konsepsi skemata.
5. Prototypes
Norman dan Bobrow (1979) memandang organisasi ingatan sebagai prototypes yang
merupakan struktur representasi dari informasi-informasi yang telah diperoleh yang berfungsi
sebagai kerangka untuk mengaitkan informasi baru.
Integrasi Teori Elaborasi Dalam Psikologi Kognitif
Teori elaborasi dikembangkan dari teori struktur kognitif dan proses ingatan. Semua
komponen strategi yang diintegrasikan ke dalam teori elaborasi bersumber pada konsepsi-
konsepsi teori psikologi kognitif. Dalam teori memory bahwa skemata memberikan kerangka
yang amat eksklusif untuk mengasimilasi informasi baru, Ausubel (1968), Mayer (1977),
Dansereau (1985). Karakteristik skemata ini disejajarkan dengan format urutan elaboratif
dari umum ke rinci.
Model elaborasi juga dapat meningkatkan efisiensi perolehan pengetahuan dengan
mengaitkan semua pengetahuan baru yang dipelajari ke dalam struktur kognitif yang sudah
dimiliki si-pebelajar.
Model elaborasi menggunakan kerangka epitome yang menyajikan hubungan-
hubungan konseptual isi mata pelajaran. Dengan cara seperti ini peserta didik dapat
mengaitkan setiap konstruk dengan sejumlah konstruk lain.
Model elaborasi merinci empat jenis hubungan yang tercakup dalam suatu mata
pelajaran yang dituangkan dalam struktur konseptual, struktur prosedural, struktur teoritik,
11. dan struktur belajar. Dalam hal ini struktur belajar dan struktur konseptual dapat dipadankan
dengan representasi struktur pengetahuan dalam skemata. Hal penting yang menjadi
karakterisitk skemata bahwa skemata berisi information variabelyang berfungsi
untuk memasukkan atau mengaitkan berbagai contoh dari suatu konsep, Rumelhart dan
Ortony (1977).
Kemudahan Model Elaborasi
Model elaborasi dapat memudahkan proses penyandian dan penyimpanan informasi dengan
jalan mengorganisasi pembelajaran dengan cara tertentu sehingga sejalan dengan proses
ingatan.
Model Pembelajaran Kognitif dan Model Elaborasi
Landasan kognitif dalam tindakan pembelajaran pertama kali dikatakan oleh Ausubel
(1983) kemudian dikembangkan oleh Mayer (1981). Mereka menyatakan: Teori Instruksional
harus secara kognitif. Kegunaan pengembangan dalam psikologi pembelajaran kognitif dan
memori harus menjadi bagian dalam teori intruksional secara umum. Semenjak 10 tahun
terakhir terjadi ledakan pengetahuan tentang proses kognitif dan struktur memori manusia.
Sebuah teori instruksional yang bagus harus mampu mengeksploitasi database yang
berguna.
Dalam subsuming cognitive structure Ausubel (1968) menyatakan bahwa perolehan
dan retensi pengetahuan baru dapat dimudahkan dengan cara mengasimilasikannya ke dalam
pengetahuan yang sudah dimiliki oleh si-pebelajar. Dalam model pembelajaran ini Ausubel
(1968) mengintegrasikan tiga komponen struktural, yaitu :
1. Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan bagian-bagian
utama dalam urutan pembelajaran yang berfungsi sebagai kerangka konseptualnbagi
pengetahuan berikutnya yang lebih rinci dan abstrae. Oleh Ooyce dan Weil (1980) advance
organizar berfungsi menjelaskan, mengintegrasikan, dan mengaitkan pengetahuan yang
sedang dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.
2. Progressive differentiation merupakan pembelajaran yang dimulai penyajian ide yang paling
umum dan inklusif kemudian diikuti dengan penyajian yang bersifat umum ke rinci dalam
penyajian yang hirarkhis.
3. Integrative reconsiliation merupakan suatu usaha untuk mengajarkan kaitan-kaitan di antara
konstruk yang sejalan dengan karakteristik pengorganisasian bidang studi, Joyce dan Weil
(1980), Merrill, Kelety, Wilson (1981). Kistono,(10 Juni 2008)
12. C. Faktor yang Mempengaruhi Perwujudan Pengorganisasian Kelas
Pengorganisasian pembelajaran juga mempengaruhi pengorganisasian di dalam kelas.
Adapun faktor yang mempengaruhi perwujudan pengorganisasian kelas, yaitu :
a. Kurikulum
Kurikulum kaitannya dengan pengorganisasian kelas haruslah di rancang sebagai jumlah
pengalaman edukatif yang menjadi tanggung jawab sekolah dalam membantu anak-anak
mencapai tujuan pendidikannya, yang diselenggarakan secara berencana dan terarah serta
terorganisir, karena kegiatan kelas bukan sekedar dipusatkan pada penyampaian sejumlah
materi pelajaran atau pengetahuan yang bersifat intelektualistik, akan tetapi juga
memperhatikan aspek pembentukan pribadi, baik sebagai makhluk individual dan makhluk
social maupun sebagai makhluk yang bermoral. Oleh karena itu disamping aspek materi
pengetahuan diperlukan program kelas untuk memenuhi perbedaan minat bakat dan
kemampuan murid. Program tersebut dapat dilakukan melalui aspek-aspek kependidikan
dibidang kesenian termasuk kesejahteraan keluarga, tekhnik, olahraga, kepramukaan dan
kesehatan pada kelas-kelas terakhir sekolah menengah tingkat atas programnya harus
dirancangkan untuk membantu anak-anak mewujudkan diri dalam memasuki masyarakat
sebagai orang dewasa. Program itu antara lain harus diarahkan untuk memeberikan
keterampilan tertentu guna memasuki lapangan kerja tingkat menengah atas disamping
program untuk memeprsiapkan para remaja agar menjadi warga negara yang memahami dan
mampu menjalankan hak dan kewajibannya.
b. Gedung dan Sarana Kelas atau Sekolah
Perencanaan dalam membangun sebuah gedung untuk sebuah sekolah berkenaan dengan
jumlah dan luas setiap ruangan, letak dan dekorasinya yang harus disesuaikan dengan
kurikulum yang dipergunakan. Akan tetapi karena kurikulum selalu dapat berubah. Sedang
ruangan atau gedung bersifat permanen, maka diperlukan kreativitas dalam mengatur
pendayagunaan ruang / gedung yang bersedia berdasarkan kurikulum yang dipergunakan.
Dalam konteks ini kepandaian guru dalam pengorganisasian kelas sangat dibutuhkan
c. Guru
Hadari Nawawi menyatakan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang bertanggung jawab dalam memebnatu anak dalam mencapai kedewasaan
masing-masing. Guru dalam pengertian tersebut bukan sekedar berdiri didepan kelas untuk
menyampaikan materi atau pengetahuan tertentu, akan tetapi dalam keanggotaan masyarakat
yang harus aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak
didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa. Guru juga harus bisa juga
menciptakan suasana dalam kelas agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat
13. memotivasi sesuai untuk belajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Berdasarkan uraian-
uraian diatas jelas bahwa jabatan guru sebagai suatu profesi tidak saja mulia, karena
berhubungan langsung dengan masalah pendewasaan anak-anak, akan tetapi juga merupakan
tugas yang cukup berat. Tugas yang mulia dan hanya dapat diwujudkan oleh orang-orang
yang memiliki kecintaan terhadap pekerjaan mendidik.
d. Murid
Murid sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan (Sense Of kolektive) merupakan
kondisi yang sangat penting artinya bagi terciptanya kelas yang dinamis. Oleh karena itu,
setiap murid harus memiliki perasaan diterima (Sense of membershif) terhadap kelasnya agar
mampu ikut serta dalam kegiatan kelas. Perasaan inilah yang akan menumbuhkan rasa
tanggung jawab (Sense of respsibility) terhadap kelasnya. Sikap ini akan tumbuh dengan baik
apabila dilakukan tindakan-tindakan pengorganisasian kelas sebagai berikut :
Setiap murid dilibatkan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kelas, guru
hanya sekedar memberi petunjuk dan bimbingan agar program atau kegiatannya sejalan
dengan kurikulum.
Murid diberi kesempatan dalam pembagian tugas-tugas untuk kepentingan kelas.
Bila guru atau wali kelas berhalangan, bagi dan serahkanlah kepercayaan berupa tanggung
jawab mengatur rumah tangga dan disiplin kealas diantar murid.
Motivasi agar setiap murid selalu bersedia mengatur kelasnya melalui kegiatan rutin,
misalnya membersihkan kelas, papan tulis dan lain-lain.
Kembangkanlah kesediaan bekerjasama dalam setiap kegiatan.
Susunlah bersama murid tata tertib dan disiplin kelas serta bentuklah pengurus kelas yang
bekerja selama 1 tahun ajaran.
Doronglah agar murid secara terus menerus ikut memikirkan kegiatan kelas dan berani
mengusulkannya untuk dilaksanakan bersama didalam atau diluar kelas.
e. Dinamika Kelas
Kelas adalah kelompok sosial yang dinamis yang harus dipergunakan oleh setiap wali atau
guru kelas untuk kepentingan murid dalam proses kependidikannya. Dinamika kelas pada
dasarnya berarti kondisi kelas yang diliputi dorongan untuk aktif secara terarah yang
dikembangkan melalui kretifitas dan inisiatif murid sebagai suatu kelompok, untuk itu setiap
wali atau guru kelas harus berusaha menyalurkan berbagai saran, pendapat, gagasan,
keterampilan, potensi dan energi yang dimiliki murid menjadi kegiatan-kegiatan yang
berguna. Dengan demikian kelas tidak akan berlangsung secara statis, rutin dan
membosankan. Dinamika kelas ini dipengaruhi berbagai komponen yang sangat disyaratkan
dalam pengorganisasian kelas.
14. D. Prinsip Pengorganisasian Pembelajaran yang Berorientasi pada Disiplin Ilmu
Adapun prinsip pengorganisasian pembelajaran yang berorientasi pada disiplin ilmu,
adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan Monodisiplin atau sering disebut juga sebagai pendekatan struktural, yaitu suatu
bentuk atau model pendekatan yang hanya memperhatikan satu disiplin ilmu saja, tanpa
menghubungkan dengan struktur ilmu yang lain. Jadi, pengembangan materi berdasarkan ciri
dan karakteristik dari bidang studi yang bersangkutan. Dalam pendekatan pengorganisasian
materi ini sejarah diajarkan terpisah dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik,
dan hukum. Begitu juga manakala guru mengajarkan ekonomi akan terlepas dari bidang studi
lainnya. Hal ini dikarenakan materi pelajaran yang diajarkan siswa sepenuhnya
dikembangkan dari disiplin ilmu yang bersangkutan secara mandiri. Bentuk pendekatan
pengorganisasian ini merupakan bentuk tertua dari bentuk-bentuk pengorganisasian materi
yang ada dan berkembang dewasa ini. Menurut Udin Saripudin W. (1989: 87) model
pendekatan ini memusatkan perhatian pada konsep dan metode kerja suatu disiplin ilmu
sosial tertentu, misalnya antropologi atau sosiologi. Hal yang menjadi titik pangkal
pendekatan ini adalah konsep atau generalisasi atau teori yang menjadi kekayaan bidang
studi yang bersangkutan.
b. Pendekatan Interdisipliner disebut juga pendekatan terpadu atau integrated approach atau
istilah yang digunakan Wesley dan Wronski adalah 'correlation' untuk pendekatan antarilmu,
sedangkan integration untuk pendekatan terpadu. Dalam pendekatan antarilmu dikenal
adanya ini (core) untuk pengembangan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu
(integration approach) yang merupakan tipe ideal konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu
sosial atau bidang studi telah terpadu sebagai satu kesatuan sehingga bahannya diintegrasikan
menurut kepentingan dan tidak lagi menurut urutan konsep masing-masing ilmu atau bidang
studi. IPS yang tadinya hanya terbatas pada penyederhanaan ilmu-ilmu sosial semata,
meningkat kepada nilai, sikap, dan perilaku dan pada perkembangan berikutnya telah
melibatkan bagian-bagian di luar disiplin ilmu-ilmu sosial. Masuknya humaniora, sains,
matematika, dan agama menunjukkan bahwa IPS tidak lagi bergerak dalam kelompok
disiplin ilmu-ilmu sosial saja yang dikenal dengan pendekatan multidisiplin (multy
disciplinary approach), tetapi sudah memasuki bidang disiplin lain atau yang dikenal dengan
'cross disciplines'. Hal itu menunjukkan bahwa perkembangan IPTEK telah mempengaruhi
perkembangan masyarakat dan tidak terkecuali masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini.
Banyak penulis terkemuka yang mengkaji dan menjelaskan hubungan itu di antaranya Daniel
Bell, dan Naisbitt. Daniel Bell bahkan telah berbicara tentang 'post industrial society' serta
15. dampak dari kapitalisme, sedangkan Naisbit bertutur tentang sepuluh kecenderungan-
kecenderungan yang mempengaruhi perubahan masyarakat.
c. Pendekatan pengembangan pengorganisasian cross disiplin diistilahkan dengan Jaringan
kegiatan lintas kurikulum. Kegiatan Jaringan lintas kurikulum ini bermanfaat untuk
mengaitkan dua atau lebih mata pelajaran dalam satu sajian belajar-mengajar yang utuh.
Dengan adanya pendekatan ini maka tumpang tindih antarpokok bahasan baik yang terjadi
antarilmu-ilmu yang ada dalam interdisiplin ilmu atau antardisiplin ilmu dapat dihindari
sehingga dapat menghemat waktu dan menghindari kebingungan serta kejenuhan siswa.
Model ini lebih tepat diterapkan di SD karena guru mengajarkan semua pelajaran/guru kelas.
Pendekatan ini pun dapat diterapkan pada tingkat lanjutan dengan cara melakukan koordinasi
antarguru bidang studi.