Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, jenis-jenis, dan pendapat ulama mengenai nasakh dalam Al-Quran.
2. Ada beberapa pendapat ulama tentang nasakh, diantaranya yang menerima adanya nasakh dan yang mengingkarinya.
3. Nasakh dibedakan menurut akal dan naqal (riwayat), serta pentingnya memahami nasakh untuk mengetahui proses hukum Islam.
1. NASAKH
Disusun Guna memenuhi Tugas Mata kuliah Ushul Fiqh II : Dalalah Lafdziyah
Dosen Pengampu : Muchamad Coirun Nizar, S.HI., SHum., M.HI.
Disusun Oleh :
1. Jauharatul Arafah ( 31501502226 )
2. Miftahul Muniroh ( 31501602321 )
3. Shelly Alvareza Zazkia ( 31501602438 )
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
TP. 2018
2. ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, wr. wb
Alhamdulilahirabbil alamin. Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan kesehatan jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Nasakh”. Sholawat ma’as salam
tak lupa penulis haturkan ke Pangkuan Baginda Muhammad Saw., semoga kita
semua termasuk golongan dari Umat beliau, aminn…
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Untuk
itu penulis memohon kepada pembaca agar dapat menyampaikan kritik dan saran
guna untuk memperbaiki di kemudian hari.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum, wr. Wb
Semarang, 15 Mei 2018
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Masalah.............................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasakh.........................................................................................2
B. Jenis – Jenis Nasakh......................................................................................3
C. Urgensi mengetahui Nasakh dalam Al – Qur’an ..........................................4
D. Pendapat Ulama’ mengenai Nasakh..............................................................4
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tema Ulumul Qur’an yang mengundang pendapat para Ulama
mengenai nasikh wal mansukh. Perbedaan pendapat Ulama’ dalam
menetapkan ada atau tidaknya ayat-ayat mansukh (dihapus) dalam Al-
Qur’an, antara lain disebabkan adanya ayat-ayat yang tampak kontra diksi
bila dililhat dari lahirnya. Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa ayat-ayat
tersebut, ada yang tidak bisa dikompromikan, dan ada juga yang
keseluruhan ayatnya bisa dikompromikan.Oleh karena itu, para Ulama’
menerima teori nasikh (penghapusan) dalam Al-Qur’an.
Ulama-ulama klasik yang menerima penghapusan dalam Al-Qur’an
ternyata tidak sepakat dalam menentukan mana ayat yang menghapus
(nasikh) dan mana yang ayat yang dihapus (mansukh). Dikalangan Ulama’
klasik terdapa tkecenderungan bahwa untuk menekan jumlah ayat yang
dihapus hingga mencapai bilangan yang fantastis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Nasakh ?
2. berapa jenis – jenis Nasakh ?
3. Mengapa kita harus mengetahui urgensi Nasakh dalam Al – Qur’an ?
4. Bagaimanakah pendapat para ulama tentang Nasakh?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Nasakh.
2. Untuk mengetahui jenis – jenis nasakh.
3. Untuk mengetahui urgensi Nasakh dalam Al – Qur’an.
4. Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang Nasakh
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasakh
Nasakh menurut bahasa berasal dari kata an – Naqlu yang berati
Memindahkan atau menyalin. Juga bisa berasal dari kata al – Izalatu yang
memiliki makna menghilangkan. Sedangkan menurut pendapat ushuliyyin
merupakan “ sebuah khitob yang menunjukan terhapusnya hukum yang
sudah di tetapkan oleh seorang khitob terdahulu, Dengan sebuah
gambaran jika kita ada khitob yang kedua. Maka sebuah hukum masih
tetap berlaku. Sebagaimana yang telah di isyaratkan, jika khitob kedua
lebih akhir daripada khitob pertama”.1
Kata An-Nasikh berasal dari sebuah kata kerja“nasakh” (ََخَسَن) yang
berarti menghapus. Dalam sebuah ilmu Nahwu kedudukan Nasakh
sebagai isim fa’il (pelaku) yaitu yang menghapus, dan menghilangkan,
serta mencatat atau berubah.Sedang yang datang kemudian, disebut “Al-
Nasikh” (َخِسَانْلَا)yang berarti menghapus, peristiwa penghapusan disebut
Nasakh atau “Al-Naskhu” (َْخسَنْلَا) menurut istilah ushul fiqih adalah :2
ٍَّر ِخَاَتَمٍّيِعَْرشٍَّْليِلَدِبٍَّيِعَْرشَ ِمْكَحعْف َر
“Mengangkat suatu hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datang
kemudian”.3
Maksudnya adalah dengan datangnya suatu hukum syara’ maka
dengan demikian, terangkatlah atau batallah atau tidak berlaku hukum
1 M. Ridwan Qoyyum sai’id, Terjemah Tashil Ath-Thuruqot Ushul Fiqih, (Kediri: Mitra
Gayatri). Hlm. 73
2
A. Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih satu dan dua (Jakarta: Prenada Media Group, 2010),
hlm. 123-124
3
Romli. Muqaranah Mazahib Fil Ushul. (Jakarta:Gaya Media Pratama,1999), h. 247
6. 3
syara’ yang terdahulu. Jadi berdasarkan ta’rif tersebut di atas, maka baik
yang menghapus ataupun yang dihapus adalah hukum syara’. Dengan
demikian berarti tidak termasuk hukum akal, hukum perasaan dan yang
lainnya.4
Dari definisi tersebut, para ahli ushul fiqih mengemukakan
bahwa naskh itu baru dianggap benar apabila :
a. Pembatalan itu dilakukan melalui tuntunan syara’ yang
mengandung hokum dari syara’ (Allah dan Rasul-Nya).
Yang membatalkan ini disebut nasikh.
b. Yang dibatalkan itu adalah hukum syara’, yang
disebut mansukh.
c. Hukum yang membatalakan hukum tedahulu, dan datangnya
setelah hukum yang pertama.5
B. Jenis – Jenis Nasakh
1. Nasakh menurut Akal
Adanya Nasakh menurut Akal telah disepakati oleh Ulama’ dengan
Alasan : bahwa kepentingan Manusia tidaklah selalu sama secara terus
menerus, mungkin satu kepentingan hanya bermanfaat untuk satu
Masa, sedangkan pada masa sesudahnya membawa Bahaya.
2. Nasakh menurut Naqal atau Riwayat
Adanya Nasakh Naqal atau Riwayat sudah dijelaskan dalam sebuah
Riwayat dari Imam Bukhori dan Imam Muslim, Bahwa :
“ Sesungguhnya Nabi SAW., berdiri menghadap ke Baitul Makdis
dalam shalat selama 16 bulan, kemudian di-nasakh (dihapuskan) yang
demikian dengan satu perintah untuk menghadap ke Ka’bah”. (HR.
Bukhari dan Muslim).
4 https://dark5ne55.blogspot.co.id/2017/02/makalah-nasakh.html di akses pada
tanggal 15 Mei 2018.
5 Nasrun Haroen, Ushul Fiqih I Cet. II (Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 182
7. 4
C. Urgensi mengetahui Nasakh dalam Al – Qur’an
Ilmu nasakh merupakan suatu penggalian ajaran dan hukum Islam dalam
al-Quran yang sangat penting untuk dapat mengetahui proses tashri’
(penetapan dan penerapan hukum) Islam yang sejalan dengan dinamika
kebutuhan masyarakatnya yang selalu berubah, sejauhmana suatu
elastisitas ajaran dan hukumnya, serta sejauhmana suatu perubahan
hukum itu berlaku.
Disamping itu untuk dapat menelusuri suatu tujuan ajaran, dan illat
hukum (alasan ditetapkannya suatu hukum), sehingga dapat dipastikan
bahwa suatu hukum serta ajarannya boleh diberlakukan secara longgar dan
ketat sebagaimana hukum asalnya sesuai kondisi yang mengitarinya atas
dasar tujuan ajaran dan illat hukum tersebut.6
D. Pendapat Ulama’ mengenai Nasakh
Pendapat para Ulama’ mengenai Nasakh antara lain :
1. Kelompok pertama mengatakan bahwa nasakh hukum syara’ itu
memang terjadi, dan dalam kenyataannya memang ditunjukkan oleh
ayat Al-Quran. Pendapat ini dikemukakan oleh kalangan jumhur
ulama. Adapun yang menjadi alasan kelompok ini, bahwa nasakh
hukum itu memang terjadi, adalah tigas urat yang dikemukakan pada
dasar hukum nasakh, yaitu surat al-Baqarah ayat 106, surat an-Nahl
ayat 101 dan surat al-Ra’du ayat 39.7
2. Golongan yang mengingkari Nasakh, golongan ini berpendapat
bahwa tidak ada nasakh terhadap nash al-Qur’an. Pendapat ini
dikemukakan oleh Abu Muslim al-Isfahani (256-322 H). Menurut Abu
muslim, bahwa ini Al-Qur’an seluruhnya mengandung nilai-nilai
6 http://scarmakalah.blogspot.co.id/2012/07/nasikh-mansukh-studi-al-quran.html di akses
pada tanggal 22 Mei 2018.
7
https://dark5ne55.blogspot.co.id/2017/02/makalah-nasakh.html di akses pada tanggal 15
Mei 2018.
8. 5
hukum dan tidak ada sedikit pun terjadi perubahan atau penggantian
terhadap perkataan Allah.8
Jumhur ulama berpendapat bahwa nasakh menurut logika boleh
saja dan secara syara’ telah terjadi. Alasan mereka adalah firman Allah
dalam surat al-Baqarah 106:
ََريرِدٍٍَََّ َْْىَشَِلَك ْٰىَلَعََ ََّٱَّللَّنََأْمَلْعَتَْمَلََأٓاَهِلْثَِمْوََأٓاَهْنَِم ٍّْريَخِبَ ِتْأَنَاَهِنسَنْوٍََّأةَرياٍََْنَِمْخَسنَنَاَم
“ ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik
daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu
mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (Q.S al-Baqarah 106)”.
Kemudian para jumhur ulama Ushul Fiqh menyatakan bahwa
seluruh umat Islam yang mengetahui dan meyakini bahwa Allah itu
berbuat sesuai dengan kehendak-Nya tanpa harus melihat kepada
sebab dan tujuan. Oleh sebab itu, adalah wajar apabila Allah
mengganti hukum yang telah ia tetapkan dengan hukum lain, yang
menurut-Nya lebih baik dan sesuai dengan kemaslahatan umat
manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah Swt dalam Q.S
an-Nahl: 101
َ َََْمَُرَثْكََْألَبَۚ ٍّرَتْفَم َتْنَاَأَمَّنِإَواالَََل ِزَناَريَمِبَمَلْعََأ َّاَّلل َۙوٍَّةَريَآََانكََمًةَرياَآَنْلَّدَبَاَذِإ َو
ََونمَلْعَري
“dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain
sebagai penggantinya Padahal Allah lebih mengetahui apa yang
diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah
orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka
tiada mengetahui.” (Q.S an-Nahl: 101)
8 Romli. Op.Cit. h 254
9. 6
Para Jumhur Ulama’ memiliki sebuah alasan mengenai
kesepakatan para Ulama’ bahwa dalam menyatakan sebuah Syari’at
sebelum ada islam telah di Nasakh kan oleh syari’at Islam.
Sebagaimana dengan Nasakh itu sendiri telah terjadi dalam beberapa
Hukum Islam. Misalnya : pemalingan kiblat shalat dari Baitul Maqdis
ke Masjidil haram, menasakhkan kewajiban memberi sedekah bagi
yang bermunajat kepada Nabi saw, pembatalan puasa ‘Asyura dan
menggantinya dengan puasa Ramadhan, dan pembatalan wasiat bagi
kedua ibu bapak serta kaum kerabat dengan ayat-ayat yang berkaitan
dengan warisan.
Akan tetapi, Abu Muslim al-Isfahani (256-232H/mufassir),
berpendapat bahwa nasakh tidak berlaku dalam syari’at Islam dan
tidak ada bukti yang menunjukkan adanya nasakh itu. Menurutnya,
apabila hukum-hukum syara’ boleh dinasakhkan, maka ini berarti
terdapat perbedaan kemasalahatan sesuai dengan pergantian zaman.
Hal ini, menurutnya, sama sekali tidak mungkin dan tidak diterima
akal. Kemudian, apabila nasakh diterima, maka hal ini menunjukkan
ketidaktahuan Allah terhadap kemaslahatan umat di suatu zaman,
sehingga ia harus mengganti (membatalkan) suatu hukum dengan
hukum lain. Perbuatan ini mustahil bagi Allah dan sia-sia. Selanjutnya
Abu Muslim menyatakan bahwa Allah sendiri berfirman dalam
surat Fushsilat : 42
ٍََّدي ِمَحٍََّيمِكَحَ ْنَِمنزريلَتَِهِفْلَخَْنََِمََوِهْريَدَريَِْنيَبَ ْنَِملِاطَبْلَاِهيِتْأَريَ ََ
“ yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari
depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb
yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (Q.S Fushsilat: 42)
10. 7
Ayat ini menurutnya, menegaskan bahwa Al-Qur’an tidak disentuh
oleh “pembatalan”. Dengan demikian jika nasakh diartikan sebagai
pembatalan maka tidak akan terdapat dalam al-Qur’an.9
9 Ibid, 187
11. 8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulis menyimpulkan dari makalah yang berjudul “Nasakh” antara lain :
1. Mempelajari Nasakh dalam Al- Qur’an sangat penting menurut para
Jumhur Ulama’,
2. Nasakh merupakan penggantian hukum terhadap hukum yang baru
dengan di dasarkan atas Syari’at Islam,
3. Menurut Abu Muslim al-Isfahani (256-232H/mufassir), berpendapat
bahwa nasakh tidak berlaku dalam syari’at Islam dan tidak ada bukti
yang menunjukkan adanya nasakh itu. Menurutnya, apabila hukum-
hukum syara’ boleh dinasakhkan, maka ini berarti terdapat perbedaan
kemasalahatan sesuai dengan pergantian zaman.
12. DAFTAR PUSTAKA
Djalil, A. B. (2010). Ilmu Ushul Fiqih satu dan dua . Jakarta: Media Group.
Haroen, N. (1997). Ushul Fiqih I Cet. II (Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu,
1997), . Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
sai’id, M. R. Terjemah Tashil Ath-Thuruqot Ushul Fiqih. Kediri: Mitra Gayatri.
http://scarmakalah.blogspot.co.id/2012/07/nasikh-mansukh-studi-al-quran.html di
akses pada tanggal 22 Mei 2018.
https://dark5ne55.blogspot.co.id/2017/02/makalah-nasakh.html di akses pada
tanggal 15 Mei 2018
13. BIODATA PENULIS
Nama : Jauharatul Arafah
TTL : Temanggung, 28 April 1997
Alamat : Jl. Widuri IV RT 03 RW 07, Bangetayu Kulon Genuk
Semarang
E-mail : Jauharotularofah@gmail.com
Pendidikan Formal :
1. SDIT Darul Falah Semarang
2. MTs Miftahul Ulum Jepara
3. MA Darul Ulum Demak
Pendidikan Non Formal :
1. TPQ Al – Falah Semarang
2. Pondok Pesantren Manba’ul Qur’an Jepara
3. Pondok Pesantren Darul Ulum Demak
Motto Hidup : Jadikan Penggalaman Mu Sebagai Guru Yang terbaik
dalam hidupmu & Jadikan Agama Mu Sebagai Pondasi
yang Terkuat Dalam Mencapai Iman, Islam, dan Ihsan Mu.