2. SEJARAH SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA
Tahun 1920an industry modern di Indonesia hampir semua dimiliki oleh orang asing,
walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industry
rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok
kretek, kerajinan tekstil, dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco
(BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi
ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian,
megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden
(1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia
Belanda mengubah system dan pola kenijakan ekonomi dari sector perkebunan ke
sector industry, dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi
pendirian industry baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry yang ada ketika itu
mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang
logam, semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi industrialisasi cukup baik.
Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor
bahan mentah dan diangkutnya barang capital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja
(romusha). Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sector industry dan
menawarkan investasi walau dalam tahap coba-coba. Tahun 1951 pemerintah
meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya
menumbuhkan dan mendorong industry kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan
industry besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.
3. KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari
revolusi industry pertama pada pertengahan abad 18 di Inggris dengan
penemuan metode baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang
menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari
factor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru
dalam pengolahan besi dan mesin uap yang mendorong inovasi dalam
pembuatan antara lain besi baja, kereta api dan kapal tenaga uap.
Revolusi industry kedua akhir abad 18 dan awal abad 19 dengan berbagai
perkembangan teknologi dan inovasi membantu laju industrialisasi. Setelah
PD II muncul berbagai teknologi baru seperti produksi masal dengan
menggunakan assembly line, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan
barang sintetis dan revolusi teknologi komunikasi, elektronik, bio, computer
dan penggunaan robot.
4. PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL
Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat
pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus
istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja
ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industry manufaktur merupakan contributor
utama.
Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama ini, perlu
dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok
ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB
di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk
tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan
Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.
5. PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR
Secara umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang jika
dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara
berkembanga ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang dihadapi
industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan
yang bersifat organisasi.
6. Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:
1. Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
a. Empat produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa 50%
dari nilai
total manufaktur
b. Pasar tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
c. Tiga Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur
Indonesia, sementara US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi
d. Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
e. Banyak produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia
mengalami penurunan harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
f. Banyak produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami
penurunan daya saing
2. Ketergantungan impor yang sangat tinggi
3. Tidak adanya industry berteknologi menengah
4. Konsentrasi regional
7. Kelemahan-kelemahan organisasi, di antaranya:
1. Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped
2. Konsentrasi pasar
3. Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi
4. Lemahnya SDM
8. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI
Subtitusi Impor (inward-looking)
Promosi Ekspor (outward-looking)
Strategi industrialisasi
1. Strategi Subtitusi Impor
- Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
- Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
- Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan
mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a. SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b. Potensi permintaan dalam negeri memadai
c. Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d. Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e. Dapat mengurangi ketergantungan impor
9. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi
10. Strategi Promosi Ekspor
Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari
pemerintah
Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk
yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi
yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif
11. Kebijakan industrialisasi
Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan
pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN