3. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan Pax Neerlandica, Belanda sangat berambisi untuk
menguasai Aceh. Tetapi di sisi lain orang-orang Aceh dan para sultan yang pernah
berkuasa tetap ingin mempertahankan kedaulatan Aceh. Semangat dan tindakan
sultan beserta rakyatnya yang demikian itu memang secara resmi didukung dan
dibenarkan oleh adanya Traktat London tanggal 17 Maret 1824.
Gerakan menuju aneksasi terus diintensifkan. Pada tanggal 1 Februari 1858,
Belanda menyodorkan perjanjian dengan Sultan Siak, yaitu Sultan Ismail. Perjanjian
itu dikenal dengan Traktat Siak.
Perkembangan politikl yang semakin menohok Kesultanan Aceh adalah
ditandatanganinya Traktat Sumatera antara Belanda dengan Inggris pada tanggal
2 November 1871.
4. PENYEBAB TERJADINYA PERANG ACEH
1) Aceh berpendapat, bahwa daerah Sumatra Timur merupakan
wilayah yang didapat pada masa kejayaan, sedangkan Belanda
menganggap bahwa daerah itu diperoleh dari Sultan Siak
sebagai upah membantu Siak dalam perang saudara sesuai
dengan Traktat Siak 1858.
2) Setelah Terusan Suez selesai tahun 1869, Aceh merupakan
daerah yang penting, karena pelayaran internasional dari Eropa
ke Asia melalui perairan Aceh.
5. 3) Makin berkembangnya Imperialisme modern yang berusaha
memperoleh tanah jajahan untuk dijadikan sumber bahan
industry dan pasaran industri. Negara-negara imperialis
berlomba-lomba memperoleh tanah jajahan untuk keperluan
tersebut.
4) Politik ekspansi Belanda ke luar Jawa dalam usahanya
mewujudkan Pax Neerlandicatidak terhalang lagi oleh daerah
Aceh. Karena adanya Treaty of Sumatra (1871) Inggris berjanji
tidak akan menghalangi Belanda meluaskan daerahnya di
Sumatra.
6. Profil Teuku Umar
Lahir di Meulaboh, Aceh Barat pada 1854, Teuku
Umar adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia.
Tercatat, pria yang diyakini memiliki taktik unik
melawan penjajah ini pernah memimpin perang
gerilya di Aceh sejak tahun 1873 sampai 1899. Teuku
Umar sendiri merupakan keturunan Minangkabau.
Kakeknya, Datuk Makdum Sati, dikenal berjasa
terhadap Sultan Aceh.
Teuku Umar kecil memiliki sifat pemberani. Selain itu
ia juga dikenal cerdas dan pang menyerah, serta
memiliki hobi berkelahi. Ketika berusia 19 tahun dan
diangkat sebagai keuchik Daya Meulaboh, terjadi
perang Aceh. Teuku Umar lantas bergabung bersama
para pejuang di kampungnya hingga Aceh Barat.
7. Profil Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat
beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848.
Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI
Mukim, yang juga merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati,
perantau dari Minangkabau. Datuk Makhudum Sati merupakan
keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan
perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan Sultan
Iskandar Muda di Pariaman.[4]. Datuk Makhudum Sati mungkin
datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh
diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.[2][5]. Sedangkan
ibunya merupakan putri uleebalang Lampageu.
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik.[2]
Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik
oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga
(memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan
sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya).
8. Profil Panglima Polem XI
Panglima Polem yang bernama lengkap Teuku Panglima
Polem Sri Muda Perkasa Muhammad Daud adalah
seorang panglima Aceh. Sampai saat ini belum
ditemukan keterangan yang jelas mengenai tanggal dan
tahun kelahiran Panglima Polem, yang jelas ia berasal
dari keturunan kaum bangsawan Aceh. Ayahnya bernama
Panglima Polem VIII Raja Kuala anak dari Teuku Panglima
Polem Sri Imam Muda Mahmud Arifin yang juga terkenal
dengan Cut Banta (Panglima Polem VII (1845-1879).
Mahmud Arifin merupakan Panglima Sagoe XXII Mukim
Aceh Besar.
9. Profil Cut Nyak Mutia
Cut Nyak Meutia dilahirkan di Keureutoe, Pirak, Aceh
Utara, tahun 1870, beliau adalah salah satu Pahlawan
Nasional Indonesia yang berasal dari Aceh selain Cut
nyak dhien.
Cut Meutia adalah putri dari ayah yang
bernamaTeuku Ben Daud Pirak dan ibu Cut Jah. Cut
meutia adalah putri satu-satunya dari empat saudara
laki-laki yang lainnya yaitu:Teuku Cut Beurahim
disusul kemudian Teuku Muhammadsyah, Teuku Cut
Hasan dan Teuku Muhammad Ali. Ayahnya adalah
seorang Uleebalalang di desa Pirak yang berada
dalam daerah keuleebalangan Keureutoe.
10. PERIODE PERANG ACEH
1. Masa Permulaan
Belanda menyerang Kotaraja (Banda Aceh) dan menduduki
daerah sekitarnya, sehingga Sultan Aceh menyingkir ke pedalaman.
Belanda yang tidak mendapatkan jawaban atas tuntutannya agar
Aceh mengakui Belanda sebagai Yang Dipertuankan, penyatakan
perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873. Serangan pertama
dilakukan dengan kekuatan tiga ribu orang di bawah pimpinan
Jendral Kohler.
11. Jendral Kohler tewas dalam perlawanan yang dilakukan rakyat Aceh saat
ia tengah melakukan peninjauan didekat Masjid Raya Aceh. Usaha Belanda
merebut istana Sultan pun gagal. Lalu Belanda melakukan serangan kedua
yang dipimpin oleh Letjen Van Swieten dengan kekuatan 7.000 orang.
Karena system senjata teknit, artinya dengan menggunakan senjata dan
kekerasan perang Aceh tidak juga terselesaikan, maka dipergunakan system
senjata social. Belanda membujuk Perdana Mentri Habib Abdurrakhman Al
Zahir agar mau berdamai, dengan dijanjikan uang tahunan $ 10.000 dan
bertempat tinggal di Negara asalnya yaitu Arab.
12. 2. Masa Konsentrasi Stelsel
Belanda hanya dapat bertahan di daerah yang telah didudukinya karena tidak
memiliki biaya yang cukup untuk menyelesaikan perang Aceh dalam waktu singkat.
Belanda membentuk pemerintahan sipil yang dipertahankan dengan membentuk pos
pos yang dihubungkan dengan kendaraan. Diluarnya diadakan tanah tanah terbuka
untuk mengetahui apabila ada musuh yang menyerang.
Teuku Umar berpura-pura menyerah pada Belanda dan memperoleh kepercayaan
memimpin 250 orang pasukan bersenjata lengkap. Setelah pasukannya sudah
mendapatkan banyak senjata dan dipercaya membawa dana 800.000 gulden, pada 29
Maret 1896 Teuku Umar dengan pasukannya berbalik dan kembali melawan Belanda.
13. Karena Belanda semakin kesulitan, Belanda meminta saran kepada Dr. C.
Snouk Hurgonje. Adapun isi nasehat / saran dari Dr. C. Snouk Hurgonje :
1. Perlu memecah belah persatuan dan kekuatan Aceh
2. Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan
harus dengan kekerasan
3. Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dan diberi
kesempatan untuk masuk ke dalam korps pamong praja dalam
pemerintahan Kolonial Belanda.
14. 3. Masa Akhir Perang
Belanda bertekad menyelesaikan perang dengan menggunakan nasihat dari Dr. C
Snouk Hurgonje. Untuk itu diangkat Letjol Van Heutz menjadi gubernur militer yang
baru.
Semua pasukan disiagakan dengan dibekali seluruh persenjataan. Van Heutz segera
melakukan serangan terhadap pos pertahan para pemimpin perlawanan di berbagai
daerah. Dalam hal ini Belanda juga mengerahkan pasukan anti gerilya yang disebut
Korps Marchausse (Marsose) yakni pasukan opsir Belanda.
15. Di Meulaboh perlawanan Aceh dilakukan oleh Teuku Umar, namun
kemudian beliau tewas dalam pertempuran. Van Heutz memimpin operasi di
daerah timur dan berhasih merebut Benteng Batee Hie. Sementara Sultan
yang menyingkir ke pedalaman akhirnya menyerah kepada Belanda pada
tahun 1903. Untuk melemahkan semangat pejuang, Belanda menangkap
keluarga Panglima Polem sehingga menyerah kepada Belanda pada tahun 6
September1903.
16. Sementara itu Cut Nyak Dien teru mengobarkan perang jihad dengan
bergerilya.Tetapi setelah pos pertahanannya berhasil dikepung pada tahun
1906 Cut Nyak Dien berhasil ditangkap. Ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat
sampai meninggal pada tanggal 8 November 1908.
Di pesisir Utara dan Timur Aceh, Cut Nyak Mutia melanjutkan perang
melawan kekejaman Belanda. Cut Nyak Mutia sesuai dengan pesan suaminya
Teuku Cik Tunong sebelum ditembak mati oleh Belanda di sarankan unntuk
menikah dengan Pang Nanggru.Oleh karena itu, Cut Nyak Mutia bersama –
sama melawan Belanda dengan Pang Nanggru. Pada tanggal 26 September
1910 terjadi pertempuran sengit di Paya Cicem.
17. Pang Nanggru tewas dan Cut Nyak Mutia berhasil meloloskan diri. Bersama
putranya Raja Sabil (usia 11 tahun). Cut Nyak Mutia terus memimpin
perlawanan. Tapi pada akhirnya Ia dapat di desak dan gugur setelah beberapa
peluru menembus kaki dan tubuhnya. Ulama yang lain seperti Teungku di
Barat bersama istrinya Cut Po Fatimah masih melanjutkan perlawanan, tetapi
keduanya itu akhirnya juga gugur ditembak oleh Belanda pada tahun 1912.
Demikian Perang Sabil yang digelorakan rakyat Aceh secara massal baru
berakhir pada tahun 1912.
Tetapi sebenarnya masih ada gerakan – gerakan perlawanan lokal yang
berskala kecil sering terjadi, bahkan dikatakan perang – perang kecil itu
berlangsung sampai tahun 1942