2. Sejarah Perang di Banjar
• Perang Banjar (1859-1905)adalah perang perlawanan terhadap
penjajahan kolonial Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar
yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah.
• Banjarmasin merupakan pusat kesultanan yang cukup maju. Tapi
pada permulaan abad ke 19, relatif mereka sudah dikuasai pihak
Belanda. Belanda melaksanakan perang kolonialnya, antara lain
dengan maksud melakukan aneksasi wilayah Kalimantan Selatan.
3. • Perang Banjar berlangsung antara 1859 -1905. Konflik dengan
Belanda sebenarnya sudah mulai sejak Belanda memperoleh hak
monopoli dagang di Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya
Belanda dalam urusan kerajaan, kekalutan makin bertambah.
Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra
makota, mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan
Tahmidullah II dan membunuh semua putra almarhum Sultan
Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya pewaris tahta yang
selamat, berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan
dengan dukungan pamannya Arung Turawe, tetapi gagal.
Pangeran Amir (kakek Pangeran Antasari) akhirnya tertangkap
dan dibuang ke Srilangka.
4. • Wafatnya Sultan Tahmidillah II digantikan oleh Sultan Sulaiman
(1824-1825) yang memerintah hanya dua tahun, kemudian
digantikan oleh Sultan Adam (1825-1857). Pada masa ini
kesultanan Banjar hanya tinggal Banjarmasin, Martapura dan
Hulusungai. Selebihnya telah dikuasai oleh Belanda. Ketika
Sultan Adam (1825-1857) meninggal dunia, Belanda
mengangkat cucunya yaitu Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan.
Putra Sultan Adam yaitu Pangeran Abdulrachman, ayah
Tamjidillah, telah meninggal lebih dahulu pada tahun 1852.
5. • Pengangkatan ini rupanya menimbulkan masalah, karena Ibu
Tamjidillah adalah orang Cina. Sebagian masyarakat muslim
keberatan untuk menerimanya. Apakah ini berkaitan soal sara,
tentunya perlu dilakukan penelitian lebih jauh.
• Tapi rupanya keberatan lain pada pengangkatan Tamjidillah, adalah
kesenangannya pada minuman keras dan bermabuk-mabukan.
Rupanya kalangan umum lebih menyukai putra Abdulrachman yang
lain yaitu Pangeran Hidayatullahullah. Dia selain putra dari Ibu
bangsawan, juga berperangai baik. Tetapi Tamjidillah sudah
didukung dan ditetapkan Belanda sebagai suksesor.
6. • Keruwetan politik dalam negeri Kesultanan Banjar ini
akhirnya menimbulkan meletusnya Perang Banjar selama 4
tahun (1859–1863). Pada periode konflik fisik itulah, yaitu
pada tahun 1859, muncul seorang pangeran setengah baya
yang telah disingkirkan haknya, memimpin perlawanan
terhadap Belanda. Dialah Pangeran Antasari yang lahir
tahun 1809.
• Dua tokoh pimpinan saat itu, Panembahan Aling dan Sultan
Kuning, membantu Antasari untuk melancarkan serangan
besar-besaran. Mereka menyerang pertambangan batubara
Belanda dan pos-pos misionaris, sehingga pihak Kolonial
mendatangkan bala bantuan besar-besaran.
7. • Antasari kemudian bergabung dengan kepala-kepala daerah Hulu
Sungai, Martapura, Barito, Pelaihari, Kahayan, Kapuas, dan lain-
lain. Mereka bersepakat mengusir Belanda dari Kesultanan Banjar.
Maka perang makin menghebat, dibawah pimpinan Pangeran
Antasari. Pernah pihak Belanda mengajak berunding, tetapi
Pangeran Antasari tidak pernah mau. Daerah pertempurannya
meliputi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
8. • Tepatnya tanggal 28 April 1859, Perang Banjar yang
dipimpin oleh Pangeran Antasari meletus, dengan jalan
merebut benteng Pengaron milik Belanda yang
dipertahankan mati-matian. Pertempuran di benteng
pengaron ini disambut dengan pertempuran-pertempuran
di berbagai medan yang tersebar di Kalimantan Selatan,
yang dipimpin oleh Kiai Demang Lehman, Haji Buyasin,
Tumenggung Antaluddin, Pangeran Amrullah dan lain-
lain.
9. • Pertempuran mempertahankan benteng Tabanio bulan Agustus 1859,
pertempuran mempertahankan benteng Gunung Lawak pada tanggal 29
September 1859, mempertahankan kubu pertahanan Munggu Tayur
pada bulan Desember 1859, pertempuran di Amawang pada tanggal 31
Maret 1860. Bahkan Tumenggung Surapati berhasil membakar dan
menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda di Sungai Barito.
• Sementara itu Pangeran Hidayatullah makin jelas menjadi penentang
Belanda dan memihak kepada perjuangan rakyat yang dipimpin oleh
Pangeran Antasari. Penguasa Belanda menuntut supaya Pangeran
Hidayatullah menyerah, tetapi ia menolak. Akhirnya penguasa kolonial
Belanda secara resmi menghapuskan kerajaan/kesultanan Banjar pada
tanggal 11 Juni 1860. Sejak itu kesultanan Banjar langsung diperintah
oleh seorang Residen Hindia Belanda.
10. • Perlawanan semakin meluas, kepala-kepala daerah dan para
ulama ikut memberontak, memperkuat barisan pejuang
Pangeran Antasari bersama-sama pangeran Hidayatullah,
langsung memimpin pertempuran di berbagai medan melawan
pasukan kolonial Belanda. Tetapi karena persenjataan pasukan
Belanda lebih lengkap dan modern, pasukan Pangeran
Antasari dan Pangeran Hidayatullah terus terdesak serta
semakin lemah posisinya. Setelah memimpin pertempuran
selama hampir tiga tahun, karena kondisi kesehatan, akhirnya
Pangeran Hidayatullah menyerah pada tahun 1861 dan
dibuang ke Cianjur, Jawa Barat.
• Setelah Pangeran Hidayatullah menyerah, maka perjuangan
umat Islam Banjar dipimpin sepenuhnya oleh pangeran
Antasari, baik sebagai pemimpin rakyat yang penuh dedikasi
maupun sebagai pewaris kesultanan Banjar.
11. • Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan
umat Islam tertinggi di Kalimantan Selatan, maka pada tanggal 14
Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah,
dimulai dengan seruan: “Hidup untuk Allah dan Mati untuk
Allah,” seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan
bangsawan-bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat
Pangeran Antasari menjadi „Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin‟.
• Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk menolak. Dia
harus menerima kedudukan yang dipercayakan kepadanya dan
bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab
sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.
12. • Pada tahun 1862 Pangeran Antasari merencanakan suatu serangan
besar-besaran terhadap Belanda, tetapi secara mendadak, wabah
cacar melanda daerah Kalimantan Selatan, Pangeran Antasari
terserang juga, sampai ia meninggal pada 11 Oktober 1862 di
Bayan Begak, Kalimantan Selatan. Kemudian ia dimakamkan di
Banjarmasin. Perlawanan rakyat Banjar terus berlangsung
dipimpin oleh putera Pangeran Antasari, Pangeran Muhamad
Seman bersama pejuang-pejuang Banjar lainnya. perjuangan tetap
berlanjut yang di pimpin oleh Gusti Mat Seman, Gusti Acil, Gusti
Muhammad Arsyad, dan Antung Durrahman. Oleh pemimpin-
pemimpin tersebut, rakyat masih bergerilya dengan se-sekali
melakukan serangan kepada Belanda sampai awal abad ke-20.