Perang Banjar (1878-1907) dan perlawanan rakyat Palembang (1804-1821) melibatkan konflik antara rakyat lokal melawan penjajahan Belanda. Perang Banjar dipicu oleh intervensi Belanda dalam urusan pemerintahan kesultanan setempat. Sementara itu, perlawanan rakyat Palembang dimulai ketika Sultan menolak kedatangan Belanda dan berlanjut hingga kesultanan dibubarkan. Kedua peristiwa ini melibatkan perlaw
4. Di Kalimantan Selatan pernah berkembang kesultanan Banjar.
Kesultanan ini memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan
perdagangan dunia. Hal ini terutama karena adanya hasil-hasil seperti
emas, intan, lada, rotan, dan damar. Hasil-hasil ini termasuk produk
yang diminati oleh orang-orang Barat, sehingga orang-orang Barat
juga berniat untuk menguasai Kesultanan Banjar. Salah satu pihak yang
berambisi untuk menguasai Banjarmasin adalah Belanda.
Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra
mahkota, mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan
Tahmidullah II dan membunuh semua putra almarhum Sultan
Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya pewaris tahta yang selamat,
berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan dengan dukungan
pamannya Arung Turawe, tetapi gagal. Pangeran Amir (kakek
Pangeran Antasari) akhirnya tertangkap dan dibuang ke Srilangka.
Wafatnya Sultan Tahmidullah II digantikan oleh Sultan Sulaiman
(1824-1825) yang memerintah hanya dua tahun, kemudian digantikan
oleh Sultan Adam (1825-1857). Pada masa ini kesultanan Banjar hanya
tinggal Banjarmasin, Martapura dan Hulusungai. Selebihnya telah
dikuasai oleh Belanda.
5. Dalam suasana yang memprihatinkan itu, di dalam
kerajaan sendiri terjadi konflik intern. Hal ini karena ulah
intervensi Belanda. Hal ini bermula saat Putra mahkota Abdul
Rachman meninggal secara mendadak pada tahun 1852.
sementara Sultan Adam memiliki tiga putra sebagai kandidat
pengganti Sultan yakni: Pangeran Hidayatullah, Pangeran
Tamjidillah, dan Prabu Anom. Tahun 1857 Sultan Adam
meninggal. Belanda segera mengangkat Tamjidillah sebagai
Sultan dan Pangeran Hidayatullah sebagai Mangkubumi.
Padahal menurut wasiat yang sah, yang diangkat sebagai
Sultan adalah Pangeran Hidayatullah.
Pengangkatan ini rupanya menimbulkan masalah.
Tamjidillah berperingai kurang baik, dikarenakan
kesenangannya pada minuman keras seperti orang Belanda.
Tindakan Belanda semakin meresahkan rakyat Banjar ketika
Pangeran Prabu Anom ditangkap dan kekuasaan Kesultanaan
Banjar diambil alih oleh pemerintah kolonial. Keruwetan politik
dalam negeri Kesultanan Banjar inilah yang akhirnya
menimbulkan meletusnya Perang Banjar.
6. Faktor-faktor penyebab peperangan
1. Faktor ekonomi, Belanda melakukan monopoli perdagangan
lada, rotan, damar, serta hasil tambang yaitu emas dan intan.
Monopoli tersebut sangat merugikan rakyat maupun
pedagang di daerah tersebut sejak abad 17. Pada abad 19
Belanda bermaksud menguasai Kalimantan Selatan untuk
melaksanakan Pax Netherlandica. Apalagi di daerah itu
ditemukan tambang batu bara di Pangaronan dan Kalangan.
2. Faktor politik. Belanda ikut campur urusan tahta kerajaan yang
menimbulkan berbagai ketidak senangan. Pada saat
menentukan pengganti Sultan Adam maka yang diangkat
adalah Pangeran Tamjidillah yang disenangi Belanda.
Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak atas
tahta hanya dijadikan Mangkubumi karena tidak menyukai
Belanda.
PENYEBAB TERJADINYA
PEPERANGAN
7. Keruwetan politik dalam negeri Kesultanan Banjar ini akhirnya
menimbulkan meletusnya Perang Banjar selama 4 tahun (1859–
1863). Pangeran Antasari memimpin peperangan. Dua tokoh
pimpinan saat itu, Panembahan Aling dan Sultan Kuning, membantu
Antasari untuk melancarkan serangan besar-besaran. Tepatnya
tanggal 28 April 1859, Perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran
Antasari meletus, dengan jalan merebut benteng Pengaron milik
Belanda yang dipertahankan mati-matian.
Dengan peristiwa tsb, keadaan pemerintahan Kesultanan
Banjar semakin kacau. Perang ini menelan biaya dan korban jiwa
yang besar di pihak Belanda. Demi meredakan ketegangan dan
militansi rakyat Banjar, Belanda memaksa Tamjidillah turun takhta
pada tanggal 25 Juni 1859 dan mengasingkannya ke Bogor, Jawa
Barat. Belanda menyatakan Kesultanan Banjarmasin dihapuskan
dan langsung diperintah oleh Belanda dengan menempatkan
seorang residen.
JALANNYA PEPERANGAN
8. Saat itu juga Belanda membujuk Pangeran Hidayatullah
agar bergabung dengan Belanda dan akan dijadikan Sultan
Banjar. Tetapi bagi Pangeran Hidayatullah itu semua hanya tipu
daya Belanda. Oleh karena itu, Pangeran Hidayatullah memilih
bersama rakyat melancarkan perlawanan terhadap Belanda.
Bulan Agustus 1859, Antasari bersama pasukan Haji
Buyasin, Kiai Langlang, dan Kiai Demang Lehman berhasil
menyerang benteng Belanda di Tabanio. Bahkan Tumenggung
Surapati berhasil membakar dan menenggelamkan kapal
Onrust milik Belanda di Sungai Barito. Dengan demikian Perang
Banjar semakin meluas. kepala-kepala daerah dan para ulama
ikut memberontak, memperkuat barisan pejuang Pangeran
Antasari bersama-sama pangeran Hidayatullah, langsung
memimpin pertempuran di berbagai medan melawan pasukan
kolonial Belanda.
9. Tetapi karena persenjataan pasukan Belanda lebih
lengkap dan modern, pasukan Pangeran Antasari dan
Pangeran Hidayatullah terus terdesak serta semakin lemah
posisinya. Pangeran Hidayatullah dengan sisa pasukannya
kemudian berjuang berpindah-pindah namun Belanda terus
memburu dan mempersempit ruang gerak pasukan
Hidayatullah. Akhirnya pada tanggal 28 Februari 1862
Hidayatullah berhasil ditangkap bersama anggota keluarga
yang ikut bergerilya. Hidayatullah kemudian diasingkan ke
Cianjur, Jawa Barat. Berakhirlah perlawanan Pangeran
Hidayatullah.
Walaupun Kyai Damang Laman menyerah dan
Pangeran Hidayatullah tertangkap. Namun Pangeran
Antasari tetap memimpin perlawanan bahkan ia diangkat
oleh rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar
Panembahan Amirudin Khalifatul Mukminin.
10. pada tanggal 14 Maret 1862. Pada tahun 1862
Pangeran Antasari merencanakan suatu serangan besar-
besaran terhadap Belanda, tetapi secara mendadak, wabah
cacar melanda daerah Kalimantan Selatan, Pangeran Antasari
terserang juga, sampai ia meninggal pada 11 Oktober 1862 di
Bayan Begak, Kalimantan Selatan. Kemudian ia dimakamkan di
Banjarmasin.
Perlawanan rakyat Banjar terus berlangsung dipimpin
oleh putera Pangeran Antasari, Pangeran Muhamad Seman
bersama pejuang-pejuang Banjar lainnya. Pertempuran-
pertempuran besar terus berlanjut sampai tahun 1863. Akhirnya
pada tahun 1905, Sultan Muhammad Seman dari keluarga
Pangeran Antasari terbunuh. Peristiwa ini mengakhiri garis
kepemimpinan raja. Sejarah mencatat, perlawanan rakyat
Banjar terhadap Belanda benar-benar berakhir saat Sultan
Muhammad Senan wafat pada tahun 1905 itu.
12. Kesultanan Palembang adalah kerajaan bercorak maritim
yang berkuasa di wilayah Sumatera Selatan dengan pusat
pemerintahan di kota Palembang pada awal abad ke-19.
Bukan rahasia lagi bahwa kesultanan Palembang telah
berbai'at setia kepada Khalifah Ustmani di Turki. Sehingga
menjadikan wilayah Sumatera Selatan menjadi bagian
dalam Negara Khilafah Islam pada waktu itu. Kota
Palembang sebagai pusat pemerintahan kesultanan, terletak
agak ke pedalaman dari bibir pantai. Namun adanya aliran
sungai Musi yang membelah kota itu menjadi bagian hulu
dan hilir menyebabkan berkembangnya kebudayaan
maritim sungai. Bahkan kapal-kapal besar pun bisa memasuki
aliran sungai Musi dan berlayar lebih jauh ke daerah
pedalaman. Tidak heran kota ini kemudian dijuluki oleh
orang-orang Eropa sebagai “Venice from the East”.
13. Alasan Belanda ingin menduduki
Palembang
1. Posisi Palembang strategis
menghubungkan antara wilayah kekuasaan Belanda
di Jawa dan Sumatera. Di Sumatera, Belanda berniat
menguasai perdagangan lada.
2. Belanda berkepentingan menguasai pertambangan
timah di Bangka dan Belitung, dua wilayah yang
berada di bawah kedaulatan Kesultanan Palembang.
14. Perlawanan rakyat palembang terhadap penjajahan Belanda
(VOC) terjadi pada tahun 1819-1825, diawali dengan sikap tegas
penolakan Sultan Badruddin atas kedatangan Belanda yang ingin kembali
menguasai Palembang setelah Inggris meninggalkan Indonesia. Sultan
Badruddin dahulu pernah menjadi Sultan Palembang dan kemudian
diturunkan secara paksa oleh pemerintah Inggris ketika masih berkuasa di
Indonesia, yaitu digantikan oleh Sultan Najamuddin.
Setelah merebut kembali kekuasaan kesultanan dari Najamuddin,
tahun 1819 Sultan Badruddin selalu menghalangi setiap kapal Belanda
yang memasuki sungai Musi. Insiden ini banyak menelan korban terutama
dari pihak Belanda. Pihak Belanda tidak tinggal diam dan menyerbu
Palembang hingga meletuslah perang Palembang. Pada tahun 1821,
Belanda dapat menguasai ibu kota Palembang dan menangkap Sultan
Badruddin II. Setelah Sultan Badruddin tertangkap, selanjutnya ia
diasingkan ke Ternate.
Perlawanan rakyat Palembang masih sering terjadi pada tahun
1825, tetapi status Kerajaan Palembang telah dibubarkan oleh Belanda.
JALANNYA PERLAWANAN
15. Bentrokan terjadi pada 12 Juni 1819 ketika
seorang ulama ditembak mati oleh tentara Belanda
tanpa sebab yang jelas. Pertempuran hebat pun
terjadi. Meriam-meriam dari Kuto Besak (pusat
pertahanan Palembang) memborbardir kapal
Eendtagt dan Ajax. Penyerbuan yang dilakukan oleh
200 prajurit Belanda ke dalam Kuto Besak mengalami
kegagalan akibat kokohnya pertahanan benteng
yang dijaga oleh rakyat Palembang.
PERTEMPURAN PERTAMA
16. Armada Belanda datang kembali ke Palembang pada
tanggal 18 September 1819, diiringi dengan pelepasan
yang sangat meriah pada saat mereka berangkat dari
Batavia. Jumlah personil yang dikerahkan berjumlah 2000
personil dan puluhan kapal tempur yang dipimpin oleh
Laksamana laut Wolterbeck. Perjalanan armada kedua ini
tidak begitu mulus, karena begitu memasuki muara sungai
Musi mereka sudah harus berhadapan dengan serangan
gerilya pejuang-pejuang Palembang. Akibat dari semua
hambatan itu, armada Wolterbeck membutuhkan waktu
satu bulan untuk sampai ke mulut kota Palembang,
sebuah waktu yang sangat lama dibandingkan dengan
waktu normal yang hanya membutuhkan beberapa hari
saja.
PERTEMPURAN KEDUA
17. Armada de Kock akhirnya tiba di muara sungai Musi pada 22 Mei
1821. Hambatan-hambatan yang ditemui oleh Wolterbeck saat serangan
kedua bisa ditangani dengan baik oleh de Kock. Pos-pos meriam
tersembunyi di pesisir sungai Musi bisa diketahui dan dihancurkan karena dia
telah mendapatkan peta strategi Badaruddin dari seorang ulama yang
berkhianat. Satu-satunya hambatan yang berarti bagi armada itu hanyalah
penyakit. Banyak serdaduserdadu Eropa yang belum bisa beradaptasi
dengan cuaca tropis dan akhirnya 100 personil tewas akibat wabah
penyakit tropis.
Karena tidak ingin menderita kerugian yang lebih besar lagi, maka
de Kock meminta gencatan senjata kepada Badaruddin . Dia berjanji tidak
akan menyerang benteng-benteng Palembang pada hari Jumat. Sebagai
gantinya Badaruddin sendiri harus berjanji untuk tidak menyerang pada hari
Minggu. Hal ini dilakukan untuk menghormati hari suci agama masing-
masing. Badaruddin sendiri mengiyakan karena dia juga ingin memberi
kesempatan beristirahat bagi pasukannya yang sedang berpuasa (saat itu
sedang bulan Ramadhan).
PERTEMPURAN KETIGA
18. Badaruddin dan keluarganya pun akhirnya diasingkan oleh
Belanda ke Ternate pada 3 Juli 1821. Ternyata, Najamuddin tidak
sanggup memerintah kesultanan karena rakyat Palembang tidak
mendukungnya. Akibatnya Belanda turun tangan dan akhirnya
menghapuskan sistem kesultanan dan menggantinya dengan
keresidenan Palembang pada tanggal 7 Oktober 1823. Dengan itu,
maka berakhirlah perlawanan Kesultanan Palembang terhadap
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Pertempuran maritim yang dilakukan Pemerintah kolonial
Hindia Belanda terhadap Kesultanan Palembang merupakan yang
terbesar dan termahal bagi angkatan laut Kerajaan Belanda di
Nusantara saat itu. Selain itu, setelah kesultanan jatuh tetap saja
rakyat Palembang tetap mengadakan perlawanan.
AKIBAT PEPERANGAN