KESERASIAN PENATAAN RUANG ANTAR WILAYAKESERASIAN WILAYAH DI KAWASAN JABODETAB...
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
1. KAJIAN FORMULASI
PERHITUNGAN
KWT, KZB DAN KDB DALAM
KSN PERKOTAAN
Workshop 2
Jakarta,
20 Oktober 2014
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN
2. LATAR BELAKANG
UU No 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang
KAWASAN STRATEGIS
NASIONAL (KSN)
• Penataan Ruangnya
diprioritaskan;
• Ditetapkan dengan
Perpres
• Memiliki pengaruh
penting bagi nasional
PP No 26 tahun 2008
tentang RTRWN
KAWASAN STRATEGIS
NASIONAL (KSN) :
•KSN Perkotaan Mebidangro,
(Perpres No 62 / 2011 )
•KSN Perkotaan
Jabodetabekpunjur,
(Perpres No 54 / 2008 )
•KSN Perkotaan Sarbagita,
(Perpres No 45 / 2011 ) dan
•KSN Perkotaan Mamminasata
(Perpres No 55 / 2011 )
Pengaturan RTR KSN
PERKOTAAN
Ketentuan Koefisien :
1. Wilayah Terbangun
(KWT)
2. Zona Terbangun
(KZB)
3. Dasar Bangunan
(KDB)
Penerapan Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan
TEKNIS PERHITUNGAN
KWT, KZB DAN KDB
PERIHAL PEKERJAAN
Kawasan Perkotaan :
• Pusat pengembangan kegiatan
perekonomian
• Kawasan konservasi air dan tanah serta
keanekaragaman hayati
• Peningkatan kesejahteraan sosial dan
ekonomi masyarakat 2
3. 3
PERIHAL PEKERJAAN
TUJUAN, SASARAN, KELUARAN
TUJUAN
SASARAN
KELUARAN
• melakukan kajian KWT, KZB, dan KDB sehingga menghasilkan formulasi perhitungan KWT,
KZB, dan KDB dalam RTR KSN Perkotaan
• terformulasikannya rumusan KWT, KZB, dan KDB dalam RTR Kawasan Perkotaan sehingga
RTR tersebut dapat lebih implementatif
• kajian KWT, KZB, dan KDB di KSN Perkotaan
• Tersedianya formulasi teknik perhitungan KWT, KZB, dan KDB di KSN Perkotaan
• Terimplementasikannya teknik perhitungan KWT, KZB, dan KDB di KSN Perkotaan
• kajian formulasi teknik perhitungan KWT, KZB, dan KDB pada KSN Perkotaan
• contoh perhitungan penerapan formulasi teknik perhitungan KWT, KZB, dan KDB pada
KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur dan KSN Perkotaan Sarbagita
4. Kawasan Perkotaan
Mebidangro
Perpres 62/2011
Kawasan Perkotaan
Jabodetabekpunjur
Perpres 54/2008
Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung
Raperpres
Kawasan Perkotaan
Kedung Sepur
Raperpres
Kawasan Perkotaan
Gerbangkertosusila
Raperpres
Kawasan Perkotaan
Sarbagita
Perpres 45/2011
Kawasan Perkotaan
Mamminasata
Perpres 55/2011
fokus kajian fisik lapanganfokus kajian fisik lapangan
PERIHAL PEKERJAAN
LINGKUP WILAYAH
Fokus kajian fisik lapangan pada 2
(dua) lokasi KSN Perkotaan :
• KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur
• KSN Perkotaan Sarbagita
Diarahkan pada 7 (tujuh) KSN
perkotaan :
a. KSN Perkotaan Mebidangro
b. KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur
c. KSN PerkotaanCekungan Bandung
d. KSN Perkotaan Kedungsepur
e. KSN Perkotaan Gerbangkertosusila
f. KSN Perkotaan Sarbagita
g. KSN Perkotaan Mamminasata
4
5. PERSOALAN
PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG
PERSOALAN:
• Penggunaan istilah tidak seragam: KWT (KSN Sarbagita,
Mebidangro, Mamminasata) vs KZB (KSN
Jabodetabekpunjur)
• Angka KWT /KZB sama besar pada zonasi yang berbeda
• Dasar dan cara penetapan KWT/KZB tidak diketahui dan
sulit ditelusuri
• Tidak diketahui apakah penetapan KDB dalam RTRW
Kabupaten/Kota dan RDTR/PZ merujuk pada besaran
KWT/KZB pada RTR KSN? (catatan: KDB belum dibahas pada
jenjang RTR KSN)
• Penetapan besar KWT, KZB dan KDB belum memadukan
pandangan dan kepentingan antarsektor
5
6. PANDANGAN DALAM PERUMUSAN INTENSITAS
PENDEKATAN SEKTORAL
6
Fisik Dasar
(Geologi)
Sumberdaya
air
Lingkungan
Hidup
Permukiman
(Kawasan
Terbangun)
Ekonomi
INTENSITAS
PEMBA-
NGUNAN
• Intensitas pembangunan lahan
ditentukan berdasarkan nisbah
ruang terbangun dengan ruang
terbuka (tidak terbangun):
berdasarkan
kebutuhan dan
concern masing-
masing sektor:
1. Geologi
2. Sumberdaya air
3. Lingkungan hidup
4. Permukiman
5. Ekonomi
NISBAH: perbandingan luas ruang
minimum yang tidak dapat
dibangun (luas ruang maksimum
yang dapat dibangun)
7. PANDANGAN DALAM PERUMUSAN INTENSITAS
PENDEKATAN GEOLOGI
7
ASPEK GEOLOGI:
Pendekatan utama: Konservasi air dan kebencanaan
Prinsip pemanfaatan ruang:
1. Neraca Air :
– Menyeimbangkan volume air hujan dengan volume air yang
diresapkan/dialirkan
2. Resapan / zero run-off :
– Meminimumkan air larian diusahakan serendah mungkin,
memaksimumkan air yang diresapkan kembali (water recharge)
3. Kebencanaan :
– Menghindari kawasan rawan bencana untuk kegiatan budidaya
perkotaan
8. 8
ASPEK SUMBERDAYA AIR :
Pendekatan utama : konservasi air dan infrastruktur
Prinsip pemanfaatan ruang:
1. Neraca Air
– Kesetimbangan air hujan dengan volume air yang diresapkan/dialirkan
2. Zero Delta Q
– Air larian diusahakan serendah mungkin, sebanyak mungkin
diresapkan kembali (water recharge)
– Optimalisasi peresapan air di daerah resapan air sesuai dengan
kemampuan tanah
3. Daya dukung lingkungan
– Pembangunan sesuai dengan daya dukung air baku
4. Infrastruktur
– Penyediaan sumur resapan/biopori, kolam resapan, danau, drainase
PANDANGAN DALAM PERUMUSAN INTENSITAS
PENDEKATAN SUMBERDAYA AIR
9. 9
ASPEK LINGKUNGAN HIDUP :
Pendekatan utama : keberlanjutan ekologis
Prinsip pemanfaatan ruang :
1. Emisi oksigen dan absorbsi karbon
– Setiap kota perlu memiliki jumlah pohon sebanyak jumlah
penduduknya
2. Kenyamanan
– Setiap rumah minimal harus memiliki satu atau dua pohon besar
untuk tujuan kenyamanan suhu udara
3. Daya dukung lingkungan
– Pembangunan sesuai dengan daya dukung air
4. Kerawanan lokasi terhadap bencana
– Menghindari kawasan rawan bencana untuk kegiatan budidaya
perkotaan
PANDANGAN DALAM PERUMUSAN INTENSITAS
PENDEKATAN LINGKUNGAN HIDUP
10. 10
ASPEK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN :
Pendekatan utama : Kualitas lingkungan perumahandan permukiman
Prinsip pemanfaatan ruang : Kelayakan dan kualitas lingkungan
1. Keselamatan
– Intensitas bangunan dibatasi untuk mengurangi resiko kebakaran,
menghindari terjadinya efek terowongan, menyediakan jarak aman
(lalu lintas, kemungkinan bangunan runtuh)
2. Kesehatan
– Intensitas bangunan dibatasi untuk menyediakan ruang bagi sinar
matahari, aliran udara bersih
3. Kenyamanan
– Intensitas bangunan dibatasi untuk menjaga kenyamanan lingkungan
(kepadatan bangunan, jarak aman antarbangunan)
4. Estetika dan sosial
– Intensitas bangunan dibatasi untuk kepentingan estetika lingkungan
dan menjamin keharmonisan lingkungan sosial
PANDANGAN DALAM PERUMUSAN INTENSITAS
PENDEKATAN PERUMAHAN/PERMUKIMAN
11. KWT dan KZB:
• Pertimbangan utama adalah
aspek ekologis
• Diterapkan pada area yang luas,
antara lain DAS, Sub-DAS, zona
skala KSN
• KWT/KZB maksimum didasarkan
pada pertimbangan :
- Luas area
- Intensitas infiltrasi.
- Koefisien infiltrasi.
- Koefisien penyimpanan air
- Kawasan terbangun
• Menjadi rujukan dalam
penyusunan pola ruang pada
RTRW Kabupaten/Kota
KDB
• Pertimbangan utama adalah
keselamatan, kenyamanan,
kesehatan dan keserasian
lingkungan
• Diterapkan pada persil
• KDB maksimum didasarkan pada
pertimbangan:
- Luas area.
- Intensitas infiltrasi.
- Koefisien infiltrasi.
- Koefisien penyimpanan air
(berdasarkan data iklim dan
pemboran setempat).
• Menjadi rujukan dalam
penerbitan izin pemanfaatan
ruang
11
PENDEKATAN DAN PRINSIP PERHITUNGAN
PRINSIP PENERAPAN
12. KWT
KZB
RTR KSN PERKOTAAN
RTRW KABUPATEN
RTRW KOTA RDTRK
PERATURAN ZONASI
RTBL
KDB
KLB
KDH
KTB
KDB
KLB
KDH
KTB
KDB
KLB
KDH
KTB
12
PENDEKATAN DAN PRINSIP PERHITUNGAN
PRINSIP PENERAPAN
WILAYAH (DAS)/ KAB
KAWASAN KOTA
BAGIAN KOTA/ ZONA
PERSIL
13. 13
BIDANG/ SEKTOR
YANG
BERKEPENTINGAN
Hidrologi
Geologi
Lingkungan Hidup
Sumberdaya Air
Pertanian
Permukiman
Transportasi
Ekonomi
Penetapan
Nisbah dalam
Perencanaan
Operasionalisasi
Nisbah dalam
Pengendalian
PENDEKATAN
NORMATIF ANALITIK
NORMATIF-
ANALITIK
•Teori
•Empiris
•Peraturan
•Kebijakan
•Standar
kebutuhan
ruang
•Intuitif
•Analisis
Batas kritis
•Analisis
Optimasi
•Analisis
Kesuaian
Lahan
•Analisis
Kebutuhan
ruang
•Analisis
Dampak
lingkungan
Gabungan
pendekatan
normatif &
analitik
Skala Makro Skala Mezo Skala Mikro
PENDEKATAN DAN PRINSIP PERHITUNGAN
PENDEKATAN DAN KEPENTINGAN SEKTORAL
STATIS DINAMIS
14. Pertimbangan utama penentuan intensitas
pembangunan:
• Perlindungan terhadap tata air
• Run-off minimum; minimasi banjir
• Penyerapan air optimum
• Perlindungan bagi masyarakat pada kawasan/zona rawan
bencana
14
• Yang harus diperhatikan adalah keseimbangan tata air
• Faktor ekologis menjadi hal terpenting → berapa luas
minimum ruang terbuka yang dibutuhkan utk menyerap air
• Luas ruang terbuka tersebut tidak boleh berkurang
berapapun ruang yang akan dibangun nantinya
KONSEP DASAR
PERTIMBANGAN
15. a. Intensitas pembangunan:
Tingkat pembangunan yang diperkenankan di ruang tertentu untuk
pemanfaatan tertentu, yang dinyatakan dalam satu atau lebih ukuran spesifik
b. Intensitas pemanfaatan ruang:
Tingkat pemanfaatan ruang yang diperbolehkan dalam pengembangan fungsi
pada kawasan/zona/tapak tertentu [yang ditentukan oleh ukuran KWT/NWT,
KZT/NZT, KDB/NDB, KLB/NLB, KDH/NDH, KTB/NTB, kepadatan bangunan,
dan/atau kepadatan penduduk].
c. Wilayah:
Ruang yang dibatasi oleh karakteristik geografis [DAS, pantai, dll]
d. Kawasan:
Ruang yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya
e. Zona:
Zona peruntukan merupakan suatu bagian wilayah atau kawasan yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang untuk mengemban suatu fungsi
tertentu sesuai dengan karakteristik zonanya (PP No. 15/2010, ps 154 (2))
15
KONSEP DASAR
DEFINISI
16. f. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) NISBAH WILAYAH TERBANGUN
(NWT):
• Nisbah luas ruang yang dapat dibangun terhadap terhadap luas wilayah
keseluruhan yang ditetapkan, dalam satuan persen.
g. Koefisien Zona Terbangun (KZT) NISBAH ZONA TERBANGUN (NZT):
• Nisbah luas ruang yang dapat dibangun terhadap luas zona yang ditetapkan,
dalam satuan persen.
h. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) NISBAH DASAR BANGUNAN (NDB):
• Nisbah luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil yang dikuasai/
direncanakan, dalam satuan persen.
16
KONSEP DASAR
DEFINISI
17. i. Koefisien Wilayah Hijau (KWH) NISBAH WILAYAH HIJAU (NWH):
• Nisbah luas ruang terbuka tidak terbangun terhadap terhadap luas
wilayah keseluruhan yang ditetapkan, dalam satuan persen.
j. Koefisien Zona Hijau (KZH) NISBAH ZONA HIJAU (NZH):
• Nisbah luas ruang terbuka tidak terbangun terhadap luas zona
keseluruhan yang ditetapkan, dalam satuan persen.
k. Koefisien Dasar Hijau (KDH) NISBAH DASAR HIJAU (NDH) :
• Nisbah luas ruang terbuka hijau terhadap terhadap luas persil yang
dikuasai/ direncanakan, dalam satuan persen.
17
KONSEP DASAR
DEFINISI
19. Perhatian utama adalah pada ruang yang tidak
dibangun untuk meresapkan air, maka
pengukuran utama adalah:
• Nisbah Wilayah Hijau (NWH) → di tingkat
makro
• Nisbah Zona Hijau (NZH) di tingkat meso
• Nisbah Dasar Hijau (NDH) di tingkat mikro
19
KONSEP DASAR
UKURAN INTENSITAS
21. • Ukuran KWH, KZH, KDH merupakan ukuran
minimum yang harus dipenuhi
• KWT + KWH = 100%
• KZT + KZH = 100%
• KDB + KDH = 100% (luas terbangun termasuk
dasar bangunan dan perkerasan di luar
bangunan)
• KWH, KZH, KDH tidak boleh nol
– KWH minimum 30%
– KDH minimum 10%
KONSEP DASAR
UKURAN INTENSITAS (2)
22. KWT & KWH
• Diterapkan di skala DAS atau sub DAS
• KWH merujuk pada persentase wilayah yg
harus tetap hijau (bebas dari segala bentuk
perkerasan)
• Pertimbangan: ekologi (tata air, LH)
• Perhitungan dilakukan oleh:
– Direktorat SDA/ESDM (GTL)
KONSEP DASAR
UKURAN INTENSITAS (3)
23. KZT & KZH
• Diterapkan di zona KSN makro (hierarki 2)
• Besaran KZH diturunkan dari KWH.
• KWH = penjumlahan KZH --> total luas wilayah yg harus
tetap hijau di tingkat DAS/sub DAS tidak boleh berkurang
saat diturunkan di tingkat zona
• Setiap zona memiliki KZH yang berbeda sesuai dengan
fungsinya
– Nilai KZH untuk kawasan lindung dapat lebih besar dari nilai
KWH yang ditetapkan
• Misal: KWH 80%, KZH untuk zona Hutan Lindung = 98%
– Nilai KZH untuk kawasan budidaya tidak boleh lebih kecil dari
nilai KWH yang ditetapkan
• Misal : KWH 80%, maka nilai KZH minimal untuk zona Permukiman
Perdesaaan adalah 80%
KONSEP DASAR
UKURAN INTENSITAS (4)
24. Jenjang KZH Nilai (%) Zona yang Diizinkan
Zona Lindung Zona
Budidaya
terbatas (HP,
Perkebunan,
dll)
Zona
Permukiman
Perdesaan
Zona
Permukiman
Perkotaan
Sangat tinggi > 90
Tinggi 70 – 89
Sedang 55 – 69
Rendah 45 – 54
Sangat Rendah 30 – 44
24
KZT & KZH
KONSEP DASAR
UKURAN INTENSITAS (5)
25. KDB & KDH
• KDH mengacu pada persentase tapak/persil yg
harus bebas dari perkerasan, mulai dari
permukaan sampai kedalaman tertentu di
bawah permukaan
– Dasar pertimbangan: ekologi
• KDB: persentase tapak/persil yg boleh
dibangun
– Dasar pertimbangan: keselamatan, kenyamanan,
kesehatan, dll
KONSEP DASAR
UKURAN INTENSITAS (5)
26. 26
Skala
Unit Yang
Diatur
Deliniasi
Penerapan Nilai
Batas Nisbah
dalam Praktek
Perencanaan
Nisbah= Ratio Pembilang dengan
Penyebut Pertimbangan
Penetapan
Pembilang Penyebut
Skala makro Wilayah Alami Min 30 % hutan
berfungsi lindung
dari luas DAS
Hutan lindung Daerah aliran
sungai
Ekologi, konservasi, tata
air , aspek hidrologi
dalam daerah aliran
sungai
Skala mezo Kota Minimum 30 %
RTH dari luas kota
Ruang terbuka
hijau
Deliniasi kota
(fungsional/
administratif)
Bagian kota Min KDH 40 % pada
kawasan kota
tertentu
Kawasan
terbangun/
kawasan non
terbangun
Zona berdasrkan
karakter
homogen
tertentu pada
suatu kawasan
Tata air, produksi
oksigen, penurunan
suhu, kenyamanan
kota, estetika
lingkungan kota.
Kebencanaan
Lingkungan
Skala mikro Persil/kapling Buatan Maksimum NTB
60% persil pada
zona tertentu
Bangunan/ non
bangunan
Persil dalam zona
tertentu
Tata air, produksi
oksigen, penurunan
suhu, kenyamanan
kota, kebencanaan,
estetika lingkungan
hunian & kegiatan no
hunian
KONSEP DASAR
ANATOMI NISBAH RUANG DALAM RTR
27. 27
PRINSIP PENJELASAN
Validitas nilai nisbah sebagai
referensi awal
Nilai berdasarkan kajian, analisis, ketetapan
peraturan yang dapat dipertanggung jawabkan yang
menjadi rujukan perencana
Konsistensi antar nisbah
dalam hirarki
Konsisten dalam perhitungan, penatapan dengan
prinsip reliability (keajegan), sehingga dengan
kondisi perencanaan yang sama dapat ditetapkan
nilai nisbah yg relatif sama oleh perencana yang
berbeda
Kemudahan operasional
dalam praktek
Penetapan downscaling (pengalih skalaan dari
nisbah makro-mezo-mikro) yang terstandarisasi
dalam metode dan mudah diterapkan
KONSEP DASAR
KONSEP DASAR PERHITUNGAN
28. 28
SYARAT
BATAS
KECENDERUNGAN DAN
KEBUTUHAN
PRINSIP
PENGATURAN
RUANG
Batas
ekologis
Kebutuhan alam, ada
kebutuhan ruang ekologis
minimal yang harus dijaga
Memaksimalkan
kebutuhan
ruang ekologis
Batas
sosek
Kebutuhan manusia,
kepentingan
mengutilisasi ruang untuk
kepentingan kegiatan
ekonomi sosial
Membatasi
kecendrungan
manusia
mengutilisasi
ruang
PERAN
PERENCANA
KEBUTUHAN SKILL &
PENGETAHUAN PERENCANA
1. Menetapkan
nisbah,
2. Melakukan
downscaling
nisbah,
3. Melakukan tawar
menawar nilai
nisbah
1. Metode, perangkat analisis,
cara teknis yang memadai
dalam penetapan nisbah dan
proses downscaling nisbah
2. Menginterpretasi informasi,
refererensi nilai lingkungan,
karakter wilayah perencanaan
3. pemahaman / peraturan
standar kebutuhan ruang dan
pelayanan , pemahaman fungsi
infrastruktur lingkungan,
4. Pemahaman fungsi nisbah
ruang dalam ruang makro,
mezo, mikro untuk
kepentingan perencanaan &
pengendalian
5. Kebutuhan pengetahuan
dalam aspek daya dukung
lingkungan (air, udara, energi
baik kuantitas/kualitas) dan
pola dampaknya
PERTANYAAN KUNCI
1.Berapa ketetapan nilai nisbah yang memenuhi
syarat batas?
2.Berapa penggunaan ruang maksimal agar
kebutuhan minimal ruang ekologi menjadi
dasar pertimbangan nisbah ruang?
3.Bagaimana mekanisme trade-off suatu
nisbah berdasarkan petimbangan lingkungan ,
kebutuhan pengembangan kota,kepentingan
stake holder ?
4.Bagaimana menerapkan dalam berbagai skala
perencanaan?
KONSEP DASAR
KONSEP DASAR PERHITUNGAN
30. • Tipologi DAS (dilihat dari hasil perhitungan SDA):
– Sensitif terhadap beban
– Tidak sensitif terhadap beban
• Ekoregion:
– Daerah hulu
– Daerah tengah
– Daerah hilir
• Tipologi pembangunan (dilihat dari RTRW):
– Ekspansif
– Tidak ekspansif
• Kebutuhan ruang untuk menjaga daur hidrologi:
– Tinggi
– Sedang
– Rendah
Parameter Penghitungan KWH (1)
KONSEP PERHITUNGAN
31. • Tipologi DAS (dilihat dari hasil perhitungan SDA):
– Klasifikasi:
• Sensitif terhadap beban: DAS yang mudah rusak jika diberikan beban
pembangunan yang tinggi.
• Tidak sensitif terhadap beban: DAS yang tidak mudah rusak walaupun
diberikan beban pembangunan tinggi.
– Semakin sensitif DAS terhadap beban semakin besar nilai
KWH, dan sebaliknya.
• Ekoregion:
– Klasifikasi: Daerah hulu; Daerah tengah; Daerah hilir
– Besaran KWH terkait dengan posisi wilayah dalam DAS
semakin ke hulu, semakin besar nilai KWH, dan sebaliknya.
Parameter Penghitungan KWH (2)
KONSEP PERHITUNGAN
32. • Tipologi pembangunan (dilihat dari RTRW):
– Klasifikasi:
• Ekspansif: tipe pembangunan dimana pola ruang dominan adalah kawasan budidaya
yang menampung kegiatan perkotaan (permukiman, kawasan industri, kawasan
perdagangan & jasa)
• Tidak ekspansif: tipe pembangunan dimana pola ruang dominan adalah kawasan
budidaya non perkotaan (pertanian, kehutanan, dll).
– Semakin ekspansif tipe pembangunan KWH semakin besar
• Kebutuhan ruang untuk menjaga daur hidrologi:
– Klasifikasi:
• Tinggi: jika kawasan yang dibangun memerlukan ruang tambahan yang besar untuk
mengalirkan dan menyerapkan air. Contoh: kawasan industri.
• Sedang: jika kawasan yang dibangun memerlukan ruang tambahan yang cukup untuk
mengalirkan dan menyerapkan air. Contoh: kawasan permukiman.
• Rendah: jika kawasan yang dibangun tidak memerlukan ruang tambahan untuk
mengalirkan dan menyerapkan air. Contoh: kawasan pertanian.
– Semakin tinggi klasifikasi ruangnya KWH semakin besar
Parameter Penghitungan KWH (3)
KONSEP PERHITUNGAN
33. Tipologi DAS Ekoregion Tipologi Pembangunan
Kebutuhan ruang utk daur
hidrologi
KWH
Sensitif
Hulu
Ekspansif
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Tidak ekspansif
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Tengah
Ekspansif
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Tidak ekspansif
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Hilir
Ekspansif
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Tidak ekspansif
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Parameter Penghitungan KWH (4)
KONSEP PERHITUNGAN
34. • Tipologi Kota:
– Metropolitan
– Besar
– Sedang
– Kecil
• Tipologi DAS (dilihat dari
hasil perhitungan SDA):
– Sensitif terhadap beban
– Tidak sensitif terhadap beban
• Ekoregion:
– Daerah hulu
– Daerah tengah
– Daerah hilir
• Tipologi pembangunan
(dilihat dari RTRW):
– Ekspansif
– Tidak ekspansif
• Kebutuhan sinar matahari
dan Oksigen
– Tinggi
– Sedang
– Rendah
• Dampak kegiatan terhadap
lingkungan
– Tinggi
– Sedang
– Rendah
Parameter Penghitungan KZH (1)
KONSEP PERHITUNGAN
35. • Tipologi Kota:
– Klasifikasi: Metropolitan; Besar; Sedang; Kecil
– Semakin tinggi tipologi kota semakin besar KZH
• Tipologi DAS (dilihat dari hasil perhitungan SDA):
– Klasifikasi:
• Sensitif terhadap beban: DAS yang mudah rusak jika
diberikan beban pembangunan yang tinggi.
• Tidak sensitif terhadap beban: DAS yang tidak mudah rusak
walaupun diberikan beban pembangunan tinggi.
– Semakin sensitif DAS terhadap beban semakin besar KZH.
Parameter Penghitungan KZH (2)
KONSEP PERHITUNGAN
36. • Ekoregion:
– Klasifikasi: Daerah hulu; Daerah tengah; Daerah hilir
– Besaran KWH terkait dengan posisi wilayah dalam DAS
semakin ke hulu, semakin besar KZH.
• Tipologi pembangunan (dilihat dari RTRW):
– Klasifikasi:
• Ekspansif: tipe pembangunan dimana pola ruang dominan adalah
kawasan budidaya yang menampung kegiatan perkotaan
(permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan & jasa)
• Tidak ekspansif: tipe pembangunan dimana pola ruang dominan
adalah kawasan budidaya non perkotaan (pertanian, kehutanan, dll).
– Semakin ekspansif tipe pembangunan semakin besar KZH
Parameter Penghitungan KZH (3)
KONSEP PERHITUNGAN
37. • Kebutuhan sinar matahari dan Oksigen
– Klasifikasi:
• Tinggi: apabila zona direncanakan untuk menampung kegiatan dengan
intensitas bangunan tinggi. Contoh: permukiman kepadatan tinggi; zona
perdagangan dan jasa skala internasional/regional
• Sedang: apabila zona direncanakan untuk menampung kegiatan dengan
intensitas bangunan sedang. Contoh: permukiman kepadatan sedang;
zona perdagangan dan jasa skala regional/kota
• Rendah: apabila zona direncanakan untuk menampung kegiatan dengan
intensitas bangunan sedang. Contoh: permukiman kepadatan rendah;
zona perdagangan dan jasa skala lokal
– Semakin tinggi kebutuhan terhadap sinar matahari dan O2 semakin besar
KZH
Parameter Penghitungan KZH (4)
KONSEP PERHITUNGAN
38. • Dampak kegiatan terhadap lingkungan: dilihat dari potensi
dampak negatif
– Klasifikasi:
• Tinggi: jika zona memiliki potensi dampak negatif yang tinggi terhadap
lingkungan
• Sedang : jika zona memiliki potensi dampak negatif yang sedang
terhadap lingkungan
• Rendah : jika zona memiliki potensi dampak negatif yang
rendahterhadap lingkungan
– Semakin tinggi dampak terhadap lingkungan semakin besar KZH
Parameter Penghitungan KZH (5)
KONSEP PERHITUNGAN
39. Tipologi Kota Tipologi DAS Ekoregion
Tipologi
Pembangunan
Kebutuhan
Sinar dan O2
Dampak
Kegiatan
KZH
Metropolitan
Sensitif
Hulu
Ekspansif
Tinggi
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Sedang
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Rendah
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Tidak Ekspansif
Tinggi
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Sedang
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Rendah
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Tengah
Ekspansif dst
Tidak Ekspansif dst
Rendah dst
Tidak sensitif dst
Besar dst
Sedang dst
Kecil dst
Parameter Penghitungan KZH (5)
KONSEP PERHITUNGAN
40. • Kebutuhan sinar matahari dan
Oksigen
– Tinggi
– Sedang
– Rendah
• Dampak kegiatan terhadap
lingkungan
– Tinggi
– Sedang
– Rendah
• Kebutuhan keselamatan jalan
– Tinggi
– Sedang
– Rendah
• Kebutuhan keselamatan terhadap
kebakaran
– Tinggi
– Sedang
– Rendah
• Kedekatan dengan sungai
– Jarak 0 – 50 m
– Jarak 50 – 100 m
– > 100 m
• Harga lahan
– Tinggi
– Sedang
– Rendah
Parameter Penghitungan KDH (1)
KONSEP PERHITUNGAN
41. • Kebutuhan sinar matahari dan Oksigen
– Klasifikasi:
• Tinggi: apabila zona direncanakan untuk menampung kegiatan dengan intensitas
bangunan tinggi. Contoh: permukiman kepadatan tinggi; zona perdagangan dan jasa
skala internasional/regional
• Sedang: apabila zona direncanakan untuk menampung kegiatan dengan intensitas
bangunan sedang. Contoh: permukiman kepadatan sedang; zona perdagangan dan
jasa skala regional/kota
• Rendah: apabila zona direncanakan untuk menampung kegiatan dengan intensitas
bangunan sedang. Contoh: permukiman kepadatan rendah; zona perdagangan dan
jasa skala lokal
– Semakin tinggi kebutuhan terhadap sinar matahari dan O2 semakin besar
KZH
Parameter Penghitungan KDH (2)
KONSEP PERHITUNGAN
42. • Dampak kegiatan terhadap lingkungan: dilihat dari potensi
dampak negatif
– Klasifikasi:
• Tinggi: jika zona memiliki potensi dampak negatif yang tinggi terhadap lingkungan
• Sedang : jika zona memiliki potensi dampak negatif yang sedang terhadap
lingkungan
• Rendah : jika zona memiliki potensi dampak negatif yang rendahterhadap
lingkungan
– Semakin tinggi dampak terhadap lingkungan semakin besar KZH
Parameter Penghitungan KDH (3)
KONSEP PERHITUNGAN
43. • Kebutuhan keselamatan jalan
– Klasifikasi:
• Tinggi: persil berada di pinggir jalan arteri dan kolektor primer dan atau
persimpangan atau jalur angkutan massal (KA, monorel, busway)
• Sedang: persil berada di pinggir jalan kolektor sekunder
• Rendah: persil berada di pinggir jalan lokal
– Semakin tinggi kebutuhan terhadap keselamatan jalan semakin besar KDH
• Kebutuhan keselamatan terhadap kebakaran
– Klasifikasi:
• Tinggi: persil terletak di kawasan yang memiliki kepadatan penduduk dan bangunan
tinggi
• Sedang : persil terletak di kawasan yang memiliki kepadatan penduduk dan
bangunan sedang
• Rendah: persil terletak di kawasan yang memiliki kepadatan penduduk dan
bangunan rendah
– Semakin tinggi kebutuhan keselamatan terhadap kebakaran semakin besar
KDH
Parameter Penghitungan KDH (3)
KONSEP PERHITUNGAN
44. • Kedekatan dengan sungai:
– Klasifikasi:
• Dekat: Persil berjarak 0 – 50 m dari sungai
• Sedang: Persil berjarak 50 – 100 m dari sungai
• Jauh: Persil berjarak > 100 m dari sungai
– Semakin dekat dengan sungai semakin besar KDH
• Harga lahan:
– Klasifikasi:
• Tinggi
• Sedang
• Rendah
– Semakin tinggi harga lahan semakin rendah KDH, dengan catatan bahwa
KDH yang rendah harus dikompensasi melalui pembangunan infrastruktur
hijau
Parameter Penghitungan KDH (4)
KONSEP PERHITUNGAN
45. Kebutuhan Sinar
dan O2
Dampak Kegiatan
Keselamatan
Jalan
Kebakaran
Kedekatan dg
Sungai
Harga Lahan KDH
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
0 - 50 m
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
50 - 100 m
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
> 100 m
Tinggi T / S / R
Sedang T / S / R
Rendah T / S / R
Sedang
0 - 50 m dst
50 - 100 m dst
> 100 m dst
Rendah
0 - 50 m dst
50 - 100 m dst
> 100 m dst
Sedang
Tinggi dst
Sedang dst
Rendah dst
Rendah
Tinggi dst
Sedang dst
Rendah dst
Sedang
Tinggi dst
Sedang dst
Rendah dst
Rendah
Tinggi dst
Sedang dst
Rendah dst
Sedang dst
Rendah dst
47. Flow Chart Penggunaan Formulasi Nisbah
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
PENGHITUNGAN
KWH EKSISTING
PENGHITUNGAN
KWH MINIMAL
IDEAL
PENETAPAN KWT
RENCANA
(1-KWH)
GAP GAP
KWH EKSISTING
> KWH IDEAL
KWH RENCANA
> KWH IDEAL
KOMPENSASI
Sesuai Sesuai
PERHITUNGAN
KEBUTUHAN
INFRASTRUKTUR
HIJAU
PERHITUNGAN
PEMBEBANAN
PENYEDIAAN RUANG
HIJAU PADA ZONA
LAIN
KOMPENSASI SETARA
DENGAN NILAI KWH IDEAL
A1 A2
B1 B2
YaYa
YaYa
Tidak
49. PENJELASAN
• Pengaturan KWH & KZH pada dasarnya mengatur
seberapa besar ruang terbuka tersedia terhadap satu
luasan ruang tertentu
• Menjaga syarat ruang terbuka tetap tersedia yang salah
satunya untuk kepentingan lingkungan tata air
• Penetapan KWH/ KZH dapat dilakukan dengan analisis
kesesuaian lahan dengan menggunakan parameter
yang berkorelasi dengan daya dukung lingkungan dari
sisi tata air
• Model dapat menetapkan KWH/KZH minimal secara
spasial berdasarkan hubungan nilai kesesuaian
lahan/daya dukung lahan
Formulasi A1 – Penjelasan (1)
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
50. • Parameter yang akan digunakan adalah ketinggian,
kemiringan, jenis tanah, daerah rawan longsor &
konservasi air tanah (sesuai dengan data yang tersedia)
• Dimungkinkan menggunakan parameter lain untuk
melengkapi misalnya sifat batuan geologis sepanjang
berkorelasi dengan nilai daya dukung dari sisi tata air
• Wilayah yang dianalisis dan diberi penilaian adalah
DAS, sub DAS dan zona perumahan
• Parameter dengan penetapan preferensi nya masing
masing akan menentukan skor total indeks daya
dukung lingkungan
• Selanjutnya Indeks daya dukung lingkungan
dikorelasikan dengan KWH/KZH yang berkesesuaian
Formulasi A1 – Penjelasan (2)
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
51. • Skore makin tinggi menunjukan daya dukung makin rendah yang
berimplikasi terhadap faktor peningkatan KWH minimalnya
• Nilai daya dukung terkait fungsi tata air yang perlu dijaga,
semakin rendah nilai daya dukung maka semakin perlu
dilindungi sistem tata airnya sehingga memperbesar KWH
minimalnya
• Dalam permodelan menggunakan 4 parameter (sesuai data yang
tersedia) untuk menentukan indeks daya dukung yang selajutnya
menentukan nilai KWH minimal
• Dibuat kurva hubungan antara nilai indeks daya dukung dengan
nilai KWH dimana nilai indeks daya dukung tertinggi kwh
minimalnya 30% dan nilai daya dukung terendah kwh
minimalnya 100 %
• Nilai 30 % diambil sesuai ketentuan peraturan dan UU TR
minimal hutan berfungsi lindung yang harus dijaga dalam suatu
DAS dan 30 % RTH kota
Formulasi A1 – Preferensi Umum
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
52. 100 %
30 %
tinggi
KWH/KZH minimal
Indeks daya dukung
rendah
Grafik Hubungan KWH/ KZH Minimal dg Indeks Daya Dukung
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
53. FLOW CHART
Ketinggian Kemiringan Jenis Tanah
Daerah Rawan
Longsor
Preferensi Preferensi Preferensi Preferensi
Reclass &
Scoring
Reclass &
Scoring
Reclass &
Scoring
Reclass &
Scoring
Indeks Daya
Dukung
Korelasi
Terhadap Nilai
KWT
Zonal
Statistics
KZH (Mean,
Minimum, &
Maksimum)
Formulasi A1 – Flow Chart
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
55. Semakin tinggi suatu zona
semakin memberi dampak
hidrologi yang berpengaruh
terhadap zona dibawahnya,
sehingga makin perlu
dilindungi
Semakin tinggi elevasinya, skor semakin tinggi, dan nilai daya dukung semakin rendah,
sehingga kebutuhan ruang hijau semakin tinggi dan menjadi faktor peningkatan KWH
Formulasi A1 – KETINGGIAN
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
No Ketinggian (m) Skor
1 0-50 2
2 50-100 4
3 100-150 6
4 150-200 8
5 >200 10
56. Kemiringan
Semakin miring suatu zona
semakin sedikit kesempatan air
untuk berinfiltrasi terhadap
tanah dan semakin berpotensi
menciptakan air limpasan yang
dapat menyebabkan banjir di
zona sehingga semakin perlu
dilindungi agar tingkat infiltrasi
air terjaga
Semakin tinggi nilai kemiringan, skor semakin tinggi dan nilai daya dukung semakin
rendah, sehingga kebutuhan ruang hijau semakin tinggi dan menjadi faktor peningkatan
KWH.
Formulasi A1 – KEMIRINGAN
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
No Kemiringan (%) Skor
1 0-2 2
2 2-5 4
3 5-15 6
4 15-40 8
5 >40 10
57. Semakin tinggi permeabilitas (lolos air)
atau peka terhadap erosi semakin
perlu dilindungi
Semakin tinggi permeabilitas atau semakin peka terhadap erosi, skor semakin tinggi,
dan nilai daya dukung semakin rendah dan menjadi faktor peningkatan KWH
Formulasi A1 – JENIS TANAH
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
No Jenis Tanah
Permeabilitas dan
kepekaan erosi
Preference Skor
1 Glei Jenuh Air
Semakin
cepat
permeabilit
as atau
semakin
peka
terhadap
erosi, skor
semakin
tinggi, dan
nilai daya
dukung
semakin
rendah
2
2 Organosol Sangat Lambat 2
3 Podsol Merah Kuning Sedang hingga lambat 3
4 Grumosol Cukup lambat 5
5 Latosol
Cepat hingga agak
lambat
6
6 Litosol
Cepat hingga agak
lambat
6
7 Mediteran Lambat 7
8 Brown Forest
Cepat dan peka terhadap
erosi
8
9 Alluvial
Lambat dan peka
terhadap erosi
9
10 Regosol
Cepat dan peka terhadap
erosi
9
11 Andosol
Cepat dan peka terhadap
erosi
10
58. Daerah Rawan Longsor
Semakin suatu zona berpotensi
longsor maka semakin perlu
dilindungi
Suata zona semakin berpotensi longsor berarti daya dukung semakin rendah, sehingga
kebutuhan ruang hijau vegetasi semakin tinggi untuk mencagahnya dan menjadi faktor
peningkatan KWH.
Formulasi A1 – DAERAH RAWAN LONGSOR
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
No
Tingkat
Kelongsoran
Skor
1 Rendah 1
2 Sedang 5
3 Tinggi 10
61. % KWH Eksisting vs Model
No Nama
Kawasan Total
Area
(km2)
%KWH
Eksisting
%KWH
Model
SelisihTidak Terbangun
(km2)
Terbangun
(km2)
1 Sarbagita 514.71 192.85 708 72.74 48.47 24.27
Formulasi A1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
62. % KWH Sub DAS Eksisting vs Model
SWS 03.01.02
SWS 03.01.01
SWS 03.01.19
SWS 03.01.18
Nama Sub DAS
Kawasan
Total Area (km2)
%KWH
Eksisting
%KWH
Model
Selisih
Tidak Terbangun (km2) Terbangun (km2)
SWS 03.01.01 219.70 119.20 339 64.83 49.27 15.56
SWS 03.01.02 160.81 36.41 197 81.54 40.49 41.05
SWS 03.01.18 62.95 17.93 81 77.83 56.22 21.61
SWS 03.01.19 65.84 21.42 87 75.45 56.49 18.96
Formulasi A1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
63. % KWH Zona B1 Eksisting vs Model
Zona B1
Zona %KWH Eksisting %KWH Model %KWT Model
%KWT
Sarbagita
B1 22.45 33.31 66.69 70.00
Formulasi A1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
Kondisi KZH eksisting < KZH model, perlu pengendalian lebih ketat
64. % KWH Zona B2 Eksisting vs Model
Zona B2
Zona %KWH Eksisting %KWH Model %KWT Model
%KWT
Sarbagita
B2 57.67 47.52 52.48 60.00
Formulasi A1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
65. % KWH Zona B3 Eksisting vs Model
Zona B3
Zona %KWH Eksisting %KWH Model %KWT Model
%KWT
Sarbagita
B3 88.15 53.05 46.95 50.00
Formulasi A1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
66. % KWH Zona B4 Eksisting vs Model
Zona B4
Zona %KWH Eksisting %KWH Model %KWT Model
%KWT
Sarbagita
B4 68.56 53.25 46.75 50.00
Formulasi A1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
67. % KWH Zona B5 Eksisting vs Model
Zona B5
Zona %KWH Eksisting %KWH Model %KWT Model
B1 94.42 48.20 51.80
Formulasi A1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
68. Formulasi A1a untuk menganalisis validitas nilai
KWH model berdasarkan nilai pembanding
• Nilai KWH hasil model dapat dikalibrasi
berdasarkan KWH hasil judgement/analisa
perencana
• Diasumsikan nilai KWH hasil judgement
perencana adalah nilai yang lebih valid
• Apabila nilai KWH model mendekati nilai KWH
judgement berdasarkan kriteria yang ditentukan
maka model dapat digunakan
Formulasi A1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
69. Kalibrasi Nisbah Model vs judgement perencana
Nash Sutcliffe Correlation Coefficient (R2) = 0.7
No
Zonasi
%KWH Model %KWT Model
%KWT
Adjustment
1 B1 33.31 66.69 70
2 B2 47.52 52.48 60
3 B3 53.05 46.95 50
4 B4 53.25 46.75 50
5 B5 48.20 51.80 0
Nash Sutcliffe Coefficient
(NSE atau R2) :
Obs = nilai judgement
calc = nilai model
70. KESIMPULAN
• Nilai Nash Sutcliffe Correlation Coefficient (R2) =
0.7 menyatakan nilai model sudah mendekati
nilai judgement
• Nilai sama persis apabila R2=1 namun kondisi
tersebut hamper tidak mungkin terjadi
• Nilai model dapat ditingkatkan dengan
mengubah nilai parameter atau bobotnya
sehingga semakin mendekati 1 dengan
pendekatan tertentu
• Nilai > 0,7 pada praktek adalah nilai batas yg
dianggap memadai untuk model digunakan
Formulasi A1 - KESIMPULAN
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
72. – Penetapan KWH /KZH ekskisting
– Menghitung proporsi luas area terbangun
terhadap wilayah / zona
– Mengggunakan data terbaru
– Menggunakan analisis spasial dengan software GIS
tertentu
Formulasi A2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
75. • Perbedaan nilai ruang yang kurang dari nilai
idealnya semestinya harus di kompensasi
dengan cara tertentu
• Gap Nilai dapat karena perbedaan nilai ideal
denga nilai eksisting atau nilai rencana
• Nilai kompensasi harus setara dengan gap
antara nilai yang terjadi dengan nilai idealnya
• Memerlukan semacam nilai tukar untuk
dilakukannya proses trade off (tukar menukar)
Formulasi B2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
76. • Dapat dilakukan dengan pendekatan konsep tata air
• Air hujan jatuh netto (setelah dikurangi penguapan) akan
mempunyai 2 pilihan, menjadi air limpasan atau terserap ke
dalam tanah melalui proses infiltrasi
• Memaksimalkan nilai infiltrasi adalah upaya konservasi untuk
tujuan mencegah banjir (meminimasi limpasan) dan sekaligus
menjamin pengisian air tanah guna pemanfaatannya
• Memaksimalkan infiltrasi dilakukan dengan memaksimalkan
ruang hijau (pendekatan non struktur) atau dengan dibantu
dengan infrastruktur hijau (pendekatan
struktur/enggineering)
• Terdapat korelasi hubungan nilai ruang hijau, nilai/kapasitas
infiltrasi dan nilai/ kapasitas infrastruktur hijau sebagaimana
dijelaskan dalam kurva berikut.
• Nilai infiltrasi dapat dicari dengan metode hidrologi kurve
number
Formulasi B2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
77. Mencari kurva hubungan infilitrasi dengan nisbah ruang
Kwh min
(%)
Infiltrasi
(mm)
0% 100%30%20%
inf
kwh
Nilai layakInf min posisi kwh 30%
Inf posisi
KWH20%
200
0Berapa kompensasi
infrastruktur
berdasarkan delta
infiltrasi tersebut ? Agar
setara dengan nilai ideal
minimalnya…
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
Mencari kurva hubungan infilitrasi dengan nisbah ruang
78. Penggunaaan metode curve number untuk
mengetahui nilai infiltrasi
• Mencari hubungan Nisbah ruang dan tingkat infiltrasi
Dilakukan dengan metode Curve Number (CN)
• Asumsi pada kondisi respon infiltrasi pada hujan
normal
Pe=kedalaman hujan efektif (mm)
P = kedalaman hujan (mm)
S= Retensi potensial maksimum air oleh tanah, yang sebagian besar adalah karena
infiltrasi (mm)
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
79. Menghitung infiltrasi dengan metode Curve Number
Sumber : USDA, 1986
Deskripsi Tutupan Lahan
CN Untuk Kelompok Tanah
A B C D
Ruang Terbuka (Pekarangan, taman,
lapangan golf, pemakaman, dll)
Kondisi Buruk (tutupan rumput <50%) 68 79 86 89
Kondisi Sedang (tutupan rumput 50-75%) 49 69 79 84
Kondisi Baik (tutupan rumput >75%) 39 61 74 80
Kawasan kedap air
Lapangan parkir, atap, badan jalan (tidak
termasuk ROW) yang dibeton
98 98 98 98
Jalan aspal/beton: pembatas jalan, saluran
drainase (tidak termasuk ROW)
98 98 98 98
Jalan aspal/beton, selokan terbuka
(Termasuk ROW)
83 89 92 98
Jalan berbatu (termasuk ROW) 76 85 89 91
Jalan Tanah (termasuk ROW) 72 82 87 89
Wilayah Perkotaan
Komersial dan bisnis (kedap air 85%) 89 92 94 95
Industri (kedap air 72%) 81 88 91 93
Wilayah pemukiman
≤ 500 m2 (townhouse) (kedap air 65%) 77 85 90 92
≤ 1000 m2 (kedap air 38%) 61 75 83 87
≤ 1300 m2 (kedap air 30%) 57 72 81 86
≤ 2000 m2 (kedap air 25%) 54 70 80 85
≤ 4000 m2 (kedap air 20%) 51 68 79 84
≤ 8000 m2 (kedap air 12%) 46 65 77 82
Wilayah pengembangan (tanpa vegetasi) 77 86 91 94
Deskripsi Tutupan Lahan
CN Untuk Kelompok Tanah
A B C D
Lahan pertanian ( diolah secara terus -
menerus)
buruk 68 79 86 89
sedang 49 69 79 84
baik 39 61 74 80
Padang rumput (rumput dan ilalang yang tidak
diolah)
30 58 71 78
Semak belukar
buruk 48 67 77 83
sedang 35 56 70 77
baik 30 48 65 73
Hutan dan rumput (kebun)
buruk 57 73 82 86
sedang 43 65 76 82
baik 32 58 72 79
Hutan
buruk 45 66 77 83
sedang 36 60 73 83
baik 30 55 70 77
Kawasan perkebunan (bangunan, jalan dan
kavling sekitar)
59 74 82 86
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
80. Menghitung infiltrasi dengan metode Curve Number
Zona B1
N
o
KET_Land Use Deskripsi Tutupan Lahan Luas_km2 %Luas
Kelompok Tanah CN % x CN
A B C D A B C D A B C D
1 Akomodasi Wisata Wilayah pengembangan (tanpa vegetasi) 0.01048 0.01% 0.01% 77 86 91 94 0.01 0.00 0.00 0.00
2 Bandara
Lapangan parkir, atap, badan jalan (tidak termasuk
ROW) yang dibeton
2.73884 3.55% 3.55% 98 98 98 98 3.48 0.00 0.00 0.00
3 Estuary Dam 0.00466 0.01% 0.01% 0.00 0.00 0.00 0.00
4 IPAL 0.00804 0.01% 0.01% 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Kebun Campuran Hutan dan rumput (kebun) (sedang) 0.99477 1.29% 0.56% 0.73% 43 65 76 82 0.24 0.47 0.00 0.00
6 PLTU/PLTG & PLTD 0.11659 0.15% 0.07% 0.08% 0.00 0.00 0.00 0.00
7 Pasir Pantai 0.0434 0.06% 0.06% 0.00 0.00 0.00 0.00
8 Pelabuhan
Lapangan parkir, atap, badan jalan (tidak termasuk
ROW) yang dibeton
0.51597 0.67% 0.67% 98 98 98 98 0.65 0.00 0.00 0.00
9 Permukiman ≤ 2000 m2 (kedap air 25%) 53.993
69.91
%
11.80% 58.11% 54 70 80 85 6.37 40.68 0.00 0.00
10 Sawah
Lahan pertanian ( diolah secara terus - menerus)
(sedang)
7.26092 9.40% 0.62% 8.78% 49 69 79 84 0.31 6.06 0.00 0.00
11 TPA 0.01759 0.02% 0.02% 0.00 0.00 0.00 0.00
12 Tahura Hutan (sedang) 0.24004 0.31% 0.24% 0.07% 36 60 73 83 0.09 0.04 0.00 0.00
13 Tambak
Lahan pertanian ( diolah secara terus -
menerus)(sedang)
0.19671 0.25% 0.18% 0.08% 49 69 79 84 0.09 0.05 0.00 0.00
14 Tegalan Hutan dan rumput (kebun) (sedang) 11.08774
14.36
%
1.85% 12.51% 43 65 76 82 0.79 8.13 0.00 0.00
77.22875 100% 19.64% 80.36% 0.00% 0.00% 547 680 750 790 12.03 55.44 0.00 0.00
CN Komposit = 67.46
Infiltrasi (S) = 122.51 mm
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
81. Menghitung infiltrasi dengan metode Curve Number
Zona B2
CN Komposit = 67.04
Infiltrasi (S) = 124.85 mm
N
o
KET_Land Use Deskripsi Tutupan Lahan Luas_km2 %Luas
Kelompok Tanah CN % x CN
A B C D A B C D A B C D
1 Akomodasi Wisata Wilayah pengembangan (tanpa vegetasi) 2.98252 2.63% 1.71% 0.93% 77 86 91 94 1.31 0.00 0.84 0.00
2 Kebun Campuran Hutan dan rumput (kebun) (sedang)
3.9016
3.44% 2.49% 0.83% 0.13% 43 65 76 82 1.07 0.54 0.10 0.00
3 Kebun/perkebunan
Kawasan perkebunan (bangunan, jalan dan kavling
sekitar)
0.25297
0.22% 0.01% 0.21% 59 74 82 86 0.01 0.16 0.00 0.00
4 Lahan Kering Semak belukar (sedang) 4.93323 4.35% 0.14% 4.22% 35 56 70 77 0.05 2.36 0.00 0.00
5 Permukiman ≤ 2000 m2 (kedap air 25%)
50.62825
44.68
%
13.31% 24.59% 6.77% 54 70 80 85 7.19 17.22 5.41 0.00
6 Sawah
Lahan pertanian ( diolah secara terus - menerus)
(sedang) 23.63908
20.86
%
5.81% 15.05% 49 69 79 84 2.84 10.39 0.00 0.00
7 Tahura Hutan (sedang)
0.37113
0.33% 0.28% 0.05% 36 60 73 83 0.10 0.00 0.03 0.00
8 Tegalan Hutan dan rumput (kebun) (sedang)
26.6153
23.49
%
0.39% 2.68% 20.41% 43 65 76 82 0.17 1.74 15.51 0.00
9 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
10 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
11 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
12 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
13 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
14 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
113.32408 100% 24.13% 47.59% 28.28% 0.00% 396 545 627 673 12.74 32.40 21.90 0.00
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
82. Menghitung infiltrasi dengan metode Curve Number
Zona B3
CN Komposit = 55.30
Infiltrasi (S) = 205.28 mm
N
o
KET_Land Use Deskripsi Tutupan Lahan Luas_km2 %Luas
Kelompok Tanah CN % x CN
A B C D A B C D A B C D
1 Akomodasi Wisata Wilayah pengembangan (tanpa vegetasi) 6.56901 12.44% 9.28% 0.51% 2.65% 77 86 91 94 7.15 0.43 2.41 0.00
2 Bandara
Lapangan parkir, atap, badan jalan (tidak
termasuk ROW) yang dibeton
0.01559 0.03% 0.03% 98 98 98 98 0.03 0.00 0.00 0.00
3 Kebun Campuran Hutan dan rumput (kebun) (sedang) 2.17029 4.11% 3.18% 0.23% 0.70% 43 65 76 82 1.37 0.15 0.53 0.00
4 Kebun/perkebunan
Kawasan perkebunan (bangunan, jalan dan
kavling sekitar)
0.19508 0.37% 0.22% 0.15% 59 74 82 86 0.13 0.11 0.00 0.00
5 Kolam 0.02061 0.04% 0.04% 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Lahan Kering Semak belukar (sedang) 0.78533 1.49% 0.88% 0.61% 35 56 70 77 0.31 0.34 0.00 0.00
7 Pasir Pantai 0.00418 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
8 Permukiman ≤ 2000 m2 (kedap air 25%) 8.56452 16.22%
10.18
% 3.88% 2.16%
54 70 80 85 0.00 0.00 0.00 0.00
9 Sawah
Lahan pertanian ( diolah secara terus - menerus)
(sedang)
12.24444 23.19%
13.00
%
10.19% 49 69 79 84 6.37 7.03 0.00 0.00
10 THR Hutan (sedang) 0.01897 0.04% 0.04% 36 60 73 83 0.01 0.00 0.00 0.00
11 Tegalan Hutan dan rumput (kebun) (sedang) 22.22079 42.08% 8.81% 1.33%
31.94
%
43 65 76 82 3.79 0.86 24.28 0.00
12 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
13 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
14 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
52.80881 100%
45.62
%
16.93%
37.46
%
0.00% 494 643 725 771 19.15 8.93 27.22 0.00
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
83. Menghitung infiltrasi dengan metode Curve Number
Zona B4
CN Komposit = 60.07
Infiltrasi (S) = 168.81 mm
N
o
KET_Land Use Deskripsi Tutupan Lahan Luas_km2 %Luas
Kelompok Tanah CN % x CN
A B C D A B C D A B C D
1 Akomodasi Wisata Wilayah pengembangan (tanpa vegetasi) 0.17575 0.09% 0.09% 77 86 91 94 0.00 0.00 0.08 0.00
2 Kebun Campuran Hutan dan rumput (kebun) (sedang) 7.44183 3.74% 3.50% 0.25% 43 65 76 82 1.50 0.16 0.00 0.00
3 Kebun/perkebunan
Kawasan perkebunan (bangunan, jalan dan
kavling sekitar)
0.70738 0.36% 0.15% 0.20% 59 74 82 86 0.09 0.15 0.00 0.00
4 Lahan Kering Semak belukar (sedang) 32.44485 16.33% 4.36% 11.97% 35 56 70 77 1.53 6.70 0.00 0.00
5 Permukiman ≤ 2000 m2 (kedap air 25%) 74.0402 37.25%
17.66
%
18.00% 1.59% 54 70 80 85 9.54 12.60 1.27 0.00
6 Sawah
Lahan pertanian ( diolah secara terus - menerus)
(sedang)
61.66069 31.03%
16.90
%
14.12% 49 69 79 84 8.28 9.74 0.00 0.00
7 Tegalan Hutan dan rumput (kebun) (sedang) 22.26994 11.21% 0.22% 0.19%
10.80
%
43 65 76 82 0.09 0.12 8.21 0.00
8 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
9 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
10 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
11 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
12 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
13 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
14 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
198.74064 100%
42.79
%
44.73%
12.48
%
0.00% 360 485 554 590 21.03 29.48 9.56 0.00
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
84. Menghitung infiltrasi dengan metode Curve Number
Zona B5
CN Komposit = 58.91
Infiltrasi (S) = 177.2mm
N
o
KET_Land Use Deskripsi Tutupan Lahan Luas_km2 %Luas
Kelompok Tanah CN % x CN
A B C D A B C D A B C D
1 Kebun Campuran Hutan dan rumput (kebun) (sedang) 6.44822 2.99% 2.96% 0.03% 43 65 76 82 1.27 0.02 0.00 0.00
2 Kebun/perkebunan
Kawasan perkebunan (bangunan, jalan dan
kavling sekitar)
0.23659 0.11% 0.08% 0.03% 59 74 82 86 0.05 0.02 0.00 0.00
3 Lahan Kering Semak belukar (sedang) 8.46732 3.93% 1.40% 2.54% 35 56 70 77 0.49 1.42 0.00 0.00
4 Permukiman ≤ 2000 m2 (kedap air 25%) 17.71384 8.22% 5.59% 2.64% 54 70 80 85 3.02 1.85 0.00 0.00
5 Sawah
Lahan pertanian ( diolah secara terus - menerus)
(sedang)
181.83215 84.43%
38.27
%
46.15% 49 69 79 84 18.75 31.85 0.00 0.00
6 Tegalan Hutan dan rumput (kebun) (sedang) 0.67461 0.31% 0.15% 0.16% 43 65 76 82 0.06 0.11 0.00 0.00
7 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
8 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
9 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
10 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
11 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
12 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
13 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
14 0 0.00% 0.00 0.00 0.00 0.00
215.37273 100%
48.45
%
51.55% 0.00% 0.00% 283 399 463 496 23.64 35.26 0.00 0.00
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
85. • Dari 5 zona dapat diketahui nilai KWH
eksistingnya dan nilai infiltrasinya masing
masing
• Dari sebaran nilai dapat ditentukan kurva
hubungan KWH dengan infiltrasi dengan
menggunakan metode regresi linier
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
86. Hubungan %KWH vs Infiltrasi
No Zonasi
Kawasan Total Area
(km2)
%KWH
Eksisting
CN II
(Normal)
S II
(Normal)Tidak Terbangun (km2) Terbangun (km2)
1 B1 17.30 59.76 77.06 22.45 67.46 122.51
2 B2 64.95 47.68 112.63 57.67 67.04 124.85
4 B4 134.49 61.66 196.15 68.56 60.07 168.81
5 B5 202.12 11.94 214.06 94.42 58.91 177.20
3 B3 46.04 6.19 52.23 88.15 55.30 205.28
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
87. Hubungan %KWH vs Infiltrasi pada kasus KSN Sarbagita
Zonasi %KWH eksisting Infiltrasi (CN II)
B1 22.45 75.13
B2 57.67 137.43
B4 68.56 156.71
B5 94.42 202.45
B3 88.15 191.35
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
Minimal KWH 30 % setara
dengan minimal nilai infiltrasi
yang harus dijaga 88,45 mm
88. Algoritma Penambahan Infrastruktur hijau
(Kasus Biopori)
KWH Permintaan
Ideal
Perhitungan Selisih
KWH , infiltrasi
Ideal dan
Permintaan
Tidak
Ya
Selesai
Penentuan
Banyaknya
Lubang Biopori
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
89. • Pada kasus karena alasan tertentu KWH ideal 30 %
harus menjadi 20%
• Maka akan mengurangi kapasitas infiltrasi dari
88,45 mm menjadi 70,8 mm
• Terdapat selisih 17,75 mm yang harus
dikompenasi dengan infrastruktur yang
kapasitasnya setara
• Bila diterapkan pada skala mikro (kapling rumah)
dengan luas 100 m3 dan nilainya menggunakan
nilai ideal min kdh 30 % maka :
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
90. • Selisih infiltrasi yang harus di kompensasi adalah 1,75
m3 (Nilai volume infiltrasi adalah tinggi infiltrasi X luas
kaveling)
• Nilai tersebut adalah nilai infiltrasi yang berkurang
karena kdh 30 % berkurang menjadi 20 %
• Apabila diasumsikan kapasitas satu biopori mampu
meresapkan 0,25 m3 maka
• Kebutuhan biopori = 1,75 m3/0,25 m3
• Apabila dapat dibuat sumur resapan dengan
kemampuan setara 7 biopori. Maka cukup dibuat 1
sumur resapan
Ket :
analisis ini membutuhkan referensi terhadap kapasitas
standard infrastruktur hijau yang valid
Perlu pendalaman model lebih lanjut
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
91. Pendekatan Penambahan Infrastruktur hijau
dan kesetaraan ruang resapan
Kapasitas 1 lubang
biopori
Tinggi 1 m
jari - jari 0.05 m
Luas selimut tabung 0.314 m2
luas mulut lubang 0.00785 m2
Dengan adanya 1 lubang biopori pada setiap 1m2 mampu
meningkatkan luas permukaan resapan menjadi :
luas 1 m2
jml LRB @ 1m2 1
Penambahan luas
penampang resapan
1.314 m2
Formulasi B1
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
93. • Cara selain kompensasi adalah mengalihkan
beban kekurangan satu zona pada zona yang
lain
• Dalam implementasi di lapangan cara alokasi
infrastruktur hiaju dengan pembebanan dapat
dikombinasikan sesuai kebutuhan
Formulasi B2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
94. Algoritma Penambahan Beban KWH Pada Wilayah
Sekitarnya
KWH Permintaan
Ideal
Perhitungan Selisih
KWH Ideal dan
Permintaan
Tidak
Ya
Selesai
Proporsi Sebaran
KWH pada zona
sekitarnya
KWH Ideal
Formulasi B2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
95. • Syarat pembebanan harus pada zona dalam
kesatuan das atau sub das
• Dapat ditetapkan pada awal perencanaan,
apabila suatu kota tidak dapat memenuhi nilai
ideal kzh minimalnya, karena alasan kepentingan
kota (kebutuhan ruang ekonomi,kebutuhan ruang
bermukim) yang tidak dapat dihindari
• Perencana dapat langsung membebankan selisih
kwh ideal dengan kwh rencana pada zona lain
sepanjangan kwh (berdasarkan das)nya masih
tidak melewati nilai idealnya
Formulasi B2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
96. Contoh kasus Penambahan Beban KWH Pada Wilayah
Sekitarnya
Zona %KWH Eksisting
%KWH
Model
Selisih
Proporsi Sebaran
KWH
KWH baru
B1 22.450 33.310 -10.860
B2 57.667 47.520 10.147 0.10 56.63
B3 88.149 53.050 35.099 0.33 84.58
B4 68.565 53.250 15.315 0.14 67.01
B5 94.422 48.200 46.222 0.43 89.72
KWH Setelah Pembebanan = [Proporsi Sebaran KWH x Selisih KWH] +
KWH Eksisting
Formulasi B2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
Nilai yang negatif pada zona B1 dibebankan pada zona lain
secara proporsional
97. Perbandingan %KWH Wilayah Jabodetabek dan Sarbagita
No Nama
Kawasan
Total Area
(km2)
%KWH
Eksisting
%KWH
Model
Selisih
Tidak Terbangun (km2) Terbangun (km2)
1 Sarbagita 514.71 192.85 708 72.74 48.47 24.27
2 Jabodetabek 3017.05 2248.09 5265.14 57.30 43.82 9.88
Formulasi B2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
98. Cisadane
(hulu)
Krukut
(hulu)
Ciliwung
(hulu)
Cileungsi
(hulu)
Perbandingan %KWH Subdas Jabodetabek dan Sarbagita
Nama Sub DAS
Kawasan Total Area
(km2)
%KWH %KWH Model Selisih
Tidak Terbangun (km2) Terbangun (km2)
Cileungsi 629 497 1126 55.88 50.46 5.42
Cisadane (Hulu) 718.23 150.81 869 82.65 52.93 29.72
Krukut (Hulu) 250.77 166.093 417 60.16 53.27 6.89
Ciliwung (Hulu) 134.79 219.6 354 38.03 54.09 -16.06
SWS
03.01.02
SWS
03.01.01
SWS
03.01.19
SWS
03.01.18
Nama Sub DAS
Kawasan
Total Area (km2)
%KWH
Eksisting
%KWH
Model
Selisih
Tidak Terbangun (km2) Terbangun (km2)
SWS 03.01.01 219.70 119.20 339 64.83 49.27 15.56
SWS 03.01.02 160.81 36.41 197 81.54 40.49 41.05
SWS 03.01.18 62.95 17.93 81 77.83 56.22 21.61
SWS 03.01.19 65.84 21.42 87 75.45 56.49 18.96
99. Zona Sarbagita %KWH Eksisting %KWH Model Selisih
B1 22.450 33.310 -10.860
B2 57.667 47.520 10.147
B3 88.149 53.050 35.099
B4 68.565 53.250 15.315
B5 94.422 48.200 46.222
Areal
Perumahan 1
Areal
Perumahan 2
Zona
Jabodetabek
%KWH Eksisting %KWH Model Selisih
1 16.84 53.31 -36.47
2 26.95 53.78 -26.83
Perkembangan KSN jabodetabek lebih lebih
memberikan beban terhadap daya dukung
tata air dibandingkan dengan KSN serbagita
yang diindikasikan dengan selisih negatif yang
lebih banyak pada zona zonanya (analisis
hanya berdasarkan zona yang diambil sebagai
kasus model), belum semua
KESIMPULAN SEMENTARA
Formulasi B2
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
101. Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
Pemahaman Nilai KDB dan KDH
RTH
RTH Publik
(min. 20%)
RTH Privat
(min. 10%)
KDHm
(min. 10%)
Nilai KWH/KZH
KDB maks =
100%-KDHm-k%
Perhitungan luas
lantai dasar
bangunan dan non-
bangunan
Untuk
KDH < KDHm
Pembebanan ke RTH
Publik:
RTH Publik > 20%
Infrastruktur Hijau
pada persilKDB =
100%-KDH-k%
KDB = bagian persil yang dapat dibangun setelah
mengamankan RTH sesuai besar KDH
k = luas perkerasan non-lantai dasar bangunan,
berkisar 20-50% dari nilai KDB
RTH publik diperbesar jika KDH minimum pada
zona/persil sudah dilampaui, dan perlakuan
untuk pelanggaran tidak dapat mengakomodasi
aliran air hujan yang turun (terjadi genangan)
102. Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
Pemahaman Nilai KDH
• Tingkat pengisian/peresapan air (water recharge) = KDH minimum
• Nilai KDH ditetapkan pada satu zona, dan berlaku untuk setiap persil di
dalamnya
• KDH merupakan RTH privat (minimum 10% sesuai UU No. 26/2007)
• Nilai KDH minimum mengacu pada besar KWH dan KZH :
– KDH hanya akan menampung curah hujan lokal, yang menyerapkan setempat
dan mengalirkannya ke drainase yang tersedia
– Untuk wilayah yang kondisi fisiknya menjadi penentu dominan, nilai KDH bisa
bebas (independen) terhadap jenis penggunaan lahan/zona.
– Penetapan KDH dapat diperlakukan sebagai teknik Overlay Zoning dalam
penerapan peraturan zonasi (lintas zona yang berbeda), nilai KDB mengikuti
nilai KDH
103. PERTIMBANGAN PENENTUAN NILAI KDB atau
KDH
Nilai KDH :
• Nilai KWH atau KZH yang dihitung pada unit DAS atau Sub
DAS.
• Aspek hidrologi (neraca air setempat, kapasitas pengaliran)
• Aspek kesehatan dan kenyamanan (jarak aman, jumlah pohon
penghasil O2)
• Aspek Keselamatan (dari kebakaran: jarak aman)
• Karakteristik kawasan fungsional (jenis penggunaan lahan).
Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
104. PROSES PENENTUAN KDB/KDH DARI NILAI KWH DAN KSH
Nilai KWH/KZH
[KZH]
KWH/KZH
Eksisting [KZHe]
KZH < KZHe?
Perhitungan KDH
Perjenis Zona/Sub Zona
[Neraca Air/KDHn]
KDH = KZH
[Ditambah Kebijakan terkait
biopori, sumur resapan dll)
Tidak
KZH < KDHn
(total) untuk
seluruh zona
KZH?
Simulai Pengurangan KDHn (Perjenis
Zona/Sub Zona) [Berdasarkan Karakter
Zona/Sub Zona]
Ya
Tidak
KDHs/KZH
≤ 1
(optimal
mendekat
i1)?
KDHs
sebagai
dasar
penetap
an KDB
OPTIMALISASI: Simulaikan penambahan
KDHn setiap Zona/Sub Zona
Berdasarkan karakter zona/sub zona dan
lokasi bertitik tolak pada skor KDHn hingga
KDHn (total) ≥ KZH (optimal mendekati 1)
[KDHs]
Kebutuhan Informasi:
- Jenis zona/sub zona rencana
- Luasan zona/sub zona rencana
- Koefisien dan intensitas
infiltrasi.
- Koefisien Penyimpanan air.
- Curah Hujan,
- Kemiringan
- Karakteristik area tangkapan.
Kebutuhan Informasi:
- Tutupan lahan eksisting pada zona KZB
Kebutuhan Informasi:
- Karakteristik kegiatan zona/sub zona.
- Ukuran kapling.
- Nilai ekonomi laham
Ya
KDHn sebagai dasar penetapan KDB
Dasar kebijakan Pemerintah Daerah
harus berupaya menyediakan RTH
pada area KZH
Ya
Tidak
Kebutuhan Informasi:
- Karakteristik kegiatan zona/sub zona.
- Ukuran kapling.
- Nilai ekonomi lahan
105. Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
Pe=kedalaman hujan efektif (mm)
P = kedalaman hujan (mm)
S= Retensi potensial maksimum air oleh tanah, yang sebagian besar adalah karena
infiltrasi (mm)
• Nilai KDH per zona menggunakan metode CN
• Nilai yang digunakan adalah nilai terendah (buruk)
106. Zona Deskripsi Tutupan Lahan pada Metode CN
Nilai CN (rujukan: kondisi buruk)
A B C D
Perumahan kepadatan rendah Permukiman ≤ 1300 m2 (kedap air 30%) 57 72 81 86
Perumahan kepadatan sedang Permukiman ≤ 1000 m2 (kedap air 38%) 61 75 83 87
Perumahan kepadatan tinggi Permukiman ≤ 500 m2 (townhouse) (kedap air 65%) 77 85 90 92
Perdagangan dan jasa Komersial dan bisnis (kedap air 85%) 89 92 94 95
Industri Industri (kedap air 72%) 81 88 91 93
Pertanian Lahan pertanian ( diolah secara terus - menerus) 68 79 86 89
Perkebunan Kawasan perkebunan (bangunan, jalan dan kavling
sekitar)
59 74 82 86
RTH Ruang Terbuka (Pekarangan, taman, lapangan golf,
pemakaman, dll)
68 79 86 89
Zona terbangun lainnya Wilayah pengembangan (tanpa vegetasi) 77 86 91 94
Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
107. Pemahaman Nilai RTH
Bernatzky, 1967, p 24:
Sebuah area dengan luas 1 ha, yang dipenuhi oleh berbagai pohon dengan
diameter >10m, perdu, semak serta rumput akan menghasilkan ruang kanopi
seluas 5 ha, dalam 12 jam dapat menarik 900 kg CO2 dari udara serta
melepaskan 600 kg O2.
• Dalam 24 jam, 1 Ha RTH dapat melepaskan 1200 kg O2 ke udara
perkotaan, atau setara dengan 1560 liter O2,
• Jika harga oksigen sebesar Rp. 25.000,-/m3, maka luas 1 ha area setara
dengan Rp. 39.000.000,-/hari.
• Tiap orang dalam kondisi biasa memerlukan 300 cc O2 /hr, maka 1 ha RTH
dapat mensuplai O2 untuk 5200 org.
• 1 org memerlukan 1200 cc/hr, atau 1,9 m2 RTH penuh dengan pepohonan
• RTH Standar PU sekitar 2,5 m2/orang
Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
108. CONTOH:
Luas area: 3.2975 ha = 32975 m2
Intensitas infiltrasi (I): 1101 mm/166 hari
Koefisien infiltrasi (C): 1.8 (pada kemiringan 0-5%, ada tabelnya)
Koefisien penyimpanan air (S):
0.0018 berdasarkan hasil pemboran setempat (Setiap pengambilan 0.18 m3 terjadi
penurunan sebanyak 1 m pada luas 100 m2
No. Daerah Tangkapan
Kemiringan Tanah
0 – 5 % 5 – 10 % 10 – 30 %
1 Sedikit tanah terbuka, sedikit
penghijauan, infiltrasinya sedikit 1,8 1,9 2,2
2 Cukup tanah terbuka, 50%
penghijauan,infiltrasinya sedang 1,2 1,4 1,7
3 Daerah terbuka, penghijauannya
banyak/padat, infiltrasinya tinggi 0,8 1,0 1,2
Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
111. Ketinggian
No Ketinggian (m) Preference Skor
1 -12 s.d 67
Semakin tinggi
elevasinya, skor
semakin tinggi, dan
nilai daya dukung
semakin rendah,
sehingga kebutuhan
ruang hijau semakin
tinggi dan menjadi
faktor peningkatan
KWH.
1
2 67 s.d 190 2
3 190 s.d 361 3
4 361 s.d 549 4
5 549 s.d 755 5
6 755 s.d 988 6
7 988 s.d 1245 7
8 1245 s.d 1550 8
9 1550 s.d 2056 9
10 2056 s.d 2193 10
Semakin tinggi
suatu zona
semakin
memberi dampak
hidrologi yang
berpengaruh
terhadap zona di
bawahnya,
sehingga makin
perlu dilindungi
112. Kemiringan
Semakin tinggi
nilai kemiringan,
skor semakin
tinggi dan nilai
daya dukung
semakin rendah,
sehingga
kebutuhan
ruang hijau
semakin tinggi
dan menjadi
faktor
peningkatan
KWH.
Semakin miring suatu zona semakin sedikit kesempatan air
untuk berinfiltrasi terhadap tanah dan semakin berpotensi
menciptakan air limpasan yang dapat menyebabkan banjir di
zona sehingga semakin perlu dilindungi
113. Zona Resapan Air
No Zona Preference Skor
1 Pelepasan Air Tanah Semakin Zona tersebut
mampu meresap dan
menampung air,
semakin tinggi skor, dan
nilai daya dukungnya
semakin rendah, dan
menjadi faktor
peningkatan KWH.
3
2 Daerah resapan utama 9
3 Danau Waduk Situ 10
4 Daerah Resapan Tambahan 8
5 Daerah Resapan tak berarti 6
6 Umumnya kedap air 2
7 tidak ada data 1
Suatu zona
Semakin
berfungsi
sebagai tempat
resapan air
maka semakin
perlu dilindungi
114. Zona Konservasi Air
No Zona Preference Skor
1 Rawan Semakin zona tersebut termasuk rawan
atau zona resapan, maka , skor semakin
tinggi, dan nilai daya dukung semakin
rendah, dan menjadi faktor peningkatan
KWH.
8
2 Kritis 10
3 Daerah Resapan 6
4 Aman 2
5 Bukan Cekungan 4
Semakin
Zona
mempunyai
fungsi
konservasi
dan rawan
maka
semakin
perlu
dilindungi
115. Jenis Tanah
No Jenis Tanah Permeabilitas dan kepekaan erosi Preference Skor
1 Glei Jenuh Air
Semakin cepat
permeabilitas atau
semakin peka
terhadap erosi,
skor semakin
tinggi, dan nilai
daya dukung
semakin rendah
2
2 Organosol Sangat Lambat 2
3 Podsol Merah Kuning Sedang hingga lambat 3
4 Grumosol Cukup lambat 5
5 Latosol Cepat hingga agak lambat 6
6 Litosol Cepat hingga agak lambat 6
7 Mediteran Lambat 7
8 Brown Forest Cepat dan peka terhadap erosi 8
9 Alluvial Lambat dan peka terhadap erosi 9
10 Regosol Cepat dan peka terhadap erosi 9
11 Andosol Cepat dan peka terhadap erosi 10
Semakin tinggi
permeabilitas
(lolos air) atau
peka terhadap
erosi semakin
perlu dilindungi
116. Nilai KWH minimal berdasarkan indeks daya dukung hasil
overlay 5 parameter dengan metode skoring
117. Perbandingan KWH Eksisting (data 2013) Vs Model
(penetapan KWH min)
Kawasan
KWH
Terbangun (km2) Tidak Terbangun (km2)
2248.09 3017.05 57.30 %
KWH minimal
=43.82 %
118. Example: % KZH berdasarkan zona Subdas
Cisadane
(hulu)
Krukut (hulu)
Ciliwung
(hulu)
Cileungsi
119. Example: Perbandingan KZH Subdas Cileungsi
Kawasan tidak terbangun
Kawasan terbangun
Mean %KZH model
Nama Sub DAS
Kawasan Total Area
(km2)
%KZH
Terbangun (km2) Tidak Terbangun (km2)
Cileungsi 497 629 1126 55.88
Nama Sub DAS %KZH Eksisting %KZH Model Selisih
Cileungsi 55.88 50.46 5.42
120. Example: Perbandingan %KZH Subdas Cisadane (Hulu)
Kawasan tidak terbangun
Kawasan terbangun
Mean %KZH model
Nama Sub
DAS
Kawasan
Total Area
(km2)
%KZHTerbangun
(km2)
Tidak Terbangun
(km2)
Cisadane
(Hulu) 150.81 718.23 869
82.65
Nama Sub DAS % KZH Eksisting %KZH Model Selisih
Cisadane (Hulu) 82.65 52.93 29.72
121. Example: Perbandingan %KZH Subdas Krukut Hulu
Kawasan tidak terbangun
Kawasan terbangun
Mean %KWH model
Nama Sub DAS
Kawasan Total Area
(km2)
%KZH
Terbangun (km2) Tidak Terbangun (km2)
Krukut (Hulu) 166.093 250.77 417 60.16
Nama Sub DAS %KZH Eksisting %KZH Model Selisih
Krukut (Hulu) 60.16 53.27 6.89
122. Example: Perbandingan %KZH Subdas CIliwung Hulu
Kawasan tidak terbangun
Kawasan terbangun
Mean %KWH model
Nama Sub DAS
Kawasan Total Area
(km2)
%KZH
Terbangun (km2) Tidak Terbangun (km2)
Ciliwung (Hulu) 219.6 134.79 354 38.03
Nama Sub DAS %KZH Eksisting %KZH Model Selisih
Ciliwung (Hulu) 38.03 54.09 -16.06
Catatan : KZH minimal telah terlewati yang berimplikasi terhadap
pengendalian yang lebih ketat
123. Example : analisis KZH berdasarkan Zona Perumahan
Kawasan tidak terbangun
Kawasan terbangun
Areal
Perumahan 1
Areal
Perumahan 2
124. Example: Perbandingan %KZH Areal Perumahan Perkotaan
Kawasan tidak terbangun
Kawasan terbangun
Mean %KWH model areal 1
Mean %KWH model areal 2
Area Kota
no
Kawasan Total
Area
(km2)
%KZHTerbangun
(km2)
Tidak Terbangun
(km2)
1 75.17 15.22 90 16.84
2 69.2 25.53 95 26.95
Area Kota no %KZH Eksisting %KZH Model Selisih
1 16.84 53.31 -36.47
2 26.95 53.78 -26.83
Catatan : KZH minimal telah terlewati yang berimplikasi terhadap
pengendalian yang lebih ketat
125. Example: Perbandingan %KZH Areal Perumahan Pedesaan
Kawasan tidak terbangun
Kawasan terbangun
Mean %KZH model areal 1
Mean %KZH model areal 2
Area Desa
no
Kawasan Total
Area
(km2)
%KZHTerbangun
(km2)
Tidak Terbangun
(km2)
1 46.60 107.91 155 69.84
2 55.42 46.49 102 45.62
Area Desa no %KZH Eksisting %KZH Model Selisih
1 69.84 49.75 20.09
2 45.62 49.86 -4.24
Catatan : KZH minimal telah terlewati, berimplikasi terhadap pengendalian
yang lebih ketat
126. • Keseragaman nomenklatur/ istilah (dari koefisien menjadi
nisbah = rasio)
• Penyempurnaan metode yang sudah ada dinilai lebih baik
daripada penggunaan metode baru yang sama sekali baru
• Mempertimbangkan kewenangan pengaturan pada kawasan
yang termasuk dalam kepentingan nasional
• Mempertimbangkan kebutuhan mekanisme trade off yang tidak
terlalu mengikat sebagai fleksibilitas pengaturan
• Memasukkan parameter nisbah skala makro dan mikro (aspek
lalu lintas, sempadan , kondisi lingkungan)
• Unit analisis tetap pada wilayah/daerah adminisitratisi
walaupun nanti juga terdapat sigma antarwilayah
126
HASIL DISKUSI (1)
Pertimbangan (1)
127. • Penentuan nilai KDB mengacu nisbah di atasnya (KZT) namun
tidak melebihi ambang batas maksimumnya
• Perhitungan nisbah eksisting sebagai dasar penetapan nisbah
rencana
• Penyertaan kajian terkait indeks konservasi pada pengajuan
proposal pembangunan sebagai pemenuhan prinsip delta Q
minimum
• Kejelasan kondisi yang dapat menggunakan kriteria penerapan
pengaturan pada kondisi
• Teknik perhitungan disertai dengan ringkasan konsep pedoman
yang berisi perintah-perintah dalam perhitungan
127
HASIL DISKUSI (2)
Pertimbangan (2)
128. Analisis Neraca Air:
Persamaan Turc untuk menghitung
Evapotranspirasi
Neraca air adalah keadaan tatanan air
setiap unit (litologi, kemiringan lereng,
penggunaan lahan, dan zona curah hujan)
luas dihitung dari hasil tumpang susun
Volume run off dan volume infiltrasi
dapat dihitung dengan memakai
persamaan sebagai berikut
Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
132. Qin = C.I.A
= 1.8 x (6.67 x 10-3 m3/detik) x (32975 m2)
= 0.0045564 m3/detik
= 4,5564 l/detik
Debit infiltrasi untuk luas 1 ha:
Q1ha = (1 ha/A) Qinf
= (1/32.975) x 4,5564 l/detik
= 1.38 l/detik/ha
Maka untuk 3.2975 ha dapat diambil air tanahnya sebanyak:
0.0018 x 32975 l/menit = 59,35 l/menit = 0.98 l/detik
Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH
133. Sehingga untuk kebutuhan 0.98 l/detik pada luas 3.2975 ha,
harus dilestarikan:
OS = 0,98 l/detik : 1.38 l/detik/ha
= 0.7168 ha
KDH = (0.7168/3.2975) x 100%
= 21,74%
Luas KDB:
KDB = ((A-OS) /A)x 100 %
= (2.5807/3.2975) x 100%
= 78,26%
Formulasi C
FORMULASI PENETAPAN NISBAH