SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ubi kayu atau ketela pohon (Manihot Esculenta Grant) adalah salah satu komoditas
pertanian jenis umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan
maupun sumber pakan. Hal ini disebabkan karena tanaman ubi kayu mempunyai beberapa
keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di lahan
kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa panennya yang
tidak diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup. Selain itu, daun dan umbi ubi
kayu dapat diolah menjadi aneka makanan, baik makanan utama maupun selingan.
Ubi kayu segar memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah pada saat panen raya,
karena itu perlu suatu upaya meningkatkan nilai tambah (added value) dari ubi kayu dengan
mengolah menjadi beranekaragam produk.
Alternatif pengolahan umbi ubi kayu yang sedang digalakkan oleh pemerintah adalah
pengolahan umbi ubi kayu menjadi tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu (kasava) adalah tepung
yang dihasilkan dari penghancuran (penepungan) umbi ubi kayu yang telah dikeringkan. Dan
dapat diolah menjadi berbagai bentuk produk akhir juga sebagai substitusi terigu serta dapat
digunakan menjadi salah satu komoditi ekspor maupun bahan baku industri.
Tepung kasava di Indonesia sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan pencampur
(substitusi) untuk industri pangan, terutama industri mie. Dengan kandungan serat yang tinggi
menyebabkan keterbatasan aplikasi tepung kasava tersebut. Perbaikan tepung kasava melalui
perbaikan proses produksi dilakukan untuk memperbaiki struktur komponen serat yang ada
di dalam ubi kayu dan menurunkan kandungan HCN pada tepung. Penambahan enzim
selulolitik diharapkan akan meningkatkan daya cerna tepung, kandungan oligosakarida yang
berfungsi sebagai bahan pangan probiotik, namun tidak merubah atau mempengaruhi
struktur dari komponen patinya. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa bakteri isolate
local yang dimiliki mempunyai keunggulan karena memiliki kemampuan selulolitik, serta
berpotensi xilanolitik atau hemiselulolitik.
Keripik singkong merupakan makanan kudapan/cemilan yang paling populer,
terutama bila ditinjau dari penyebarannya, dimana keripik singkong ditemukan di hampir
semua kabupaten Selain keripik, produk olahan ubikayu lainnya yang populer adalah opak,
getuk, lanting, slondok, alen-alen, rengginang, emping, dan lain-lain.
Keripik, emping singkong dan slondok sekarang tersedia dalam aneka rasa seperti rasa
keju, manis, asin, pedas, manis pedas, rasa udang dan sebagainya. Beberapa jenis produk
olahan lain yang ditemukan di beberapa kabupaten di Jawa adalah gatot, sawut, klenyem,
kolak, pais, sermiyer, aneka kue, ampyang, walangan, dan gredi. Di Sumatera, ubi kayu
2
umumnya diolah menyerupai hasil olahan di Jawa, meskipun keragamannya tidak sebanyak di
Jawa.
Di wilayah ini, selain direbus atau digoreng, ubikayu diolah menjadi keripik, tape,
kebuto (Kabupaten Luwuk Banggai), kepuso, kambuse (Kabupaten Kendari) dan aneka kue.
Konsumsi makanan pokok merupakan proporsi terbesar dalam susunan hidangan di
Indonesia, karena dianggap terpenting di antara jenis makanan lain. Suatu hidangan bila tidak
mengandung bahan makanan pokok dianggap tidak lengkap oleh masyarakat
(Sediaoetama, 1999). Makanan pokok seringkali mendapat penghargaan lebih tinggi oleh
masyarakat dibanding lauk-pauk. Orang merasa puas asalkan bahan makanan pokok tersedia
lebih besar dibanding jenis makanan lain (Soedarmo dan Sediaoetama, 1985).
Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang
dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya
zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern
yang serba praktis (Balit Pascapanen Pertanian, 2002).
Ubikayu mempunyai potensi baik untuk dikembangkan menjadi bahan pangan pokok
selain beras (Suprapti, 2005), Ubikayu umum dikonsumsi dalam bentuk ubi rebus, tiwul
(gaplek) maupun sebagai campuran beras (dalam bentuk oyek). Penggunaan ubikayu sebagai
campuran beras (oyek) ditemukan di sebagian Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Menurut
Suryana et al. (1990), untuk konsumsi langsung ubikayu sudah menjadi komoditas inferior.
Ubikayu dimanfaatkan untuk substitusi beras terutama di kalangan penduduk miskin di
musim paceklik di mana harga beras relatif tinggi.
Mikroorganisme selulolitik memainkan peranan penting dalam biosfir dengan
mendaur-ulang selulosa. Mikroorganisme jenis ini juga penting dalam beberapa proses
fermentasi dalam industri, terutama dalam penghancuran limbah selulosa secara anaerob,
sehingga menghasilkan lignoselulosa dengan persentase tinggi.
Mikroorganisme selulolitik umumnya ialah bakteri dan cendawan, walaupun kadang-
kadang beberapa protozoa anaerobik juga mampu mendegradasi selulosa. Cendawan
diketahui paling baik dalam mendegradasi selulosa, tetapi bakteri menjadi pilihan utama. Hal
ini dikarenakan, ukuran molekul enzim selulase yang dihasilkan cendawan terlalu besar untuk
dapat berdifusi ke dalam jaringan tumbuhan yang mengandung selulosa. Enzim selulase
bakteri lebih stabil pada perlakuan panas, tingkat pertumbuhannya cepat, memiliki
variabilitas genetik yang luas, dan lebih mudah untuk direkayasa secara genetik dibandingkan
dengan cendawan.
Aplikasi selulase untuk bioteknologi pada saat ini mulai menunjukkan kemajuan.
Enzim selulase di antaranya biasa digunakan dalam bioteknologi pulp dan kertas, dalam
mengekstraksi jus buah, dan mempersiapkan ekstrak biji kopi dan vanilla bagi konsumsi
3
manusia. Granula pati mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida merupakan sumber
karbohidrat yang terbarukan untuk produksi tepung.
1.2. Tujuan
1. Untuk pemanfaatannya lebih luas dalam industri dan meningkatkan nilai tambah ubi
kayu.
2. Untuk mengetahui jenis – jenis produk olahan dari Ubi Kayu yang memiliki nilai jual
tinggi
3. Untuk mengetahui permasalahan atau kendala dalam pengembangan agribisnis Ubi
Kayu.
4. Untuk Mengetahui Sub Sistem yang berperan dalam agribisnis Ubi Kayu.
5. Untuk mengetahui resiko dalam agribisnis Ubi Kayu.
6. Untuk mengetahui teknologi yang berperan dalam pengembangan agribisnis Ubi Kayu.
7. Untuk mengetahui lembaga – lembaga pemasaran yang terkait dalam proses
pemasaran Ubi Kayu.
8. Untuk melihat kelayakan usaha agribisnis ubi.
9. Produksi dan pendapatan pada usaha tani ubi kayu
10. Kondisi pemasaran ubi kayu
11. Kondisi antara hubungan sub-sistem agribisnis ubi
12. Mendeskripsikan kontribusi energi dan pola makan makanan pokok rumah tangga.
1.3. Manfaat
Di beberapa daerah tertentu, ubi merupakan salah satu komoditi bahan makanan
pokok. Ubi merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai
dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah
yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan orang
sepanjang tahun Ubi dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan.
1. Agar bisa membuka usaha agribisnis Ubi Kayu sesuai dengan prospek yang ada.
2. Agar bisa meningkatkan nilai tambah dari Ubi Kayu.
3. Agar pengusaha agribisnis Ubi Kayu bisa mengatasi permasalahan dalam usaha
agribisnis Ubi Kayu.
4. Agar dalam agribisnis Ubi Kayu, pengusaha bisa menggunakan teknologi yang modern
dan bisa memasarkan produk sesuai dengan lembaga –lembaga yang berperan.
4
Beberapa peluang penganeka-ragaman jenis penggunaan ubi jalar dapat dilihat berikut
ini:
a. Daun: sayuran, pakan ternak
b. Batang: bahan tanam,Pakan ternak
c. Kulit ubi: pakan ternak
d. Ubi segar: bahan makanan
e. Tepung: makanan
f. Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat
5
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Pentingnya Pengamatan Aspek Produksi dan Konsumsi
2.1.1. Pentingnya Pengamatan Dari Aspek Produksi
Dalam peta produksi ubi dunia, indonesia merupakan negara produsen ubi ke tiga
di dunia setelah RRC dan Vietnam (Woolfe, 1992 dalam Van de Fliert, e. Al., 2000). Produksi
ubi di Indonesia tersebar diseluruh provinsi dengan wilayah sentra produksi utama
adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Bali, NTT dan Papua
(BPS, 2008). Potensi pengembangan komoditas ubi masih bisa ditingkatkan dari sisi
ketesediaan lahan maupun produktivitas. Dalam hal ini ini ubi dibudidayakan pada lahan
sawah, kering atau tegalan, dataran tinggi ataupun dataran pengembangan teknologi
budidaya, pasca panen dan pengolahannya (Rahayuningsih, et al. 2000; Rahayunigsih, et al.
1999).
Walaupun dalam budidaya tanaman ubi kayu ini pada umumnya dapat dilakukan
dengan menggunakan pola tumpang sari, dimana jagung, kacang kedelai ataukacang-
kacangan lainnya dmal. Ubi kayu merupakan tanaman yang relatif lebih mudah ditanam
dan tahan kekeringan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya, sehingga apabila
tujuannya untuk memaksimalkan produksi ubi kayu, kesulitan mendapatkan waktu
tanam yang cocok untuk semua komoditi dalam pola tumpang sari dapat dihindarkan.
Masyarakat pada umumnya sudah mengenal ubi. Ubi merupakan salah satu
komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup menguntungkan di Indonesia baik
sebagai sumber pangan maupun sumber pakan. Karena tanaman ubi kayu mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di
lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa
panennya yang tidak diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup.
a. Kesesuaian Lahan
Ubi kayu merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh di berbagai
lingkungan agroklimat tropis, walaupun tentunya tingkat produksinya akan bervariasi
menurut tingkat kesuburan dan ketersediaan air tanah. Ubi kayu merupakan tanaman
yang tahan di lahan kering, sedangkan pada lahan-lahan dengan tingkat kesuburan tinggi,
akan menyerap unsur hara yang banyak.
Produksi yang optimal akan dapat dicapai apabila tanaman mendapat sinar
matahari yang cukup, berada pada ketinggian sampai dengan 800 m dpi, tanah gembur,
dan curah hujan di antara 750 - 2.500 mm/tahun dengan bulan kering sekitar 6 bulan.
6
Hampir tidak ada kontribusinya terhadap struktur dan kandungan unsur hara
tanah, karena akar/umbi tanaman dicabut. Dengan demikian kelestarian perkebunan ubi
kayu memerlukan upaya khusus untuk menjaga kelestarian lahan dengan memberikan
kembali unsur hara tanah berupa pupuk organik di samping pupuk buatan. Sisa tanaman
sebaiknya dicacah untuk dimasukkan kembali ke dalam tanah.
Mengingat nilai produksl dan kemudahan di dalam budidayanya, pola usaha ubi
kayu sering tidak menghasilkan pendapatan yang berarti bagi petani, apalagi jika ditan
bukan merupakan usaha pokok. Bagi petani yang tidak memiliki modal usaha yang cukup,
dengan hanya bermodalkan tenaga untuk mengolah tanah, petani sudah dapat menanam
ubi kayu karena bibitnya mudah didapat dan murah. Dengan demikian dapatlah dikatakan
bahwa tanaman ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan
persyaratan tanah tertentu.
b. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah ini bertujuan untuk membuat tanah menjadi gembur sehingga
pertumbuhan akar dan umbbi berkembang dengan baik. Waktu pengolahan tanah
sebaiknya tidak dilakukan pada saat tanah dalam keadaan basah atau becek sehingga
struktur tanah tidak rusak. Pada tanah ringan atau gembur, pengolahan tanah ini
dilakukan dengan cara mencangkul 1-2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu setelah itu
diratakan dan ditanami bibit. Sedangkan pada tanah becek atau berair, tanah dicangkul 1-
2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu dibuat bedenganbedengan atau guludan yang
berguna sebagai saluran drainase lalu kemudian dapat ditanam.
Secara garis besar persiapan lahan untuk tanaman ubi kayu dilakukan sebagai
berikut:
〆 Pembabatan tanaman perdu dan semak-semak serta rumput-rumputan/alangalang
dan gulma lainnya. Hal ini dikerjakan terutama pada lahan yang baru dibuka,
sedangkan pada lahan yang sudah biasa ditanami dengan palawija, tanah dapat
langsung dicangkul/dibajak.
〆 Pengumpulan dan penyisihan batang tebangan, sedangkan bekas rerumputan dicacah
dan dimasukkan kedalam tanah.
〆 Pembajakan/pencangkulan atau pentraktoran pertama
〆 Pembajakan/pencangkulan atau pentraktoran kedua dan penggemburan
〆 Pembuatan saluran pemasukan dan saluran pembuangan
〆 Pembuatan guludan.
7
c. Bibit dan Penanaman
Penanaman bibit dapat dilakukan setelah tanah disiapkan. Waktu yang baik untuk
menanam bibit ubi kayu adalah pada saat musin hujan. Hal ini dikarenakan ubi kayu
memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif yaitu umur 4-5 bulan, selanjutnya
kebutuhan air relatif sedikit. Cara menanam ubi kayu dianjurkan bibit tegak lurus atau
minimal membentuk sudut 60 derajat dengan tanah dan kedalamannya 10-15 cm. Jarak
tanam ubi kayu secara monokulture adalah 100 x 100 x 60, atau 100 x 40.
Setelah lahan diolah dengan sempurna, bibit berupa stek batang dengan panjang
kurang lebih 30 cm, ditanam dengan jarak tanam sekitar 100 x 80 cm, sehingga populasi
tanaman untuk luasan 1 Ha mencapai sekitar 12.500 tanaman. Waktu penanaman
dilakukan pada saat kelembaban tanah dalam keadaan mencapai kapasitas lapang, yaitu
biasanya pada saat musim hujan, karena selama masa fase pertumbuhan tersebut ubi
kayu memerlukan air yang cukup.
Tabel 5. Sifat Beberapa Varitas Ubi Kayu.
Varietas
Umur
(Bulan)
Rata-rata
Hasil
(Ton/ha)
Basah
Tinggi
Batang (m)
Kadar
Tepung
(%)
Warna Daging
Umbi
Rasa
Adira 1
Adira 2
Adira 4
Malang 1
Malang 2
Darul
Hidayah
7 - 10
8 - 12
10,5 - 11,5
9 - 10
8 - 10
8 - 12
22
22
35
36.5
31.5
102
1 - 2
2 - 3
1.5 - 2.0
1.5 - 3.0
1. 5 - 3.0
3.65
45
41
20
34
34
28
Kuning
Putih
Putih
Putih
Kekuningan
Kuning Muda
Putih
Enak
Agak Pahit
Agak Pahit
Enak
Enak
Kenyal spt
ketan
Sumber : J. Wargiono. Ahli Peneliti Utama pada Puslitbang Tanaman Pangan
d. Pemupukan
Untuk mendapatkan potensi hasil yang tinggi pemupukan dengan pupuk
organik (pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk hijau) dan pupuk anorganik (urea,
TSP, dan KCL) perlu dilakukan. Pupuk organik sebaiknya diberikan pada saat
pengolahan tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah. Sedangkan pupuk
anorganik yang diberikan tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Pada umumnya
dosis yang dianjurkan untuk digunakan pada tanaman ubi kayu adalah : urea sebanyak
60-120 kg/ha, TSP sebanyak 30 kg P205/ha, dan KCL sebanyak 50 kg K20/ha. Cara
8
pemberian pupuk yang benar dibagi dalam dua waktu, pertama pada saat tanam
(pupuk dasar) sebanyak 1/3 bagian urea dan KCL serta seluruh dosis TSP, kedua pada
saat tanaman ubi kayu berumur 3-4 bulan yaitu 2/3 bagian urea dan KCL.
e. Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi
dengan kriteria tanaman yang baik, sehat dan seragam. Pemeliharaan ubi kayu meliputi :
a) Penyulaman
Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati atau tumbuh sangat
merana. Waktu penyulaman paling lambat 5 minggu setelah tanam
b) Penyiangan dan pembubunan
Penyiangan dilakukan bila sudah tampak timbul gulma (tanaman pengganggu).
Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan sekaligus
dengan melakukan pembumbunan. Pembumbunan dilakukan untuk memperbaiki
struktur tanah sehingga ubi kayu dapat tumbuh dengan sempurna, serta dapat
memperkokoh tanaman agar tidak rebah.
c) Pembuangan tunas
Pembuangan tunas dilakukan pada saat tanaman berumur 1-1,5 bulan. Ini
dilakukan bila dalam satu tanaman tumbuh dua tunas.
Pengairan, mengingat ubi kayu ditanam di lahan kering, pada umumnya
pengairan hanya mengandalkan dari curah hujan, hanya kadang-kadang apabila
setelah terjadi hujan yang cukup deras, perlu memperhatikan drainasinya.
Kegiatan pemeliharaan yang lain yaitu pengendalian hama dan penyakit,
namun sampai dengan saat ini khusus pada tanaman ubi kayu belum terjadi adanya
serangan hama dan penyakit yang serius, sehingga dapat dikatakan tidak diperlukan
pemberantasan hama dan penyakit.
f. Panen dan Pasca panen
Jika dalam mencabut tersebut dirasakan susah, maka sebelumnya tanah disekitar
batang ubi kayu sebagian terlebih dahulu digali dengan cangkul, baru setelah itu batang
dicabut sampai umbinya terangkat semuanya. Kalau masih ada umbi yang tertinggal,
karena patah/putus pada waktu pencabutan, maka sisa umbi tadi diambil dengan digali
dengan cangkul. Cara lain yaitu dengan menggunakan tali/tambang yang dililitkan pada
batang, lalu diungkit.
Umbi yang telah dicabut, lalu dipotong dari batangnya dengan parang/golok, serta
bagian tanah yang menempel dibuang akhirnya umbi tersebut ditumpuk disatukan
9
dengan umbi lainnya, dan siap diangkut ke tempat penyimpanan atau langsung
dipasarkan. Umur ubi kayu yang cocok dipanen berkisar antara 10 - 14 bulan setelah
tanam. Kurang dari 10 bulan rendemen kadar patinya rendah, begitu juga bila lebih dari
14 bulan akan mengayu dan juga kadar patinya menurun pula. Hasil rata-rata per ha,
dengan asumsi tiap batang menghasilkan antara 2,5 - 4,0 kg, maka akan diperoleh hasil
bersih antara 30 ton - 40 ton per ha umbi basah.
2.1.2. Pentingnya Pengamatan Dari Aspek Konsumsi
Berdasarkan sifat ubi kayu digolongkan dalam dua golongan yaitu golongan pahit
dan manis. Namun pada umumnya yang dikonsumsi adalah varietas yang manis
sedangkan yang pahit di gunakan untuk tujuan industri.
Konsumsi ubi kayu terus bertambah seiring dengan peranan ubi sebagai sumber
pangan, pakan dan bahan bakar. Pemanfaatan komoditi pertanian termasuk ubi kayu
sebagai bahan bakar nabati baru diresmikan dengan adanya peraturan Presiden No.5
tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang baru b erlangsung beberapa tahun,
maka data mengenai konsumsi ubi kayu untuk bahan bakar ini belum tersedia. Perpres
inipun dirasa belum dilakukan secara optimal karena masih terlihat sendiri-sendiri dalam
pengembangan ubi kayu menjadi bio ethanol untuk meningkkatkan penghasilannya.
Untuk mencermati keterkaitan sisi konsumsi, tingkat konsumsi diukur dalam
satuan kg/kapita/tahun dan Kkal/kapita/hari.sedangkan tingakt partisipasi konsumsi ubi
dipetakan dalam ukuran : 1. Proporsi rumah tangga/individu yang mengkonsumsi
terhadap total rumah tangga/individu wilayah tertentu; 2. Proporsi energi yang
bersumber dari konsumsi ubi; 3. Konsumsi ubi terhadap pola konsumsi pangan dirumah
tangga.
Berikut penjelasan konsumsi terhadap ubi kayu :
1. Konsumsi Untuk Pangan
Pengkonsumsian ubi kayu sebagai pangan alternatif cukup penting dalam
penganekkaragaman pangan karena ketersediaannya yang cukup banyak dan mudah
dibudidayakan pada lahan subur, kurang subur bahkan lahan marjinal sekalipun.
Sebagai sumber pangan, ubi kayu dapat dikonsumsi langsung mmaupun diolah
menjadi tapioka, makanan ringan serta bahan baku mie, roti, kue basah, tiwul, gaplek
dan lain-lain.
Walau pernah terjadi penurunan konsumsi ubi kayu untuk pangan yang sangat
drastis taitu tahun 1977 hingga puncaknya pada tahun 1980. bila dibandingkan
dengan tahun 1976, konsumsi ubi kayu untuk thaun 1980 turun sebesar 33,8% atau
2.171.00 ton. Ini dikarenakan produksi mengalami penurunan.
10
2. Konsumsi Untuk Pakan
Konsumsi Ubi kayu sebagai pakan selain umbinya, kulit ubi kayu pun dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bagian kulit dapat diolah langsung menjadi pakan
ternak, sedangkan bagian umbi yang dapat digunakan sebagai pakan ternak berupa
onggok dan pallet yang merupakan hasil olahan ubi kayu menjadi gaplek.
3. Konsumsi bahan bakar
Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk dengan semua
aktivitasnya akan berdamapak pada peningkatan kebutuhan energi di semua sektor
pengguna energi, baik industri, rumah tangga, transportasi dan komersial. Konsumsi
energi final pada tahun 1990 yaitu sebesa 221,33 juta SBM (Setara Minyak Barel)
meningkat 6,3 persen/tahun menjadi 489,01 juta SBM pada tahun 2003 dimana
konsumsi Bahan Bakar Minyak merupakan konsumsi energi terbesar. Sebagian besar
konsumsi BBm, itu digunakan untuk transportasi (Sugiyono, 2005).
Mengingat bahwa energi khususnya minyak adalah sumber daya yang tidak
dapat diperbaharui maka sumber daya tersebut akan habis padahal kebutuhan energi
tersebut terus meningkat, oleh karna itu, masyarakat dan pemerintah harus mencari
solusi energi subtitusi yang dapat menggantikan serta mencukupi kebutuhan energi
tersebut.
Diindonesia teradapat tanaman yang dapat dijadikan bahan bakar baku nabati
diantaranya adalah kelapa sawit, jarak pagar dan kedelai sebagai bahan baku bio diesel
dan ubi kayu, ubi jalar, jagung, tetes serta sagu sebagai bahan baku bioethanol. Dan ubi
kayu adalah salah satu tanaman yang potensial untuk dijadikan salah satu subtitusi
sehingga permintan konsumsi terhadap ubi akan naik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ubi kayu sebagai bahan baku
bioethanol merupakan kebangkitan ketiga tanaman ubi kayu setel;ah ubi kayu dapat
dimanfaatkan menjadi gaplek sebgai sumber bahan pangan alternatif dan kedua ubi
kayu dapat diolah menjadi tapioka yang merupakan salah satu komoditi ekspor.
2.2. Prospek Komoditi Dari Segi Permintaan
Ditinjau dari sisi permintaan, permintaan ubi dipasar diomestik terus meningkat baik
dalam bentuk konsumsi segar maupun olahan sebagai akibat penigkatan jumlah penduduk
dan berkembangnya teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan berbahan baku ubi.
Dimasa yang akan datang diperkirakan permintaan ubi meningkat seiring dengan upaya
pengembangan pangan lokal. Dalam hal ini tepung serealia dan umbi-umbian lokal dapat
menjadi subtitusi terigu dan tepung beras sampai 20-50 persen untuk pembuatan aneka kue,
cake, mie, dan roti tawar (Richana dan Damardjati dalam Widowati dan Damardjati, 2001).
11
Sementara itu permintaan ubi untuk pasar Malaysia meningkat dari 0,839 juta RM
tahun 1997 meningkat menjadi 1.442 juta Rm tahun 2000 (Wan Ibrahim Wan Daud, 2002).
Sedangkan permintaan untuk singapura lebih besar lagi dengan volume impor gabungan
kentang dengan ubi mencapai 16,34 ribu ton. (Lee Siew Moi, 2002).
Ubi memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan secara komersial. Ubi
merupakan komoditas bahan baku industri pengolahan serta produk industri hasil olahan
lainnya. Pertumbuhan permintaan ubi cukup tinggi, namun tidak mampu diimbangi oleh
produksi dalam negeri, sehingga harus dilakukan impor dalam jumlah yang cukup besar.
1. Prospek untuk permintaan luar negeri
Ubi kayu kering diperlukan untuk bahan pakan ternak dan banyak lainnya,
yang jumlah kebutuhan selama ini makin meningkat sejalan dengan peningkatan
populasi konsumen akhir dari ubi kayu tersebut. Untuk mempertahankan pasar luar
negeri yang telah dikuasai Indonesia dengan jumlah yang semakin besar, maka
kebutuhan terhadap ubi kayu untuk masa-masa mendatang diperkirakan masih akan
terus meningkat.
2. Perkembangan Ekspor
Ekspor ubi kayu Indonesia dilakukan dalam bentuk ubi kayu kering (gaplek
atau lainnya) dan tepung tapioka. Perkembangan ekspor ubi kayu dalam bentuk kering
(gaplek, chips atau tepung) selama tahun 1990 sampai tahun 1998. Dalam periode
tersebut ekspor terbesar terjadi pada Tahun 1993, selanjutnya perkembangan ekspor
ubi kayu ada kecenderungan makin turun. Berbagai hal menyangkut masalah tata
niaga yang berkaitan dengan peraturan ekspor (diterapkannya pembagian quota) dan
pola penyerapan produksi ubi kayu petani, dirasakan telah mempengaruhi laju ekspor
yang selanjutnya adalah juga produktivitas ubi kayu petani.
Tabel 1. Ekspor Ubi Kayu Indonesia Tahun 1990-1998
Tahun
>Total Ekspor (Kg)
Gaplek Pelet Bentuk Lain
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
597.329.412
492.507.502
368.868.865
516.585.171
386.024.532
426.894.318
290.039.080
184.154.743
194.616.294
570.456.989
364.264.420
501.304.110
408.446.685
298.829.708
53.281.008
93.610.152
59.315.873
24.770.000
3.315.094
1.850.820
3.235.648
10.852.244
1.184.831
1.307.822
4.941.434
3.530.003
2.017.583
12
Tabel 2. Nilai Ekspor Ubi Kayu Indonesia Tahun 1990-1998
Tahun
Total Ekspor (Kg)
Gaplek Tepung Tapioka Bentuk Lain
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
70.725.233
53.728.693
40.625.621
47.906.448
33.228.911
59.763.831
35.766.853
16.172.507
18.262.201
70.050.724
50.476.797
67.027.162
42.625.199
28.838.302
6.123.001
10.743.422
5.564.969
1.718.000
998.850
755.643
1.069.976
1.084.136
1.010.002
633.576
1.103.416
991.832
421.401
Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. BPS. Dikumpulkan dari
Buku Tahun 1990 – 1998
Berbeda dengan gaplek dan genusnya, total ekspor dalam bentuk tapioka terlihat
pernah mencapai titik tertinggi sebesar 82.191 ton dengan nilai sebesar US 13,98 juta pada
tahun 1993 (Tabel 3). Untuk tahun selanjutnya jumlah ekspor kembali tidak menentu.
Penurunan total ekspor yang drastis pada tahun 1994 diimbangi dengan ekspor yang tinggi
pada tahun 1995. Ini terjadi mungkin karena adanya pergeseran masa panen akibat pengaruh
iklim dan adanya masalah penampungan ubi kayu petani dan pengolahannya yang dikaitkan
dengan kebijakan niaga pihak Pengusaha.
Tabel 3. Ekspor Tapioka (Pati Ubi Kayu) Indonesia Tahun 1990-1997
Tahun
Total Ekspor
Gaplek Pelet
1990 6.702.500 1.426.072
1991 4.506.500 1.320.175
1992 21.598.013 5.217.332
1993 82.191.450 13.982.712
1994 30.870.431 10.548.950
1995 17.923.865 5.575.430
1996 7.336.226 2.668.590
Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negari Indonesia. Ekspor.BPS.Dikumpulkan dari
Buku Tahun 1990 - 1998
Jangkauan ekspor ubi kayu Indonesia telah mencapai berbagai Negara di Asia
dan Eropa, dengan ekspor terbesar ke Korea dan China. Luasnya negara tujuan ekspor
di beberapa Negara Asia dan Eropa, menunjukkan bahwa ekspor komoditi ini
13
sebenarnya cukup potensial dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekspor
produksi ubi kayu pada masa yang akan datang.
Tabel 4. Ekspor Tapioka (Pati Ubi Kayu) Indonesia Tahun 1997
Negara Tujuan
Total Ekspor
(Dari Berbagai Bentuk)
(kg)
Nilai Ekspor (FOB)
(US$)
Korea 120.797.083 12.125.792
China 67.502.292 5.473.891
Philppine 558.000 107.884
Malaysia 2.342.962 436.884
Vietnam 697.920 41.875
Netherlands 20.400.000 1.371.550
Switzerlands 3.000.000 165.000
Taiwan 570.000 85.500
Germany 4.500.000 328.000
Japan 762.000 154.570
Singapore 247.000 53.106
United Kingdom 26.600 57.399
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. BPS 1997
3. Permintaan dalam negeri
Konsumsi Dalam Negeri ubi kayu dalam bentuk gaplek ataupun tapioka di
Indonesia, terutama diperlukan untuk kebutuhan pakan ternak, tekstil, kerupuk dan
berbagai bahan campuran bagi produk makanan lainnya yang dibuat dari tepung. Bisa
dibayangkan bahwa kebutuhan tepung ubi kayu ataupun tapioka akan terus meningkat
di Indonesia, sesuai dengan peningkatan populasi konsumen.
2.3. Permasalahan Komoditi Dari Segi Agribisnis
Kebutuhan Modal Usaha
Aspek keuangan untuk budidaya ubi kayu dihitung dengan asumsi :
Setiap pengusaha kecil memiliki dua hektar lahan yang siap dibudidayakan dan
bukan lahan hutan, sehingga tidak memerlukan biaya untuk land clearing.
Skim kredit yang digunakan dalam analisis ini didasarkan pada skim Kredit Usaha
Tani (KUT) dengan tingkat suku bunga 10,5% per tahun, KKPA dengan tingkat suku bunga
16% per tahun, dan kredit umum yang dalam hal ini dihitung menggunakan suku bunga
28% per tahun.
Khusus untuk skim kredit KKPA dan kredit komersil diberikan grace period
selama satu tahun atau tiga bulan, sebagai masa konstruksi.
Varietas ubi kayu yang digunakan adalah varietas unggul dengan produksi rata-
rata per hektar per tahun sekitar 35 ton.
14
Dalam analisis ini dibedakan atas biaya investasi untuk kegiatan pra-operasi untuk
keperluan sertifikasi lahan (yang mungkin masih diperlukan) yang biasanya diminta oleh
pihak Bank sebagai jaminan pinjaman, dan modal kerja untuk kegiatan penanaman ubi
kayu (persiapan lahan, pengadaan sarana produksi, tanam dan pemeliharaan tanaman).
Oleh karena proyek yang akan dikembangkan ini akan memanfaatkan pendekatan Proyek
Kemitraan Terpadu (PKT), maka dalam perhitungan biaya dimasukkan management fee
sebesar 3,5% untuk skim KUT dan 5% untuk skim kredit tainnya.
Pemasaran Hasil Produksi Petani
Banyak masalah yang selama ini sering dihadapi para petani ubi kayu dalam
memasarkan produksinya, terutama sekali menyangkut harga, peran dan tingkah para
pengumpul, dan kebijakan yang dilakukan sendiri oleh para Pengusaha Pabrik Pengolahan
Ubi Kayu dan Eksportir.
a. Harga Jual Ubi Kayu
Harga jual ubi kayu ditingkat petani Ubi Kayu/Eksportir yang mungkin juga
dipengaruhi oleh adanya kebijakan Pemerintah tentang kuota ekspor, serta naik
turunnya nilai dolar terhadap rupiah. Disamping itu bisa dipahami pula bahwa bagi
daerah-daerah penghasil ubi kayu untuk industri, para petani di dalam mengadakan
penanaman tidak mampu mengantisipasi daya serap pihak pabrik pengolahan.
Melalui kemitraan antara Petani Ubi Kayu dengan Pengusaha Pabrik
Pengolahan dan Eksportir, para Pengusaha akan bisa menentukan kepastian jumlah
produksi yang mungkin ditampung dan luas tanam ubi kayu yang akan dilaksanakan
bersama mitra petaninya. Keadaan ini akan dapat mencegah terjadinya produksi yang
melimpah, dan apabila harga pasar yang terjadi lebih tinggi dari tingkat harga itu
disepakati untuk penentuan harga dasar bisa dibuatkan kesepakatan yang tidak
merugikan petani, dan apabila harga pasar lebih tinggi dari kesepakatan harga itu
akan dipergunakan sama dengan harga pasar setempat.
b. Pedagang Pengumpul Perantara
Karena lokasi lahan petani yang terpencar jauh dari Pabrik Pengolahan Ubi
Kayu, maka banyak petani yang terpaksa menjual hasil panen ubi kayu kepada para
Pengumpul atau para Perantara yang datang ke tempat itu. Para Pengumpul ini dengan
kendaraan truk mengambil hasil panen petani untuk dibawa ke pabrik dan ditimbang
untuk menentukan beratnya. Banyak masalah dalam penentuan berat timbangan ini,
yang sering tidak memuaskan dan dapat merugikan petani. Sementara pihak
Pengumpul atau Perantara itu sendiri sangat mengupayakan keuntungan dari
peranannya itu.
15
Kejadian yang sangat merugikan petani adalah kalau dalam kondisi yang serba
tidak kecukupan, petani terpaksa memenuhi kebutuhannya dengan meminta uang
terlebih dahulu sebelum panen dari para Pengumpul atau para Perantara ini. Dalam
keadaan seperti ini, pada saat panen petani bisa jatuh berada pada posisi yang lemah
dalam hal penentuan harga dan berat timbangan hasil panennya yang sering kali
sangat merugikan petani ubi kayu, ditambah juga dengan penentuan rafraksinya yang
tidak transparan.
Untuk memastikan tingkat pendapatan petani ubi kayu dalam
mempertimbangkan pemberian fasilitas kredit, jaminan mengenai kepastian harga dan
tingkat produksi tanaman petani diharapkan akan dapat diperoleh melalui kemitraan
yang didukung dengan perjanjian kerjasama dalam mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan pembinaan produksi, penanganan hasil panen dan harga jual ubi kayu petani
yang mantap.
c. Kebijakan Pengusaha Pabrik Pengolahan Ubi Kayu Tentang Harga Beli Ubi
Kayu Petani
Sering kali dialami bahwa kebijakan harga beli ubi kayu pada saat panen raya
sangat merugikan petani. Beberapa yang sering dikemukakan oleh pihak Pengusaha
adalah terbatasnya daya tampung fasilitas pabrik, dan kuota ekspor yang diterapkan
oleh Pemerintah.
Untuk menjaga agar jangan sampai terjadi produksi yang melimpah, melalui
kemitraan dalam rangka budidaya ubi kayu ini oleh Petani/Kelompok
Tani/Koperasi/KUD diharapkan bisa dipertimbangkan besarnya luas cakupan
kemitraan yang menyangkut luas tanam, jumlah petani peserta dan produktivitas
lahan, sehingga masalah harga bisa dijaga dan ditentukan harga dasarnya sesuai
kemampuan daya tampung produksi dan fasilitas ekspor yang ada secara lokal dan
nasional.
d. Pemasaran Ubi Kayu Petani Dalam Rangka Kemitraan
Dengan kemitraan terpadu antara para Petani dengan Pengusaha
Pengolahan/Ekspotir Ubi Kayu, para Petani menggunakan modal untuk bercocok
tanam ubi kayu dari fasilitas kredit. Kredit ini diberikan oleh Badan pemberi kredit
atas adanya peran serta pihak mitra Pengusaha yang ikut menjamin keberhasilan
usaha dan pelunasan kredit.
Untuk memastikan arus pelunasan kredit dan pembayaran bunganya, para
petani diharuskan melalui kesepakatan bersama menjual produksi ubi kayunya kepada
Pabrik Pengolahan milik mitra dengan harga yang ditetapkan dengan
16
mempertimbangkan terciptanya keuntungan bagi kedua belah pihak secara wajar. Dari
penjualan ini, Petani melalui Pengusaha mitra menyisihkan sejumlah hasil penjualan
ubi kayu yang harus dipergunakan untuk melunasi kredit dan bunganya. Mekanisme
ini diatur dalam Perjanjian Kerjasama seperti contoh tertampir.
2.4. Penerapan Fungsi Manajemen Pada Sub-Sistem Agribisnis
Strategi pembangunan sistem agribisnis yang bercirikan yakni berbasis pada
pemberdayagunaan keragaman sumberdaya yang ada di setiap daerah (domestic resources
based), akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia yang kita miliki, tidak
mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, berorientasi ekspor (selain
memanfaatkan pasar domestik), diperkirakan mampu memecahkan sebagian besar
permasalahan perekonomian yang ada. Selain itu, strategi pembangunan sistem agribisnis
yang secara bertahap akan bergerak dari pembangunan yang mengandalkan sumberdaya alam
dan SDM belum terampil (factor driven), kemudian beralih kepada pembangunan agribisnis
yang digerakkan oleh barang-barang modal dan SDM lebih terampil (capital driven) dan
kemudian beralih kepada pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan SDM terampil (innovationdriven), diyakini mampu mengantarkan perekonomian
Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis dalam perekonomian dunia (Bungaran Saragih,
2001).
Bila dibandingkan dengan pertanian primer atau on farm yang berorientasi pada satu
kegiatan pertanian seperti aktivitas cocok tanam, berkebun, atau berladang, agribisnis lebih
membawa kemudahan dalam persaingan industri, dikarenakan kegiatan pertanian dalam
lingkup agribisnis lebih memadukan pendekatan kegiatan pertanian dengan prinsip ekonomi
dengan menekan faktor produksi seminimal mungkin untuk mencapai keuntungan sebesar
mungkin. Pendekatan pertanian agribisnis diharapkan dapat menghidupkan segala potensi
pertanian, dengan pengelolahan secara subsektoral bersama kelompok tani dengan
memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan, serta mengandalkan pelayanan jasa usaha
pertanian (input, output dan modal).
Subsistem agribisnis ubi dalam penelitian ini diukur dengan cara mengetahui jumlah
skor dari 5 subsistem agribisnis yang meliputi : subsistem pengadaan sarana produksi,
subsistem usahatani, subsistem pengolahan hasil pertanian, subsistem pemasaran, subsistem
jasa dan penunjang.
2.4.1. Agribisnis Hulu
Sistem agribisnis adalah cara baru melihat sektor pertanian (Saragih 2010).
Sistem agribisnis (termasuk agroindustri) dalam konteks strategi industrialisasi yang
mengandalkan industri atau kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan atau menciptakan
17
nilai tambah baru bagi produk-produk pertanian primer serta industri atau kegiatan
lain yang memproduksi bahan-bahan dan alatalat untuk meningkatkan produktivitas
pertanian.
Menurut Saragih (2010) sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari
pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yakni: subsistem
agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan
dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industry pupuk, obat-
obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain); subsistem usahatani
(on-farm agribusiness) yang pada masa lalu kita sebut dengan sektor pertanian
primer, subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu kegiatan
ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam
bentuk yang siap untuk dimasak, siap untuk disaji atau siap untuk dikonsumsi beserta
kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; dan subsistem jasa
layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi,
penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan
pemerintah, asuransi agribisnis dan lain-lain. Berikut lingkup pembangunan dan
sistem usaha.
Gambar 1. Penjelasan Subsistem Agribisnis
Subsistem
Agribisnis
Hulu
Industri
perbenihan/
Pembibitan
tanaman
Industri
agrokimia
Industri
agrootomotif
Subsistem
Usahatani
Subsistem
Pengolahan/
hilir
Subsistem
Pemasaran
Usaha
tanaman
pangan dan
hortikultura
Usaha
perkebunan
Usaha
peternakan
Industri
makanan
Industri
minuman
Industri
pangan
Industri barang
serat alam
Industri
biofarma
Industri
agrowisata dan
estetika
Distribusi
Promosi
Informasi
pasar
Kebijakan
perdagangan
Struktur pasar
Subsistem jasa dan penunjang
Perkreditan dan Asuransi
Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan dan Penyuluhan
Transportasi dan Pergudangan
18
2.4.2. Agribisnis On Farm
Subsistem usahatani merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan
sarana produksi usahatani untuk menghasilkan produk pertanian primer.
Berdasarkan factor agribisnis hulu-hilir, fungsi dan ruang lingkup
agribisnis terbagi menjadi :
ゞ Agribisnis hulu : merupakan agribisnis yang menangani factor produksi dan
sarana untuk usaha tani. Dikenal juga dengan agribisnis input.
ゞ Agribisnis usaha tani : merupakan agribisnis yang melakukan usaha
pemanenan energi surya melalui proses fotosintesis. Dikenal juga dengan
agribisnis produksi.
ゞ Agribisnis hilir : merupakan agribisnis yang mengolah output/hasil produksi
agribisnis. Dikenal juga dengan agribisnis proses dan manufaktur.
ゞ Agribisnis penunjang : seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis.
Dikenal dengan agribisnis jasa.
Fungsi dan ruang lingkup sistem agribisnis hulu-hilir bila dianggap perlu
masih dapat dikembangkan dengan integrasi vertikal dan integrasi horizontal.
Andaikan pengembangan sistem dilakukan dengan model dua dimensi maka akan
ada pengembangan sumbu X dan pengembangan sumbu Y.
2.4.3. Agribisnis Hilir
Berdasarkan sumbu X, pengembangan agribisnis dapat dilakukan dengan
integrasi horisontal (Horizontal Integration) yang merupakan strategi untuk
mengendalikan para pesaing.
 Terkait ke sisi kanan (right side linkage):
merupakan integrasi beberapa perusahaan yang merupakan pesaing
langsung karena memiliki alur sistem agribisnis hulu-hilir yang sama,
tujuannya adalah meniadakan persaingan dan menguasai akses pasar. Misalnya
integrasi sesama agribisnis pakan ternak.
 Terkait ke sisi kiri (left side linkage):
merupakan integrasi beberapa perusahaan yang bukan merupakan
pesaing langsung tetapi saling berkompetisi sebagai produk komplementer
atau sebagai produk substitusi, tujuannya adalah meminimalkan persaingan
dan menguasai pasar. Misalnya agribisnis daging sapi dengan agribisnis telur
dan daging ayam.
19
Berdasarkan sumbu Y pengembangan agribisnis dapat dilakukan dengan
strategi integrasi vertikal (vertical integration strategies) yaitu merupakan strategi
perusahaan untuk menguasai alur sistem agribisnis dari hulu sampai hilir, mulai
dari pemasok bahan baku hingga distribusi pemasaran. Integrasi dilakukan dengan
cara merjer, akuisisi, atau membuat perusahaan tersendiri.
 Integrasi hulu – on farm atau terkait kebelakang (backward linkage) :
Pengembangan agribisnis dengan menggabungkan agribisnis hulu
dengan agribisnis on farm. Tujuannya adalah agar lebih menguasai bahan baku,
faktor produksi dan sarana penunjang produksi.
 Integrasi on farm – hilir atau terkait kedepan (forward linkage) :
Pengembangan agribisnis dengan menggabungkan agribisnis on farm
dengan agribisnis hilir. Tujuannya adalah agar lebih dekat ke konsumen.
 Integrasi hulu – on farm – hilir atau integrasi terkait dari belakang hingga
depan (backward-forward linkage) :
Pengembangan agribisnis dengan menggabungkan agribisnis hulu,
agribisnis on farm dan agribisnis hilir, Tujuannya adalah menguasai bahan
baku dan lebih dekat ke konsumen.
 Integrasi satu alur (hulu – on farm – hilir – penunjang) atau integrasi penuh
(full integration) :
Pengembangan agribisnis yang mengintegrasikan agribisnis hulu, on
farm, hilir dan penunjang. Tujuannya menguasai satu sistem agribisnis hulu-
hilir.
2.4.4. Pemasaran
Merupakan semua kegiatan yang mempengaruhi proses penyampaian
produk dari produsen ke konsumen. Dengan pemahaman tersebut, pelaku akan
lebih mampu bersaing di pasar lokal, antar pulau maupun perdagangan
internasional. Beberapa faktor perlu dikenali yaitu : karakter pelaku perdagangan
ubi (petani, pedagang kecil/ besar); faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran
seperti kualitas ubi, harga jual, margin usaha, dan peran setiap kawasan sentra
produksi dalam memasok pasar kedelai nasional. Sistem pemasaran ubi
berkembang karena dipengaruhi oleh perilaku pedagang besar, pedagang kecil
maupun pengrajin. Kekuatan pelaku pasar tertentu sering menyulitkan
berkembangnya sistem perdagangan yang adil dan merata. Rantai pasokan kedelai
diidentifikasi untuk mengetahui peluang usaha bagi pelaku baru dan untuk
membantu konsumen tertentu, industri kecil dan pengrajin yang dirugikan akibat
lonjakan harga atas permainan oknum pelaku tertentu. Pelaku pasar yang
20
bermoral akan senantiasa memberikan harga yang terjangkau dengan kualitas
yang memenuhi persyaratan usaha industri.
Pelaku baru akan berhasil apabila memahami supply chain komoditas ubi
Daerah produsen tersebut disurvei untuk mengetahui sejauh mana mampu
mencukupi kebutuhan konsumsi dan perlunya tambahan ubi dari daerah lain atau
impor. Margin pemasaran juga disinggung untuk melihat besaran yang
diterimaoleh setiap pelaku dalam rantai pasokan komoditas ubi sebagai acuan
pengembangan usaha.
2.4.5. Penunjang
Subsistem jasa dan penunjang merupakan kegiatan jasa yag menyediakan
jasa bagi agribisnis seperti koperasi, perbankan, litbang, penyuluh, trnsportasi dan
lain–lain.
a. Pelayanan Sarana Produksi
Pelayanan ini harus ada untuk menjamin ketersediaan sarana
usahatani tepat waktu, jumlah dan harga yang wajar. Instansi pemerintah
setempat harus mampu menciptakan iklim usaha dan memberikan dukungan
agar koperasi atau pengusaha dapat menjalankan fungsinya secara wajar.
Diperlukannya rekomendasi berbagai program insentif untuk mendorong
tumbuhnya lembaga pelayanan, khususnya untuk lokasi yang terpencil.
b. Pelayanan Informasi Teknologi Spesifik Lokasi
Pelayanan informasi ini mencakup pemilihan kultivar dengan kualitas
tinggi yang secara ekonomis dapat diproduksi di lokasi setempat, teknologi
pembibitan, teknologi budidaya, pasca panen, pengolahan primer, sekunder
hingga pengepakan buah segar maupun olahannya. Kerjasama peneliti-
penyuluh dalam hal alih teknologi kepada petani harus dilakukan secara
intensif.
Kegiatan perlindungan yang harus mengawali pengembangan kawasan
agribisnis Ubi terutama adalah pengawasan sebagai tindak preventif serta
metode penanggulangan hama dan penyakit yang mungkin mengganggu
tanaman ubi, serta komoditas penunjangnya. Hal ini sangat penting untuk
mencegah kerugian akibat kegagalan panen atau penurunan kualitas produk.
c. Pelayanan Pembibitan
Jaringan kerjasama dengan Penangkar bibit berlabel diperlukan untuk
mendukung pengembangan komoditas ubi . Aspek ini mencakup pengadaan
21
bibit, pengawasan dan sertifikasi bibit, serta pembinaan petani penangkar
bibit, khususnya untuk tanaman unggulan komoditas ubi.
d. Pengairan
Kebun rakyat biasanya memerlukan air untuk budidaya, pasca panen,
dan kegiatan penunjang lainnya. Kebutuhan air bersih akan meningkat kalau
telah terdapat kegiatan pengolahan, terutama dalam bentuk industri
pengolahan pangan. Program pengairan dialokasikan untuk kegiatan
penyediaan sumber air (sumur gali atau PAH) dan saluran air hujan (SPA).
e. Transportasi
Sarana transportasi sangat vital dalam membangun kawasan
agribisnis Ubi, dengan demikian program pembangunan sarana transportasi
yang ada harus diarahkan untuk mampu menjamin tersedianya prasarana
jalan (jalan desa dan jalan hutan) serta fasilitas transportasi yang memadai di
kawasan sentra produksi, yang menghubungkannya dengan pusat-pusat
pelayanan dan pemasaran.
f. Sarana dan Prasarana Pemasaran
Sarana dan prasarana pemasaran, seperti tempat penampungan, alat-alat
penyimpanan dengan fasilitas pasca panen, alat-alat pengepakan, informasi harga
serta fasilitas fisik pasar/kios yang memadai, sangat vital dalam pengembangan
sentra agribisnis Ubi.
2.5. Sub-Sistem Yang Paling Berperan
Subsistem jasa dan penunjang adalah sub-sistem yang paling berperan dalam
pertanian ubi ini, sama seperti komoditi pertanian pada umumnya, meliputi pemerintah (baik
pusat maupun daerah), lembaga pembiayaan, pendidikan dan penyuluhan, transportasi dan
pergudangan, sera penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan ubi di indonesia
ditangani oleh Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian
Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Departemen Pertanian. Sedangkan
pembinaan agroindustri di indonesia dilakukan oleh berbagai instansi, antara lain di
Departemen Pertanian (Direktorat jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil pertanian),
Departemen Perindustrian (Direktorat Agroindustri, dan kantor Menteri Negara Riset dan
teknologi juga terdapat unit yang menangani agroindustri, serta Biro Pusat Statistik juga ada
data pengumpulan agroindustri (Soekartawi 2005).
22
2.6. Resiko Penurunan Nilai Input Dan Output dalam Agribisnis
Setiap kegiatan usaha yang bergerak disektor pertanian khusunya Ubi selalu
dihadapkan pada resiko ketidakpastian yang tidak terlalu tinggi. Resiko ketidakpastian
tersebut meliputi tingkat kegagalan panen, resiko pemasaran dan juga resiko harga. Untuk
mengatasi resiko yang akan dihadapi oleh petani ubi, biasanya petani Ubi sudah menyiapkan
langkah untuk mengantisipasi yang akan dihadapi. Adapun contoh langkah yang dilakukan
petani untuk menghadapi resiko di atas adalah dengan membentuk harga sama dengan petani
ubi lainnya agar persaingan bisa teratur sehingga petani Ubi tidak perlu menjual hasil
pertanian dengan harga yang rendah untuk menarik hati konsumen. Jika dilihat dari segi
pemasarannya, hasil pertanian ubi kayu sangatlah mudah busuk sehingga dari waktu
pemanenan sampai ke pamasaran harus dalam waktu yang dekat, karena apabila terlalu lama
hasilpertanian ubi akan busuk dan akan menyebabkan kerugian bagi petani ubi.
2.7. Tekonologi Alternatif Dalam Upaya Pengembangan Produksi Ubi
Teknologi Penyimpanan
Ubi tidak tahan disimpan lama. Untuk memperpanjang masa simpan, umbi perlu
diolah menjadi bahan-bahan jadi atau setengah jadi. Menurut Damarjati dan Widowati
dalam Zuraida dan Supriati (2001), ada empat kelompok produk olahan ubi jalar, yaitu: 1)
hasil olahan ubi jalar segar, seperti ubi rebus, ubi goreng, ubi timus, kolak, nogosari, getuk,
dan pie, 2) produk siap santap, misalnya keremes, saos, selai, hasil substitusi dengan
tepung seperti biskuit, roti, dan kue, bentuk olahan dengan buah-buahan seperti manisan
dan asinan, 3) produk siap masak seperti chips, mi,dan bihun, dan 4) produk bahan baku
yang biasanya kering, setengah jadi, awet dan dapat disimpan lama, misalnya irisan ubi
kering, tepung, dan pati, bisa juga menjadi campuran utama dalam membuat saos tomat,
selai, dan sambal.
Cara lain untuk memperpanjang masa simpan umbi adalah dengan pelumpuran.
Bobot umbi yang disimpan menurut cara petani dan cara pelumpuran disajikan pada
Bobot umbi yang disimpan dengan cara pelumpuran selama 3 bulan hanya menurun
33,47%, sedangkan umbi yang disimpan dengan cara petani dengan periode simpan yang
sama sudah busuk. Umbi yang disimpan dengan cara pelumpuran masih utuh dengan
bobot 2,60 kg. Teknologi ini dapat diterapkan bila kebun kebanjiran sehingga ubi jalar
harus dipanen serempak agar tidak busuk akibat tergenang air.
Langkah operasional yang harus dilakukan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Papua untuk mengembangkan tanaman pangan antara lain adalah
penyediaan benih bermutu varietas unggul, pemupukan berimbang, penyediaan sarana
produksi, perluasan areal tanam dan optimalisasi pemanfaatan lahan, pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), serta penanganan panen dan pascapanen.
23
Teknologi untuk mendukung program tersebut telah tersedia dan siap diimplementasikan
di lapangan.
a. Investasi peralatan dibutuhkan baik untuk peningkatan kapasitas produksi maupun
untuk perbaikan kualitas produk ubi kayu. Hal ini mengingat peluang pasar domestik
maupun ekspor masih sangat terbuka dan sejauh ini belum optimal mampu
dimanfaatkan oleh pelaku usaha ubi kayu.
b. Pembiayaan dari lembaga keuangan formal (bank) sangat dibutuhkan untuk
pengadaan alat-alat baik untuk perbaikan mesin maupun pembeliaan mesin baru.
Guna memotivasi pelaku usaha untuk mengakses kredit dari perbankan maka perlu
ada skim pembiayaan yang dapat mengakomodir siklus produksi dan nature of
business gula aren.
c. Untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu produk yang dihasilkan, maka pengusaha
perlu lebih memperdalam pengetahuan mengenai teknik produksi, teknologi, dan
informasi mengenai produksi ubi kayu yang efektif dan higienis
d. Untuk meningkatkan produksi, perlu diadakan pembudidayaan bibit ubi kayu secara
intensif untuk menggantikan pohon sudah tidak produktif lagi. Selain itu perlu adanya
transfer teknologi pengolahan ubi kayu cetak dan semut melalui pelatihan dan
penyuluhan secara berkala dan pengenalan teknologi tepat guna sehingga lebih efisien.
e. Untuk memperbaiki pola pemasaran, pengusaha sebaiknya mendapat pelatihan
mengenai strategi pemasaran yang baik untuk meningkatkan penjualan produknya
dan mendapatkan harga yang baik.
2.8. Pengembangan Agribisnis Komoditi Ubi
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan produktivitas
b. Meningkatkan pendapatan petani
c. Meningkatkan serta membuka kesempatan kerja
Melalui perluasan areal tanaman dari 2105 Ha pada tahun 2007 meningkat
menjadi 3105 Ha untuk tahun 2008 dengan harapan kapasitas produksi per Hektar 18 ton
sehingga per musim produksi ubi jalar mencapai 55890 ton/musim atau pertahun 111780
ton (2 musim).
Membangun pabrik chips ubi dengan kapasitas 12 ton/hari, Adanya kerjasama
dengan pabrik tepung yang ada di Kabupaten Kuningan dengan kapasitas 12 ton/hari dan
juga untuk kebutuhan-kebutuhan pabrik tepung lainnya yang ada di luar Kabupaten
Kuningan.
24
2.9. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan
ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik
untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bias
dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka
Gambar 2. Analisis SWOT
2.9.1. Kekuatan (Strengths)
Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek
atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang
terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep itu sendiri.
Strenght ini bersifat internal dari organisasi atau sebuah program.
Contoh :
1. Jumlah anggota yang lebih dari cukup (kuantitatif)
2. Berpengalaman dalam beberapa kegiatan (kualitatif)
2.9.2. Kelemahan (Weakness)
Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau
konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisias merupakan faktor yang
terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep itu sendiri. Atau
kegiatan-kegiatan organisasi yang tidak berjalan dengan baik atau sumber daya
yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi tidak dimiliki oleh organisasi.
Kelemahan itu terkadang lebih mudah dilihat daripada sebuah kekuatan,
namun ada beberapa hal yang menjadikan kelemahan itu tidak diberikan solusi
yang tepat dikarenakan tidak dimaksimalkan kekuatan yang sudah ada.
Contoh :
1. Kurang terbinanya komunikasi antar anggota
2. Jaringan yang telah terbangun tidak dimaksimalkan oleh seluruh anggota.
25
2.9.3. Peluang (Opportunities)
Merupakan kondisi peluang berkembang dimasa datang yang terjadi
merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
Misalanya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar.
Opportunity tidak hanya berupa kebijakan atau peluang dalam hal
mendapatkan modal berupa uang, akan tetapi bisa juga berupa respon
masyarakat atau isu yang sedang diangkat.
Contoh :
1. Masyarakat sedang menyukai tentang hal-hal yang bersifat reboisasi
lingkungan
2. Isu yang sedang diangkat merupakan isu yang sedang menjadi topic utama.
2.9.4. Kendala (Threats)
Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu
organisasi, proyek atau konsep itu sendiri.
Ancaman ini adalah hal yang terkadang selalu terlewat dikarenakan banyak
yang ingin mencoba untuk kontroversi atau out of stream (melawan arus)
namun pada kenyataannya organisasi tersebut lebih banyak layu sebelum
berkembang.
Contoh :
1. Masyarakat sudah jenuh dengan pilkada
2. Isu agama yang berupa ritual telah membuat masyarakat bosan.
2.10. Lembaga Pemasaran
Saluran pemasaran merupakan jembatan antara dan petani akhir yang
melaluio berbagai tingkatan lembaga pemasaran. Saluran pemasaran yang dilalui sangat
berpengaruh terhadap keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga
pemasaran yang terlibat dalam penyaluran produksi ubi. Lembaga pemasaran yang
terlibat dalam penyaluran produksi ubi sampai ketangan konsumen akhir adalah
Departemen Pertanian dan petani, tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar,
serta pedagang pengecer, industri pakan ternak, industri makanan, eksportir dan
konsumen (Juanda & Cahyono, 2004).
Lembaga pemasaran inilah yang kemudian akan berperan dalam menjamin
sampainya produk ubi tersebut ketangan konsumen secara efisien.
26
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Peluang pasar komoditas yang menggunakan ubi kayu sebagai bahan bakunya, seperti
tepung tapioka dan gaplek, baik untuk ekspor ataupun untuk keperluan dalam negeri
masih terus terbuka, sehingga secara tidak langsung memberikan peluang bagi
diadakannya pengembangan dan peningkatan produksi ubi kayu pada umumnya di
Indonesia.
2. Besarnya potensi pengembangan agroindustri tepung ubi merupakan modal dasar bagi
pembangunan agroindustri ubi jalar secara lebih konkrit.
3. Secara teknis, sumber daya lahan dan sumber daya manusia untuk pengembangan
produksi ubi kayu di Indonesia masih banyak tersedia di berbagai wilayah, terutama di
daerah-daerah lahan kering Luar Jawa.
4. Beberapa kendala yang dihadapi oleh para petani dalam pengembangan budidaya ubi
kayu adalah masalah penyertaan modal, penyediaan saprodi, pemasaran hasil dan
keadaan harga jual umbi pada waktu panen yang sering tidak menguntungkan petani.
Hal ini menjadi perhatian dalam mempertimbangkan pengamanan pemberian kredit
dari pihak Bank kepada petani, yang hasilnya dilaporkan dalam bentuk Model
Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu (MK-PKT) Usaha Budidaya Ubi Kayu.
5. Berdasarkan analisis finansial, pemberian KUT, KKPA ataupun skim kredit lainnya
(sampai dengan tingkat bunga 28%), terlihat masih memiliki landasan kelayakan
finansial apabila pelaksanaan usahanya menggunakan Pola Kemitraan Terpadu seperti
dibahas dalam Model Kelayakan ini.
3.2. Saran
 Petani diharapkan selain sebagai pelaku produksi Ubi petani juga harus berperan
sebagai pelaku tataniaga karena dapat meningkatkan taraf hidup petani.
 Petani diharapkan selain menjual dalam bentuk bahan baku namun juga petani harus
menjual dalam bentuk yang sudah diolah menjadei produk jadi ataupun stengah jadi,
seperti tepung ubi yang dimkanfaatkan sebagai bahan baku industri, dan kerupuk dan
berbagai makanan sehingga memiliki nilai tambah.
 Untuk menjaga kelestarian lahan dan keberlanjutan usaha, aspek teknis budidaya ubi
kayu ini agar mendapatkan perhatian dengan menyertakan pemberian pupuk organik
di samping pupuk anorganik (seperti urea) dan mengembalikan sisa-sisa tanaman ke
dalam tanah. Diadakannya tumpangsari dengan tanaman kacang-kacangan atau
27
diadakannya rotasi bergilir dengan tanaman lain, akan dapat membantu mencegah
terkurasnya unsur hara tanah.
 Guna mencegah biaya angkut yang tinggi, proyek pengembangan budidaya ubi kayu
sebaiknya dilaksanakan pada lokasi yang tidak jauh di sekitar Pabrik Pengolahan ubi
kayu atau gudang pengumpulan gaplek milik mitra Pengusaha Besar yang
bersangkutan.
 Untuk mengantisipasi fluktuasi harga jual ubi kayu hasil panen petani, jadual dan luas
tanam sebaiknya disesuaikan dengan permintaan dari Perusahaan mitra pengguna ubi
kayu tersebut.
28
DAFTAR PUSTAKA
www.untirta-network.co.cc
http://taufikhidayat.blogspot.com/2011/12/analisis-tataniaga-ubi-jalar-ipomoea.html?m=1
Bungaran Saragih. 2001. Agribisnis. Jakarta : Pengembangan Sinar Tani.
Setiyono, A and Soemardi. Masalah Ubi Kayu dan Mutu Gaplek di Lampung. In. : Laporan
Tahunan, Sub-Balai Penelitian Tanaman Pangan.
Oramahi, H.A. 2005. Pengolahan Gaplek “Chips” Dapat Meningkatkan Pendapatan Petani?
Kedaulatan Rakyat, 24 Juni 2005, hal. 10.
Suprapti, M.L. 2005. Tepung Tapioka: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius,
Yogyakarta.
Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2005-2009. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Ibrahim, D. 1997. Strategi Pemasaran Industri Pangan dalam Globalisasi. Majalah Pangan.
No.33, Vol.IX. Jakarta.
Siew Moi, Lee, 2002. Peluang Pasar Sayur Sumatera di Singapura. Dalam Prosiding Pertemuan
Regional Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Hal 27-32. Direktorat
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Dengan Dinas Pertanian Provinsi
Riau.
Wan Ibrahim Wan daud, Dato’, 2002. Peluang Pasar Sayur Sumatera di Malaysia. Dalam
Prosiding Pertemuan Regional Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Hal
34-48. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Dengan Dinas
Pertanian Provinsi Riau.
Widowati, S. dan D.S. Dmardjati. 2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal dan Peran
Teknologi Pangan Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Majalah 36 (X) :3-11.
Bulog. Jakarta.
Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. BPS. Dikumpulkan dari Buku Tahun
1990 – 1998
29
Juanda & Cahyono, 2004. Lembaga pemasaran dalam pemasaran ubi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Soekartawi. 2005. Lembaga pemasaran. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan
atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi)
New Weave (2002:170) dan Schuler (1986) Empowerment and the Law
J. Wargiono. Ahli Peneliti Utama pada Puslitbang Tanaman Pangan.
Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. BPS 1997.
Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang (UMM
Press). Malang
Lies, Suprapti. 2003. Teknologi Tepat Guna Dalam Budidaya dan Teknologi Pengolahan pangan
tepung Ubi Jalar. Penerbiat kanisuis. Yogyakarta
Anonimous. 2000. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005. Pemerintah Republik
Indonesia Bekerjasama dengan World Health Organization. Jakarta
Anonimous. 2003. Pengkajian Analisis Konsumsi dan Penyediaan Pangan. Kerjasama BBKP,
Deptan dengan Fakultas Pertanian, IPB. Jakarta.
Badan Bimas Ketahanan Pangan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 68 Tahun
2002 Tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Industri Besar dan Sedang. Bagian III. Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2002. Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Aneka
Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal. Jakarta.
Bradford, R.W., P.J. Duncan, and B. Tarcy. 2000. Simplified Strategic Planning: A No-Nonsense
Guide for Busy People Who Want Result Fast! www.quickmba.com/strategy/swot/
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. 2004. Laporan Tahunan, 2004. Surabaya.
Ketahanan Pangan. Pusat penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor, hal.167-172.
Suprapti, M.L. 2005. Tepung Tapioka: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius,
Yogyakarta.
Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2005-2009. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Suryana, M.A. Husaini, M. Atmowidjojo, dan S. Koswara (Eds.). Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi VI. LIPI. Jakarta.

More Related Content

What's hot

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
 
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)Novia Tri Handayani S
 
Klasifikasi Usahatani
Klasifikasi UsahataniKlasifikasi Usahatani
Klasifikasi UsahataniJoel mabes
 
Aspek sosial ekonomi dan budaya agroforestri
Aspek sosial ekonomi dan budaya agroforestriAspek sosial ekonomi dan budaya agroforestri
Aspek sosial ekonomi dan budaya agroforestriabdul samad
 
Minggu V Vii
Minggu V ViiMinggu V Vii
Minggu V Viisudiono
 
CIRI-CIRI PERTANIAN ( TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI BERKELANJUTAN )
CIRI-CIRI PERTANIAN ( TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI BERKELANJUTAN )CIRI-CIRI PERTANIAN ( TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI BERKELANJUTAN )
CIRI-CIRI PERTANIAN ( TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI BERKELANJUTAN )Qiqi Gobel
 
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklimTungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklimKhairullah Khairullah
 
Analisis agroekosistem
Analisis agroekosistemAnalisis agroekosistem
Analisis agroekosistemmuditateach
 
Dormansi biji
Dormansi bijiDormansi biji
Dormansi bijiAlvadoc
 
Investasi sektor pertanian
Investasi sektor pertanianInvestasi sektor pertanian
Investasi sektor pertanianJoel mabes
 
Dedi firmanto komunikasi, adopsi, dan difusi inovasi dalam
Dedi firmanto komunikasi, adopsi, dan difusi inovasi dalamDedi firmanto komunikasi, adopsi, dan difusi inovasi dalam
Dedi firmanto komunikasi, adopsi, dan difusi inovasi dalamDedi Firmanto
 
Teknis perbanyakan agens hayati
Teknis perbanyakan  agens hayatiTeknis perbanyakan  agens hayati
Teknis perbanyakan agens hayatipandirambo900
 
Cara menghitung kebutuhan tenaga panen kebun kelapa sawit
Cara menghitung kebutuhan tenaga panen kebun kelapa sawitCara menghitung kebutuhan tenaga panen kebun kelapa sawit
Cara menghitung kebutuhan tenaga panen kebun kelapa sawitBenny Benny
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANLAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANdyahpuspita73
 
Laporan fieldtrip usaha tani
Laporan fieldtrip usaha taniLaporan fieldtrip usaha tani
Laporan fieldtrip usaha tanifahmiganteng
 
Pengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohonPengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohonida lestari
 
Bab 6-pengembangan-alat-dan-mesin-pertanian
Bab 6-pengembangan-alat-dan-mesin-pertanianBab 6-pengembangan-alat-dan-mesin-pertanian
Bab 6-pengembangan-alat-dan-mesin-pertanianNanda Saragih
 

What's hot (20)

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
 
Klasifikasi Usahatani
Klasifikasi UsahataniKlasifikasi Usahatani
Klasifikasi Usahatani
 
Aspek sosial ekonomi dan budaya agroforestri
Aspek sosial ekonomi dan budaya agroforestriAspek sosial ekonomi dan budaya agroforestri
Aspek sosial ekonomi dan budaya agroforestri
 
Minggu V Vii
Minggu V ViiMinggu V Vii
Minggu V Vii
 
CIRI-CIRI PERTANIAN ( TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI BERKELANJUTAN )
CIRI-CIRI PERTANIAN ( TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI BERKELANJUTAN )CIRI-CIRI PERTANIAN ( TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI BERKELANJUTAN )
CIRI-CIRI PERTANIAN ( TUGAS PENGANTAR ILMU EKONOMI BERKELANJUTAN )
 
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklimTungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
 
Analisis agroekosistem
Analisis agroekosistemAnalisis agroekosistem
Analisis agroekosistem
 
Dormansi biji
Dormansi bijiDormansi biji
Dormansi biji
 
Investasi sektor pertanian
Investasi sektor pertanianInvestasi sektor pertanian
Investasi sektor pertanian
 
Dedi firmanto komunikasi, adopsi, dan difusi inovasi dalam
Dedi firmanto komunikasi, adopsi, dan difusi inovasi dalamDedi firmanto komunikasi, adopsi, dan difusi inovasi dalam
Dedi firmanto komunikasi, adopsi, dan difusi inovasi dalam
 
Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanPertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan
 
Teknis perbanyakan agens hayati
Teknis perbanyakan  agens hayatiTeknis perbanyakan  agens hayati
Teknis perbanyakan agens hayati
 
Cara menghitung kebutuhan tenaga panen kebun kelapa sawit
Cara menghitung kebutuhan tenaga panen kebun kelapa sawitCara menghitung kebutuhan tenaga panen kebun kelapa sawit
Cara menghitung kebutuhan tenaga panen kebun kelapa sawit
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANLAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
 
Laporan fieldtrip usaha tani
Laporan fieldtrip usaha taniLaporan fieldtrip usaha tani
Laporan fieldtrip usaha tani
 
Hama pada tanaman tembakau
Hama pada tanaman tembakauHama pada tanaman tembakau
Hama pada tanaman tembakau
 
Pemanfaatan limbah coco peat untuk media tanam
Pemanfaatan limbah coco peat untuk media tanamPemanfaatan limbah coco peat untuk media tanam
Pemanfaatan limbah coco peat untuk media tanam
 
Pengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohonPengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohon
 
Bab 6-pengembangan-alat-dan-mesin-pertanian
Bab 6-pengembangan-alat-dan-mesin-pertanianBab 6-pengembangan-alat-dan-mesin-pertanian
Bab 6-pengembangan-alat-dan-mesin-pertanian
 

Viewers also liked

Mewujudkan Agribisnis di Desa
Mewujudkan Agribisnis di DesaMewujudkan Agribisnis di Desa
Mewujudkan Agribisnis di DesaBBPP_Batu
 
Subsistem hulu hilir komoditi lele
Subsistem hulu   hilir komoditi leleSubsistem hulu   hilir komoditi lele
Subsistem hulu hilir komoditi leleAnggi Ahmad
 
Subsistem Agribisnis Hulu
Subsistem Agribisnis HuluSubsistem Agribisnis Hulu
Subsistem Agribisnis Hulubillah27
 
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkong
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkongProposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkong
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkongHasan Azzaidi Al-Bangkawi
 
Teknik budidaya jagung
Teknik budidaya jagungTeknik budidaya jagung
Teknik budidaya jagungagussy supri
 
ITP UNS SEMESTER 2 Pengertian agribisnis
ITP UNS SEMESTER 2 Pengertian agribisnisITP UNS SEMESTER 2 Pengertian agribisnis
ITP UNS SEMESTER 2 Pengertian agribisnisFransiska Puteri
 
Budidaya Tanaman Pangan (Jagung)
Budidaya Tanaman Pangan (Jagung)Budidaya Tanaman Pangan (Jagung)
Budidaya Tanaman Pangan (Jagung)inezya thalita
 
Pti08 rantai pasok
Pti08 rantai pasokPti08 rantai pasok
Pti08 rantai pasokArif Rahman
 
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12Ziemen G. Sasmita
 
Bisnis singkong membangun bangsa
Bisnis singkong membangun bangsaBisnis singkong membangun bangsa
Bisnis singkong membangun bangsabumnbersatu
 

Viewers also liked (20)

Mewujudkan Agribisnis di Desa
Mewujudkan Agribisnis di DesaMewujudkan Agribisnis di Desa
Mewujudkan Agribisnis di Desa
 
Subsistem hulu hilir komoditi lele
Subsistem hulu   hilir komoditi leleSubsistem hulu   hilir komoditi lele
Subsistem hulu hilir komoditi lele
 
Subsistem Agribisnis Hulu
Subsistem Agribisnis HuluSubsistem Agribisnis Hulu
Subsistem Agribisnis Hulu
 
Makalah ubi jalar
Makalah ubi jalarMakalah ubi jalar
Makalah ubi jalar
 
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkong
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkongProposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkong
Proposal Kerja sama peminjaman modal kebun singkong
 
Prospek Agribisnis
Prospek AgribisnisProspek Agribisnis
Prospek Agribisnis
 
CV DIDIN 2016. PDF
CV DIDIN 2016. PDFCV DIDIN 2016. PDF
CV DIDIN 2016. PDF
 
Teknik budidaya jagung
Teknik budidaya jagungTeknik budidaya jagung
Teknik budidaya jagung
 
ITP UNS SEMESTER 2 Pengertian agribisnis
ITP UNS SEMESTER 2 Pengertian agribisnisITP UNS SEMESTER 2 Pengertian agribisnis
ITP UNS SEMESTER 2 Pengertian agribisnis
 
Budidaya kacang tanah
Budidaya kacang tanahBudidaya kacang tanah
Budidaya kacang tanah
 
Pengantar agribisnis
Pengantar agribisnisPengantar agribisnis
Pengantar agribisnis
 
Budidaya Tanaman Pangan (Jagung)
Budidaya Tanaman Pangan (Jagung)Budidaya Tanaman Pangan (Jagung)
Budidaya Tanaman Pangan (Jagung)
 
Makalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilirMakalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilir
 
Pti08 rantai pasok
Pti08 rantai pasokPti08 rantai pasok
Pti08 rantai pasok
 
Potensi Geografis Indonesia
Potensi Geografis IndonesiaPotensi Geografis Indonesia
Potensi Geografis Indonesia
 
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
 
Budidaya jagung
Budidaya jagungBudidaya jagung
Budidaya jagung
 
Makalah perkebunan kelapa sawit
Makalah perkebunan kelapa sawitMakalah perkebunan kelapa sawit
Makalah perkebunan kelapa sawit
 
Bisnis singkong membangun bangsa
Bisnis singkong membangun bangsaBisnis singkong membangun bangsa
Bisnis singkong membangun bangsa
 
Keripik singkong
Keripik singkongKeripik singkong
Keripik singkong
 

Similar to Agribisnis

bahan pangan masyarakat
bahan pangan masyarakatbahan pangan masyarakat
bahan pangan masyarakatDino Rhamza
 
Pemanfaatan Buah Gayam (Inocarpus edulis) untuk Dijadikan Tepung sebagai Baha...
Pemanfaatan Buah Gayam (Inocarpus edulis) untuk Dijadikan Tepung sebagai Baha...Pemanfaatan Buah Gayam (Inocarpus edulis) untuk Dijadikan Tepung sebagai Baha...
Pemanfaatan Buah Gayam (Inocarpus edulis) untuk Dijadikan Tepung sebagai Baha...asriss
 
Tanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuTanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuNur Haida
 
Umbi talas sumber karbohidrat murah pengganti nasi.
Umbi talas sumber karbohidrat murah pengganti nasi.Umbi talas sumber karbohidrat murah pengganti nasi.
Umbi talas sumber karbohidrat murah pengganti nasi.muhammad123syafii
 
BAB I - IV (PEMBUATAN TAPE SINGKONG)-FAJAR DKK.
BAB I - IV (PEMBUATAN TAPE SINGKONG)-FAJAR DKK.BAB I - IV (PEMBUATAN TAPE SINGKONG)-FAJAR DKK.
BAB I - IV (PEMBUATAN TAPE SINGKONG)-FAJAR DKK.Phaphy Wahyudhi
 
Tepung sukun
Tepung sukunTepung sukun
Tepung sukunBP4K
 
Makalahbudidaya ttalas
Makalahbudidaya ttalasMakalahbudidaya ttalas
Makalahbudidaya ttalasmoe2l
 
3 Pekarangan.pptx
3 Pekarangan.pptx3 Pekarangan.pptx
3 Pekarangan.pptxYantoGalut1
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung AGROTEKNOLOGI
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung AGROTEKNOLOGI
 
BAB I - IV (PEMBUATANN TAPE SINGKONG) 9C
BAB I - IV (PEMBUATANN TAPE SINGKONG) 9CBAB I - IV (PEMBUATANN TAPE SINGKONG) 9C
BAB I - IV (PEMBUATANN TAPE SINGKONG) 9CPhaphy Wahyudhi
 
Laporan Produksi Tanaman Kedelai
Laporan Produksi Tanaman KedelaiLaporan Produksi Tanaman Kedelai
Laporan Produksi Tanaman KedelaiAGROTEKNOLOGI
 
Pengembangan kripik ubi Putri Azzaraa.docx
Pengembangan kripik ubi Putri Azzaraa.docxPengembangan kripik ubi Putri Azzaraa.docx
Pengembangan kripik ubi Putri Azzaraa.docxPutri Azzara Arjani
 
Laporan pisang klutuk fakultas
Laporan pisang klutuk fakultasLaporan pisang klutuk fakultas
Laporan pisang klutuk fakultasAyyu Sartheeqaa
 
Pengabdian masyarakat 02 jadi
Pengabdian masyarakat 02 jadiPengabdian masyarakat 02 jadi
Pengabdian masyarakat 02 jadiDediKusmana2
 
Teknologi produksi tanaman jagung
Teknologi produksi tanaman jagung Teknologi produksi tanaman jagung
Teknologi produksi tanaman jagung Fitri Hamasah
 

Similar to Agribisnis (20)

bahan pangan masyarakat
bahan pangan masyarakatbahan pangan masyarakat
bahan pangan masyarakat
 
Pemanfaatan Buah Gayam (Inocarpus edulis) untuk Dijadikan Tepung sebagai Baha...
Pemanfaatan Buah Gayam (Inocarpus edulis) untuk Dijadikan Tepung sebagai Baha...Pemanfaatan Buah Gayam (Inocarpus edulis) untuk Dijadikan Tepung sebagai Baha...
Pemanfaatan Buah Gayam (Inocarpus edulis) untuk Dijadikan Tepung sebagai Baha...
 
Uwi
UwiUwi
Uwi
 
Tanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuTanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayu
 
Umbi talas sumber karbohidrat murah pengganti nasi.
Umbi talas sumber karbohidrat murah pengganti nasi.Umbi talas sumber karbohidrat murah pengganti nasi.
Umbi talas sumber karbohidrat murah pengganti nasi.
 
BAB I - IV (PEMBUATAN TAPE SINGKONG)-FAJAR DKK.
BAB I - IV (PEMBUATAN TAPE SINGKONG)-FAJAR DKK.BAB I - IV (PEMBUATAN TAPE SINGKONG)-FAJAR DKK.
BAB I - IV (PEMBUATAN TAPE SINGKONG)-FAJAR DKK.
 
Tepung sukun
Tepung sukunTepung sukun
Tepung sukun
 
Makalahbudidaya ttalas
Makalahbudidaya ttalasMakalahbudidaya ttalas
Makalahbudidaya ttalas
 
Laporan nata
Laporan nataLaporan nata
Laporan nata
 
Ppt_kedelai.pptx
Ppt_kedelai.pptxPpt_kedelai.pptx
Ppt_kedelai.pptx
 
3 Pekarangan.pptx
3 Pekarangan.pptx3 Pekarangan.pptx
3 Pekarangan.pptx
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
 
BAB I - IV (PEMBUATANN TAPE SINGKONG) 9C
BAB I - IV (PEMBUATANN TAPE SINGKONG) 9CBAB I - IV (PEMBUATANN TAPE SINGKONG) 9C
BAB I - IV (PEMBUATANN TAPE SINGKONG) 9C
 
Laporan Produksi Tanaman Kedelai
Laporan Produksi Tanaman KedelaiLaporan Produksi Tanaman Kedelai
Laporan Produksi Tanaman Kedelai
 
Pengembangan kripik ubi Putri Azzaraa.docx
Pengembangan kripik ubi Putri Azzaraa.docxPengembangan kripik ubi Putri Azzaraa.docx
Pengembangan kripik ubi Putri Azzaraa.docx
 
Laporan pisang klutuk fakultas
Laporan pisang klutuk fakultasLaporan pisang klutuk fakultas
Laporan pisang klutuk fakultas
 
Laporan pisang klutuk fakultas
Laporan pisang klutuk fakultasLaporan pisang klutuk fakultas
Laporan pisang klutuk fakultas
 
Pengabdian masyarakat 02 jadi
Pengabdian masyarakat 02 jadiPengabdian masyarakat 02 jadi
Pengabdian masyarakat 02 jadi
 
Teknologi produksi tanaman jagung
Teknologi produksi tanaman jagung Teknologi produksi tanaman jagung
Teknologi produksi tanaman jagung
 

Recently uploaded

Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 

Recently uploaded (20)

Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 

Agribisnis

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi kayu atau ketela pohon (Manihot Esculenta Grant) adalah salah satu komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan maupun sumber pakan. Hal ini disebabkan karena tanaman ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa panennya yang tidak diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup. Selain itu, daun dan umbi ubi kayu dapat diolah menjadi aneka makanan, baik makanan utama maupun selingan. Ubi kayu segar memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah pada saat panen raya, karena itu perlu suatu upaya meningkatkan nilai tambah (added value) dari ubi kayu dengan mengolah menjadi beranekaragam produk. Alternatif pengolahan umbi ubi kayu yang sedang digalakkan oleh pemerintah adalah pengolahan umbi ubi kayu menjadi tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu (kasava) adalah tepung yang dihasilkan dari penghancuran (penepungan) umbi ubi kayu yang telah dikeringkan. Dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk produk akhir juga sebagai substitusi terigu serta dapat digunakan menjadi salah satu komoditi ekspor maupun bahan baku industri. Tepung kasava di Indonesia sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan pencampur (substitusi) untuk industri pangan, terutama industri mie. Dengan kandungan serat yang tinggi menyebabkan keterbatasan aplikasi tepung kasava tersebut. Perbaikan tepung kasava melalui perbaikan proses produksi dilakukan untuk memperbaiki struktur komponen serat yang ada di dalam ubi kayu dan menurunkan kandungan HCN pada tepung. Penambahan enzim selulolitik diharapkan akan meningkatkan daya cerna tepung, kandungan oligosakarida yang berfungsi sebagai bahan pangan probiotik, namun tidak merubah atau mempengaruhi struktur dari komponen patinya. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa bakteri isolate local yang dimiliki mempunyai keunggulan karena memiliki kemampuan selulolitik, serta berpotensi xilanolitik atau hemiselulolitik. Keripik singkong merupakan makanan kudapan/cemilan yang paling populer, terutama bila ditinjau dari penyebarannya, dimana keripik singkong ditemukan di hampir semua kabupaten Selain keripik, produk olahan ubikayu lainnya yang populer adalah opak, getuk, lanting, slondok, alen-alen, rengginang, emping, dan lain-lain. Keripik, emping singkong dan slondok sekarang tersedia dalam aneka rasa seperti rasa keju, manis, asin, pedas, manis pedas, rasa udang dan sebagainya. Beberapa jenis produk olahan lain yang ditemukan di beberapa kabupaten di Jawa adalah gatot, sawut, klenyem, kolak, pais, sermiyer, aneka kue, ampyang, walangan, dan gredi. Di Sumatera, ubi kayu
  • 2. 2 umumnya diolah menyerupai hasil olahan di Jawa, meskipun keragamannya tidak sebanyak di Jawa. Di wilayah ini, selain direbus atau digoreng, ubikayu diolah menjadi keripik, tape, kebuto (Kabupaten Luwuk Banggai), kepuso, kambuse (Kabupaten Kendari) dan aneka kue. Konsumsi makanan pokok merupakan proporsi terbesar dalam susunan hidangan di Indonesia, karena dianggap terpenting di antara jenis makanan lain. Suatu hidangan bila tidak mengandung bahan makanan pokok dianggap tidak lengkap oleh masyarakat (Sediaoetama, 1999). Makanan pokok seringkali mendapat penghargaan lebih tinggi oleh masyarakat dibanding lauk-pauk. Orang merasa puas asalkan bahan makanan pokok tersedia lebih besar dibanding jenis makanan lain (Soedarmo dan Sediaoetama, 1985). Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Balit Pascapanen Pertanian, 2002). Ubikayu mempunyai potensi baik untuk dikembangkan menjadi bahan pangan pokok selain beras (Suprapti, 2005), Ubikayu umum dikonsumsi dalam bentuk ubi rebus, tiwul (gaplek) maupun sebagai campuran beras (dalam bentuk oyek). Penggunaan ubikayu sebagai campuran beras (oyek) ditemukan di sebagian Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Menurut Suryana et al. (1990), untuk konsumsi langsung ubikayu sudah menjadi komoditas inferior. Ubikayu dimanfaatkan untuk substitusi beras terutama di kalangan penduduk miskin di musim paceklik di mana harga beras relatif tinggi. Mikroorganisme selulolitik memainkan peranan penting dalam biosfir dengan mendaur-ulang selulosa. Mikroorganisme jenis ini juga penting dalam beberapa proses fermentasi dalam industri, terutama dalam penghancuran limbah selulosa secara anaerob, sehingga menghasilkan lignoselulosa dengan persentase tinggi. Mikroorganisme selulolitik umumnya ialah bakteri dan cendawan, walaupun kadang- kadang beberapa protozoa anaerobik juga mampu mendegradasi selulosa. Cendawan diketahui paling baik dalam mendegradasi selulosa, tetapi bakteri menjadi pilihan utama. Hal ini dikarenakan, ukuran molekul enzim selulase yang dihasilkan cendawan terlalu besar untuk dapat berdifusi ke dalam jaringan tumbuhan yang mengandung selulosa. Enzim selulase bakteri lebih stabil pada perlakuan panas, tingkat pertumbuhannya cepat, memiliki variabilitas genetik yang luas, dan lebih mudah untuk direkayasa secara genetik dibandingkan dengan cendawan. Aplikasi selulase untuk bioteknologi pada saat ini mulai menunjukkan kemajuan. Enzim selulase di antaranya biasa digunakan dalam bioteknologi pulp dan kertas, dalam mengekstraksi jus buah, dan mempersiapkan ekstrak biji kopi dan vanilla bagi konsumsi
  • 3. 3 manusia. Granula pati mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida merupakan sumber karbohidrat yang terbarukan untuk produksi tepung. 1.2. Tujuan 1. Untuk pemanfaatannya lebih luas dalam industri dan meningkatkan nilai tambah ubi kayu. 2. Untuk mengetahui jenis – jenis produk olahan dari Ubi Kayu yang memiliki nilai jual tinggi 3. Untuk mengetahui permasalahan atau kendala dalam pengembangan agribisnis Ubi Kayu. 4. Untuk Mengetahui Sub Sistem yang berperan dalam agribisnis Ubi Kayu. 5. Untuk mengetahui resiko dalam agribisnis Ubi Kayu. 6. Untuk mengetahui teknologi yang berperan dalam pengembangan agribisnis Ubi Kayu. 7. Untuk mengetahui lembaga – lembaga pemasaran yang terkait dalam proses pemasaran Ubi Kayu. 8. Untuk melihat kelayakan usaha agribisnis ubi. 9. Produksi dan pendapatan pada usaha tani ubi kayu 10. Kondisi pemasaran ubi kayu 11. Kondisi antara hubungan sub-sistem agribisnis ubi 12. Mendeskripsikan kontribusi energi dan pola makan makanan pokok rumah tangga. 1.3. Manfaat Di beberapa daerah tertentu, ubi merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan orang sepanjang tahun Ubi dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan. 1. Agar bisa membuka usaha agribisnis Ubi Kayu sesuai dengan prospek yang ada. 2. Agar bisa meningkatkan nilai tambah dari Ubi Kayu. 3. Agar pengusaha agribisnis Ubi Kayu bisa mengatasi permasalahan dalam usaha agribisnis Ubi Kayu. 4. Agar dalam agribisnis Ubi Kayu, pengusaha bisa menggunakan teknologi yang modern dan bisa memasarkan produk sesuai dengan lembaga –lembaga yang berperan.
  • 4. 4 Beberapa peluang penganeka-ragaman jenis penggunaan ubi jalar dapat dilihat berikut ini: a. Daun: sayuran, pakan ternak b. Batang: bahan tanam,Pakan ternak c. Kulit ubi: pakan ternak d. Ubi segar: bahan makanan e. Tepung: makanan f. Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat
  • 5. 5 BAB II ISI DAN PEMBAHASAN 2.1. Pentingnya Pengamatan Aspek Produksi dan Konsumsi 2.1.1. Pentingnya Pengamatan Dari Aspek Produksi Dalam peta produksi ubi dunia, indonesia merupakan negara produsen ubi ke tiga di dunia setelah RRC dan Vietnam (Woolfe, 1992 dalam Van de Fliert, e. Al., 2000). Produksi ubi di Indonesia tersebar diseluruh provinsi dengan wilayah sentra produksi utama adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Bali, NTT dan Papua (BPS, 2008). Potensi pengembangan komoditas ubi masih bisa ditingkatkan dari sisi ketesediaan lahan maupun produktivitas. Dalam hal ini ini ubi dibudidayakan pada lahan sawah, kering atau tegalan, dataran tinggi ataupun dataran pengembangan teknologi budidaya, pasca panen dan pengolahannya (Rahayuningsih, et al. 2000; Rahayunigsih, et al. 1999). Walaupun dalam budidaya tanaman ubi kayu ini pada umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan pola tumpang sari, dimana jagung, kacang kedelai ataukacang- kacangan lainnya dmal. Ubi kayu merupakan tanaman yang relatif lebih mudah ditanam dan tahan kekeringan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya, sehingga apabila tujuannya untuk memaksimalkan produksi ubi kayu, kesulitan mendapatkan waktu tanam yang cocok untuk semua komoditi dalam pola tumpang sari dapat dihindarkan. Masyarakat pada umumnya sudah mengenal ubi. Ubi merupakan salah satu komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup menguntungkan di Indonesia baik sebagai sumber pangan maupun sumber pakan. Karena tanaman ubi kayu mempunyai keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa panennya yang tidak diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup. a. Kesesuaian Lahan Ubi kayu merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh di berbagai lingkungan agroklimat tropis, walaupun tentunya tingkat produksinya akan bervariasi menurut tingkat kesuburan dan ketersediaan air tanah. Ubi kayu merupakan tanaman yang tahan di lahan kering, sedangkan pada lahan-lahan dengan tingkat kesuburan tinggi, akan menyerap unsur hara yang banyak. Produksi yang optimal akan dapat dicapai apabila tanaman mendapat sinar matahari yang cukup, berada pada ketinggian sampai dengan 800 m dpi, tanah gembur, dan curah hujan di antara 750 - 2.500 mm/tahun dengan bulan kering sekitar 6 bulan.
  • 6. 6 Hampir tidak ada kontribusinya terhadap struktur dan kandungan unsur hara tanah, karena akar/umbi tanaman dicabut. Dengan demikian kelestarian perkebunan ubi kayu memerlukan upaya khusus untuk menjaga kelestarian lahan dengan memberikan kembali unsur hara tanah berupa pupuk organik di samping pupuk buatan. Sisa tanaman sebaiknya dicacah untuk dimasukkan kembali ke dalam tanah. Mengingat nilai produksl dan kemudahan di dalam budidayanya, pola usaha ubi kayu sering tidak menghasilkan pendapatan yang berarti bagi petani, apalagi jika ditan bukan merupakan usaha pokok. Bagi petani yang tidak memiliki modal usaha yang cukup, dengan hanya bermodalkan tenaga untuk mengolah tanah, petani sudah dapat menanam ubi kayu karena bibitnya mudah didapat dan murah. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tanaman ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan persyaratan tanah tertentu. b. Pengolahan tanah Pengolahan tanah ini bertujuan untuk membuat tanah menjadi gembur sehingga pertumbuhan akar dan umbbi berkembang dengan baik. Waktu pengolahan tanah sebaiknya tidak dilakukan pada saat tanah dalam keadaan basah atau becek sehingga struktur tanah tidak rusak. Pada tanah ringan atau gembur, pengolahan tanah ini dilakukan dengan cara mencangkul 1-2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu setelah itu diratakan dan ditanami bibit. Sedangkan pada tanah becek atau berair, tanah dicangkul 1- 2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu dibuat bedenganbedengan atau guludan yang berguna sebagai saluran drainase lalu kemudian dapat ditanam. Secara garis besar persiapan lahan untuk tanaman ubi kayu dilakukan sebagai berikut: 〆 Pembabatan tanaman perdu dan semak-semak serta rumput-rumputan/alangalang dan gulma lainnya. Hal ini dikerjakan terutama pada lahan yang baru dibuka, sedangkan pada lahan yang sudah biasa ditanami dengan palawija, tanah dapat langsung dicangkul/dibajak. 〆 Pengumpulan dan penyisihan batang tebangan, sedangkan bekas rerumputan dicacah dan dimasukkan kedalam tanah. 〆 Pembajakan/pencangkulan atau pentraktoran pertama 〆 Pembajakan/pencangkulan atau pentraktoran kedua dan penggemburan 〆 Pembuatan saluran pemasukan dan saluran pembuangan 〆 Pembuatan guludan.
  • 7. 7 c. Bibit dan Penanaman Penanaman bibit dapat dilakukan setelah tanah disiapkan. Waktu yang baik untuk menanam bibit ubi kayu adalah pada saat musin hujan. Hal ini dikarenakan ubi kayu memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif yaitu umur 4-5 bulan, selanjutnya kebutuhan air relatif sedikit. Cara menanam ubi kayu dianjurkan bibit tegak lurus atau minimal membentuk sudut 60 derajat dengan tanah dan kedalamannya 10-15 cm. Jarak tanam ubi kayu secara monokulture adalah 100 x 100 x 60, atau 100 x 40. Setelah lahan diolah dengan sempurna, bibit berupa stek batang dengan panjang kurang lebih 30 cm, ditanam dengan jarak tanam sekitar 100 x 80 cm, sehingga populasi tanaman untuk luasan 1 Ha mencapai sekitar 12.500 tanaman. Waktu penanaman dilakukan pada saat kelembaban tanah dalam keadaan mencapai kapasitas lapang, yaitu biasanya pada saat musim hujan, karena selama masa fase pertumbuhan tersebut ubi kayu memerlukan air yang cukup. Tabel 5. Sifat Beberapa Varitas Ubi Kayu. Varietas Umur (Bulan) Rata-rata Hasil (Ton/ha) Basah Tinggi Batang (m) Kadar Tepung (%) Warna Daging Umbi Rasa Adira 1 Adira 2 Adira 4 Malang 1 Malang 2 Darul Hidayah 7 - 10 8 - 12 10,5 - 11,5 9 - 10 8 - 10 8 - 12 22 22 35 36.5 31.5 102 1 - 2 2 - 3 1.5 - 2.0 1.5 - 3.0 1. 5 - 3.0 3.65 45 41 20 34 34 28 Kuning Putih Putih Putih Kekuningan Kuning Muda Putih Enak Agak Pahit Agak Pahit Enak Enak Kenyal spt ketan Sumber : J. Wargiono. Ahli Peneliti Utama pada Puslitbang Tanaman Pangan d. Pemupukan Untuk mendapatkan potensi hasil yang tinggi pemupukan dengan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk hijau) dan pupuk anorganik (urea, TSP, dan KCL) perlu dilakukan. Pupuk organik sebaiknya diberikan pada saat pengolahan tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah. Sedangkan pupuk anorganik yang diberikan tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Pada umumnya dosis yang dianjurkan untuk digunakan pada tanaman ubi kayu adalah : urea sebanyak 60-120 kg/ha, TSP sebanyak 30 kg P205/ha, dan KCL sebanyak 50 kg K20/ha. Cara
  • 8. 8 pemberian pupuk yang benar dibagi dalam dua waktu, pertama pada saat tanam (pupuk dasar) sebanyak 1/3 bagian urea dan KCL serta seluruh dosis TSP, kedua pada saat tanaman ubi kayu berumur 3-4 bulan yaitu 2/3 bagian urea dan KCL. e. Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi dengan kriteria tanaman yang baik, sehat dan seragam. Pemeliharaan ubi kayu meliputi : a) Penyulaman Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati atau tumbuh sangat merana. Waktu penyulaman paling lambat 5 minggu setelah tanam b) Penyiangan dan pembubunan Penyiangan dilakukan bila sudah tampak timbul gulma (tanaman pengganggu). Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan sekaligus dengan melakukan pembumbunan. Pembumbunan dilakukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga ubi kayu dapat tumbuh dengan sempurna, serta dapat memperkokoh tanaman agar tidak rebah. c) Pembuangan tunas Pembuangan tunas dilakukan pada saat tanaman berumur 1-1,5 bulan. Ini dilakukan bila dalam satu tanaman tumbuh dua tunas. Pengairan, mengingat ubi kayu ditanam di lahan kering, pada umumnya pengairan hanya mengandalkan dari curah hujan, hanya kadang-kadang apabila setelah terjadi hujan yang cukup deras, perlu memperhatikan drainasinya. Kegiatan pemeliharaan yang lain yaitu pengendalian hama dan penyakit, namun sampai dengan saat ini khusus pada tanaman ubi kayu belum terjadi adanya serangan hama dan penyakit yang serius, sehingga dapat dikatakan tidak diperlukan pemberantasan hama dan penyakit. f. Panen dan Pasca panen Jika dalam mencabut tersebut dirasakan susah, maka sebelumnya tanah disekitar batang ubi kayu sebagian terlebih dahulu digali dengan cangkul, baru setelah itu batang dicabut sampai umbinya terangkat semuanya. Kalau masih ada umbi yang tertinggal, karena patah/putus pada waktu pencabutan, maka sisa umbi tadi diambil dengan digali dengan cangkul. Cara lain yaitu dengan menggunakan tali/tambang yang dililitkan pada batang, lalu diungkit. Umbi yang telah dicabut, lalu dipotong dari batangnya dengan parang/golok, serta bagian tanah yang menempel dibuang akhirnya umbi tersebut ditumpuk disatukan
  • 9. 9 dengan umbi lainnya, dan siap diangkut ke tempat penyimpanan atau langsung dipasarkan. Umur ubi kayu yang cocok dipanen berkisar antara 10 - 14 bulan setelah tanam. Kurang dari 10 bulan rendemen kadar patinya rendah, begitu juga bila lebih dari 14 bulan akan mengayu dan juga kadar patinya menurun pula. Hasil rata-rata per ha, dengan asumsi tiap batang menghasilkan antara 2,5 - 4,0 kg, maka akan diperoleh hasil bersih antara 30 ton - 40 ton per ha umbi basah. 2.1.2. Pentingnya Pengamatan Dari Aspek Konsumsi Berdasarkan sifat ubi kayu digolongkan dalam dua golongan yaitu golongan pahit dan manis. Namun pada umumnya yang dikonsumsi adalah varietas yang manis sedangkan yang pahit di gunakan untuk tujuan industri. Konsumsi ubi kayu terus bertambah seiring dengan peranan ubi sebagai sumber pangan, pakan dan bahan bakar. Pemanfaatan komoditi pertanian termasuk ubi kayu sebagai bahan bakar nabati baru diresmikan dengan adanya peraturan Presiden No.5 tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang baru b erlangsung beberapa tahun, maka data mengenai konsumsi ubi kayu untuk bahan bakar ini belum tersedia. Perpres inipun dirasa belum dilakukan secara optimal karena masih terlihat sendiri-sendiri dalam pengembangan ubi kayu menjadi bio ethanol untuk meningkkatkan penghasilannya. Untuk mencermati keterkaitan sisi konsumsi, tingkat konsumsi diukur dalam satuan kg/kapita/tahun dan Kkal/kapita/hari.sedangkan tingakt partisipasi konsumsi ubi dipetakan dalam ukuran : 1. Proporsi rumah tangga/individu yang mengkonsumsi terhadap total rumah tangga/individu wilayah tertentu; 2. Proporsi energi yang bersumber dari konsumsi ubi; 3. Konsumsi ubi terhadap pola konsumsi pangan dirumah tangga. Berikut penjelasan konsumsi terhadap ubi kayu : 1. Konsumsi Untuk Pangan Pengkonsumsian ubi kayu sebagai pangan alternatif cukup penting dalam penganekkaragaman pangan karena ketersediaannya yang cukup banyak dan mudah dibudidayakan pada lahan subur, kurang subur bahkan lahan marjinal sekalipun. Sebagai sumber pangan, ubi kayu dapat dikonsumsi langsung mmaupun diolah menjadi tapioka, makanan ringan serta bahan baku mie, roti, kue basah, tiwul, gaplek dan lain-lain. Walau pernah terjadi penurunan konsumsi ubi kayu untuk pangan yang sangat drastis taitu tahun 1977 hingga puncaknya pada tahun 1980. bila dibandingkan dengan tahun 1976, konsumsi ubi kayu untuk thaun 1980 turun sebesar 33,8% atau 2.171.00 ton. Ini dikarenakan produksi mengalami penurunan.
  • 10. 10 2. Konsumsi Untuk Pakan Konsumsi Ubi kayu sebagai pakan selain umbinya, kulit ubi kayu pun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bagian kulit dapat diolah langsung menjadi pakan ternak, sedangkan bagian umbi yang dapat digunakan sebagai pakan ternak berupa onggok dan pallet yang merupakan hasil olahan ubi kayu menjadi gaplek. 3. Konsumsi bahan bakar Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk dengan semua aktivitasnya akan berdamapak pada peningkatan kebutuhan energi di semua sektor pengguna energi, baik industri, rumah tangga, transportasi dan komersial. Konsumsi energi final pada tahun 1990 yaitu sebesa 221,33 juta SBM (Setara Minyak Barel) meningkat 6,3 persen/tahun menjadi 489,01 juta SBM pada tahun 2003 dimana konsumsi Bahan Bakar Minyak merupakan konsumsi energi terbesar. Sebagian besar konsumsi BBm, itu digunakan untuk transportasi (Sugiyono, 2005). Mengingat bahwa energi khususnya minyak adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui maka sumber daya tersebut akan habis padahal kebutuhan energi tersebut terus meningkat, oleh karna itu, masyarakat dan pemerintah harus mencari solusi energi subtitusi yang dapat menggantikan serta mencukupi kebutuhan energi tersebut. Diindonesia teradapat tanaman yang dapat dijadikan bahan bakar baku nabati diantaranya adalah kelapa sawit, jarak pagar dan kedelai sebagai bahan baku bio diesel dan ubi kayu, ubi jalar, jagung, tetes serta sagu sebagai bahan baku bioethanol. Dan ubi kayu adalah salah satu tanaman yang potensial untuk dijadikan salah satu subtitusi sehingga permintan konsumsi terhadap ubi akan naik. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ubi kayu sebagai bahan baku bioethanol merupakan kebangkitan ketiga tanaman ubi kayu setel;ah ubi kayu dapat dimanfaatkan menjadi gaplek sebgai sumber bahan pangan alternatif dan kedua ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka yang merupakan salah satu komoditi ekspor. 2.2. Prospek Komoditi Dari Segi Permintaan Ditinjau dari sisi permintaan, permintaan ubi dipasar diomestik terus meningkat baik dalam bentuk konsumsi segar maupun olahan sebagai akibat penigkatan jumlah penduduk dan berkembangnya teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan berbahan baku ubi. Dimasa yang akan datang diperkirakan permintaan ubi meningkat seiring dengan upaya pengembangan pangan lokal. Dalam hal ini tepung serealia dan umbi-umbian lokal dapat menjadi subtitusi terigu dan tepung beras sampai 20-50 persen untuk pembuatan aneka kue, cake, mie, dan roti tawar (Richana dan Damardjati dalam Widowati dan Damardjati, 2001).
  • 11. 11 Sementara itu permintaan ubi untuk pasar Malaysia meningkat dari 0,839 juta RM tahun 1997 meningkat menjadi 1.442 juta Rm tahun 2000 (Wan Ibrahim Wan Daud, 2002). Sedangkan permintaan untuk singapura lebih besar lagi dengan volume impor gabungan kentang dengan ubi mencapai 16,34 ribu ton. (Lee Siew Moi, 2002). Ubi memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan secara komersial. Ubi merupakan komoditas bahan baku industri pengolahan serta produk industri hasil olahan lainnya. Pertumbuhan permintaan ubi cukup tinggi, namun tidak mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri, sehingga harus dilakukan impor dalam jumlah yang cukup besar. 1. Prospek untuk permintaan luar negeri Ubi kayu kering diperlukan untuk bahan pakan ternak dan banyak lainnya, yang jumlah kebutuhan selama ini makin meningkat sejalan dengan peningkatan populasi konsumen akhir dari ubi kayu tersebut. Untuk mempertahankan pasar luar negeri yang telah dikuasai Indonesia dengan jumlah yang semakin besar, maka kebutuhan terhadap ubi kayu untuk masa-masa mendatang diperkirakan masih akan terus meningkat. 2. Perkembangan Ekspor Ekspor ubi kayu Indonesia dilakukan dalam bentuk ubi kayu kering (gaplek atau lainnya) dan tepung tapioka. Perkembangan ekspor ubi kayu dalam bentuk kering (gaplek, chips atau tepung) selama tahun 1990 sampai tahun 1998. Dalam periode tersebut ekspor terbesar terjadi pada Tahun 1993, selanjutnya perkembangan ekspor ubi kayu ada kecenderungan makin turun. Berbagai hal menyangkut masalah tata niaga yang berkaitan dengan peraturan ekspor (diterapkannya pembagian quota) dan pola penyerapan produksi ubi kayu petani, dirasakan telah mempengaruhi laju ekspor yang selanjutnya adalah juga produktivitas ubi kayu petani. Tabel 1. Ekspor Ubi Kayu Indonesia Tahun 1990-1998 Tahun >Total Ekspor (Kg) Gaplek Pelet Bentuk Lain 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 597.329.412 492.507.502 368.868.865 516.585.171 386.024.532 426.894.318 290.039.080 184.154.743 194.616.294 570.456.989 364.264.420 501.304.110 408.446.685 298.829.708 53.281.008 93.610.152 59.315.873 24.770.000 3.315.094 1.850.820 3.235.648 10.852.244 1.184.831 1.307.822 4.941.434 3.530.003 2.017.583
  • 12. 12 Tabel 2. Nilai Ekspor Ubi Kayu Indonesia Tahun 1990-1998 Tahun Total Ekspor (Kg) Gaplek Tepung Tapioka Bentuk Lain 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 70.725.233 53.728.693 40.625.621 47.906.448 33.228.911 59.763.831 35.766.853 16.172.507 18.262.201 70.050.724 50.476.797 67.027.162 42.625.199 28.838.302 6.123.001 10.743.422 5.564.969 1.718.000 998.850 755.643 1.069.976 1.084.136 1.010.002 633.576 1.103.416 991.832 421.401 Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. BPS. Dikumpulkan dari Buku Tahun 1990 – 1998 Berbeda dengan gaplek dan genusnya, total ekspor dalam bentuk tapioka terlihat pernah mencapai titik tertinggi sebesar 82.191 ton dengan nilai sebesar US 13,98 juta pada tahun 1993 (Tabel 3). Untuk tahun selanjutnya jumlah ekspor kembali tidak menentu. Penurunan total ekspor yang drastis pada tahun 1994 diimbangi dengan ekspor yang tinggi pada tahun 1995. Ini terjadi mungkin karena adanya pergeseran masa panen akibat pengaruh iklim dan adanya masalah penampungan ubi kayu petani dan pengolahannya yang dikaitkan dengan kebijakan niaga pihak Pengusaha. Tabel 3. Ekspor Tapioka (Pati Ubi Kayu) Indonesia Tahun 1990-1997 Tahun Total Ekspor Gaplek Pelet 1990 6.702.500 1.426.072 1991 4.506.500 1.320.175 1992 21.598.013 5.217.332 1993 82.191.450 13.982.712 1994 30.870.431 10.548.950 1995 17.923.865 5.575.430 1996 7.336.226 2.668.590 Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negari Indonesia. Ekspor.BPS.Dikumpulkan dari Buku Tahun 1990 - 1998 Jangkauan ekspor ubi kayu Indonesia telah mencapai berbagai Negara di Asia dan Eropa, dengan ekspor terbesar ke Korea dan China. Luasnya negara tujuan ekspor di beberapa Negara Asia dan Eropa, menunjukkan bahwa ekspor komoditi ini
  • 13. 13 sebenarnya cukup potensial dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekspor produksi ubi kayu pada masa yang akan datang. Tabel 4. Ekspor Tapioka (Pati Ubi Kayu) Indonesia Tahun 1997 Negara Tujuan Total Ekspor (Dari Berbagai Bentuk) (kg) Nilai Ekspor (FOB) (US$) Korea 120.797.083 12.125.792 China 67.502.292 5.473.891 Philppine 558.000 107.884 Malaysia 2.342.962 436.884 Vietnam 697.920 41.875 Netherlands 20.400.000 1.371.550 Switzerlands 3.000.000 165.000 Taiwan 570.000 85.500 Germany 4.500.000 328.000 Japan 762.000 154.570 Singapore 247.000 53.106 United Kingdom 26.600 57.399 Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. BPS 1997 3. Permintaan dalam negeri Konsumsi Dalam Negeri ubi kayu dalam bentuk gaplek ataupun tapioka di Indonesia, terutama diperlukan untuk kebutuhan pakan ternak, tekstil, kerupuk dan berbagai bahan campuran bagi produk makanan lainnya yang dibuat dari tepung. Bisa dibayangkan bahwa kebutuhan tepung ubi kayu ataupun tapioka akan terus meningkat di Indonesia, sesuai dengan peningkatan populasi konsumen. 2.3. Permasalahan Komoditi Dari Segi Agribisnis Kebutuhan Modal Usaha Aspek keuangan untuk budidaya ubi kayu dihitung dengan asumsi : Setiap pengusaha kecil memiliki dua hektar lahan yang siap dibudidayakan dan bukan lahan hutan, sehingga tidak memerlukan biaya untuk land clearing. Skim kredit yang digunakan dalam analisis ini didasarkan pada skim Kredit Usaha Tani (KUT) dengan tingkat suku bunga 10,5% per tahun, KKPA dengan tingkat suku bunga 16% per tahun, dan kredit umum yang dalam hal ini dihitung menggunakan suku bunga 28% per tahun. Khusus untuk skim kredit KKPA dan kredit komersil diberikan grace period selama satu tahun atau tiga bulan, sebagai masa konstruksi. Varietas ubi kayu yang digunakan adalah varietas unggul dengan produksi rata- rata per hektar per tahun sekitar 35 ton.
  • 14. 14 Dalam analisis ini dibedakan atas biaya investasi untuk kegiatan pra-operasi untuk keperluan sertifikasi lahan (yang mungkin masih diperlukan) yang biasanya diminta oleh pihak Bank sebagai jaminan pinjaman, dan modal kerja untuk kegiatan penanaman ubi kayu (persiapan lahan, pengadaan sarana produksi, tanam dan pemeliharaan tanaman). Oleh karena proyek yang akan dikembangkan ini akan memanfaatkan pendekatan Proyek Kemitraan Terpadu (PKT), maka dalam perhitungan biaya dimasukkan management fee sebesar 3,5% untuk skim KUT dan 5% untuk skim kredit tainnya. Pemasaran Hasil Produksi Petani Banyak masalah yang selama ini sering dihadapi para petani ubi kayu dalam memasarkan produksinya, terutama sekali menyangkut harga, peran dan tingkah para pengumpul, dan kebijakan yang dilakukan sendiri oleh para Pengusaha Pabrik Pengolahan Ubi Kayu dan Eksportir. a. Harga Jual Ubi Kayu Harga jual ubi kayu ditingkat petani Ubi Kayu/Eksportir yang mungkin juga dipengaruhi oleh adanya kebijakan Pemerintah tentang kuota ekspor, serta naik turunnya nilai dolar terhadap rupiah. Disamping itu bisa dipahami pula bahwa bagi daerah-daerah penghasil ubi kayu untuk industri, para petani di dalam mengadakan penanaman tidak mampu mengantisipasi daya serap pihak pabrik pengolahan. Melalui kemitraan antara Petani Ubi Kayu dengan Pengusaha Pabrik Pengolahan dan Eksportir, para Pengusaha akan bisa menentukan kepastian jumlah produksi yang mungkin ditampung dan luas tanam ubi kayu yang akan dilaksanakan bersama mitra petaninya. Keadaan ini akan dapat mencegah terjadinya produksi yang melimpah, dan apabila harga pasar yang terjadi lebih tinggi dari tingkat harga itu disepakati untuk penentuan harga dasar bisa dibuatkan kesepakatan yang tidak merugikan petani, dan apabila harga pasar lebih tinggi dari kesepakatan harga itu akan dipergunakan sama dengan harga pasar setempat. b. Pedagang Pengumpul Perantara Karena lokasi lahan petani yang terpencar jauh dari Pabrik Pengolahan Ubi Kayu, maka banyak petani yang terpaksa menjual hasil panen ubi kayu kepada para Pengumpul atau para Perantara yang datang ke tempat itu. Para Pengumpul ini dengan kendaraan truk mengambil hasil panen petani untuk dibawa ke pabrik dan ditimbang untuk menentukan beratnya. Banyak masalah dalam penentuan berat timbangan ini, yang sering tidak memuaskan dan dapat merugikan petani. Sementara pihak Pengumpul atau Perantara itu sendiri sangat mengupayakan keuntungan dari peranannya itu.
  • 15. 15 Kejadian yang sangat merugikan petani adalah kalau dalam kondisi yang serba tidak kecukupan, petani terpaksa memenuhi kebutuhannya dengan meminta uang terlebih dahulu sebelum panen dari para Pengumpul atau para Perantara ini. Dalam keadaan seperti ini, pada saat panen petani bisa jatuh berada pada posisi yang lemah dalam hal penentuan harga dan berat timbangan hasil panennya yang sering kali sangat merugikan petani ubi kayu, ditambah juga dengan penentuan rafraksinya yang tidak transparan. Untuk memastikan tingkat pendapatan petani ubi kayu dalam mempertimbangkan pemberian fasilitas kredit, jaminan mengenai kepastian harga dan tingkat produksi tanaman petani diharapkan akan dapat diperoleh melalui kemitraan yang didukung dengan perjanjian kerjasama dalam mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan produksi, penanganan hasil panen dan harga jual ubi kayu petani yang mantap. c. Kebijakan Pengusaha Pabrik Pengolahan Ubi Kayu Tentang Harga Beli Ubi Kayu Petani Sering kali dialami bahwa kebijakan harga beli ubi kayu pada saat panen raya sangat merugikan petani. Beberapa yang sering dikemukakan oleh pihak Pengusaha adalah terbatasnya daya tampung fasilitas pabrik, dan kuota ekspor yang diterapkan oleh Pemerintah. Untuk menjaga agar jangan sampai terjadi produksi yang melimpah, melalui kemitraan dalam rangka budidaya ubi kayu ini oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi/KUD diharapkan bisa dipertimbangkan besarnya luas cakupan kemitraan yang menyangkut luas tanam, jumlah petani peserta dan produktivitas lahan, sehingga masalah harga bisa dijaga dan ditentukan harga dasarnya sesuai kemampuan daya tampung produksi dan fasilitas ekspor yang ada secara lokal dan nasional. d. Pemasaran Ubi Kayu Petani Dalam Rangka Kemitraan Dengan kemitraan terpadu antara para Petani dengan Pengusaha Pengolahan/Ekspotir Ubi Kayu, para Petani menggunakan modal untuk bercocok tanam ubi kayu dari fasilitas kredit. Kredit ini diberikan oleh Badan pemberi kredit atas adanya peran serta pihak mitra Pengusaha yang ikut menjamin keberhasilan usaha dan pelunasan kredit. Untuk memastikan arus pelunasan kredit dan pembayaran bunganya, para petani diharuskan melalui kesepakatan bersama menjual produksi ubi kayunya kepada Pabrik Pengolahan milik mitra dengan harga yang ditetapkan dengan
  • 16. 16 mempertimbangkan terciptanya keuntungan bagi kedua belah pihak secara wajar. Dari penjualan ini, Petani melalui Pengusaha mitra menyisihkan sejumlah hasil penjualan ubi kayu yang harus dipergunakan untuk melunasi kredit dan bunganya. Mekanisme ini diatur dalam Perjanjian Kerjasama seperti contoh tertampir. 2.4. Penerapan Fungsi Manajemen Pada Sub-Sistem Agribisnis Strategi pembangunan sistem agribisnis yang bercirikan yakni berbasis pada pemberdayagunaan keragaman sumberdaya yang ada di setiap daerah (domestic resources based), akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia yang kita miliki, tidak mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, berorientasi ekspor (selain memanfaatkan pasar domestik), diperkirakan mampu memecahkan sebagian besar permasalahan perekonomian yang ada. Selain itu, strategi pembangunan sistem agribisnis yang secara bertahap akan bergerak dari pembangunan yang mengandalkan sumberdaya alam dan SDM belum terampil (factor driven), kemudian beralih kepada pembangunan agribisnis yang digerakkan oleh barang-barang modal dan SDM lebih terampil (capital driven) dan kemudian beralih kepada pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovationdriven), diyakini mampu mengantarkan perekonomian Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis dalam perekonomian dunia (Bungaran Saragih, 2001). Bila dibandingkan dengan pertanian primer atau on farm yang berorientasi pada satu kegiatan pertanian seperti aktivitas cocok tanam, berkebun, atau berladang, agribisnis lebih membawa kemudahan dalam persaingan industri, dikarenakan kegiatan pertanian dalam lingkup agribisnis lebih memadukan pendekatan kegiatan pertanian dengan prinsip ekonomi dengan menekan faktor produksi seminimal mungkin untuk mencapai keuntungan sebesar mungkin. Pendekatan pertanian agribisnis diharapkan dapat menghidupkan segala potensi pertanian, dengan pengelolahan secara subsektoral bersama kelompok tani dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan, serta mengandalkan pelayanan jasa usaha pertanian (input, output dan modal). Subsistem agribisnis ubi dalam penelitian ini diukur dengan cara mengetahui jumlah skor dari 5 subsistem agribisnis yang meliputi : subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem usahatani, subsistem pengolahan hasil pertanian, subsistem pemasaran, subsistem jasa dan penunjang. 2.4.1. Agribisnis Hulu Sistem agribisnis adalah cara baru melihat sektor pertanian (Saragih 2010). Sistem agribisnis (termasuk agroindustri) dalam konteks strategi industrialisasi yang mengandalkan industri atau kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan atau menciptakan
  • 17. 17 nilai tambah baru bagi produk-produk pertanian primer serta industri atau kegiatan lain yang memproduksi bahan-bahan dan alatalat untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Menurut Saragih (2010) sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yakni: subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industry pupuk, obat- obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain); subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang pada masa lalu kita sebut dengan sektor pertanian primer, subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak, siap untuk disaji atau siap untuk dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; dan subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis dan lain-lain. Berikut lingkup pembangunan dan sistem usaha. Gambar 1. Penjelasan Subsistem Agribisnis Subsistem Agribisnis Hulu Industri perbenihan/ Pembibitan tanaman Industri agrokimia Industri agrootomotif Subsistem Usahatani Subsistem Pengolahan/ hilir Subsistem Pemasaran Usaha tanaman pangan dan hortikultura Usaha perkebunan Usaha peternakan Industri makanan Industri minuman Industri pangan Industri barang serat alam Industri biofarma Industri agrowisata dan estetika Distribusi Promosi Informasi pasar Kebijakan perdagangan Struktur pasar Subsistem jasa dan penunjang Perkreditan dan Asuransi Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Penyuluhan Transportasi dan Pergudangan
  • 18. 18 2.4.2. Agribisnis On Farm Subsistem usahatani merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi usahatani untuk menghasilkan produk pertanian primer. Berdasarkan factor agribisnis hulu-hilir, fungsi dan ruang lingkup agribisnis terbagi menjadi : ゞ Agribisnis hulu : merupakan agribisnis yang menangani factor produksi dan sarana untuk usaha tani. Dikenal juga dengan agribisnis input. ゞ Agribisnis usaha tani : merupakan agribisnis yang melakukan usaha pemanenan energi surya melalui proses fotosintesis. Dikenal juga dengan agribisnis produksi. ゞ Agribisnis hilir : merupakan agribisnis yang mengolah output/hasil produksi agribisnis. Dikenal juga dengan agribisnis proses dan manufaktur. ゞ Agribisnis penunjang : seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis. Dikenal dengan agribisnis jasa. Fungsi dan ruang lingkup sistem agribisnis hulu-hilir bila dianggap perlu masih dapat dikembangkan dengan integrasi vertikal dan integrasi horizontal. Andaikan pengembangan sistem dilakukan dengan model dua dimensi maka akan ada pengembangan sumbu X dan pengembangan sumbu Y. 2.4.3. Agribisnis Hilir Berdasarkan sumbu X, pengembangan agribisnis dapat dilakukan dengan integrasi horisontal (Horizontal Integration) yang merupakan strategi untuk mengendalikan para pesaing.  Terkait ke sisi kanan (right side linkage): merupakan integrasi beberapa perusahaan yang merupakan pesaing langsung karena memiliki alur sistem agribisnis hulu-hilir yang sama, tujuannya adalah meniadakan persaingan dan menguasai akses pasar. Misalnya integrasi sesama agribisnis pakan ternak.  Terkait ke sisi kiri (left side linkage): merupakan integrasi beberapa perusahaan yang bukan merupakan pesaing langsung tetapi saling berkompetisi sebagai produk komplementer atau sebagai produk substitusi, tujuannya adalah meminimalkan persaingan dan menguasai pasar. Misalnya agribisnis daging sapi dengan agribisnis telur dan daging ayam.
  • 19. 19 Berdasarkan sumbu Y pengembangan agribisnis dapat dilakukan dengan strategi integrasi vertikal (vertical integration strategies) yaitu merupakan strategi perusahaan untuk menguasai alur sistem agribisnis dari hulu sampai hilir, mulai dari pemasok bahan baku hingga distribusi pemasaran. Integrasi dilakukan dengan cara merjer, akuisisi, atau membuat perusahaan tersendiri.  Integrasi hulu – on farm atau terkait kebelakang (backward linkage) : Pengembangan agribisnis dengan menggabungkan agribisnis hulu dengan agribisnis on farm. Tujuannya adalah agar lebih menguasai bahan baku, faktor produksi dan sarana penunjang produksi.  Integrasi on farm – hilir atau terkait kedepan (forward linkage) : Pengembangan agribisnis dengan menggabungkan agribisnis on farm dengan agribisnis hilir. Tujuannya adalah agar lebih dekat ke konsumen.  Integrasi hulu – on farm – hilir atau integrasi terkait dari belakang hingga depan (backward-forward linkage) : Pengembangan agribisnis dengan menggabungkan agribisnis hulu, agribisnis on farm dan agribisnis hilir, Tujuannya adalah menguasai bahan baku dan lebih dekat ke konsumen.  Integrasi satu alur (hulu – on farm – hilir – penunjang) atau integrasi penuh (full integration) : Pengembangan agribisnis yang mengintegrasikan agribisnis hulu, on farm, hilir dan penunjang. Tujuannya menguasai satu sistem agribisnis hulu- hilir. 2.4.4. Pemasaran Merupakan semua kegiatan yang mempengaruhi proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen. Dengan pemahaman tersebut, pelaku akan lebih mampu bersaing di pasar lokal, antar pulau maupun perdagangan internasional. Beberapa faktor perlu dikenali yaitu : karakter pelaku perdagangan ubi (petani, pedagang kecil/ besar); faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran seperti kualitas ubi, harga jual, margin usaha, dan peran setiap kawasan sentra produksi dalam memasok pasar kedelai nasional. Sistem pemasaran ubi berkembang karena dipengaruhi oleh perilaku pedagang besar, pedagang kecil maupun pengrajin. Kekuatan pelaku pasar tertentu sering menyulitkan berkembangnya sistem perdagangan yang adil dan merata. Rantai pasokan kedelai diidentifikasi untuk mengetahui peluang usaha bagi pelaku baru dan untuk membantu konsumen tertentu, industri kecil dan pengrajin yang dirugikan akibat lonjakan harga atas permainan oknum pelaku tertentu. Pelaku pasar yang
  • 20. 20 bermoral akan senantiasa memberikan harga yang terjangkau dengan kualitas yang memenuhi persyaratan usaha industri. Pelaku baru akan berhasil apabila memahami supply chain komoditas ubi Daerah produsen tersebut disurvei untuk mengetahui sejauh mana mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dan perlunya tambahan ubi dari daerah lain atau impor. Margin pemasaran juga disinggung untuk melihat besaran yang diterimaoleh setiap pelaku dalam rantai pasokan komoditas ubi sebagai acuan pengembangan usaha. 2.4.5. Penunjang Subsistem jasa dan penunjang merupakan kegiatan jasa yag menyediakan jasa bagi agribisnis seperti koperasi, perbankan, litbang, penyuluh, trnsportasi dan lain–lain. a. Pelayanan Sarana Produksi Pelayanan ini harus ada untuk menjamin ketersediaan sarana usahatani tepat waktu, jumlah dan harga yang wajar. Instansi pemerintah setempat harus mampu menciptakan iklim usaha dan memberikan dukungan agar koperasi atau pengusaha dapat menjalankan fungsinya secara wajar. Diperlukannya rekomendasi berbagai program insentif untuk mendorong tumbuhnya lembaga pelayanan, khususnya untuk lokasi yang terpencil. b. Pelayanan Informasi Teknologi Spesifik Lokasi Pelayanan informasi ini mencakup pemilihan kultivar dengan kualitas tinggi yang secara ekonomis dapat diproduksi di lokasi setempat, teknologi pembibitan, teknologi budidaya, pasca panen, pengolahan primer, sekunder hingga pengepakan buah segar maupun olahannya. Kerjasama peneliti- penyuluh dalam hal alih teknologi kepada petani harus dilakukan secara intensif. Kegiatan perlindungan yang harus mengawali pengembangan kawasan agribisnis Ubi terutama adalah pengawasan sebagai tindak preventif serta metode penanggulangan hama dan penyakit yang mungkin mengganggu tanaman ubi, serta komoditas penunjangnya. Hal ini sangat penting untuk mencegah kerugian akibat kegagalan panen atau penurunan kualitas produk. c. Pelayanan Pembibitan Jaringan kerjasama dengan Penangkar bibit berlabel diperlukan untuk mendukung pengembangan komoditas ubi . Aspek ini mencakup pengadaan
  • 21. 21 bibit, pengawasan dan sertifikasi bibit, serta pembinaan petani penangkar bibit, khususnya untuk tanaman unggulan komoditas ubi. d. Pengairan Kebun rakyat biasanya memerlukan air untuk budidaya, pasca panen, dan kegiatan penunjang lainnya. Kebutuhan air bersih akan meningkat kalau telah terdapat kegiatan pengolahan, terutama dalam bentuk industri pengolahan pangan. Program pengairan dialokasikan untuk kegiatan penyediaan sumber air (sumur gali atau PAH) dan saluran air hujan (SPA). e. Transportasi Sarana transportasi sangat vital dalam membangun kawasan agribisnis Ubi, dengan demikian program pembangunan sarana transportasi yang ada harus diarahkan untuk mampu menjamin tersedianya prasarana jalan (jalan desa dan jalan hutan) serta fasilitas transportasi yang memadai di kawasan sentra produksi, yang menghubungkannya dengan pusat-pusat pelayanan dan pemasaran. f. Sarana dan Prasarana Pemasaran Sarana dan prasarana pemasaran, seperti tempat penampungan, alat-alat penyimpanan dengan fasilitas pasca panen, alat-alat pengepakan, informasi harga serta fasilitas fisik pasar/kios yang memadai, sangat vital dalam pengembangan sentra agribisnis Ubi. 2.5. Sub-Sistem Yang Paling Berperan Subsistem jasa dan penunjang adalah sub-sistem yang paling berperan dalam pertanian ubi ini, sama seperti komoditi pertanian pada umumnya, meliputi pemerintah (baik pusat maupun daerah), lembaga pembiayaan, pendidikan dan penyuluhan, transportasi dan pergudangan, sera penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan ubi di indonesia ditangani oleh Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Departemen Pertanian. Sedangkan pembinaan agroindustri di indonesia dilakukan oleh berbagai instansi, antara lain di Departemen Pertanian (Direktorat jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil pertanian), Departemen Perindustrian (Direktorat Agroindustri, dan kantor Menteri Negara Riset dan teknologi juga terdapat unit yang menangani agroindustri, serta Biro Pusat Statistik juga ada data pengumpulan agroindustri (Soekartawi 2005).
  • 22. 22 2.6. Resiko Penurunan Nilai Input Dan Output dalam Agribisnis Setiap kegiatan usaha yang bergerak disektor pertanian khusunya Ubi selalu dihadapkan pada resiko ketidakpastian yang tidak terlalu tinggi. Resiko ketidakpastian tersebut meliputi tingkat kegagalan panen, resiko pemasaran dan juga resiko harga. Untuk mengatasi resiko yang akan dihadapi oleh petani ubi, biasanya petani Ubi sudah menyiapkan langkah untuk mengantisipasi yang akan dihadapi. Adapun contoh langkah yang dilakukan petani untuk menghadapi resiko di atas adalah dengan membentuk harga sama dengan petani ubi lainnya agar persaingan bisa teratur sehingga petani Ubi tidak perlu menjual hasil pertanian dengan harga yang rendah untuk menarik hati konsumen. Jika dilihat dari segi pemasarannya, hasil pertanian ubi kayu sangatlah mudah busuk sehingga dari waktu pemanenan sampai ke pamasaran harus dalam waktu yang dekat, karena apabila terlalu lama hasilpertanian ubi akan busuk dan akan menyebabkan kerugian bagi petani ubi. 2.7. Tekonologi Alternatif Dalam Upaya Pengembangan Produksi Ubi Teknologi Penyimpanan Ubi tidak tahan disimpan lama. Untuk memperpanjang masa simpan, umbi perlu diolah menjadi bahan-bahan jadi atau setengah jadi. Menurut Damarjati dan Widowati dalam Zuraida dan Supriati (2001), ada empat kelompok produk olahan ubi jalar, yaitu: 1) hasil olahan ubi jalar segar, seperti ubi rebus, ubi goreng, ubi timus, kolak, nogosari, getuk, dan pie, 2) produk siap santap, misalnya keremes, saos, selai, hasil substitusi dengan tepung seperti biskuit, roti, dan kue, bentuk olahan dengan buah-buahan seperti manisan dan asinan, 3) produk siap masak seperti chips, mi,dan bihun, dan 4) produk bahan baku yang biasanya kering, setengah jadi, awet dan dapat disimpan lama, misalnya irisan ubi kering, tepung, dan pati, bisa juga menjadi campuran utama dalam membuat saos tomat, selai, dan sambal. Cara lain untuk memperpanjang masa simpan umbi adalah dengan pelumpuran. Bobot umbi yang disimpan menurut cara petani dan cara pelumpuran disajikan pada Bobot umbi yang disimpan dengan cara pelumpuran selama 3 bulan hanya menurun 33,47%, sedangkan umbi yang disimpan dengan cara petani dengan periode simpan yang sama sudah busuk. Umbi yang disimpan dengan cara pelumpuran masih utuh dengan bobot 2,60 kg. Teknologi ini dapat diterapkan bila kebun kebanjiran sehingga ubi jalar harus dipanen serempak agar tidak busuk akibat tergenang air. Langkah operasional yang harus dilakukan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Papua untuk mengembangkan tanaman pangan antara lain adalah penyediaan benih bermutu varietas unggul, pemupukan berimbang, penyediaan sarana produksi, perluasan areal tanam dan optimalisasi pemanfaatan lahan, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), serta penanganan panen dan pascapanen.
  • 23. 23 Teknologi untuk mendukung program tersebut telah tersedia dan siap diimplementasikan di lapangan. a. Investasi peralatan dibutuhkan baik untuk peningkatan kapasitas produksi maupun untuk perbaikan kualitas produk ubi kayu. Hal ini mengingat peluang pasar domestik maupun ekspor masih sangat terbuka dan sejauh ini belum optimal mampu dimanfaatkan oleh pelaku usaha ubi kayu. b. Pembiayaan dari lembaga keuangan formal (bank) sangat dibutuhkan untuk pengadaan alat-alat baik untuk perbaikan mesin maupun pembeliaan mesin baru. Guna memotivasi pelaku usaha untuk mengakses kredit dari perbankan maka perlu ada skim pembiayaan yang dapat mengakomodir siklus produksi dan nature of business gula aren. c. Untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu produk yang dihasilkan, maka pengusaha perlu lebih memperdalam pengetahuan mengenai teknik produksi, teknologi, dan informasi mengenai produksi ubi kayu yang efektif dan higienis d. Untuk meningkatkan produksi, perlu diadakan pembudidayaan bibit ubi kayu secara intensif untuk menggantikan pohon sudah tidak produktif lagi. Selain itu perlu adanya transfer teknologi pengolahan ubi kayu cetak dan semut melalui pelatihan dan penyuluhan secara berkala dan pengenalan teknologi tepat guna sehingga lebih efisien. e. Untuk memperbaiki pola pemasaran, pengusaha sebaiknya mendapat pelatihan mengenai strategi pemasaran yang baik untuk meningkatkan penjualan produknya dan mendapatkan harga yang baik. 2.8. Pengembangan Agribisnis Komoditi Ubi Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan produktivitas b. Meningkatkan pendapatan petani c. Meningkatkan serta membuka kesempatan kerja Melalui perluasan areal tanaman dari 2105 Ha pada tahun 2007 meningkat menjadi 3105 Ha untuk tahun 2008 dengan harapan kapasitas produksi per Hektar 18 ton sehingga per musim produksi ubi jalar mencapai 55890 ton/musim atau pertahun 111780 ton (2 musim). Membangun pabrik chips ubi dengan kapasitas 12 ton/hari, Adanya kerjasama dengan pabrik tepung yang ada di Kabupaten Kuningan dengan kapasitas 12 ton/hari dan juga untuk kebutuhan-kebutuhan pabrik tepung lainnya yang ada di luar Kabupaten Kuningan.
  • 24. 24 2.9. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bias dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka Gambar 2. Analisis SWOT 2.9.1. Kekuatan (Strengths) Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep itu sendiri. Strenght ini bersifat internal dari organisasi atau sebuah program. Contoh : 1. Jumlah anggota yang lebih dari cukup (kuantitatif) 2. Berpengalaman dalam beberapa kegiatan (kualitatif) 2.9.2. Kelemahan (Weakness) Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisias merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep itu sendiri. Atau kegiatan-kegiatan organisasi yang tidak berjalan dengan baik atau sumber daya yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi tidak dimiliki oleh organisasi. Kelemahan itu terkadang lebih mudah dilihat daripada sebuah kekuatan, namun ada beberapa hal yang menjadikan kelemahan itu tidak diberikan solusi yang tepat dikarenakan tidak dimaksimalkan kekuatan yang sudah ada. Contoh : 1. Kurang terbinanya komunikasi antar anggota 2. Jaringan yang telah terbangun tidak dimaksimalkan oleh seluruh anggota.
  • 25. 25 2.9.3. Peluang (Opportunities) Merupakan kondisi peluang berkembang dimasa datang yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Misalanya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar. Opportunity tidak hanya berupa kebijakan atau peluang dalam hal mendapatkan modal berupa uang, akan tetapi bisa juga berupa respon masyarakat atau isu yang sedang diangkat. Contoh : 1. Masyarakat sedang menyukai tentang hal-hal yang bersifat reboisasi lingkungan 2. Isu yang sedang diangkat merupakan isu yang sedang menjadi topic utama. 2.9.4. Kendala (Threats) Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep itu sendiri. Ancaman ini adalah hal yang terkadang selalu terlewat dikarenakan banyak yang ingin mencoba untuk kontroversi atau out of stream (melawan arus) namun pada kenyataannya organisasi tersebut lebih banyak layu sebelum berkembang. Contoh : 1. Masyarakat sudah jenuh dengan pilkada 2. Isu agama yang berupa ritual telah membuat masyarakat bosan. 2.10. Lembaga Pemasaran Saluran pemasaran merupakan jembatan antara dan petani akhir yang melaluio berbagai tingkatan lembaga pemasaran. Saluran pemasaran yang dilalui sangat berpengaruh terhadap keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran produksi ubi. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran produksi ubi sampai ketangan konsumen akhir adalah Departemen Pertanian dan petani, tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar, serta pedagang pengecer, industri pakan ternak, industri makanan, eksportir dan konsumen (Juanda & Cahyono, 2004). Lembaga pemasaran inilah yang kemudian akan berperan dalam menjamin sampainya produk ubi tersebut ketangan konsumen secara efisien.
  • 26. 26 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1. Peluang pasar komoditas yang menggunakan ubi kayu sebagai bahan bakunya, seperti tepung tapioka dan gaplek, baik untuk ekspor ataupun untuk keperluan dalam negeri masih terus terbuka, sehingga secara tidak langsung memberikan peluang bagi diadakannya pengembangan dan peningkatan produksi ubi kayu pada umumnya di Indonesia. 2. Besarnya potensi pengembangan agroindustri tepung ubi merupakan modal dasar bagi pembangunan agroindustri ubi jalar secara lebih konkrit. 3. Secara teknis, sumber daya lahan dan sumber daya manusia untuk pengembangan produksi ubi kayu di Indonesia masih banyak tersedia di berbagai wilayah, terutama di daerah-daerah lahan kering Luar Jawa. 4. Beberapa kendala yang dihadapi oleh para petani dalam pengembangan budidaya ubi kayu adalah masalah penyertaan modal, penyediaan saprodi, pemasaran hasil dan keadaan harga jual umbi pada waktu panen yang sering tidak menguntungkan petani. Hal ini menjadi perhatian dalam mempertimbangkan pengamanan pemberian kredit dari pihak Bank kepada petani, yang hasilnya dilaporkan dalam bentuk Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu (MK-PKT) Usaha Budidaya Ubi Kayu. 5. Berdasarkan analisis finansial, pemberian KUT, KKPA ataupun skim kredit lainnya (sampai dengan tingkat bunga 28%), terlihat masih memiliki landasan kelayakan finansial apabila pelaksanaan usahanya menggunakan Pola Kemitraan Terpadu seperti dibahas dalam Model Kelayakan ini. 3.2. Saran  Petani diharapkan selain sebagai pelaku produksi Ubi petani juga harus berperan sebagai pelaku tataniaga karena dapat meningkatkan taraf hidup petani.  Petani diharapkan selain menjual dalam bentuk bahan baku namun juga petani harus menjual dalam bentuk yang sudah diolah menjadei produk jadi ataupun stengah jadi, seperti tepung ubi yang dimkanfaatkan sebagai bahan baku industri, dan kerupuk dan berbagai makanan sehingga memiliki nilai tambah.  Untuk menjaga kelestarian lahan dan keberlanjutan usaha, aspek teknis budidaya ubi kayu ini agar mendapatkan perhatian dengan menyertakan pemberian pupuk organik di samping pupuk anorganik (seperti urea) dan mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah. Diadakannya tumpangsari dengan tanaman kacang-kacangan atau
  • 27. 27 diadakannya rotasi bergilir dengan tanaman lain, akan dapat membantu mencegah terkurasnya unsur hara tanah.  Guna mencegah biaya angkut yang tinggi, proyek pengembangan budidaya ubi kayu sebaiknya dilaksanakan pada lokasi yang tidak jauh di sekitar Pabrik Pengolahan ubi kayu atau gudang pengumpulan gaplek milik mitra Pengusaha Besar yang bersangkutan.  Untuk mengantisipasi fluktuasi harga jual ubi kayu hasil panen petani, jadual dan luas tanam sebaiknya disesuaikan dengan permintaan dari Perusahaan mitra pengguna ubi kayu tersebut.
  • 28. 28 DAFTAR PUSTAKA www.untirta-network.co.cc http://taufikhidayat.blogspot.com/2011/12/analisis-tataniaga-ubi-jalar-ipomoea.html?m=1 Bungaran Saragih. 2001. Agribisnis. Jakarta : Pengembangan Sinar Tani. Setiyono, A and Soemardi. Masalah Ubi Kayu dan Mutu Gaplek di Lampung. In. : Laporan Tahunan, Sub-Balai Penelitian Tanaman Pangan. Oramahi, H.A. 2005. Pengolahan Gaplek “Chips” Dapat Meningkatkan Pendapatan Petani? Kedaulatan Rakyat, 24 Juni 2005, hal. 10. Suprapti, M.L. 2005. Tepung Tapioka: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta. Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2005-2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Ibrahim, D. 1997. Strategi Pemasaran Industri Pangan dalam Globalisasi. Majalah Pangan. No.33, Vol.IX. Jakarta. Siew Moi, Lee, 2002. Peluang Pasar Sayur Sumatera di Singapura. Dalam Prosiding Pertemuan Regional Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Hal 27-32. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Dengan Dinas Pertanian Provinsi Riau. Wan Ibrahim Wan daud, Dato’, 2002. Peluang Pasar Sayur Sumatera di Malaysia. Dalam Prosiding Pertemuan Regional Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Hal 34-48. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Dengan Dinas Pertanian Provinsi Riau. Widowati, S. dan D.S. Dmardjati. 2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal dan Peran Teknologi Pangan Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Majalah 36 (X) :3-11. Bulog. Jakarta. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. BPS. Dikumpulkan dari Buku Tahun 1990 – 1998
  • 29. 29 Juanda & Cahyono, 2004. Lembaga pemasaran dalam pemasaran ubi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Soekartawi. 2005. Lembaga pemasaran. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) New Weave (2002:170) dan Schuler (1986) Empowerment and the Law J. Wargiono. Ahli Peneliti Utama pada Puslitbang Tanaman Pangan. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. BPS 1997. Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang (UMM Press). Malang Lies, Suprapti. 2003. Teknologi Tepat Guna Dalam Budidaya dan Teknologi Pengolahan pangan tepung Ubi Jalar. Penerbiat kanisuis. Yogyakarta Anonimous. 2000. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005. Pemerintah Republik Indonesia Bekerjasama dengan World Health Organization. Jakarta Anonimous. 2003. Pengkajian Analisis Konsumsi dan Penyediaan Pangan. Kerjasama BBKP, Deptan dengan Fakultas Pertanian, IPB. Jakarta. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Industri Besar dan Sedang. Bagian III. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2002. Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal. Jakarta. Bradford, R.W., P.J. Duncan, and B. Tarcy. 2000. Simplified Strategic Planning: A No-Nonsense Guide for Busy People Who Want Result Fast! www.quickmba.com/strategy/swot/ Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. 2004. Laporan Tahunan, 2004. Surabaya. Ketahanan Pangan. Pusat penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor, hal.167-172. Suprapti, M.L. 2005. Tepung Tapioka: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta. Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2005-2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Suryana, M.A. Husaini, M. Atmowidjojo, dan S. Koswara (Eds.). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. LIPI. Jakarta.