SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
194
INOVASI BIROKRASI SEBAGAI SYARAT PELAYANAN PUBLIK
Andhyka Muttaqin
Dosen Tetap Jurusan Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Email : andhyka21@yahoo.com
ABSTACT
Bureaucracy is a central or a spearhead in the public service, but what if that the bureaucratic
tendencies in the community rumor "complicated or intricate." In this paper tries to intoduce
innovative bureaucracy in public services.
Key words: Innovation Bureaucracy, Public Service
Pendahuluan
Dalam kehidupan berbagai negara
bangsa di berbagai belahan dunia,
birokrasi berkembang merupakan wahana
utama dalam penyelenggaraan negara
dalam berbagai bidang kehidupan bangsa
dan dalam hubungan antar bangsa.
Disamping melakukan pengelolaan
pelayanan, birokrasi juga bertugas
menerjemahkan berbagai keputusan
politik ke dalam berbagai kebijakan
publik dan berfungsi melakukan
pengelolaan atas pelaksanaan berbagai
kebijakan tersebut secara operasional.
Sebab itu disadari bahwa birokrasi
merupakan faktor penentu keberhasilan
keseluruhan agenda pemerintahan.
Berikut di ditampilkan metode dari
birokrasi:
Tabel1 ; Metode Kinerja Birokrasi
Metode Lama Metode Baru
Unskilled work
(pekerjaan tanpa keahlian)
Knowledge work
(pekerjaan dengan keahlian)
Meaningless repetitive task
(pekerjaan berulang tak bermakna)
Innovation and caring
(menemukan cara baru dan punya kepedulian)
Individual work
(pekerjaan perorangan)
Team work
(pekerjaan kelompok)
Functional-based work
(pekerjaan berbasis fungsional)
Project-based work
(pekerjaan berbasis proyek)
Single skilled
(satu bidang keahlian)
Multiskilled
(Beragam keahlian)
Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 195
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
Power of bosses
(Atasan berkuasa)
Power of customers/public/stakeholder
(Konsumen/publik berkuasa)
Coordination from above
(Koordinasi dari atas)
Coordination among peers
(Kordinasi antar rekan kerja)
Sumber: Gifford and Pinchot, 1993. Dalam Jurnal Model Reformasi Birokrasi, Syafuan
Rozi, PPW LIPI, th. 2000
Cukup banyak permasalahan dalam
birokrasi pemerintah yang menjadi isu
publik di Indonesia dewasa ini. Beberapa
dari permasalahan tersebut antara lain
meliputi : tigginya penyalahgunaan
kewenangan dan penyimpangan;
rendahnya kinerja sumberdaya aparatur;
belum memadainya sistem kelembagaan
(organisasi) dan ketatalaksanaan
(manajemen) pemerintahan; rendahnya
kesejahteraan PNS; serta banyaknya
peraturan perundang-undangan yang
sudah tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan dan tuntutan pembangunan.
tidak mudah memahami fenomena
birokrasi di Indonesia. Para ahli
administrasi publik di Indonesia juga
berselisih pendapat dalam memahami
fenomena yang ada. Beberapa ahli
menilai persoalan utama birokrasi di
Indonesia adalah masalah sumber daya
manusia, baik menyangkut komitmen
pimpinan, maupun kualitas dan moralitas
PNS pada umumnya. Sementara sebagian
ahli lain lebih menyoroti sistem sebagai
faktor penentu kinerja birokrasi. Strategi
reformasi pemerintah pada kenyataannya
juga diarahkan untuk melakukan
perbaikan terhadap kedua aspek
tersebut. Akan tetapi, fakta tentang
kinerja reformasi birokrasi hingga waktu
sekarang ini belum memuaskan.
Fenomena tersebut mengindikasikan
adanya faktor penentu kinerja reformasi
yang selama ini belum mendapat
perhatian para ahli dan pengambil
kebijakan dalam birokrasi pemerintah.
Caiden (1969) sudah mengingatkan
kuatnya pengaruh faktor ini terhadap
kinerja reformasi, demikian pula Peters
(1994) dan Farazmand (2002). Faktor
dimaksud adalah budaya. Budaya
memberikan pengaruh yang besar
terhadap kinerja reformasi, karena
reformasi sangat terkait dengan
kepercayaan, nilai-nilai dan sikap yang
diadaptasi dan dikembangkan dalam
birokrasi (Abueva, 1970). Salah satu
budaya birokrasi yang sangat penting bagi
reformasi birokrasi adalah
berkembangnya inovasi dalam instansi
pemerintah. Inovasi sangat penting,
karena memungkinkan birokrasi untuk
berfungsi lebih dinamis dan melakukan
improvement. Tulisan ini dimaksudkan
untuk melihat reformasi birokrasi dalam
kaitannya dengan budaya inovasi dalam
birokrasi.
Konsep Inovasi Birokrasi dan Pelayanan
Publik
Inovasi merupakan konsep yang
relatif baru dalam literatur administrasi
publik (public administration). Hasil
penelitian David Mars (dalam Lee, 1970)
mengungkapkan bahwa sampai tahun
1966 tidak ditemukan publikasi dari
tulisan administrasi publik yang mengulas
tentang inovasi. Adapun literatur klasik
yang memuat konsep inovasi dalam
konteks reformasi antara lain adalah
artikel “Innovation in Bureaucratic
Institutions” tulisan Alfred Diamant yang
dimuat dalam jurnal Public
Administration Review (PAR) pada tahun
1967. Selain itu, adalah buku karya
Caiden yang berjudul “Administrative
Reform”, diterbitkan pada tahun 1969.
Dalam bukunya tersebut, Caiden
menguraikan inovasi sebagai bagian dari
196 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
reformasi administrasi (administrative
reform). Beberapa tulisan tersebut
menandai mulai diperhatikannya inovasi
oleh para pakar administrasi publik.
Hanya saja, konsep inovasi kemudian
masih belum cukup popular dalam ranah
administrasi publik dan reformasi
administrasi. Inovasi popular dalam
bidang tersebut baru pada dekade
terakhir.
Kurang populernya konsep inovasi
pada masa lalu dapat difahami karena
karakter reformasi yang lebih didasarkan
pada prinsip-prinsip birokrasi weber.
Dalam konsepsi weber, birokrasi
memerlukan aturan yang jelas, hirarki,
spesialisasi dan lingkungan yang relatif
stabil. Dalam konteks ini, inovasi
dipandang tidak banyak diperlukan bagi
aparatur birokrasi pemerintah (Kelman,
2005). Kewajiban aparatur birokrasi
pemerintah adalah menjalankan aturan
yang telah ditetapkan (rule driven). Jika
kemudian inovasi dilaksankan, hanya
dalam intensitas yang kecil dan dilakukan
terbatas pada level pimpinan puncak.
Inovasi, dalam hal ini sebagaimana
reformasi administrasi didekati melalui
mekanisme top down (Caiden, 1969).
Pada tahun 90 an, new public
management (NPM) mulai menggeser
hegemoni konsepsi weber dalam
reformasi administrasi. Reformasi
kemudian mengalami pembelokan arah
menuju birokrasi yang mengedepankan
hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan,
digerakan oleh misi, dan desentralisasi
(Osborne, 1992). Pada era baru ini,
inovasi justru sangat dihargai oleh
pendukung gerakan reformasi.
Perkembangan terakhir menunjukan
kemajuan pada penggunaan istilah inovasi
dalam bidang administrasi publik. Pada
negara seperti Korea, konsep inovasi
bahkan telah “menggantikan” konsep
reformasi. Pengalaman Korea
menunjukan bahwa penerapan inovasi
pada negara tersebut telah meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pemerintahan
di tingkat lokal (Yoo, 2002). Keberhasilan
sebagaimana Korea ini juga terjadi pada
penerapan inovasi di kanada (Robertson
and Ball, 2002). Sementara di China,
inovasi telah dianggap sebagai bagian
dari tradisi China (Shenkar, 2006). Inovasi
atas birokrasi sangat medukung bagi
berkembangnya ekonomi dan teknologi
China dewasa ini. Semua ini menunjukan
nilai penting inovasi bagi perubahan yang
dinginkan.
Evers (1987) mengelompokkan
birokrasi ke dalam 3 pola, (a) Weberisasi
yang memandang birokratisasi sebagai
proses rasionalisasi prosedur pemerintah
dan aparat; (b) Parkinsonisasi yang
melihat birokratisasi sebagai
pertumbuhan atau membengkaknya
jumlah pegawai negeri dan (c) Orwelisasi
yang memandang birokratisasi sebagai
proses memperluas kekuasaan
pemerintah dengan maksud mengontrol
kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat
dengan regulasi dan kalau perlu dengan
paksaan (Soesilo Zauhar, 2006). Ada
beberapa alasan kenapa bentuk ideal
birokrasi rasional jarang (tidak) nampak
dalam praktek sehari-hari. Pertama,
manusia maujud tidak hanya untuk
organisasi, kedua, birokrasi tidak kebal
terhadap perubahan, Ketiga, birokrasi
dirancang memang untuk untuk orang
"rasional", sehingga dalam realitas
mereka tidak dapat saling dipertukarkan
untuk fungsi keseharian organisasi
(Perrow, 1979). Atas dasar itu maka
Bendix (1957) berkesimpulan bahwa
birokrasi rasional lebih cocok dan dapat
hidup di negeri barat daripada di negeri
timur (Soesilo Zauhar, 2006), Eisenstadt
(1959) telah mengelompokkan gagasan
birokrasi ke dalam 2 pandangan, yaitu:
1). Gagasan tentang birokrasi sebagai alat
yang efisien dan efektif untuk
mewujudkan lesan-lesan tertentu; 2).
Gagasan tentang birokrasi sebagai alat
Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 197
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
untuk mempeoleh, mempertahankan dan
melaksanakan kekuasaan.
Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi
sebagai ujung tombak pelaksana
pelayanan publik mencakup berbagai
program-program pembangunan dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah.
Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi
yang dimaksudkan untuk melaksanakan
tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan tersebut, seringkali
diartikulasikan berbeda oleh masyarakat.
Birokrasi di dalam menyelenggarakan
tugas pemerintahan dan pembangunan
(termasuk di dalamnya penyelenggaraan
pelayanan publik) diberi kesan adanya
proses panjang dan berbelit-belit apabila
masyarakat menyelesaikan urusannya
berkaitan dengan pelayanan aparatur
pemerintahan. Akibatnya, birokrasi selalu
mendapatkan citra negatif yang tidak
menguntungkan bagi perkembangan
birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal
pelayanan publik). Oleh karena itu, guna
menanggulangi kesan buruk birokrasi
seperti itu, birokrasi perlu melakukan
beberapa perubahan sikap dan
perilakunya antara lain :
a. Birokrasi harus lebih mengutamakan
sifat pendekatan tugas yang diarahkan
pada hal pengayoman dan pelayanan
masyarakat; dan menghindarkan kesan
pendekatan kekuasaan dan
kewenangan
b. Birokrasi perlu melakukan
penyempurnaan organisasi yang
bercirikan organisasi modern, ramping,
efektif dan efesien yang mampu
membedakan antara tugas-tugas yang
perlu ditangani dan yang tidak perlu
ditangani (termasuk membagi tugas-
tugas yang dapat diserahkan kepada
masyarakat)
c. Birokrasi harus mampu dan mau
melakukan perubahan sistem dan
prosedur kerjanya yang lebih
berorientasi pada ciri-ciri organisasi
modern yakni: pelayanan cepat, tepat,
akurat, terbuka dengan tetap
mempertahankan kualitas, efesiensi
biaya dan ketepatan waktu.
d. Birokrasi harus memposisikan diri
sebagai fasilitator pelayan publik dari
pada sebagai agen pembaharu (change
of agent ) pembangunan
e. Birokrasi harus mampu dan mau
melakukan transformasi diri dari
birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid)
menjadi organisasi birokrasi yang
strukturnya lebih desentralistis,
inovatif, flrksibel dan responsive (Agus
Suryono, 2005)
Dari pandangan tersebut diatas,
dapat disimpulkan bahwa dalam upaya
mewujudkan birokrasi yang baik dan
efisien perlu dipersiapkan tenaga kerja
atau aparat yang benar-benar memiliki
kemampuan (capabelity), memiliki
loyalitas kepentingan (competency), dan
memiliki keterkaitan kepentingan
(consistency atau coherency). Pelayanan
umum adalah hak masyarakat dan
merupakan tanggungjawab negara, guna
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari
konsep tersebut, dapat dirumuskan
bahwa ada hak yang dimiliki masyarakat
untuk mendapat pelayanan terus
menerus, secara efisien dan membayar
dengan harga pantas. Selanjutnya hak
tersebut harus terwujud dengan
tersedianya pelayanan kepada semua
lapisan masyarakat. Bahkan hak itu dapat
dituntut dengan paksa secara hukum
untuk dilaksanakan. Sebaliknya pemberi
pelayanan umum diberi kewenangan
menjual jasa dengan mempergunakan
sarana milik umum. Jadi prinsip dan
hakekat pemberian kewenangan
dimaksudkan untuk diabdikan demi
kepentingan umum, (Sedarmayanti,
1999:198).
Selanjutnya demensi kualitas
pelayanan yang terpenting menurut
Fitzsimmonns (1994 :190), ada lima
demensi sebagai berikut :
198 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
a. Reliability, yakni kemampuan untuk
memberikan secara tepat dan benar,
jenis pelayanan yang telah dijanjikan
kepada konsumen/pelanggan.
b. Responsiveness, kesadaran atau
keinginan untuk membantu konsumen
dan memberikan pelayanan yang
cepat.
c. Assurance, pengetahuan atau
wawasan, kesopan-santunan,
kepercayaan diri dari pemberi
layanan, serta respek terhadap
konsumen.
d. Empathy, kemauan pemberi layanan
untuk melakukan pendekatan,
memberi perlindungan, serta berusaha
untuk mengetahui keinginan dan
kebutuhan konsumen.
e. Tangibles, penampilan para pegawai
dan fasilitas fisik lain seperti peralatan
yang menunjang pelayanan publik.
Menurut Terziovski (2007),
kemampuan inovasi suatu lembaga
ditentukan oleh sejumlah faktor yang
disebutnya sebagai dimensi kemampuan
inovasi. Dimensi kemampuan inovasi
tersebut antara lain meliputi: visi dan
strategi, perekatan dasar kompetensi,
penguatan informasi dan kecerdasan
organisasi, orientasi pasar dan pelanggan,
kreativitas dan manajemen gagasan,
sistem dan struktur organisasi, dan
manajemen teknologi. Dalam praktek
penyelenggaran pemerintahan di
Gorontalo, Pare-pare, dan Sragen,
berbagai dimensi dari kemampuan inovasi
tersebut juga tampak jelas
mempengaruhi keberhasilan inovasi yang
diterapkan oleh ketiga daerah tersebut.
Beberapa Contoh Daerah Inovasi dalam
Pelayanan
Kabupaten Jembrana sering disebut
sebagai juara yang mempelopori pen-
didikan dan kesehatan gratis. Sejak 2001
Jembrana menyediakan pelayanan publik
yang terjangkau dan merata bagi rakyat,
misalnya melalui skema “sekolah gratis”
dan “kesehatan gratis”. Sejak 2003,
Jembrana melakukan relokasi subsidi
kesehatan, yakni mengalihkan subsidi
yang semula diberikan untuk biaya obat-
obatan RSUD dan Puskesmas, kemudian
digunakan untuk membayar premi (iuran)
asuransi bagi seluruh rakyat. Semua pen-
duduk yang punya KTP Jembrana
langsung mendapat kartu anggota JKJ,
yang diperoleh secara gratis. Untuk
mendanai “sekolah gratis”, Jembrana
telah mensubsidi Rp. 14,7 miliar, atau
hampir Rp. 3,7 miliar per tahun, dalam
kurun waktu 2001-2004. Dengan
perhitungan sekitar 44 ribu siswa SD
sampai SMU negeri, maka tiap siswa rata-
rata disubsidi sebesar Rp. 85 ribu per
tahun. Siswa sejumlah 44 ribu orang ini
merupakan 19% dari total penduduk
Jembrana. Sejak tahun 2003 Jembrana
juga menyediakan beasiswa untuk siswa
sekolah swasta yang membutuhkan.
Beasiswa telah diberikan kepada sekitar
3.800 siswa dengan total dana sebesar
Rp. 437 juta. Dengan demikian, besar
beasiswa mencapai Rp. 115 ribu per siswa
per tahun. Reformasi sosial berhasil
menekan angka kemiskinan dari 19,4%
(2001) menjadi 10,9% (2003); kematian
bayi (per 1000 lahir hidup) dari 15,25
(2001) menjadi 8,39 (2003); dan tingkat
drop out sekolah dasar dari 0,08%
menjadi 0,02% pada tahun yang sama.
Upaya pendidikan dan kesehatan
gratis juga ditempuh Belitung Timur.
Minahasa baru menggratiskan biaya
pendidikan. Kota Balikpapan mempro-
mosikan program penanggulangan
kemiskinan yang berkelanjutan, alokasi
anggaran pendidikan sebesar 20% dari
APBD (2006); pengurangan beban
masyarakat dalam pembiayaan
pendidikan (2006); maupun program
pelayanan kesehatan dasar gratis (2006).
Tanah Datar, 2000-2005, bekerja keras
memperbaiki kualitas pendidikan dan
meningkatkan akses pendidikan bagi
Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 199
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
keluarga miskin. Dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
dianggarkan Rp 600 juta untuk beasiswa
anak cerdas dari keluarga tidak mampu.
Mengingat pentingnya pendidikan, di
Tanah Datar, 54 persen dari APBD (Rp 251
miliar) dianggarkan bagi pembangunan
pendidikan, 57 persen di antaranya
adalah untuk gaji guru. Dengan program-
program ini, selain kualitas pendidikan
meningkat, juga ada sekitar 9.000 anak
dari keluarga tak mampu dibebaskan dari
kewajiban membayar SPP.
Pemerintah Kota Blitar telah
menjalankan sebuah kebijakan untuk
menangani salah satu permasalahan
kemiskinan dengan cara membangkitkan
kembali semangat kegotongroyongan
dalam kultur hidup masyarakat yang
akhir-akhir ini memudar karena
perkembangan zaman. Bentuk konkret
kebijakan dimaksud adalah melancarkan
kegiatan rehabilitasi secara gotong
royong rumah milik warga masyarakat
miskin yang oleh masyarakat sekitar
dinyatakan kumuh. Secara formal,
kebijakan ini diformulasikan dengan
nomenklatur Bantuan Revitalisasi Rumah
Kumuh (BR2K).
Purbalingga, yang belum banyak
didengar, melakukan inovasi kebijakan
dan program penanggulangan kemiskinan
dengan mengusung empat program
utama: Program Stimulan Pemugaran
Rumah Keluarga Miskin (PSPR Gakin);
Program Padat Karya Pangan (PPKP);
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat, serta Alokasi Dana Desa
(ADD). PSPR Gakin, misalnya, hendak
memugar rumah gakin sejumlah 14.325
rumah sejak 2003 dan ditargetkan selesai
tahun 2010. Pemerintah daerah
menyedian stimulan 2 juta rupiah per
rumah gakin, yang kemudian disokong
oleh modal sosial (swadaya masyarakat
dan gotong royong). Sampai tahun 2007,
rumah miskin yang berhasil dipuhar sudah
mencapai sekitar 60%. Kebijakan
Purbalingga pro miskin yang radikal
tersebut memang menghasilkan prestasi
yang cukup menggembirakan. Usia
harapan hidup meningkat dari 65,6 (2001)
menjadi 68,7 (2004); angka kematian ibu
melahirkan menurun dari 143 (2001)
menjadi 110 (2004), prevalensi balita gizi
kurang menurun dari 13,8 menjadi 2,25
pada periode tahun yang sama, cakupan
air bersih meningkat dari 46,24% (2001)
menjadi 67,3% (2004), cakupan penduduk
peserja jaminan perawatan kesehatan
meningkat dari 35% (2001) menjadi 65%
(2004), penduduk miskin berkurang dari
39,73% (2001) menjadi 34,78%. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Purbalingga
pada tahun 1999 sebesar 63.0, yang
menempati ranking 33 dari 35
kabupaten/kota di seluruh Jawa Tengah
pada tahun 2001, kemudian meningkat
menjadi 64,5 (ranking 30) pada tahun
2002, meningkat drastis menjadi 65,9
(ranking 18) pada tahun 2003, dan pada
tahun 2004 menjadi 67 dengan ranking 15
di Jawa Tengah.
Praktek inovasi dalam
penyelenggaraan birokrasi pemerintah di
Indonesia telah diungkapkan dalam
sejumlah literatur. Beberapa daerah yang
sering menjadi rujukan sebagai best
practices penerapan inovasi antara lain
adalah Propinsi Gorontalo, Kabupaten
Sragen, dan Kabupaten Jembrana. Menilik
kinerja ketiga daerah tersebut, terbukti
inovasi sangat diperlukan bagi birokrasi
pemerintah dalam proses reformasi. Bagi
pemerintah daerah pada umumnya,
fenomena Propinsi Gorontalo, Kabupaten
Sragen, dan Kabupaten Jembrana adalah
pelajaran yang sangat bernilai. Pada
daerah-daerah tersebut, kapasitas
pemerintah daerah dalam melakukan
inovasi di daerah tampak berkorelasi
positif dengan dukungan masyarakat
terhadap pemerintah daerah masing-
masing. Adapun bentuk dukungan
masyarakat yang paling nyata adalah
terpilihnya kembali pemangku jabatan
200 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
Gubernur, Bupati atau Walikota untuk
periode kedua dalam kepemimpinannya,
dan hal ini merupakan refleksi dari
kepuasan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Fenomena pada ketiga daerah
tersebut bisa jadi hal yang lumrah jika
terjadi pada masa-masa sebelum sistem
Pemilihan Kepala Daerah Langsung
(PILKADAL) diberlakukan pada tahun
2005. Namun pada masa sekarang ini, apa
yang terjadi pada ketiga daerah tersebut
adalah bagian dari pembelajaran untuk
para pemimpin di daerah-daerah lain,
khususnya yang ingin mempertahankan
jabatannya selama dua periode. Hal ini
karena dalam mekanisme PILKADAL
terdapat ruang yang cukup luas bagi
msyarakat untuk menentukan nasib
kepemimpinan pejabat publik di daerah.
Pada ketiga daerah tersebut,
dukungan publik terhadap pemangku
jabatan kepala daerah sangat besar yang
ditunjukkan oleh tingginya prosentase
masyarakat yang memilih mereka untuk
kembali menjadi pemimpin daerah, yang
diatas 80 % dari total partisipan dalam
PLKADAL. Hasil PILKADAL di Propinsi
Gorontalo, 81 % suara mendukung Fadel
Muhamad untuk kembali memimpin
Provinsi Gorotalo hingga tahun 2011.
Sedangkan di Kabupaten Sragen, Untung
Sarono Wiyono Sukarno, mendapatkan
dukungan 87,34 % suara untuk kembali
menjabat Bupati Sragen periode 2006-
2011. Sementara I Gede Winasa
mendapatkan dukungan masyarakat untuk
menjadi Bupati Jembrana yang kedua
kalinya, dengan prosentase suara
mencapai 88,56 %. Semua ini menunjukan
bahwa masyarakat memiliki kepercayaan
yang tinggi terhadap para pemimpin
tersebut, dan menaruh harapan yang
cukup besar bagi perbaikan kehidupan
mereka dimasa kepemimpinan
berikutnya. Tidak dipungkiri bahwa
keberhasilan para pemimpin daerah
tersebut dalam meraih dukungan dan
kepercayaan publik adalah karena
strategi dan kebijakan yang mereka
kebangkan selama masa kepemimpinan
periode pertama telah memberikan hasil
yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Kunci dari kinerja ini adalah inovasi.
Melalui inovasi mereka mampu
meningkatkan kinerja daerah yang
dipimpinnya secara signifikan. Pada tahun
2006, Gorontalo telah berubah menjadi
provinsi dengan pertumbuhan ekonomi
7,3 %; PDRB per kapita atas dasar harga
konstan mencapai Rp. 2.351.715; dan
angka kemiskinan menurun dari 32,12 %
pada Tahun 2002 menjadi 29 %. Kondisi
yang sama juga terjadi pada Kabupaten
Sragen dan Jembrana. Tahun 2006,
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sragen
mencapai 6,8 % dan PDRB meningkat
57,48 % dibandingkan dengan PDRB tahun
2002. Sedangkan Kabupaten Jembrana, di
tahun akhir periode pertama
kepemimpinan Gede Winasa, laju
pertumbuhan ekonomi mencapai 5,29 %;
PDRB perkapita meningkat dari Rp
5.480.000 pada Tahun 2001 menjadi Rp
7.403.000; dan angka kemiskinan
menurun dari 19,4 % pada tahun 2002
menjadi 8,85 %. Kisah keberhasilan
inovasi Gorontalo, Sragen dan Jembrana
ini sebenarnya telah banyak dikemukakan
dalam berbagai tulisan di jurnal, surat
kabar, dan seminar-seminar. Seiring
dengan hal tersebut, inovasi kemudian
menjadi kata yang populer di lidah dan
telinga penyelenggara pemerintahan di
Indonesia. Dalam perkembangan sekarang
ini, inovasi bahkan diyakini sebagai
keharusan bagi pemerintah daerah. Dasar
pemikirannya adalah bahwa inovasi telah
terbukti meningkatkan efektivitas
pemeritah daerah, yang telah ditunjukan
terutama oleh ketiga daerah yang telah
disebutkan dalam tulisan ini. Lebih dari
itu, inovasi diperlukan dalam menghadapi
kondisi lingkungan pemerintah daerah
dewasa ini. Sejak otonomi daerah
digulirkan tahun 1999, pemerintah daerah
Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 201
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
selain memiliki kewenangan yang luas
dalam mengelola pemerintahan di tingkat
daerah, juga memiliki kewajiban yang
besar untuk memberikan pelayanan yang
baik bagi masyarakatnya. Dalam konteks
ini inovasi diperlukan agar kualitas
pelayanan yang diberikan pemerintah
daerah lebih dekat dengan kebutuhan
nyata masyarakat.
Diskusi Inovasi Birokrasi VS Stagnisasi
Birokrasi
Berbicara masalah birokrasi sangat
menarik untuk didiskusikan apalagi
menyakut tentang progres dari kinerja
birokrasi. Menurut Evers (1987) birokrasi
di Indonesia masuk ke dalam 3 pola yaitu
(a) Weberisasi yang memandang
birokratisasi sebagai proses rasionalisasi
prosedur pemerintah dan aparat; (b)
Parkinsonisasi yang melihat birokratisasi
sebagai pertumbuhan atau
membengkaknya jumlah pegawai negeri
dan (c) Orwelisasi yang memandang
birokratisasi sebagai proses memperluas
kekuasaan pemerintah dengan maksud
mengontrol kegiatan ekonomi dan sosial
masyarakat dengan regulasi dan kalau
perlu dengan paksaan (Soesilo Zauhar,
2006). Dari pandangan tersebut menjadi
sebuah acuan kritis bahwa birokrasi di
Indonesia perlu adanya perintah dari
atasan atau pimpinan, kalau pimpinan
yang diatansnya tidak mau berubah
secara otomatis bawahannya tidak akan
berubah selamanya Banyaknya pegawai
bisa jadi tidak efektif dan tidak tahu apa
yang akan dikerjakan dikrenakan
pekerjaan yang seharusnya bisa
dikerjakan 1 orang bisa jadi 3-s orang,
oleh karena itu inovasi akan mustahil
akan digerakkan pada suatu birokrasi.
Disamping itu sangatlah “lucu” didalam
sebuah peraturan pegawai negeri tidak
boleh terlibat politik praktis akan tetapi
pucuk kepemimpinan berasal dari orang-
orang parpol, secara otomatis misi-yang
dibawanya akan bermuatan politik sesuai
dengan gagasannya Eisenstadt (1959)
gagasan tentang birokrasi sebagai alat
untuk mempeoleh, mempertahankan dan
melaksanakan kekuasaan.. Berikut ini
bagan yang menggambarkan tentang
bagaimana cara untuk mengintegrasikan
didalam inovasi birokrasi
BIROKRASI YANG INOVASI
202 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
Penutup
Dari bagan bisa diambil kesimpulan
bahwa didalam inovasi birokrasi perlu
adanya integrasi di semua lini, tidak
hanya pada individu yang ada di dalam
birokrasi tetapi system, lembaga maupun
masyarakat perlu ada persamaan persepsi
apakah perlu birokrasi di inovasi ataukah
tidak? Pertanyaan mendasar yang perlu di
lontarkan apabila akan melaksanakan
inovasi birokrasi.
Meskipun kesadaran perlunya inovasi
birokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia tampaknya
makin menguat, namun kenyataannya
sekarang ini yang menerapkan inovasi
dalam proses penyelenggaraan
pemerintahannya. Dari keseluruhan
jumlah pemerintah daerah yang terdiri
dari 33 provinsi dan 472 Kabupaten/Kota,
diperkirakan tidak lebih dari 5 % yang
menonjol dalam inovasi. Pada umumnya,
pemerintah daerah memberlakukan
penyelenggaraan pemerintahan sebagai
rutinitas,yang tidak punya targetan yang
jelas khususnya dalam melayani
kebutuhan masyarakat, jadi bisa di
katakana birokrasi di Indonesia pada
umumnya masi stagnisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahannya.
Inovasi birokrasi bukan mustahil untuk
diterapkan akan tetapi perlu adanya
sinergisitas dari semua pihak. Berbagai
upaya pemerintah untuk mendorong
inovasi pada birokrasi melalui berbagai
penghargaan, juga tidak banyak
menunjukan hasil sebagaimana yang
diharapkan. Inovasi, dengan demikian
belum menjadi unsur penting dari budaya
birokrasi pemerintah. Hal demikian ini
juga mengindikasikan bahwa birokrasi
pemerintah sekarang belum mampu
menyerap dan mengembangkan nilai-nilai
manajemen yang lebih maju.
Referensi
Albraw, Martin, 2007. Birokrasi.
Diterjemahkan oleh M.Rusli Karim
dan Totok Daryanto. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Albrow, Martin, 1970, Bureaucracy, New
York: Praeger Publisher.
Almond, Gabriel, dan Bingham Powel,
1996. Comparative Politics
Development Approach. Bombai,
India: Little Company.
Bendix, Reinhard, 1977, Bureaucracy,
International Encyclopedia of the
Social Sciences, New York: Free
Press.
Blau, Peter M.,1956, Bureaucracy in
Modern Society, New York: Random
House.
Budiman, Arief; dan Ph. Quarles van
Ufford (eds); 1988. Krisis
Tersembunyi dalam Pembangunan:
Birokrasi-birokrasi Pembangunan.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Donellon, eds., 1994, Post- Bureaucratic
Organization, Thousands Oaks: Sage
Publications.
Downs, Anthony, 1967, Inside
Bureaucracy, Boston: A Rand
Corporation Research Study, Little,
Brown and Company.
Duto, Sosialismanto, 2001. Hegemoni
Negara: Ekonomi Politik Pedesaan
Jawa. Yogyakarta: Lapera Pustaka
Utama.
Dwiyanto, Agus (ed), 2006. Reformasi
Birokrasi Publik di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
---------------, 2002. Perspektif Perilaku
Birokrasi. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
--------------, 2006. “Strategi Melakukan
Reformasi Birokrasi Pemeirntah di
Indonesia”, dalam Agus Dwiyanto
(ed), Mewujudkan Good Governance
Melalui Pelayanan Publik.
Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 203
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Evers, Hans Dieter, 1987, "The
Bureaucratization of Southeast
Asia", dalam Comparative Studies in
Society and History, Volume 29,
Number 4, 1997.
Heckscher, C., 1994, Defining the Post-
Bureaucratic Type, dalam
Heckscher, C., and a.
Kumorotomo, Wahyudi, 1999. Etika
Administrasi Negara. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Machiavelli, Niccolo, 1991. Sang
Penguasa: Surat Seorang Negarawan
Kepada Pemimpin Republik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Makmur, H., 2007. Patologi Serta
Terapinya dalam Ilmu Administrasi
dan Organisasi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Osborne, David; dan Peter Plastrik, 2000.
Memangkas Birokrasi: Lima Strategi
Menuju Pemerintahan Wirausaha.
Edisi Revisi. Diterjemahkan oleh
Abdul Rosyid dan Ramelan. Jakarta:
Penerbit PPM.
Osborne, David; dan Ted Gaebler, 1996.
Mewirausahakan Birokrasi:
Mentransformasi Semangat
Wirausaha ke dalam Sektor Publik.
Diterjemahkan oleh Abdul Rosyid.
Jakarta: PT Pustaka Binaman
Pressindo.
Raadschelders, Jos C.N., 2003.
Government: A Public
Administration Perspective. New
York: M.E. Sharpe.
Riggs, Fred W. (ed), 1996. Administrasi
Pembangunan: Sistem Administrasi
dan Birokrasi. Diterjemahkan oleh
Luqman Hakim. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Rourke, Francis, 1992, American
Exceptionalism: Government
Without Bureaucracy, dalam L.B.
Hill, ed., The State of Public
Bureaucracy, M.E. Sharpe, Inc.,
New york.
Said, M.Ma’ud, 2007. Birokrasi di Negara
Birokratis. Malang: UPT Penerbitan
Universitas Muhammadyah Malang.
Siagian, S.P., 1996. Patologi Birokrasi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sinambela, Lijan Poltak, et al., 2006.
Reformasi Pelayanan Publik: Teori,
Kebijakan, dan Implementasi.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Syafiie, Inu Kencana, 2004. Birokrasi
Pemerintahan Indonesia. Bandung:
Mandar Madju.
Tangkilisan, Hessel Nogi S., n.d. Penataan
Birokrasi Publik Memasuki Era
Millenium. Yogyakarta: Penerbit
YPAPI.
Thoha, Miftah, 2007. Birokrasi dan Politik
di Indonesia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Thomson, Dennis F., 2002. Etika Politik
Pejabat Negara. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Tjiptoherijanto, Prijono, 2004.
Kependudukan Birokrasi dan
Reformasi Ekonomi. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Tjokrowinoto, Moeljarto, et al., 2001.
Birokrasi dalam Polemik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Utomo, Warsito, 2006. Administrasi
Publik Baru di Indonesia: Perubahan
Paradigma dari Administrasi Negara
ke Administrasi Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Vroom, C.W., 1982, Pembangunan
Organisasi: Sebuah Telaah ulang
tentang Tesis Birokrasi Patrimonial-
Rasional di Asia, Prisma, 6 Juni
1982, 28-39.
Weber, Max, 1946, The Theory of Social
and Economic Organization, Ed. and
Trans A.M. Henderson and Talcott
Parson, Macmillan, New York.
Wicaksono, Kristian Widya, 2006.
Administrasi dan Birokrasi
204 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011
ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825
Pemerintah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Widodo, Joko, 2001. Good Governance:
Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi
pada Era Desentralisasi dan
Otonomi Daerah. Surabaya:
Penerbit Insan Cendekia.
Wilson, James Q., 1989. Bureaucracy:
What Government Agencies Do and
Why They Do It. USA: Basic Book,
Inc.
Yates, Douglas, 1982, Bureaucratic
Democracy: The Search for
Democracy and Efficiency in
American Government, Harvard
University Press., Cambridge.
Asropi, Jurnal Ilmu Administrasi, Volume
V, Nomor 3, September 2008, hal.
246-255 Budaya Inovasi dan
Reformasi Birokrasi
Jurnal Model Reformasi Birokrasi, Syafuan
Rozi, PPW LIPI, th. 2000

More Related Content

What's hot

Reinventing government (prof aries)
Reinventing government (prof aries)Reinventing government (prof aries)
Reinventing government (prof aries)DIP IPDN Angkatan 3
 
Sejarah new public service
Sejarah new public serviceSejarah new public service
Sejarah new public servicePutra Manurung
 
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.docAnalisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.docmandala72
 
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikBirokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikMirna Rahmadina
 
Good governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiGood governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiEly Goro Leba
 
Inovasi Sebagai Keniscayaan Baru Dalam Ilmu dan Praktek Administrasi Publik ...
Inovasi Sebagai Keniscayaan Baru Dalam Ilmu dan Praktek  Administrasi Publik ...Inovasi Sebagai Keniscayaan Baru Dalam Ilmu dan Praktek  Administrasi Publik ...
Inovasi Sebagai Keniscayaan Baru Dalam Ilmu dan Praktek Administrasi Publik ...Tri Widodo W. UTOMO
 
Transparansi akuntabilitas pelayanan publik
Transparansi akuntabilitas pelayanan publikTransparansi akuntabilitas pelayanan publik
Transparansi akuntabilitas pelayanan publikMuslimin B. Putra
 
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi BirokrasiPeran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi BirokrasiTri Widodo W. UTOMO
 
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...Ahmad Irfansyah
 
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governanceAdimarsi
 
Birokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikBirokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikMuh Firyal Akbar
 
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Etika Bisnis Pemda D...
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Etika Bisnis Pemda D...BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Etika Bisnis Pemda D...
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Etika Bisnis Pemda D...Hendri Sivilianto
 
Riset akuntansi multidisiplin
Riset akuntansi multidisiplinRiset akuntansi multidisiplin
Riset akuntansi multidisiplinRatzman III
 
Prinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi PublikPrinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi Publik93220872
 
01 a-konsep-new-public-management-maksi-2013
01 a-konsep-new-public-management-maksi-201301 a-konsep-new-public-management-maksi-2013
01 a-konsep-new-public-management-maksi-20131205811
 
Prinsip paradigma administrasi publik
Prinsip paradigma administrasi publikPrinsip paradigma administrasi publik
Prinsip paradigma administrasi publikario_pradana
 

What's hot (19)

Reinventing government (prof aries)
Reinventing government (prof aries)Reinventing government (prof aries)
Reinventing government (prof aries)
 
Sejarah new public service
Sejarah new public serviceSejarah new public service
Sejarah new public service
 
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.docAnalisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
Analisis kinerja birokrasi pemerinta.doc
 
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikBirokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
 
Good governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiGood governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasi
 
Inovasi Sebagai Keniscayaan Baru Dalam Ilmu dan Praktek Administrasi Publik ...
Inovasi Sebagai Keniscayaan Baru Dalam Ilmu dan Praktek  Administrasi Publik ...Inovasi Sebagai Keniscayaan Baru Dalam Ilmu dan Praktek  Administrasi Publik ...
Inovasi Sebagai Keniscayaan Baru Dalam Ilmu dan Praktek Administrasi Publik ...
 
Administrasi Pembangunan
Administrasi PembangunanAdministrasi Pembangunan
Administrasi Pembangunan
 
Transparansi akuntabilitas pelayanan publik
Transparansi akuntabilitas pelayanan publikTransparansi akuntabilitas pelayanan publik
Transparansi akuntabilitas pelayanan publik
 
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi BirokrasiPeran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
 
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
ANALISIS KINERJA APARATUR PEMERINTAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUSI B...
 
Rekonstruksi kultural birokrasi
Rekonstruksi kultural birokrasiRekonstruksi kultural birokrasi
Rekonstruksi kultural birokrasi
 
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
 
Birokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikBirokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian Politik
 
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Etika Bisnis Pemda D...
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Etika Bisnis Pemda D...BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Etika Bisnis Pemda D...
BE & GG, Hendri Sivilianto, Prof Dr Ir Hapzi Ali MM CMA, Etika Bisnis Pemda D...
 
Riset akuntansi multidisiplin
Riset akuntansi multidisiplinRiset akuntansi multidisiplin
Riset akuntansi multidisiplin
 
Prinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi PublikPrinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi Publik
 
01 a-konsep-new-public-management-maksi-2013
01 a-konsep-new-public-management-maksi-201301 a-konsep-new-public-management-maksi-2013
01 a-konsep-new-public-management-maksi-2013
 
Prinsip paradigma administrasi publik
Prinsip paradigma administrasi publikPrinsip paradigma administrasi publik
Prinsip paradigma administrasi publik
 
Etika sektor publik
Etika sektor publikEtika sektor publik
Etika sektor publik
 

Viewers also liked

Prisca Scrin
Prisca ScrinPrisca Scrin
Prisca ScrinLabLDL
 
Blue drop series_02_-_capacity_building
Blue drop series_02_-_capacity_buildingBlue drop series_02_-_capacity_building
Blue drop series_02_-_capacity_buildingDheeraaj Geadam
 
Báo cáo tình hình thương mại điện tử Việt Nam 2012
Báo cáo tình hình thương mại điện tử Việt Nam 2012Báo cáo tình hình thương mại điện tử Việt Nam 2012
Báo cáo tình hình thương mại điện tử Việt Nam 2012Duy Nhân Nguyễn
 
Rainwater Harvesting and Utilisation Policy Maker
Rainwater Harvesting and Utilisation Policy MakerRainwater Harvesting and Utilisation Policy Maker
Rainwater Harvesting and Utilisation Policy MakerK9T
 

Viewers also liked (7)

Communication
CommunicationCommunication
Communication
 
Sake pdf
Sake pdfSake pdf
Sake pdf
 
Segmantation
SegmantationSegmantation
Segmantation
 
Prisca Scrin
Prisca ScrinPrisca Scrin
Prisca Scrin
 
Blue drop series_02_-_capacity_building
Blue drop series_02_-_capacity_buildingBlue drop series_02_-_capacity_building
Blue drop series_02_-_capacity_building
 
Báo cáo tình hình thương mại điện tử Việt Nam 2012
Báo cáo tình hình thương mại điện tử Việt Nam 2012Báo cáo tình hình thương mại điện tử Việt Nam 2012
Báo cáo tình hình thương mại điện tử Việt Nam 2012
 
Rainwater Harvesting and Utilisation Policy Maker
Rainwater Harvesting and Utilisation Policy MakerRainwater Harvesting and Utilisation Policy Maker
Rainwater Harvesting and Utilisation Policy Maker
 

Similar to 92 297-1-pb

RMK julfana jainal.docx
RMK  julfana jainal.docxRMK  julfana jainal.docx
RMK julfana jainal.docxJulfanajainal
 
Budaya birokrasi
Budaya birokrasiBudaya birokrasi
Budaya birokrasivirmannsyah
 
Budaya birokrasi
Budaya birokrasiBudaya birokrasi
Budaya birokrasivirmannsyah
 
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmWisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmResearcher Syndicate68
 
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupatenEvaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupatenMus Kamal
 
JFAK Dalam Pusaran Gap Riset Kebijakan & Proses Kebijakan
JFAK Dalam Pusaran Gap Riset Kebijakan & Proses KebijakanJFAK Dalam Pusaran Gap Riset Kebijakan & Proses Kebijakan
JFAK Dalam Pusaran Gap Riset Kebijakan & Proses KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Buku reformasi dalam praktik
Buku reformasi dalam praktikBuku reformasi dalam praktik
Buku reformasi dalam praktikMohammad Subhan
 
3067-Article Text-12462-1-10-20230104.pdf
3067-Article Text-12462-1-10-20230104.pdf3067-Article Text-12462-1-10-20230104.pdf
3067-Article Text-12462-1-10-20230104.pdfPutrajab
 
25889051 makalah-reformasi-birokrasi
25889051 makalah-reformasi-birokrasi25889051 makalah-reformasi-birokrasi
25889051 makalah-reformasi-birokrasiGuntur Rahmandhito
 
Konsep dan Studi Kebijakan Publik
Konsep dan Studi Kebijakan PublikKonsep dan Studi Kebijakan Publik
Konsep dan Studi Kebijakan PublikTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme birokrkasi
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme  birokrkasiTransformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme  birokrkasi
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme birokrkasitrio Saputra
 
Peran Inkubasi Inovasi Dalam Mematangkan Pelayanan Publik
Peran Inkubasi Inovasi Dalam Mematangkan Pelayanan PublikPeran Inkubasi Inovasi Dalam Mematangkan Pelayanan Publik
Peran Inkubasi Inovasi Dalam Mematangkan Pelayanan PublikTri Widodo W. UTOMO
 

Similar to 92 297-1-pb (20)

Makalah revormasi birokrasi
Makalah revormasi birokrasiMakalah revormasi birokrasi
Makalah revormasi birokrasi
 
Makalah revormasi birokrasi
Makalah revormasi birokrasiMakalah revormasi birokrasi
Makalah revormasi birokrasi
 
RMK julfana jainal.docx
RMK  julfana jainal.docxRMK  julfana jainal.docx
RMK julfana jainal.docx
 
Budaya birokrasi
Budaya birokrasiBudaya birokrasi
Budaya birokrasi
 
Budaya birokrasi
Budaya birokrasiBudaya birokrasi
Budaya birokrasi
 
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmWisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
 
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupatenEvaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
 
Birokrasi iii iv
Birokrasi iii   ivBirokrasi iii   iv
Birokrasi iii iv
 
monalisaaaaaaaaaa
monalisaaaaaaaaaamonalisaaaaaaaaaa
monalisaaaaaaaaaa
 
JFAK Dalam Pusaran Gap Riset Kebijakan & Proses Kebijakan
JFAK Dalam Pusaran Gap Riset Kebijakan & Proses KebijakanJFAK Dalam Pusaran Gap Riset Kebijakan & Proses Kebijakan
JFAK Dalam Pusaran Gap Riset Kebijakan & Proses Kebijakan
 
Buku reformasi dalam praktik
Buku reformasi dalam praktikBuku reformasi dalam praktik
Buku reformasi dalam praktik
 
Reformasi birokrasi dalam praktik
Reformasi birokrasi dalam praktikReformasi birokrasi dalam praktik
Reformasi birokrasi dalam praktik
 
3067-Article Text-12462-1-10-20230104.pdf
3067-Article Text-12462-1-10-20230104.pdf3067-Article Text-12462-1-10-20230104.pdf
3067-Article Text-12462-1-10-20230104.pdf
 
25889051 makalah-reformasi-birokrasi
25889051 makalah-reformasi-birokrasi25889051 makalah-reformasi-birokrasi
25889051 makalah-reformasi-birokrasi
 
Andrew kresna ekautra
Andrew kresna ekautraAndrew kresna ekautra
Andrew kresna ekautra
 
Konsep dan Studi Kebijakan Publik
Konsep dan Studi Kebijakan PublikKonsep dan Studi Kebijakan Publik
Konsep dan Studi Kebijakan Publik
 
Kelompok 1.pptx
Kelompok 1.pptxKelompok 1.pptx
Kelompok 1.pptx
 
SANKRI PPT.pptx
SANKRI PPT.pptxSANKRI PPT.pptx
SANKRI PPT.pptx
 
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme birokrkasi
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme  birokrkasiTransformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme  birokrkasi
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme birokrkasi
 
Peran Inkubasi Inovasi Dalam Mematangkan Pelayanan Publik
Peran Inkubasi Inovasi Dalam Mematangkan Pelayanan PublikPeran Inkubasi Inovasi Dalam Mematangkan Pelayanan Publik
Peran Inkubasi Inovasi Dalam Mematangkan Pelayanan Publik
 

92 297-1-pb

  • 1. 194 INOVASI BIROKRASI SEBAGAI SYARAT PELAYANAN PUBLIK Andhyka Muttaqin Dosen Tetap Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Email : andhyka21@yahoo.com ABSTACT Bureaucracy is a central or a spearhead in the public service, but what if that the bureaucratic tendencies in the community rumor "complicated or intricate." In this paper tries to intoduce innovative bureaucracy in public services. Key words: Innovation Bureaucracy, Public Service Pendahuluan Dalam kehidupan berbagai negara bangsa di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Disamping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan. Berikut di ditampilkan metode dari birokrasi: Tabel1 ; Metode Kinerja Birokrasi Metode Lama Metode Baru Unskilled work (pekerjaan tanpa keahlian) Knowledge work (pekerjaan dengan keahlian) Meaningless repetitive task (pekerjaan berulang tak bermakna) Innovation and caring (menemukan cara baru dan punya kepedulian) Individual work (pekerjaan perorangan) Team work (pekerjaan kelompok) Functional-based work (pekerjaan berbasis fungsional) Project-based work (pekerjaan berbasis proyek) Single skilled (satu bidang keahlian) Multiskilled (Beragam keahlian)
  • 2. Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 195 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 Power of bosses (Atasan berkuasa) Power of customers/public/stakeholder (Konsumen/publik berkuasa) Coordination from above (Koordinasi dari atas) Coordination among peers (Kordinasi antar rekan kerja) Sumber: Gifford and Pinchot, 1993. Dalam Jurnal Model Reformasi Birokrasi, Syafuan Rozi, PPW LIPI, th. 2000 Cukup banyak permasalahan dalam birokrasi pemerintah yang menjadi isu publik di Indonesia dewasa ini. Beberapa dari permasalahan tersebut antara lain meliputi : tigginya penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan; rendahnya kinerja sumberdaya aparatur; belum memadainya sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan; rendahnya kesejahteraan PNS; serta banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. tidak mudah memahami fenomena birokrasi di Indonesia. Para ahli administrasi publik di Indonesia juga berselisih pendapat dalam memahami fenomena yang ada. Beberapa ahli menilai persoalan utama birokrasi di Indonesia adalah masalah sumber daya manusia, baik menyangkut komitmen pimpinan, maupun kualitas dan moralitas PNS pada umumnya. Sementara sebagian ahli lain lebih menyoroti sistem sebagai faktor penentu kinerja birokrasi. Strategi reformasi pemerintah pada kenyataannya juga diarahkan untuk melakukan perbaikan terhadap kedua aspek tersebut. Akan tetapi, fakta tentang kinerja reformasi birokrasi hingga waktu sekarang ini belum memuaskan. Fenomena tersebut mengindikasikan adanya faktor penentu kinerja reformasi yang selama ini belum mendapat perhatian para ahli dan pengambil kebijakan dalam birokrasi pemerintah. Caiden (1969) sudah mengingatkan kuatnya pengaruh faktor ini terhadap kinerja reformasi, demikian pula Peters (1994) dan Farazmand (2002). Faktor dimaksud adalah budaya. Budaya memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja reformasi, karena reformasi sangat terkait dengan kepercayaan, nilai-nilai dan sikap yang diadaptasi dan dikembangkan dalam birokrasi (Abueva, 1970). Salah satu budaya birokrasi yang sangat penting bagi reformasi birokrasi adalah berkembangnya inovasi dalam instansi pemerintah. Inovasi sangat penting, karena memungkinkan birokrasi untuk berfungsi lebih dinamis dan melakukan improvement. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat reformasi birokrasi dalam kaitannya dengan budaya inovasi dalam birokrasi. Konsep Inovasi Birokrasi dan Pelayanan Publik Inovasi merupakan konsep yang relatif baru dalam literatur administrasi publik (public administration). Hasil penelitian David Mars (dalam Lee, 1970) mengungkapkan bahwa sampai tahun 1966 tidak ditemukan publikasi dari tulisan administrasi publik yang mengulas tentang inovasi. Adapun literatur klasik yang memuat konsep inovasi dalam konteks reformasi antara lain adalah artikel “Innovation in Bureaucratic Institutions” tulisan Alfred Diamant yang dimuat dalam jurnal Public Administration Review (PAR) pada tahun 1967. Selain itu, adalah buku karya Caiden yang berjudul “Administrative Reform”, diterbitkan pada tahun 1969. Dalam bukunya tersebut, Caiden menguraikan inovasi sebagai bagian dari
  • 3. 196 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 reformasi administrasi (administrative reform). Beberapa tulisan tersebut menandai mulai diperhatikannya inovasi oleh para pakar administrasi publik. Hanya saja, konsep inovasi kemudian masih belum cukup popular dalam ranah administrasi publik dan reformasi administrasi. Inovasi popular dalam bidang tersebut baru pada dekade terakhir. Kurang populernya konsep inovasi pada masa lalu dapat difahami karena karakter reformasi yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip birokrasi weber. Dalam konsepsi weber, birokrasi memerlukan aturan yang jelas, hirarki, spesialisasi dan lingkungan yang relatif stabil. Dalam konteks ini, inovasi dipandang tidak banyak diperlukan bagi aparatur birokrasi pemerintah (Kelman, 2005). Kewajiban aparatur birokrasi pemerintah adalah menjalankan aturan yang telah ditetapkan (rule driven). Jika kemudian inovasi dilaksankan, hanya dalam intensitas yang kecil dan dilakukan terbatas pada level pimpinan puncak. Inovasi, dalam hal ini sebagaimana reformasi administrasi didekati melalui mekanisme top down (Caiden, 1969). Pada tahun 90 an, new public management (NPM) mulai menggeser hegemoni konsepsi weber dalam reformasi administrasi. Reformasi kemudian mengalami pembelokan arah menuju birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan, digerakan oleh misi, dan desentralisasi (Osborne, 1992). Pada era baru ini, inovasi justru sangat dihargai oleh pendukung gerakan reformasi. Perkembangan terakhir menunjukan kemajuan pada penggunaan istilah inovasi dalam bidang administrasi publik. Pada negara seperti Korea, konsep inovasi bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi. Pengalaman Korea menunjukan bahwa penerapan inovasi pada negara tersebut telah meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal (Yoo, 2002). Keberhasilan sebagaimana Korea ini juga terjadi pada penerapan inovasi di kanada (Robertson and Ball, 2002). Sementara di China, inovasi telah dianggap sebagai bagian dari tradisi China (Shenkar, 2006). Inovasi atas birokrasi sangat medukung bagi berkembangnya ekonomi dan teknologi China dewasa ini. Semua ini menunjukan nilai penting inovasi bagi perubahan yang dinginkan. Evers (1987) mengelompokkan birokrasi ke dalam 3 pola, (a) Weberisasi yang memandang birokratisasi sebagai proses rasionalisasi prosedur pemerintah dan aparat; (b) Parkinsonisasi yang melihat birokratisasi sebagai pertumbuhan atau membengkaknya jumlah pegawai negeri dan (c) Orwelisasi yang memandang birokratisasi sebagai proses memperluas kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat dengan regulasi dan kalau perlu dengan paksaan (Soesilo Zauhar, 2006). Ada beberapa alasan kenapa bentuk ideal birokrasi rasional jarang (tidak) nampak dalam praktek sehari-hari. Pertama, manusia maujud tidak hanya untuk organisasi, kedua, birokrasi tidak kebal terhadap perubahan, Ketiga, birokrasi dirancang memang untuk untuk orang "rasional", sehingga dalam realitas mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk fungsi keseharian organisasi (Perrow, 1979). Atas dasar itu maka Bendix (1957) berkesimpulan bahwa birokrasi rasional lebih cocok dan dapat hidup di negeri barat daripada di negeri timur (Soesilo Zauhar, 2006), Eisenstadt (1959) telah mengelompokkan gagasan birokrasi ke dalam 2 pandangan, yaitu: 1). Gagasan tentang birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk mewujudkan lesan-lesan tertentu; 2). Gagasan tentang birokrasi sebagai alat
  • 4. Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 197 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 untuk mempeoleh, mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program-program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda oleh masyarakat. Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan pelayanan aparatur pemerintahan. Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik). Oleh karena itu, guna menanggulangi kesan buruk birokrasi seperti itu, birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain : a. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan b. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas- tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat) c. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni: pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu. d. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu (change of agent ) pembangunan e. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, flrksibel dan responsive (Agus Suryono, 2005) Dari pandangan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam upaya mewujudkan birokrasi yang baik dan efisien perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency). Pelayanan umum adalah hak masyarakat dan merupakan tanggungjawab negara, guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari konsep tersebut, dapat dirumuskan bahwa ada hak yang dimiliki masyarakat untuk mendapat pelayanan terus menerus, secara efisien dan membayar dengan harga pantas. Selanjutnya hak tersebut harus terwujud dengan tersedianya pelayanan kepada semua lapisan masyarakat. Bahkan hak itu dapat dituntut dengan paksa secara hukum untuk dilaksanakan. Sebaliknya pemberi pelayanan umum diberi kewenangan menjual jasa dengan mempergunakan sarana milik umum. Jadi prinsip dan hakekat pemberian kewenangan dimaksudkan untuk diabdikan demi kepentingan umum, (Sedarmayanti, 1999:198). Selanjutnya demensi kualitas pelayanan yang terpenting menurut Fitzsimmonns (1994 :190), ada lima demensi sebagai berikut :
  • 5. 198 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 a. Reliability, yakni kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen/pelanggan. b. Responsiveness, kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat. c. Assurance, pengetahuan atau wawasan, kesopan-santunan, kepercayaan diri dari pemberi layanan, serta respek terhadap konsumen. d. Empathy, kemauan pemberi layanan untuk melakukan pendekatan, memberi perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen. e. Tangibles, penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lain seperti peralatan yang menunjang pelayanan publik. Menurut Terziovski (2007), kemampuan inovasi suatu lembaga ditentukan oleh sejumlah faktor yang disebutnya sebagai dimensi kemampuan inovasi. Dimensi kemampuan inovasi tersebut antara lain meliputi: visi dan strategi, perekatan dasar kompetensi, penguatan informasi dan kecerdasan organisasi, orientasi pasar dan pelanggan, kreativitas dan manajemen gagasan, sistem dan struktur organisasi, dan manajemen teknologi. Dalam praktek penyelenggaran pemerintahan di Gorontalo, Pare-pare, dan Sragen, berbagai dimensi dari kemampuan inovasi tersebut juga tampak jelas mempengaruhi keberhasilan inovasi yang diterapkan oleh ketiga daerah tersebut. Beberapa Contoh Daerah Inovasi dalam Pelayanan Kabupaten Jembrana sering disebut sebagai juara yang mempelopori pen- didikan dan kesehatan gratis. Sejak 2001 Jembrana menyediakan pelayanan publik yang terjangkau dan merata bagi rakyat, misalnya melalui skema “sekolah gratis” dan “kesehatan gratis”. Sejak 2003, Jembrana melakukan relokasi subsidi kesehatan, yakni mengalihkan subsidi yang semula diberikan untuk biaya obat- obatan RSUD dan Puskesmas, kemudian digunakan untuk membayar premi (iuran) asuransi bagi seluruh rakyat. Semua pen- duduk yang punya KTP Jembrana langsung mendapat kartu anggota JKJ, yang diperoleh secara gratis. Untuk mendanai “sekolah gratis”, Jembrana telah mensubsidi Rp. 14,7 miliar, atau hampir Rp. 3,7 miliar per tahun, dalam kurun waktu 2001-2004. Dengan perhitungan sekitar 44 ribu siswa SD sampai SMU negeri, maka tiap siswa rata- rata disubsidi sebesar Rp. 85 ribu per tahun. Siswa sejumlah 44 ribu orang ini merupakan 19% dari total penduduk Jembrana. Sejak tahun 2003 Jembrana juga menyediakan beasiswa untuk siswa sekolah swasta yang membutuhkan. Beasiswa telah diberikan kepada sekitar 3.800 siswa dengan total dana sebesar Rp. 437 juta. Dengan demikian, besar beasiswa mencapai Rp. 115 ribu per siswa per tahun. Reformasi sosial berhasil menekan angka kemiskinan dari 19,4% (2001) menjadi 10,9% (2003); kematian bayi (per 1000 lahir hidup) dari 15,25 (2001) menjadi 8,39 (2003); dan tingkat drop out sekolah dasar dari 0,08% menjadi 0,02% pada tahun yang sama. Upaya pendidikan dan kesehatan gratis juga ditempuh Belitung Timur. Minahasa baru menggratiskan biaya pendidikan. Kota Balikpapan mempro- mosikan program penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan, alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBD (2006); pengurangan beban masyarakat dalam pembiayaan pendidikan (2006); maupun program pelayanan kesehatan dasar gratis (2006). Tanah Datar, 2000-2005, bekerja keras memperbaiki kualitas pendidikan dan meningkatkan akses pendidikan bagi
  • 6. Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 199 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 keluarga miskin. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dianggarkan Rp 600 juta untuk beasiswa anak cerdas dari keluarga tidak mampu. Mengingat pentingnya pendidikan, di Tanah Datar, 54 persen dari APBD (Rp 251 miliar) dianggarkan bagi pembangunan pendidikan, 57 persen di antaranya adalah untuk gaji guru. Dengan program- program ini, selain kualitas pendidikan meningkat, juga ada sekitar 9.000 anak dari keluarga tak mampu dibebaskan dari kewajiban membayar SPP. Pemerintah Kota Blitar telah menjalankan sebuah kebijakan untuk menangani salah satu permasalahan kemiskinan dengan cara membangkitkan kembali semangat kegotongroyongan dalam kultur hidup masyarakat yang akhir-akhir ini memudar karena perkembangan zaman. Bentuk konkret kebijakan dimaksud adalah melancarkan kegiatan rehabilitasi secara gotong royong rumah milik warga masyarakat miskin yang oleh masyarakat sekitar dinyatakan kumuh. Secara formal, kebijakan ini diformulasikan dengan nomenklatur Bantuan Revitalisasi Rumah Kumuh (BR2K). Purbalingga, yang belum banyak didengar, melakukan inovasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dengan mengusung empat program utama: Program Stimulan Pemugaran Rumah Keluarga Miskin (PSPR Gakin); Program Padat Karya Pangan (PPKP); Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, serta Alokasi Dana Desa (ADD). PSPR Gakin, misalnya, hendak memugar rumah gakin sejumlah 14.325 rumah sejak 2003 dan ditargetkan selesai tahun 2010. Pemerintah daerah menyedian stimulan 2 juta rupiah per rumah gakin, yang kemudian disokong oleh modal sosial (swadaya masyarakat dan gotong royong). Sampai tahun 2007, rumah miskin yang berhasil dipuhar sudah mencapai sekitar 60%. Kebijakan Purbalingga pro miskin yang radikal tersebut memang menghasilkan prestasi yang cukup menggembirakan. Usia harapan hidup meningkat dari 65,6 (2001) menjadi 68,7 (2004); angka kematian ibu melahirkan menurun dari 143 (2001) menjadi 110 (2004), prevalensi balita gizi kurang menurun dari 13,8 menjadi 2,25 pada periode tahun yang sama, cakupan air bersih meningkat dari 46,24% (2001) menjadi 67,3% (2004), cakupan penduduk peserja jaminan perawatan kesehatan meningkat dari 35% (2001) menjadi 65% (2004), penduduk miskin berkurang dari 39,73% (2001) menjadi 34,78%. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Purbalingga pada tahun 1999 sebesar 63.0, yang menempati ranking 33 dari 35 kabupaten/kota di seluruh Jawa Tengah pada tahun 2001, kemudian meningkat menjadi 64,5 (ranking 30) pada tahun 2002, meningkat drastis menjadi 65,9 (ranking 18) pada tahun 2003, dan pada tahun 2004 menjadi 67 dengan ranking 15 di Jawa Tengah. Praktek inovasi dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintah di Indonesia telah diungkapkan dalam sejumlah literatur. Beberapa daerah yang sering menjadi rujukan sebagai best practices penerapan inovasi antara lain adalah Propinsi Gorontalo, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Jembrana. Menilik kinerja ketiga daerah tersebut, terbukti inovasi sangat diperlukan bagi birokrasi pemerintah dalam proses reformasi. Bagi pemerintah daerah pada umumnya, fenomena Propinsi Gorontalo, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Jembrana adalah pelajaran yang sangat bernilai. Pada daerah-daerah tersebut, kapasitas pemerintah daerah dalam melakukan inovasi di daerah tampak berkorelasi positif dengan dukungan masyarakat terhadap pemerintah daerah masing- masing. Adapun bentuk dukungan masyarakat yang paling nyata adalah terpilihnya kembali pemangku jabatan
  • 7. 200 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 Gubernur, Bupati atau Walikota untuk periode kedua dalam kepemimpinannya, dan hal ini merupakan refleksi dari kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Fenomena pada ketiga daerah tersebut bisa jadi hal yang lumrah jika terjadi pada masa-masa sebelum sistem Pemilihan Kepala Daerah Langsung (PILKADAL) diberlakukan pada tahun 2005. Namun pada masa sekarang ini, apa yang terjadi pada ketiga daerah tersebut adalah bagian dari pembelajaran untuk para pemimpin di daerah-daerah lain, khususnya yang ingin mempertahankan jabatannya selama dua periode. Hal ini karena dalam mekanisme PILKADAL terdapat ruang yang cukup luas bagi msyarakat untuk menentukan nasib kepemimpinan pejabat publik di daerah. Pada ketiga daerah tersebut, dukungan publik terhadap pemangku jabatan kepala daerah sangat besar yang ditunjukkan oleh tingginya prosentase masyarakat yang memilih mereka untuk kembali menjadi pemimpin daerah, yang diatas 80 % dari total partisipan dalam PLKADAL. Hasil PILKADAL di Propinsi Gorontalo, 81 % suara mendukung Fadel Muhamad untuk kembali memimpin Provinsi Gorotalo hingga tahun 2011. Sedangkan di Kabupaten Sragen, Untung Sarono Wiyono Sukarno, mendapatkan dukungan 87,34 % suara untuk kembali menjabat Bupati Sragen periode 2006- 2011. Sementara I Gede Winasa mendapatkan dukungan masyarakat untuk menjadi Bupati Jembrana yang kedua kalinya, dengan prosentase suara mencapai 88,56 %. Semua ini menunjukan bahwa masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap para pemimpin tersebut, dan menaruh harapan yang cukup besar bagi perbaikan kehidupan mereka dimasa kepemimpinan berikutnya. Tidak dipungkiri bahwa keberhasilan para pemimpin daerah tersebut dalam meraih dukungan dan kepercayaan publik adalah karena strategi dan kebijakan yang mereka kebangkan selama masa kepemimpinan periode pertama telah memberikan hasil yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Kunci dari kinerja ini adalah inovasi. Melalui inovasi mereka mampu meningkatkan kinerja daerah yang dipimpinnya secara signifikan. Pada tahun 2006, Gorontalo telah berubah menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi 7,3 %; PDRB per kapita atas dasar harga konstan mencapai Rp. 2.351.715; dan angka kemiskinan menurun dari 32,12 % pada Tahun 2002 menjadi 29 %. Kondisi yang sama juga terjadi pada Kabupaten Sragen dan Jembrana. Tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sragen mencapai 6,8 % dan PDRB meningkat 57,48 % dibandingkan dengan PDRB tahun 2002. Sedangkan Kabupaten Jembrana, di tahun akhir periode pertama kepemimpinan Gede Winasa, laju pertumbuhan ekonomi mencapai 5,29 %; PDRB perkapita meningkat dari Rp 5.480.000 pada Tahun 2001 menjadi Rp 7.403.000; dan angka kemiskinan menurun dari 19,4 % pada tahun 2002 menjadi 8,85 %. Kisah keberhasilan inovasi Gorontalo, Sragen dan Jembrana ini sebenarnya telah banyak dikemukakan dalam berbagai tulisan di jurnal, surat kabar, dan seminar-seminar. Seiring dengan hal tersebut, inovasi kemudian menjadi kata yang populer di lidah dan telinga penyelenggara pemerintahan di Indonesia. Dalam perkembangan sekarang ini, inovasi bahkan diyakini sebagai keharusan bagi pemerintah daerah. Dasar pemikirannya adalah bahwa inovasi telah terbukti meningkatkan efektivitas pemeritah daerah, yang telah ditunjukan terutama oleh ketiga daerah yang telah disebutkan dalam tulisan ini. Lebih dari itu, inovasi diperlukan dalam menghadapi kondisi lingkungan pemerintah daerah dewasa ini. Sejak otonomi daerah digulirkan tahun 1999, pemerintah daerah
  • 8. Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 201 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 selain memiliki kewenangan yang luas dalam mengelola pemerintahan di tingkat daerah, juga memiliki kewajiban yang besar untuk memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakatnya. Dalam konteks ini inovasi diperlukan agar kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah daerah lebih dekat dengan kebutuhan nyata masyarakat. Diskusi Inovasi Birokrasi VS Stagnisasi Birokrasi Berbicara masalah birokrasi sangat menarik untuk didiskusikan apalagi menyakut tentang progres dari kinerja birokrasi. Menurut Evers (1987) birokrasi di Indonesia masuk ke dalam 3 pola yaitu (a) Weberisasi yang memandang birokratisasi sebagai proses rasionalisasi prosedur pemerintah dan aparat; (b) Parkinsonisasi yang melihat birokratisasi sebagai pertumbuhan atau membengkaknya jumlah pegawai negeri dan (c) Orwelisasi yang memandang birokratisasi sebagai proses memperluas kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat dengan regulasi dan kalau perlu dengan paksaan (Soesilo Zauhar, 2006). Dari pandangan tersebut menjadi sebuah acuan kritis bahwa birokrasi di Indonesia perlu adanya perintah dari atasan atau pimpinan, kalau pimpinan yang diatansnya tidak mau berubah secara otomatis bawahannya tidak akan berubah selamanya Banyaknya pegawai bisa jadi tidak efektif dan tidak tahu apa yang akan dikerjakan dikrenakan pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan 1 orang bisa jadi 3-s orang, oleh karena itu inovasi akan mustahil akan digerakkan pada suatu birokrasi. Disamping itu sangatlah “lucu” didalam sebuah peraturan pegawai negeri tidak boleh terlibat politik praktis akan tetapi pucuk kepemimpinan berasal dari orang- orang parpol, secara otomatis misi-yang dibawanya akan bermuatan politik sesuai dengan gagasannya Eisenstadt (1959) gagasan tentang birokrasi sebagai alat untuk mempeoleh, mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan.. Berikut ini bagan yang menggambarkan tentang bagaimana cara untuk mengintegrasikan didalam inovasi birokrasi BIROKRASI YANG INOVASI
  • 9. 202 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 Penutup Dari bagan bisa diambil kesimpulan bahwa didalam inovasi birokrasi perlu adanya integrasi di semua lini, tidak hanya pada individu yang ada di dalam birokrasi tetapi system, lembaga maupun masyarakat perlu ada persamaan persepsi apakah perlu birokrasi di inovasi ataukah tidak? Pertanyaan mendasar yang perlu di lontarkan apabila akan melaksanakan inovasi birokrasi. Meskipun kesadaran perlunya inovasi birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia tampaknya makin menguat, namun kenyataannya sekarang ini yang menerapkan inovasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahannya. Dari keseluruhan jumlah pemerintah daerah yang terdiri dari 33 provinsi dan 472 Kabupaten/Kota, diperkirakan tidak lebih dari 5 % yang menonjol dalam inovasi. Pada umumnya, pemerintah daerah memberlakukan penyelenggaraan pemerintahan sebagai rutinitas,yang tidak punya targetan yang jelas khususnya dalam melayani kebutuhan masyarakat, jadi bisa di katakana birokrasi di Indonesia pada umumnya masi stagnisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Inovasi birokrasi bukan mustahil untuk diterapkan akan tetapi perlu adanya sinergisitas dari semua pihak. Berbagai upaya pemerintah untuk mendorong inovasi pada birokrasi melalui berbagai penghargaan, juga tidak banyak menunjukan hasil sebagaimana yang diharapkan. Inovasi, dengan demikian belum menjadi unsur penting dari budaya birokrasi pemerintah. Hal demikian ini juga mengindikasikan bahwa birokrasi pemerintah sekarang belum mampu menyerap dan mengembangkan nilai-nilai manajemen yang lebih maju. Referensi Albraw, Martin, 2007. Birokrasi. Diterjemahkan oleh M.Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta: Tiara Wacana. Albrow, Martin, 1970, Bureaucracy, New York: Praeger Publisher. Almond, Gabriel, dan Bingham Powel, 1996. Comparative Politics Development Approach. Bombai, India: Little Company. Bendix, Reinhard, 1977, Bureaucracy, International Encyclopedia of the Social Sciences, New York: Free Press. Blau, Peter M.,1956, Bureaucracy in Modern Society, New York: Random House. Budiman, Arief; dan Ph. Quarles van Ufford (eds); 1988. Krisis Tersembunyi dalam Pembangunan: Birokrasi-birokrasi Pembangunan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Donellon, eds., 1994, Post- Bureaucratic Organization, Thousands Oaks: Sage Publications. Downs, Anthony, 1967, Inside Bureaucracy, Boston: A Rand Corporation Research Study, Little, Brown and Company. Duto, Sosialismanto, 2001. Hegemoni Negara: Ekonomi Politik Pedesaan Jawa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. Dwiyanto, Agus (ed), 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ---------------, 2002. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. --------------, 2006. “Strategi Melakukan Reformasi Birokrasi Pemeirntah di Indonesia”, dalam Agus Dwiyanto (ed), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
  • 10. Andhyka M ; Inovasi Birokrasi Sebagai Syarat Pelayanan Publik 203 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Evers, Hans Dieter, 1987, "The Bureaucratization of Southeast Asia", dalam Comparative Studies in Society and History, Volume 29, Number 4, 1997. Heckscher, C., 1994, Defining the Post- Bureaucratic Type, dalam Heckscher, C., and a. Kumorotomo, Wahyudi, 1999. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Machiavelli, Niccolo, 1991. Sang Penguasa: Surat Seorang Negarawan Kepada Pemimpin Republik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Makmur, H., 2007. Patologi Serta Terapinya dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung: PT Refika Aditama. Osborne, David; dan Peter Plastrik, 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha. Edisi Revisi. Diterjemahkan oleh Abdul Rosyid dan Ramelan. Jakarta: Penerbit PPM. Osborne, David; dan Ted Gaebler, 1996. Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik. Diterjemahkan oleh Abdul Rosyid. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Raadschelders, Jos C.N., 2003. Government: A Public Administration Perspective. New York: M.E. Sharpe. Riggs, Fred W. (ed), 1996. Administrasi Pembangunan: Sistem Administrasi dan Birokrasi. Diterjemahkan oleh Luqman Hakim. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Rourke, Francis, 1992, American Exceptionalism: Government Without Bureaucracy, dalam L.B. Hill, ed., The State of Public Bureaucracy, M.E. Sharpe, Inc., New york. Said, M.Ma’ud, 2007. Birokrasi di Negara Birokratis. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadyah Malang. Siagian, S.P., 1996. Patologi Birokrasi. Jakarta: Bumi Aksara. Sinambela, Lijan Poltak, et al., 2006. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Syafiie, Inu Kencana, 2004. Birokrasi Pemerintahan Indonesia. Bandung: Mandar Madju. Tangkilisan, Hessel Nogi S., n.d. Penataan Birokrasi Publik Memasuki Era Millenium. Yogyakarta: Penerbit YPAPI. Thoha, Miftah, 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Thomson, Dennis F., 2002. Etika Politik Pejabat Negara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Tjiptoherijanto, Prijono, 2004. Kependudukan Birokrasi dan Reformasi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Tjokrowinoto, Moeljarto, et al., 2001. Birokrasi dalam Polemik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Utomo, Warsito, 2006. Administrasi Publik Baru di Indonesia: Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Vroom, C.W., 1982, Pembangunan Organisasi: Sebuah Telaah ulang tentang Tesis Birokrasi Patrimonial- Rasional di Asia, Prisma, 6 Juni 1982, 28-39. Weber, Max, 1946, The Theory of Social and Economic Organization, Ed. and Trans A.M. Henderson and Talcott Parson, Macmillan, New York. Wicaksono, Kristian Widya, 2006. Administrasi dan Birokrasi
  • 11. 204 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.1, Januari-Juni 2011 ADMINISTRATIO ISSN : 2087-0825 Pemerintah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Widodo, Joko, 2001. Good Governance: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Penerbit Insan Cendekia. Wilson, James Q., 1989. Bureaucracy: What Government Agencies Do and Why They Do It. USA: Basic Book, Inc. Yates, Douglas, 1982, Bureaucratic Democracy: The Search for Democracy and Efficiency in American Government, Harvard University Press., Cambridge. Asropi, Jurnal Ilmu Administrasi, Volume V, Nomor 3, September 2008, hal. 246-255 Budaya Inovasi dan Reformasi Birokrasi Jurnal Model Reformasi Birokrasi, Syafuan Rozi, PPW LIPI, th. 2000