SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
103
Etos Kerja Profesionalisme
Dalam Penyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan
Ridho Harta
Bambang Agus Diana
ABSTRAK
Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang memapu menghargai tatanan dalam
berbagai kegiatan dalam kehidupannya, begitu juga dalam melaksanakan pekerjaan
sehari-hari seperti memiliki Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti
rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika
lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain.
Pada era otonomi saat ini, yang dibarengi dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
Birokrasi Pemerintah, diperlukan pondasi-pondasi penyelenggaraan negara yang kokoh
sebagai penyangganya. Untuk melaksanakan fungsi yang semakin luas dan kompleks,
maka sektor pemerintah tentunya memerlukan berbagai sumber daya yang memadai.
Bersamaan dengan proses perluasan fungsi dan peranan aparatur pemerintah, telah
terjadi pula “harapan/tuntutan” yang semakin meningkat dari kalangan masyarakat
(publik) terutama yang berkaitan dengan etos kerjanya. Etos kerja merupakan nilai dasar
moralitas yang dapat memberi dorongan mental maupun spiritual bagi seorang aparat
birokrasi untuk dapat berprestasi dalam menjalankan profesinya.
Kata kunci: Etos kerja, sumber daya manusia, pemerintahan.
A. Pendahuluan
Pada dasarnya pembangunan sumber
daya manusia (SDM) khususnya sektor
pemerintah, merupakan kunci pengamanan masa
depan bangsa. Karena bagaimanapun potensi
perkembangan ekonomi suatu negara sangat
dipengaruhi oleh SDM dengan kualitas
pengetahuan dan keterampilannya, pandangan
budayanya, sikapnya terhadap kerja, serta
semangat juangnya dalam meningkatkan
kemandirian. Dengan kata lain, adanya etos kerja
yang mandiri dan profesional merupakan suatu
conditio sine quanon bagi terselenggaranya
pemerintah yang efektif dan efisien. selain itu
Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja
seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi,
menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika
lainnya bisa sangatlah menunjang agar
penyelenggaraan pemerinatahan dapat berjalan
dengan baik untuk terciptanya good governance.
Untuk menciptakan aparatur peme-
rintahan yang memliki etos kerja yang tinggi,
maka pemerintah sedini mungkin mengusahakan
profesionalisme aparaturnya. Walaupun harus
diakui bahwa profesionalisme aparatur bukan
satu-satunya jalan untuk meningkatkan kinerja
birokrasi, karena masih ada alternatif lain,
misalnya dengan menciptakan sistem dan
prosedur kerja yang efisien. Namun adanya
aparatur yang profesional tidak dapat dihindari
oleh pemerintah yang bertanggung jawab.
Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 104
Bermacam-macam pelayanan terhadap masya-
rakat, mulai dari pemberian izin-izin (lisensi)
sampai kepada penyediaan jasa-jasa, bahkan
distribusi barang-barang yang mencakup semua
aspek kehidupan masyarakat. Hal ini tentunya
memerlukan penanganan yang serius dari
pemerintah, sebab jika tidak, bukan mustahil
pemerintah akan kehilangan kepercayaannya dari
masyarakat sebagai pengguna jasa.
B. Pembahasan
1. Birokrasi dan Pelayanan Publik
Birokrasi pelayanan publik pada dasarnya
merupakan hal yang utama yang harus dilakukan
oleh pemerintah sebagai pelayan masyarakatnya,
karena hal itulah merupakan suatu kewajiban
yang harus dilakukan pemerintah terhadap
rakyatnya dengan memberikan pelayanan sebaik
mungkin. melihat pada pengertian dan konteks
birokrasi sendiri, di negara manapun akan sama
bahwa fungsi utama birokrasi selain memungut
pajak dari masyarakat adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Di dalam pe-
nanganan pelayanan kepada masyarakat ini, agar
memiliki kualitas pelayanan yang bermutu dan
memiliki keunggulan, maka diperlukan aparat-
aparat pemerintah yang handal dan profesional,
bersih dan berwibawa yang dilandasi etos kerja
yang tinggi.
Pengertian “birokrasi” yang dicetuskan
oleh Max weber telah bergeser dari makna
sebenarnya. Pengertian birokrasi itu sendiri
antara lain sebagai suatu sistem pengelolaan
dalam organisasi skala besar seperti organisasi
pemerintah, yang ditandai oleh adanya
keteraturan, ketertiban, pembagian wewenang
dan jalur hirarkhi yang jelas, dan sebagainya.
Tetapi pengertian terapannya yang berkembang
adalah bahwa birokrasi sebagai suatu sistem
dimana kelembagaan, prosedur yang berbelit-
belit, dan tata aturan yang ruwet menjadi ciri
utamanya. Bahkan menurut Riggs (1985),
birokrasi sering dihubungkan dengan prosedur
kerja yang panjang dengan peraturannya yang
aneh-aneh dan sewenang-wenang. Padahal
peranan birokrasi sebenarnya sangat penting,
bahkan menjadi salah satu ciri dari masyarakat
modern.
Bila kita mengamati secara jujur, apa
yang disebutkan oleh Riggs tersebut juga
terdapat pada birokrasi negara kita. Pertanyaan
etis kembali muncul sehubungan dengan
kurangnya perhatian (concern) para aparatur
birokrasi terhadap kebutuhan warga negara
tersebut. Untuk memperoleh pelayanan yang
sederhana saja, pengguna jasa (masyarakat)
sering dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang
sebenarnya tidak perlu terjadi. Selain itu,
rutinitas tugas-tugas pelayanan dan penekanan
yang berlebihan kepada pertanggungjawaban
formal telah mengakibatkan adanya prosedur
yang kaku dan lamban. Para pegawai tidak lagi
merasa terpanggil untuk meningkatkan efisiensi
dan memperbaiki prosedur kerja, tetapi lebih
sering justru menolak adanya perubahan. Etos
kerja yang cenderung mempertahankan status
quo ini telah menumbuhkan persepsi masyarakat
bahwa berhubungan dengan birokrasi berarti
berhadapan dengan berbagai prosedur yang
berbelit-belit. Bahkan tidak sedikit pemberian
pelayanan acapkali ditunggangi oleh kepentingan
pribadi dan dijadikan alat komoditas untuk
kepentingan pribadi atau kelompok.
Sikap para birokrat yang kurang me-
layani masyarakat secara adil dan merata itu
tampak di hampir sebagian besar instansi yang
ada di negara kita. Pendapat bahwa “Bekerja
dengan rajin atau tidak rajin tetap mendapat gaji
yang sama setiap bulan” ini turut mempertebal
alasan keengganan para pegawai untuk bekerja
dengan sebaik-baiknya.
Sementara itu, kelambanan dalam
pelayanan umum tidak hanya disebabkan kurang
baiknya cara pelayanan di tingkat bawah, namun
ternyata masih banyak faktor yang mem-
pengaruhi tata kerja dalam birokrasi. Sikap
pandang organisasi birokrasi pemerintah kita,
misalnya, terlalu berorientasi kepada kegiatan
dan pertanggungjawaban formal. Penekanan
kepada hasil kerja atau kualitas pelayanan
sangatlah kurang, sehingga berimplikasi pada
pekerjaan dalam organisasi menjadi kurang
menantang. Dengan ditambah etos kerja yang
Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 105
buruk, maka jadilah suasana rutinitas yang
semakin menggejala dan akhirnya aktivitas-
aktivitas yang dijalankan itu menjadi “counter
productive”.
Masalah kekakuan prosedur juga
melanda institusi-institusi pemerintah, yang
seharusnya melaksanakan aktivitas secara
profesional. Birokrasi seolah-olah menjadi
mahluk yang semakin gemuk, tetapi pada saat
yang sama semakin lamban gerakannya.
Dominasi birokrasi pada badan-badan usaha
yang monopolistik itu tidak ditunjang dengan
sistem manajemen dan efisiensi yang baik,
sehingga tidak heran jika terlontar banyak
ungkapan bahwa birokrasi kita merupakan
sumber utama ekonomi biaya tinggi (hisg cost
economic) yang mengurangi daya saing produk-
produk kita. Hal ini antara lain disebabkan karena
kurang adanya manajemen yang berdasarkan
sasaran (management by objective) serta ka-
burnya tolok ukur untuk menilai prestasi.
Sebagaimana dikemukakan Sudarsono
(1994 : 44) bahwa ketidakmampuan birokrasi
menghasilkan jasa dengan mengolah sumber-
sumber yang efisien disebabkan dua hal.
Pertama, karena tidak ada kompetisi. Dalam hal
ini sebagian besar birokrasi sektor publik
memegang monopoli atas barang dan jasa yang
dihasilkan. Penyediaan jasa izin perdagangan,
izin perindustrian, izin pertanahan, dan
sebagainya, semua dilakukan oleh birokrasi
sektor publik dengan monopoli yang penuh.
Walaupun kini mulai banyak muncul jasa-jasa
pelayanan swasta, misalnya rumah sakit,
pendidikan, dan lain-lain. Ini tidak berarti bahwa
fungsi monopoli birokrasi berakhir. Kedua,
adanya gejala ketidaksempurnaan informasi
(imperpect imformation) juga menyebabkan
birokrasi tidak dapat mengelola informasi
tentang permintaan barang-barang kolektif,
misalnya pendidikan, jasa kesehatan, dan
sebagainya dari masyarakat, baik tentang
kualitas, kuantitas, maupun pelayanan sulit sekali
didapat
Posisi dan jaringan kerja birokrat dapat
menguasai informasi lebih banyak misalnya
politisi atau kelompok-kelompok kepentingan
(interest group) lainnya. Dengan penguasaan dan
pengontrolan (sepihak) informasi inilah, secara
teoritis birokrasi cenderung tidak dapat
mengelola sumber-sumber daya secara efisien
dan efektif.
2. Etos Kerja Sebagai Nilai Dasar Moralitas
Etos kerja merupakan nilai dasar
moralitas yang dapat memberi dorongan mental
maupun spiritual bagi seorang aparat birokrasi
untuk dapat berprestasi dalam menjalankan
profesinya. seperti nilai-nilai etika yang
dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja,
keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun
dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan
pada masyarakat dan bangsa lain. Berikut adalah
pengertian “etos” menurut Geertz yang dikutip
Kumorotomo (1992 : 327) adalah : “sikap yang
mendasar terhadap diri dan dunia yang
dipancarkan hidup.” Secara luas bangsa In-
donesia sesungguhnya telah memiliki pijakan
yang kuat untuk membina etos kerja yang dapat
menunjang kemajuan. Disamping sikap hidup
yang religius, bangsa Indonesia mempunyai
Pancasila sebagai dasar nilai-nilai luhur yang
tidak pernah kering. Konsep-konsep yang serupa
dengan dasar-dasar etos kerja, telah kita miliki,
seperti budi pekerti, gotong royong dan
pengadilan, Kini tinggal bagaimana kita
memanfaatkan gagasan-gagasan spiritual ter-
sebut ke dalam gagasan-gagasan pembangunan.
Tujuan pembangunan hendaknya tidak
terhenti dalam refleksi verbal, melainkan juga
dalam aksi riil. Untuk melaksanakan aksi-aksi riil
yang berkaitan langsung dengan kemajuan dan
pembangunan dalam segala aspeknya, pe-
nyempurnaan dan pengembangan etos kerja para
pejabat publik haruslah dilaksanakan tanpa henti.
Bagi seorang pegawai negeri atau pejabat
pemerintah, etos kerja yang baik bukan saja akan
menghasilkan sikap-sikap produktif, seperti kerja
keras, berperhitungan, jujur, dan hemat, tetapi
juga akan menciptakan mekanisme kendali diri
guna menghadapi berbagai persoalan dalam
tugas kedinasan maupun mengatasi godaan dari
luar.
Penggambaran di atas, mungkin terlalu
idealis apabila kita melihat praktek pelaksanaan
Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 106
tugas-tugas layanan umum dalam birokrasi kita.
Harus diakui bahwa tidak setiap pejabat memiliki
kadar pemahaman tentang nilai pengabdian yang
sama, dan setiap orang harus mencukupi
kebutuhan keluarganya, disamping kewajiban
untuk melayani kepentingan umum. Akan tetapi,
justru dengan idealisme seperti itulah sesung-
guhnya kita masih akan bisa berharap banyak
bagi pembangunan dan peningkatan kemak-
muran rakyat melalui layanan dan tata kerja
birokrasi.
Telah menjadi fenomena umum,
bahwa kendala untuk meningkatkan etos
kerja dalam organisasi publik ialah kurang
mapannya ukuran untuk menilai produk-
tivitas pegawai. Barangkali kita perlu
mengingat lagi bahwa penekanan pada
efektivitas dengan mengorbankan efisiensi
sama sekali bukan gagasan yang baik dalam
rangka peningkatan produktivitas. Yang
diperlukan bagi organisasi-organisasi
pemerintah sekarang ini adalah pandangan
yang sistematis untuk mencanangkan prog-
ram-program produktivitas tanpa meng-
hilangkan daya tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat.
Setiap pejabat atau pegawai wajib
mentaati prosedur, tata kerja, dan peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi
pemerintah. Sebagai pelaksana kepentingan
umum, para pejabat wajib mengutamakan
aspirasi masyarakat dan peka terhadap ke-
butuhan-kebutuhan masyarakat. Sebagai ma-
nusia yang bermoral, pejabat selayaknya
memperhatikan nilai-nilai etis dalam bertindak
dan berperilaku. Dengan kata lain, seorang
pejabat harus memiliki kewaspadaan profesional
dan kewaspadaan spiritual. Kewaspadaan
profesional berarti bahwa ia harus mentaati
kaidah-kaidah teknis dan peraturan-peraturan
sehubungan dengan kedudukannya sebagai
seorang pembuat keputusan. Sedangkan ke-
waspadaan spiritual merujuk pada penerapan
nilai-nilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap
sederhana dan hemat, tanggung jawab, serta
akhlak dan perilaku yang baik.
3. Etos Kerja Profesionalisme dalam
Penyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan
Dalam penyelenggaraan pemerintah
menuju good governance tentunya perlu adanya
dukungan sumber daya manusia yang memiliki
kualitas sesuai bidangnya, agar dalam
melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan
dapat berjalan dengan baik dan profesionalisme,
apalagi dalam menghadapi persaingan dengan
negara lain sumber daya manusia yang
berkualitas sangat diperlukan, kalau tidak negara
kita akan ketinggalan. profesionalisme dalam
penyelenggaraan pemerintahan kan menjadi
sebuah tuntutan yang sangat penting terkait
dengan layanan birokrasi baik untuk internal
administrasi pemerintahan maupun dalam
memberikan layanan terhadap masyarakat. untuk
menuju pemerintahan yang profesional, dalam
birokrasi pemerintahan perlu adanya upaya-
upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia yang dimilikinya. Untuk
mengetahui bagaimana ciri birokrasi yang
semestinya dimiliki dalam menjalankan
pemerintahan yang profesional, sebagai
acauannya adalah salah satu ciri birokrasi ideal
sebagaimana yang dikemukakan Max weber
adalah bahwa birokrasi harus menunjukkan
profesionalisme menuju efisiensi. Dengan kata
lain, dapat dikemukakan profesionalisme adalah
suatu ciri utama administrasi negara dalam
masyarakat industrial dan masyarakat yang
sedang berada dalam transisi ke arah era industri.
Aparatur negara tentunya dituntut untuk
memiliki keahlian dan kepiawaian dalam bidang
spesialis tertentu dalam menjalankan roda
pemerintahan, demikian dikatakan Glasser,
Abelson dan Gorrison, yang dikutip
Suryawikarta (1994 : 42).
Dalam The American Heritage
Dictionary yang dikutip oleh Nimran (1994 : 1-
3), bahwa : “Profesionalisme merupakan suatu
status, metode, karakteristik, atau standar tertentu
untuk menghasilkan dan /atau ukuran bagi
kualitas suatu karya, produk dan jasa yang
dihasilkan oleh seorang yang profesional di
dalam menjalankan tugas di bidangnya.” Dalam
hubungan ini, kualitas kerja yang prima,
Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 107
pelayanan yang memuaskan, jaminan ketepatan
dan kecepatan waktu, kesetiaan dan kecintaan
pada profesi adalah beberapa contoh ciri-ciri
profesionalisme dalam sektor publik/bisnis dan
kehidupan sehari-hari.
Dari uraian tersebut di atas, dapat dike-
mukakan permasalahan bagaimana menciptakan
aparatur negara yang ahli dalam bidangnya
masing-masing khsusunya dalam menjalankan
birokrasi pemerintahan yang profesional,
sehingga mampu memberikan pelayanan yang
semakin meningkat baik jenis maupun mutunya
kepada masyarakat, terutama menciptakan
profesionalisme dalam konteks makro mengkait
kepada pengembangan sumber daya manusia
(human resources development), sedangkan
dalam konteks mikro terkait dengan
pengembangan karier. Pengembangan sumber
daya manusia dan pengembangan karier ber-
muara pada upaya-upaya berbagai macam
pendidikan dan latihan. Dengan demikian
profesionalisme akan dicapai dengan melalui
pendidikan dan latihan serta diperkaya dengan
pengalaman berpraktek. Oleh karena itu, perlu
disusun suatu program pendidikan dan latihan
yang relevan dengan praktek dan profesi yang
bersangkutan.
Untuk itu dalam rangka mengantisipasi
pada masa mendatang, maka tuntutan kebutuhan
masyarakat akan semakin bertambah yang harus
ditanggapi oleh pemerintah. Hal ini berarti
tuntutan pelayanan publik juga meningkat yang
dapat dipenuhi oleh aparatur pemerintah yang
profesional. Berdasarkan pengalaman selama ini,
profesionalisasi aparatur ini kalah cepat dengan
perkembangan tuntutan pelayanan publik, se-
hingga terdapat gejala-gejala ketidakpuasan
masyarakat mengenai kinerja atau performance
aparatur negara. Sikap aparatur di negara-negara
berkembang dalam banyak hal bukan sebagai
aparat penyelenggara negara dan kesejahteraan
sosial yang melayani kepentingan masyarakat,
akan tetapi sebaliknya. Kedudukannya lebih
dirasakan sebagai suatu “privilage” ketimbang
dalam kaitan dengan tugasnya sebagai suatu
kewajiban. Sebab itu dalam tugasnya mereka
bukan bersikap melayani, tetapi minta dilayani.
Mereka tidak bertanya “Apa yang dapat saya
lakukan untuk anda (what can I do for you ?”.
Akan tetapi sebaliknya :”Apa yang dapat anda
lakukan untuk saya (what can you do for me) ?”.
Untuk adanya peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat, menurut Thoha
(1997 : 7) haruslah dimulai dengan melakukan
revitalisasi, restrukturisasi, dan reformasi
(debirokratisasi dan deregulasi) terhadap
birokrasi pemerintah. oleh karena itu birokrasi
publik harus memikirkan langkah-lahkah seperti
perampingan, penyederhanaan dan efisiensi,
mulai dari jumlah kepegawaian dan kelembagaan
organisasinya. Perampingan, penyederhanaan
dana efisiensi dari pusat sampai daerah perlu
dilakukan. Organisasi departemen yang kurang
merangsang kinerja birokrasi yang efisien untuk
berperan melayani masyarakat perlu dianalisis
kemungkinan masih bisa dimanfaatkan atau
tidak. Lebih dari itu, semua perilaku birokrasi
mulai dari pimpinan sampai ke aparat yang
paling bawah harus menunjukkan sikap jujur,
bersih, berkarakter, profesional, mempunyai rasa
malu dan mendahulukan melayani publik dengan
sikap yang ramah, karena selama ini bahawa
aparat birokrasi pemerintahan dalam mem-
berikan layanannya selalu berbelit belit selain itu
selalu memandang bahwa para parat birokrasi
sering melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Oleh karena itu, citra negatif birokrasi dan aparat
perlu segera dipulihkan menjadi lebih positif
dengan strategi pembangunan aparatur negara
yang mengacu pada pembinaan dan
pengembangan SDM secara profesional dan
pembenahan manajemen pemerintahan
C. Penutup
Pembinaan dan pengembangan kualitas
sumber daya manusia (SDM) aparat pemerintah
atau birokrasi yang dilandasi etos kerja dan
profesionalisme, merupakan hal yang mutlak
diperlukan. Kendatipun bukanlah hal yang
mudah menciptakan suatu sistem manajemen
pelayanan yang baik, tetapi jalan pikiran yang
sedang mengarah secara terencana untuk
meningkatkan sumber daya manusia aparatur
negara dan kemampuan manajemen sektor publik
terus diupayakan, dan mau tidak mau pemerintah
Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 108
harus meningkatkan kualitas aparatur sumber
daya manusianya hal tersebut untuk menciptakan
sumberdaya manusia yang lebih profesional lagi
terutama dalam penyelenggaran pemerintahan
yang baik dan jika tidak indonesia akan
ketinggalan oleh negara lain terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahannya.
Dengan etos kerja dan profesionalisme
diharapkan dapat memperoleh tingkat pelayanan
yang prima, seperti ketepatan waktu, keunggulan
mutu, pengurangan biaya untuk memperoleh
pelayanan, serta perlakuan yang semakin
menempatkan masyarakat sebagai pihak yang
memiliki martabat dan kedaulatan, semakin
mendapat perhatian. Tentu banyak elemen yang
harus ditata untuk menciptakan sebuah sistem
yang pro-active seperti itu. Diperlukan sikap dan
iklim yang kondusif untuk menumbuh-
kembangkan kinerja birokrasi pemerintah yang
kreatif dan handal dengan dilandasi etos dan
moral kerja yang tinggi. Pada konteks ini, makna
profesionalisme aparatur dan manajemen
pemerintahan menjadi hal yang urgen. Sebab
aparat yang profesional, berwibawa, dan
bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya
dalam proses manajemen akan dapat me-
wujudkan kinerja organisasi serta menciptakan
pelayanan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Kumorotomo, Wahyudi, 1992. Etika
Administrasi negara, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Nimran, Umar. 1994. Strategi Pengambangan
Profesionalisme Administrasi (Pokok-
pokok Pemikiran), dalam Temu Ilmiah
Nasional Mahasiswa dan sarjana
Administrasi Indonesia, UNIBRAW,
Malang.
Riggs, Freud W. 1985 Administrasi Negara-
negara Berkembang, Teori Masyarakat
Prismatis (terjemahan). CV Rajawali,
Jakarta.
Santoro, Priyo Budi. 1993. Birokrasi Pemerintah
Orde Baru (Perspektif Kultural dan
struktural). PT Raja Grafindo, Jakarta.
Suryawikarta, Bay. 1994. Tanggung Jawab
Administrasi Negara Dalam Mening-
katkan Kinerja Pelayanan Melalui
Penyempurnaan Kelembagaan dan SDM.
LAN RI, Bandung.
Thoha, Miftah. 1997. Deregulasi dan De-
birokratisasi Dalam Upaya Penin-katan
Mutu Pelayanan Masyarakat. Makalah
Dalam Seminar Nasional Persadi
“Pembangunan Administrasi Dalam
Repelita, 7 Maret 1977, Bandung.

More Related Content

What's hot

Makul Etika Profesi Kelompok 4 ETIKA PROFESI DAN ETIKA ADMINISTRASI KANTOR
Makul Etika Profesi Kelompok 4 ETIKA PROFESI DAN ETIKA ADMINISTRASI KANTORMakul Etika Profesi Kelompok 4 ETIKA PROFESI DAN ETIKA ADMINISTRASI KANTOR
Makul Etika Profesi Kelompok 4 ETIKA PROFESI DAN ETIKA ADMINISTRASI KANTORPet-pet
 
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethi...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethi...BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethi...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethi...Rachmad Hidayat
 
Kebudayaan organisasi
Kebudayaan organisasiKebudayaan organisasi
Kebudayaan organisasiMhdHadrawi
 
Urusintegriti
UrusintegritiUrusintegriti
Urusintegritiaimm reka
 
BE & GG, Maya Dwi Indrawati, Hapzi Ali, Ethics & Conflict interest
BE & GG, Maya Dwi Indrawati, Hapzi Ali, Ethics & Conflict interestBE & GG, Maya Dwi Indrawati, Hapzi Ali, Ethics & Conflict interest
BE & GG, Maya Dwi Indrawati, Hapzi Ali, Ethics & Conflict interestmaya indrawati
 
Budaya birokrasi dan efektifitas pelayanan publik
Budaya birokrasi dan efektifitas pelayanan publikBudaya birokrasi dan efektifitas pelayanan publik
Budaya birokrasi dan efektifitas pelayanan publikDian Herdiana
 
Budaya birokrasi
Budaya birokrasiBudaya birokrasi
Budaya birokrasivirmannsyah
 
Budaya kerja melayani
Budaya kerja melayaniBudaya kerja melayani
Budaya kerja melayaniGus Priyono
 
Kebudayaan organisasi
Kebudayaan organisasiKebudayaan organisasi
Kebudayaan organisasiAdzra Shabira
 
Pengertian hubungan industrial
Pengertian hubungan industrialPengertian hubungan industrial
Pengertian hubungan industrialPatrysio Patti
 
BE&GG, Putri Mayritza Deecille Wijaya, Hapzi Ali, Pendekatan GCG dengan Buday...
BE&GG, Putri Mayritza Deecille Wijaya, Hapzi Ali, Pendekatan GCG dengan Buday...BE&GG, Putri Mayritza Deecille Wijaya, Hapzi Ali, Pendekatan GCG dengan Buday...
BE&GG, Putri Mayritza Deecille Wijaya, Hapzi Ali, Pendekatan GCG dengan Buday...Putri Mayritza
 
BE & GG, hendra martha fauzy, hapzi ali, ethics and business : corporate gove...
BE & GG, hendra martha fauzy, hapzi ali, ethics and business : corporate gove...BE & GG, hendra martha fauzy, hapzi ali, ethics and business : corporate gove...
BE & GG, hendra martha fauzy, hapzi ali, ethics and business : corporate gove...hendramarthafauzy
 
MARA IALKM - Integriti & Akauntabiliti Teras Perkhidmatan MARA
MARA IALKM - Integriti & Akauntabiliti Teras Perkhidmatan MARAMARA IALKM - Integriti & Akauntabiliti Teras Perkhidmatan MARA
MARA IALKM - Integriti & Akauntabiliti Teras Perkhidmatan MARASirhan Sensei
 
Nilai Dan Etika Penjawat Awam
Nilai Dan Etika Penjawat AwamNilai Dan Etika Penjawat Awam
Nilai Dan Etika Penjawat AwamSyed Faris Shah
 

What's hot (20)

Makul Etika Profesi Kelompok 4 ETIKA PROFESI DAN ETIKA ADMINISTRASI KANTOR
Makul Etika Profesi Kelompok 4 ETIKA PROFESI DAN ETIKA ADMINISTRASI KANTORMakul Etika Profesi Kelompok 4 ETIKA PROFESI DAN ETIKA ADMINISTRASI KANTOR
Makul Etika Profesi Kelompok 4 ETIKA PROFESI DAN ETIKA ADMINISTRASI KANTOR
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Integriti
IntegritiIntegriti
Integriti
 
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethi...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethi...BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethi...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethi...
 
Organisasi dan kode_etik_profesi_widwi
Organisasi dan kode_etik_profesi_widwiOrganisasi dan kode_etik_profesi_widwi
Organisasi dan kode_etik_profesi_widwi
 
Kebudayaan organisasi
Kebudayaan organisasiKebudayaan organisasi
Kebudayaan organisasi
 
Urusintegriti
UrusintegritiUrusintegriti
Urusintegriti
 
BE & GG, Maya Dwi Indrawati, Hapzi Ali, Ethics & Conflict interest
BE & GG, Maya Dwi Indrawati, Hapzi Ali, Ethics & Conflict interestBE & GG, Maya Dwi Indrawati, Hapzi Ali, Ethics & Conflict interest
BE & GG, Maya Dwi Indrawati, Hapzi Ali, Ethics & Conflict interest
 
Budaya birokrasi dan efektifitas pelayanan publik
Budaya birokrasi dan efektifitas pelayanan publikBudaya birokrasi dan efektifitas pelayanan publik
Budaya birokrasi dan efektifitas pelayanan publik
 
Integriti dalam kerja
Integriti dalam kerjaIntegriti dalam kerja
Integriti dalam kerja
 
Budaya birokrasi
Budaya birokrasiBudaya birokrasi
Budaya birokrasi
 
Budaya kerja melayani
Budaya kerja melayaniBudaya kerja melayani
Budaya kerja melayani
 
Kebudayaan organisasi
Kebudayaan organisasiKebudayaan organisasi
Kebudayaan organisasi
 
Pengertian hubungan industrial
Pengertian hubungan industrialPengertian hubungan industrial
Pengertian hubungan industrial
 
BE&GG, Putri Mayritza Deecille Wijaya, Hapzi Ali, Pendekatan GCG dengan Buday...
BE&GG, Putri Mayritza Deecille Wijaya, Hapzi Ali, Pendekatan GCG dengan Buday...BE&GG, Putri Mayritza Deecille Wijaya, Hapzi Ali, Pendekatan GCG dengan Buday...
BE&GG, Putri Mayritza Deecille Wijaya, Hapzi Ali, Pendekatan GCG dengan Buday...
 
BE & GG, hendra martha fauzy, hapzi ali, ethics and business : corporate gove...
BE & GG, hendra martha fauzy, hapzi ali, ethics and business : corporate gove...BE & GG, hendra martha fauzy, hapzi ali, ethics and business : corporate gove...
BE & GG, hendra martha fauzy, hapzi ali, ethics and business : corporate gove...
 
Integritas
IntegritasIntegritas
Integritas
 
MARA IALKM - Integriti & Akauntabiliti Teras Perkhidmatan MARA
MARA IALKM - Integriti & Akauntabiliti Teras Perkhidmatan MARAMARA IALKM - Integriti & Akauntabiliti Teras Perkhidmatan MARA
MARA IALKM - Integriti & Akauntabiliti Teras Perkhidmatan MARA
 
Etika kepemimpinan aparatur
Etika kepemimpinan aparaturEtika kepemimpinan aparatur
Etika kepemimpinan aparatur
 
Nilai Dan Etika Penjawat Awam
Nilai Dan Etika Penjawat AwamNilai Dan Etika Penjawat Awam
Nilai Dan Etika Penjawat Awam
 

Similar to Etos Kerja Profesionalisme Dalam Birokrasi

Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi Septyarini Emppink
 
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJAHUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJAAbby Lee
 
etikaprofesii-150325050146-conversion-gate01.pptx
etikaprofesii-150325050146-conversion-gate01.pptxetikaprofesii-150325050146-conversion-gate01.pptx
etikaprofesii-150325050146-conversion-gate01.pptxLauraGreen887065
 
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...Asep Muhamad Ferdiana
 
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupatenEvaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupatenMus Kamal
 
Assignment 1 question (3)
Assignment 1 question (3)Assignment 1 question (3)
Assignment 1 question (3)sulung90
 
47 halaman KULIAH BIROKRASI INDONESIA.pptx
47 halaman KULIAH BIROKRASI INDONESIA.pptx47 halaman KULIAH BIROKRASI INDONESIA.pptx
47 halaman KULIAH BIROKRASI INDONESIA.pptxTAWANGARGOTV
 
Tugas sim, wanda soraya, yananto mihadi putra, se, m.si, sistem informasi unt...
Tugas sim, wanda soraya, yananto mihadi putra, se, m.si, sistem informasi unt...Tugas sim, wanda soraya, yananto mihadi putra, se, m.si, sistem informasi unt...
Tugas sim, wanda soraya, yananto mihadi putra, se, m.si, sistem informasi unt...wandasoraya
 
Penyempurnaan administrasi
Penyempurnaan administrasiPenyempurnaan administrasi
Penyempurnaan administrasiParunadi Buntok
 
Reformasi administrasi publik
Reformasi administrasi publikReformasi administrasi publik
Reformasi administrasi publikDalias D' Copsis
 
Reformasi birokrasi pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan rakyat
Reformasi birokrasi pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan rakyatReformasi birokrasi pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan rakyat
Reformasi birokrasi pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan rakyatAgus Dwiyanto
 

Similar to Etos Kerja Profesionalisme Dalam Birokrasi (20)

Kelompok 1.pptx
Kelompok 1.pptxKelompok 1.pptx
Kelompok 1.pptx
 
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
 
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJAHUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
 
Etika profesi PNS
Etika profesi PNSEtika profesi PNS
Etika profesi PNS
 
etikaprofesii-150325050146-conversion-gate01.pptx
etikaprofesii-150325050146-conversion-gate01.pptxetikaprofesii-150325050146-conversion-gate01.pptx
etikaprofesii-150325050146-conversion-gate01.pptx
 
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...
Be & gg, Asep Muhamad Perdiana, Hapzi Ali, Board of Director,Board Committes,...
 
Makalah revormasi birokrasi
Makalah revormasi birokrasiMakalah revormasi birokrasi
Makalah revormasi birokrasi
 
Makalah revormasi birokrasi STIP WUNA
Makalah revormasi birokrasi STIP WUNA Makalah revormasi birokrasi STIP WUNA
Makalah revormasi birokrasi STIP WUNA
 
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupatenEvaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
Evaluasi kelembagaan pemerintah kabupaten
 
Makalah revormasi birokrasi
Makalah revormasi birokrasiMakalah revormasi birokrasi
Makalah revormasi birokrasi
 
Makalah etika provesi pns
Makalah etika provesi pnsMakalah etika provesi pns
Makalah etika provesi pns
 
Assignment 1 question (3)
Assignment 1 question (3)Assignment 1 question (3)
Assignment 1 question (3)
 
47 halaman KULIAH BIROKRASI INDONESIA.pptx
47 halaman KULIAH BIROKRASI INDONESIA.pptx47 halaman KULIAH BIROKRASI INDONESIA.pptx
47 halaman KULIAH BIROKRASI INDONESIA.pptx
 
Tugas sim, wanda soraya, yananto mihadi putra, se, m.si, sistem informasi unt...
Tugas sim, wanda soraya, yananto mihadi putra, se, m.si, sistem informasi unt...Tugas sim, wanda soraya, yananto mihadi putra, se, m.si, sistem informasi unt...
Tugas sim, wanda soraya, yananto mihadi putra, se, m.si, sistem informasi unt...
 
118276795 etika-pemerintahan-1
118276795 etika-pemerintahan-1118276795 etika-pemerintahan-1
118276795 etika-pemerintahan-1
 
Penyempurnaan administrasi
Penyempurnaan administrasiPenyempurnaan administrasi
Penyempurnaan administrasi
 
Reformasi administrasi publik
Reformasi administrasi publikReformasi administrasi publik
Reformasi administrasi publik
 
54997172 etika-organisasi-pemerintah
54997172 etika-organisasi-pemerintah54997172 etika-organisasi-pemerintah
54997172 etika-organisasi-pemerintah
 
Rekonstruksi kultural birokrasi
Rekonstruksi kultural birokrasiRekonstruksi kultural birokrasi
Rekonstruksi kultural birokrasi
 
Reformasi birokrasi pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan rakyat
Reformasi birokrasi pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan rakyatReformasi birokrasi pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan rakyat
Reformasi birokrasi pelayanan publik untuk peningkatan kesejahteraan rakyat
 

Etos Kerja Profesionalisme Dalam Birokrasi

  • 1. 103 Etos Kerja Profesionalisme Dalam Penyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan Ridho Harta Bambang Agus Diana ABSTRAK Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang memapu menghargai tatanan dalam berbagai kegiatan dalam kehidupannya, begitu juga dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari seperti memiliki Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Pada era otonomi saat ini, yang dibarengi dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan Birokrasi Pemerintah, diperlukan pondasi-pondasi penyelenggaraan negara yang kokoh sebagai penyangganya. Untuk melaksanakan fungsi yang semakin luas dan kompleks, maka sektor pemerintah tentunya memerlukan berbagai sumber daya yang memadai. Bersamaan dengan proses perluasan fungsi dan peranan aparatur pemerintah, telah terjadi pula “harapan/tuntutan” yang semakin meningkat dari kalangan masyarakat (publik) terutama yang berkaitan dengan etos kerjanya. Etos kerja merupakan nilai dasar moralitas yang dapat memberi dorongan mental maupun spiritual bagi seorang aparat birokrasi untuk dapat berprestasi dalam menjalankan profesinya. Kata kunci: Etos kerja, sumber daya manusia, pemerintahan. A. Pendahuluan Pada dasarnya pembangunan sumber daya manusia (SDM) khususnya sektor pemerintah, merupakan kunci pengamanan masa depan bangsa. Karena bagaimanapun potensi perkembangan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi oleh SDM dengan kualitas pengetahuan dan keterampilannya, pandangan budayanya, sikapnya terhadap kerja, serta semangat juangnya dalam meningkatkan kemandirian. Dengan kata lain, adanya etos kerja yang mandiri dan profesional merupakan suatu conditio sine quanon bagi terselenggaranya pemerintah yang efektif dan efisien. selain itu Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa sangatlah menunjang agar penyelenggaraan pemerinatahan dapat berjalan dengan baik untuk terciptanya good governance. Untuk menciptakan aparatur peme- rintahan yang memliki etos kerja yang tinggi, maka pemerintah sedini mungkin mengusahakan profesionalisme aparaturnya. Walaupun harus diakui bahwa profesionalisme aparatur bukan satu-satunya jalan untuk meningkatkan kinerja birokrasi, karena masih ada alternatif lain, misalnya dengan menciptakan sistem dan prosedur kerja yang efisien. Namun adanya aparatur yang profesional tidak dapat dihindari oleh pemerintah yang bertanggung jawab.
  • 2. Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 104 Bermacam-macam pelayanan terhadap masya- rakat, mulai dari pemberian izin-izin (lisensi) sampai kepada penyediaan jasa-jasa, bahkan distribusi barang-barang yang mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Hal ini tentunya memerlukan penanganan yang serius dari pemerintah, sebab jika tidak, bukan mustahil pemerintah akan kehilangan kepercayaannya dari masyarakat sebagai pengguna jasa. B. Pembahasan 1. Birokrasi dan Pelayanan Publik Birokrasi pelayanan publik pada dasarnya merupakan hal yang utama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai pelayan masyarakatnya, karena hal itulah merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan pemerintah terhadap rakyatnya dengan memberikan pelayanan sebaik mungkin. melihat pada pengertian dan konteks birokrasi sendiri, di negara manapun akan sama bahwa fungsi utama birokrasi selain memungut pajak dari masyarakat adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di dalam pe- nanganan pelayanan kepada masyarakat ini, agar memiliki kualitas pelayanan yang bermutu dan memiliki keunggulan, maka diperlukan aparat- aparat pemerintah yang handal dan profesional, bersih dan berwibawa yang dilandasi etos kerja yang tinggi. Pengertian “birokrasi” yang dicetuskan oleh Max weber telah bergeser dari makna sebenarnya. Pengertian birokrasi itu sendiri antara lain sebagai suatu sistem pengelolaan dalam organisasi skala besar seperti organisasi pemerintah, yang ditandai oleh adanya keteraturan, ketertiban, pembagian wewenang dan jalur hirarkhi yang jelas, dan sebagainya. Tetapi pengertian terapannya yang berkembang adalah bahwa birokrasi sebagai suatu sistem dimana kelembagaan, prosedur yang berbelit- belit, dan tata aturan yang ruwet menjadi ciri utamanya. Bahkan menurut Riggs (1985), birokrasi sering dihubungkan dengan prosedur kerja yang panjang dengan peraturannya yang aneh-aneh dan sewenang-wenang. Padahal peranan birokrasi sebenarnya sangat penting, bahkan menjadi salah satu ciri dari masyarakat modern. Bila kita mengamati secara jujur, apa yang disebutkan oleh Riggs tersebut juga terdapat pada birokrasi negara kita. Pertanyaan etis kembali muncul sehubungan dengan kurangnya perhatian (concern) para aparatur birokrasi terhadap kebutuhan warga negara tersebut. Untuk memperoleh pelayanan yang sederhana saja, pengguna jasa (masyarakat) sering dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Selain itu, rutinitas tugas-tugas pelayanan dan penekanan yang berlebihan kepada pertanggungjawaban formal telah mengakibatkan adanya prosedur yang kaku dan lamban. Para pegawai tidak lagi merasa terpanggil untuk meningkatkan efisiensi dan memperbaiki prosedur kerja, tetapi lebih sering justru menolak adanya perubahan. Etos kerja yang cenderung mempertahankan status quo ini telah menumbuhkan persepsi masyarakat bahwa berhubungan dengan birokrasi berarti berhadapan dengan berbagai prosedur yang berbelit-belit. Bahkan tidak sedikit pemberian pelayanan acapkali ditunggangi oleh kepentingan pribadi dan dijadikan alat komoditas untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Sikap para birokrat yang kurang me- layani masyarakat secara adil dan merata itu tampak di hampir sebagian besar instansi yang ada di negara kita. Pendapat bahwa “Bekerja dengan rajin atau tidak rajin tetap mendapat gaji yang sama setiap bulan” ini turut mempertebal alasan keengganan para pegawai untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Sementara itu, kelambanan dalam pelayanan umum tidak hanya disebabkan kurang baiknya cara pelayanan di tingkat bawah, namun ternyata masih banyak faktor yang mem- pengaruhi tata kerja dalam birokrasi. Sikap pandang organisasi birokrasi pemerintah kita, misalnya, terlalu berorientasi kepada kegiatan dan pertanggungjawaban formal. Penekanan kepada hasil kerja atau kualitas pelayanan sangatlah kurang, sehingga berimplikasi pada pekerjaan dalam organisasi menjadi kurang menantang. Dengan ditambah etos kerja yang
  • 3. Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 105 buruk, maka jadilah suasana rutinitas yang semakin menggejala dan akhirnya aktivitas- aktivitas yang dijalankan itu menjadi “counter productive”. Masalah kekakuan prosedur juga melanda institusi-institusi pemerintah, yang seharusnya melaksanakan aktivitas secara profesional. Birokrasi seolah-olah menjadi mahluk yang semakin gemuk, tetapi pada saat yang sama semakin lamban gerakannya. Dominasi birokrasi pada badan-badan usaha yang monopolistik itu tidak ditunjang dengan sistem manajemen dan efisiensi yang baik, sehingga tidak heran jika terlontar banyak ungkapan bahwa birokrasi kita merupakan sumber utama ekonomi biaya tinggi (hisg cost economic) yang mengurangi daya saing produk- produk kita. Hal ini antara lain disebabkan karena kurang adanya manajemen yang berdasarkan sasaran (management by objective) serta ka- burnya tolok ukur untuk menilai prestasi. Sebagaimana dikemukakan Sudarsono (1994 : 44) bahwa ketidakmampuan birokrasi menghasilkan jasa dengan mengolah sumber- sumber yang efisien disebabkan dua hal. Pertama, karena tidak ada kompetisi. Dalam hal ini sebagian besar birokrasi sektor publik memegang monopoli atas barang dan jasa yang dihasilkan. Penyediaan jasa izin perdagangan, izin perindustrian, izin pertanahan, dan sebagainya, semua dilakukan oleh birokrasi sektor publik dengan monopoli yang penuh. Walaupun kini mulai banyak muncul jasa-jasa pelayanan swasta, misalnya rumah sakit, pendidikan, dan lain-lain. Ini tidak berarti bahwa fungsi monopoli birokrasi berakhir. Kedua, adanya gejala ketidaksempurnaan informasi (imperpect imformation) juga menyebabkan birokrasi tidak dapat mengelola informasi tentang permintaan barang-barang kolektif, misalnya pendidikan, jasa kesehatan, dan sebagainya dari masyarakat, baik tentang kualitas, kuantitas, maupun pelayanan sulit sekali didapat Posisi dan jaringan kerja birokrat dapat menguasai informasi lebih banyak misalnya politisi atau kelompok-kelompok kepentingan (interest group) lainnya. Dengan penguasaan dan pengontrolan (sepihak) informasi inilah, secara teoritis birokrasi cenderung tidak dapat mengelola sumber-sumber daya secara efisien dan efektif. 2. Etos Kerja Sebagai Nilai Dasar Moralitas Etos kerja merupakan nilai dasar moralitas yang dapat memberi dorongan mental maupun spiritual bagi seorang aparat birokrasi untuk dapat berprestasi dalam menjalankan profesinya. seperti nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Berikut adalah pengertian “etos” menurut Geertz yang dikutip Kumorotomo (1992 : 327) adalah : “sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup.” Secara luas bangsa In- donesia sesungguhnya telah memiliki pijakan yang kuat untuk membina etos kerja yang dapat menunjang kemajuan. Disamping sikap hidup yang religius, bangsa Indonesia mempunyai Pancasila sebagai dasar nilai-nilai luhur yang tidak pernah kering. Konsep-konsep yang serupa dengan dasar-dasar etos kerja, telah kita miliki, seperti budi pekerti, gotong royong dan pengadilan, Kini tinggal bagaimana kita memanfaatkan gagasan-gagasan spiritual ter- sebut ke dalam gagasan-gagasan pembangunan. Tujuan pembangunan hendaknya tidak terhenti dalam refleksi verbal, melainkan juga dalam aksi riil. Untuk melaksanakan aksi-aksi riil yang berkaitan langsung dengan kemajuan dan pembangunan dalam segala aspeknya, pe- nyempurnaan dan pengembangan etos kerja para pejabat publik haruslah dilaksanakan tanpa henti. Bagi seorang pegawai negeri atau pejabat pemerintah, etos kerja yang baik bukan saja akan menghasilkan sikap-sikap produktif, seperti kerja keras, berperhitungan, jujur, dan hemat, tetapi juga akan menciptakan mekanisme kendali diri guna menghadapi berbagai persoalan dalam tugas kedinasan maupun mengatasi godaan dari luar. Penggambaran di atas, mungkin terlalu idealis apabila kita melihat praktek pelaksanaan
  • 4. Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 106 tugas-tugas layanan umum dalam birokrasi kita. Harus diakui bahwa tidak setiap pejabat memiliki kadar pemahaman tentang nilai pengabdian yang sama, dan setiap orang harus mencukupi kebutuhan keluarganya, disamping kewajiban untuk melayani kepentingan umum. Akan tetapi, justru dengan idealisme seperti itulah sesung- guhnya kita masih akan bisa berharap banyak bagi pembangunan dan peningkatan kemak- muran rakyat melalui layanan dan tata kerja birokrasi. Telah menjadi fenomena umum, bahwa kendala untuk meningkatkan etos kerja dalam organisasi publik ialah kurang mapannya ukuran untuk menilai produk- tivitas pegawai. Barangkali kita perlu mengingat lagi bahwa penekanan pada efektivitas dengan mengorbankan efisiensi sama sekali bukan gagasan yang baik dalam rangka peningkatan produktivitas. Yang diperlukan bagi organisasi-organisasi pemerintah sekarang ini adalah pandangan yang sistematis untuk mencanangkan prog- ram-program produktivitas tanpa meng- hilangkan daya tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Setiap pejabat atau pegawai wajib mentaati prosedur, tata kerja, dan peraturan- peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai pelaksana kepentingan umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi masyarakat dan peka terhadap ke- butuhan-kebutuhan masyarakat. Sebagai ma- nusia yang bermoral, pejabat selayaknya memperhatikan nilai-nilai etis dalam bertindak dan berperilaku. Dengan kata lain, seorang pejabat harus memiliki kewaspadaan profesional dan kewaspadaan spiritual. Kewaspadaan profesional berarti bahwa ia harus mentaati kaidah-kaidah teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan kedudukannya sebagai seorang pembuat keputusan. Sedangkan ke- waspadaan spiritual merujuk pada penerapan nilai-nilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana dan hemat, tanggung jawab, serta akhlak dan perilaku yang baik. 3. Etos Kerja Profesionalisme dalam Penyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan Dalam penyelenggaraan pemerintah menuju good governance tentunya perlu adanya dukungan sumber daya manusia yang memiliki kualitas sesuai bidangnya, agar dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan profesionalisme, apalagi dalam menghadapi persaingan dengan negara lain sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan, kalau tidak negara kita akan ketinggalan. profesionalisme dalam penyelenggaraan pemerintahan kan menjadi sebuah tuntutan yang sangat penting terkait dengan layanan birokrasi baik untuk internal administrasi pemerintahan maupun dalam memberikan layanan terhadap masyarakat. untuk menuju pemerintahan yang profesional, dalam birokrasi pemerintahan perlu adanya upaya- upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Untuk mengetahui bagaimana ciri birokrasi yang semestinya dimiliki dalam menjalankan pemerintahan yang profesional, sebagai acauannya adalah salah satu ciri birokrasi ideal sebagaimana yang dikemukakan Max weber adalah bahwa birokrasi harus menunjukkan profesionalisme menuju efisiensi. Dengan kata lain, dapat dikemukakan profesionalisme adalah suatu ciri utama administrasi negara dalam masyarakat industrial dan masyarakat yang sedang berada dalam transisi ke arah era industri. Aparatur negara tentunya dituntut untuk memiliki keahlian dan kepiawaian dalam bidang spesialis tertentu dalam menjalankan roda pemerintahan, demikian dikatakan Glasser, Abelson dan Gorrison, yang dikutip Suryawikarta (1994 : 42). Dalam The American Heritage Dictionary yang dikutip oleh Nimran (1994 : 1- 3), bahwa : “Profesionalisme merupakan suatu status, metode, karakteristik, atau standar tertentu untuk menghasilkan dan /atau ukuran bagi kualitas suatu karya, produk dan jasa yang dihasilkan oleh seorang yang profesional di dalam menjalankan tugas di bidangnya.” Dalam hubungan ini, kualitas kerja yang prima,
  • 5. Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 107 pelayanan yang memuaskan, jaminan ketepatan dan kecepatan waktu, kesetiaan dan kecintaan pada profesi adalah beberapa contoh ciri-ciri profesionalisme dalam sektor publik/bisnis dan kehidupan sehari-hari. Dari uraian tersebut di atas, dapat dike- mukakan permasalahan bagaimana menciptakan aparatur negara yang ahli dalam bidangnya masing-masing khsusunya dalam menjalankan birokrasi pemerintahan yang profesional, sehingga mampu memberikan pelayanan yang semakin meningkat baik jenis maupun mutunya kepada masyarakat, terutama menciptakan profesionalisme dalam konteks makro mengkait kepada pengembangan sumber daya manusia (human resources development), sedangkan dalam konteks mikro terkait dengan pengembangan karier. Pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan karier ber- muara pada upaya-upaya berbagai macam pendidikan dan latihan. Dengan demikian profesionalisme akan dicapai dengan melalui pendidikan dan latihan serta diperkaya dengan pengalaman berpraktek. Oleh karena itu, perlu disusun suatu program pendidikan dan latihan yang relevan dengan praktek dan profesi yang bersangkutan. Untuk itu dalam rangka mengantisipasi pada masa mendatang, maka tuntutan kebutuhan masyarakat akan semakin bertambah yang harus ditanggapi oleh pemerintah. Hal ini berarti tuntutan pelayanan publik juga meningkat yang dapat dipenuhi oleh aparatur pemerintah yang profesional. Berdasarkan pengalaman selama ini, profesionalisasi aparatur ini kalah cepat dengan perkembangan tuntutan pelayanan publik, se- hingga terdapat gejala-gejala ketidakpuasan masyarakat mengenai kinerja atau performance aparatur negara. Sikap aparatur di negara-negara berkembang dalam banyak hal bukan sebagai aparat penyelenggara negara dan kesejahteraan sosial yang melayani kepentingan masyarakat, akan tetapi sebaliknya. Kedudukannya lebih dirasakan sebagai suatu “privilage” ketimbang dalam kaitan dengan tugasnya sebagai suatu kewajiban. Sebab itu dalam tugasnya mereka bukan bersikap melayani, tetapi minta dilayani. Mereka tidak bertanya “Apa yang dapat saya lakukan untuk anda (what can I do for you ?”. Akan tetapi sebaliknya :”Apa yang dapat anda lakukan untuk saya (what can you do for me) ?”. Untuk adanya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, menurut Thoha (1997 : 7) haruslah dimulai dengan melakukan revitalisasi, restrukturisasi, dan reformasi (debirokratisasi dan deregulasi) terhadap birokrasi pemerintah. oleh karena itu birokrasi publik harus memikirkan langkah-lahkah seperti perampingan, penyederhanaan dan efisiensi, mulai dari jumlah kepegawaian dan kelembagaan organisasinya. Perampingan, penyederhanaan dana efisiensi dari pusat sampai daerah perlu dilakukan. Organisasi departemen yang kurang merangsang kinerja birokrasi yang efisien untuk berperan melayani masyarakat perlu dianalisis kemungkinan masih bisa dimanfaatkan atau tidak. Lebih dari itu, semua perilaku birokrasi mulai dari pimpinan sampai ke aparat yang paling bawah harus menunjukkan sikap jujur, bersih, berkarakter, profesional, mempunyai rasa malu dan mendahulukan melayani publik dengan sikap yang ramah, karena selama ini bahawa aparat birokrasi pemerintahan dalam mem- berikan layanannya selalu berbelit belit selain itu selalu memandang bahwa para parat birokrasi sering melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu, citra negatif birokrasi dan aparat perlu segera dipulihkan menjadi lebih positif dengan strategi pembangunan aparatur negara yang mengacu pada pembinaan dan pengembangan SDM secara profesional dan pembenahan manajemen pemerintahan C. Penutup Pembinaan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) aparat pemerintah atau birokrasi yang dilandasi etos kerja dan profesionalisme, merupakan hal yang mutlak diperlukan. Kendatipun bukanlah hal yang mudah menciptakan suatu sistem manajemen pelayanan yang baik, tetapi jalan pikiran yang sedang mengarah secara terencana untuk meningkatkan sumber daya manusia aparatur negara dan kemampuan manajemen sektor publik terus diupayakan, dan mau tidak mau pemerintah
  • 6. Etos Kerja Profesionalisme DalamPenyelenggaraan Birokrasi Pemerintahan 108 harus meningkatkan kualitas aparatur sumber daya manusianya hal tersebut untuk menciptakan sumberdaya manusia yang lebih profesional lagi terutama dalam penyelenggaran pemerintahan yang baik dan jika tidak indonesia akan ketinggalan oleh negara lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahannya. Dengan etos kerja dan profesionalisme diharapkan dapat memperoleh tingkat pelayanan yang prima, seperti ketepatan waktu, keunggulan mutu, pengurangan biaya untuk memperoleh pelayanan, serta perlakuan yang semakin menempatkan masyarakat sebagai pihak yang memiliki martabat dan kedaulatan, semakin mendapat perhatian. Tentu banyak elemen yang harus ditata untuk menciptakan sebuah sistem yang pro-active seperti itu. Diperlukan sikap dan iklim yang kondusif untuk menumbuh- kembangkan kinerja birokrasi pemerintah yang kreatif dan handal dengan dilandasi etos dan moral kerja yang tinggi. Pada konteks ini, makna profesionalisme aparatur dan manajemen pemerintahan menjadi hal yang urgen. Sebab aparat yang profesional, berwibawa, dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya dalam proses manajemen akan dapat me- wujudkan kinerja organisasi serta menciptakan pelayanan yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Kumorotomo, Wahyudi, 1992. Etika Administrasi negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nimran, Umar. 1994. Strategi Pengambangan Profesionalisme Administrasi (Pokok- pokok Pemikiran), dalam Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa dan sarjana Administrasi Indonesia, UNIBRAW, Malang. Riggs, Freud W. 1985 Administrasi Negara- negara Berkembang, Teori Masyarakat Prismatis (terjemahan). CV Rajawali, Jakarta. Santoro, Priyo Budi. 1993. Birokrasi Pemerintah Orde Baru (Perspektif Kultural dan struktural). PT Raja Grafindo, Jakarta. Suryawikarta, Bay. 1994. Tanggung Jawab Administrasi Negara Dalam Mening- katkan Kinerja Pelayanan Melalui Penyempurnaan Kelembagaan dan SDM. LAN RI, Bandung. Thoha, Miftah. 1997. Deregulasi dan De- birokratisasi Dalam Upaya Penin-katan Mutu Pelayanan Masyarakat. Makalah Dalam Seminar Nasional Persadi “Pembangunan Administrasi Dalam Repelita, 7 Maret 1977, Bandung.