Makalah ini membahas sejarah pemikiran ekonomi para fuqaha (ulama hukum Islam) seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambal. Dibahas pula perbandingan pemikiran mereka mengenai topik-topik ekonomi seperti harta, riba, jual beli, dan usaha kemitraan."
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI
1. Tugas Makalah
Sejarah Pemikiran Ekonomi “Study Komperatif Para Fuqaha”
(Di buat untuk memenuhi tugas kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam)
Oleh:
Hasyim Asy’ari : 16801024
Dosen Pembimbing :
Moh. Djakfar. Prof. Dr. H. SH. M,Ag
Program Magester Ekonomi Syari’ah
Pascasarjan Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang
2017
2. DAFTAR ISI
BAB I Latar Belakang
BAB II Pembahasan
A/........................................................................................................................
Pengertian ekonomi
........................................................................................................................
2
B/Sejarah Pemikiran Ekonomi dalam Islam
........................................................................................................................
3
C/Sejarah Pemikiran Islam Para Fuqaha
........................................................................................................................
4
a/ Biografi Imam Hanifah
..................................................................................................................
4
b/ Biografi Imam Malik
..................................................................................................................
5
c/ Biografi Imam Syafi’i
..................................................................................................................
6
d/ Biografi Imam Ahmad bin Hambal
..................................................................................................................
7
D/........................................................................................................................
Studi komprasi pemikiran abu hanifah, imam malik, imam syafi’i, imam
ahmad ibnu hambal
3. ........................................................................................................................
8
a/ Pemikiran fuqaha tentang harta
..................................................................................................................
9
b/ Pemikiran fuqaha tentang riba
..................................................................................................................
10
c/ Pemikiran fuqaha tentang jual beli
..................................................................................................................
11
d/ Pemikiran fuqaha dalam usaha kemitraan
..................................................................................................................
12
e/ Pemikiran fuqaha tentang gadai
..................................................................................................................
13
E/Pengaruh Pemikiran 4 Imam Mazhab tentang Ekonomi Terhadap
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Kontemporer
........................................................................................................................
15
a/ Impilkasi tentang perbedaan tentang harta
..................................................................................................................
16
b/ Impilikasi tentang perbedaan tentang riba
..................................................................................................................
16
4. c/ Implikasi tentang perbedaan tentang jual beli
..................................................................................................................
17
d/ Implikasi tentang perbedaan dalam usaha kemitraan
..................................................................................................................
18
e/ Implikasi tentang perbedaan tentang gadai
..................................................................................................................
19
BAB III Kesimpulan
BAB 1
PENDAHULUAN
A/ Latar Belakang
Ilmu ekonomi islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah – masalah ekonomi rakyat yang dilihat oleh nilai – nilai
islam definisi ilmu ekonomi islam secara mencolok bertentangan dengan definisi
ilmu ekonomi modern. Menurut professor robbins : “ilmu ekonomi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan
dan sarana mempunyai kegunaan – kegunaan alternative.”
Permasalahan umat manusia yang fundamental bersumber dari kenyataan
bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak dapat
dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya energy manusia, kita dan peralatan
material yang terbatas. Dalam ekonomi islam kita tidak hanya mempelajari
individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religious manusia. Hal ini
disebabkan karena banyaknya kebutuhan dan kurangnya sarana, maka timbulah
5. masalah ekonomi. Masalah ini pada dasarnya sama baiknya dalam ekonomi
modern maupun ekonomi islam.
Dalam ekonomi islam, tidak hanya mengenak aspek prilaku manusia yang
berhubungan dengan cara mendapatkan uang dan membelanjakannya, namun
sebagian besar ia merupakan aktivitas ekonomi kita. Islam selalu menekankan
agar setiap orang mencari nafkah yang halal. Semua sarana dalam hal mendapat
kekayaan secara tidak sah dilarang, karena hal ini, pada akhirnya dapat
membinasakan suatu bangsa.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu ekonomi islam lebih
terbatas dan dalam arti lain, lebih luas daripada ilmu ekonomi modern. Terbatas,
karena hanya mengenai orang – orang yang mempunyai keyakinan pada keesaan
allah dan ajaran – ajaran moral-Nya sebagaimana tercermin dalam kitab suci Al
Qur’an dan sunnah. Juga terbatas karena suatu negara islam tidak bisa mendorong
setiap hal termasuk ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A/ Pengertian ekonomi
Kata Ekonomi berasal dari bahasa yunani (Greek): Oikos dan Nomos,
Oikos berarrti rumah tangga (house-hold), sedangkan Nomos berararti aturan,
kaidah, atau pengelolaan. Dengan demikian secara sederhana ekonomi dapat
diartikan sebagai kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau cara pegelolahan rumah
tangga. Dalam bahsa Arab, ekonomi sering di terjemahkan dengan Al-iqtishadi
yang berarrti hemat, dengan penghitungan, juga mengandung makna rasionalitas
dan nilai secara implisit. Jadi, ekonomi adalah mengatur urusan rumah tangga,
dimana anggota keluarga yang mampu, ikut terlibat dalam menghassilkan barang-
barang berharga dan membantu menberikan jasa, lalu seluruh anggota keluarga
yang ada, ikut menikmati apa yang mereka peroleh.1
1Abdul Aziz “Ekonomi Islam Analisi Mikro dan Makro”, yogyakarta: Garaha Ilmu,
2008. Cet-ke 1. Hal, 1
6. Dari pengetian di atas sejalan denga tujuan ekonomi islam yang menurut
Nik Mustafa, islam berorientasi pada tujuan (goal oriented). Prinsip-prinsip yang
mengarahkan pengorganisasian kegiatan-kegiatan ekonomi pada tingkat individu
dan kolektif bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan menyeluruh dalam tata sosial
islam.2
Yusuf Al-Qardawi menyatakan bahwa ekonomi islam adalah ekonomi
yang berasaskan ketuhanan, berasaskan kemanusiaan, berahklaq, dan ekonomi
pertengahan. Dari pengertian yang di kemukakan oleh yusuf Al-Qardawi muncul
4 nilai-nilai utama yang terdapat dalam ekonomi islam sehingga menjadi
krakteristik ekonomi islam. Yaitu:
1/ Iqtishad rabbani (Ekonomi Ketuhanan)
2/ Iqtishad Akhlaqi (Ekonomi Akhlaq)
3/ Iqtishad Insani (Ekonomi Kerakyatan)
4/ Iqtishad Washati (Ekonomi pertengahan)3
B/Sejarah pemikiran Ekonomi dalam islam
Sejalan dengan ajaran islam tentang pemberdayaan akal pikiran dengan
tetap berpegang teguh pada al-qur’an dan hadist nabi, konsep dan teori ekonomi
dalam islam pada hakikatnya merupan respon para cendikiawan muslim terhadap
berbagai tantangn ekonomi pada waktu-waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa
pemikiran ekonomi islam sesuai islam itu sendiri.4
Karana pada hakikatnya
ekonomi islam adalah metamorfosa nilai-nilai islam yang digunakan untuk
menepis anggapan bahwa islam tak hanya membahas tentang ubudiyah atau
komonikasi vertikal antara Allah dengan manuisa.5
2 Eko Suprayitno “Ekonomi Islam pendekatan ekonomi makro dan konvensional”,
yogyakarta: Geraha ilmu, 2005. Cet-ke 1. Hal, 18
3 Rozalinda “Ekonomi Islam”, jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015. Cet-ke 2. Hal, 10
4 Adiwarman Azwar Karim “Sejarah pemikiran Ekonomi Islam” Depok: Kharisma Putra
Utama Offset, 2012. Cet-ke 5. Hal, 8
5 Muhammad “ prinsip-prinsip ekonomi islam “yogyakarta: Garaha Ilmu, 2007, Cet ke-
1, hal 1
7. Dari kutipan di atas terlihat bahwa pemikiran ekonomi Islam di zaman
klasik sangat maju dan berkembang sebelum para ilmuwan barat membahasnya
di abad 18-19. Fakta ini harus diperhatikan para ahli ekonomi kontemporer tidak
saja ekonom muslim tetapi juga yang non muslim di seluruh dunia.
Dalam kajian ekonomi islam banyak terjadi perbedaan pendapat dari
beberapa ilmuan baik dari ilmuan muslim maupun dari ilmuan non muslim.
Sebagai mana yang di jelaskan dalam buku fikih zakat, bahwa allah-lah yang
maha pemilik seluruh apa dan siapa di dunia ini, langit bumi, manusia, hewan,
tumbuhan, batu-batuan, dan sebagainya, baik benda hidup maupun benda mati,
yang berfikir maupun yang tidak berfikir, manusia atau nonmanusia, benda yang
terlihat ataupun yang tidak terlihat, “Dan hanya kepunyaan allah-lah apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi.” (an-Najam: 31)6
Semangat berijtihad di kalangan ulam sangat menonjol pada masa ini.
Kondisi ini mendorong pesatnya perkembangan berbagai ilmu pengetahuan
termasuk bidang fiqih. Para fuqaha pada saat ini melakukan ijtihad untuk mencari
formulasi fiqih guna menghadapi persoalan-persoalan sosial yang semakin
kompleks, dengan menggali dan menyikap sinar ajaran islam yang ada dalam al-
qur’an dan sunnah, mengenai masalah hukum yang ada termsuk masalah
ekonomi. Periode keemasan ini di tandai dengan penyusunan beberapa kitab-kitab
fiqih dan usul fiqih, seperti kitab muawatta’ karya imam malik, kitab al umm
karya imam syafi’i.7
C/Sejarah prmikiran ekonomi islam para fuqaha
Untuk mendukung perkembangan ekonomi islm pada abad pertengahan
yang di sebut dengan masa keemasan ini, para ulamak fiqih juga melakukan
beberapa ijtihad, sehingga muncullah beberpa kitab yang sudah di jelasakan di
atas, setelah habis masa keemasan, muncul masa kemunduran fiqih yang diawali
dengan melemahnya semangat ijtihad di kalangan ulama fiqih. Hal ini terjadi
6 Yusuf Qardhawi “ Norma dan Etika Ekonomi Islam “ jakarta: Gema Insani Press, 2000,
Cet ke-3, hal 41.
7 Rozalinda “Ekonomi Islam”, jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015. Cet-ke 2. Hal, 60
8. karana sikap taqlid dan tingginya rasa fanatisme madzhab dikalanagan mereka
yang diperkuat dengan munculnya statemen bahwa pintu ijtihad telah tertup.
1 Imam Abu Hanifah
a Biografi Abu Hanifah
Abu hanifah al-nu’man ibn sabit bin zauti, ahli hukum agama islam
dilahirkan dikufah pada 699 M masa pemerintahan abdul malik bin
Marwan. Ia banyak meninggalkan karya tulis, antara lain Al-makharif fi
Al-fiqh, Al-musnad, dan Al-fiqh Al-akbar. Abu hanifah menyumbangkan
beberapa konsep ekonomi, salah satunya adalah salam.8
Namun abu
hanifah lebih di kenal sebagai Imam Madzhab hukum yang sangat
rasionalitas dan dikenal juga sebagai penjahit pakayan dan pedagang dari
khufah.9
Semula Abu hanifah adalah seorang pedagang, sesudah itu ia
beralih ke bidang ilmu pengetahuan. Ia seorang yang amanah pernah
mewakili perdaganga pada waktu itu, ia berhasil meraih ilmu pengetahuan
dan perdagangan sekaligus.10
Abu Hanifah menyumbangkan beberapa konsep ekonomi salah
satunya adalah salam, yaitu suatu bentuk transaksi dimana antara pihak
penjual dan pembeli sepakat bila barang yang di beli di kirimkan setelah di
bayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu hanifah mengkeritik
prosedur kontrak tersebut yang cendrung mengarah kepada perselisihan
antara yang memesan barang dengan cara membayar dulu, beliau mencoba
menghilangkan perselisihan ini dengan merinci lebih jauh apa yang harus
diketahui dan dinyatakan dengan jelas di dalam kontrak, seerti jenis
komoditi, kualitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan
8 http://makalahsdk.blogspot.co.id/2014/11/tokoh-pemikiran-ekonomi-islam.html
syistem ini di akses pada tanggal 26, Februari 17, pada jam 18.57 WIB
9 Nur Chamid “ Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam ” yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010. Cet-ke 1. Hal, 150
10 Ahmad Asy-Syurbasi “ Sejarah dan Bigrafi Empat Imam Mazhab” jakarta: Amzah,
2008. Cet-ke 5. Hal, 16
9. persyaratan bahwa komoditi tersebut harus tersedia di pasar selama waktu
kontrak dan waktu pengiriman11
Abu Hanifah meninggal pada tahun 150 H, tahun dimana masa
imam Syafi’i lahir, beliau di makamkan di pemakaman umum khaizaran.
Beliau meninggalkan beberpa karya tulis diantaranya, al-makharif fi al-
fiqh, al-musnad, sebuah kitab hadist yang di kumpulkan oleh murid-
muridnya dan al-fiqh al-akbar.
2 Imam Malik
a Biografi Imam Malik12
Abu abdulillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin
al-Haris bin Ghaiman bin Justsail bin Amr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imama
malik dilahirkan di Madinah al Munawwaroh.
Imam Malik adalah seorang imam dari kota madinah dan imam
bagi penduduk hijaz, beliau salah seorang dari ahli fiqih yang terahir bagi
kota Madinah dan juga yang terahir bagi fuqaha Madinah. Dalam buku
giografi yang ditulis oleh Abu Zahra dijelaskan bahwa Malik bin Anas
adala pendiri sekolah Hukum Islam dan ia pakar tradisi kehidupan
madinah.13
Beliau berumur hampir 90 tahun. Dan di lahirkan tiga belas
tahun sesudah kelahiran Abu Hanifah, di suatu tempat yang bernama
Zulmarwah disebelah utara kota Madinah dan kemudian beliau tinggal di
Al-Akik untuk sementara waktu yang kemudian beliau menetap di
madinah.
Imam Malik hidup di dua masa pemerintahan yaitu Bani Umayyah
dan Bani Abbasyiyah, dimana pada masa itu terjadi perselisihan di antara
kedua pemerintahan tersebut. Di samping itu pula beliau dapat
11 Nur Chamid “ Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam ” yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010. Cet-ke 1. Hal, 150
12 Ahmad Asyyurbi “sejarah dan biografi empat imam mazhab”, jakarta: Amzah, 2001.
Cet-ke 3. Hal 71
13 Nur Chamid “jejak langkah sejarah pemikiran ekonomi islam”, yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010. Cet-ke 1. Hal, 152
10. menyaksikan percampuran antara bangsa dan keturunan yaitu orang arab,
persi, romawi, dan hindia.
Beliau meninggal dunia pada masa pemerintahan Harun Al-rasyid
di masa pemerintahan Abbasyiyah. Meninggal di madinah, pada tanggal
14 bulan Rabi’ul Awwal tahun 179 H. Ada juga yang berpendapat beliau
meninggal pada 11, 13 dan 14 bulan Rajab.14
3 Imam Syafi’i
a Biografi Imam Syafi’i15
Imam syafi’i di lahirkan di kota Ghazzah dalam palestina pada
tahun 105 H. Pendapat ini yang termasyhur di kalangan ahli sejarah.
Tatkala umurnya mencapai dua tahun, ibunya memindahkannya ke Hijaz
dimana sebagian besar penduduknya berasal dari Yaman.16
Ada pula yang
berpendapat beliau di lahirkan di Asqalan yaitu sebuah kota yang jauhnya
kurang lebih tiga kilometer dari kota Gozzah dan tidak jauh dari Baitul
Makdis, dan ada juga pendapat beliau dilahirkan di kota Yaman.
Imam Syafi’i sejak kecil hidup dalam kemiskinan, ketika beliau
diserahkan ke bangku pemdidikan, para pendidik tidak mendapat upah dan
mereka hanya terbatas pada pengajaran. Kecerdasan dan ketajaman
akalnya yang memilikinya sanggup menangkap semua perkataan serta
penjelasan gurunya. Setelah menginjak umur yang ketujuh Imam Syafi’i
telah menghafal seluruh al-qur’an dengan baik. Imam Syafi’i jug
mempunyai suara yang sangat merdu, tatkala beliau menginjak umur ke
tiga belas beliau memperdengarkan bacaan-bacan alqur’annya di masjid
al-haram. Hakim mengeluarkan hadist yang yang di riwayatkan oleh Bahr
bin Nashr, ia berkata: “apabila kami ingin menangis kami mengatakan
14 Ahmad Asyyurbi “sejarah dan biografi empat imam mazhab”, jakarta: Amzah, 2001.
Cet-ke 3. Hal hal 138
15 Ahmad Asyyurbi “sejarah dan biografi empat imam mazhab”, jakarta: Amzah, 2001.
Cet-ke 3. Hal l 141
16 Muhammad Yasir Abd Muthalib, “ringkasan terjemah Kitab Al-umm” Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007. Cet-ke 4. Hal, 3
11. kepada sesama kami, “pergilah kepada pemuda syafi’i!” apabila kami telah
sampai kepadanya ia mulai membuka al-qur’an dan membaca al-qur’an
sehingga manusia yang ada di sekelilingnya banyak yang berjatuhan di
hadapannya karna kerasnya menangis. Kami terkagum-kagum dengan
kemerduan suara yang dimilikinya, sedemikian tingginya ia memahami al-
qur’an sehingga sangat berkesan bagi para pendengarnya.”
Pada masa remaja Imam Syafi’i memegang jabatan di “Najran”
setelah orang Quraisy memberitahukan kepada gubenur Yaman untuk
mengambil Imam syafi’i untuk bekerja di Negri Yaman. Keadailan dan
kejujuran Imam syafi’i di ketahui oleh orang banyak. Banyak dari
penduduk Najran yang mencoba mengusir kedudukan beliau, tetapi
mereka tidak berhasil. Imam Syafi’i berkata apabila gubenur datang
kepada mereka,mereka mencari muka mencoba sedimikian dengan ku,
tetapi mereka gagal.17
4 Imam Ahmad bin Hambal
a Biografi Imam Ahmad bin Hambal
Ahmad bin Hambal di lahirkan di kota baghdad, pada bulan
Rabi’ul Awwal tahun 164 H, yaitu setelah ibunya berpindah dari kota
Murwa tempat tinggal ayahnya.
Beliau ialah: Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyin bin Abdullah bin Anas
bin Auf bin Qasit bin Syaiban, mendapat gelar Al-Mururi kemudian Al-
Baghdadi. Keturunan Ibnu Hambal bertemu dengan keturunan Rasulullah.
Bapaknya adalah seorang pejuang yang handal sementara datuknya adalah
seorang gubenur di wilayah Sarkhas dalam jajahan Kharasan, di masa
pemerintahan Umawiyyin18
.
17 Ahmad Asyyurbi “sejarah dan biografi empat imam mazhab”, jakarta: Amzah, 2001.
Cet-ke 3. Hal Hal 146
18 Ahmad Asyyurbi “sejarah dan biografi empat imam mazhab”, jakarta: Amzah, 2001.
Cet-ke 3. Hal hal 191
12. Ibnu Hambal mengalami sakit yang membawa kepada kematian.
Ketika beliau dalam keadan sakit tidak ada perkara yang membuat hatinya
selalu berfikir kecuali beberapa perkara: yaitu sholat, memikirkan tentang
permbagian harta yang di tinggalkan, dan tiga helai rambut yang berada
padanya. Beliau terkena penyakit demam panas pada hari pertama di bulan
Rabi’ul awwal tahun 240 H, sehingga beliau tidak bisa keman-mana
kecuali dengan pertolongan.
Ahmad bin Hambbal meninggal dunia pada pagi hari jum’at
tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal tahun 241 H, mayatnya di mandikan oleh
Abu Bakar Ahmad bin Al-hujjaj Al-Maruzi, beliau sangat terkesan dengan
kematiannya. Jenazahnya di kebumikan setelah sholat jum’at di Baghdad
dan juga di iringi oleh puluhan rakyat jelita.
D Studi komprasi pemikiran abu hanifah, imam malik, imam syafi’i,
imam ahmad ibnu hambal
Komparasi pemikiran adalah sebuah perbandingan pemikir antara satu
dengan yang lainnya. Setelah abat kedua para fuqaha tidak memberikan
sumbangsi pemikirannya tentang ekonomi secara utuh. Para fuqaha hanya
menganalisis bagaimana transaksi yang di lakukuan oleh rasul melalui leteratur
fiqih dan berdasarkan Al-qur’an dan hadist. Karna Al-qur’an dan hadis banyak
sekali membahas tentang bagaimana seharusnya ummat islam berperilaku sebagai
produsen, konsumen, dan pemilik modal.19
Oleh karna itu para fuqaha mengkaji
lebih mendalam lagi melalui prosedur ijtihad yang sudah di tetapkan oleh syara’
hususnya masalah akad dalam transaksi. Karna Transaksi yang berlandaskan
syari’ah sangat di tentukan dengan akad dan ini yang membedakan dengan
transaksi secara komersial, yang tidak terlalu mempermasalahkan dengan akad.20
Dalam bertransaksi (Mu’amalah) para ulamak fiqih berbeda-beda dalam
mendefinisikan di antaranya:
19 Djoko Muljono “buku pintar akuntansi perbangkan dan lembaga keuangan syari’ah”,
yogyakarta: ANDI, 2015. Cet-ke 1. Hal, 2
20 Djoko Muljono “buku pintar akuntansi perbangkan dan lembaga keuangan syari’ah”,
yogyakarta: ANDI, 2015. Cet-ke 1. Hal, 12
13. Imam Abu Hanifah mengatakan dalam jual beli “menjual barang dengan
salah satu mata uang mas dan perak“ imam Hanifah memandang akan terjadi jual
beli secara syah jika jual beli tersebut menggunakan mas dan perak tidak dengan
barter.
Imam Malik mengatakan dalam jual beli “sesuatu yang di pahami dari jual
beli secara mutlak“
Imam Syafi’i mengatakan dalam jual beli “jual beli adalah tukar menukar
barang pada saat tertentu“ maksudnya adalah jual beli secara syara’ adalah tukar
menukar barang dengan apa saja yang bernilai akan tetapi menghususkan harus
ada sebuah tempat dan waktu, karna madzhab imam syafi’i melarang jual beli jika
di antara keduanya tidak ada kejelasan.
Imam Ahmad bin Hambal mengatakan dalam jual beli “jual beli adalah
tukar menukar barang pada saat tertentu kecual riba dan hutang”
Dalam mendefinisikan jual beli para ulamak fiqih sudah berbeda
pandangan, sudah barang tentu dalam masalah akad perbedaan ini akan terjadi,
namun pada dasaenya perbedaan ini tidak akan melenceng dari praktek yang
sudah di tetapkan, hanya saja para ulama’ berbeda dalam menafsiri ayat-ayat
alqur’an dan hadis nabi.
1 Pemikiran Fuqaha tentang harta
Harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting dan merupakan salah
satu perhiasan dunia. Secara literal harta (al-mal) berarti sesuatu yang naluri
manusia condong kepadanya. Dalam terminologi fiqh Para imam mazhab
memiliki pandangan yang berbeda tentang harta.
Imam Hanafi menekankan batasan harta pada term ”dapat disimpan”.
Hal ini mengisyaratkan pengecualian aspek manfaat. Manfaat bukan
merupakan bagian dari konsep harta, melainkan masuk dalam
konsep milkiyah. Berdasarkan pendapat ini, harta diartikan sebagai sesuatu
(yang selain manusia) yang manusia mempunyai keperluan terhadapnya dapat
disimpan untuk ditasharufkan (digunakan pada saat diperlukan).
14. Jumhur fuqaha (imam Malik, imam Syafi’i, dan imam Hambali)
berpendapat bahwa harta tidak hanya terbatas pada materi tetapi juga
manfaat. Menurut pandangan jumhur, kegunaan atau manfaat barang
merupakan unsur terpenting dari harta karena nilai harta sangat bergantung
pada kualitas dan kuantitas manfaatnya.21
2 Pemikiran Fuqaha tentang riba
Dalam penetapan hukum bahwa riba itu haram, seluruh ulama telah sepakat
tentang hal tersebut. Banyak pandangan yang berbeda di kalangan ulama fiqh
mengenai konsep riba, dalam tulisan ini hanya dikemukakan dua perbedaan
pendapat yang dianggap paling berdampak pada praktik keuangan baik dalam
dimensi pemikiran klasik maupun kontemporer. Hal tersebut adalah tentang
pembagian riba dan alasan (illat) pengharaman riba.
Imam Hanafi, imam Malik dan imam Hambali membagi riba menjadi
dua bagian, yaitu riba fadhl (jaul beli barang sejenis dengan adanya tambahan
pada salah satunya) dan riba nasi’ah (menjual barang dengan sejenisnya,
tetapi yang satu lebih banyak, dengan pembayaran diakhirkan). Sedang imam
Syafi’i membagi riba menjadi tiga bagian, yaitu riba fadhl (menjual barang
dengan sejenisnya tetapi yang satu dilebihkan), riba yad (jual beli dengan
mengakhirkan penyerahan barang tanpa harus timbang terima), dan riba
nasi’ah (jual beli yang pembayarannya diakhirkan tetapi harganya
ditambah).22
Pendapat yang berbeda juga terdapat pada alasan (illat) yang
dikemukakan dalam pengharaman riba. Menurut imam Syafi’i dan imam
Hambali: dalam emas dan perak, alasannya berkisar masalah-perbedaan-harga
atau sejenisnya. Sedang dalam gandum, kurma dan sejenisnya, karena itu
merupakan bahan makanan (yang mengandung rasa manis dan minyak),
dapat ditakar atau dapat ditimbang. Menurut imam Hanafi: illat riba dalam
21 Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual, Rajawali Press, Jakarta, 2002. Cet-ke
1 Hal. 10
22 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001. Cet-ke 1 Hal. 262
15. emas dan perak, karena keduanya termasuk barang yang bisa ditimbang;
maka riba masuk dalam segala barang yang bisa ditimbang, termasuk
gandum, kurma dan sejenisnya. Sedang menurut imam Malik: dalam masalah
gandum, kurma dan sejenisnya, illat ribanya adalah karena merupakan bahan
kebutuhan pokok23
. Imam Syafi’i menemukan dua hal/barang riba (barang
ribawi), yaitu mata uang dan makanan. Imam Malik menambahkan sifat
tertentu pada makanan: bahan makanan pokok dan yang dapat diawetkan.
Imam Hanafi dan imam Hambali hanya melihat satu sebab, barang-barang
yang dijual dengan ditimbang (bobot) atau ditakar (isi).
3& Pemikiran Fuqaha Tentang Jual Beli
Jual beli disyari’atkan berdasarkan konsensus kaum muslimin. Karena
kehidupan manusia tidak bisa lepas dari aktivitas tersebut. Jual beli
diklasifikasikan dalam banyak pembagian dengan sudut pandang yang
berbeda24
Ada beberapa perbedaan pandangan antar ulama yang menjadi
landasan penetapan hukum jual beli pada masa dahulu dan praktiknya terus
berjalan hingga sekarang dengan berbagai bentuk modifikasi.
Tentang jual beli yang dilakukan hanya dengan serah terima barang
tanpa kata akad terdapat perbedaan pandangan. Imam Hanafi, imam Syafi’i
dan imam Hambali menyatakan jual beli tersebut tidak sah berdasarhan
hadits, ”jual beli dilakukan atas dasar saling rela”. Rela adalah persoalan
hati yang samar, tidak bisa diketahui kecuali diucapkan. Sedang menurut
imam Malik jual beli tersebut sah meski tanpa akad karena serah terima
barang menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah rela dan menerima hal
tersebut25
23 Ach. Khudori Soleh, Fiqih Konekstual (Perspektif Sufi-Falsafi), Pertja, Jakarta,
1999.cet-ke- 1. Hal. 19
24 Abdullah al-Mushlih, Salah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, terj. Abu
Umar Basyir, Darul Haq, Jakarta, 2004. Cet-ke 1. Hal. 90
25 Ach. Khudori Soleh, Fiqih Konekstual (Perspektif Sufi-Falsafi), Pertja, Jakarta, 1999.
Cet-ke 1. Hal, 2
16. Dalam jual beli dikenal adanya khiyar. Tentang hal ini juga ada
perbedaan pandangan. Menurut imam Syafi’i dan imam Hambali jika
kesepakatan jual beli terjadi, masing-masing penjual dan bembeli punya
hak khiyar (hak pilih) selama belum berpisah atau punya hak untuk
memastikan jadi tidaknya transaksi. Sedang menurut imam Hanafi dan imam
Malik jika transaksi jual beli terjadi, masing-masing penjual dan pembeli
sudah tidak mempunyai hak khiyar.Transaksi telah sempurna dan telah terjadi
dengan adanya akad26
Lebih jauh, tentang khiyar,dalam hal jual beli benda yang ghaib (tidak
ada di tempat) atau belum pernah diperiksa menurut imam Hanafi, imam
Malik dan imam Hambali pembeli mempunyai hak khiyar untuk
membatalkan atau meneruskan akad jual beli ketika melihatnya. Sedang
menurut imam Syafi’i jual beli terhadap benda yang ghaib dari semula sudah
tidak sah sehingga tidak ada hak khiyar di dalamnya27
4& Pemikiran Fuqaha dalam Usaha Kemitraan
Kerjasama usaha yang umum dilakukan dalam bisnis diantaranya syirkah,
mudharabah, wakalah dan sebagainya. Di sini akan dikemukakan tentang
perbedaan pendapat di antara ulama dalam beberapa aspek kerjasama usaha.
Tentang pembagian keuntungan yang tidak sama dalam syirkah, imam
Malik dan imam Syafi’i menyatakan bahwa dalam syirkah ’inan, jika modal
masing-masing sama tetapi pembagian keuntungan tidak sama, maka syirkah
tersebut menjadi rusak (batal). Menurut Syafi’i, dalam syirkah ’inan modal
masing-masing harus dicampur sampai tidak bisa dibedakan lagi satu dengan
lainnya dan tidak ditentukan pembagian hasilnya. Sedang menurut imam
Hanafi pembagian keuntungan yang tidak sama, meski modal masing-masing
pihak sama adalah boleh, jika memang telah ditentukan demikian. Pembagian
26 Ach. Khudori Soleh, Fiqih Konekstual (Perspektif Sufi-Falsafi), Pertja, Jakarta, 1999.
Cet-ke 1. Hal, 4
27 Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual, Rajawali Press, Jakarta, 2002. Cet-ke
1. Hal, 113
17. keuntungan tidak hanya didasarkan atas modal, tapi juga atas masa kerja,
besarnya tanggung jawab dan lainnya28
Dalam mudharabah, terdapat beberapa perbedaan pendapat dalam
beberapa aspek. Tentang pembatasan masa kerjasama, menurut imam Malik,
imam Syafi’i dan imam Hambali tidak dibolehkan karena tujuan mudharabah
adalah untuk mendapatkan keuntungan. Batasan waktu akan menghilangkan
tujuan tersebut. Sedang menurut imam Hanafi, perjanjian kerjasama
mudharabah boleh dilakukan dalam jangka waktu tertentu karena pemilik
modal mempunyai hak untuk menghentikan atau membatalkan perjanjian
kapan saja.
Selain itu, tentang kerugian yang disebabkan oleh pengelola imam
Malik, imam Syafi’i dan imam Hambali berpendapat bahwa kerugian itu
adalah tanggung jawab pengelola bukan pemilik modal. Sedang menurut
imam Hanafi, tanggung jawab atas kerugian ada pada pemilik modal bukan
pada pengelola karena itu adalah kelalaian pemilik modal yang menyerahkan
modal tanpa memperhitungkan kemungkinan baik buruknya.
Dalam pengelolaan usaha mudharabah, menurut imam Hanafi dan
imam Syafi’i pemilik modal boleh ikut bekerja. Kerugian dan keuntungan
yang diakibatkan adalah tanggung jawabnya sendiri. pengelola tidak ikut
menanggung kerugian dan tetap mendapat upah atas kerjanya. Sedang
menurut imam Malik, pemilik modal tidak boleh ikut bekerja karena akan
mempersulit posisi pengelolah.
Dalam penentuan kegiatan pengelola (manajerial usaha), imam Malik
dan imam Syafi’i berpendapat bahwa pemilik modal tidak boleh membatasi
gerak kegiatan pengelola karena pemilik modal belum tentu lebih pandai dari
pengelola. Sedang imam Hanafi dan imam Hambali berpendapat bahwa
28 Ach. Khudori Soleh, Fiqih Konekstual (Perspektif Sufi-Falsafi), Pertja, Jakarta, 1999.
Cet-ke 1. Hal, 66
18. pemilik modal boleh membatasi gerak kegiatan bisnis pengelola sebab
pemilik modal pasti lebih mengerti daripada pengelola.29
5& Pemikiran Fuqaha Tentang Gadai
Dalam operasional gadai terdapat beberapa aspek esensial yang membawa
cara pandang berbeda pada kalangan ulama. Menurut Imam Malik; jaminan
dengan akad (janji) saja telah dianggap cukup, meski barang yang dijadikan
jaminan tidak diserahkan pada pihak pemberi utang. Ini untuk orang-orang
tertentu yang bisa dipercaya kata-kata dan janjinya. Sedang menurut imam
Hanafi, Syafi’i dan Hambali; akad jaminan atau gadai tidak sah tanpa
penyerahan barangnya. Ini untuk masyarakat kebanyakan yang biasanya
sering berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diucapkan. Mereka
biasanya hanya mementingkan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan
orang lain.
Tentang penguasaan kreditur atas barang jaminan terdapat perbedaan
pandangan. Menurut Imam Syafi’i;penguasaan kreditur atas barang jaminan
(gadaian) tidak termasuk syarat akad gadai. Ini untuk orang kebanyakan yang
biasanya kurang memperhatikan persoalan keadilan dan agama. Sedang
Menurut Imam Hanafi dan Malik; kreditur harus menguasai barang yang
digadaikan (barang yang dijadikan jaminan utang). Ia termasuk syarat sah
gadai. Jika barang gadai lepas dari tangannya, batal akad gadainya. Tetapi,
jika kembalinya barang kepada pemberi gadai tersebut karena persoalan utang
atau titipan, akad gadai tetap sah, tidak batal. Ini untuk orang yang
memperhatikan agama dan keadilan. Sungguh, kreditur tidak mengambil
barang kecuali sebagai jaminan atas hak-haknya. Jika barang yang digadaikan
(yang dijadikan jaminan) lepas dari tangannya berarti sama dengan tidak
menerima jaminan dan ia tidak dapat ganti rugi jika terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan di kemudian hari. Sedemikian, sehingga penguasaan kreditur atas
barang jaminan termasuk syarat sah akad gadai.
29 Ach. Khudori Soleh, Fiqih Konekstual (Perspektif Sufi-Falsafi), Pertja, Jakarta, 1999.
Cet-ke 1. Hal, 66
19. Dalam praktek gadai, jika terjadi satu barang dipergunakan sebagai
jaminan atas dua macam utang, maka Menurut imam Hanafi, Syafi’i dan
Hambali barang gadaian tetap hanya menjadi jaminan atas utang yang
pertama, tidak termasuk utang kedua. Sedang Menurut Imam Malik;
menjadikan barang jaminan untuk dua macam utang pada orang yang sama
adalah boleh, jika pihak kreditur memang mau menerima hal tersebut.
Apalagi bagi orang-orang yang jujur dan bisa dipercaya. Mereka bahkan mau
menerima meski tanpa ada jaminan sekali pun.
Tentang pemanfaatan barang gadai, menurut Imam Syafi’i dan Imam
Malik; kedua Imam tersebut sependapat bahwa manfaat dari barang jaminan
itu adalah hak yang menggadaikan (pemilik barang). Murtahin tidak dapat
mengambil manfaat daripadanya, kecuali atas izin dari pihak yang
menggadaikan. Menurut imam Hambali penerima gadai tidak dapat
mengambil manfaat dari barang gadaian apabila barang yang digadaikan itu
hewan yang tidak bisa ditunggangi dan diperah. Sedangkan apabila barang
yang digadaikan itu hewan yang dapat ditunggangi dan diperah, maka
penerima gadai dapat mengambil manfaat dengan menunggangi dan memerah
susunya sesuai dengan biaya pemeliharaan yang telah dikeluarkan. Sedang
menurut Imam Hanafi manfaat dari barang gadaian adalah hak penerima
gadai, karena barang gadaian berada di tangan dan kekuasaan penerima
gadai.30
E&Pengaruh Pemikiran 4 Imam Mazhab tentang Ekonomi Terhadap
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Kontemporer
1& Implikasi dari Perbedaan Konsep tentang Harta
Perbedaan konsep tentang harta dari para imam mazhab ini
menimbulkan pengaruh yang berbeda pula. Contohnya: tentang pemanfaatan
seseorang terhadap harta orang lain (ghasab), jika mengikuti pendapat jumhur
fuqaha (imam Malik, imam Syafi’i dan imam Hambali) maka pemilik barang
30 Ach. Khudori Soleh, Fiqih Konekstual (Perspektif Sufi-Falsafi), Pertja, Jakarta, 1999.
Cet-ke 1. Hal, 41
20. berhak menuntut ganti rugi atas pemanfaatan tersebut. sedang menurut imam
Hanafi, pemilik tidak berhak menuntut ganti rugi karena aspek manfaat tidak
termasuk dalam harta.
Contoh lain adalah tentang wakaf. Menurut imam Hanafi kepemilikan
barang yang diwakafkan tidak harus lepas dari wakif dan dibenarkan
bagi wakif untuk menariknya kembali serta boleh menjualnya. Sedang
menurut jumhur fuqaha, harta wakaf tidak lagi menjadi milikwakif melainkan
secara hukum menjadi milik Allah atau secara terminologi sosiologis harta
wakaf menjadi milik masyarakat umum dan wakif tidak boleh menariknya
kembali apalagi menjualnya.31
2& Implikasi dari Perbedaan Konsep tentang Riba
Semua mazhab menyatakan bahwa larangan riba berlaku bagi barang
yang memiliki satu (sub) sebab tunggal. Imam Hanafi dan imam Hambali
melarang jual beli makanan dengan tembaga secara kredit (keduanya
ditimbang) namun membolehkan jual beli makanan dengan garam secara
kredit (salah satunya ditimbang dan yang lain ditakar). Imam Malik dan imam
Syafi’i, karena hanya memperhatikan pertukaran di antara makanan atau mata
uang, mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Imam Hanafi dan imam
Hambali. Yang lebih kontemporer misalnya tentang minyak mentah. Menurut
imam Hanafi dan imam Hambali minyak mentah termasuk ribawi, tetapi tidak
menurut Syafi’i dan Maliki.
Masih dalam konteks riba, pandangan para ulama fiqh ini paling tidak
mempengaruhi pemikiran para pakar dalam menetapkan dalil riba di kemudian
hari di samping Al-Qur’an dan Hadits yang sudah ada. Ibnu Rushdy dari
mazhab Maliki yang condong pada pendapat Hanafi tentang riba, kesamaan
ukuran. Menurut ibnu Rushdy. yang berada di balik ketentuan riba adalah
tujuan untuk menjunjung tinggi keadilan dalam pertukaran. Ini juga yang
31 Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual, Rajawali Press, Jakarta, 2002. Cet-ke
1. Hal, 149
21. kemudian mempengaruhi pemikiran bahwa pinjama qard tanpa bunga sah,
sedang jual beli dengan penangguhan barang ribawi untuk memperoleh barang
ribawi lain dengan harga sama yang dihutang tidak sah. Ketidakabsahan itu
karena masuknya unsur ketidak setaraan dalam jual beli yang akan memicu
ketidakadilan. Sedang dalam analisis teknis fiqh, pinjaman selalu siap dibayar,
dapat diminta sewaktu-waktu, sebuah ketentuan yang menguntungkan
pemberi pinjaman dan mengurangi risiko pasarnya.
Ibn Qayyim dari mazhab Hambali juga memaparkan bahwa dalil bagi
pelarangan adalah untuk mencegah eksploitasi dari kaum yang kuat atas kaum
yang lemah, memaksa investor menanggung risiko investasi, meminimalkan
perdagangan uang dan bahan makanan, serta mengaitkan keabsahan
keuntungan dengan pengambilan risiko32
3& Implikasi dari Perbedaan Konsep tentang Jual Beli
Pada masa kini praktik jual beli telah mengalami berbagai
perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat sesuai dengan perubahan
zaman. Perbedaan pendapat tentang keabsahan jual beli hanya dengan serah
terima barang tanpa akad dalam praktik kekinian memunculkan implikasi
yang berbeda pula. Jika menurut jumhur, maka praktik jual beli dengan sistem
swalayan seperti dilakukan di minimarket / supermarket / departement store
yang hanya dilakukan dengan melihat, memilih dan diakhiri dengan
pembayaran tanpa akad adalah tidak sah. Jika ada percekcokan antara penjual
dan pembeli di kemudian hari, hakim tidak bisa memeriksa dan menyelesaikan
persoalan itu karena tidak ada saksi atau bukti. Dalam konteks kekinian
dengan kian maraknya unsur wanprestasi dalam perjanjian jual beli kata-kata
akad saja belum memadai dan didukung bukti lain seperti kuitansi, akte dan
sejenisnya untuk memperkuat akad. Sedang jika menurut imam Malik jual beli
dengan sistem swalayan sah karena dengan adanya serah terima barang berarti
sudah menunjukkan kerelaan untuk berjual beli, jika tidak rela mereka tidak
akan melakukannya.
32 Frank E. Vogel, Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam Konsep, Teori dan
Praktik, Terj. M. Sobirin Asnawi, et.al., Nusa Media, Bandung, 2007. Hal, 96
22. Praktik jual beli pada masa modern tidak lagi selalu mengikuti tradisi
masa lalu yang dilakukan di suatu tempat tertentu (pasar) antara penjual dan
pembeli yang bertemu dan bertransaksi. Kini, jual beli dilakukan tanpa harus
mempertemukan penjual dan pembeli dalam satu majelis. Jual beli dapat
dilakukan melalui telepon, internet, dan berbagai sarana
komunikasi/perhubungan lainnya. Jika mengikuti pendapat imam Syafi’i,
praktik jual beli tersebut tidak sah karena tidak berada dalam satu majelis dan
barangnya pun tidak ada di tempat akad. Namun jika menurut jumhur, praktik
tersebut sah dan diikuti oleh hak khiyar bagi pembeli untuk membatalkan atau
meneruskan akad saat barang dilihatnya.
4" Implikasi dari Perbedaan Konsep tentang Kerjasama Usaha (Kemitraan)
Dalam aktivitas ekonomi terutama bidang keuangan dan perbankan
konsep kerjasama usaha (kemitraan) ini akan selalu ada. Dalam praktik
pembiayaan musyarakah di bank Syariah dua pendapat berbeda ini sama-sama
memberikan kontribusi yang berpengaruh terhadap kebijakan penetapan
nisbah bagi hasil dan risiko kerugian antara pihak bank dan nasabah. Jika
menurut pendapat imam Hanafi, pembagian keuntungan yang berbeda
dibolehkan. Ini diterapkan dalam pembagian keuntungan secara
unproporsional sesuai kesepakatan. Jadi dapat terjadi antar pihak yang
bekerjasama menperoleh alokasi keuntungan yang tidak sama. Menurut
pendapat imam Malik dan imam Syafi’i keuntungan harus dibagi sama karena
modal usaha pihak-pihak yang bekerjasama sudah menyatu dan tidak terpisah
lagi. Namun jika dianalisis lebih lanjut, mekanisme pembagian keuntungan
usaha dalam musyarakah lebih cenderung mengikuti pendapat imam Hanafi,
yaitu boleh berbeda sesuai dengan kontribusi (modal atau tenaga) yang
diberikan33
Dalam praktik mudharabah, teknis yang diterapkan diperbankan
Syariah untuk penetapan jangka waktu kerjasama mengikuti pendapat imam
33 M. Safi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta,
2001, hlmn. 90
23. Hanafi yakni kerjasama tersebut harus ditentukan batas waktunya dan bukan
unlimited time agreement.
Dalam hal penanggungan risiko kerugian yang disebabkan kesalahan
pengelola, ketetapan bank mengikuti pendapat imam Malik, imam Syafi’i dan
imam Hambali yaitu menjadi tanggung jawab pengelola bukan pemilik dana.
Teknis lain di bank Syariah tentang keikut sertaan pemilik dana dalam
operasional usaha. Dalam mudharabah pemilik dana tidak turut dalam
pengelolaan usaha. Pengelolaan sepenuhnya dilakukan pengelola dana. Ini
merupakan implikasi dari pendapat imam Malik.
Mudharabah dibagi menjadi dua, yaitu mudharabah mutlaqah (jenis
usaha/kegiatan pengelolaan dana tidak dibatasi/ditentukan oleh pemilik dana).
Ini menurut pendapat imam Malik dan imam Syafi’i. Selain itu, ada
mudharabah muqayyadah di mana pemilik dana boleh menetapkan jenis
usaha/kegiatan pengelola (managerial). Ini sejalan dengan pendapat imam
Hanafi dan imam Hambali. Kedua pendapat ini mempunyai implikasi yang
sama terhadap kebijakan mudharabah di bank Syariah karena kedua jenis
mudharabah tersebut dipraktikkan.34
5" Implikasi dari Perbedaan Konsep tentang Gadai
Gadai mempunyai dua nilai akad yang berjalan beriringan. Di satu sisi,
rahn merupakan akad yang bersifat derma sebab apa yang diberikan penggadai
kepada penerima gadai tidak ditukar dengan sesuatu. Yang diberikan penerima
gadai kepada penggadai adalah utang, bukan penukar atas barang yang
digadaikan. Di sisi lain, dapat dimengerti bahwa akad ini juga bersifat
komersial. Pihak yang berakad tidak boleh saling merugikan. Kebolehan
memanfaatkan barang jaminan meski dengan syarat tertentu juga
mengisyaratkan adanya unsur tersebut dalam akad ini. Dikenakan biaya jasa
untuk prosedur gadai di pegadaian juga menunjukkan indikasi komersialnya
34 M. Safi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta,
2001, hlmn. 90
24. akad ini. Pengenaan biaya jasa ini kemudian tidak menjadikan praktek ini
berbeda dengan praktek pinjam meminjam uang di bank.35
Secara umum praktik gadai tidak terpengaruh oleh perbedaan pendapat
para ulama. Yang menjadi esensi implikasi pendapat para ulama fiqh ini
terhadap praktik gadai kontemporer adalah mengenai penguasaan dan
pemanfaatan barang gadai. Yang umum dipraktikkan di Indonesia adalah
barang gadai (yang menjadi jaminan) dikuasai oleh kreditur mengikuti
pendapat imam Hanafi dan imam Malik. Yang berbeda dalam praktiknya
adalah tentang pemanfaatan barang gadai. Umumnya, yang dipraktikkan
adalah pihak penerima gadai selalu memanfaatkan barang gadai yang
dikuasainya. Ini mengikuti pendapat imam Hanafi.
Implikasi pendapat para imam fiqh ini banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat, di mana praktik gadai bukanlah sesuatu
yang tabu. Aktivitas gadai dilakukan dalam hubungan orang perorang dan
kelembagaan. Yang sedikit membedakan adalah dari sisi pemanfaatan barang
gadai, di pegadaian barang gadai yang dikuasai tidak dimanfaatkan dan hanya
disimpan sampai ditebus kembali oleh yang menggadaikan. Ini mengikuti
pendapat imam Malik, imam Syafi’i dan imam Hambali.
BAB III
PENUTUP
A" Kesimpulan
35 M. Ali Hasan, Masail Fiqh Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, PT.Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2000. Cet-ke 1. Hal. 86
25. Pendapat yang berbeda dari 4 imam mazhab tentang konsep ekonomi
didasari oleh pemikiran, sudut pandang dan adat kebiasaan yang berbeda pada
saat mereka mengeluarkan fatwa.
Perbedaan dan pengaruh konsep ekonomi keempat imam mazhab yang
dikemukakan di atas merupakan konsep (yang menurut penulis) utama dalam
term ekonomi Islam, di samping masih banyak kajian dan konsep mereka dalam
ranah fiqh muamalah. Keenam konsep tersebut adalah konsep tentang harta, uang,
riba, jual beli, kerjasama usaha (kemitraan) dan gadai.
26. Daftar Pustaka
Abdul Aziz “Ekonomi Islam Analisi Mikro dan Makro”, yogyakarta: Garaha Ilmu,
2008.
Abdullah al-Mushlih, Salah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, terj. Abu
Umar Basyir, Darul Haq, Jakarta, 2004
Ach. Khudori Soleh, Fiqih Konekstual (Perspektif Sufi-Falsafi), Pertja, Jakarta,
1999.
Adiwarman Azwar Karim “Sejarah pemikiran Ekonomi Islam” Depok: Kharisma
Putra Utama Offset, 2012.
Ahmad Asy-Syurbasi “ Sejarah dan Bigrafi Empat Imam Mazhab” jakarta:
Amzah, 2008.
Ahmad Asyyurbi “sejarah dan biografi empat imam mazhab”, jakarta: Amzah,
2001
Djoko Muljono “buku pintar akuntansi perbangkan dan lembaga keuangan
syari’ah”, yogyakarta: ANDI, 2015.
Eko Suprayitno “Ekonomi Islam pendekatan ekonomi makro dan konvensional”,
yogyakarta: Geraha ilmu, 2005.
Frank E. Vogel, Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam Konsep, Teori dan
Praktik, Terj. M. Sobirin Asnawi, et.al., Nusa Media, Bandung, 2007
Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual, Rajawali Press, Jakarta, 2002.
http://makalahsdk.blogspot.co.id/2014/11/tokoh-pemikiran-ekonomi-islam.html
M. Ali Hasan, Masail Fiqh Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan,
PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
27. M. Safi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press,
Jakarta, 2001,
Muhammad “ prinsip-prinsip ekonomi islam “yogyakarta: Garaha Ilmu, 2007,
Muhammad Yasir Abd Muthalib, “ringkasan terjemah Kitab Al-umm”
Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
Nur Chamid “ Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam ” yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001.
Rozalinda “Ekonomi Islam”, jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015.
Yusuf Qardhawi “ Norma dan Etika Ekonomi Islam “ jakarta: Gema Insani Press,
2000,