Teks tersebut membahas tentang tiga metode untuk mengestimasi curah hujan wilayah yaitu metode aritmatik, poligon Thiessen, dan isohiet. Metode-metode tersebut digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata seluruh wilayah berdasarkan data curah hujan di beberapa pos hujan di dalam wilayah tersebut."
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Σ(Hi/Li2
1. Curah hujan, analisis data
hilang, peluang hujan dan
Evapotranspirasi
GUSTI RUSMAYADI
PS Agroekoteknologi
grusmayadi@yahoo.com,sg
Perkuliahan Agroklimatologi,
Faperta UNLAM, BANJARBARU
2. Karakter Iklim
dan Cuaca
Keragaman/ embutan
tinggi
Sulit dimodifikasi
Sulit diduga/
di r a mal ADAPTASI SISTEM USAHA TANI
DAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN TANAMAN
PEWILAYAHAN IDENTIFIKASI PREDIKSI HASIL
AGROEKOLOGI INTERPRETASI
o Parametrik
o Non parametrik
o Stokastik
Pengalaman
- Analisis Analisis
l
Kausal
aritmatika kuantitatif Time - series
Fenomena Dlsb
o Analisis Citra
Image analysis
MODIFIKASI
TERBATAS
PENGAMATAN
A TEK. SATELIT/ PENGINDERAAN
DI STASIUN AGROKLIMATOLOGI JAUH
3. Pendugaan Data Hilang dan Pengecekan Data
Pengecekan Kualitas Hujan pos Y (mm)
Data Iklim 450
• analisis kurva massa 400
ganda 350
Sebelum tahun 1991 300
kemiringannya sebesar b a = 0,97
250
= 1,21 dan setelah tahun
1991 kemiringannya 200
1991
sebesar a = 0,97. Maka 150 b = 1,21
faktor koreksi sebesar
100
(a/b) =(0,97/1,21) =
0,80 50
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Hujan rata-rata 5 pos (mm)
5. Pengujian Keeratan Data Antar Stasiun Klimatologi
Tabel 9.1. Pasangan data curah hujan antara stasiun A dan B (1956-1964)
(Metode Ranking untuk uji Ranking Kendall.
Kendall)
Kolom 1 Kolom 2
4xR Tahun
A B A B
Nilai R
1956 75 70 20 25 1
T = 1 - --------- 1957 85 90 30 20 0
1958 50 55 35 40 1
{n (n-1)} 1959 65 70 45 35 0
1960 45 35 50 55 0
n = jumlah 1961 30 20 65 65 0
pasangan data 1962
1963
20
65
25
65
65
75
70
70
0
0
T = ukuran 1964
Jumlah
35 40 85 90 0
2
keeratan
4xR 4x2
Nilai T = 1 - --------- = 1 - --------
{n (n-1)} {9(9-1)}
= 1 – 8/72
= 0,89
6. Pengisian Data Kosong
1. Metode Rata-rata Aritmatik
• Bila semua pos hujan Pos Hujan Jan Tinggi Hujan (mm)
mempunyai karakteristik X - 2200
sama dan curah hujan A 100 2500
normal tahunan dari pos
A, B dan C lebih kecil dari B 120 2700
10% berbeda dengan pos C 110 2600
hujan X, maka data hujan
dari pos X pada periode
kosong dapat dihitung
dengan rumus : Jawab Teladan 9.2
• CHx = 1/n (CHa + CHb + 1) Metode rata-rata aritmatik ;
CHc )
CHx = 1/3 (CHa + CHb + CHc )
• CHx, CHa, CHb, dan CHc
adalah curah hujan di pos CHx = 1/3 (100 + 120 + 110 ) mm
X, A, B dan C.
= 110 mm
7. Pengisian Data Kosong
2. Metode Perbandingan
Normal Pos Hujan Jan Tinggi Hujan (mm)
Jika curah hujan normal X - 2200
di pos A, B dan C berbeda A 100 2500
lebih dari 10% dari pos B 120 2700
hujan X, maka metode
aritmatik tidak berlaku. C 110 2600
Metode perbandingan
normal berikut ini dian- CHx = 1/3 {(Nx/Na) CHa +
jurkan untuk digunakan : (Nx/Nb) CHb + (Nx/Nc) CHc )
CHx = 1/3
{(2200/2500)(100)+(2200/2700)
CHx = 1/n {(Nx/Na) CHa (120)+(2200/2600)(110 )}
+ (Nx/Nb) CHb + (Nx/Nc)
CHc ) = 92,9 mm
8. Pengisian Data Kosong
3. Metode Kantor Cuaca
Amerika Serikat
Pos indeks berlokasi di
setiap kuadran dari garis
yang menghubungkan U
Utara – Selatan dan Timur
– Barat melalui di pos D
hujan X, maka
persamaannya adalah: Ld B
X Lb
[∑ (Hi/Li2)] B T
CHx = -------------- La
[∑ (1/Li2)] A Lc
CHx = tinggi hujan di C
pos X yang akan diduga
dan Hi = tinggi hujan di S
pos A, B, C dan D. Nilai Li
menunjukkan jarak pos Gambar 9.2. Posisi Pos Hujan X dan Pos Hujan Indeks A, B, C dan D
hujan A, B, C dan D
terhadap pos hujan X
9. Metode Kantor Cuaca Amerika Serikat/
Kuadran Empat
Suatu wilayah luas 140 km 2 terdapat 5 buah pos hujan X, A, B, C dan D.
Pada suatu bulan pos hujan X rusak. Tentukan tinggi hujan di X bila pos
itu di kelilingi pos hujan A. C dan D sebagai pos indeks yang terletak di
setiap kuadran dengan data :
Kuadran Pos Indeks, P Curah Hujan, CH (mm) Jarak dari X (km2), L
I B 100 5
II C 90 10
III A 110 8
IV D 120 6
Jawab Teladan 9.2.
Kuadran P CH (mm) L (km2) L2 1/L2 H/L2
I B 100 5 25 0,04000 4,000
II C 90 10 100 0,01000 0,900
III A 110 8 64 0,01562 1,718
IV D 120 6 36 0,02777 3,333
Jumlah 0,09339 9,9520
[∑ (Hi/Li2)] (9,9520)
CHx = -------------- = ----------
[∑ (1/Li2)] (0,09339)
CHx = 106,56 mm
10. Metode Pendekatan Curah Hujan Wilayah
Hujan dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau
bersifat setempat.
Hujan bersifat setempat artinya tinggi hujan belum
tentu dapat mewakili hujan untuk kawasan yang lebih
luas, kecuali hanya untuk lokasi di sekitar pos penakar.
Peluang hujan pada intensitas tertentu dari suatu lokasi
satu ke lokasi yang lain dapat berbeda-beda.
Curah hujan diukur dari suatu pos hujan dapat mewakili
karakteristik hujan untuk wilayah yang luas, sangat
bergantung dari beberapa fungsi, yaitu:
1) Jarak pos hujan itu sampai titik tengah kawasan
yang dihitung curah hujannya,
2) luas wilayah,
3) topografi, dan
4) sifat hujan.
11. Curah hujan wilayah
Metode pendekatan yang digunakan
untuk menentukan tinggi hujan rata-rata
(pada periode tertentu; setiap jam,
harian, mingguan, dekade, bulanan dan
tahunan) suatu wilayah, antara lain:
1) Rata-rata aritmatik (Arithmetic mean
method)
2) Poligon Thiessen (Thiessen polygon method)
3) Isohiet (Isohyetal method)
12. Teladan 9.3.
Suatu wilayah dengan luas 57,20 km2
mempunyai 7 buah pos hujan dengan sebaran
seperti pada Gambar 9.3. Selama bulan
September terukur tinggi hujan setiap pos,
pos1 = 105 mm, pos2 = 102 mm, pos 3 = 104
mm, pos 4 = 109 mm, pos 5 = 110 mm, pos 6
= 120 mm dan pos 7 = 113 mm. Hitung tinggi
hujan rata-rata (mm) seluruh wilayah pada
bulan itu dengan metode aritmatik, poligon
Thiessen dan juga Isohiet.
Jawaban Teladan 9.3.
1) Metode Aritmatik
CHr = 1/n (CH1 + CH2 + CH3 + . . . + CHn)
CHr = 1/7 (105 + 102 + 104 + 109 + 110 + 120 + 113)
mm
CHr = 109 mm
13. o7
o6
o4 A
o5
o3
o2
o1
116
o7 o7
o6 B o6
o4 o4 C
o5 o5 108
o3 o3
o2 o2 103
o1 o1
Gambar 9.3. Curah hujan Wilayah menurut metode A) Aritmatik,
B) Poligon Thiessen, dan C) Isohiet
14. 2) Metode Poligon Thiessen
Tabel 9.2. Perhitungan Metode Poligon Thiessen
Pos Hujan Hujan, Luas Poligon, Luas Poligon, CH x A %,
CH (mm) A (km2) A (%) (mm)
1 105 6,56 11,47 12,0
2 102 10,52 18,39 18,8
3 104 8,02 14,02 14,6
4 109 9,08 15,87 17,3
5 110 6,32 11,05 12,1
6 120 7,42 12,97 15,6
7 113 9,28 16,22 18,3
57,20 100.00 108,7
CHr = 1/A (A1●CH1 + A2●CH2 + A3●CH3 + . . . + An●CHn)
CHr = 108,7 mm
15. Tabel 9.4. Perhitungan menurut Metode Isohiet
Pos Hujan Isohiet, Luas Wilayah, CH x A ,
CH (mm) A (km2) (mm x km2)
1 dan 2 103 18,34 1889,02
3,4 dan 5 108 16,22 1751,76
6 dan 7 110 22,64 2490,40
57,20 6131,18
CHr = 1/A (A1●CH1 + A2●CH2 + A3●CH3 + . . . + An●CHn)
CHr = 1/57,20 km2 (6131,18 mm km2)
CHr = 107,2 mm
17. Tujuan analisis Gerombol
Mengelompokan sekumpulan objek
menjadi kelompok kecil (kelas),
sehingga yang mempunyai sifat
sama berada dalam kelompok yang
sama.
Sifat yang dilihat seperti;
• Pola curah hujan,
• Warna/citra Satelite
18. Analisis Gerombol
Analisis gerombol dilakukan setelah analisis
komponen utama, jika variabel saling berkorelasi.
Analisis ini digunakan untuk mengelompokkan
objek-objek menjadi beberapa gerombol
berdasarkan pengukuran peubah-peubah yang
diamati, sehingga diperoleh kemiripan objek
dalam gerombol yang sama dibandingkan antar
objek pada gerombol yang lain.
Masalah mendasar dalam analisis ini adalah
menentukan ukuran kedekatan yang digunakan
dan cara penggerombolannya.
19. Ukuran kedekatan dihitung berdasarkan jarak Eucledian,
Manhattan, Pearson dan sebagainya.
Persamaan jarak Eucledian dari dua pengamatan xi dan yi
yang berdimensi p adalah sebagai berikut:
x x jk
p
d ij
2
ik
k 1
dimana dij adalah jarak antara objek ke-i dan ke-j, xik
adalah besaran nilai sifat ke-k dari objek atau komponen
utama ke-i, xjk adalah besaran nilai sifat ke-k dari objek
atau komponen utama ke-j, dan p adalah banyaknya sifat
yang diamati.
Semakin besar jarak Eucledian maka semakin besar pula
perbedaan antara objek-objek tersebut.
28. Selanjutnya pada menu session akan ditampilkan 12 komponen utama (KU) dengan
sumbangan keragamannya masing-masing (ditunjukkan oleh proportion dalam eigen
analysis of the covarian matrix).
29. Hasil komponen utama yang menerangkan keragaman data 80% tersebut kemudian
dianalisis gerombol terhadap KU 1, KU2 dan KU 3.
32. Panjang Periode Data
a b c d e
Tahun
Menurut Conrad dan Pollak (1950) panjang periode
normal adalah sekitar 25 sampai 30 tahun.
Umumnya di Indonesia periode data yang harus
tersedia untuk unsur udara dan sejenisnya cukup 10
tahun pengamatan dan untuk curah hujan minimal
20 tahun pengamatan.
33. Peluang Hujan
Keragaman Curah Hujan
Analisis peluang menurut sebaran
Normal
Analisis peluang menurut sebaran
Gamma
Analisis peluang menurut sebaran
Gumbel
Rantai Markove
34. Keragaman Curah Hujan
Analisis umum dipakai untuk menggambarkan keadaan iklim, terdiri dari
1) rerata (mean), 2) simpangan baku, dan 3) nilai maksimum, minimum,
dan kisarannya.
n
Х = ∑ xi/n
i=1
Keragaman curah hujan dicirikan oleh dua parameter, yaitu rerata data
(х) dan simpangan baku (s).
∑ Xi2 – 1/n (∑xi)2
s = √ --------------------
n–1
Parameter yang digunakan menentukan keragaman curah hujan adalah
koefisien keragaman (Cv):
s
Cv = ----
x
Nilai cv lebih kecil dari 20% menunjukkan keragaman sedang. Ini berarti
panjang seri data, diterima untuk tujuan analisis.
Sebaliknya, bila lebih besar dari 25% menunjukkan panjang seri data
terlalu pendek atau disebabkan terlalu tinggi keragaman curah hujan
akibat kesalahan pengamatan atau alat.
35. Teladan
Hitung koefisien keragaman Curah Curah
data di stasiun A untuk Tahun hujan Tahun hujan
periode pengamatan 1958 – (mm) (mm)
1971 dan kemukakan
pendapat anda terhadap hasil 1958 75 1966 35
perhitungan tersebut ?
Penyelesaian; 1959 85 1967 80
n
Х = ∑ xi/n = 850/16 1960 50 1968 45
i=1
∑ Xi2 – 1/n (∑xi)2 1961 65 1969 25
s =√ --------------------
n–1 1962 45 1970 60
= (51250 – 45156)/15
1963 30 1971 75
= 20.2
1964 20 1972 40
Cv (s / x) x100%
= (20,2/53) = 38% 1965 65 1973 55
36. Analisis Peluang
1. Analisis peluang menurut sebaran normal
Peluang X ≤ x jika X menyebar normal dengan nilai tengah μ dan ragam
σ2 adalah:
x
P (X ≤ x) = Px (x) = ∫(2 μ σ2)1/2 λ-1/2(t- μ)2/ σ2 dt
-oo
Transformasi z = (x – μ) / σ, peubah acak Z menjadi N (0, 1) atau
sebaran normal standar.
Doorenbos (1976); jika curah hujan suatu periode menyebar normal,
simpangan baku digunakan menghitung tinggi curah hujan minimal pada
suatu peluang tertentu.
% peluang = x + a ● s
a adalah nilai besaran yang diperoleh dari kurva sebaran normal baku
dan tergantung pada tingkat peluang yang diskenariokan (Hann, 1977)
dan s = σ = simpangan, contoh;
Peluang 70% = x – 0,53 s
Peluang 75% = x – 0,69 s
Peluang 90% = x – 1,26 s
37. Teladan 9.5
Hitung tinggi curah hujan minimal yang jatuh dengan
peluang 70%, 75% dan 90% dengan menggunakan
data pada Teladan 9.4.
Jawaban Teladan 9.5.
Х = 361,6 dan s = 101,5
Peluang 70% = x – 0,53 s
= 361,6 – 0,53 (101,5) = 307,8 mm
Peluang 75% = x – 0,69 s
= 361,6 – 0,69 (101,5) = 291,6 mm
Peluang 90% = x – 1,26 s
= 361,6 – 1,26 (101,5) = 233,7 mm
Hasil menunjukkan;
• 7 kali dalam 10 tahun kemungkinan curah hujan pada penakar
hujan Martapura pada bulan Januari minimal 307,8 mm atau
• > 7 dalam 10 tahun minimal 291,6 mm atau
• 9 kali dalam 10 tahun minimal 233,7 mm.
38. 2. Analisis Peluang menurut Frekuensi Kumulatif
Bila data menyebar normal maka analisis
frekuensi kumulatif dapat dipergunakan. Nilai
frekuensi kumulatif (f) dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
100 ● m
f = ----------
(n +1)
n adalah jumlah tahun pengamatan dan m
adalah nomor urut data dari yang terbesar
sampai terkecil.
40. 3. Analisis Peluang menurut Sebaran Gamma
Sebaran data yang miring (skewnes)
lebih baik didekati dengan sebaran
Gamma. Sebaran ini mempunyai dua
parameter, yaitu parameter bentuk dan
parameter skala. Fungsi peluang
kumulatifnya dinyatakan dalam bentuk:
a 1
x x
exp -
b b
f ( x;a , b )
bG(a )
α adalah parameter skala, β adalah
parameter bentuk dan Г (α) fungsi
gamma.
41. 4. Analisis peluang menurut sebaran Gumbel
Menurut Haan (1977) sebaran Gumbell
digunakan untuk;
• Mengestimasi kejadian ekstrim tertinggi
apabila sebaran asalnya adalah sebaran
gamma, eksponensial, log normal, dan normal.
• Mengestimasi kejadian ekstrim apabila sebaran
asalnya sebaran normal.
• Fungsi kepekatan peluang sebaran Gumbell
P( x) exp[ ( x b ) / a exp{( x b ) / a }]a 1
x ; b ; a 0
42. 5. Rantai Markove
Peluang kejadian suatu keadaan pada
waktu tertentu dengan waktu sebelumnya
diketahui.
Peluang kejadian suatu keadaan pada
waktu t (Xt) ditentukan oleh keadaan pada
waktu sebelumnya t (Xt-1, Xt-2, Xt-3, . . .,
Xo).
Bila keadaan pada waktu t ditentukan oleh
keadaan pada waktu t – 1 dan tidak oleh t
– 2, t -3, . . . dst, maka disebut model
rantai Markove berordo satu.
43. Peluang Kejadian Hujan
n0 1 (i )
p0 1 (i )
n0 1 (i ) n0 0 (i )
n1 1 (i )
p1 1 (i )
n1 1 (i ) n1 0 (i )
p0 1 (i )
g 0 1 (i ) ln
1 p (i )
01
p1 1 (i )
g1 1 (i ) ln
1 p (i )
11
44. Tabel 10.7.
Perhitungan peluang periode kering selama satu dekade; Wilayah
Tatakan, Kabupaten Tapin-Kalimantan Selatan, Lintang 2˚53’LS,
112˚05BT, pada minggu 1 – 10, tahun 1989.
Curah
Jumlah minggu basah, F(W) dan minggu kering, F(D)
Tahun Minggu Hujan
dan kombinasinya.
(mm)
1987 N F (W) F (D) Jumlah Peluang
0 0
1 35 1 0 F (D) = 6 P(D) = F(D)/N
2 55 1 0 F (W) = 4 = 6/10= 0,6
3 13 0 1 F (DD) = 4 P(DD)=P(DD)/F(D)
4 30 1 0 F (WW) = 2 = 4/6 = 0,7
5 8 0 1 F (W/D) = 3 P(W) = F(W)/N
6 13 0 1 F (D/W) = 2 = 4/10= 0,4
7 0 0 1 P(WW)=P(WW)/F(W)
8 19 0 1 = 2/4 = 0,5
9 67 1 0 P(W/D)=F(W/D)/F(D)
10 21 0 1 = 3/6 = 0,5
Minggu basah > 25 mm dan kering < 25 mm untuk pembungaan jeruk
Sumber: Rusmayadi et al. (2000).
45. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi rujukan (ETo) pada
prinsipnya sama dengan
evapotranspirasi potensial (ETp)
untuk tanaman rujukan.
Untuk memperkirakan
evapotranspirasi rujukan dapat
menggunakan data klimatologi, misal
data suhu, kelembapan relatif, lama
penyinaran matahari dan kecepatan
angin.
46. Kegunaan data ETo
Kegunaan dari data evapotranspirasi
rujukan (ETo) adalah untuk
memperkirakan evapotranspirasi dari
tanaman atau kebutuhan untuk
tanaman pertanian (ETc), karena
ETc = kc • ETo
47. Kegunaan data ETo
Nilai kc adalah koefisien tanaman (crop
coefficient).
Nilai kc bergantung dari varietas dan umur dari
setiap jenis tanaman.
Nilai kc di Indonesia masih cukup memberikan
peluang untuk dilakukan penelitian sesuai kondisi
iklim, vareitas dan umur setiap jenis tanaman.
Nilai kc untuk jenis tanaman padi sawah dan
beberapa tanaman leguminosa sebagian telah
diketahui dan digunakan untuk menghitung
kebutuhan air tanaman tersebut.
48. Model ETo
Berdasarkan pada ketersediaan data iklim, maka
untuk memperkirakan ETo dapat dihitung
menggunakan beberapa model (Tabel 1):
• (1) Suhu,
• (2) Suhu dan Kelembapan,
• (3) Radiasi Global,
• (4) Radiasi Bersih,
• (5) Kombinasi, dan
• (6) Regresi.
50. 1. Model Suhu
Model ini disebut demikian karena
untuk memperkirakan ETo hanya
berbasis satu data iklim, yaitu data
suhu. Model suhu antara lain dapat
dihitung dengan metode;
• Thornthwaite
• Blaney dan Criddle
• Hamon
51. 1.1. Metode Thornthwaite
Metode ini dikembangkan pada
tahun 1948 di Amerika Serikat di
wilayah beriklim sedang (temperate)
antara 29ºLU hingga 43ºLU.
Model ini diperoleh dari percobaan
lisimeter daerah bervegetasi pendek
dn pada dengan persediaan air yang
cukup
52. 1.1. Metode Thornthwaite
Model Thorthwaite sudah popular digunakan di Indonesia dan dapat ditulis
sebagai persamaan :
ETo = C • Ta
• ETo : evapotranspirasi rujukan (cm/bulan)
• T : suhu rata-rata (ºC/bulan)
• C dan a : koefisien yang tergantung lokasi dan di Indonesia sebaiknya
nilai C dan a masih perlu diteliti.
• Nilai a dapat dihitung dengan rumus:
• a = (675 • 10-9) I3 – (771 • 10-7) I2 + (1792 • 10-5) I + 0,49239
• Nilai I adalah indeks panas tahunan (aanual heat indek), dapat dihitung
dengan persamaan :
• 12
• I = ∑ (T/5)1,51
• m=1
• Nilai c dapat dilihat pada 2.2. Nilai ETo (0) untuk suhu mulai lebih dari
26,5ºC sudah dihitung dan ditunjukkan pada Tabel 2.1.
53. Tabel 2.1.
Nilai evapotranspirasi rujukan ETo (0) untuk suhu lebih dari
26,5ºC metode Thonthwaite
Suhu ETo (0) Suhu ETo (0)
No. No.
ºC/bulan (cm/bulan) ºC/bulan (cm/bulan)
1 26,5 13,50 13 32,5 17,53
2 27,0 13,95 14 33,0 17,72
3 27,5 14,37 15 33,5 17,90
4 28,0 14,78 16 34,0 18,05
5 28,5 17,17 17 34,5 18,18
6 29,0 15,54 18 35,0 18,29
7 29,5 15,89 19 35,5 18,27
8 30,0 16,21 20 36,0 18,43
9 30,5 16,52 21 36,5 18,47
10 31,0 16,80 22 37,0 18,49
11 31,5 17,07 23 37,5 18,50
12 32,0 17,31 24 38,0 18,50
54. Contoh 1.1
Perkiraan evapotranspirasi
rujukan di lokasi garis lintang
2º55’ dan 114ºBT pada elevasi
1 m dpl, mempunyai data suhu
sebagai berikut (ºC).
Bulan Suhu (ºC) Bulan Suhu (ºC)
Januari 26.4 Juli 26.7
Februari 26.8 Agustus 27.2
Maret 27.1 September 27.4
April 27.1 Oktober 27.1
Mei 27.2 Nopember 27.3
Juni 27.1 Desember 26.6
55. Jawaban contoh 1.1
T = 26,4ºC
i = (T/5)1,514
i = (26,4/5) 1,514 = 12.42
12 12
I = ∑ (T/5) 1,51 = ∑ (i) atau penjumlah kolom 3
m=1 m=1
I = 154,18
a = (675 • 10-9) I3 – (771 • 10-7) I2 + (1792 • 10-5) I + 0,49239
a = 3.897
Evapotranspirasi rujukan untuk lintang 0ºC :
ETo (0) = 1,62 (10T/I)a
= 1,62 {(10x26,5)/154,18}2,42
ETo (0) = 13.01 cm/bulan Januari
Faktor koreksi, c untuk lintang 2º55’ (lihat Tabel) diperoleh nilai c
= 1,05, maka evapotranspirasi rujukan untuk bulan Januari
adalah,
ETo = c • ETo (0)
ETo = 1,05 x 13.01 cm = 13.69 cm/bulan Januari
ETo = 4.56 mm/hari/Januari
57. Tabel 2.2.
Evapotranspirasi rujukan di lokasi garis lintang 2º55’ dan
114ºBT pada elevasi 1 m dpl menurut metode Thorthwaite1)
Suhu, ETo (0) Faktor ETo
Bulan i=(T/5)1,514
T (ºC) (cm/bln) C cm/bln mm/hari
Januari 26.4 12.42 13.01 1.05 13.69 4.56
Februari 26.8 12.70 13.79 0.95 13.10 4.37
Maret 27.1 12.92 14.41 1.04 14.98 4.99
April 27.1 12.92 14.41 1.00 14.41 4.80
Mei 27.2 12.99 14.61 1.03 15.05 5.02
Juni 27.1 12.92 14.41 0.99 14.26 4.75
Juli 26.7 12.63 13.59 1.03 14.00 4.67
Agustus 27.2 12.99 14.61 1.03 15.05 5.02
September 27.4 13.14 15.04 1.00 15.04 5.01
Oktober 27.1 12.92 14.41 1.05 15.13 5.04
Nopember 27.3 13.07 14.82 1.02 15.12 5.04
Desember 26.6 12.56 13.40 1.05 14.07 4.69
Jumlah 154,18
1) Rusmayadi, G (2000)