Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Dokumen ini menjelaskan pengertian, subjek, objek, dan sejarah pajak penghasilan di Indonesia dimulai dari zaman kolonial hingga saat ini.
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
Pajak penghasilan
1. Fitria_hadriyani@yahoo.com
Pengertian Pajak Penghasilan
PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan
terhadap orang pribadi dan badan,
berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh selama satu tahun
pajak.
Subjek Pajak Penghasilan
Subjek PPh adalah orang pribadi; warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak; badan; dan
bentuk usaha tetap (BUT).
Subjek Pajak terdiri dari
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
2. Subjek Pajak Luar Negeri.
Subjek Pajak Dalam Negeri adalah :
- Orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia atau yang
berada di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau yang dalam suatu tahun
pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
- Badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia,
meliputi Perseroan Terbatas,
perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara
atau Daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik atau
organisasi yang sejenis, lembaga,
bentuk usaha tetap dan bentuk
badan lainnya termasuk reksadana.
- Warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri adalah :
- Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia;
- Orang Pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia
yang dapat menerima atau
memperoleh panghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau;
- melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
Tidak termasuk Subjek Pajak
1.Badan perwakilan negara asing;
2. Fitria_hadriyani@yahoo.com
2.Pejabat perwakilan diplomatik, dan
konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama
mereka, dengan syarat:
• bukan warga Negara Indonesia; dan
• di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut; serta
• negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
3.Organisasi-organisasi Internasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan dengan syarat :
• Indonesia menjadi anggota organisasi
tersebut;
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota;
4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan dengan
syarat :
• bukan warga negara Indonesia; dan
• tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan adalah
penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib pajak yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
a. penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam
bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang Pajak Penghasilan;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau
kegiatan dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau
karena pengalihan harta termasuk:
-keuntungan karena pengalihan harta
kepada perseroan, persekutuan,dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
-keuntungan yang diperoleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu atau anggota;
-keuntungan karena likuidasi,
penggabungan, peleburan,
pemekaran,pemecahan atau
pengambilalihan usaha;
-keuntungan karena pengalihan harta
berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
3. Fitria_hadriyani@yahoo.com
sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak pihak yang
bersangkutan;
e.penerimaan kembali pembayaran pajak
yang telah dibebankan sebagai biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto dan
imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g.dividen dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran
berkala;
k.keuntungan karena pembebasan utang,
kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang
asing;
m.selisih lebih karena penilaian kembali
aktiva;
n.premi asuransi;
o.iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari WP yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
p.tambahan kekayaan neto yang berasal
dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak
Objek Pajak yang dikenakan PPh final Atas
penghasilan berupa:
• bunga deposito dan tabungan-tabungan
lainnya;
• penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek;
• penghasilan dari pengalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan, serta
• penghasilan tertentu lainnya, pengenaan
pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Tidak Termasuk Objek Pajak
1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk
zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan oleh badan
keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, epanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak ybs;
2. Warisan;
3. Harta termasuk setoran tunai yang
diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan
atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah;
4. Fitria_hadriyani@yahoo.com
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi
kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi beasiswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima
atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau
BUMD dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN dan
BUMD yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor dan
harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan saham tersebut;
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan
oleh dana pensiun dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi;
10. Bunga obligasi yang diterima atau
diperoleh perusahaan reksa dana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian
perusahaan atau pemberian izin usaha;
11. Penghasilan yang diterima atau
diperoleh perusahaan modal ventura.
Pajak penghasilan adalah pajak yang
dibebankan pada penghasilan perorangan,
perusahaan atau badan hukum lainnya.
Pajak penghasilan bisa diberlakukan
progresif, proporsional, atau regresif.
Pada akhir maret 2010 jumlah wajib pajak di
Indonesia mencapai sekitar 16 juta.[1]
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah Pajak Penghasilan
1.1 Pajak Penghasilan di
Indonesia
2 Subyek pajak penghasilan
3 Bukan subyek pajak penghasilan
4 Obyek Pajak Penghasilan
5 Kronologi Perubahan Undang-
undang yang mengatur Pajak
Penghasilan
6 Catatan
[sunting] Sejarah Pajak Penghasilan
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal
bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat
pada zaman Romawi Kuno, antara lain
dengan adanya pungutan yang bernama
tributum yang berlaku sampai dengan tahun
167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak
pajak penghasilan secara eksplisit yang
diatur dalam suatu Undang-undang sebagai
Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris
pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak
penghasilan untuk pertama kali dikenal di
New Plymouth pada tahun 1643, dimana
dasar pengenaan pajak adalah " a person's
faculty, personal faculties and abilitites",
Pada tahun 1646 di Massachusett dasar
pengenaan pajak didasarkan pada "returns
and gain". “Tersonal faculty and abilities"
secara implisit adalah pengenaan pajak
5. Fitria_hadriyani@yahoo.com
pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan
"Returns and gain" berkonotasi pada pajak
penghasilan badan. Tonggak-tonggak
penting dalam sejarah pajak di Amerika
Serikat adalah Undang-Undang Pajak
Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah
beberapa kali mengalami tax reform,
terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986.
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
(tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an
berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal
tersebut telah dipergunakan sampai dengan
tahun 1962.
[sunting] Pajak Penghasilan di Indonesia
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di
Indonesia dimulai dengan adanya tenement
tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni
sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa
terhadap mereka yang menggunakan bumi
sebagai tempat berdirinya rumah atau
bangunan. Pada periode sampai dengan
tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan
perpajakan antara penduduk pribumi
dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak
perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam
perlakuan perpajakan Tercatat beberapa
jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada
orang Eropa seperti "patent duty".
sebaliknya business tax atau
bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di
samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916
dikenal adanya Poll Tax yang
pengenaannya berdasarkan status pribadi,
pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak
Pendapatan yang diperlakukan untuk orang
Eropa, dan badan-badan yang melakukan
usaha bisnis tanpa memperhatikan
kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar
pengenaan pajaknya penghasilan yang
berasal dari barang bergerak maupun
barang tak gerak, penghasilan dari usaha,
penghasilan pejabat pemerintah, pensiun
dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat
proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar
kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920
dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana
dualistik yang selama ini ada, dihilangkan
dengan diperkenalkannya General Income
Tax yakni Ordonansi Pajak Pendapatan
Yang Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie op
de Herziene Inkomstenbelasting 1920,
Staatsblad 1920 1921, No.312) yang
berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang
Asia maupun orang Eropa. Dalam
Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah
diterapkan asas-asas pajak penghasilan
yakni asas keadilan domisili dan asas
sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan makin
banyaknya perusahaan yang didirikan di
Indonesia seperti perkebunan-perkebunan
(ondememing), pada tahun 1925
ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan
tahun 1925 (Ordonantie op de
Vennootschapbelasting) yakni pajak yang
dikenakan tethadap laba perseroan, yang
terkenal dengan nama PPs (Pajak
Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami
beberapa kali perubahan dan
penyempurnaan antara lain dengan UU No.
8 tahun 1967 tentang Psnibahan dan
Penyempurnaan Tatacara Pcmungiitan
Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan
1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang
dalam praktck lebih dikenal dengan UU
MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya
adalah dengan UU No. 8 tahun 1970
dimana fungsi pajak mengatur/regulerend
dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925.,
khususnya tentang ketentuan "tax holiday".
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat
diadakannya tax reform, Pada awal tahun
1925-an yakni dengan mulai berlakunya
Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan
dengan perkembangan pajak pendapatan di
Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan
untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan
1920, yakni dengan ditetapkannnya
Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932
(Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932,
Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan
kepada orang pribadi (Personal Income
Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah
diterapkan kepada penduduk Indonesia;
kepada bukan penduduk Indonesia hanya
dikenakan pajak atas penghasilan yang
dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini
juga telah mengenal asas sumber dan asas
domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-
perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan
6. Fitria_hadriyani@yahoo.com
akan mengenakan pajak terhadap
pendapatan karyawan perusahaan muncul.
Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah
Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting)
yang memberi kewajiban kepada majikan
untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai
yang mempunyai tarif progresif dari 0%
sampai dengan 15%. Pada zaman Perang
Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting
(Pajak Perang) menggantikan ordonansi
yang ada dan pada tahun 1946 diganti
dengan nama Overgangsbelasting (Pajak
Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun
1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan
nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang
disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak
Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd.
Saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali
mengalami perubahan terutama dengan
perubahan tahun 1968 yakni dengan
adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang
Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara
Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak
Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925,
yang lebih terkenal dengan "UU MPO dan
MPS". Perubahan lainnya adalah dengan
UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni
dengan diadakannya tax reform di
Indonesia.
[sunting] Subyek pajak penghasilan
Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008
tentang pajak penghasilan, subyek pajak
penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Subyek pajak pribadi yaitu orang
pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
2. Subyek pajak harta warisan
belum dibagi yaitu warisan dari
seseorang yang sudah meninggal
dan belum dibagi tetapi
menghasilkan pendapatan, maka
pendapatan itu dikenakan pajak.
3. Subyek pajak badan badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
1. pembentukannya
berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-
undangan;
2. pembiayaannya bersumber
dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan
dalam anggaran
Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa
oleh aparat pengawasan
fungsional negara; dan
4. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk
usaha yang digunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia atau berada di
indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu dua belas
bulan, atau badan yang tidak
didirikan dan berkedudukan di
Indonesia, yang melakukan
kegiatan di Indonesia.
[sunting] Bukan subyek pajak
penghasilan
Undang Undang No. 17 tahun 2000
menjelaskan tentang apa yang tidak
termasuk obyek pajak sebagai berikut:
1. Badan perwakilan negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan
konsulat atau pejabat - pejabat lain
dari negara asing dan orang - orang
yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka dengan
syarat bukan warga negara
indonesia dan negara yang
bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional yang
ditetapkan oleh keputusan menteri
keuangan dengan syarat Indonesia
7. Fitria_hadriyani@yahoo.com
ikut dalam organisasi tersebut dan
organisasi tersebut tidak melakukan
kegiatan usaha di Indonesia.
Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
4. Pejabat perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan oleh
keputusan menteri keuangan
dengan syarat bukan warga negara
indonesia dan tidak memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
[sunting] Obyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan yaitu setiap Tambahan
Kemampuan Ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Undang-undang Pajak Penghasilan
Indonesia menganut prinsip pemajakan atas
penghasilan dalam pengertian yang luas,
yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak dari
manapun asalnya yang dapat dipergunakan
untuk konsumsi atau menambah kekayaan
Wajib Pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam Undang-
undang PPh tidak memperhatikan adanya
penghasilan dari sumber tertentu, tetapi
pada adanya tambahan kemampuan
ekonomis. Tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik
mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut
untuk ikut bersama-sama memikul biaya
yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan
rutin dan pembangunan.
Dilihat dari penggunaannya, penghasilan
dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat
pula ditabung untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak.
Karena Undang-undang PPh menganut
pengertian penghasilan yang luas maka
semua jenis penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam suatu tahun pajak
digabungkan untuk mendapatkan dasar
pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila
dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau
kegiatan menderita kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan lainnya (Kompensasi
Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di
luar negeri. Namun demikian, apabila suatu
jenis penghasilan dikenakan pajak dengan
tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari
Objek Pajak, maka penghasilan tersebut
tidak boleh digabungkan dengan
penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
[sunting] Kronologi Perubahan Undang-
undang yang mengatur Pajak
Penghasilan
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di
Indonesia diatur pertama kali dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
dengan penjelasan pada Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50.
Selanjutnya berturut-turut peraturan ini
diamandemen oleh
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1991,
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1994, dan
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008.
Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004,
pemerintah menerapkan sistem pajak yang
ditanggung pemerintah yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2003 dan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 486/KMK.03/2003.
Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) telah disesuaikan juga beberapa kali
dalam:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
564/KMK.03/2004, berlaku untuk
tahun pajak 2005 (sekaligus
meniadakan pajak yang ditanggung
pemerintah).
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
137/PMK.03/2005, berlaku untuk
tahun pajak 2006.
8. Fitria_hadriyani@yahoo.com
Tarif Pajak
Penghasilan Badan
Written by Administrator
Friday, 31 July 2009 08:41
Masalah: Berapakah tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
Badan ?
Solusi: Tarif Pajak yang diterapkan terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan untuk
tahun 2008 adalah Tarif Pajak Progresif sedangkan untuk tahun 2009 adalah Tarif Pajak
Tunggal, berikut adalah table perbandingan tariff PPh Badan
Perbandingan Tarif PPh Badan
Lapisan Kena Pajak UU No.17/2000 UU No.36/2008
Sampai Dengan rp. 50.000.000,- 10%
28%Di atas Rp.50.000.000 s/d 100.000.000,- 15%
Di atas Rp. 100.000.000,- 30%
Ilustrasi Penghitungan
Tahun Penghasilan kena
Pajak
Dasar Penghitungan Tarif PPh Pajak
Penghasilan
2008 Rp.50.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-
2009 Rp.50.000.000,- Rp.50.000.000,- 28% Rp.14.000.000,-
2008 Rp.100.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-
Rp.50.000.000,- 15% Rp.7.500.000,-
Total Rp.12.500.000,-
2009 Rp.100.000.000,- Rp.100.000.000,- 28% Rp.28.000.000,-
2008 Rp.150.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-
Rp.50.000.000,- 15% Rp.7.500.000,-
Rp.50.000.000,- 30% Rp.15.000.000,-
9. Fitria_hadriyani@yahoo.com
Total Rp.27.500.000,-
2009 Rp.150.000.000,- Rp.150.000.000,- 28% Rp.42.000.000,-
Pajak penghasilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini perlu dirapikan atau
ditulis ulang karena artikel ini
bersifat umum sedangkan isinya
ditulis dalam konteks yang
terlalu spesifik/sempit.
Pajak penghasilan adalah pajak yang
dibebankan pada penghasilan perorangan,
perusahaan atau badan hukum lainnya.
Pajak penghasilan bisa diberlakukan
progresif, proporsional, atau regresif.
Pada akhir maret 2010 jumlah wajib pajak di
Indonesia mencapai sekitar 16 juta.[1]
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah Pajak Penghasilan
1.1 Pajak Penghasilan di
Indonesia
2 Subyek pajak penghasilan
3 Bukan subyek pajak penghasilan
4 Obyek Pajak Penghasilan
5 Kronologi Perubahan Undang-
undang yang mengatur Pajak
Penghasilan
6 Catatan
[sunting] Sejarah Pajak Penghasilan
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal
bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat
pada zaman Romawi Kuno, antara lain
dengan adanya pungutan yang bernama
tributum yang berlaku sampai dengan tahun
167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak
pajak penghasilan secara eksplisit yang
diatur dalam suatu Undang-undang sebagai
Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris
pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak
penghasilan untuk pertama kali dikenal di
New Plymouth pada tahun 1643, dimana
dasar pengenaan pajak adalah " a person's
faculty, personal faculties and abilitites",
Pada tahun 1646 di Massachusett dasar
pengenaan pajak didasarkan pada "returns
and gain". “Tersonal faculty and abilities"
secara implisit adalah pengenaan pajak
pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan
"Returns and gain" berkonotasi pada pajak
penghasilan badan. Tonggak-tonggak
penting dalam sejarah pajak di Amerika
Serikat adalah Undang-Undang Pajak
Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah
beberapa kali mengalami tax reform,
terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986.
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
(tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an
berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal
tersebut telah dipergunakan sampai dengan
tahun 1962.
[sunting] Pajak Penghasilan di Indonesia
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di
Indonesia dimulai dengan adanya tenement
tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni
sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa
terhadap mereka yang menggunakan bumi
sebagai tempat berdirinya rumah atau
bangunan. Pada periode sampai dengan
tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan
perpajakan antara penduduk pribumi
dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak
perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam
perlakuan perpajakan Tercatat beberapa
jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada
orang Eropa seperti "patent duty".
sebaliknya business tax atau
bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di
samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916
dikenal adanya Poll Tax yang
pengenaannya berdasarkan status pribadi,
pemilikan rumah dan tanah.
10. Fitria_hadriyani@yahoo.com
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak
Pendapatan yang diperlakukan untuk orang
Eropa, dan badan-badan yang melakukan
usaha bisnis tanpa memperhatikan
kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar
pengenaan pajaknya penghasilan yang
berasal dari barang bergerak maupun
barang tak gerak, penghasilan dari usaha,
penghasilan pejabat pemerintah, pensiun
dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat
proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar
kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920
dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana
dualistik yang selama ini ada, dihilangkan
dengan diperkenalkannya General Income
Tax yakni Ordonansi Pajak Pendapatan
Yang Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie op
de Herziene Inkomstenbelasting 1920,
Staatsblad 1920 1921, No.312) yang
berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang
Asia maupun orang Eropa. Dalam
Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah
diterapkan asas-asas pajak penghasilan
yakni asas keadilan domisili dan asas
sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan makin
banyaknya perusahaan yang didirikan di
Indonesia seperti perkebunan-perkebunan
(ondememing), pada tahun 1925
ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan
tahun 1925 (Ordonantie op de
Vennootschapbelasting) yakni pajak yang
dikenakan tethadap laba perseroan, yang
terkenal dengan nama PPs (Pajak
Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami
beberapa kali perubahan dan
penyempurnaan antara lain dengan UU No.
8 tahun 1967 tentang Psnibahan dan
Penyempurnaan Tatacara Pcmungiitan
Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan
1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang
dalam praktck lebih dikenal dengan UU
MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya
adalah dengan UU No. 8 tahun 1970
dimana fungsi pajak mengatur/regulerend
dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925.,
khususnya tentang ketentuan "tax holiday".
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat
diadakannya tax reform, Pada awal tahun
1925-an yakni dengan mulai berlakunya
Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan
dengan perkembangan pajak pendapatan di
Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan
untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan
1920, yakni dengan ditetapkannnya
Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932
(Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932,
Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan
kepada orang pribadi (Personal Income
Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah
diterapkan kepada penduduk Indonesia;
kepada bukan penduduk Indonesia hanya
dikenakan pajak atas penghasilan yang
dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini
juga telah mengenal asas sumber dan asas
domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-
perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan
akan mengenakan pajak terhadap
pendapatan karyawan perusahaan muncul.
Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah
Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting)
yang memberi kewajiban kepada majikan
untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai
yang mempunyai tarif progresif dari 0%
sampai dengan 15%. Pada zaman Perang
Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting
(Pajak Perang) menggantikan ordonansi
yang ada dan pada tahun 1946 diganti
dengan nama Overgangsbelasting (Pajak
Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun
1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan
nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang
disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak
Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd.
Saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali
mengalami perubahan terutama dengan
perubahan tahun 1968 yakni dengan
adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang
Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara
Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak
Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925,
yang lebih terkenal dengan "UU MPO dan
MPS". Perubahan lainnya adalah dengan
UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni
dengan diadakannya tax reform di
Indonesia.
[sunting] Subyek pajak penghasilan
Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008
tentang pajak penghasilan, subyek pajak
penghasilan adalah sebagai berikut:
11. Fitria_hadriyani@yahoo.com
1. Subyek pajak pribadi yaitu orang
pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
2. Subyek pajak harta warisan
belum dibagi yaitu warisan dari
seseorang yang sudah meninggal
dan belum dibagi tetapi
menghasilkan pendapatan, maka
pendapatan itu dikenakan pajak.
3. Subyek pajak badan badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
1. pembentukannya
berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-
undangan;
2. pembiayaannya bersumber
dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan
dalam anggaran
Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa
oleh aparat pengawasan
fungsional negara; dan
4. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk
usaha yang digunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia atau berada di
indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu dua belas
bulan, atau badan yang tidak
didirikan dan berkedudukan di
Indonesia, yang melakukan
kegiatan di Indonesia.
[sunting] Bukan subyek pajak
penghasilan
Undang Undang No. 17 tahun 2000
menjelaskan tentang apa yang tidak
termasuk obyek pajak sebagai berikut:
1. Badan perwakilan negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan
konsulat atau pejabat - pejabat lain
dari negara asing dan orang - orang
yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka dengan
syarat bukan warga negara
indonesia dan negara yang
bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional yang
ditetapkan oleh keputusan menteri
keuangan dengan syarat Indonesia
ikut dalam organisasi tersebut dan
organisasi tersebut tidak melakukan
kegiatan usaha di Indonesia.
Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
4. Pejabat perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan oleh
keputusan menteri keuangan
dengan syarat bukan warga negara
indonesia dan tidak memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
[sunting] Obyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan yaitu setiap Tambahan
Kemampuan Ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Undang-undang Pajak Penghasilan
Indonesia menganut prinsip pemajakan atas
penghasilan dalam pengertian yang luas,
yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak dari
manapun asalnya yang dapat dipergunakan
untuk konsumsi atau menambah kekayaan
Wajib Pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam Undang-
undang PPh tidak memperhatikan adanya
penghasilan dari sumber tertentu, tetapi
pada adanya tambahan kemampuan
ekonomis. Tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik
mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut
12. Fitria_hadriyani@yahoo.com
untuk ikut bersama-sama memikul biaya
yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan
rutin dan pembangunan.
Dilihat dari penggunaannya, penghasilan
dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat
pula ditabung untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak.
Karena Undang-undang PPh menganut
pengertian penghasilan yang luas maka
semua jenis penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam suatu tahun pajak
digabungkan untuk mendapatkan dasar
pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila
dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau
kegiatan menderita kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan lainnya (Kompensasi
Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di
luar negeri. Namun demikian, apabila suatu
jenis penghasilan dikenakan pajak dengan
tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari
Objek Pajak, maka penghasilan tersebut
tidak boleh digabungkan dengan
penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
[sunting] Kronologi Perubahan Undang-
undang yang mengatur Pajak
Penghasilan
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di
Indonesia diatur pertama kali dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
dengan penjelasan pada Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50.
Selanjutnya berturut-turut peraturan ini
diamandemen oleh
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1991,
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1994, dan
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008.
Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004,
pemerintah menerapkan sistem pajak yang
ditanggung pemerintah yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2003 dan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 486/KMK.03/2003.
Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) telah disesuaikan juga beberapa kali
dalam:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
564/KMK.03/2004, berlaku untuk
tahun pajak 2005 (sekaligus
meniadakan pajak yang ditanggung
pemerintah).
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
137/PMK.03/2005, berlaku untuk
tahun pajak 2006.
[sunting] Catatan
1. ^ Firdaus, Arie (3 April
2010). "Pengembalian SPT 5,9
Juta". Koran Tempo.
http://www.korantempo.com/korante
mpo/koran/2010/04/03/Ekonomi_da
n_Bisnis/krn.20100403.195785.id.ht
ml. Diakses pada 3 April 2010.