Pernikahan dini di Desa Nglamuk disebabkan oleh beberapa faktor, seperti mitos bahwa perempuan yang belum menikah di atas usia 20 tahun dianggap sebagai "perawan tua", rendahnya pendidikan orang tua yang mendorong anak-anak untuk menikah dini, dan adat istiadat desa yang menganggap menikah muda sebagai hal yang normal. Pernikahan dini berdampak negatif pada kesehatan remaja dan psikologis s
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan dini banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku
pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja
desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas. Anggapan remaja desa lebih
memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disana ada anggapan atau mitos bahwa
perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan
mendasar dari seorang anak perempuan yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang
tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi
kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan.
Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan
anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa
akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul karena
kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi remaja.
Banyak kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika
memutuskan untuk menikah. “Kebanyakan yang gagal itu karena kawin muda”. Dalam alasan
perrceraian tentu saja bukan karena alasan menikah muda, melainkan alasan ketidakcocokan dan
sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang
dilakukan tanpa kematangan usia.
Pernikahan usia dini akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan
keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih tinggi.Dilihat dari aspek
pendidikan, remaja Di Dusun Nglamuk mayoritas lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi, dikarenakan faktor sosial budaya dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua
mereka juga rendah, sehingga kurang mendukung anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
2. 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Pernikahan
Perkawinan atau pernikahan adalah akad atau persetujuan antara calon suami dan calon
istri karenanya berlangsung melalui ijab dan qobul atau serah terima. Apabila akad nikah
tersebut telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia menciptakan rumah
tangga yang harmonis, akan sehidup semati dalam menjalani rumah tangga bersama-
sama.Pengertian lain mengartikan perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Banyak definisi pernikahan selain yang telah disebutkan, diantaranya Pengertian
pernikahan yaitu akad antara calon pengantin pria dengan pihak calon pengantin wanita yang
bukan muhrimnya. Sedangkan pengertian lain nikah adalah suatu akad yang dangannya menjadi
halal hubungan seksual antara pria dan wanita. Dia menyimpulkan bahwa hakikat dari
pernikahan merupakan suatu perjanjian saling mengikat antara laki-laki dan perempuan dengan
suka rela untuk mewujudkan kebahagiaan dalam rumah tangga. Pernikahan dalam islam ialah
suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan sukarela dan kerelaan kedua belah pihak
merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan
ketentraman (sakinah) dengan cara-cara diridhoi Allah SWT.
Berdasarkan pengertian pernikahan dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pernikahan merupakan suatu perjanjian (akad) saling mengikat yang dilangsungkan oleh
laki-laki dan perempuan untuk membentuk komitmen berkeluarga, menciptakan keluarga yang
harmonis.
2.2 Pernikahan Dini
Pernikahan dini banyak dijumpai dalam masyarakat, terutama pada masyarakat pedesaan.
Jika mengacu pada UU Perkawinan, usia ideal itu 21 tahun, namun toleransi bagi yang terpaksa
menikah di bawah usia 21 tahun ada batas 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk
laki–laki dengan persetujuan wali. Jika mengacu pada UU Perlindungan Anak No. 23 tahun
2002, perkawinan di usia 18 tahun ke bawah termasuk pernikahan dini.
3. 3
Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk
melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009). Sehinga seharusnya pernikahan dilakukan pada saat
remaja sudah memasuki usia dewasa, karena ketidaksiapan dalam pernikahan berdampak pada
kehidupan berumah tangga. Kurangnya pendidikan dapat memicu terjadinya pernikahan usia
dini, karena tanpa dibekali pendidikan yang cukup remaja tidak bisa berpikir panjang dalam
menentukan pilihan sehingga memilih untuk cepat-cepat menikah.
Fenomena pernikahan dini banyak terjadi dikalangan masyarakat dan bukan merupakan
fenomena yang muncul belakangan ini, tapi sudah banyak terjadi dari dulu hingga
sekarang.Fenomena tersebut juga sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, bahkan sudah
membudaya disuatu masyarakat, salah satunya di Desa Nglamuk, temanggung.Pernikahan dini
dilakukan oleh para pasangan yang berumur kurang dari 20 tahun yang mungkin terjadi karena
faktor-faktor tertentu.
Faktor penyebab pernikahan usia dini masyarakat Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari,
Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, diantaranya: Perkawinan terjadi karena orang
tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan, hal tersebut
dikarenakan mitos-mitos yang marak dikalangan masyarakat tersebut. Sifat kolot orang jawa
yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat, karena disana adat menikah diusia muda sudah
menjadi kebiasaan dari dulu sampai sekarang. Kebanyakan orang desa Desa Nglamuk,
Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung mengatakan bahwa
mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat,
menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur, mareka
tidak memepedulikan bahkan tidak mengerti keuntungan maupun kerugian ataudampak negatif
yang ditimbulkan dari menikah pada usi dini. Para orang tua yang masih belum paham
pentingnya pendidikan memaksa anak mereka untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi
setelah remaja lulus SMP atau SMA. Mereka menganggap, melanjutkan pendidikan tinggi itu
tidak penting. Bagi mereka, lulus SMP dan SMA saja sudah cukup, tidak perlu ke perguruan
tinggi. Disana ada beberapa pasangan yang menikah di usia dini karena adanya faktor paksaan
dari orang tua mereka.
Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan
pertemuan dua pribadi berbeda. Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia muda. Hal
4. 4
tersebut memacu terjadinya konflik yang bisa berakibat pisah rumah, atau bahkan perceraian. Itu
semua karena emosi remaja masih labil. Tanpa disadari ada banyak dampak dari pernikahan dini.
Ada yang berdampak bagi kesehatan, adapula yang berdampak bagi psikis dan kehidupan
keluarga remaja. Dampak psikisnya yaitu sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya
sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba
bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu
persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian.
Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang
mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun.
Dan pada usia 20 - 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda. Pada masa
ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka,
kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang
menemukan jati dirinya. Kalau keadaan tersebut terjadi, didalam keluarga ada anak, si istri harus
melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung
jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga
sehingga terjadi perceraian, dan pisah rumah. Dampak psikis yang lain yaitu Depresi berat atau
neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda.
Pada pribadi yang tertutup akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan.
Pengertian pernikahan dini secara umum, pernikahan dini yaitu: merupakan instituisi
agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga.
Pengertian pernikahan dini tentunya tidak sebatas pengertian secara umum saja, tapi juga ada
pengertian lain, pengertian pernikahan dini diantaranya: Pernikahan dini adalah sebuah nama
yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative
(Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono,1983). Artinya, pernikahan dini bisa dilakukan sebagai
solusi untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dikalangan remaja.
2.3 Pengertian Teori Fungsionalisme
Teori Struktural Fungsionalisme Menurut teori struktural fungsionalisme, masyarakat pada
dasarnya meruakan jaringan dari bagian-bagian yang saling terkait, setiap bagisan menyumbang
pada pemeliharaan sistem secara keseluruhan. Masyarakat pada dasarnya akan selalu bergerak
5. 5
kea rah interaksi yang mempersatukan (integrative). Integrasi merupakan bentuk dasar interaksi
masyarakat.
Meskipun integrasi merupakan bentuk dasar masyarakat, namun tidak berarti dalam
masyarakat tidak ada ketegangan-ketegangan antarwarga. Karena berbagai sebab, ketegangan
dan konflik akan terus terjadi dalam masyarakat.
Namun demikian, ketegangan dan konflik tersebut akan lenyap. Masyarakat akan kembali
berada dalam keseimbangan. Hal ini terjadi karena dala setiap sistem sosial terdapat konsensus
atau kesepakatan di antara warga masyarakat mengenai nilai-nilsi dasar yang menjadi pondasi
sistem sosial. Konsensus itulah yang menjadikan warga masyarakat memiliki komitmen untuk
mengatasi perbedaan dan konflik mereka.
Selain itu, keseimbangan juga dapat terwujud karena setiap sistem sosial memiliki
mekanisme yang mengarahka keinginan-keinginan warga menuju terpeliharanya sistem sosial.
Mekanisme sosial tersebut adalah sosialisasi dan kontrol sosial.
Melalui sosialisasi, warga masyarakat belajar tentang norma-norma sosial yang berlaku.
Teori struktural fungsionalisme sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Parsons dan para
pengikutnya, dapat dikaji melalui sejumlah anggapan dasar, yaitu:
1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling
berhubungan satu sama lain.
2. .Dengan demikian hubunga pengaruh mempengaruhi di antara bagian-bagian tersebut
adalah bersifat ganda dan timbal balik.
3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara
fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat
dinamis, menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan kecenderungan
memelihara agar perubahan yang terjadi di dalam sistem sebagai akibatnya, hanya akan
mencapai derajat yang minimal.
4. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan
senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka yang panjang keadaan tersebut pada
akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses
6. 6
institusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya yang
sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan senantiasa
berproses ke arah itu.
5. Perubahan-perubaha di dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual, melalui
penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner.
6. Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam
kemungkinan: (a) penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut
terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar, (b) pertumbuhan melalui proses
diferensiasi struktural dan fungsionalisme, (c) penemuan-penemuan baru oleh anggota
masyarakat.
7. Faktor paling penting yang memiliki daya mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah
konsensus di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan
tertentu.
Fenomena pernikahan dini bisa dikaji dengan teori Interaksionisme simbolik Max Weber.
Dilihat dari pandangan Weber, pernikahan dini terjadi karena individu–individu melakukan
tindakan–tindakan yang berarti.Sesuai dengan tipe–tipe tindakan sosial Max Weber, yaitu
rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan afektif.
Titik tolak baginya adalah mengenai individu yang bertidak yang tindakan-tindakannya itu
hanya dapat dimengerti menurut arti subyektifnya. Kenyataan sosial baginya pada dasrnya terdiri
dari tindakan-tindakan sosial individu.Titik tolak Weber pada tingkat individual mengingatkan
kita bhwa struktur sosial atau sistem budaya tidak dapat dipikirkan sebagai sesuatu yang berada
secara terlepas dari individu yang terlibat di dalamnya.Pemahaman terhadap tindakan sosial
dilakukan dengan meneliti makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakannya,
karena manusia bertindak atas dasar makna yang diberikannya pada tindakan tersebut.
Fenomena pernikahan dini dihubungkan dengan teori Weber dapat dinyatakan bahwa
pernikahan dini tersebut merupakan symbol dari reaksi individu karena adanya keinginan
individu tersebut untuk melakukannya. Ada tiga hal penting dalam interaksionisme simbolik
menurut filsafah pragmatis yakni (1) memusatkan perhatian pada interaksi antar aktor dan dunia
nyata yang lebih dikenal denan dialektika, (2) memendang baik aktor dan dunia nyata sebagai
7. 7
proses dinamis dan bukan struktur yang statis, (3) dan arti penting yang menghubungkan kepada
kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial.
Teori Interaksionisme simbolik menurut Geroge Herbert Mead George Herbert Mead,
yang berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang paling rasional dan memiliki
kesadaran akan dirinya. Di samping itu, George Herbert Mead juga menerima pandangan Darwin
yang menyatakan bahwa dorongan biologis memberikan motivasi bagi perilaku atau tindakan
manusia, dan dorongan-dorongan tersebut mempunyai sifat sosial.Di samping itu, George
Herbert Mead juga sependapat dengan Darwin yang menyatakan bahwa komunikasi adalah
merupakan ekspresi dari perasaan George Herbert Mead juga dipengaruhi oleh idealisme Hegel
dan John Dewey. Gerakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam
hubungannya dengan pihak lain. Sehubungan dengan ini, George Herbert Mead berpendapat
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menanggapi diri sendiri secara sadar, dan
kemampuan tersebut memerlukan daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif.Pada
interaksi, hubungan di antara gerak serta isyarat tertentu dan maknanya mempengaruhi pikiran
pihak-pihak yang sedang berinteraksi.Dalam terminologi Mead, gerak-isyarat yang maknanya
diberi bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam interaksi adalah merupakan “satu bentuk
simbol yang mempunyai arti penting”.Kata-kata dan suara-lainnya, gerakan-gerakan fisik,
bahasa tubuh (body langguage), baju, status, kesemuanya merupakan simbol yang bermakna.
Mengakarnya pernikahan usia dini ini terkait dengan masih adanya kepercayaan kuat tentang
mitos anak perempuan. Fenomena pernikahan diusia dini masih menjadi kultur masyarakat
Indonesia. Para orang tua ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi,
sosial, anggapan tidak penting pendidikan bagi anak dan pandangan negatif terhadap status
perawan tua. Padahal pada usia remaja sekitar lulusan SMP dan SMA sebenarnya anak belum
siap secara psikis dan sosial untuk membentuk keluarga. Kesiapan psikis yaitu yang berkaitan
dengan rasa aman, kasih sayang, dengan cara menjaga lisan dan mengendalikan emosi agar tidak
terjadi perselisihan paham antar pasangan, memberikan perlindungan terhadap pasangan, saling
memahami karakter pasangan masing-masing, bersikap sabar dalam mengelola keluarga, aktif
mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat, memiliki pekerjaan serta tidak menggantungkan
hidup kepada orang tua. Sedangkan kesiapan sosial pasangan menikah muda adalah kemampuan
berinteraksi dengan masyarakat secara wajar dan optimal dengan cara tidak membatasi diri
dalam lingkup sosialisasi dengan masyarakat di lingkungan tempat mereka tinggal. Dengan
8. 8
kurangnya kesiapan-kesiapan tersebut Undang-Undang harusnya tegas karena banyak hak-hak
remaja yang dikorbankan.
2.4 Pengaruh Pendidikan Terhadap Pernikahan Dini
Suatu pernikahan secara tidak langsung telah membelenggu kebebasan seseorang, karena
di dalam pernikahan terdapat tanggung jawab untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangganya.
Hal itu menjadi pertimbangan yang signifikan untuk memutuskan untuk menikah.Pendidikan
merupakan salah satu variabel yang dijadikan pertimbangan-pertimbangan yang mengaburkan
keputusan menikah, apalagi menikah dini.
Implikasi pendidikan yang berdasarkan pendapat Freud: “Pendidikan adalah suatu untuk
memperhalus dan membudayakan dorongan-dorongan kelamin sesuai dengan harapan
masyarakat”.Memperdalam ilmu dalam dunia pendidikan seringkali membuat orang melupakan
kehidupan pribadinya.Seseorang tidak memikirkan kebutuhan biologisnya dikarenakan
kesibukan yang mengisi kesehariannya.
Tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman secara matang kepada
individu untuk memilih atau memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika
hal yang buruk yang tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan yang telah diambil
olehnya.Kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun, maka secara emosi remaja masih ingin
berpetualang menemukan jati dirinya.
Kurangnya pendidikan bisa dikarenakan faktor ekonomi, dari faktor ekonomi inilah
seseorang tidak mampu melanjutkan pendidikan dan juga dikarenakan oleh keluarga yang
relative besar.Selain itu faktor sosial budaya juga mempengaruhi kurangnya pendidikan,
mungkin pendidikan masyarakat di lingkungan sekitar yang tergolong rendah menyebabakan
para remaja malas melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Usia perkawinan di pedesaan lebih muda dari pada di perkotaan. Pernikahan dini yang
terjadi di desa biasanya disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah. Menurut David
Popenoe dalam Abu Ahmadi (1991:182), fungsi pendidikan ialah (1) transmisi kebudayaan, (2)
menolong individu memilih dan melakukan peranan sosial, (3) menjamin integrasi sosial, (3)
sebagai inovasi sosial. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman secara
matang kepada individu untuk memilih atau memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak
menginginkan jika hal yang buruk yang tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan
yang telah diambil olehnya.
9. 9
Dari penelitian sebelumnya di Indonesia pernikahan dini 50-20% dilakukan oleh
pasangan baru.Biasanya pernikahan dini dilakukan oleh pasangan muda yang rata-rata umurnya
18, 19, dan 20 tahun. Secara nasional pernikahan dini dengan usia pengantin di bawah usia16
tahun sebanyak 26,9% (Jalu,2004).
Dampak yang bisa ditimbulkan akibat pernikahan dini tersebut bermacam-macam.
Mungkin awalnya secara fisik anak bisa lebih cepat matang dan dewasa, namun dari segi lain
yaitu segi psikis, ekonomi, agama, sosial, maupun bentuk kemandirian lainnya belum tentu
mampu membangun komunitas baru bernama keluarga, disebabkan emosi diusia remaja yang
belum stabil. Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena pernikahan usia dini akan beruntut pada
masalah-maslah sosial. Sebut saja kehamilan yang tidak diinginkan atau ketidaksiapan untuk
membentuk keluarga baru yang ujungnya berakhir dengan perceraian, tindak kriminal aborsi,
serta perilaku menyimpang lainnya. Dari segi finansial, usia remaja juga menimbulkan
persoalan,yaitu dari sisi pendidikan yang minim. Karena minimnya pendidikan, pekerjaan
semakin sulit didapat dan hal tersebut dapat berpengaruh pada pendapatan keluarga.
2.5 Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Pernikahan Dini
Ada dua faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan remaja, yaitu sebab
dari anak dan dari luar anak.
1. Sebab dari Anak
a. Faktor Pendidikan.
Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak
putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak
tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri.
Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam
kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak
produktif.Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol
membuat kehamilan di luar nikah.
b. Faktor telah melakukan hubungan biologis.
Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan
hubungan biologis layaknya suami istri.Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan
10. 10
cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena
sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.
Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, hal ini sebuah solusi yang
kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan suatu
kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua justru membawa
anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat besar di kemudian hari
perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi konflik.
c. Hamil sebelum menikah
Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung
menikahkan anak-anak tersebut.Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak
gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka
dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.
Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon
suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan
dispensasi kawin.
Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis.Baik bagi anak gadis, orang tua
bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan
yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU
bahkan agama. Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini
kelak.Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari
bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan.
2. Sebab dari luar Anak
a. Faktor Pemahaman Agama.
Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan
lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama.Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan
mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.
Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan
dengan lawan jenis merupakan satu: “perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus
mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis hakim menanyakan anak wanita
yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika
menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap
11. 11
bersikukuh bahwa pernikahan harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak yang saling suka
sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan “zinah”. Dan sebagai orang tua sangat takut
dengan azab membiarkan anak tetap berzinah.
b. Faktor ekonomi.
Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit hutang yang sudah
tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis,
maka anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai “alat pembayaran” kepada si piutang. Dan
setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si anak.
c. Faktor adat dan budaya.
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang
perjodohan.Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera
dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-
anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut akan
dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang
diamanatkan UU. (Ahmad, 2009).
2.6 Dampak Adanya Pernikahan Dini
Baru saja kita mendengar berita diberbagai media tentang kyai kaya yang menikahi anak
perempuan yang masih belia berumur 12 tahun.Berita ini menarik perhatian khalayak karena
merupakan peristiwa yang tidak lazim.Apapun alasannya, perkawinan tersebut dari tinjauan
berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan anak
akibat dampak perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur.
2.7 Dampak terhadap hukum
Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
1. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang
yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
2. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
12. 12
Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a) mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
b) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan;
c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
3. UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO
Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak yang
mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh
haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan,
eksploitasi dan diskriminasi.
Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang tersebut.
Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk melindungi anak dari
perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai dengan 12 area kritis dari Beijing
Platform of Action, tentang perlindungan terhadap anak perempuan.
Pasangan usia muda juga belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan
keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan
keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan dalam
kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata
nanti, utamanya bagi pria, rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihin dari.
2.8 Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki
yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap
pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun
termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini
hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan
terhadap perempuan.1
1
Ali, Ash-Shobuni,Pernikahan Islam, Mumtaza, Solo, 2008, hlm. 29
13. 13
2.9 Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan
sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika
sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang
luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa
anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak
reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan)
terhadap seorang anak.
Dokter spesialis obseteri dan ginekologi dr Deradjat Mucharram Sastraikarta Sp OG yang
berpraktek di klinik spesialis Tribrata Polri mengatakan pernikahan pada anak perempuan
berusia 9-12 tahun sangat tak lazim dan tidak pada tempatnya. ”Apa alasan ia menikah?
Sebaiknya jangan dulu berhubungan seks hingga anak itu matang fisik maupun psikologis”.
Kematangan fisik seorang anak tidak sama dengan kematangan psikologisnya sehingga
meskipun anak tersebut memiliki badan bongsor dan sudah menstruasi, secara mental ia belum
siap untuk berhubungan seks.
Ia memanbahkan, kehamilan bisa saja terjadi pada anak usia 12 tahun. Namun
psikologisnya belum siap untuk mengandung dan melahirkan. Jika dilihat dari tinggi badan,
wanita yang memiliki tinggi dibawah 150 cm kemungkinan akan berpengaruh pada bayi yang
dikandungnya. Posisi bayi tidak akan lurus di dalam perut ibunya. Sel telur yang dimiliki anak
juga diperkirakan belum matang dan belum berkualitas sehingga bisa terjadi kelainan kromosom
pada bayi.
2.10 Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan
menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak
akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak
mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak
untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya
serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
Menurut psikolog dibidang psikologi anak Rudangta Ariani Sembiring Psi, mengatakan
”sebenarnya banyak efek negatif dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belum siap
14. 14
untuk menghadapi tanggungjawab yang harus diemban seperti orang dewasa.Padahal kalau
menikah itu kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa dan siap untuk menghadapi
permasalahan-permasalan baik ekonami, pasangan, maupun anak.Sementara itu mereka yang
menikah dini umumnya belum cukup mampu menyelesaikan permasalan secara matang”.
Ditambahkan Rudangta, ”Sebenarnya kalau kematangan psikologis tidak ditentukan
batasan usia, karena ada juga yang sudah berumur tapi masih seperti anak kecil. Atau ada juga
yang masih muda tapi pikirannya sudah dewasa”.Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal
utama karena sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak di kemudian hari.” yang namanya
mendidik anak itu perlu pendewasaan diri untuk dapat memahami anak. Karena kalau masik
kenak-kanakan, maka mana bisa sang ibu mengayomi anaknya. Yang ada hanya akan merasa
terbebani karena satu sisi masih ingin menikmati masa muda dan di sisi lain dia harus mengurusi
keluarganya”.
Pasangan usia muda juga belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa
saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami kegoncangan mental,
karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya.2
2.11 Analisis Mengenai Permasalahan Pernikahan Dini Di Desa Nglamuk, Kelurahan
Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Dengan Menggunakan
Teori strktural Fungsionalisme
Fenomena pernikahan dini dilihat dari pandangan Weber, pernikahan dini terjadi karena
individu–individu melakukan tindakan–tindakan yang berarti.Sesuai dengan tipe–tipe tindakan
sosial Max Weber, yaitu rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan
tradisional, dan afektif.
Titik tolak baginya adalah mengenai individu yang bertidak yang tindakan-tindakannya
itu hanya dapat dimengerti menurut arti subyektifnya. Kenyataan sosial baginya pada dasrnya
terdiri dari tindakan-tindakan sosial individu.Fenomena pernikahan dini dihubungkan dengan
teori Weber dapat dinyatakan bahwa pernikahan dini merupakan symbol dari reaksi individu
karena adanya keinginan individu tersebut untuk melakukannya.
2 Sarlito, Psikologi Remaja, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 27.
15. 15
Pernikahan dini di desa terjadi karena adanya dorongan berupa cemoohan kalau sudah
berumur 20 tahun belum menikah di katakan “perawan tua”. Pernikan dini berdampak buruk
bagi kelangsungan hidup remaja putra mau pun putri karena merengggut masa produktif mereka
dibidang akademis karena kalau sudah menikah akan sibuk utuk mencari nafkah bagi laki laki
dan bagi perempuan sibuk mengurus anak dan keperluan rumah tangga mereka.
Akibat dari pernikahan dini menjadi putus sekolah dan menyebabkan angka kemiskinan
bertambah karena tidak siap dalam kriteria penerimaan pekerjaan yang layak ygng membutuhkan
tingkat pendidikan yang tinggi.Akibat dari ini juga timbul kliminalitas karena tekanan ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya yang harus terpenuhi sedangkan pemasukan untuk
melengkapi kebutuhan rumah tangga sangatlah terbatas.
Pasangan yang menjalani pernikahan dini juga kurang dalam kematangan emosional yang
memunculkan ekploitasi anak dibawah umur untuk di sewakan untuk para pengemis sebagai alat
penunjang dalam melakukan aksinya.Pasangan pernikahan dini juga belum bisa mengontol
emosinya yang berakibat tindak kekerasan dalam rumah tangga yang bahkan berujung pada
kasus pembunuhan.
Kasus pernikahan dini lebih besar di desa dari pada di kota pendapat saya ini di dukung
oleh faktanya orang desa lebih percaya kepada mitos-mitos dan ketentuan adat. Akibat dari ini
mereka beranggapan bahwa jika tidak mengikuti peraturan atau mitos-titos yang beredar di
wilayah setempat kan membawa bencana atau kesengsaraan bagi wilayahnya yang berada dalam
wilayah yng mempercayai mitos tersebut.
Sebenarnya dampak negatif pernikahan dini lebih besar ketimbang efek dari mitos- mitos
yang beredar dan berkembang di daerah tersebut yang belum tentu pasti akan kebenaran mitos-
mitos atau kepercayaan tersebut yang mereka jalani sejak dulu kala.
16. 16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan pernikahan yang salah satu atau kedua
pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah
atas.Pernikahan dini disebabkan adanya dua faktor yaitu sebab dari si anak dan sebab dari luar
anak.Sebab dari anak meliputi faktor pendidikan, faktor telah melakukan hubungan biologis dan
hamil sebelum nikah.Sedangkan sebab dari luar anak meliputi, faktor pemahaman agama, faktor
ekonomi, dan faktor adat dan budaya.
Pernikahan dini dapat menimbulkan dampak terhadap hukum, biologis, psikologis dan
sosial dan juga memiliki beberapa kerugian dan keuntungan. Dari segi hukum idealnya
melangsungkan pernikahan pada usia minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk
laki-laki.
3.2 Saran
Diharapkan bagi pembaca mengerti dan memahami isi dari materi yang penulis sajikan
agar dapat menambah wawasan tentang pernikahan dini. Permikahan dini merupakan
permasalahan sosial yang menjadi pola pikir yang salah karena merenggut masa sekolah. Oleh
karena itu pernikahan dini seharusnya di larang karena akan merusak generasi muda yang
merupakan aset bangsa.
17. 17
DAFTAR PUSTAKA
Sarlito. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers
Salim, Agus. 2007. Teori sosiologi klasik dan modern , sketsa pemikiran awal. Semarang: UPT
UNNES PRESS.
Ali, Ash-Shobuni. 2008. Pernikahan Islam. Solo: Mumtaza.
http://tydar.blogspot.com/2012/01/makalah-pernikahan-dini.htmldi akses pada tanggal 27 April
pukul 02.34 WIB