1. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
LAPORAN
PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN
LEMAK
SAFONIFIKASI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Praktikum Biokimia Pangan
Oleh :
Nama : Ernalia Rosita
NRP : 133020175
Kel/Meja : G/5
Asisten : Rini Nurcahyawati S.
Tgl Percobaan : 02 April 2015
Tgl Pengumpulan : 06 April 2015
LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2015
2. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar
Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip
Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan.
1.1 Latar Belakang
Perlu diketahui untuk melakukan aktivitas kita
memerlukan energi. Energi yang diperlukan ini kita peroleh
dari bahan makanan yang kita makan. Pada umumnya bahan
makanan itu mengandung tiga kelompok utama senyawa
kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak atau lipid
(Poedjiadi, 1994).
Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan
gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas
tiga atom karbon. Jadi setiap atom karbon mempunyai gugus
–OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga
molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu
molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh
karena itu lemak adalah suatu trigliserida. R1-COOH, R2-
COOH, dan R3-COOH ialah molekul asam lemak yang terikat
pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak ini boleh sama,
boleh berbeda (Poedjiadi, 1994).
1.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui banyaknya busa yang dihasilkan
dengan menggunakan KOH alkoholis dan NaOH alkoholis.
1.3 Prinsip Percobaan
Berdasarkan lemak yang terhidrolisis oleh basa
menghasilkan sabun dan gliserol.
4. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
II METODE PERCOBAAN
Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Bahan yang
Digunakan, (2) Pereaksi yang Digunakan, (3) Alat yang
Digunakan, dan (4) Metode Percobaan.
2.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam uji safonifikasi adalah
larutan KOH-alkoholis 10% (20 g KOH dilarutkan dalam 200
ml alkohol), NaOH-alkoholis (20 g NaOH dilarutkan dalam 200
ml alkohol), sampel A (Mayonnaise Mayumi), dan sampel B
(Minyak Bunga Matahari).
2.2. Pereaksi yang Digunakan
Pereaksi yang digunakan dalam uji safonifikasi adalah
larutan KOH-alkoholis 10% (20 g KOH dilarutkan dalam 200
ml alkohol), NaOH-alkoholis (20 g NaOH dilarutkan dalam 200
ml alkohol).
2.3. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam uji safonifikasi adalah
tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas kimia, alat penangas
air dan pipet tetes.
5. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
2.4. Metode Percobaan
1 ml sampel 2 ml larutan alkoholis
Homogenkan dan
dipanaskan selama
10 menit
+ 2 ml aquadest, kocok
hingga berbusa
Amati buih yang terjadi
Gambar 2. Metode Percobaan Uji Safonifikasi
6. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
III HASIL PENGAMATAN
Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Hasil
Pengamatan, dan (2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi
Sampel Pereaksi Hasil I Hasil II
Mayonnaise
Mayumi
KOH alkoholis ++ ++
NaOH alkoholis + +
Minyak Bunga
Matahari
KOH alkoholis ++ ++
NaOH alkoholis + +
Sumber: Hasil I : Ernalia dan Luviana, Kelompok G, Meja 5,
2015.
Hasil II : Laboratorium Biokimia Pangan, 2015.
Keterangan:
( ++ ) terdapat banyak busa (reaktif)
( + ) terdapat sedikit busa (kurang reaktif)
Gambar 3. Hasil Pengamatan Uji Safonifikasi
7. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat
diketahui bahwa sampel yang direaksikan dengan pelarut
KOH alkoholis menghasilkan lebih banyak busa daripada
sampel yang direaksikan dengan pelarut NaOH alkoholis.
Hasil yang didapat sesuai dengan hasil yang dilakukan oleh
laboran Laboratorium Biokimia Pangan Universitas Pasundan.
Dalam percobaan uji safonikasi digunakan larutan
KOH alkoholis dan NaOH alkoholis yang berfungsi sebagai
basa alkali yang dapat menghidrolisis lemak menghasilkan
gliserol dan sabun. Fungsi larutan alkohol pada masing-
masing pereaksi adalah untuk melarutkan lemak atau minyak
dalam sampel sehingga dapat bereaksi dengan basa alkali.
Fungsi perlakuan diantaranya pemanasan dilakukan
untuk mempercepat hidrolisis, homogenisasi untuk
menghomogenkan larutan dengan pereaksi, dan pengocokan
untuk menghasilkan buih/busa.
Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan
gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas
tiga atom karbon. Jadi setiap atom karbon mempunyai gugus
–OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga
molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu
molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh
karena itu lemak adalah suatu trigliserida. R1-COOH, R2-
COOH, dan R3-COOH ialah molekul asam lemak yang terikat
pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak ini boleh sama,
boleh berbeda (Poedjiadi, 1994).
Natrium dan Kalium adalah unsur logam yang sangat
reaktif. Dari hasil yang didapatkan, diketahui bahwa busa lebih
banyak terbentuk dengan menggunakan KOH daripada
NaOH. Ini disebabkan karena KOH sifatnya lebih reaktif
daripada NaOH, sehingga KOH dapat menghasilkan lebih
banyak busa dibandingkan NaOH (Pangganti, 2011).
8. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH
yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau
minyak. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak
disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol,
maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga
molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau
lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi
menggunakan HCl sehingga KOH yang bereaksi dapat
diketahui (Winarno, 1991).
Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk
menentukan molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak
yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti
mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya
minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka
penyabunan relatif kecil (Sudarmadji, 2010).
Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi
asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan
menggunakan asam, basa, atau enzim tertentu. Proses
hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan
garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu proses
hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses
penyabunan atau safonifikasi. Jumlah mol basa yang
digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada
jumlah mol asam lemak. Untuk lemak dengan berat tertentu,
jumlah mol asam lemak tergantung dari panjang rantai karbon
pada asam lemak tersebut (Poedjiadi, 1994).
Apabila rantai karbon itu pendek, maka jumlah mol
asam lemak besar, sebaliknya apabila rantai karbonnya
panjang maka jumlah mol asam lemak kecil. Jumlah miligram
KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak
disebut bilangan penyabunan. Jadi besar atau kecilnya
bilangan penyabunan ini tergantung pada panjang atau
pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat dikatakan
juga bahwa besarnya bilangan penyabunan tergantung pada
9. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
berat lemak tersebut. Makin kecil berat molekul lemak, makin
besar bilangan penyabunannya (Poedjiadi, 1994).
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh
adanya basa kuat (misalnya NaOH dan KOH). Sabun
terutama mengandung C12 dan C16 selain itu juga
mengandung asam karboksilat. Saponifikasi antara trigliserida
dan basa kuat menghasilkan produk berupa sabun dan
gliserol. Saponification Value atau SAP merupakan suatu nilai
yang menunjukkan berapa banyak basa yang dibutuhkan
untuk mereaksikan lemak atau minyak secara sempurna
(Anonim, 2015).
Natrium hidroksida (NaOH) dan Kalium hidroksida
(KOH) memiliki sifat-sifat tertentu diantaranya:
a. Sifat Natrium hidroksida (NaOH)
- NaOH murni berbentuk putih padat dan dan
tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran
ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut
larutan Sorensen
- Bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap
karbon dioksida dari udara bebas
- Sangat larut dalam air dan akan melepaskan
panas ketika dilarutkan
- Membentuk larutan alkalin yang kuat ketika
dilarutkan dalam air
- Larut dalam etanol dan metanol, walaupun
kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil
daripada kelarutan KOH
- Tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar
lainnya (Anonim, 2015).
b. Sifat Kalium hidroksida (KOH)
- Bersifat higroskopis
- Reaktifitas tinggi
- Mudah larut dalam air dingin dan air panas
- Tidak larut dalam dietil eter
10. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
- Ketika larut dalam air, alkohol atau larutan
diberikan asam akan terbentuk panas
- Tidak terjadi polimerisasi (BPOM RI, 2012).
Larutan alkoholis adalah larutan yang digunakan untuk
melarutkan lemak agar mudah berikatan dengan basa alkali
seperti KOH dan NaOH yang akan mengakibatkan terjadinya
hidrolisis lemak menjadi gliserol dan sabun.
Mekanisme percobaan safonifikasi diawali dengan
penambahan sampel dan larutan KOH-alkoholis/NaOH-
alkoholis. Mulanya, alkohol yang ada pada larutan KOH dan
NaOH akan melarutkan lemak pada sampel sehingga dapat
bereaksi dengan basa. KOH dan NaOH bertindak sebagai
basa yang akan menghidrolisis lemak atau trigliserida menjadi
gliserol dan sabun. Dengan penambahan aquadest dan
pengocokan maka akan terbentuk buih/busa. Banyaknya busa
yang dihasilkan tergantung pada kereaktifan pereaksi yang
digunakan dimana KOH lebih reaktif daripada NaOH sehingga
menghasilkan lebih banyak busa.
Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada saat
melakukan percobaan diantaranya salah memasukkan
pereaksi, pemanasan yang kurang lama sehingga sampel
belum terhidrolisis secara sempurna, pengocokan yang
kurang sempurna sehingga tidak menghasilkan buih, dan
penambahan masing-masing sampel dan pereaksi yang tidak
sesuai prosedur sehingga hasilnya berbeda-beda.
11. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan
dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Uji safonifikasi pada percobaan ini merupakan uji
untuk mengetahui banyaknya busa yang dihasilkan dengan
menggunakan KOH alkoholis dan NaOH alkoholis.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa KOH-alkoholis lebih reaktif daripada
NaOH-alkoholis sehingga busa yang dihasilkan pereaksi KOH
pada masing-masing sampel lebih banyak daripada busa yang
dihasilkan dengan pereaksi NaOH.
4.2. Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah
sebaiknya praktikan memperhatikan waktu pemanasan,
memperhatikan penambahan pereaksi, memahami metode
percobaan dengan baik dan lebih teliti saat mengamati buih
yang terbentuk pada saat melakukan percobaan.
12. Laboratorium Biokimia Pangan Lemak (Uji Safonifikasi)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Saponifikasi. http://id.wikipedia.org. Diakses:
03 April 2015.
Anonim. 2012. Kalium Hidroksida. Pusat Informasi Obat dan
Makanan: Badan POM RI.
Anonim. 2015. Natrium Hidroksida. http://id.wikipedia.org.
Diakses: 03 April 2015.
Pangganti, Esdi. 2011. Unsur – Unsur Golongan Utama.
https://esdikimia.wordpress.com. Diakses: 03 April
2015.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar - Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Sudarmadji, dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.