Tes kualitatif dan kuantitatif lipid dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan jenis lipid dalam suatu sampel, serta mengukur kadar lipid secara kuantitatif. Tes kualitatif meliputi uji kelarutan, emulsi, penyabunan, gliserol, Liebermann-Burchard, dan Salkowski, sedangkan tes kuantitatif meliputi penentuan angka asam dan kadar lemak kasar. Hasil tes menunjukkan karakteristik lipid dalam sampel
1. Tes Kuantitatif dan Kualitatif Lipid
1. Pendahuluan
Lipid didefinisikan sebagai molekul yang memiliki substansi bersebelahan yang terdiri
atas senyawa hidrokarbon aromatik dan alifatik (Small dan Zoeller, 2014). Lipid yang tidak
larut dalam air namun larut dalam pelarut organik ini meliputi pigmen, vitamin, asam lemak,
kolesterol, fosfolipid, sphingolipid, dan lain-lain (Kresge et al., 2010).
Suarsana (2010) membagi lipid menjadi lipid sederhana, lipid majemuk, serta lipid
turunan. Lipid sederhana (homolipid) merupakan suatu bentuk ester yang mengandung C, H,
O dan apabila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak serta alkohol. Lipid majemuk
merupakan ester asam lemak dengan alkohol yang mengandung gugus lain. Sedangkan lipid
turunan adalah hasil hidrolisis kelompok lipid terdahulu.
Terlalu banyak lipid dalam tubuh dapat disebabkan oleh kebiasaan mengonsumsi
kalori yang berlebihan (Osfor, 2013). Kebiasaan ini merupakan salah satu penyebab utama
aterosklerosis, hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, dan hipertrigliserimia.
Lipid tersusun atas asam-asam lemak. Berdasarkan jenisnya, asam lemak dibagi
menjadi asam lemak jenuh dan tak jenuh. Sartika (2008) menyatakan bahwa asam lemak
jenuh adalah asam yang tidak memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya, sedangkan
asam lemak tak jenuh adalah asam yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap pada rantai
karbonnya. Uji kualitatif maupun uji kuantitatif perlu dilakukan untuk mengetahui
karakteristik sampel lipid.
a. Tes Kualitatif Lipid
i. Tes Kelarutan
Uji kelarutan lipid dapat dilakukan dengan melarutkan
sampel yang mengandung lipid dalam pelarut polar dan non-polar.
Sampel yang mengandung lipid akan larut dalam pelarut non-polar
sebab lipid bersifat non-polar (Prihatmoko, 2014).
ii. Tes Emulsi
Lipid yang larut dalam etanol akan membentuk emulsi yang
memiliki penampilan seperti susu apabila ditambahkan beberapa
tetes air (Dwiarti, Khoe, Ermaji, 2014).
iii. Tes Penyabunan
Tes penyabunan atau saponifikasi adalah salah satu metode
pemurnian secara fisik yang dilakukan dengan menambahkan basa
pada minyak yang akan dimurnikan (Zulkifli dan Estiasih, 2014).
Proses pembentukan sabun atau saponifikasi ini menghidrolisis
lemak atau minyak menggunakan basa (Fossum, 2012). Sabun hasil
hidrolisis ini akan membentuk struktur yang disebut misel dan
bersifat amfipatik. Dalam saponifikasi, larutan basa yang digunakan
untuk membuat sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH)
sedangkan untuk membuat sabun lunak digunakan Kalium Hidroksida
(KOH) (Naomi dkk., 2013).
iv. Tes Gliserol
Gliserol merupakan senyawa alkohol dengan gugus hidroksil
berjumlah tiga buah (Prasetyo dkk., 2012). Gliserol akan membentuk
akrolein yang berbau keras apabila terdehidratasi akibat
penambahan kalium bisulfit (Dwiarti, Khoe, Ermaji, 2014).
v. Tes Liebermann-Burchard
2. Tes ini akan memberikan warna hijau gelap pada sampel lipid
yang mengandung kolesterol (Atinafu dan Bedemo, 2011). Warna ini
timbul akibat reaksi gugus hidroksil (-OH) bereaksi dengan pereagen.
Warna ini dapat mengabsorbsi sinar UV spektrofotometer pada
panjang gelombang 640 nm.
vi. Tes Salkowski
Tes ini dilakukan untuk membuktikan keberadaan kolesterol
dalam sebuah sampel makanan dengan menggunakan ekstrak
kloroformik sehingga menghasilkan endapan berwarna cokelat
(Rahman dkk., 2010).
b. Tes Kuantitatif Lipid
i. Penentuan Angka Asam
Angka asam lemak bebas dapat dijadikan indikator untuk
menentukan apakah sampel lipid rusak atau tidak akibat proses
oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji, 1982 dalam Gunawan dkk., 2003).
Asam lemak bebas ini sukar dicerna oleh tubuh (Ketaren, 1986 dalam
Gunawan dkk., 2003). Semakin banyak asam lemak bebas, maka
sampel lipid semakin rusak.
ii. Penentuan Kadar Lemak Kasar (Crude Fat) Metode Manual
Darmasih (1997) menyatakan bahwa analisa lemak kasar
dibagi menjadi dua, yakni Cara Kering (Ekstraksi Panas) dan Cara
Basah (Ekstraksi Dingin). Analisa Cara Kering mengharuskan sampel
tidak mengandung kadar air yang tinggi sehingga menggunakan
pelarut yang bersifat tidak menyerap air pula agar bereaksi dengan
sampel. Analisa Cara Basah mengharuskan sampel memiliki kadar air
yang tinggi.
2. Tujuan
- Mengetahui karakteristik, jenis, serta berat lipid dalam sebuah sampel.
- Mengetahui cara pengujian kualitatif dan kuantitatif suatu sampel yang mengandung
lipid.
3. Analisis Prosedur
a. Tes Kualitatif
i. Tes Kelarutan
Asam lemak yang menyusun lipid memiliki sifat ampifatik dimana
salah satu ujung rantainya berupa karbon bermuatan yang bersifat hidrofilik
dan polar, sedangkan ujung rantai lainnya berupa karbon tidak bermuatan
yang bersifat hidrofobik dan non-polar. Sifat ampifatik inilah yang
menyebabkan adanya perbedaan kelarutan lipid dalam pelarut polar dan non-
polar (Susanti dkk., 2011). Air dan etanol berperan sebagai pelarut polar,
sedangkan aseton, heksana dan kloroform sebagai pelarut non-polar
(Sugiharto, 2014).
ii. Tes Emulsi
Emulsi adalah material mengandung butiran-butiran kecil yang
berasal dari satu larutan yang terdispersi dalam larutan lainnya dan tidak
dapat bercampur satu sama lain. Penggunaan air dalam uji emulsi adalah agar
lipid tidak dapat terlarut sebab air dan lipid tidak dapat bercampur
(McClements dan Weiss, 2005). Penambahan H2SO4 pekat berfungsi untuk
mengekstraksi pelarut (Sugiharto, 2014).
3. iii. Tes Penyabunan
Penggunaan KOH sebagai basa kuat berfungsi memecah lipid menjadi
gliserol dan garam yang bersifat sabun (Herlina dan Ginting, 2002).
Penambahan NaCl berlebih berfungsi untuk menggumpalkan sabun sehingga
berbentuk padat (Ishma, 2016). Kloroform berfungsi sebagai pelarut yang
menarik asam lemak bebas (Dwiarti dkk., 2014).
iv. Tes Gliserol
Gliserol dapat diesterifikasi untuk menghasilkan senyawa turunan
gliserol berupa ester yang memiliki nilai jual lebih. Proses esterifikasi gliserol
dapat dikatalisasi oleh asam, salah satunya adalah H2SO4 (Prasetyo dkk.,
2012). Selain menjadi katalis, penambahan H2SO4 dilakukan agar ketika terjadi
pemanasan, proses polimerisasi dapat berlangsung setelah proses esterifikasi.
Adanya polimerisasi terhadap gliserol inilah yang menimbulkan bau plastik
terbakar ketika campuran gliserol dan H2SO4 dipanaskan (Handayani dkk.,
2006).
v. Tes Liebermann-Burchard
Penambahan kloroform dilakukan dengan tujuan untuk melarutkan
lipid yang terkandung dalam sampel (Sugiharto, 2014). Asam asetat
ditambahkan dengan tujuan menghasilkan senyawa triacetin ketika bereaksi
dengan gliserol (Satriadi, 2015). Triacetin akan bereaksi dengan asam sulfat
pekat dan menghasilkan warna hijau atau biru (Simaremare, 2014).
vi. Tes Salkowski
Kloroform ditambahkan dengan tujuan melarutkan lipid dalam
sampel (Sugiharto, 2014). Asam sulfat yang ditambahkan akan bereaksi
dengan sampel menghasilkan warna kecoklatan yang menandakan adanya
kandungan triterpenoid (Sangi dkk., 2008 dalam Dewi dkk, 2013).
b. Tes Kuantitatif
i. Penentuan Angka Asam
Teknik titrasi yang dilakukan untuk menentukan angka asam dalam
sampel mengandung lipid merupakan titrasi asidi-alkalimetri. Pemilihan
metode asidi-alkalimetri dikarenakan metode ini merupakan titrasi asam basa
yang digunakan untuk menentukan konsentrasi asam yang belum diketahui
(Oka dkk., 2011 dalam Putri dkk., 2014). Phenolphtalein berfungsi sebagai
indikator perubahan warna (dari bening menjadi merah muda) yang
menandakan bahwa larutan berada dalam suasana basa akibat penambahan
basa NaOH ketika titrasi. Alkohol digunakan karena kemampuan alkohol untuk
menarik air yang melingkupi lipid sehingga terjadi fase pemisahan lipid dan air
(Putri dkk., 2014).
ii. Penentuan Kadar Crude Fat Metode Manual
Metode Gravimetri merupakan salah satu metode konvensional
untuk menguji sampel secara kuantitatif. Metode ini didasarkan pada
pengukuran massa senyawa. Penyaringan yang dilakukan selama pengujian
bertujuan untuk mendapatkan hasil kering lipid yang sudah tidak
mengandung kadar cairan apapun (Suhanda, 2010). Kloroform digunakan
untuk melarutkan lipid (Sugiharto, 2014). Rasio kloroform lebih besar
dibandingkan dengan etanol agar pelarutan berjalan sempurna. Setelah larut,
sterol dalam lipid diekstrak menggunakan etanol. Pengocokan dengan
aquadest bertujuan menghilangkan etanol dan kloroform dari sampel.
4. Pengeringan berfungsi untuk menghilangkan kadar air, etanol, dan kloroform
yang mungkin masih tersisa (Marliyati dkk., 2005).
4. Data dan Pembahasan
c. Tes Kualitatif
i. Tes Kelarutan
Tabel 1. Hasil Uji Kelarutan Minyak Jagung
Air Etanol Aseton Heksana Kloroform
Tidak larut Tidak larut Larut Larut Larut
Tabel diatas menunjukkan kelarutan minyak jagung sesuai sifat lipid.
Dalam pelarut polar seperti air dan etanol, minyak jagung tidak larut. Minyak
jagung terpisah dari air, dan berada pada tengah-tengah permukaan air.
Ketika dilarutkan dengan etanol, minyak jagung ternyata mengendap di dasar
tabung dan terpisah dari pelarutnya. Minyak jagung yang mengambang dalam
pelarut air namun mengendap dalam pelarut etanol dapat disebabkan oleh
perbedaan massa jenis antara minyak dan pelarut polar. Air memiliki massa
jenis yang lebih besar dibandingkan minyak jagung, sehingga minyak jagung
mengambang. Etanol memiliki massa jenis yang lebih rendah dibandingkan
minyak jagung, sehingga minyak mengendap. Sedangkan ketika diberi pelarut
non-polar yaitu aseton, heksana, dan kloroform, minyak jagung bercampur
sempurna (larut).
ii. Tes Emulsi
Tabel 2. Hasil Uji Emulsi Minyak Jagung
Pelarut
Minyak Jagung
Tabung 1 Tabung 2
Air Tidak larut Tidak larut
ditambah H2SO4 Terbentuk cincin putih
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa emulsi minyak jagung akan
membentuk cincin pada bagian permukaan larutan yang menempel pada
dinding tabung. Tabung 2 (dua) yang berisi air dan minyak akan membentuk
emulsi setelah ditambahkan H2SO4, sedangkan tabung 1 (satu) yang tidak
ditambahkan asam sulfat tidak akan membentuk emulsi.
iii. Tes Penyabunan
Gambar 1. Hasil Uji Penyabunan Minyak Jagung
Gambar tersebut menunjukkan hasil saponifikasi minyak jagung.
Proses penyabunan menghasilkan endapan pada bagian dasar tabung.
Endapan ini bersifat padat serta tidak bergerak ketika dikocok. Apabila
dilakukan pengocokkan dengan kuat selama beberapa kali, busa akan muncul
pada tabung yang menandakan bahwa terdapat produk bersifat sabun dalam
5. tabung. Akan tetapi, endapan yang terbentuk hanya berupa bagian kecil dan
busa yang dihasilkan tidak banyak, sehingga minyak jagung kurang tepat
untuk dijadikan bahan dasar sabun.
iv. Tes Gliserol
Tabel 3. Hasil Uji Gliserol Minyak Jagung dan Mentega Filma
Sampel Waktu Hasil
Minyak 7 menit
Mengeluarkan bau dan berubah
menjadi padatan
Mentega 6 menit 34 detik Berubah menjadi cairan berwarna hitam
Tabel diatas menunjukkan bahwa minyak jagung membutuhkan
waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan mentega untuk
menampilkan hasil reaksi pengujian gliserol. Bau yang tercium ketika
pemanasan dilakukan menyerupai bau plastik terbakar. Baik minyak maupun
mentega mengalami perubahan wujud setelah pemanasan.
v. Tes Liebermann-Burchard
Tabel 4. Hasil Uji Liebermann-Burchard Kuning Telur
H2SO4 Fisik Warna
2 tetes
Kuning telur
menggumpal menjadi
padatan-padatan kecil
Kuning
12 tetes
Kuning telur
menggumpal menjadi
satu padatan
Kuning kecoklatan
17 tetes
Kuning telur
menggumpal menjadi
satu padatan
Kuning kecoklatan
pada permukaan dan
hijau tua pada bagian
bawah
Tabel diatas menunjukkan perubahan warna yang terjadi sesuai
dengan metode Liebermann-Burchard pada sampel kuning telur sebanyak 15
tetes. Meskipun warna hijau yang dihasilkan tidak pekat, namun adanya
perubahan warna ini menunjukkan keberadaan kolesterol dalam kuning telur.
vi. Tes Salkowski
Gambar 2. Hasil Uji Salkowski Kuning Telur
Gambar diatas menunjukkan perubahan yang terjadi dalam metode
reaksi Salkowski. Setelah penambahan H2SO4 dan pengocokkan
menggunakan vortexor, perubahan warna menjadi ungu kecoklatan terjadi
pada dasar tabung sedangkan endapan kuning telur terdapat pada
6. permukaan larutan. Endapan ini bersifat padat serta tidak larut dalam larutan
meski telah dikocok.
d. Tes Kuantitatif
i. Penentuan Angka Asam
Tabel 5. Perbandingan Hasil Uji Penentuan Angka Asam Berbagai Jenis Minyak
Kelompok Minyak NaOH (mL)
Angka Asam
(g/mL)
1 Canola 0.8 0.00008415
2 Jagung 2 0.00075735
3 Filma 0.9 0.00014025
4 Sania 1 0.00019635
5 Wijen 1 0.00019635
6 Kedelai 1.35 0.00039270
7 Sawit (Sedaap) 0.9 0.00014025
8
Sawit
(Tropical)
1 0.00019635
9 Sawit (Bimoli) 0.8 0.00008415
10 Barco 1.2 0.00030855
Tabel diatas menunjukkan bahwa angka asam setiap jenis minyak
cenderung bernilai kecil, dibawah 0.001 g/mL. Nilai angka asam tertinggi
terdapat pada minyak jagung yakni 0.00075735 g/mL. Sedangkan nilai angka
asam terendah terdapat pada minyak canola dan minyak bimoli yakni
0.00008415 g/mL. Penghitungan angka asam dilakukan dengan rumus :
Angka asam =
(VNaOH β Vblanko) Γ NNaOH Γ 56.1
1000
berat sampel
dimana Vblanko adalah 0.65 mL dan normalitas NaOH adalah 0.1 N.
Dengan pengasumsian 1 mL = 1 g, maka berat sampel minyak adalah 10 g (10
mL). Pembagian dengan 1000 dilakukan untuk mengubah volume titran
(NaOH) menjadi L dari mL.
ii. Penentuan Kadar Lemak Kasar (Crude Fat) Metode Manual
Tabel 6. Hasil Uji Penentuan Kadar Crude Fat Mentega FIlma
Berat Sampel
(g)
Berat Basah
(g)
Berat Kering
(g)
Kadar Crude
Fat (g)
45.8551 75.8559 48.0532 60.63%
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa sampel mentega filma memiliki
kadar lemak kasar sebesar 60.63%. Berat yang ditimbang merupakan berat
total dari labu Erlenmeyer, sampel mentega, serta kertas alumunium foil.
Penghitungan kadar lemak kasar didasari pada rumus berikut :
Kadar πππ’ππ πππ‘ =
(Berat Basah β Berat Kering)
Berat Sampel
Γ 100%