SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
BAB 7
PEREKONOMIAN DALAM ISLAM
Jual beli adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan jual
beli manusia dapat memperoleh keuntungan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, makan
sehari-hari, kebutuhan rumah tangga, biaya pendidikan anak-anaknya, bahkan pemenuhan
kebutuhan yang sifatnya kurang utama. Pembahasan kita kali tentang konsep perekonomian
dalam Islam dan akan dilengkapi dengan pembahasan hukum jual beli dan macam-macam
transaksi yang telah diatur oleh hukum Islam.
A. Jual Beli
1. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli artinya pertukaran barang dengan barang atau barang dengan uang. Beberapa
ahli mendefinisikan jual beli sebagai berikut, diantaranya adalah Imam Nawawi dalam
kitabnya Al Majmu', mengatakan bahwa jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
untuk kepemilikan. Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni, mengatakan bahwa jual
beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk saling memiliki. Dari definisi-definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah tukar menukar suatu barang dengan
barang yang lain dengan cara tertentu. Dasar hukum jual beli adalah sebagai berikut.
a. Firman Allah SWT:
Artinya: "…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…" (Q.S. Al
Baqarah: 275).
b. Sunah Nabi Muhammad SAW
Pada suatu hari, saat Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik,
beliau menjawab, “Seorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang
mabrur.” Maksud mabrur dalam hadis itu adalah jual beli yang terhindar dari usaha
tipu-menipu dan merugikan orang lain.
c. Ijmak para Sahabat
Para ulama telah bersepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan tanpa bantuan dari orang lain.
Akan tetapi, bantuan barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti
dengan barang lainnya yang sesuai. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa hukum jual beli adalah boleh atau mubah.
2. Rukun Jual Beli
Para ulama sepakat bahwa ada empat rukun jual beli.
a. Bai' (penjual), yaitu pihak yang dikenai tuntutan untuk menjual.
b. Musytari (pembeli), yaitu pihak yang menghendaki memiliki sesuatu dengaN
membelinya.
c. Sigat (ijab dan kabul), yaitu transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
d. Ma'qud 'alaih (benda atau barang), yaitu sesuatu yang menjadi objek transaksi.
Adapun syarat agar jual beli sah, penjual dan pembeli harus memenuhi syarat berikut
ini.
a. Berakal, supaya seseorang tidak terkecoh.
b. Dilakukan atas kehendak sendiri, bukan dipaksa atau keterpaksaan.
c. Tidak mubazir (boros) sebab harta orang yang mubazir itu di tangan walinya.
d. Balig (berumur 15 tahun ke atas), bagi anak-anak yang sudah mengerti boleh
melakukan jual beli yang kecil-kecil.
3. Syarat Jual Beli
Secara umum, disyaratkannya jual beli adalah untuk menghindari pertentangan di
antara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang berakad, dan menghindari jual beli
garar (penipuan).
Syarat jual beli meliputi empat hal, yaitu sebagai berikut.
a. Syarat terjadinya akad
Jual beli batal apabila syarat terjadinya akad tidak terpenuhi. Ini menurut ulama
Hanabilah.
b. Syarat sahnya akad
Syarat terbagi dua, yaitu umum dan khusus.
1) Syarat umum
Yaitu syarat-syarat yang berhubungan dengan semua bentuk jual beli yang telah
ditetapkan oleh syarak dan terhindar dari kecacatan jual beli. Misalnya
ketidakjelasan, keterpaksaan, pembatasan waktu dengan waktu, penipuan,
kemudaratan, dan persyaratan yang merusak lainnya.
2) Syarat khusus adalah syarat-syarat yang hanya ada pada barang-barang tertentu,
seperti:
a) barang yang diperjualbelikan harus dapat dipegang;
b) harga awal harus diketahui;
c) serah terima benda dilakukan sebelum berpisah, yaitu pada jual beli yang ada
di tempat;
d) terpenuhi syarat penerimaan;
e) harus seimbang dalam ukuran timbangan, yaitu pada jual beli yang memakai
ukuran atau timbangan;
f) barang yang diperjualbelikan sudah menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena
itu, tidak boleh menjual barang yang masih berada di tangan penjual.
c. Syarat Terlaksananya Akad
Syarat terlaksananya akad adalah sebagai berikut.
1) Benda dimiliki oleh aqid (berkuasa untuk akad).
2) Pada benda tidak terdapat milik orang lain. Oleh karena itu, tidak boleh menjual
barang sewaan dan barang gadai karena barang tersebut bukan miliknya sendiri,
kecuali diizinkan oleh pemilik sebenarnya, yakni jual beli yang ditangguhkan.
Berdasarkan syarat terlaksananya akad dan wakaf (penangguhan), maka jual beli
terbagi dua, yaitu jual beli nafaz dan jual beli mauquf.
1) Jual beli nafaz adalah jual beli yang dilakukan oleh orang yang telah memenuhi
syarat dan rukun jual beli tersebut dikategorikan sah.
2) Jual beli mauquf adalah jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi
nafaz, yakni bukan milik dan tidak kuasa melakukan akad, seperti jual beli fudul
(jual beli milik orang lain, tanpa ada izin). Jika pemiliknya mengizinkan, maka
jual beli fudul dipandang sah. Sebaliknya, jika pemilik tidak mengizinkan,
dipandang batal. Para ulama berbeda pendapat dalam jual beli fudul ini.
d. Syarat Kepastian
Syarat kepastian hanya ada satu, yaitu akad jual beli harus terlepas atau terbebas dari
khiar (pilihan) yang berkaitan dengan kedua pihak yang akad dan menyebabkan
batalnya akad.
4. Jual Beli yang Dilarang
Yang dilarang di dalam Islam tentang jual beli sangatlah banyak. Diterangkan oleh
Wahbah al Zuhaili sebab-sebab terlarangnya jual beli.
a. Terlarang sebab ahliah
Orang yang dilarang melakukan transaksi jual beli karena sebab ahliah, yaitu:
1) orang gila,
2) anak kecil,
3) orang buta,
4) fudul,
5) orang yang terhalang (misal karena kebodohan, bangkrut atau sakit), dan
6) malja' adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar
dari perbuatan zalim.
b. Terlarang sebab sigat
Ulama fikih telah sepakat bahwa jual beli yang didasarkan pada keridaan antara
pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian antara ijab dan kabul, berada di satu
tempat, dan tidak terpisah oleh suatu pemisah adalah sah. Sebaliknya, jual beli yang
tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah atau masih diperselisihkan
para ulama, seperti macam-macam jual beli berikut.
1) Jual beli mu'tah adalah jual beli yang sudah disepakati oleh pihak akad, berkenaan
dengan barang dan harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
2) Jual beli melalui utusan dan surat. Jual beli semacam ini adalah sah selama utusan
dan surat itu sampai pada tujuan. Jual beli tidak sah bila yang terjadi adalah
sebaliknya.
3) Jual beli dengan syarat atau lisan selama bisa dibaca dan dimengerti. Jika terjadi
sebaliknya, maka jual beli menjadi tidak sah, misalnya tulisannya kabur dan
isyaratnya tidak dapat dipahami.
4) Jual beli barang yang tidak ada di tempat.
5) Jual beli tidak berkesesuaian dengan ijab kabul.
6) Jual beli munjiz (jual beli yang ditangguhkan).
c. Terlarang sebab ma'qud 'alaih (objek akad)
Ma'qud 'alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang berakad,
biasa disebut dengan istilah mabi' (barang jualan), seperti berikut.
1) Jual beli benda yang dikhawatirkan tidak ada barangya.
2) Jual beli yang tidak dapat diserahkan barangnya.
3) Jual beli garar (tipuan) adalah jual beli yang mengandung kesamaran. Contoh jual
beli garar adalah sebagai berikut.
a) Jual beli al hashah, yaitu jual beli dengan menggunakan batu kerikil atau
sejenisnya, dengan cara melemparkan batu tersebut pada benda yang tidak
diketahui zatnya. Ke mana batu itu jatuh maka terjadilah jual beli.
b) Dharbah al ghawas, yaitu jual beli dari menyelam, barang yang diperjualbelikan
tidak jelas, apa yang didapatkan dari laut ketika menyelam itulah yang dibayar.
c) Jual beli al nitaaj, yaitu perjanjian jual beli pada hasil ternak sebelum dihasilkan,
misalnya susu sebelum diperah.
d) Jual beli mulamasah, yaitu jual beli dengan meraba. Contoh: keharusan membeli
pada kain yang diraba tanpa mengetahui keadaan barangnya.
e) Jual beli mukhadharah, yaitu jual beli benda yang masih hijau, buah atau biji-
bijian yang belum masak. Contoh: kurma yang masih hijau yang belum ada
tanda-tanda masak.
f) Jual beli bulu binatang yang masih di badan.
g) Jual beli munaabadah yaitu jual beli dengan cara berebutan. Contoh: dua orang
calon pembeli melakukan transaksi dengan cara berebut, barang wajib dibeli
walaupun tidak rida.
h) Jual beli muhaaqalah, yaitu membeli buah di kebun dengan sesuatu yang tertentu.
Contoh: jeruk ditukar dengan gandum.
i) Jual beli muzaabanah, contoh: kurma basah ditukar dengan kurma kering dengan
ukuran yang tidak jelas.
j) Jual beli habalu al habalah, yaitu jual beli binatang yang masih di perut (yang
belum dilahirkan).
4) Jual beli barang najis dan yang terkena najis.
5) Jual beli barang yang tidak jelas (majhul).
6) Jual beli air (Mazhab Zahiriah dan yang lain tidak mengharamkannya).
7) Jual beli barang yang tidak ada di tempat.
8) Jual beli sesuatu yang belum dipegang.
9) Jual beli buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan yang belum jelas buahnya.
d. Terlarang sebab syarak
1) Jual beli riba;
2) Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan;
3) Jual beli barang dari merampas atau malak di jalan;
4) Jual beli sperma hewan jantan dengan cara mencampurkan hewan tersebut dengan
hewan betina;
5) Jual beli anggur untuk dijadikan khamar;
6) Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain;
7) Jual beli bersyarat.
5. Hikmah Jual Beli
a. Membangkitkan Semangat Kerja
Jual beli mendidik manusia untuk bekerja keras, tidak menjadi pengemis serta
mengharap pemberian orang lain. Sebab sikap meminta-minta akan menjatuhkan
martabat baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah SWT.
b. Menjadikan Manusia Ingat kepada Allah SWT
Allah SWT adalah Zat Yang Mahakaya dan kepada-Nya lah tempat seluruh umat
manusia memohon rezeki. Dalam berniaga sering orang menggunakan cara-cara yang
curang untuk meraup untung besar. Cara yang curang hanya akan memperoleh rezeki
yang tidak berkah. Sebaliknya, jika dalam berniaga sesuai dengan syariat-Nya serta
profesional, jujur, sabar, tidak menipu, ulet dan tidak lupa berdoa maka akan
memperoleh rezeki yang berkah.
6. Jual Beli yang Benar
Pada dasarnya jual beli adalah proses untuk memiliki harta atau barang dengan
sah secara hukum. Jual beli yang benar adalah jual beli yang sesuai dengan kehendak
syarak yaitu memenuhI persyaratan, rukun jual beli, dan hal-hal lain yang ada
kaitannya dengan jual beli. Maka perlu diperhatikan, agar terjadi jual beli yang benar
adalah barang yang dijual harus terjamin dari kesucian, jangan menjual barang najis,
bukan barang yang rusak, barang harus jelas dan tampak.
B. Khiar
1. Pengertian dan Dasar Khiar
Dalam jual beli, khiar adalah hak memilih salah satu di antara dua hal, yaitu
meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali jual beli). Khiar
bertujuan agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-
masing tentang jual belinya, sehingga tidak terjadi penyesalan di kemudian hari,
lantaran merasa tertipu. Khiar hukumnya mubah dan disyariatkan dalam agama Islam.
Rasulullah SAW membenarkan praktik khiar melalui hadisnya yang berbunyi:
Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW bersabda,'Engkau berhak untuk khiar dalam tiap-
tiap barang yang engkau beli selama tiga hari'.” (H.R. Al-Baihaqi)
Dari hadis tersebut berarti batas khiar hanya boleh selama tiga hari, lebih dari itu tidak
diperbolehkan. Hal ini tampak pada hadis berikut ini.
Artinya: "Seorang laki-laki membeli seekor unta dari laki-laki lainnya dan ia
mensyaratkan khiar selama empat hari, Rasulullah SAW membatalkan jual beli
tersebut dan bersabda,'khiar adalah tiga
hari'." (H.R. Abdul Razzaq)
2. Macam-Macam Khiar
a. Khiar Majelis
Khiar majelis adalah hak khiar ketika si pembeli dan penjual boleh memilih
antara dua perkara, yakni meneruskan/melangsungkan jual beli atau
membatalkannya selama keduanya masih berada di tempat berlangsungnya akad jual
beli. Khiar majelis diperbolehkan dalam segala macam jual beli. Khiar majelis
biasanya terjadi pada akad yang bersifat pertukaran, seperti jual beli dan upah-
mengupah.
Dasar untuk berlakunya khiar majelis adalah hadis Nabi berikut ini.
Artinya: "Dua orang yang berjual beli, boleh memilih akan meneruskan jual beli
mereka atau tidak, selama keduanya belum berpisah dari tempat akad." (H.R. Al
Bukhari dan Muslim)
Khiar majelis dapat gugur dan tidak berlaku disebabkan hal-hal berikut ini.
1) Penjual dari pembeli telah memutuskan untuk memilih meneruskan jual beli atau
membatalkannya.
2) Penjual dan pembeli sudah berpisah menurut adat kebiasaan.
3) Salah satu atau keduanya meninggal dunia.
b. Khiar Syarat
Khiar syarat adalah khiar yang disyaratkan oleh salah satu pihak penjual atau
pembeli sewaktu berlangsungnya akad jual beli. Misalnya, kata penjual,"Saya jual
barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiar tiga hari atau kurang dari tiga
hari." Khiar syarat dapat dilakukan dalam segala bentuk jual beli, kecuali barang
yang wajib diterima di tempat jual beli, seperti barang-barang riba. Masa khiar
syarat paling lama hanya tiga hari. Sebagaiman sabda Rasulullah SAW berikut ini.
Artinya: "Engkau boleh khiar dalam segala barang yang engkau telah beli selama
tiga hari tiga malam." (H.R. Ibnu Majah)
c. Khiar 'Aibi (Cacat)
Khiar 'aibi adalah hak pembeli untuk memilih meneruskan jual beli atau
membatalkannya, ketika diketahui barang yang dibelinya ternyata cacat dan cacat
tersebut tidak tampak pada saat berlangsungnya akad. Menjual barang yang cacat
tanpa menjelaskan kepada pembeli tentang cacat tersebut, hukumnya haram. Oleh
karena itu, jika di saat akad tidak diketahui ada cacat pada barang yang dibeli,
kemudian setelah akad diketahui bahwa barang tersebut cacat, pembeli boleH
menolak barang tersebut dan membatalkan jual beli. Hal tersebut telah menjadi milik
ijmak ulama. Dalam sebuah hadis, diriwayatkan sebagai berikut.
Artinya: "Aisyah berkata, 'Bahwasannya seorang laki-laki telah membeli seorang
budak, budak itu tinggal beberapa lama dengan dia, kemudian kedapatan bahwa
budak itu ada cacatnya, lalu dia adukan perkaranya kepada Rasulullah, keputusan
dari beliau, budak itu dikembalikan kepada si penjual'." (H.R. Abu Dawud)
3. Praktik Khiar
Ahmad membeli sebuah TV berwarna. Sesudah terjadi akad, ditemukan cacat,
seperti lecetlecet dan speaker tidak berbunyi. Saat barang belum dibawa pulang maka
cacat tersebut masih dalam tanggungan si penjual. Artinya, penjual harus menggantinya
dengan barang yang tidak cacat sedikitpun. Jika kedua belah pihak telah terjadi akad
dan pembeli mengetahui cacat setelah dibawa pulang, si pembeli dapat mengembalikan
pada penjual dengan meminta kembali uangnya. Jika pembeli tidak segera
mengembalikan barang yang cacat kepada pemilik toko, berarti ia telah rida atas cacat
barang tersebut. Barang tersebut kemudian dijual kepada pihak kedua. Jika pihak kedua
mengetahui ada cacat pada barang tersebut, ia berhak meminta ganti rugi, namun tidak
berhak mengembalikan barangnya dengan meminta ganti barang yang baru.
4. Hikmah Khiar
Hikmah dari adanya khiar adalah manusia dididik untuk jujur dan sabar.
Seandainya saja ada kecacatan dalam membeli barang, hendaknya langsung
dikembalikan, tidak perlu marah, memfitnah, atau mencaci maki atas kesalahan pihak
penjual. Bisa jadi si penjual tidak tahu atau tidak sengaja bahwa barang yang dijualnya
cacat. Di sini kita dididik untuk saling menghargai antara satu dengan lain karena pada
hakikatnya kedua pihak akan memperoleh keuntungan dari akad yang dilakukan.
5. Khiar yang Benar
Setiap orang Islam dalam bermuamalah tidak boleh melakukan kecurangan, dan
harus selalu memikirkan kemaslahatan dalam melaksanakan khiar dan jual beli. Dengan
berbuat curang hanya akan menjatuhkan martabat diri, baik di hadapan manusia
maupun di hadapan Allah SWT. Setiap pembeli hendaknya waspada terhadap barang
yang dibeli. Jangan segan untuk menanyakan tentang baik buruk barang yang akan
dibeli sehingga tidak ada keraguan dalam memutuskan membeli apa tidak, melainkan
akan dengan mantap dalam mengambil keputusan dan rida.
C. Musaqah, Muzara'ah, dan Mukhabarah
1. Musaqah
Akad musaqah merupakan peluang bagi orang lain untuk bekerja dan mendapat hasil
dari pekerjaannya dengan cara yang halal dan diridai Allah SWT. Sedangkan bagi
majikan juga merasa sangat terbantu. Islam sangat menganjurkan musaqah karena
memberi manfaat sosial yang sangat tinggi.
a. Pengertian dan Dasar Hukum Musaqah
Musaqah berasal dari kata al-saqa, yaitu seseorang yang bekerja mengurus
pohon anggur, tamar, atau lainnya supaya mendatangkan kemaslahatan dan
mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai imbalannya.
Secara istilah, musaqah adalah mempekerjakan manusia untuk mengurus
pohon dengan menyiram dan memeliharanya serta hasil yang direzekikan Allah
SWT dari pohon itu untuk mereka berdua (pendapat Syekh Syihab ad-Din al-
Qalyubi dan Syekh Umarah).
Dasar hukumnya adalah hadis Nabi SAW riwayat Imam Muslim dari Ibnu
Amr, RA bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Memberikan tanah
Khaibar dengan separoh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian
(tanaman).” Pada riwayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan tanah Khaibar
itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya
untuk Nabi.”
b. Rukun Musaqah
Rukun musaqah meliputi beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
1) Antara pemilik kebun dan tukang kebun (penggarap) hendaknya orang yang
samasama berhak bertasaruf (membelanjakan harta keduanya).
2) Kebun dan semua pohon yang berbuah boleh diparokan (bagi hasil), baik yang
berbuah tahunan (satu kali dalam satu tahun) maupun yang berbuah hanya satu
kali kemudian mati, seperti jagung dan padi.
c. Syarat Musaqah
Syarat musaqah adalah sebagai berikut:
1) ahli dalam akad;
2) menjelaskan bagian penggarap;
3) membebaskan pemilik dari pohon;
4) hasil dari pohon dibagi dua antara pihak-pihak yang melangsungkan akad sampai
batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir. Tidak disyaratkan untuk
menjelaskan mengenai jenis benih, pemilik benih, kelayakan kebun, serta
ketetapan waktu.
d. Hikmah Musaqah
Memberi kesempatan pada orang lain untuk bekerja dan menikmati hasil kerjanya,
sesuai dengan yang dikerjakan. Sementara itu, pemilik kebun/tanah garapan
memberikan kesempatan kerja dan meringankan kerja bagi dirinya.
2. Muzara'ah
Muzara'ah disyariatkan Islam dengan tujuan memberi kesempatan kepada orang lain,
agar dapat menikmati kekayaan yang ada pada orang lain dengan ketentuan bagi hasil
sesuai dengan kesepakatan antara dua belah pihak.
a. Pengertian dan Dasar Hukum Muzara'ah
Muzara'ah berasal dari bahasa Arab yang berarti menumbuhkan. Secara istilah para
ulama fikih mendefinisikan sebagai berikut.
1) Syekh Ibrahim Al-Bajuri berpendapat bahwa muzara'ah adalah pekerja mengelola
sawah dengan sebagian apa yang dihasilkan darinya dan modal dari pemilik
tanah.
2) Ulama Malikiyah berpendapat muzara'ah adalah bersekutu dalam akad.
3) Ulama Hanabilah berpendapat bahwa pemilik tanah menyerahkan tanahnya
kepada orang lain untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit. Dari beberapa
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa muzara'ah adalah pemilik tanah
menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola dengan bagi hasil, yakni
seperdua, sepertiga, atau lebih yang benihnya dari petani. Dasar hukum
diperbolehkannya muzara'ah adalah hadis Nabi yang artinya, “Sesungguhnya
Nabi SAW menyatakan tidak mengharamkan bermuzara'ah, bahkan beliau
menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan
katanya, 'barang siapa yang memiliki tanah maka hendaklah ditanami atau
diberikan'.”
b. Rukun dan Sifat Akad Muzara'ah
Ada perbedaan pendapat mengenai rukun muzara'ah di antara para ulama.
1) Ulama Hanabilah berpendapat rukun muzara'ah yaitu ijab dan kabul. Boleh
dilakukan dengan lafal apa saja yang menunjukkan adanya ijab dan kabul.
Bahkan muzara'ah sah dilafalkan dengan ijarah.
2) Ulama Hanafiah berpendapat rukun muzara'ah ada empat, yaitu tanah, perbuatan
pekerja, modal, dan alat-alat untuk menanam.
Setiap muslim yang akan melaksanakan akad muzara'ah, harus mengetahui
syaratsyarat muzara'ah, antara lain sebagai berikut.
1) 'Aqidain, yakni harus berakal;
2) Tanaman, yakni disyaratkan adanya penentuan jenis tanaman apa saja yang
akan ditanam;
3) Perolehan hasil dari tanaman, yaitu:
a)bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya (prosentase ketika akad);
b) hasil adalah milik bersama;
c) bagian antara amil dan malik adalah dari satu jenis barang yang sama;
d) bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui;
e) tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang maklum.
4) Tanah yang akan ditanami, yaitu tanah tersebut dapat ditanami dan diketahui
batasbatasnya;
5) Waktu, syaratnya adalah:
a) waktunya telah ditentukan,
b) waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman dimaksud, seperti
menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan (tergantung teknologi yang
dipakainya) atau menurut kebiasaan setempat, dan
c) waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup menurut kebiasaan.
6) Alat-alat muzara'ah disyaratkan berupa hewan atau yang lainnya dibebankan
kepada pemilik tanah.
c. Hikmah Muzara'ah
Bumi diciptakan untuk kepentingan manusia, maka manusialah yang harus
mengolahnya, menanaminya dengan berbagai jenis tanaman untuk kepentingannya
juga sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya. Maka
sangat penting bagi manusia untuk menuntut ilmu tentang pertanian agar lebih
maksimal mendapatkan manfaat dari bumi yang diolahnya dengan cara bertani.
Muzara'ah menjadikan pemilik tanah dan penggarap tanah bersinergi untuk
sama-sama mendapatkan bagian atas apa yang sudah disumbangkan kedua belah
pihak dengan penuh keikhlasan dan rida atas dasar saling tolong-menolong dan
percaya sehingga saling menguntungkan tidak saling merugikan.
3. Mukhabarah
Mukhabarah adalah akad yang sama dengan muzara'ah baik dalam dasar hukum,
syarat, dan rukunnya. Keduanya masih sama-sama dalam perdebatan para ulama. Ada
sebagian yang membolehkan dan ada sebagian yang tidak membolehkan. Namun,
dilihat dari manfaat yang diambil dari kedua akad tersebut maka secara syarak boleh
dilakukan sepanjang tidak ada maksud mencari keuntungan untuk diri sendiri dan
mempekerjakan orang lain tanpa diberi upah sedikitpun dari hasil kerjanya.
Perbedaan antara mukhabarah dan muzara'ah terletak dalam hal benih yang akan
ditanam apakah benih menjadi tanggungan pemilik tanah atau menjadi tanggungan
penggarap. Dalam akad muzara'ah, pihak penggarap adalah yang menyediakan benih,
sedangkan pada akad mukhabarah, pemilik tanah adalah pihak yang menyiapkan benih.
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam akad mukhabarah, antara lain:
a. para akid adalah mereka yang sudah cukup dewasa;
b. usahakan penggarap adalah seagama;
c. tanah garapan betul-betul dapat menghasilkan dan menguntungkan;
d. akad harus jelas, tidak boleh ada keraguan dan kecurangan. Apabila perlu ditulis atau
dicatat untuk menghindari kelupaan, terutama batas waktu akad, jenis benih yang
akan ditanam, berapa bagian masing-masing dari penghasilan, kapan penyerahan
tanah dan benih, dan dibuat perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan.
e. kesepakatan penggunaan alat untuk bekerja, memakai alat tradisional atau memakai
alat modern. Hal itu perlu disebutkan karena menyangkut biaya yang dikeluarkan
oleh masingmasing adalah berbeda.
Beberapa hikmah mukhabarah, adalah sebagai berikut.
a. Membuka peluang kerja.
b. Mendidik manusia agar lebih memahami tentang ilmu pertanian dan kerja
profesional.
c. Saling menghargai antara pemilik tanah dan penggarap tanah sangat mulia dan
diridai Allah SWT.
d. Memberi pelajaran agar manusia rajin bekerja.
D. Syirkah
Dalam rangka untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya maka Islam memberi sarana
dengan adanya akad syirkah. Ini penting karena tidak mungkin manusia dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri tanpa ada pihak lain.
1. Pengertian Syirkah
Secara bahasa syirkah artinya percampuran. Dalam hal ini adalah bercampurnya
salah satu dari dua harta dengan harta lainnya tanpa dapat dibedakan antara keduanya.
Menurut istilah para fukaha, syirkah adalah kerja sama untuk mendayagunakan
(tasaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni
keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik
keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertasaruf.
Jadi, dapat dipahami bahwa syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
Adapun dasar hukumnya adalah sebagai berikut.
a. Al-Qur’an Surah An-Nisaa ayat 12
Artinya: “... Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang maka mereka
bersamasama (bersekutu) dalam bagian yang seperti itu...” (Q.S. An-Nisaa/4 : 12)
b. Sunah Nabi Muhammad SAW
Artinya: Allah taala berfirman, 'Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat
selagi masing- masing dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Jika salah
seorang dari keduanya mengkhianati yang lain, aku keluar dari keduanya'.” (H.R.
Abu Dawud)
2. Macam-Macam Syirkah (Kerja Sama)
Ada dua macam syirkah, yaitu milk dan 'uqud.
a. Syirkah milk
Syirkah milk adalah kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa
adanya akad syirkah. Kerja sama ini meliputi dua macam.
1) Syirkah milk ikhtiyar
Adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak dua orang yang
bersekutu.
Misalnya dua orang yang membeli, memberi, atau berwasiat tentang sesuatu dan
keduanya menerima, maka jadilah pembeli, yang diberi, dan yang diberi wasiat
bersekutu
di antara keduanya, yakni kerja sama milik.
2) Syirkah milk al-jabr
Adalah kerja sama yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan
didasarkan atas perbuatan keduanya (secara paksa). Misal, dua orang mewariskan
sesuatu maka yang diberi waris menjadi sekutu mereka.
b. Syirkah 'Uqud
Syirkah 'uqud merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih
bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah ini mempunyai empat bentuk.
1) Syirkah 'Inan
Adalah persekutuan atau kerja sama antara dua orang dalam harta milik untuk
berdagang secara bersama-sama dan membagi laba atau kerugian bersama-sama.
Kerja sama ini boleh dilakukan oleh umat Islam. Modal dan pengolahannya tidak
harus sama. Masing-masing pemodal dapat berbeda, yang satu bisa lebih besar
dari yang lainnya. Begitu juga dalam menikmati hasil bisa berbeda, bisa banyak,
dan bisa sedikit sesuai dengan persetujuan yang mereka buat bersama.
2) Syirkah Mufawadah
Adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki
kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengelolaan, dan agama
yang dianut. Ulama membolehkan kerja sama ini dengan syarat persamaan
modal. Jika tidak sama maka batal.
3) Syirkah Wujuh
Adalah kerja sama dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal,
untuk membeli barang secara tidak kontan (kredit) dan akan menjualnya secara
kontan. Kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi di antara mereka dengan
syarat tertentu. Kerja sama seperti ini menimbulkan perbedaan pendapat. Ada
ulama yang membolehkan, ada yang tidak membolehkan.
a) Pendapat yang tidak membolehkan adalah kalangan dari ulama Malikiyah,
Syafi'iyah, Zahiriyah, dan Imamiyah. Mereka beralasan bahwa kerja sama ini
sangat rentan terhadap penipuan karena tidak dibatasi oleh pekerjaan tertentu.
b) Pendapat yang membolehkan adalah ulama dari kalangan Hanafiyah,
Hambaliyah, dan Zaidiyah. Mereka beralasan bahwa kerja sama (syirkah wujuh)
telah mengandung unsur adanya perwakilan dari seorang kepada partnernya
dalam
penjualan dan pembelian.
4) Syirkah Abdan
Adalah kerja sama dua orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan yang
akan dikerjakan secara bersama-sama. Kemudian, keuntungan dibagi antara
keduanya dengan menetapkan persyaratan tertentu. Contoh: kerja sama dua orang
penjahit dan tukang besi.
3. Syarat dan Rukun Syirkah
Menurut Hanafiyah, syarat-syarat syirkah ada empat, sebagai berikut.
a. Segala yang berkaitan dengan bentuk syirkah, baik dengan harta atau yang lain. Ada
dua syarat di dalamnya, yaitu:
1) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima
sebagai perwalian;
2) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan
dapat diketahui dua pihak, misalnya, setengah dan sepertiga.
b. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), terdapat dua perkara yang harus
dipenuhi.
1) Modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah uang (alat pembayaran).
2) Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik
jumlahnyasama maupun berbeda.
c. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadah, disyaratkan sebagai berikut.
1) Modal harus sama;
2) Bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah (jaminan);
3) Bagi yang dijadikan objek akad disyariatkan syirkah umum, yakni pada semua
jenis jual beli atau perdagangan.
d. Syarat yang bertalian dengan syirkah 'inan sama dengan syarat-syarat syirkah
mufawadah.
Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad
adalah merdeka, balig, dan pandai. Rukun syirkah menurut ulama Hanafiyah ada dua,
yaitu ijab dan kabul.
4. Hikmah Syirkah
Hikmah syirkah adalah sebagai berikut.
a. Menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara pihak-pihak yang
bersyirkah;
b Membantu meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.
E. Murabahah, Mudharabah, dan Salam
1. Murabahah
Akar kata dari murabahah adalah 'ribh' yang artinya profit atau laba. Transaksi al-
murabahah adalah transaksi jual beli dengan harga pokok yang ditambah dengan
keuntungan (laba) di mana harga pokok dan laba dari pihak penjual diketahui oleh pihak
pembelinya.
a. Praktik transaksi murabahah pada bank syariah.
Nasabah berjanji akan membeli komoditi dari bank syariah dengan menggunakan akad
wa'ad (janji). Lalu bank mewakilkan pembelian komoditi tersebut kepada nasabah
menggunakan akad wakalah. Dengan akad wakalah itu, nasabah pergi ke
supplier/dealer/developer untuk membeli komoditi atas nama bank. Setelah bank
mendapatkan barang yang dibelinya lewat nasabah, lalu bank menjualnya kembali
kepada nasabah dengan menggunakan akad murabahah.
b. Hal-hal yang dilarang dalam transaksi perbankan syariah yang menggunakan akad
almurabahah
1) Transaksi bay al-murabahah hanya diperbolehkan untuk transaksi jual beli barang
atau komoditi tidak untuk penambahan modal atau digunakan untuk modal kerja.
Untuk modal kerja bisa menggunakan akad lain seperti mudharabah (bagi hasil) dan
musyarakah (kemitraan, bagi hasil, dan bagi rugi), bukan akad murabahah.
2) Nasabah menggunakan dana pinjaman dari bank dengan akad murabahah untuk di
gunakan pada keperluannya yang lain, bukan untuk membeli komoditi dari bank.
Padahal jelas sekali akad bay al-murabahah adalah akad jual beli di mana bank
syariah bertindak sebagai pihak penjual.
3) Bank menjual komoditi kepada nasabah sebelum bank memiliki komoditi tersebut.
Hal ini tidak sesuai dengan prinsip ekonomi syariah di mana bank sebagai pihak
penjual harus sudah memiliki barang yang hendak dijualnya kepada pihak pembeli.
4) Bank dan nasabah melakukan perjanjian akad murabahah pada saat nasabah sudah
membeli komoditi dari pihak lain. Seharusnya nasabah membeli komoditi dari bank
pada saat akad berlangsung. Bukannya membeli barang pada pihak lain dan
mendapatkan pinjaman pembayarannya dari pihak bank. Dalam hal ini transaksinya
sama dengan memberi pinjaman dengan imbalan bunga (riba) pada Bank
Konvensional.
5) Murabahah tidak boleh di roll-over, karena prinsip murabahah adalah jual beli,
bukan pinjaman berbasis bunga.
6) Nasabah tidak boleh dikenakan sanksi untuk late or default payment, karena sekali
lagi transaksi murabahah adalah prinsip syariah berdasarkan jual beli, bukan
pinjaman dengan imbalan bunga. Kalau memang nasabahnya dengan sengaja
memanfaatkan kondisi seperti ini, maka bank syariah dapat mengenakan sanksi
berupa denda atas keterlambatan pembayaran kepada nasabah, dan harus
menyalurkan pendapatan dari pembayaran denda tersebut kepada Badan Zakat.
7) Pemberlakuan praktik da wa ta'ajjal,
Atau pemberian diskon pada nasabah yang rajin membayar cicilannya sebelum jatuh
tempo. Sebagian besar ulama melarang praktik ini kalau diskon tersebut dikaitkan
dengan waktu pembayaran yang dipercepat, dengan alasan ada indikasi riba, di mana
riba terjadi ketika satu pihak diuntungkan dan pihak yang lain di rugikan. Namun,
sebagian dari ulama klasik mengizinkan praktik ini, tetapi kebanyakan dari para
ulama juga menolak 'da wa ta'ajjal' ini diterapkan termasuk para ulama-ulama dari
pengikut golongan empat mazhab, yaitu: Maliki, Hanafi, Safi'i dan Hambali.
2. Mudarabah
Mudarabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik
modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi
seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam
manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati
dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan
penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan shahibul maal diharapkan untuk
mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
a. Tipe Mudarabah
1) Mudarabah mutlaqah, di mana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh
kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha
yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung
jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha
normal yang sehat (uruf).
2) Mudarabah muqayyadah, di mana pemilik dana menentukan syarat dan
pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka
waktu, tempat, jenis usaha, dan sebagainya.
b. Keistimewaan Mudarabah
1) Berdasarkan prinsip bagi hasil dan bagi risiko.
a) Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
b) Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak
memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
2) Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
3. Salam
a. Pengertian Salam
As-Salam dinamai juga As-Salaf ialah suatu akad jual beli antara dua orang
atau lebih, dan barang yang akan dijual belum ada wujudnya tetapi ciri-ciri atau
kriterianya, baik kualitas dan kuantitasnya, besar dan kecilnya, timbangannya, dan
lain sebagainya telah disepakati. Sedangkan pembayarannya dilakukan pada saat
terjadi transaksi. Seperti A memesan sebuah almari pakaian kepada B, dengan
ukuran, kualitas kayu, warna cat telah ditentukan B menerima pesanan A dengan
harga tertentu dan pembayarannya dilakukan oleh A secara kontan pada saat
terjadinya transaksi.
Dengan demikian, salam merupakan jual beli pesanan dari calon pembeli
dengan pembayaran kontan dan hutang bagi calon penjual, karena barangnya baru
berupa pesanan dan akan diserahkan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Dalam
sebuah hadis Rasulullah SAW, bersabda:
Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata: Nabi SAW tiba di Madinah dan orang-
orang (Madinah) meminjamkan buah-buahan satu tahun dan dua tahun, maka
beliau bersabda: “Bagi siapa yang meminjamkan (mengutangkan) buah-buahan,
maka hendaklah ia mengutangkan dengan takaran dan timbangan yang jelas dan
sampai batas waktu yang jelas.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas oleh para ulama dijadikan dasar kebolehan jual beli salam.
b. Rukun dan Syarat Salam
1) Rukun Salam
a) penjual (muslam ‘alaih)
b) pembeli (muslam atau rabbus salam)
c) barang (muslam fih) dan harga atau modal (ra’sul mal)
d) sigat (akad)
2) Syarat-Syarat Salam
a) Uang hendaknya dibayar pada saat terjadi transaksi atau di majlis akad, berarti
pembayaran dilakukan terlebih dahulu.
b) Barang menjadi utang atau tanggungan penjual dan diberikan kepada pembeli
sesuai dengan kesepakatan, baik mengenai waktunya maupun tempatnya.
c) Barang itu hendaknya jelas kriterianya, baik ukuran, kualitas, jenis, timbangan
dan lain sebagainya sesuai dengan jenis barang yang dijual. Dengan kriteria tersebut
dapat dibedakan antara satu barang dengan barang lain, sehingga tidak terdapat
keraguan yang dapat menyebabkan perselisihan antara keduanya (penjual dan
pembeli).
c. Hukum Jual Beli Salam
Para ulama sepakat bahwa jual beli salam hukumnya boleh selama rukun dan
syaratnya terpenuhi dan tidak terjadi garar (penipuan). Dasar hukum yang dijadikan
pegangan selain nas seperti telah disebutkan di atas adalah bahwa jual beli salam
mengandung unsur-unsur kemaslahatan dan hikmah yang dibutuhkan oleh manusia.
d. Hikmah Salam
Di antara hikmah jual beli salam ialah seperti berikut ini.
1) Terpenuhinya kebutuhan. Setiap orang mempunyai kebutuhan dan kemampuan
yang berbeda dengan orang lain. Ada di antara mereka, misalnya A mempunyai
cukup uang tetapi tidak memiliki barang yang dia perlukan. Sementara ada orang
lain, misalnya B memiliki kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan A namun tidak
mempunyai modal untuk mewujudkannya. Dalam keadaan seperti ini, A bisa
memesan barang yang ia perlukan dengan terlebih dahulu membayar harga pesanan
sesuai dengan kesepakatan, dan B, dengan modal yang ia terima bisa bekerja untuk
memenuhi permintaan A. Dengan demikian, kebutuhan kedua belah pihak terpenuhi.
2) Adanya asas tolong-menolong. Dengan terpenuhinya kebutuhan masing-masing
seperti digambarkan di atas, berarti A telah menolong B sehingga dia bekerja dan
memanfaatkan keahliannya, B telah menolong A karena dia dapat memenuhi
kebutuhan A. Asas tolongmenolong ini merupakan ciri manusia sebagai makhluk
sosial dan sangat dianjurkan oleh agama.

More Related Content

What's hot

Muamalat, pengertian.
Muamalat, pengertian.Muamalat, pengertian.
Muamalat, pengertian.jimoh370
 
Akad rukun dan syarat jual beli
Akad  rukun dan syarat jual beliAkad  rukun dan syarat jual beli
Akad rukun dan syarat jual belisyariah umi
 
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerjaKes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerjaezz_ally
 
Transaksi jual beli
Transaksi jual beliTransaksi jual beli
Transaksi jual belidediromli
 
Jual Beli Syariah
Jual Beli Syariah Jual Beli Syariah
Jual Beli Syariah Irma Amalia
 
Jual Beli Terlarang Secara Syara’
Jual Beli Terlarang Secara Syara’Jual Beli Terlarang Secara Syara’
Jual Beli Terlarang Secara Syara’Izzuddin Abdul Manaf
 
Jual beli dan sewa
Jual beli dan sewaJual beli dan sewa
Jual beli dan sewaNUR
 
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh
Kes kajian Jual Beli Di Tamu KianggehKes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggehezz_ally
 

What's hot (17)

Muamalat, pengertian.
Muamalat, pengertian.Muamalat, pengertian.
Muamalat, pengertian.
 
Akad rukun dan syarat jual beli
Akad  rukun dan syarat jual beliAkad  rukun dan syarat jual beli
Akad rukun dan syarat jual beli
 
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerjaKes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
 
muamalah
muamalahmuamalah
muamalah
 
Transaksi jual beli
Transaksi jual beliTransaksi jual beli
Transaksi jual beli
 
Ppt jual beli
Ppt jual beliPpt jual beli
Ppt jual beli
 
Tempahan
TempahanTempahan
Tempahan
 
Agama jual beli
Agama jual beliAgama jual beli
Agama jual beli
 
Jual Beli Syariah
Jual Beli Syariah Jual Beli Syariah
Jual Beli Syariah
 
Presentasi Fiqh 8
Presentasi Fiqh 8Presentasi Fiqh 8
Presentasi Fiqh 8
 
Jual Beli Terlarang Secara Syara’
Jual Beli Terlarang Secara Syara’Jual Beli Terlarang Secara Syara’
Jual Beli Terlarang Secara Syara’
 
Hukum jual beli dalam islam
Hukum jual beli dalam islamHukum jual beli dalam islam
Hukum jual beli dalam islam
 
Ppt tekpen 2
Ppt tekpen 2Ppt tekpen 2
Ppt tekpen 2
 
Jual beli dan sewa
Jual beli dan sewaJual beli dan sewa
Jual beli dan sewa
 
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
Bab 5- Akad, Rukun dan Syarat Jual Beli.
 
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh
Kes kajian Jual Beli Di Tamu KianggehKes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh
 
Khiyar dalam jual beli
Khiyar dalam jual beliKhiyar dalam jual beli
Khiyar dalam jual beli
 

Similar to Materi bab 7

Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Marhamah Saleh
 
Prinsip prinsip dan praktek ekonomi islam
Prinsip prinsip dan praktek ekonomi islamPrinsip prinsip dan praktek ekonomi islam
Prinsip prinsip dan praktek ekonomi islamKirana Pratiwi
 
Jual beli, utang piutang dan gadai
Jual beli, utang piutang dan gadaiJual beli, utang piutang dan gadai
Jual beli, utang piutang dan gadaiIsma Jihan
 
Jual beli di tamu kianggeh
Jual  beli di tamu kianggehJual  beli di tamu kianggeh
Jual beli di tamu kianggehezz_ally
 
Makalah aik dasar2 muamalah dlm jual beli
Makalah aik dasar2 muamalah dlm jual beliMakalah aik dasar2 muamalah dlm jual beli
Makalah aik dasar2 muamalah dlm jual beliAbu Aghniya
 
Hukum islam tentang muamalah
Hukum islam tentang muamalahHukum islam tentang muamalah
Hukum islam tentang muamalahchaoru
 
Transaksi ekonomi dalam islam
Transaksi ekonomi dalam islamTransaksi ekonomi dalam islam
Transaksi ekonomi dalam islamLataniadzikri
 
Hukum islam tentang muamalah
Hukum islam tentang muamalahHukum islam tentang muamalah
Hukum islam tentang muamalahADHP
 
Perdagangan online dalam islam
Perdagangan online dalam islamPerdagangan online dalam islam
Perdagangan online dalam islamMuhammad Azmi
 
ruang lingkup syariah islamiah
ruang lingkup syariah islamiahruang lingkup syariah islamiah
ruang lingkup syariah islamiahFauziah azzahra
 

Similar to Materi bab 7 (20)

KEL 3 HI (2).pptx
KEL 3 HI (2).pptxKEL 3 HI (2).pptx
KEL 3 HI (2).pptx
 
Presentasi Fiqh 8
Presentasi Fiqh 8Presentasi Fiqh 8
Presentasi Fiqh 8
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
 
Prinsip prinsip dan praktek ekonomi islam
Prinsip prinsip dan praktek ekonomi islamPrinsip prinsip dan praktek ekonomi islam
Prinsip prinsip dan praktek ekonomi islam
 
Jual beli, utang piutang dan gadai
Jual beli, utang piutang dan gadaiJual beli, utang piutang dan gadai
Jual beli, utang piutang dan gadai
 
Jual beli (wina)
Jual beli (wina)Jual beli (wina)
Jual beli (wina)
 
Fikih
Fikih Fikih
Fikih
 
Jual beli di tamu kianggeh
Jual  beli di tamu kianggehJual  beli di tamu kianggeh
Jual beli di tamu kianggeh
 
Jual beli
Jual beliJual beli
Jual beli
 
Hukum jual beli dalam islam
Hukum jual beli dalam islamHukum jual beli dalam islam
Hukum jual beli dalam islam
 
Hukum Jual Beli Islam
Hukum Jual Beli IslamHukum Jual Beli Islam
Hukum Jual Beli Islam
 
Praktik ekonomi dalam islam
Praktik ekonomi dalam islamPraktik ekonomi dalam islam
Praktik ekonomi dalam islam
 
Makalah aik dasar2 muamalah dlm jual beli
Makalah aik dasar2 muamalah dlm jual beliMakalah aik dasar2 muamalah dlm jual beli
Makalah aik dasar2 muamalah dlm jual beli
 
Hukum islam tentang muamalah
Hukum islam tentang muamalahHukum islam tentang muamalah
Hukum islam tentang muamalah
 
Transaksi ekonomi dalam islam
Transaksi ekonomi dalam islamTransaksi ekonomi dalam islam
Transaksi ekonomi dalam islam
 
Bab 2 jual beli
Bab 2 jual beliBab 2 jual beli
Bab 2 jual beli
 
Hukum islam tentang muamalah
Hukum islam tentang muamalahHukum islam tentang muamalah
Hukum islam tentang muamalah
 
Perdagangan online dalam islam
Perdagangan online dalam islamPerdagangan online dalam islam
Perdagangan online dalam islam
 
Pres agama
Pres agamaPres agama
Pres agama
 
ruang lingkup syariah islamiah
ruang lingkup syariah islamiahruang lingkup syariah islamiah
ruang lingkup syariah islamiah
 

More from dinanurfadhilah (20)

Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
 
Bab 3
Bab 3Bab 3
Bab 3
 
Silabus fiqih ma kelas x, 1 2
Silabus fiqih ma kelas x, 1 2Silabus fiqih ma kelas x, 1 2
Silabus fiqih ma kelas x, 1 2
 
Rpp fiqih ma kelas x, 1 2
Rpp fiqih ma kelas x, 1 2Rpp fiqih ma kelas x, 1 2
Rpp fiqih ma kelas x, 1 2
 
Rpp bab 11
Rpp bab 11Rpp bab 11
Rpp bab 11
 
Rpp bab 10
Rpp bab 10Rpp bab 10
Rpp bab 10
 
Rpp bab 9
Rpp bab 9Rpp bab 9
Rpp bab 9
 
Rpp bab 8
Rpp bab 8Rpp bab 8
Rpp bab 8
 
Rpp bab 7
Rpp bab 7Rpp bab 7
Rpp bab 7
 
Rpp bab 6
Rpp bab 6Rpp bab 6
Rpp bab 6
 
Rpp bab 5
Rpp bab 5Rpp bab 5
Rpp bab 5
 
Rpp bab 3
Rpp bab 3Rpp bab 3
Rpp bab 3
 
Rpp bab 2
Rpp bab 2Rpp bab 2
Rpp bab 2
 
Rpp bab 1
Rpp bab 1Rpp bab 1
Rpp bab 1
 
Protah fiqih ma kelas x, 1 2
Protah fiqih  ma kelas x, 1 2Protah fiqih  ma kelas x, 1 2
Protah fiqih ma kelas x, 1 2
 
Promes fiqih ma kelas x, 1 2
Promes fiqih ma kelas x, 1 2Promes fiqih ma kelas x, 1 2
Promes fiqih ma kelas x, 1 2
 
Materi bab 11
Materi bab 11Materi bab 11
Materi bab 11
 
Materi bab 10
Materi bab 10Materi bab 10
Materi bab 10
 
Materi bab 9
Materi bab 9Materi bab 9
Materi bab 9
 
Materi bab 8
Materi bab 8Materi bab 8
Materi bab 8
 

Recently uploaded

Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 

Recently uploaded (20)

Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 

Materi bab 7

  • 1. BAB 7 PEREKONOMIAN DALAM ISLAM Jual beli adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan jual beli manusia dapat memperoleh keuntungan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, makan sehari-hari, kebutuhan rumah tangga, biaya pendidikan anak-anaknya, bahkan pemenuhan kebutuhan yang sifatnya kurang utama. Pembahasan kita kali tentang konsep perekonomian dalam Islam dan akan dilengkapi dengan pembahasan hukum jual beli dan macam-macam transaksi yang telah diatur oleh hukum Islam. A. Jual Beli 1. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli Jual beli artinya pertukaran barang dengan barang atau barang dengan uang. Beberapa ahli mendefinisikan jual beli sebagai berikut, diantaranya adalah Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu', mengatakan bahwa jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan. Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni, mengatakan bahwa jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk saling memiliki. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah tukar menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu. Dasar hukum jual beli adalah sebagai berikut. a. Firman Allah SWT: Artinya: "…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…" (Q.S. Al Baqarah: 275). b. Sunah Nabi Muhammad SAW Pada suatu hari, saat Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik, beliau menjawab, “Seorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” Maksud mabrur dalam hadis itu adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain. c. Ijmak para Sahabat Para ulama telah bersepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan tanpa bantuan dari orang lain. Akan tetapi, bantuan barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum jual beli adalah boleh atau mubah.
  • 2. 2. Rukun Jual Beli Para ulama sepakat bahwa ada empat rukun jual beli. a. Bai' (penjual), yaitu pihak yang dikenai tuntutan untuk menjual. b. Musytari (pembeli), yaitu pihak yang menghendaki memiliki sesuatu dengaN membelinya. c. Sigat (ijab dan kabul), yaitu transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak. d. Ma'qud 'alaih (benda atau barang), yaitu sesuatu yang menjadi objek transaksi. Adapun syarat agar jual beli sah, penjual dan pembeli harus memenuhi syarat berikut ini. a. Berakal, supaya seseorang tidak terkecoh. b. Dilakukan atas kehendak sendiri, bukan dipaksa atau keterpaksaan. c. Tidak mubazir (boros) sebab harta orang yang mubazir itu di tangan walinya. d. Balig (berumur 15 tahun ke atas), bagi anak-anak yang sudah mengerti boleh melakukan jual beli yang kecil-kecil. 3. Syarat Jual Beli Secara umum, disyaratkannya jual beli adalah untuk menghindari pertentangan di antara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang berakad, dan menghindari jual beli garar (penipuan). Syarat jual beli meliputi empat hal, yaitu sebagai berikut. a. Syarat terjadinya akad Jual beli batal apabila syarat terjadinya akad tidak terpenuhi. Ini menurut ulama Hanabilah. b. Syarat sahnya akad Syarat terbagi dua, yaitu umum dan khusus. 1) Syarat umum Yaitu syarat-syarat yang berhubungan dengan semua bentuk jual beli yang telah ditetapkan oleh syarak dan terhindar dari kecacatan jual beli. Misalnya ketidakjelasan, keterpaksaan, pembatasan waktu dengan waktu, penipuan, kemudaratan, dan persyaratan yang merusak lainnya. 2) Syarat khusus adalah syarat-syarat yang hanya ada pada barang-barang tertentu, seperti: a) barang yang diperjualbelikan harus dapat dipegang; b) harga awal harus diketahui;
  • 3. c) serah terima benda dilakukan sebelum berpisah, yaitu pada jual beli yang ada di tempat; d) terpenuhi syarat penerimaan; e) harus seimbang dalam ukuran timbangan, yaitu pada jual beli yang memakai ukuran atau timbangan; f) barang yang diperjualbelikan sudah menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena itu, tidak boleh menjual barang yang masih berada di tangan penjual. c. Syarat Terlaksananya Akad Syarat terlaksananya akad adalah sebagai berikut. 1) Benda dimiliki oleh aqid (berkuasa untuk akad). 2) Pada benda tidak terdapat milik orang lain. Oleh karena itu, tidak boleh menjual barang sewaan dan barang gadai karena barang tersebut bukan miliknya sendiri, kecuali diizinkan oleh pemilik sebenarnya, yakni jual beli yang ditangguhkan. Berdasarkan syarat terlaksananya akad dan wakaf (penangguhan), maka jual beli terbagi dua, yaitu jual beli nafaz dan jual beli mauquf. 1) Jual beli nafaz adalah jual beli yang dilakukan oleh orang yang telah memenuhi syarat dan rukun jual beli tersebut dikategorikan sah. 2) Jual beli mauquf adalah jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi nafaz, yakni bukan milik dan tidak kuasa melakukan akad, seperti jual beli fudul (jual beli milik orang lain, tanpa ada izin). Jika pemiliknya mengizinkan, maka jual beli fudul dipandang sah. Sebaliknya, jika pemilik tidak mengizinkan, dipandang batal. Para ulama berbeda pendapat dalam jual beli fudul ini. d. Syarat Kepastian Syarat kepastian hanya ada satu, yaitu akad jual beli harus terlepas atau terbebas dari khiar (pilihan) yang berkaitan dengan kedua pihak yang akad dan menyebabkan batalnya akad. 4. Jual Beli yang Dilarang Yang dilarang di dalam Islam tentang jual beli sangatlah banyak. Diterangkan oleh Wahbah al Zuhaili sebab-sebab terlarangnya jual beli. a. Terlarang sebab ahliah Orang yang dilarang melakukan transaksi jual beli karena sebab ahliah, yaitu: 1) orang gila, 2) anak kecil, 3) orang buta,
  • 4. 4) fudul, 5) orang yang terhalang (misal karena kebodohan, bangkrut atau sakit), dan 6) malja' adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim. b. Terlarang sebab sigat Ulama fikih telah sepakat bahwa jual beli yang didasarkan pada keridaan antara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian antara ijab dan kabul, berada di satu tempat, dan tidak terpisah oleh suatu pemisah adalah sah. Sebaliknya, jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah atau masih diperselisihkan para ulama, seperti macam-macam jual beli berikut. 1) Jual beli mu'tah adalah jual beli yang sudah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang dan harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul. 2) Jual beli melalui utusan dan surat. Jual beli semacam ini adalah sah selama utusan dan surat itu sampai pada tujuan. Jual beli tidak sah bila yang terjadi adalah sebaliknya. 3) Jual beli dengan syarat atau lisan selama bisa dibaca dan dimengerti. Jika terjadi sebaliknya, maka jual beli menjadi tidak sah, misalnya tulisannya kabur dan isyaratnya tidak dapat dipahami. 4) Jual beli barang yang tidak ada di tempat. 5) Jual beli tidak berkesesuaian dengan ijab kabul. 6) Jual beli munjiz (jual beli yang ditangguhkan). c. Terlarang sebab ma'qud 'alaih (objek akad) Ma'qud 'alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang berakad, biasa disebut dengan istilah mabi' (barang jualan), seperti berikut. 1) Jual beli benda yang dikhawatirkan tidak ada barangya. 2) Jual beli yang tidak dapat diserahkan barangnya. 3) Jual beli garar (tipuan) adalah jual beli yang mengandung kesamaran. Contoh jual beli garar adalah sebagai berikut. a) Jual beli al hashah, yaitu jual beli dengan menggunakan batu kerikil atau sejenisnya, dengan cara melemparkan batu tersebut pada benda yang tidak diketahui zatnya. Ke mana batu itu jatuh maka terjadilah jual beli. b) Dharbah al ghawas, yaitu jual beli dari menyelam, barang yang diperjualbelikan tidak jelas, apa yang didapatkan dari laut ketika menyelam itulah yang dibayar.
  • 5. c) Jual beli al nitaaj, yaitu perjanjian jual beli pada hasil ternak sebelum dihasilkan, misalnya susu sebelum diperah. d) Jual beli mulamasah, yaitu jual beli dengan meraba. Contoh: keharusan membeli pada kain yang diraba tanpa mengetahui keadaan barangnya. e) Jual beli mukhadharah, yaitu jual beli benda yang masih hijau, buah atau biji- bijian yang belum masak. Contoh: kurma yang masih hijau yang belum ada tanda-tanda masak. f) Jual beli bulu binatang yang masih di badan. g) Jual beli munaabadah yaitu jual beli dengan cara berebutan. Contoh: dua orang calon pembeli melakukan transaksi dengan cara berebut, barang wajib dibeli walaupun tidak rida. h) Jual beli muhaaqalah, yaitu membeli buah di kebun dengan sesuatu yang tertentu. Contoh: jeruk ditukar dengan gandum. i) Jual beli muzaabanah, contoh: kurma basah ditukar dengan kurma kering dengan ukuran yang tidak jelas. j) Jual beli habalu al habalah, yaitu jual beli binatang yang masih di perut (yang belum dilahirkan). 4) Jual beli barang najis dan yang terkena najis. 5) Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). 6) Jual beli air (Mazhab Zahiriah dan yang lain tidak mengharamkannya). 7) Jual beli barang yang tidak ada di tempat. 8) Jual beli sesuatu yang belum dipegang. 9) Jual beli buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan yang belum jelas buahnya. d. Terlarang sebab syarak 1) Jual beli riba; 2) Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan; 3) Jual beli barang dari merampas atau malak di jalan; 4) Jual beli sperma hewan jantan dengan cara mencampurkan hewan tersebut dengan hewan betina; 5) Jual beli anggur untuk dijadikan khamar; 6) Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain; 7) Jual beli bersyarat. 5. Hikmah Jual Beli a. Membangkitkan Semangat Kerja
  • 6. Jual beli mendidik manusia untuk bekerja keras, tidak menjadi pengemis serta mengharap pemberian orang lain. Sebab sikap meminta-minta akan menjatuhkan martabat baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah SWT. b. Menjadikan Manusia Ingat kepada Allah SWT Allah SWT adalah Zat Yang Mahakaya dan kepada-Nya lah tempat seluruh umat manusia memohon rezeki. Dalam berniaga sering orang menggunakan cara-cara yang curang untuk meraup untung besar. Cara yang curang hanya akan memperoleh rezeki yang tidak berkah. Sebaliknya, jika dalam berniaga sesuai dengan syariat-Nya serta profesional, jujur, sabar, tidak menipu, ulet dan tidak lupa berdoa maka akan memperoleh rezeki yang berkah. 6. Jual Beli yang Benar Pada dasarnya jual beli adalah proses untuk memiliki harta atau barang dengan sah secara hukum. Jual beli yang benar adalah jual beli yang sesuai dengan kehendak syarak yaitu memenuhI persyaratan, rukun jual beli, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli. Maka perlu diperhatikan, agar terjadi jual beli yang benar adalah barang yang dijual harus terjamin dari kesucian, jangan menjual barang najis, bukan barang yang rusak, barang harus jelas dan tampak. B. Khiar 1. Pengertian dan Dasar Khiar Dalam jual beli, khiar adalah hak memilih salah satu di antara dua hal, yaitu meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali jual beli). Khiar bertujuan agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing- masing tentang jual belinya, sehingga tidak terjadi penyesalan di kemudian hari, lantaran merasa tertipu. Khiar hukumnya mubah dan disyariatkan dalam agama Islam. Rasulullah SAW membenarkan praktik khiar melalui hadisnya yang berbunyi: Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW bersabda,'Engkau berhak untuk khiar dalam tiap- tiap barang yang engkau beli selama tiga hari'.” (H.R. Al-Baihaqi) Dari hadis tersebut berarti batas khiar hanya boleh selama tiga hari, lebih dari itu tidak diperbolehkan. Hal ini tampak pada hadis berikut ini. Artinya: "Seorang laki-laki membeli seekor unta dari laki-laki lainnya dan ia mensyaratkan khiar selama empat hari, Rasulullah SAW membatalkan jual beli tersebut dan bersabda,'khiar adalah tiga hari'." (H.R. Abdul Razzaq)
  • 7. 2. Macam-Macam Khiar a. Khiar Majelis Khiar majelis adalah hak khiar ketika si pembeli dan penjual boleh memilih antara dua perkara, yakni meneruskan/melangsungkan jual beli atau membatalkannya selama keduanya masih berada di tempat berlangsungnya akad jual beli. Khiar majelis diperbolehkan dalam segala macam jual beli. Khiar majelis biasanya terjadi pada akad yang bersifat pertukaran, seperti jual beli dan upah- mengupah. Dasar untuk berlakunya khiar majelis adalah hadis Nabi berikut ini. Artinya: "Dua orang yang berjual beli, boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak, selama keduanya belum berpisah dari tempat akad." (H.R. Al Bukhari dan Muslim) Khiar majelis dapat gugur dan tidak berlaku disebabkan hal-hal berikut ini. 1) Penjual dari pembeli telah memutuskan untuk memilih meneruskan jual beli atau membatalkannya. 2) Penjual dan pembeli sudah berpisah menurut adat kebiasaan. 3) Salah satu atau keduanya meninggal dunia. b. Khiar Syarat Khiar syarat adalah khiar yang disyaratkan oleh salah satu pihak penjual atau pembeli sewaktu berlangsungnya akad jual beli. Misalnya, kata penjual,"Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiar tiga hari atau kurang dari tiga hari." Khiar syarat dapat dilakukan dalam segala bentuk jual beli, kecuali barang yang wajib diterima di tempat jual beli, seperti barang-barang riba. Masa khiar syarat paling lama hanya tiga hari. Sebagaiman sabda Rasulullah SAW berikut ini. Artinya: "Engkau boleh khiar dalam segala barang yang engkau telah beli selama tiga hari tiga malam." (H.R. Ibnu Majah) c. Khiar 'Aibi (Cacat) Khiar 'aibi adalah hak pembeli untuk memilih meneruskan jual beli atau membatalkannya, ketika diketahui barang yang dibelinya ternyata cacat dan cacat tersebut tidak tampak pada saat berlangsungnya akad. Menjual barang yang cacat tanpa menjelaskan kepada pembeli tentang cacat tersebut, hukumnya haram. Oleh karena itu, jika di saat akad tidak diketahui ada cacat pada barang yang dibeli, kemudian setelah akad diketahui bahwa barang tersebut cacat, pembeli boleH
  • 8. menolak barang tersebut dan membatalkan jual beli. Hal tersebut telah menjadi milik ijmak ulama. Dalam sebuah hadis, diriwayatkan sebagai berikut. Artinya: "Aisyah berkata, 'Bahwasannya seorang laki-laki telah membeli seorang budak, budak itu tinggal beberapa lama dengan dia, kemudian kedapatan bahwa budak itu ada cacatnya, lalu dia adukan perkaranya kepada Rasulullah, keputusan dari beliau, budak itu dikembalikan kepada si penjual'." (H.R. Abu Dawud) 3. Praktik Khiar Ahmad membeli sebuah TV berwarna. Sesudah terjadi akad, ditemukan cacat, seperti lecetlecet dan speaker tidak berbunyi. Saat barang belum dibawa pulang maka cacat tersebut masih dalam tanggungan si penjual. Artinya, penjual harus menggantinya dengan barang yang tidak cacat sedikitpun. Jika kedua belah pihak telah terjadi akad dan pembeli mengetahui cacat setelah dibawa pulang, si pembeli dapat mengembalikan pada penjual dengan meminta kembali uangnya. Jika pembeli tidak segera mengembalikan barang yang cacat kepada pemilik toko, berarti ia telah rida atas cacat barang tersebut. Barang tersebut kemudian dijual kepada pihak kedua. Jika pihak kedua mengetahui ada cacat pada barang tersebut, ia berhak meminta ganti rugi, namun tidak berhak mengembalikan barangnya dengan meminta ganti barang yang baru. 4. Hikmah Khiar Hikmah dari adanya khiar adalah manusia dididik untuk jujur dan sabar. Seandainya saja ada kecacatan dalam membeli barang, hendaknya langsung dikembalikan, tidak perlu marah, memfitnah, atau mencaci maki atas kesalahan pihak penjual. Bisa jadi si penjual tidak tahu atau tidak sengaja bahwa barang yang dijualnya cacat. Di sini kita dididik untuk saling menghargai antara satu dengan lain karena pada hakikatnya kedua pihak akan memperoleh keuntungan dari akad yang dilakukan. 5. Khiar yang Benar Setiap orang Islam dalam bermuamalah tidak boleh melakukan kecurangan, dan harus selalu memikirkan kemaslahatan dalam melaksanakan khiar dan jual beli. Dengan berbuat curang hanya akan menjatuhkan martabat diri, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah SWT. Setiap pembeli hendaknya waspada terhadap barang yang dibeli. Jangan segan untuk menanyakan tentang baik buruk barang yang akan dibeli sehingga tidak ada keraguan dalam memutuskan membeli apa tidak, melainkan akan dengan mantap dalam mengambil keputusan dan rida.
  • 9. C. Musaqah, Muzara'ah, dan Mukhabarah 1. Musaqah Akad musaqah merupakan peluang bagi orang lain untuk bekerja dan mendapat hasil dari pekerjaannya dengan cara yang halal dan diridai Allah SWT. Sedangkan bagi majikan juga merasa sangat terbantu. Islam sangat menganjurkan musaqah karena memberi manfaat sosial yang sangat tinggi. a. Pengertian dan Dasar Hukum Musaqah Musaqah berasal dari kata al-saqa, yaitu seseorang yang bekerja mengurus pohon anggur, tamar, atau lainnya supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai imbalannya. Secara istilah, musaqah adalah mempekerjakan manusia untuk mengurus pohon dengan menyiram dan memeliharanya serta hasil yang direzekikan Allah SWT dari pohon itu untuk mereka berdua (pendapat Syekh Syihab ad-Din al- Qalyubi dan Syekh Umarah). Dasar hukumnya adalah hadis Nabi SAW riwayat Imam Muslim dari Ibnu Amr, RA bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Memberikan tanah Khaibar dengan separoh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian (tanaman).” Pada riwayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan tanah Khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk Nabi.” b. Rukun Musaqah Rukun musaqah meliputi beberapa hal, antara lain sebagai berikut. 1) Antara pemilik kebun dan tukang kebun (penggarap) hendaknya orang yang samasama berhak bertasaruf (membelanjakan harta keduanya). 2) Kebun dan semua pohon yang berbuah boleh diparokan (bagi hasil), baik yang berbuah tahunan (satu kali dalam satu tahun) maupun yang berbuah hanya satu kali kemudian mati, seperti jagung dan padi. c. Syarat Musaqah Syarat musaqah adalah sebagai berikut: 1) ahli dalam akad; 2) menjelaskan bagian penggarap; 3) membebaskan pemilik dari pohon; 4) hasil dari pohon dibagi dua antara pihak-pihak yang melangsungkan akad sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir. Tidak disyaratkan untuk
  • 10. menjelaskan mengenai jenis benih, pemilik benih, kelayakan kebun, serta ketetapan waktu. d. Hikmah Musaqah Memberi kesempatan pada orang lain untuk bekerja dan menikmati hasil kerjanya, sesuai dengan yang dikerjakan. Sementara itu, pemilik kebun/tanah garapan memberikan kesempatan kerja dan meringankan kerja bagi dirinya. 2. Muzara'ah Muzara'ah disyariatkan Islam dengan tujuan memberi kesempatan kepada orang lain, agar dapat menikmati kekayaan yang ada pada orang lain dengan ketentuan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan antara dua belah pihak. a. Pengertian dan Dasar Hukum Muzara'ah Muzara'ah berasal dari bahasa Arab yang berarti menumbuhkan. Secara istilah para ulama fikih mendefinisikan sebagai berikut. 1) Syekh Ibrahim Al-Bajuri berpendapat bahwa muzara'ah adalah pekerja mengelola sawah dengan sebagian apa yang dihasilkan darinya dan modal dari pemilik tanah. 2) Ulama Malikiyah berpendapat muzara'ah adalah bersekutu dalam akad. 3) Ulama Hanabilah berpendapat bahwa pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa muzara'ah adalah pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola dengan bagi hasil, yakni seperdua, sepertiga, atau lebih yang benihnya dari petani. Dasar hukum diperbolehkannya muzara'ah adalah hadis Nabi yang artinya, “Sesungguhnya Nabi SAW menyatakan tidak mengharamkan bermuzara'ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, 'barang siapa yang memiliki tanah maka hendaklah ditanami atau diberikan'.” b. Rukun dan Sifat Akad Muzara'ah Ada perbedaan pendapat mengenai rukun muzara'ah di antara para ulama. 1) Ulama Hanabilah berpendapat rukun muzara'ah yaitu ijab dan kabul. Boleh dilakukan dengan lafal apa saja yang menunjukkan adanya ijab dan kabul. Bahkan muzara'ah sah dilafalkan dengan ijarah. 2) Ulama Hanafiah berpendapat rukun muzara'ah ada empat, yaitu tanah, perbuatan pekerja, modal, dan alat-alat untuk menanam.
  • 11. Setiap muslim yang akan melaksanakan akad muzara'ah, harus mengetahui syaratsyarat muzara'ah, antara lain sebagai berikut. 1) 'Aqidain, yakni harus berakal; 2) Tanaman, yakni disyaratkan adanya penentuan jenis tanaman apa saja yang akan ditanam; 3) Perolehan hasil dari tanaman, yaitu: a)bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya (prosentase ketika akad); b) hasil adalah milik bersama; c) bagian antara amil dan malik adalah dari satu jenis barang yang sama; d) bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui; e) tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang maklum. 4) Tanah yang akan ditanami, yaitu tanah tersebut dapat ditanami dan diketahui batasbatasnya; 5) Waktu, syaratnya adalah: a) waktunya telah ditentukan, b) waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan (tergantung teknologi yang dipakainya) atau menurut kebiasaan setempat, dan c) waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup menurut kebiasaan. 6) Alat-alat muzara'ah disyaratkan berupa hewan atau yang lainnya dibebankan kepada pemilik tanah. c. Hikmah Muzara'ah Bumi diciptakan untuk kepentingan manusia, maka manusialah yang harus mengolahnya, menanaminya dengan berbagai jenis tanaman untuk kepentingannya juga sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya. Maka sangat penting bagi manusia untuk menuntut ilmu tentang pertanian agar lebih maksimal mendapatkan manfaat dari bumi yang diolahnya dengan cara bertani. Muzara'ah menjadikan pemilik tanah dan penggarap tanah bersinergi untuk sama-sama mendapatkan bagian atas apa yang sudah disumbangkan kedua belah pihak dengan penuh keikhlasan dan rida atas dasar saling tolong-menolong dan percaya sehingga saling menguntungkan tidak saling merugikan.
  • 12. 3. Mukhabarah Mukhabarah adalah akad yang sama dengan muzara'ah baik dalam dasar hukum, syarat, dan rukunnya. Keduanya masih sama-sama dalam perdebatan para ulama. Ada sebagian yang membolehkan dan ada sebagian yang tidak membolehkan. Namun, dilihat dari manfaat yang diambil dari kedua akad tersebut maka secara syarak boleh dilakukan sepanjang tidak ada maksud mencari keuntungan untuk diri sendiri dan mempekerjakan orang lain tanpa diberi upah sedikitpun dari hasil kerjanya. Perbedaan antara mukhabarah dan muzara'ah terletak dalam hal benih yang akan ditanam apakah benih menjadi tanggungan pemilik tanah atau menjadi tanggungan penggarap. Dalam akad muzara'ah, pihak penggarap adalah yang menyediakan benih, sedangkan pada akad mukhabarah, pemilik tanah adalah pihak yang menyiapkan benih. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam akad mukhabarah, antara lain: a. para akid adalah mereka yang sudah cukup dewasa; b. usahakan penggarap adalah seagama; c. tanah garapan betul-betul dapat menghasilkan dan menguntungkan; d. akad harus jelas, tidak boleh ada keraguan dan kecurangan. Apabila perlu ditulis atau dicatat untuk menghindari kelupaan, terutama batas waktu akad, jenis benih yang akan ditanam, berapa bagian masing-masing dari penghasilan, kapan penyerahan tanah dan benih, dan dibuat perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan. e. kesepakatan penggunaan alat untuk bekerja, memakai alat tradisional atau memakai alat modern. Hal itu perlu disebutkan karena menyangkut biaya yang dikeluarkan oleh masingmasing adalah berbeda. Beberapa hikmah mukhabarah, adalah sebagai berikut. a. Membuka peluang kerja. b. Mendidik manusia agar lebih memahami tentang ilmu pertanian dan kerja profesional. c. Saling menghargai antara pemilik tanah dan penggarap tanah sangat mulia dan diridai Allah SWT. d. Memberi pelajaran agar manusia rajin bekerja. D. Syirkah Dalam rangka untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya maka Islam memberi sarana dengan adanya akad syirkah. Ini penting karena tidak mungkin manusia dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa ada pihak lain.
  • 13. 1. Pengertian Syirkah Secara bahasa syirkah artinya percampuran. Dalam hal ini adalah bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya tanpa dapat dibedakan antara keduanya. Menurut istilah para fukaha, syirkah adalah kerja sama untuk mendayagunakan (tasaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertasaruf. Jadi, dapat dipahami bahwa syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama. Adapun dasar hukumnya adalah sebagai berikut. a. Al-Qur’an Surah An-Nisaa ayat 12 Artinya: “... Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang maka mereka bersamasama (bersekutu) dalam bagian yang seperti itu...” (Q.S. An-Nisaa/4 : 12) b. Sunah Nabi Muhammad SAW Artinya: Allah taala berfirman, 'Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selagi masing- masing dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Jika salah seorang dari keduanya mengkhianati yang lain, aku keluar dari keduanya'.” (H.R. Abu Dawud) 2. Macam-Macam Syirkah (Kerja Sama) Ada dua macam syirkah, yaitu milk dan 'uqud. a. Syirkah milk Syirkah milk adalah kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad syirkah. Kerja sama ini meliputi dua macam. 1) Syirkah milk ikhtiyar Adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak dua orang yang bersekutu. Misalnya dua orang yang membeli, memberi, atau berwasiat tentang sesuatu dan keduanya menerima, maka jadilah pembeli, yang diberi, dan yang diberi wasiat bersekutu di antara keduanya, yakni kerja sama milik. 2) Syirkah milk al-jabr Adalah kerja sama yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya (secara paksa). Misal, dua orang mewariskan sesuatu maka yang diberi waris menjadi sekutu mereka.
  • 14. b. Syirkah 'Uqud Syirkah 'uqud merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah ini mempunyai empat bentuk. 1) Syirkah 'Inan Adalah persekutuan atau kerja sama antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang secara bersama-sama dan membagi laba atau kerugian bersama-sama. Kerja sama ini boleh dilakukan oleh umat Islam. Modal dan pengolahannya tidak harus sama. Masing-masing pemodal dapat berbeda, yang satu bisa lebih besar dari yang lainnya. Begitu juga dalam menikmati hasil bisa berbeda, bisa banyak, dan bisa sedikit sesuai dengan persetujuan yang mereka buat bersama. 2) Syirkah Mufawadah Adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengelolaan, dan agama yang dianut. Ulama membolehkan kerja sama ini dengan syarat persamaan modal. Jika tidak sama maka batal. 3) Syirkah Wujuh Adalah kerja sama dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang secara tidak kontan (kredit) dan akan menjualnya secara kontan. Kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi di antara mereka dengan syarat tertentu. Kerja sama seperti ini menimbulkan perbedaan pendapat. Ada ulama yang membolehkan, ada yang tidak membolehkan. a) Pendapat yang tidak membolehkan adalah kalangan dari ulama Malikiyah, Syafi'iyah, Zahiriyah, dan Imamiyah. Mereka beralasan bahwa kerja sama ini sangat rentan terhadap penipuan karena tidak dibatasi oleh pekerjaan tertentu. b) Pendapat yang membolehkan adalah ulama dari kalangan Hanafiyah, Hambaliyah, dan Zaidiyah. Mereka beralasan bahwa kerja sama (syirkah wujuh) telah mengandung unsur adanya perwakilan dari seorang kepada partnernya dalam penjualan dan pembelian. 4) Syirkah Abdan Adalah kerja sama dua orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersama-sama. Kemudian, keuntungan dibagi antara keduanya dengan menetapkan persyaratan tertentu. Contoh: kerja sama dua orang penjahit dan tukang besi.
  • 15. 3. Syarat dan Rukun Syirkah Menurut Hanafiyah, syarat-syarat syirkah ada empat, sebagai berikut. a. Segala yang berkaitan dengan bentuk syirkah, baik dengan harta atau yang lain. Ada dua syarat di dalamnya, yaitu: 1) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwalian; 2) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya, setengah dan sepertiga. b. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), terdapat dua perkara yang harus dipenuhi. 1) Modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah uang (alat pembayaran). 2) Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnyasama maupun berbeda. c. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadah, disyaratkan sebagai berikut. 1) Modal harus sama; 2) Bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah (jaminan); 3) Bagi yang dijadikan objek akad disyariatkan syirkah umum, yakni pada semua jenis jual beli atau perdagangan. d. Syarat yang bertalian dengan syirkah 'inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah. Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad adalah merdeka, balig, dan pandai. Rukun syirkah menurut ulama Hanafiyah ada dua, yaitu ijab dan kabul. 4. Hikmah Syirkah Hikmah syirkah adalah sebagai berikut. a. Menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara pihak-pihak yang bersyirkah; b Membantu meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi. E. Murabahah, Mudharabah, dan Salam 1. Murabahah Akar kata dari murabahah adalah 'ribh' yang artinya profit atau laba. Transaksi al- murabahah adalah transaksi jual beli dengan harga pokok yang ditambah dengan keuntungan (laba) di mana harga pokok dan laba dari pihak penjual diketahui oleh pihak pembelinya.
  • 16. a. Praktik transaksi murabahah pada bank syariah. Nasabah berjanji akan membeli komoditi dari bank syariah dengan menggunakan akad wa'ad (janji). Lalu bank mewakilkan pembelian komoditi tersebut kepada nasabah menggunakan akad wakalah. Dengan akad wakalah itu, nasabah pergi ke supplier/dealer/developer untuk membeli komoditi atas nama bank. Setelah bank mendapatkan barang yang dibelinya lewat nasabah, lalu bank menjualnya kembali kepada nasabah dengan menggunakan akad murabahah. b. Hal-hal yang dilarang dalam transaksi perbankan syariah yang menggunakan akad almurabahah 1) Transaksi bay al-murabahah hanya diperbolehkan untuk transaksi jual beli barang atau komoditi tidak untuk penambahan modal atau digunakan untuk modal kerja. Untuk modal kerja bisa menggunakan akad lain seperti mudharabah (bagi hasil) dan musyarakah (kemitraan, bagi hasil, dan bagi rugi), bukan akad murabahah. 2) Nasabah menggunakan dana pinjaman dari bank dengan akad murabahah untuk di gunakan pada keperluannya yang lain, bukan untuk membeli komoditi dari bank. Padahal jelas sekali akad bay al-murabahah adalah akad jual beli di mana bank syariah bertindak sebagai pihak penjual. 3) Bank menjual komoditi kepada nasabah sebelum bank memiliki komoditi tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip ekonomi syariah di mana bank sebagai pihak penjual harus sudah memiliki barang yang hendak dijualnya kepada pihak pembeli. 4) Bank dan nasabah melakukan perjanjian akad murabahah pada saat nasabah sudah membeli komoditi dari pihak lain. Seharusnya nasabah membeli komoditi dari bank pada saat akad berlangsung. Bukannya membeli barang pada pihak lain dan mendapatkan pinjaman pembayarannya dari pihak bank. Dalam hal ini transaksinya sama dengan memberi pinjaman dengan imbalan bunga (riba) pada Bank Konvensional. 5) Murabahah tidak boleh di roll-over, karena prinsip murabahah adalah jual beli, bukan pinjaman berbasis bunga. 6) Nasabah tidak boleh dikenakan sanksi untuk late or default payment, karena sekali lagi transaksi murabahah adalah prinsip syariah berdasarkan jual beli, bukan pinjaman dengan imbalan bunga. Kalau memang nasabahnya dengan sengaja memanfaatkan kondisi seperti ini, maka bank syariah dapat mengenakan sanksi berupa denda atas keterlambatan pembayaran kepada nasabah, dan harus menyalurkan pendapatan dari pembayaran denda tersebut kepada Badan Zakat.
  • 17. 7) Pemberlakuan praktik da wa ta'ajjal, Atau pemberian diskon pada nasabah yang rajin membayar cicilannya sebelum jatuh tempo. Sebagian besar ulama melarang praktik ini kalau diskon tersebut dikaitkan dengan waktu pembayaran yang dipercepat, dengan alasan ada indikasi riba, di mana riba terjadi ketika satu pihak diuntungkan dan pihak yang lain di rugikan. Namun, sebagian dari ulama klasik mengizinkan praktik ini, tetapi kebanyakan dari para ulama juga menolak 'da wa ta'ajjal' ini diterapkan termasuk para ulama-ulama dari pengikut golongan empat mazhab, yaitu: Maliki, Hanafi, Safi'i dan Hambali. 2. Mudarabah Mudarabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal. a. Tipe Mudarabah 1) Mudarabah mutlaqah, di mana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf). 2) Mudarabah muqayyadah, di mana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha, dan sebagainya. b. Keistimewaan Mudarabah 1) Berdasarkan prinsip bagi hasil dan bagi risiko. a) Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. b) Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan. 2) Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
  • 18. 3. Salam a. Pengertian Salam As-Salam dinamai juga As-Salaf ialah suatu akad jual beli antara dua orang atau lebih, dan barang yang akan dijual belum ada wujudnya tetapi ciri-ciri atau kriterianya, baik kualitas dan kuantitasnya, besar dan kecilnya, timbangannya, dan lain sebagainya telah disepakati. Sedangkan pembayarannya dilakukan pada saat terjadi transaksi. Seperti A memesan sebuah almari pakaian kepada B, dengan ukuran, kualitas kayu, warna cat telah ditentukan B menerima pesanan A dengan harga tertentu dan pembayarannya dilakukan oleh A secara kontan pada saat terjadinya transaksi. Dengan demikian, salam merupakan jual beli pesanan dari calon pembeli dengan pembayaran kontan dan hutang bagi calon penjual, karena barangnya baru berupa pesanan dan akan diserahkan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW, bersabda: Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata: Nabi SAW tiba di Madinah dan orang- orang (Madinah) meminjamkan buah-buahan satu tahun dan dua tahun, maka beliau bersabda: “Bagi siapa yang meminjamkan (mengutangkan) buah-buahan, maka hendaklah ia mengutangkan dengan takaran dan timbangan yang jelas dan sampai batas waktu yang jelas.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Hadis di atas oleh para ulama dijadikan dasar kebolehan jual beli salam. b. Rukun dan Syarat Salam 1) Rukun Salam a) penjual (muslam ‘alaih) b) pembeli (muslam atau rabbus salam) c) barang (muslam fih) dan harga atau modal (ra’sul mal) d) sigat (akad) 2) Syarat-Syarat Salam a) Uang hendaknya dibayar pada saat terjadi transaksi atau di majlis akad, berarti pembayaran dilakukan terlebih dahulu. b) Barang menjadi utang atau tanggungan penjual dan diberikan kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan, baik mengenai waktunya maupun tempatnya. c) Barang itu hendaknya jelas kriterianya, baik ukuran, kualitas, jenis, timbangan dan lain sebagainya sesuai dengan jenis barang yang dijual. Dengan kriteria tersebut dapat dibedakan antara satu barang dengan barang lain, sehingga tidak terdapat
  • 19. keraguan yang dapat menyebabkan perselisihan antara keduanya (penjual dan pembeli). c. Hukum Jual Beli Salam Para ulama sepakat bahwa jual beli salam hukumnya boleh selama rukun dan syaratnya terpenuhi dan tidak terjadi garar (penipuan). Dasar hukum yang dijadikan pegangan selain nas seperti telah disebutkan di atas adalah bahwa jual beli salam mengandung unsur-unsur kemaslahatan dan hikmah yang dibutuhkan oleh manusia. d. Hikmah Salam Di antara hikmah jual beli salam ialah seperti berikut ini. 1) Terpenuhinya kebutuhan. Setiap orang mempunyai kebutuhan dan kemampuan yang berbeda dengan orang lain. Ada di antara mereka, misalnya A mempunyai cukup uang tetapi tidak memiliki barang yang dia perlukan. Sementara ada orang lain, misalnya B memiliki kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan A namun tidak mempunyai modal untuk mewujudkannya. Dalam keadaan seperti ini, A bisa memesan barang yang ia perlukan dengan terlebih dahulu membayar harga pesanan sesuai dengan kesepakatan, dan B, dengan modal yang ia terima bisa bekerja untuk memenuhi permintaan A. Dengan demikian, kebutuhan kedua belah pihak terpenuhi. 2) Adanya asas tolong-menolong. Dengan terpenuhinya kebutuhan masing-masing seperti digambarkan di atas, berarti A telah menolong B sehingga dia bekerja dan memanfaatkan keahliannya, B telah menolong A karena dia dapat memenuhi kebutuhan A. Asas tolongmenolong ini merupakan ciri manusia sebagai makhluk sosial dan sangat dianjurkan oleh agama.