Dokumen tersebut membahas tentang khiyar dalam jual beli menurut hukum Islam. Terdapat 3 jenis khiyar yaitu khiyar majlis, khiyar syarat, dan khiyar aib. Khiyar memberikan hak bagi penjual dan pembeli untuk membatalkan transaksi jual beli jika terdapat ketidakpuasan dalam waktu tertentu sesuai syarat yang disepakati. Tujuan khiyar adalah untuk melindungi kedua bel
1. KHIYAR DALAM JUAL BELI
I. PENDAHULUAN
Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang penuh kemudahan
dan syamil (menyeluruh) meliputi segenap aspek kehidupan, selalu
memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat dan
menghilangkan segala beban umat. Termasuk dalam maslahat tersebut adalah
sesuatu yang Allah syariatkan dalam jual beli berupa hak memilih bagi orang
yang bertransaksi, supaya dia puas dalam urusannya dan dia bisa melihat
maslahat dan madharat yang ada dari sebab akad tersebut sehingga dia bisa
mendapatkan yang diharapkan dari pilihannya atau membatalkan jual belinya
apabila dia melihat tidak ada maslahat padanya.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Definisi Khiyar?
B. Bagaimana Hukum Dasar Khiyar ?
C. Apa Saja Macam-Macam Pembagian Khiyar ?
D. Apa Tujuan dan Hikmah dalam Khiyar ?
III. PEMBAHASAN
A. Definisi khiyar
Khiyar secara bahasa adalah kata nama dari ikhtiyar berarti
mencari yang baik dari dua urusan baik meneruskan akad atau
membatalkannya. Sedangkan menurut istilah kalangan ulama’ fiqh yaitu
mencari yang baik dari dua urusan baik berupa meneruskan akad atau
membatalkannya. Dari sini terlihat bahwa makna secara istilah tidak
begitu berbeda dengan maknanya secara bahasa. Oleh sebab itu,
sebagian ulama terkini mendefinisikan khiyar secara syar’i sebagai “hak
orang yang berakad dalam membatalkan akad atau meneruskannya
2. karena ada sebab-sebab secara syar’i yang dapat membatalkannya sesuai
dengan kesepakatan ketika berakad.1
Khiyar juga berarti boleh memilih antara meneruskan akad jual
beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli). Adakan
khiyar oleh syara’ agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan
kemaslakhatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi
penyesalan dikemudian hari lantaran merasa tertipu.2
B. Dasar Hukum Khiyar
Tentang kebolehan khiyar, hal itu dipegangi oleh jumhur fuqaha’,
kecuali ats-Tsauri, Ibnu Abi Syubrumah dan sekelompok ahli Zhahiri.
Jumhur fuqaha’ dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra.:
َاَلبَيَعَانََبَْلَيَارَمَْالََيَْفَتَقَااَالَبَْيَعََْلاَيَار
Penjual dan pembeli adalah dengan hak khiyar selama keduanya
belum berpisah, kecuali jual beli khiyar.
Tentang masa khiyar bagi fuqaha’ yang membolehkannya maka
menurut Imam Malik pada dasarnya tidak ada batasan tertentu, melainkan
ditentukan berdasarkan besar kecilnya keperluan dengan memandang
kepada macam-macamnya barang. Dengan demikian masa tersebut
berbeda-beda menurut perbedaan barang yang dijual. Ia mengatakan,
“seperti satu atau dua hari dalam memilih baju, satu minggu atau lima hari
dalam memilih hamba perempuan, dan sebulan atau di sekitar itu dalam
memilih rumah”. Secara ringkas Imam Malik tidak membolehkan masa
yang panjang yang berisi di dalamnya kelebihan dalam memilih barang
yang di jual.
Imam Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa masa khiyar itu
tiga hari dan tidak boleh lebih dari itu.
1 Abdul Aziz Muhammad Azam, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010),cet. 1, hlm. 99
2 H. Sulaiman Rosjid,Fiqih Islam, (Bandung: Sinar baru al-gensindo,1994),hlm.286
3. Imam Ahmad, Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan
berpendapat bahwa khiyar dibolehkan hingga masa yang disyaratkan.
Daud juga mengemukakan pendapat seperti ini.
Fuqaha’ berselisih pendapat tentang khiyar mutlak tanpa dibatasi
pada masa tertentu.
Ats-Tsauri, al-Hasan bin al-Jinni dan sekelompok fuqaha’
berpendapat, bahwasanya dibolehkan mengadakan syarat khiyar mutlak,
sehingga bagi yang mengadakan syarat boleh memiliki khiyar selamanya.
Imam Malik berpendapat bahwa khiyar secara mutlak dibolehkan,
tetapi penguasa menetapkan masa khiyar seperti itu.
Sedang Imam Abu Hanifah dan Syafi’i berpendapat bahwa khiyar
mutlak tidak dibolehkan sama sekali, dan jual beli pun menjadi rusak.
Tetapi antara Imam Abu Hanifah dan Syafi’i sendiri terdapat
perbedaan dalam hal, jika terjadi khiyar tiga hari pada masa khiyar mutlak.
Imam Abu Hanifah bependapat, bahwa jika terjadi khiyar pada tiga
hari maka dibolehkan, tetapi jika lewat tiga hari maka jula beli menjadi
rusak. Sedangkan pendapat Imam Syafi’i, bahwa bagaimanapun juga, jual
beli menjadi rusak jika melewati tiga hari.3
C. Macam-macam khiyar
1. Khiyar majlis
Khiyar majlis adalah hak untuk memilih, baik untuk si pembeli
maupun si penjual, selama keduanya masih ditempat jual-beli. Khiyar
majlis boleh dalam semua jual-beli. Sabda Rasulullah:
َامَرضيَهللاَعنهَانَالنيبَص.مَقال:َالبيعانَبليارمالَيتفرقَفانَلزعنَحكيمَبنَح
انَكتموَبيعهماَىفَهلماَوبينابوركصدقاَاهَالبخارومسلموكةَبيعهماَ(ركذبحمقتَبرمَو
)ابوداودو
Artinya:
3 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj. M.A. Abdurrahman, dan A.Haris Abdullah,
(Semarang: asy Syifa’,1990),cet.1, hlm. 172-173
4. “Hakim bin Hizam ra. Ia berkata: “Nabi SAW bersabda: “penjual
dan pembeli mempunyai hak khiyar selama keduanya belum berpisah
jika keduanya saling membenarkan dan menerangkan (ada atau
tidaknya cacat) diberkahilah jual-beli mereka dan jika keduanya
saling dusta dan memnyembunyikannya maka dihapus jual-
belinya”.(HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud ).
Habisnya khiyar majlis ini adalah dengan:
1) Memilih keduanya akan diteruskan akad. Apabila memilih salah
seorang saja, maka habislah khiyar baginya sedang yang lainnya
masih tetap.
2) Dengan berpisah keduanya dari tempat jual-beli. Arti berpisah,
menurut adat kebiyasaan.4
2. Khiyar Syarat
Khiyar Syarat adalah penjualan yang didalamnya disyaratkan
sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli. Seperti seseorang
berkata,”saya jual rumah ini dengan harga 100.000.000,- dengan syarat
khiyar selama tiga hari.5
َعنَابنَعمرَرضيَهللاَعنهماقال:َذكررجلَلنيبَص.مَانهَخيدعَىفَالبيوعَفقالَالنيب
ص.مَاذاَأنتَبيعتَفقلَلخالبة,َمثَانتَىفَكلَسلعةَاَثالثَليال,َانربتغتهابليا
)اهَالبخاروانسخطتَفارددهاعلىَصاحبها.َ(روَرضيتَفأمسك
Artinya:
“Ibnu Umar ra. Ia berkata: “seorang laki-laki dilaporkan pada Nabi
SAW bahwa ia tertipu dalam jual-beli. Lalu Rasulullah SAW
bersabda: “ apabila kamu membeli berkatalah. “tak ada penipuan
dalam Islam itu.” Kemudian sesudah itu kamu berhak khiyar selama
tiga hari tiga malam atas barang-barng yang telah kamu beli, jika
kamu rela teruskan dan jika kamu benci kembalikan pada pemilik
atau penjualnya.” (HR. Bukhari).
Barang yang terjual sewaktu dalam masa khiyar merupakan
kepunyaan orang yang mensyaratkan khiyar (jika yang khiyar hanya
4 Moh. Syaifullah, Fiqih Islam Lengkap, (Surabaya:Terbit Terang, t.t), hlm. 343-344
5 Hendi Suhendi, Fiqih Mualamah, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2008),hlm.83-84
5. salah seorang dari mereka), tetapi kalau kedua-duanya mensyaratkan
khiyar, maka barang itu tidak dimiliki oleh salah seorangpun dari
keduanya. Jika jual-beli sudah tetap akan diteruskan, barulah diketahui
bahwa barang itu kepunyaan pembeli mulai dari masa akad. Tetapi kalau
jual-beli tidak teruskan, barang itu tetap kepunyaan si penjual. Untuk
meneruskan jual-beli atau tidaknya, hendaklah dengan lafal yang jelas
menunjukkan terus atau tidaknya jual-beli.6 Masa khiyar syarat paling
lama hanya tiga hari tiga malam, terhitung mulai waktu akad.7
3. Khiyar ‘Aib
Khiyar ‘Aib adalah apabila si pembeli mengembalikan barang
yang dibelinya apabila pada barang itu terdapat suatu cacat yang
mengurangi kualitas barang itu, atau mengurangi harganya, sedangkan
biasanya barang yang seperti itu baik, atau terjadi sesudah akad, yaitu
sebelum diterimanya. Keterangannya adalah ijma’ (sepakat ulama
mujtahid).
َعروتََغالمافاقامَعندهَماشاءَهللاَمثَوجدبهَعيباَرجالابتاعَعنهاانَهللاَرضيائشة
)التمذيوابوداودواهَامحدوفخاصمهَاىلَالنيبَص.مَفردهَعليهَ(ر
Artinya: Aisyah telah meriwayatkan, “ bahwasanya seorang laki-laki
telah membeli seorang budak, budak itu tinggal beberapa lama
dengan dia, kemudian kedapatan bahwa budak itu ada cacatnya, lalu
dia adukan perkaranya kepada Rasulullah SAW, Keputusan dari
beliau, budak itu dikembalikan kepada si penjual.” (Riwayat Ahmad,
Abu Daud, dan Tirmidzi).
Adapun cacat yang terjadi sesudah akad sebelum barang
diterima, maka barang yang dijual sebelum diterima oleh si pembeli
masih dalam tanggungan si penjual. Kalau barang ada di tangan si
pembeli, boleh di kembalikan serta diminta kembali uangnya. Akan
tetapi, kalau barang itu tidak ada lagi, umpamanya barang yang dibeli itu
kambing, sedangkan kambingnya sudah mati, atau yang di beli tanah,
6 Sulaiman rasyid, Op.Cit,hlm. 287
7 Moh. Syaifullah, Op.Cit hlm. 345
6. sedangkan tanah itu sudah di wakafkannya, sesudah itu si pembeli baru
mengetahui bahwa yang di belinya itu ada cacatnya, maka dia berhak
meminta ganti kerugian saja sebanyak kekurangan harga barang sebab
adanya cacat itu.8
Syarat-syarat pengembalian barang yang dijual (mabi’) yang ccat
adalah:
1. Barang yang di jualnya cacat menurut anggapan umum. Misalnya,
membeli kuda kebiri. Kebiri bagi kuda menurut kebiasaan di
anggap cacat. Sebab pembelian kuda itu biasanya untuk melahirkan
keturunan. Berlainan halnya dengan membeli hewan untuk
dimakan. Maka biarpun keadaan kebiri (mandul) dianggap bukan
cacat yang memberikan hak untuk pengembalian.
2. Cacatnya tidak mudah dihilangkan, bila tidak dengan susah payah
membeli kain yang masih ada merk dagangannya dan mudah
dihilangkan dengan dicuci tidak boleh dikembalikan dengan alasan
cacat.
3. Cacat terjadi ketika barang masih ditangan penjual.
4. Cacat tidak hilang sebelum jual beli di batalkan. Akan tetapi
apabila sebelum dibatalkan, cacatnya sudah hilang, maka barang
yang sudah dibelinya itu tidak dapat dikembalikan.9
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Azam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqih Muamalat. Jakarta: Amzah. 2010
Rosjid , Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar baru al-gensindo. 1994
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid. terj. M.A. Abdurrahman, dan A.Haris
Abdullah. Semarang: asy Syifa’. 1990
Syaifullah, Mohammad. Fiqih Islam Lengkap. Surabaya: Terbit Terang, t.t
8 H. Sulaiman Rasjid, Op.Cit,hlm.287-288
9 Moh. Saifulloh, ibid,hlm.346