1. KELOMPOK 2
1. Asri Destiani (7)
2. Disya Dzakiyyah (10)
3. Lia Raudhotul U (16)
4. Nawfal ‘Izzaturrahman (26)
5. Raka Deni Prasetyo (30)
6. Robithu Zulfahmi (33)
7. Vini Fakhriyani U (37)
2. MUAMALAH
Muamalah ialah tukar-menukar barang atau
sesuatu yang memberi manfaat dengan cara
ditentukan, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-mengupah,
pinjam-meminjam, urusan bercocok
tanam, berserikat dan lain-lain usaha.
3. Asas-asas Transaksi Ekonomi dalam Islam
1. Pihak-pihak yang bertransaksi harus memenuhi kewajiban
yang telah disepakati dan tidak boleh saling mengkhianati.
2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan dengan
penuh tanggungjawab, tidak menyimapang dari hukum syara’
dan adab sopan santun.
3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada
paksaan dari pihak manapun.
4. Setiap transaksi dilandasi niat yang baik dan ikhlas karena
Allah, sehingga terhindar dari penipuan, kecurangan, dan
penyelewengan.
“Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung
unsur penipuan (HR. Muslim)
5. Adat kebiasaan atau ‘urf yang tidak menyimpang dari syara’,
boleh digunakan untuk menentukan batasan dalam transaksi.
العِبَادَةُ عَشْرَةٌ اَجْزَاءٍ تِسْعَةٌ مِنْهَا فِيْ طَلَبِ الْ اََََ واا السررطي
“Ibadah itu terdiri dari sepuluh bagian,sembilan bagian
daripadanya terdapat pada mencari rezki yang halal” (HR.As-
Sayuti)
5. ATURAN JUAL-BELI
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang
lain dengan cara tertentu (akad)
Firman Allah SWT. : (Al-Baqarah :275)
) ...اَ اَ حَلَّ ا للهُ اْ لبَرْعَ اَ حَرَّ مَ ا ل ر بَوا... ) البقرة : 275
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
6. Firman Allah SWT. : (An-Nisa’ : 29)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَرْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَاوَةً عَنْ تَرَاضٍ مِ نكُمْ
اَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَََّّ كَانَ بِكُمْ
) وَحِرمًا ) ٢٩
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar)[1], kecuali dengan jalan
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama-suka
di antara kamu[2]. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu[3]. Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepadamu
8. 1. PENJUAL DAN PEMBELI
Syarat keduanya:
1. Berakal: agar dia tidak terkicuh, orang yang gila atau
bodoh tidak sah jual-belinya.
2. Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa)
3. Keadaannya tidak mubazir (pemboros) karena harta
orang yang mubazir itu di tangan walinya.
9. 4. Balig (berumur 15 tahun ke atas/dewasa). Anak kecil
tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah
mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut
pendapat setengah ulama mereka dibolehkan berjual-beli
barang yang kecil-kecil, karena kalau tidak
dibolehkan, sudah tentu menyulitkan , sedangkan islam
sekali-kali tidak akan mengadakan aturan yang
mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.
10. 2. UANG DAN BENDA YANG DIBELI
Syarat keduanya:
1. Suci : najis tidak sah dijual, dan tidak boleh dijadikan uang
untuk dibelikan, seperti kulit binatang/bangkai yang belum
dimasak.
Sabda Rasulullah:
Dari Jabir bin ‘abdullah: “berkata Rasulullah Saw:
Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan
menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala.
Pendengar bertanya: bagaimana gemuk bangkai ya
Rasulullah, karena gemuk itu berguna untuk buat cat perahu.
Nuat minyak kulit dan minyak lampu? Jawab beliau: tidak
boleh, semua itu haram, celakalah orang Yahudi tatkala Allah
mengharamkan akan gemuk bangkai, mereka hancurkan
gemuk itu sampai menjadi minyak, kemudian mereka jual
minyaknya, lalu mereka makan uangnya. (sepakat ahli hadis)
11. LAFADZ (KALIMAT IJAB DAN QABUL)
Ijab adalah perkataan penjual , umpamanya saya jual barang
ini sekian.
Qabul adalah seperti kata sis pembeli: syaa terima atua saya
beli dengan harga sekian.
Menurut ulama syarat-syarat lafadz:
1. Keadaan ijab dan qabulnya berhubungan. Artinya salah satu
drai keduanya pantas menjadi jawab dari yang lain dan
belum berselang lama.
2. Hendaklah mupakat(sama) makna keduanya walaupun
lafadz keduanya berlainan.
3. Keadaan keduanya tidak di sangkutkan dengan urusan yang
lain. Sperti katanya,”kalau saya pergi, saya jual barang ini
sekian.”
4. Tidak berwaktu, sebab jual-beli berwaktu seperti sebulan
atau setahun tidak sah.
12. BEBERAPA JUAL BELI YANG SAH TETAPI TERLARANG
Yang menjadi pokok sebab timbulnya larangan:
1. Menyakiti si penjual, si pembeli atau orang lain.
2. Menyempitkan gerakan pasar
3. Merusak ketentraman umum.
Contoh jual-beli yang sah tapi terlarang:
1. Membeli barang dengan harga yang lebih
mahal dari harga pasar sedangkan dia tidak
ingin pada barang itu, hanya semata-mata
supaya orang lain tidak dapat membeli barang
itu.
13. 2. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang
masih dalam masa khiyar
3. Menghambat orang-orang dari desa diluar kota, dan
membeli barangnya sebelum mereka sampai ke pasar
dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar.
4. Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual
dengan harga yang lebih mahal, sedangkan
masyarakat umum berhajat pada barang itu, sebab
dilarang merusak ketrentaman umum
14. 5. Menjual suatu barang yang berguna untuk menjadi alat
maksiat bagi yang membelinya.
6. Jual-beli mngecoh berarti bahwa dalam urusan jual-beli
itu ada kecohan, baik dari pihak pembeli maupun dari
penjual, dalam keadaan barang atau ukurannya.
15. BEBERAPA JUAL-BELI TIDAK SAH KARENA
KURANG RUKUN ATAU SYARAT:
1. Menjual binatang mencampur antara jantan dan betina
dengan harga tertenu dalam sekali campur, jadi
menjual air mani jantan, ini tidak sah karena tidak
maklum kadarnya
2. Menjual sesuatu barang yang baru dibeli sebelum
diterima
3. Menjual buah-buahan sebelum nyata pantas dimakan
16. KHIYAR
Khiyar artinya boleh memilih antara dua,
meneruskan akad jual-beli atau mengurungkan
(ditarik kembali, tidak ada jual-beli). Diadakan
khiyar oleh syara’ agar kedua orang yang berjual-beli
dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing
lebih jauh, supaya tidak akan terjadi
penyesalan dikedian hari lantaran merasa tertipu.
18. 1. KHIYAR MAJLIS
Artinya si pembeli dan si penjual boleh memelih
antar dua perkara tadi selama keduanya masih
tetap ditempat jual-beli.
Khiyar majlis boleh dalam semua macam jual-beli.
2. Khiyar Syarat
Artinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad
oleh keduanya atau salah seorang, seperti kata
si penjual:” saya jual ini dengan harga sekian
dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau
kurang dari tiga hari.”
19. 3. KHIYAR ‘AIBI (CACAT)
Artinya si pembeli boleh mengembalikan barang yang
dibelinya, apabila terdapat pada barang yang dibeli itu
suatu cacat yang mengurangi yang dimaksud pada
barang itu, atau mengurangi harganya,sedangkan
biasanya barangyang seperti itu baik, dan sewaktu akad
cacatnya itu sudah ada, tetapi si pembeli tidak tahu atau
terjadi sesudah akad yaitu sebelum diterimanya.
21. JUAL BELI BARANG TIDAK TERLIHAT (SALAM)
Arti definisi/pengertian Salam adalah penjual menjual
sesuatu yang tidal terlihat / tidak di tempat, hanya
ditentukan dengan sifat dan barang dalam tanggungan
penjual.
Rukun Salam sama seperti jual beli pada umumnya.
Contoh: sebuah perusahaan yang membutuhkan uang,
sewaktu-waktu sampai teralang perusahaannya karena
kekurangan bahan pokok,jika pembeli menolong
perusahaan itu dia akan mendapat barang yang sesuai
dengan kemampuannya karena membuat
perusahaannya maju.
22. • RUKUN SALAM SAMA SEPERTI RUKUN JUAL-BELI
Syarat-syarat salam:
1. Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad.
2. Barangnya menjadi utang atasa si penjual
3. Barangnya dapat diberikan sewaktu janjinya sampai
4. Barang yang di salam jelas spesifikasinya baik bentuk,
takaran, jumlah, dan sebagainya.
5. Diketahui dan disebutkan sifat-sifat barangnya
6. Disebutkan tempat menerimanya kalau tempat akad
tidak layak buat menerima barang itu.
23. MEMPERSEWAKAN (SEWA-MENYEWA)
Ialah akad atas manfaat yang dimaksud lagi diketahui
dengan tukarang yang diketahui, menurut syarat-syarat
yang akan datang.
Rukun mempersewakan:
Yang
menyewa dan
yang
mempersewa
kan
Sew
a
Manfaa
t
24. 1. Yang menyewa dan yang mempersewakan:
syarat keduanya:
a. Berakal
b. Kehendak sendiri(bukan dipaksa)
c. Keadaan keduanya tidak bersifat mubazir
d. Balig (setidaknya umur 15 tahun)
2. Sewa : disyaratkan keadaan sewa diketahui dalam
beberapa hal:
a. Jenisnya
b. Kadarnya
c. Sifatnya
25. 3. Manfaat, syarat manfaat:
a. Manfaat yang berharga. Manfaat yang tidak berharga
adakalanya karena sedikitnya, seperti sewa menyewa
manga untuk dicium baunya, sedangkan mangga untuk
dimakan.
b. Keadaan manfaat dapat diberikan oleh yang
mempersewakan
c. Diketahui kadarnya, dengan jangka waktu. Seperti
menyewa rumah atau diketahui
pekerjaannya(menyewa mobil dari jakarta sampai
bogor),dll.
26. BATALNYA AKAD SEWA-MENYEWA
Sewa menyewa ada dua cara:
1. Menyewa barang tertentu yang habis masa yang
dijanjikannya. Sekiranya barang yang disewa itu dijual
oleh orang yang mnyewakannya,akad sewa-mnyewa
tidak batal, tetapi terus sampia habis masanya. Contoh:
kuda sampai kuda itu meninggal, rumah sampai
robohnya rumah.
2. Menyewa barang yang dalam tanggungan seseorang
seperti menyewa mobil yang tidak ditentukan mobil
mana, maka rusaknya mobil tidak membatalkan akad
sewa menyewa tetapi sampai habis masanya.
27. QIRADH
1. Pengertian dan Hukum Qiradh
Qiradh berasal dari kata qaradh yang artinya hutang atau
perjanjian seperti firman allah dalam surat al-Baqarah 245 :
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَََّّ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْع افًا يََِِرَ وَاللََُّّ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda
yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.”
28. Menurut istilah qiradh adalah akad mengenai
penyerahan modal kepada seseorang atau badan usaha
tertentu agar dikembangkan dan keuntungannya menjadi
hak kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-
Qardh ialah menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk
kasih sayang kepada siapa saja yang akan
memanfaatkannya dan dia akan mengembalikannya
(pada suatu saat) sesuai dengan padanannya.
29. 2. SYARAT DAN RUKUN QIRADH
Adapun syarat dan rukun qiradh adalah sebagai berikut :
1. Kedua belah pihak adalah orang yang berakal sehat dan baligh
(dibenarkan melakukan tindakan hukum).
2. Modal harus jelas jumlahnya artinya dapat dihitung atau dinilai
dengan uang
3. Ketentuan pembagian dicantumkan dalam perjanjian
4. Pihak pemilik modal mempercayakan sepenuhnya baik
mengenai kebijaksanaan maupun jenis usaha yang ditunjuk
pihak pelaksana
5. Masing-masing pihak punya landasan amanah serta tolong
menolong.
30. 3. OBJEK QIRADH
Para ulama’ telah sepakat bahwa mengenai objek
qiradh adalah penyerahan modal berbentuk uang untuk
dikembangkan dalam perniagaan dan keuntungannya
menjadi hak kedua belah pihak sesuai perjanjian sewaktu
akad. Qiradh diperbolehkan oleh syara’ karena suatu
kebutuhan. Oleh karena itu qiradh dikhususkan pada
barang-barang yang umumnya laku dan menarik
keuntungan.
31. 4. HIKMAH QIRADH
1. Terwujudnya tolong menolong dan terhindarnya sistem
rentenir sebab tidak jarang orang yang punya modal
tetapi tidak punya keahlian berdagang atau sebaliknya
punya keahlian berdagang tetapi tidak punya modal
2. Salah satu perilaku ibadah yang lebih mendekatkan
diri pada rahmat Alloh karena dapat melepaskan
kesulitan orang lain yang sangat membutuhkan
3. Bagi yang mengqiradhkan akan diberikan pahala dan
kemudahan oleh alloh baik urusan dunia maupun
urusan akhirat
32. 4. Tercitanya kerjasama antara pemberi modal dan
pelaksana yang pada akhirnya dapat menumbuhkan
dan mengembangkan perekonomian ummat
5. Terbinanya pribadi-pribadi yang taaluf (rasa dekat)
antara keduanya
6. Yang memberikan pinjaman modal akan mendapat
unggulan pahala hingga delapan belas kali lipat bisa
dibandingkan dengan sedekah sepuluh kali lipat.
33. RIBA
Asal makna “riba” menurut bahasa Arab ialah
lebih. Adapun yang dikehendaki di sini menurut istilah
syara’: akad yang terjadi dengan penukaran yang
tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut
aturan syara’, atau terlambat menerimanya.
34. MACAM-MACAM RIBA
1. Riba fadhli, yaitu menukarkan dua barang yang
sejenis dengan tidak sama
2. Riba qardhi, yaitu utang dengan syarat ada
keuntungan bagi yang mempiutangi
3. Riba yad, yaitu bercerai dari tempat akad sebelum
timbang terima
4. Riba nasa’/nasi’ah, yaitu tambahan yang
disyaratkan dari 2 orang yang mengutangi sebagai
imbalan atas penangguhan (penundaan) utangnya.
35. BARANG-BARANG YANG BERLAKU
1. Emas
2. Perak
3. Makanan yang mengenyangkan atau yang
berguna untuk yang mengenyangkan seperti
garam.
36. SEBAB-SEBAB DIHARAMKANNYA RIBA
1. Dapat menimbulkan exploitasi (pemerasan) oleh
pemegang modal besar (kaya) kepada
orang yang terdesak ekonominya.
2. Dapat menciptakan dan mempertajam jurang
pemisah antara si kaya dan si miskin.
3. Dapat menimbulkan sifat rakus dan tamak yang
mengakibatkan orang tidak mampu
bertambah berat bebannya.
4. Dapat memutuskan tali persaudaraan terhadap
sesama muslim karena menghi-langkan rasa
tolong-menolong
37. Untuk Menghindari Riba
1). Biasakan selalu hidup sederhana
2). Terpaksa harus hutang. jangan hutang kepada
rentenir
3). Jangan sekali - kali bekerja sama den-an rentenir
4). Bekerjalah dengan sungguh - sungguh untuk
mencukupi kebutuhan hidup walaupun dengan
bersusah payah.
38. HIWALAH
Hiwalah diambil dari kata tahawwul (berpindah) atau
tahwil (pemindahan). Hiwalah maksudnya adalah
memindahkan utang dari tanggungan muhiil (pengutang
pertama) kepada tanggungan muhaal ‘alaih (pengutang
kedua). Dalam hiwalah ada istilah muhiil, muhaal, dan
muhaal ‘alaih. Muhiil artinya orang yang berutang,
sedangkan muhaal artinya pemberi utang, adapun muhaal
‘alaih adalah orang yang yang akan membayar utang.
39. Hiwalah merupakan salah satu tindakan yang tidak
membutuhkan ijab dan qabul, dan dipandang sah dengan
kata-kata apa saja yang menunjukkan demikian, seperti
“Ahaltuka” (saya akan menghiwalahkan), Atba’tuka
bidainika ‘alaa fulaan” (saya akan pindahkan utangmu
kepada si fulan) dsb.
40. HIKMAH DAN DALIL DISYARIATKANNYA HIWALAH
Hiwalah ini disyari’atkan oleh Islam dan dibolehkan
olehnya karena adanya masalahat, butuhnya manusia
kepadanya serta adanya kemudahan dalam bermuamalah.
Dalam hiwalah juga terdapat bukti sayang kepada sesama,
mempermudah muamalah mereka, memaafkan, membantu
memenuhi kebutuhan mereka, membayarkan utangnya
dan menenangkan hati mereka.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَطْلُ الْغَنِ يِ ظُلْمٌ فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَ دُكُمْ عَلَى مَلِ ي فَلْرَتْبَعْ
“Menunda membayar utang bagi orang kaya adalah
kezaliman dan apabila seorang dari kalian utangnya
dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti.”
41. Dalam hadis tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan agar pemberi utang apabila diminta
oleh pengutangnya menagih kepada orang yang mampu
hendaknya menerima hiwalahnya, yakni hendaknya ia
meminta haknya kepada orang yang dihiwalahkan
kepadanya sampai haknya terpenuhi. Tetapi jika pengutang
memindahkan utangnya kepada orang yang bangkrut,
maka si pemberi pinjaman berhak mengalihkan penagihan
kepada si pengutang pertama.
Perintah menerima pengalihan penagihan utang
menurut sebagian ulama adalah wajib, namun jumhur
ulama berpendapat bahwa hukumnya sunnah.
42. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa
hiwalah itu tidak sejalan dengan qias, karena hal itu
sama saja jual beli utang dengan utang, sedangkan
jual beli utang dengan utang itu terlarang. Pendapat
ini dibantah oleh Ibnul Qayyim, ia menjelaskan bahwa
hiwalah itu sejalan dengan qias, karena termasuk
jenis pemenuhan hak, bukan termasuk jenis jual beli.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Kalaupun itu jual beli
utang dengan utang, namun syara’ tidak
melarangnya, bahkan ka’idah-ka’idah syara’
menghendaki harus boleh…dst.”
43. RUKUN HIWALAH
1. Muhil (orang yang berutang dan berpiutang)
2. Muhal (orang yang berpiutang)
3. Muhal ‘alaih (orang yang berutang)
4. Utang muhil kepada muhaal
5. Utang muhal ‘alaih kepada muhil
6. Sighah (lafaz akad)
44. SYARAT SAH HIWALAH
1. Si Muhil dan muhal (pemberi utang) ridha, tanpa perlu
keridhaan si muhal ‘alaihi (peminjam kedua).
si muhiil berhak membayar utangnya dari arah
mana saja yang ia mau. Sedangkan adanya
keridhaan si muhaal adalah haknya ada pada
tanggungan si muhiil, sehingga tidak bisa
berpindah kecuali dengan keridhaannya.
Namun ada yang berpendapat bahwa tidak
disyaratkan harus ada keridhaannya karena bagi
muhaal wajib menerima berdasarkan hadis di atas,
di samping itu ia juga berhak meminta dibayarkan
haknya baik dari muhil langsung maupun dari orang
yang menduduki posisinya.
45. 2. Sama hak yang ditagihnya itu baik jenisnya, jumlah
utangnya, jatuh tempo pembayarannya, bagusnya
barang ataupun tidak.
Oleh karena itu, tidak sah hiwalah apabila utangnya
berupa emas lalu dihiwalahkan kepada yang lain dengan
mengambil gantinya berupa perak. Demikian juga
apabila utangnya sekarang, lalu dihiwalahkan agar
menerimanya setelah jatuh tempo atau sebaliknya.
Demikian juga tidak sah hiwalah apabila kedua hak
berbeda dari sisi bagus dan tidaknya atau salah satunya
lebih banyak daripada yang lain.
46. 3. Si muhaal ‘alaih memang benar-benar menanggung
utang, karena konsekwensinya adalah membebani si
muhaal ‘alaih untuk membayar utang sehingga jika
utangnya masih dalam pertimbangan, maka ini
berarti siap tidak jadi dan hiwalah tentu tidak berlaku.
Oleh karena itu hiwalah tidak sah terhadap orang yang
belum membayar barangnya karena masih dalam waktu
khiyar dan hiwalah, juga tidak sah dari seorang anak
kepada bapaknya kecuali dengan keridhaannya.
4. Masing-masing hak tersebut diketahui.
47. CONTOH SARANA HIWALAH MASA KINI
1. Hiwalah Mashrafiyyah (hiwalah melalui transfer bank).
2. Suftajah (hiwalah melalui pos seperti wesel).
Keduanya boleh dilakukan karena di dalamnya terdapat
maslahat bagi kedua belah pihak tanpa ada madharat
kepada salah satunya dan tanpa ada larangan syar’i.
48. SYIRKAH
Secara etimologis syarikah berarti ikhtilath
(percampuran), yakni bercampurnya satu harta
dengan harta yang lain, sehingga tidak bisa
dibedakan antara keduanya. Selanjutnya, kata
syirkah itu digunakan oleh ummat Islam untuk sebuah
transaksi perkongsian dalam dunia bisnis.
Defisini Hanafiyah, karena secara eksplisit ia
menjelaskan hakikat syirkah itu sebagai akad
kerjasama bisnis antara dua pihak di mana masing-masing
pihak memberikan konstribusi modal, dan
keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
49. Landasan Syari’ah
Dasar syari’ah konsep syirkah terdapat dalam Alquran, Sunnah dan
Ijma’.
فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُث ”Maka mereka bersyarikat pada sepertiga” (QS. An-Nisa :12)
Jenis-jenis Syirkah
Syirkah ada dua macam :
1. Syirkah Amlak ; yaitu dua orang atau lebih memiliki benda/harta,
yang bukan disebabkan akad syirkah. Perkongsian pemilikan ini
tercipta karena warisan, wasiat, membeli bersama, diberi bersama,
atau kondisi lainnya yang berakibat pemilikan satu asset oleh dua
orang atau lebih. Syarikah Amlak ini terbagi lagi kepada dua
macam :
50. a) Syarikah ikhtiyar, yaitu syarikah yang terjadi oleh perbuatan dua
orang yang bekerjasama, seperti manakala keduanya membeli,
diberi atau diwasiati lalu keduanya menerima, sehingga sesuatu
tersebut menjadi hak milik bersama bagi keduanya.
b) Syirkah jabar, yaitu syirkah yang terjadi bukan oleh perbuatan
dua pihak atau lebih sebagaimana syirkah ikhtiyar di atas, tetapi
mereka memilikinya secara otomatis, terpaksa dan tidak bisa
mengelak (jabari), seperti dua orang yang mewarisi sesuatu,
sehingga kedua orang tersebut sama-sama mempunyai hak atas
harta warisan tersebut
2. Syirkah ’Ukud, yaitu transaksi yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih untuk berserikat dalam permodalan dan keuntungan. Dalam
syarikah ukud tidak terdapat karakterrstik jabari. Karena itu, semua
syirkah ukud bersifat ikhtiari, sehingga perundang-undangan (positif
di Mesir) menyebutnya sebagai syarikah ikhtiyariyah
51. RUKUN DAN SYARAT SYIRKAH
1. Pihak yang berkontrak (’aqidani)
2. Obyek kesekapatan (ma’qud ’alaih)
3. Sighat (ijab dan qabul)
52. LUQATHAH
Luqathah ialah barang-barang yang didapat dari
tempat yang tidak dimiliki oleh seorangpun.
Hukum mengambil Luqathah
1. Sunnah bagi orang yang percaya kepada dirinya,
sanggup mengerjakan segala yang bersangkutan
dengan pemeliharan barang itu sebagaimana
mestinya.
2. Wajib apabila berat sangkaannya bahwa barang itu
akan hilang tersia-sia kalau tidak diambilnya.
3. Makruh bagi orang yang tidak percaya kepada
dirinya, boleh jadi dia akan khianat terhadap barang
itukemudian hari.
53. RUKUN LUQATHAH
1. Yang mengambil
2. Barang dapat. Sesuatu yang didapat ada 4
macam:
a. Barang yang dapat disimpan.
b. Barang yang tidak tahan disimpan lama
c. Barang yang dapat tahan lama dengan usaha
d. Suatu yang berhajat pada nafkah
54. Peringatan
1. kalau seseorang mengambil sesuatu yang didapat
dengan sengaja berkhianat, artinya tidak
diberitahukannya, dengan sengaja diambil untuk menjadi
miliknya sendiri, kemudian hilang barang itu dari
tangannya, ia wajib mengganti walaupun
diberiyahukannya juga kemudian. Sebaliknya kalau dia
mula-mula dengan sengaja untuk amanat kemudian
terbalik menjadi khianat, dia tidak wajib mengganti
dengan semata-mata menyengaja khianat sesudah
adanya barang di tangannya.
55. 2. Kalau barang sudah dimiliki oleh yang mendapatkannya,
kemudian dating yang empunya, hendaklah dikembalikan
barang itu berikut tambahannya yang tidak dapat
dipisahkan, terkecuali tambahan yang terpisah adalah
kepunyaan yang mendapatnya.
56. HIBAH, SEDEKAH, DAN HADIAH
Hibah yaitu memberikan zat dengan tidak ada
tukarannya dan tidak ada karenanya.
Sadaqah yaitu memberikan zat dengan tidak ada
tukarannya karena mengharapkan pahala di
akhirat.
Hadiah yaitu memberikan zat dengan tidak ada
tukarannya serta dibawa ke tempat yang diberi
karena hendak memuliakannya.
57. Rukun Hibah,sedekah, dan hadiah
1. Yang memberi
2. Yang diberi
3. Ijab dan qabul
4. Barang yang diberikan: syaratnya hendaklah barang
yang dapat dijual, kecuali:
5. Barang-barang yang kecil seperti dua-tiga biji beras,
tidak sah dijual, tetapi sah diberikan.
6. Barang yang tidak diketahui tidak sah dijual, tetapi sah
diberikan.
7. Kulit bangkai sebelum disamak tidak sah dijual, tetapi
sah diberikan.