Berikut ringkuman dokumen tersebut dalam 3 kalimat:
Nasionalisme dan loyalitas merupakan faktor penting dalam integrasi nasional suatu negara. Terdapat dua jenis loyalitas yaitu loyalitas vertikal kepada pemerintah dan loyalitas horizontal antar kelompok. Pembentukan identitas nasional yang kuat bergantung pada tingkat loyalitas rakyat baik secara vertikal maupun horizontal.
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
IDE NAS HOR VERT
1. TUGAS MATA KULIAH
IDEOLOGI NASIONALISME DAN POLITIK IDENTITAS
“Loyalitas Vertikal dan Loyalitas Horizontal”
Dosen Pengampu : Dr. Armaidy Armawi M.Si
Oleh :
Deni Ramdani
12/339267/PMU/07485
PROGAM STUDI KETAHANAN NASIONAL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
TAHUN 2012
2. BAB I
PENDAHULUAN
Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi inividu
harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Sebelum lahir paham nasionalisme, kesetiaan
orang tidak ditujukan kepada negara kebangsaan, tetapi kepada berbagai bentuk kekuasaan
sosial, organisasi politik atau raja, kesatuan ideologi seperti suku, negara kota, kerajaan
dinasti, gereja atau golongan keagamaan. Nasionalisme secara konseptual memiliki makna
yang beragam. Nazarudin (1991), “mengartikan nasionalisme sebagai (1) kulturnation dan
staatnation; (2) loyalitas (etnis dan nasional) dan keinginan menegakkan negara; (3) identitas
budaya dan bahasa, dan sebagainya”.
Integrasi nasional pada negara bangsa yang kompleks sangat ditentukan oleh faktor
loyalitas rakyat terhadap bangsanya dalam bentuk loyalitas vertikal terhadap pemerintah dan
loyalitas horizontal dari kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya. Tingkat loyalitas
masyarakat tersebut akan menentukan kekuatan nasionalisme dan selanjutnya akan
menciptakan integrasi nasional yang mantap. Oleh karena itu dalam masyarakat bangsa yang
heterogen atau pluralistik dan dalam rangka mencapai kelangsungan dan kehidupan nation-
state perlu adanya upaya untuk tetap memelihara integrasi nasional.
Sejauh ini loyalitas dipandang sebagai suatu sarana untuk dapat mengikat sebuah
kesetiaan, kepatuhan dan ketaatan. Loyalitas sering diidentikkan dengan pengabdian akan
seseorang terhadap sebuah lembaga yang mempunyai kesamaan visi dan orientasi untuk
meraih tujuan bersama. Meskipun loyalitas memiliki arti yang sangat luas, namun kadang
secara umum loyalitas hanya dilihat dari satu perspektif saja, yakni diidentikkan dengan
pengabdian, pengorbanan dan ketaatan seorang individu yang mempunyai jabatan yang lebih
rendah dalam sebuah lembaga terhadap seseorang yang memangku jabatan yang lebih tinggi
dalam lembaga tersebut.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang nasionalisme dalam loyalitas vertikal dan
horizontal di kehidupan suatu bangsa dan Negara.
1
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nasionalisme dan Peranannya
Bahar (1998), “Nasionalisme adalah sebuah status pikiran dimana loyalitas seorang
individu benar-benar diarahkan kepada bangsa negara mewakili suatu bangsa (kaum)”.
Nasionalisme umumnya terbentuk karena kesamaan bahasa, sejarah, dan juga budaya.
Anthony (2003), menyatakan “ada dua jenis nasionalisme. Salah satunya adalah
memperkuat negara, dan yang lainnya adalah negara subversi. Memperkuat nasionalisme
negara dapat berhubungan dengan ideologi nasionalis sipil (civic nations), karena nilai-nilai
loyalitas kepada negara dan menyamakannya dengan identitas nasional”. Di sisi lain,
subversi-nasionalisme negara adalah tentang memisahkan dari negara yang ada dan
membuat yang baru, atau setidaknya berusaha untuk mencapai otonomi dalam negara. Hal
ini erat kaitannya dengan ideologi nasionalis etnis (ethnic nations). Nasionalisme bisa
mempunyai peran yang berlawanan, karena mempunyai sifat menguntungkan dan juga bisa
merugikan. Menguntungkan karena dapat menciptakan rasa cinta tanah air, tetapi rasa cinta
yang berlebihan pula dapat mengakibatkan pertikaian karena terlalu mementingkan urusan
kelompoknya.
Nasionalisme berhubungan erat dengan bangsa dan negara. Bangsa merupakan konsep
yang mengartikan identitas etnik dan kultur yang sama yang dimiliki oleh orang-orang
tertentu. Sedangkan, negara merupakan unit politik yang didefinisikan menurut teritorial,
populasi dan otonomi pemerintah. Nasionalisme tumbuh pada bangsa. Bangsa kemudian
tumbuh berkembang dan bisa membentuk negara (nation-state). Umumnya, negara-negara
yang ada di dunia terbentuk lebih dari satu bangsa. Penyatuan bangsa-bangsa menjadi
suatu negara sering berkembang karena rasa nasionalisme yang dipengaruhi oleh
kesamaan bahasa, sejarah dan juga budaya. Peranan dan pentingnya nasionalisme antara
lain sebagai identitas lokal, nasionalisme adalah dasar untuk berinteraksi. Dimana
seseorang akan menjunjung dan bangga akan negaranya dan identitas ini akan masuk di
semua sektor kehidupan,baik politik, ekonomi, budaya,dan sebagainya.
2
4. 2.2 Integrasi Nasional
Secara umum integrasi nasional mencerminkan proses persatuan orang-orang dari
berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki perbedaan baik etnisitas, sosial dan budaya,
atau latar belakang ekonomi, menjadi bangsa nation terutama karena pengalaman sejarah
dan politik yang relatif sama. Selanjutnya dalam menjalani proses pembentukan suatu
bangsa berbagai suku bangsa, sebenarnya mencita-citakan suatu masyarakat baru, yaitu
semua masyarakat politik yang dibayangkan akan memiliki rasa persaudaraan dan
solidaritas yang kental, memiliki identitas kebangsaan dan wilayah kebangsaan yang jelas
serta memiliki kekuasaan memerintah. Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi
vertikal yang menyangkut hubungan elit dengan masa.
Integrasi yang dimaksud disini merujuk pada upaya penyatuan berbagai kelompok
masyarakat yang berbeda-beda secara sosial, budaya maupun politik suatu bangsa, yang
membangun kesetiaan lebih besar yang bersifat nasional. Dengan demikian, istilah integrasi
merujuk pada upaya pembangunan atau otoritas atau kewenangan nasional; penyatuan
pemerintah dengan yang diperintah, konsensus tentang nilai-nilai kolektif dan juga terkait
dengan kesadaran anggota masyarakat untuk memperkokoh ikatan antara mereka.
Menurut Bahar (1998), “integrasi nasional pada dasarnya mencakup dua pokok
permasalahan, pertama bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh kepada tuntutan-
tuntutan negara yang mencakup perkara pengakuan rakyat terhadap hak-hak yang dimiliki
oleh negara. Kedua bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur prilaku
anggota masyarakat, konsensus ini berkembang tumbuh diatas nilai-nilai dasar yang dimiliki
bangsa secara keseluruhan”.
Dari dua pengertian diatas pada hakikatnya integrasi merupakan upaya politik
kekuasaan untuk menyatukan semua unsur-unsur masyarakat yang majemuk harus tunduk
kepada aturan-aturan kebijakan politik yang dibangun dari nilai-nilai kultur dalam
masyarakat majemuk. Proses integrasi disebabkan oleh persamaan sejarah, ada ancaman
dari luar yang dapat mengangu keutuhan NKRI, adanya kesepakatan pemimpin,
hegomonitas sosial budaya serta agama dan adanya saling ketergantungan dalam bidang
politik dan pembangunan. Nazaruddin berpendapat istilah integrasi nasional merujuk
kepada seluruh unsur dalam rangka melaksanakan kehidupan bangsa, meliputi sosial,
budaya ekonomi, maka pada intinya integrasi nasional lebih menekankan persatuan
persepsi dan prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
3
5. BAB III
PEMBAHASAN
Loyalitas kesetiaan nasional pada negara bangsa sangat penting dalam nation-state,
kepentingan baik vertikal maupun horizontal pada dimensi politik, ekonomi, budaya. Nation-
state atau negara bangsa bukan merupakan identitas yang alamiah, tapi melalui proses yang
cukup lama, seperti di Amerika Serikat dan Perancis melalui revolusi modernisasi dan industri,
nasionalisme merupakan rasionasitas dari kebangsaan. Nasionalisme di Indonesia pernah
berhasil mendapatkan loyalitas dan pengorbanan besar dari rakyat. Pada saat perang
kemerdekaan 1945-1949, rakyat rela berkorban harta benda dan bahkan nyawa demi
keyakinan untuk memiliki Negara dan pemerintah sendiri.
3.1 Loyalitas Horizontal
Loyalitas bersifat horizontal, dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari seperti
kesetiaan kepada sesama organisasi atau lembaga. Ali (2011), menyatakan “menanamkan
loyalitas horizontal, sebagai derajat kepatuhan dan kesetiaan dapat ditunjukan oleh:
1. Kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya
2. Masyarakat terhadap kebudayaan (norma dan tata nilai) dan hukum
3. Pemerintah daerah terhadap pemerintah daerah lainnya”.
Jika segala macam bentuk loyalitas bersifat horizontal itu sampai pada taraf konflik dan
menimbulkan ketidakpuasan, maka taruhannya ialah disintegrasi organisasi atau hancurnya
keutuhan rasa kebangsaan. Sebagai contoh dapat kita lihat di dalam masyarakat bahwa
partai-partai politik yang terdapat di Indonesia sangatlah banyak, partai-partai itu saling
berebut untuk mendapatkan posisi yang paling tinggi dengan cara apapun, dari sini bisa
memicu suatu perkelahian massa yang sangat banyak. Misalnya satu partai melaksanakan
kampanye disuatu daerah, kemudian di daerah tersebut pendukung partai ini bisa dikatakan
hanya sepertiga dari masyarakat di daerah itu, maka bila ada pendukung partai itu
melakukan suatu kegiatan yang dipandang oleh masyarakat sangat tidak menyenangkan
maka akan terjadi perkelahian massa yang akan menimbulkan korban.
4
6. 3.2 Loyalitas Vertikal
Presiden ke-35 Amerika Serikat John F. Kennedy pada tahun 1961 mengatakan “My
loyality to the party end when loyality to the state began.” Kalau diterjemahkan kira-kira
seperti ini, “Loyalitas saya berakhir kepada partai, begitu pengabdian saya pada negara
dimulai.” Ungkapan yang penuh makna ini banyak dikutip oleh para politisi maupun
intelektual, namun sangat sedikit diterapkan.
Ali (2011), berpendapat bahwa “loyalitas vertikal adalah kesetiaan atau pengabdian
kepada seseorang dengan Negara atau pemerintahan”. Ensiklopedia Britannica Eleventh
1911 (awal abad 20) mendefinisikan loyalitas sebagai "setia kepada pemerintah berdaulat
atau didirikan negara seseorang dan juga devosi pribadi dan penghormatan kepada
keluarga kerajaan berdaulat.” Ini berarti kesetiaan kepada seorang raja. Definisi loyalitas
berdasarkan etimologi kata ini dikumandangkan oleh Vandekerckhove, ketika ia
berhubungan loyalitas dan mengungkap rahasia (lebih pada yang di bawah).
Loyalitas bawahan terhadap atasannya sangat dipengaruhi oleh karakter pribadi
pemimpin tersebut dan gaya dalam memimpin sebuah organisasi atau lembaga. Ada tiga
karakter pempimpin yang memandang makna loyalitas bawahan terhadap dirinya, yang
dapat diukur berdasarkan :
1. Komitmen seorang individu organisasi terhadap bidang pekerjaan dan lembaganya
secara umum
2. Komitmen seorang individu organisasi terhadap bidang pekerjaan dan pimpinannya
3. Komitmen seorang individu organisasi terhadap pimpinannya saja.
Komitmen seorang individu organisasi terhadap bidang pekerjaan dan lembaganya
secara umum
Ini menggambarkan makna loyalitas sesungguhnya, karena dengan komitmen ini,
seorang individu dalam suatu lembaga berusaha mengaktualisasikan dirinya untuk
kepentingan bersama dalam organisasi yang diaktualisasikan melalui bentuk kesungguhan
melaksanakan pekerjaannya dan bertanggung jawab penuh atas pekerjaannya tersebut,
sehingga secara umum tanpa harus mengkomitmenkan diri terhadap pimpinannya
sesungguhnya ia telah menciptakan loyalitas komprehensip dalam sebuah lembaga,
mencakup loyalitas terhadap pimpinannya. Namun dalam kasus lain, loyalitas model ini
mempunyai resiko jika seorang pimpinan kurang bisa mengayomi dan memahami perilaku
individu dalam organisasinya, dan memungkinkan terjadinya friksi antara pimpinan dengan
5
7. bawahan. Namun sejauh pimpinan dapat memahami perilaku individu dalam organisasinya,
loyalitas model ini dapat memacu perkembangan organisasi secara dinamis.
Komitmen seorang individu organisasi terhadap bidang pekerjaan dan pimpinannya
Loyalitas model ini tidak jauh berbeda dengan model loyalitas pertama, dimana seorang
individu dalam suatu organisasi mempunyai tanggung jawab dan sadar akan bidang
pekerjaannya. Perbedaannya adalah bahwa loyalitas model ini tanggung jawab seorang
individu terpaku pada aturan-aturan dari seorang pimpinan, sehingga seorang bawahan akan
terbatasi kreatifitasnya dalam bekerja, karena ada kemungkinan jika seorang individu
melanggar aturan seorang pimpinan padahal masih dalam arah kebijakan lembaganya,
maka seorang pimpinan akan merasa kurang senang dengan perilaku bawahannya tersebut,
sehingga loyalitas terhadap dirinya (pimpinan) merupakan suatu faktor yang utama daripada
loyalitas terhadap sebuah tujuan organisasi secara umum.
Komitmen seorang individu organisasi terhadap pimpinannya saja
Seorang pimpinan akan merasa senang jika bawahannya menuruti segala aturan dan
perintah darinya, meskipun perintahnya tersebut keluar dari arah tujuan sebuah organisasi.
Namun dalam loyalitas model ini, itu bukanlah menjadi suatu masalah menurut pimpinan,
asalkan dirinya mendapat kepuasan dari bawahan yang selalu patuh terhadap dirinya dan
mengabaikan aturan atau sistem dalam sebuah organisasi. Lebih jauh, loyalitas model ini
tidak membutuhkan seorang bawahan yang mempunyai kapabilitas dalam pekerjaan,
sehingga skill bukanlah hal utama untuk dapat membuat pimpinan merasa senang. Sebagai
gantinya, pimpinan menilai loyalitas bawahan pada sisi materi yang bisa didapat oleh
seorang pimpinan.
Untuk menanamkan rasa loyalitas vertikal sebagai salah satu indikator adalah adanya
derajat kepatuhan dan kesetiaan yang ditunjukan oleh pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat, dilakukan melalui upaya antara lain :
a. Masyarakat terhadap pemimpinan non-formal, terhadap elite politik dan terhadap
pemerintah NKRI
b. Masyarakat terhadap hukum yang berlaku di wilayah NKRI
c. Pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat
d. Internal masyarakat yang saling menghargai dalam berbagai keaneka ragaman yang
ada terhadap pimpinan didaerahnya
6
8. Apabila dalam loyalitas vertikal terjadi persaingan dan konflik di tingkat elite yang terus-
menerus, maka akan berimbas menjadi arena politik berdampak konflik di tingkat bawah
(grassroot). Dengan kata lain, persaingan yang tidak terselesaikan dapat melahirkan
perubahan yang tragis yaitu chaos atau revolusi. Sebaga contoh sifat kedaerahan yang kita
anut sebenarnya adalah penyebab dari tidak terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan
sebagai satu bangsa di dalam diri kita dalam hal ini adalah loyalitas vertikal. Kita hanya
selalu membanggakan daerah kita masing-masing, selalu hanya membela daerah kita
apabila ada masalah, tapi apabila negara kita dalam masalah kita hanya bisa mengatakan
bahwa itu urusan pemerintah, ini yang salah pada diri kita, urusan negara bukan hanya
urusan pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab kita sebagai masyarakat bangsa
Indonesia. Hilangkanlah rasa kedaerahan yang sangat melekat dalam diri kita, jangan
hanya kita berbangga menjadi penduduk suatu daerah tetapi berbanggalah bahwa kita
adalah bangsa Indonesia, janganlah masalah bangsa Indonesia kita tumpahkan hanya
kepada pemerintah tetapi pikullah masalah itu dan jadikan sebagai masalah kita bersama,
karena dengan bersama kita bisa menyelesaikannya.
Kebersamaan yang kita bangun dan rasa nasionalisme yang kita junjung tinggi dalam
diri kita masing-masing, ini merupakan suatu jalan untuk mengembalikan loyalitas vertikal
dan memajukan Indonesia itu sendiri. Dengan kemajuan bagi Indonesia maka kita sebagai
masyarakat yang hidup di dalam negara Indonesia ini juga akan menjadi masyarakat yang
maju dan memiliki rasa persatuan dan kesatuan yang utuh.
3.3 Cara Memperkuat Loyalitas Vertikal dan Loyalitas Horizontal
Untuk memperkuat rasa loyalitas vertikal dan horizontal dalam nasionalisme
kebangsaan Indonesia antara lain menghindari disintegrasi bangsa, sesuai dengan sila
ketiga yaitu Persatuan Indonesia dapat diwujudkan; melakukan sosialisasi nasionalisme
Indonesia secara terus menerus; meningkatkan pembangunan ekonomi; dan
menghilangkan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Sosialisasi nasionalisme Indonesia, merupakan proses penanaman nilai-nilai
kebangsaan kepada seluruh warga negara, terutama bagi generasi muda. Penanaman nilai-
nilai dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai perjuangan kemerdekaan,
sejarah tokoh-tokoh nasional dan penghormatan terhadap simbol-simbol kebangsaan.
Sarana yang digunakan untuk sosialisasi tersebut, bisa melalui keluarga, sekolah, media
massa, instansi pemerintah dan spanduk/poster. Kegagalan pembangunan ekonomi
merupakan sumber frustrasi sejumlah suku bangsa yang mendorong mereka keluar dari
7
9. negara yang ada dan berupaya membentuk negara sendiri. Dukungan untuk menyukseskan
pembangunan ekonomi dan kemampuan pemerintah untuk bekerja dengan baik sangat
penting guna memperkuat rasa nasionalisme. Karena itu, sudah menjadi tugas bersama
seluruh elemen bangsa bagi penguatan integrasi nasional dan pemerintah pada posisi
sebagai ujung tombaknya.
8
10. BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. .Nasionalisme diartikan sebagai (1) kulturnation dan staatnation; (2) loyalitas (etnis dan
nasional) dan keinginan menegakkan negara; (3) identitas budaya dan bahasa.
2. Loyalitas pada negara bangsa sangat penting dalam “nation-state”, kepentingan baik
vertikal maupun horizontal pada dimensi politik, ekonomi, budaya.
3. Menanamkan loyalitas horizontal dapat ditunjukan oleh: Kelompok masyarakat terhadap
kelompok masyarakat lainnya; Masyarakat terhadap kebudayaan (norma dan tata nilai)
dan hukum; Pemerintah daerah terhadap pemerintah daerah lainnya.
4. Menanamkan loyalitas vertikal dapat ditunjukan oleh : Masyarakat terhadap pemimpinan
non-formal, terhadap elite politik dan terhadap pemerintah NKRI; Masyarakat terhadap
hukum yang berlaku di wilayah NKRI; Pemerintahdaerah terhadap pemerintah pusat
Internal masyarakat yang saling menghargai dalam berbagai keaneka ragaman yang
ada terhadap pimpinan didaerahnya
9
11. Daftar pustaka
Ali, Husnul, Yakin., 2012, Mengukur Makna Loyalitas. Suara Muhammadiyah. Yogyakarta
Online: Posted by Sang Purandara on Januari 16, 2012
Anthony D. Smith, 2003, Nasionalisme : Teori, Ideologi dan Sejarah. Erlangga,. Jakarta
Bahar, A. Safroedin, 1998, Integrasi Nasional : Teori, Masalah dan Strategi, Galia, Jakarta,
Ensiklopedia Populer., 2005, Politik dan Pembangunan Pancasila., Yayasan Cipta Laka
Caraka, Jakarta.
George Mc. Turnan Kahin., 1995, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia alih Bahasa Nin
Bakdi Soemanto (Penerbit Sebelas Maret University Press bekerjasama dengan
Pustaka Sinar Harapan).
Nazaruddin, Syamsuddin., 1989, Integrasi Politik di Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta..
Nazaruddin, Syamsuddin, 1991, Dimensi-Dimensi Vertikal dan Horizontal dalam Integrasi
Politik, Jurnal Ilmu Politik 8, PT. Gramedia, Jakarta,.
10