Dosen : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Rachmad Hidayat (55117110127)
Rangkuman dari Forum (IMPLEMENTASI “PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS” DI INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN BUSINESS ETHICS DAN GOOD GOVERNANCE) dan Quiz (RESUME “PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS” AND REKOMENDASINYA)
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Concept and Theory...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Philosophical Ethics and Business, Universitas Mercu Buana, 2017
1. Judul : IMPLEMENTASI “PHILOSOPHICAL ETHICS
AND BUSINESS” DI INDONESIA DAN
KAITANNYA DENGAN BUSINESS ETHICS DAN
GOOD GOVERNANCE
Tugas : Forum 2 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
=============================================================
1. Pemahaman “Philosophical Ethics and Business”
Sebagaimana dijabarkan dalam modul 3 Philosophical Ethics and Business oleh
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-Msc, MM, CMA bahwa:
Pengertian Philosophical Ethics adalah refleksi kritis manusia tentang segala
sesuatu yang dialami untuk memperoleh makna yang radikal dan integral yang
terkait dengan baik buruk tingkah laku manusia.
Sementara etika dalam bisnis mempunyai peran yang antara lain:
Membangun budaya bisnis yang sehat.
Sebagai kontrol bagi individu pelaku bisnis dengan menerapkan moral
(kejujuran, tanggung jawab, disiplin, tidak diskriminasi).
Sebagai komitmen individu dan kerangka sosial dalam komunitas moral.
2. Implementasi “Philosophical Ethics and Business” di Indonesia
Dalam hal implementasinya di Indonesia, dapat dilihat dari beberapa faktor yang
mengindikasikan bahwa penerapannya di Indonesia masih terkendala, yaitu antara
lain:
a. Moralitas
Masih banyak ditemukan dan diberitakan adanya praktik-praktik kecurangan,
pemalsuan produk, manipulasi laporan keuangan dalam menjalankan praktek
usahanya.
b. Konflik Kepentingan
Penggunaan asset perusahaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok banyak
ditemukan sehingga menjadi sebuah kewajaran. Sementara perusahaan juga
memiliki kepentingan seperti tercantum pada visi dan misi organisasi.
c. Penegakan Hukum
Menurut hasil survei yang di lakukan oleh Neukom Family Fondation, Bill &
Melinda Gates Fondation dan LexisNexis beberapa tahun lalu dikatakan bahwa
Indonesia menempati peringkat ke dua dari bawah untuk wilayah regional dan
2. peringkat 47 secara global (dari total 57 negara) dalam hal lemahnya penegakan
hukum, korupsi dan praktek-praktek kejahatan lainnya.
d. Stabilitas Politik dan Ekonomi
Dengan kondisi perpolitikan di Indonesia yang masih labil dimanfaatkan oleh
sebagian orang dengan mencari dukungan para elit politik agar tujuan-tujuan
bisnisnya tercapai. Kondisi ekonomi yang serupa pun tak luput di manfaatkan
oleh sebagian pelaku bisnis untuk tindakan kecurangan yaitu dengan
memanfaatkan keadaan guna mencapai suatu keuntungan bagi bisnisnya tanpa
menghiraukan dampak buruknya bagi masyarakat.
Jika menilik dari aliran etika yang ada yakni deontology, utilitarisme, teori hak dan
teori keutamaan, maka aliran etika deontologi dimungkinkan diterapkan di
Indonesia. Menurut teori yang dilahirkan oleh Emmanuel Kant, bahwa inti dari
deontology adalah menitik beratkan pada pelaksanaan kewajiban. Jadi bisa
disimpulkan bahwa suatu perbuatan akan dikatakan baik apabila didasari atas
kewajiban dan niat baik pelakunya.
Prinsip ini sangat bertolak belakang dengan aliran etika utilitarisme yang menitik
beratkan pada azas kebersamaan, dimana suatu perbuatan akan dianggap baik
apabila perbuatan tersebut bermanfaat dan paling banyak mendatangkan
kebahagiaan bagi banyak orang.
Untuk memberikan gambaran mengenai kedua aliran etika tersebut, akan dijelaskan
mengenai cara pandang kedua aliran etika tersebut terhadap perusahaan yang
menangani listrik, yaitu PLN.
Pandangan aliran etika deontology
Sebagai perusahaan yang memonopoli bidang kelistrikan, maka PLN adalah
perusahaan yang berkewajiban untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Namun
kenyataan yang ada bertolak belakang, seperti kita ketahui bersama bahwa pasokan
listrik dari PLN hanya bisa dinikmati oleh mereka yang hidup di kota-kota besar.
Sementara mereka yang tinggal di desa-desa terpencil atau mereka yang mereka
yang tinggal di wilayah-wilayah perbatasan masih belum bisa menikmatinya.
Setidaknya dalam dalam Statistik Ketenagalistrikan 2015 disebutkan bahwa rasio
elektrifikasi adalah perbandingan rumah tangga berlistrik dengan jumlah rumah
tangga. Rasio elektrifikasi sampai dengan akhir tahun 2015 mencapai 88,30%.
Sehingga menurut aliran etika deontology, kebijakan yang diambil oleh PLN masih
kurang etis meskipun barangkali mereka sudah semaksimal mungkin beritikad baik
untuk memasok listrik keseluruh penjuru nusantara.
3. Pandangan aliran etika utilitarisme
Menurut aliran etika ini, usaha yang dilakukan PLN dalam memasok kebutuhan
listrik nasional sudah dikatakan baik. Hal ini dilandasi oleh fakta bahwa aliran
listrik dari PLN telah memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada
masyarakat luas meskipun ada sebagian kecil masyarakat yang tinggal di desa-desa
terpencil dan wilayah-wilayah perbatasan belum mendapat pasokan listrik dari PLN
(lihat Statistik Ketenagalistrikan 2015). Sehingga aliran etika utilitarisme
memandang bahwa PLN sudah berlaku baik dengan mensuplai pasokan listrik
nasional meskipun ada sebagian pihak yang merasa diperlakukan tidak adil.
Dari penjelasan cara pandang aliran etika terhadap kasus yang sama yaitu etika
bisnis yang dijalankan oleh PLN bisa ditarik kesimpulan bahwa aliran etika
deontology lebih di rekomendasikan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kultur
budaya bangsa yang menganut dan menjaga nilai-nilai moral. Di tambah lagi
mayoritas penduduk Indonesia adalah masyarakat yang beragama dimana dalam
menjalankan suatu perbuatan selalu dilandasi oleh suatu kewajiban yang termaktub
dalam berbagai kitab suci.
3. Kaitan “Philosophical Ethics and Business” dengan “Business Ethics” dan
“Good Governance”
Agar bisa memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kaitan Business Ethics
(etika bisnis) dan Good Governance (tata kelola) maka perlu diketahui prinsip-
prinsip yang terkandung pada keduanya.
Prinsip-prinsip yang terkait dengan etika bisnis adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi. Kemampuan mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan pada keselarasan antara apa yang baik untuk dilakukan dan
tanggung jawab secara moral atas keputusan tersebut.
2. Prinsip Kejujuran. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dalam bisnis yang
diterapkan pada pengendalian konsumen, pada hubungan kerja dan sebagainya.
3. Prinsip Keadilan. Perlakuan diterapkan sesuai dengan haknya masing-masing
tanpa merugikan yang lain.
4. Prinsip Saling Menguntungkan. Prinsip ini harus diterapkan dalam bisnis
yang kompetitif.
5. Prinsip Integritas Moral. Prinsip ini menjadi dasar dalam melakukan bisnis
untuk menjaga nama baik perusahaan agar tetap terpercaya dan terbaik.
Sementara prinsip yang terkait dengan Good Governance secara umum
disimpulkan dalam:
1. Transparency (keterbukaan informasi). Adalah keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan, menyampaikan informasi yang relevan terkait
perusahaan.
4. 2. Accountability (akuntabilitas). Adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban setiap bagian perusahaan agar pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban). Adalah kepatuhan di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat dan peraturan
perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian). Adalah suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan
dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan prinsip korporasi yang sehat
dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran). Adalah yaitu perlakuan yang adil dan
setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Jika melihat prinsip-prinsip baik pada etika bisnis dan tata kelola yang baik, maka
secara korelasi timbal balik bisa disampaikan sebagai berikut:
1. Dengan memiliki etika bisnis melalui prinsip otonomi akan mendorong
terciptanya tata kelola yang indepency atau mandiri.
2. Dengan memiliki etika bisnis melalui prinsip kejujuran akan menjadikan tata
kelola yang transparency atau keterbukaan informasi.
3. Dengan memiliki etika bisnis melalui prinsip keadilan akan menciptakan tata
kelola yang berasaskan pada fairness atau kesetaraan dan kewajaran.
4. Dengan memiliki etika bisnis melalui prinsip saling menguntungkan akan
membuat tata kelola yang mampu menghadirkan accountability atau
akuntabilitas.
5. Dengan memiliki etika bisnis melalui prinsip integritas moral akan membuat
tata kelola yang dapat menjadikan pelakukan untuk mempunyai responsibility
atau pertanggungjawaban.
Sebagai bagian tindakan yang normatif maka setiap pihak baik pemerintah maupun
swasta selalu akan membuat berbagai macam aturan. Aturan-aturan yang
dimaksudkan adalah Undang-Undang, Perpres, Kepmen, Permen dan sebagainya
bagi pihak pemerintah. Atau visi misi perusahaan, nilai-nilai perusahaan, pedoman
prilaku dan sebagainya bagi kalangan swasta.
Tentunya semua aturan tersebut dibuat oleh masing-masing pihak mengandung
prinsip-prinsip etika bisnis maupun tata kelola yang baik. Karena sifat dari aturan
itu adalah memaksa. Maka secara otomatis akan tercipta etika bisnis dalam diri
pelaku. Selanjutnya dengan dipandu oleh aturan tersebut pula maka pelaku akan
menjalankan tata kelola yang baik secara terintegrasi. Hal itu adalah gambaran
bahwa pelaku-pelaku sudah menjalankan tupoksinya (tugas pokok dan fungsinya).
5. Dan secara agregat akan membuat Indonesia mampu menerapkan etika bisnis
(business ethics) dalam pelaksanan tata kelola yang baik (good governance) baik
pada pemerintah maupun pada swasta.
Daftar Pustaka
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. 2016. Statistik Ketenagalistrikan 2015.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Desty Fouronety. 2017. Implementasi Philosopical ethnics and Bussiness. Diposting
tanggal 17 Maret 2017. Diakses pada 13 September 2017 pukul 10:23.
http://goodcorporate governancedesti.blogspot.co.id/2017/03/desti-f-implementasi-
philosopical.html.
Hapzi Ali, Prof. Dr. Ir. H. Pre-Msc. MM. CMA. Modul 3 Philosophical Ethics and
Business. Universitas Mercu Buana.
Heruseptian. 2017. Philosophical Ethics and Business. Diposting tanggal 25 Maret
2017. Diakses pada 13 September 2017 pukul 05:24.
http://heruseptian84.blogspot.co.id/2017/03/ philosophical-ethics-and-business.html.
Rachmad Hidayat. 2017. Konsep yang Baik dan Efisien dalam Mewujudkan Good
Corporate Governance di Indonesia baik pada Pemerintah (GGG) atau pada
Perusahaan (GCG). Diposting tanggal 10 September 2017. Diakses pada 13 September
2017 pukul 10:30. https://dayatrachmad hidayat.blogspot.co.id/.
6. Judul : RESUME “PHILOSOPHICAL ETHICS AND
BUSINESS” AND REKOMENDASINYA
Tugas : Quiz 2 BE & GG
Nama Mahasiswa : Rachmad Hidayat
Nomor Induk Mahasiswa : 55117110127
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
=============================================================
Teori etika tidak lain adalah usaha untuk menyediakan sistematik jawab
pertanyaan mendasar tentang etika: Bagaimana seharusnya manusia hidup? Kehidupan
mereka? Teori etis tidak hanya mencoba menjawab pertanyaan bagaimana kita harus
hidup, tapi mereka juga memberikan alasan untuk mendukung jawaban mereka.
Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab memerlukan pemberian alasan untuk
membenarkan tindakan kita.
Teori etika berusaha memberikan justifikasi rasional mengapa kita harus
bertindak dan memutuskan dengan cara tertentu. Siapa pun bisa menawarkan resep
untuk apa yang harus Anda lakukan dan bagaimana Anda harus bertindak, tapi filosofis
etika menjawab pertanyaan "Mengapa?" juga dengan menghubungkan resepnya
dengan mendasari kehidupan manusia yang baik dan bermakna.
Banyak orang dan budaya di seluruh dunia mendasarkan pandangan etis mereka
pada dasar agama atau teologis tertentu. Masalah praktis terbesar dengan pendekatan
ini, tentu saja, adalah bahwa orang-orang sangat berbeda dalam kepercayaan agama
mereka. Jika etika didasarkan hanya pada prinsip-prinsip agama, dan jika orang tidak
setuju tentang titik awal agama tersebut, maka etika tidak akan pernah lolos dari
kesulitan relativisme.
Tidak seperti etika teologis, yang menjelaskan kesejahteraan manusia dalam
istilah agama, etika filosofis memberikan pembenaran yang harus diterapkan pada
semua orang, terlepas dari titik awal agama mereka. Philosophical ethics mencari
fondasi bahwa semua orang yang masuk akal dapat menerima, terlepas dari keyakinan
religius mereka. Jadi, misalnya, "Anda harus berkontribusi pada bantuan bencana
karena akan mengurangi penderitaan manusia" adalah pembenaran filosofis untuk
penilaian etis, sementara "Anda harus berkontribusi pada bantuan bencana karena
Tuhan memerintahkannya," atau "karena hal itu akan membawa Anda ke surga."
Terdapat beberapa kerangka etika yang telah terbukti berpengaruh dalam
pengembangan etika bisnis antara lain:
1. Deontologis, baik buruknya perbuatan manusia tidak bergantung pada tujuan
atau hasil yang akan dicapai oleh perbuatan itu tetapi telah terkandung dalam
perbuatan itu sendiri.
2. Teleologis, baik buruknya perbuatan manusia tergantung pada akibat yang
dihasilkannya dengan kata lain semua perbuatan itu netral. Adapun aliran yang
masuk dalam etika bisnis ini adalah:
a. Utilitarianisme
7. b. Hedonisme
c. Humanisme
d. Vitalisme
e. Theologis
Deontologis
o Membuat keputusan berdasarkan akibat pasti harus menjadi bagian pengambilan
keputusan etis yang bertanggung jawab. Tapi pendekatan ini harus dilengkapi
dengan pengakuan bahwa beberapa keputusan harus menjadi masalah prinsip,
bukan konsekuensi. Dengan kata lain, ujung tidak selalu membenarkan artinya.
Tapi bagaimana kita tahu prinsip apa yang harus kita ikuti dan bagaimana kita
memutuskan kapan sebuah prinsip harus mengalahkan konsekuensi yang
menguntungkan?
o Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan ini
sudah diterima dalam konteks agama.
o Suatu tindakan baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan
baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri. Sebagai contoh,
orang berlaku adil telah baik dengan sendirinya sebaliknya berbohong telah buruk
dengan sendirinya.
o Tindakan bisnis dinilai baik bukan karena menguntungkan pelaku bisnis tapi harus
sejalan dengan kewajiban pelaku bisnis. Etika ini lebih menekankan pentingnya
montivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelaku.
Utilitarianisme
o Kita harus bertindak dengan cara yang menghasilkan konsekuensi keseluruhan
yang lebih baik daripada alternatif yang kita pertimbangkan. Konsekuensi yang
"lebih baik" adalah hal-hal yang meningkatkan kesejahteraan manusia: kebahagiaan,
kesehatan, martabat, integritas, kebebasan, dan rasa hormat dari semua orang yang
terkena dampak.
o Keputusan yang mempromosikan jumlah terbesar dari nilai-nilai ini untuk jumlah
orang paling banyak adalah keputusan yang paling masuk akal dari sudut pandang
etis.
o Penekanan pada menghasilkan barang terbesar untuk jumlah terbesar membuat
utilitarianisme sebagai falsafah sosial yang memberikan dukungan kuat terhadap
institusi dan kebijakan demokrasi dan menentang kebijakan yang bertujuan hanya
menguntungkan minoritas sosial, ekonomi, atau politik kecil. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa lembaga ekonomi dan ekonomi bersifat utilitarian karena mereka
ada untuk memberikan standar kehidupan tertinggi bagi jumlah orang terbesar,
tidak hanya untuk menciptakan kekayaan bagi beberapa orang yang istimewa.
o Karena pemikiran utilitarian begitu umum dalam pengaturan bisnis, penting bagi
kita untuk menyadari beberapa masalahnya. Misalnya, jika utilitarianisme
8. menyarankan agar kita membuat keputusan dengan membandingkan konsekuensi
dari tindakan alternatif, maka kita harus memiliki metode untuk membuat
perbandingan semacam itu. Namun, dalam praktiknya, beberapa perbandingan
dan pengukuran sangat sulit dilakukan. Bagaimana, bagaimanapun, dapatkah
kita menghitung, mengukur, membandingkan, dan menghitung kebahagiaan? Salah
satu masalah yang berikut adalah bahwa, karena kesulitan ini, akan ada
kecenderungan untuk mengabaikan konsekuensinya, terutama akibat berbahaya,
kepada orang lain selain orang-orang terdekat kita.
Hedonisme
Aliran ini menganggap bahwa kenikmatan merupakan tujuan hidup manusia. Oleh
karena itu semua tindakan yang menuju kenikmatan adalah baik, dianggap baik, sesuai
dengan kesenangan.
Sesuatu yang hanya mendatangkan kesusahan, penderitaan, atau tidak menyenangkan,
dengan sendirinya dinilai tidak baik.
Humanisme
Tujuan dari setiap perbuatan manusia adalah kebahagiaan. Dikenal juga dengan
Humanisme.
Penerapannya, jika makan dan minum untuk mempertahankan hidup adalah baik.
Karena sesuai dengan kondrat kemanusiaan. Namun jika makan dan minum banyak
sekali dengan tujuan kepuasan belaka sehingga sakit.
Vitalisme
Perbuatan yang baik dalah perbuatan yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia untuk menaklukkan manusia lain yang lemah.
Theologisme
Bahwa suatu perbuatan manusia adalah baik jika sesuai dengan Kehendak Tuhan.
Tuhan berhak menentukan apakah perbuatan itu baik atau buruk. Kesulitan yang
dialami adalah di dunia banyak agama yang mempunyai kitab suci.Dan penilaian yang
berbeda-beda atas seperti contoh poligami, makan daging babi, perceraian.
Peran Etika dalam Bisnis
1. Membangun kultur bisnis yang sehat. Etika diwujudkan dalam bentuk aturan
hukum.
2. Sebagai kontrol terhadap individu. Dengan penerapan budaya moral yang
mengutamakan kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan tidak diskriminasi
3. Sebagai kerangka sosial dan komitmen individu sehingga tercipta komunitas moral.
9. Prinsip Etika Bisnis
1. Prinsip Otonomi. Kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
pada keselarasan antara apa yang baik untuk dilakukan dan tanggung jawab secara
moral atas keputusan tersebut.
2. Prinsip Kejujuran. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dalam bisnis yang
diterapkan pada pengendalian konsumen, pada hubungan kerja dan sebagainya.
3. Prinsip Keadilan. Perlakuan diterapkan sesuai dengan haknya masing-masing tanpa
merugikan yang lain.
4. Prinsip Saling Menguntungkan. Prinsip ini harus diterapkan dalam bisnis yang
kompetitif.
5. Prinsip Integritas Moral. Prinsip ini menjadi dasar dalam melakukan bisnis untuk
menjaga nama baik perusahaan agar tetap terpercaya dan terbaik.
Dilema Etika Bisnis
1. Konflik kepentingan. Situasi dimana keputusan yang diambil terpengaruh oleh
kepentingan.
2. Kejujuran & Integris. Selalu mengemukakan fakta dan menjunjung prinsip etika
dalam keputusan bisnis.
3. Loyalitas vs Kebenaran. Adanya harapan agar karyawan bersikap loyal dan benar.
4. Whistleblowing. Pengungkapan yang dilakukan karyawan kepada publik,
pemerintah atau media jika terjadi praktik yang melanggar etika.
Rekomendasi
Menurut saya kerangka etika deontology maupun utilitarianisme yang lebih sesuai
untuk diterapkan di Indonesia adalah deontology. Hal ini berdasarkan kultur budaya
yang dalam dasar negara mengakui keragaman. Sehingga perlunya suatu perintah tak
bersyarat yang mana perintah tesebut sudah dipahami sebagai sebuah perintah yang
dapat diterima di semua kalangan.
Namun tentunya untuk menghasilkan prilaku yang etis, maka perlu tetap menjalankan
prinsip etika secara disiplin sehingga pada akhirnya akan mempu menghasilkan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang.
Daftar Pustaka
Hapzi Ali, Prof. Dr. Ir. H. Pre-Msc. MM. CMA. Modul 3 Philosophical Ethics and
Business. Universitas Mercu Buana.
Laura P. Hartman. et. al. 2014. Business Ethics: Decision Making for Personal Integrity
& Social Responsibility. Third Edition. McGraw-Hill.