1. 1
PENDAHULUAN
Desentralisasi pembangunan kesehatan dimaksudkan untuk lebih
mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem desentralistik diharapkan
program pembangunan kesahatan lebih efektif dan efesien serta menyentuh
kepada kebutuhan kesehatan riil masyarakat. Secara tidak langsung sistem
sentralistik menganggap masalah kesehatan di seluruh Indonesia sama, padahal
kenyataannya tidak dan bahkan sangat berbeda dari daerah yang satu ke daerah
yang lain. Dengan sistem desentralistik diharapkan pembangunan kesahatan
dilakukan dengan mempertimbangkan masalah dan kebutuhan kesehatan dan
potensi setempat. Hakikat desentralisasi kesehatan ini juga sesuai dengan
paradigma sehat yang ditetapkan sebagai modal pembangunan kesehatan yang
mengutamakan upaya-upaya promotif dan prefentif tanpa mengabaikan upay-
upaya kuratif dan rehabilitative (Depkes, 2001).
Tenaga kerja adalah sumber daya manusia yang mempunyai peranan
penting sebagai pelaksanaan pembangunan, akan terhambat. Tenaga kerja dalam
melakukan aktivitasnya sepanjang hari tentunya akan melibatkan anggota gerak
tubuh, dan anggota gerak atas terutama pergelangan tangan, tangan, lengan dan
jari-jari tangan yang menpunyai fungsi yang sangat kompleks, yaitu sebagai organ
komunikator, sensor, maupun motor sehingga banyak manusia menggantungkan
produktifitas pada kemampuan fungsi yang tiada batas. Maka dari itu dibutuhkan
pula kondisi tubuh yang fit dan sehat sehingga dapat menunjang dan membantu
kita agar dapat melakukan aktifitas sehari-hari yang tidak hanya membutuhkan
2. 2
tenaga yang sedikit dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaan kita. Sehat
adalah suatu keadaan sejahterah sempurna fisik, mental, dan social yang tidak
hanya terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja (WHO, 147 dan UU
Pokok Kesehatan No. 19 Tahun 1960).
Seiring dengan peningkatan derajat kesehatan masyarakat terjadi
perubahan pola hidup rakyat Indonesia dan hal tersebut berpengaruh terhadap pola
penyakit yang ada dan menyerang anggota tubuh manusia, misaknya pada daerah
pergelangan tangan ibu jari. Banyak manusia menggantungkan produktifitasnya
pada kemampuan fungsi tangan, sehingga jika tangan mengalami gangguan
seperti De Quervain Syndrome maka hal tersebut sangat mengganggu aktifitas
maupun produktifitas. Pada kasus ini banyak dialami oleh wanita yang berumur
40-50 tahun.
Fisioterapi merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan ikut
berperan dan bertanggung jawab dalam peningkatan derajat kesehatan, terutama
melalui penanggulangan masalah gerak fungsional individu dan masyarakat
dengan penerapan sumber fisis dan mekanisme. Pada kasus ini De Quevain
Syndrome, fisioterapi ikut berperan pada penanganan kasus ini
(KEPMENKES1363/Menkes/SK/XII/2001).
a. Latar Belakang
Tangan adalah bagian tubuh yang memiliki peran penting dalam
melakukan berbagai aktifitas darei yang paling ringan sampai yang peling berat,
jika terjadi gangguan pada tangan maka kita akan sangat kesulitan untuk
3. 3
beraktifitas. Salah satu penyakit maupun gangguan yang dapat timbul ditangan
adalah De Quervain Syndrome.
De Quervain Syndrome dinamakan sesuai dengan nama orang yang
pertama kali mendeskripsikan penyakit ini yaitu Fritz De Quervain (1868-1940),
seorang ahli bedah Swiss yang lahir pada tanggal 4 Mei 1868 dan meninggal pada
tahun 1940 akibat penyakit pancreatitis akut yang dideritanya. Penyakit ini
dideskripsikan untuk yang pertama kalinya oleh Fritz De Quervain pada tahun
1895. Awalnya, Fritz De Quervain mendeskripsikan penyakit ini dengan apa yang
kita kenal sebagai tenovaginitis yaitu ploroferasi kjaringan fibrosa retinakulum
otot-otot ekstensor dan tendon sheath dari otot ekstensor pollisis brevis dan otot
abductor pillisis longus. Bebrapa tahun kemudian, terjadi stenosis tenosynovitis
dari kedua tendon tersebut (kompartemen dorsal pertama) hingga kemudian
penyakit ini dikenal dengan nama De Quervain Tenosynovitis.
Untuk mengurangi hal tersebut fisioterapi berperan dalam menangani
“impairment” seperti mengeluh nyeri dan “fungtional limitation” seperti
keterbatasan melaksanakan kegiatan seperti memasak dan mencuci pakaian
“disability” ketidakmampuan yang mengharuskan menggunakan kerja dari
pergelanangan tangan seperti tidak dapat mengikuti kegiatan posyandu, massage
bayi. Oleh karena adanya penyakit De Quervain Syndrome fisioterapis
mempunyai peran dalam pemulihan kemampuan fungsional. Sehingga fisioterapis
memberikan modalitas yang tepat dengan menggunakan Ultrasound dan Terapi
Latihan.
4. 4
b. Definisi
De Quervain Syndrome adalah suatu bentuk peradangan yang disertai rasa
nyeri dari selaput tendon yang berada di sarung synovial, yang mentelubungi
ekstensor pillicis brevis dan abductor pillicis longus (Appley dan Solomon, 1995).
De Quervain Syndrome merupakan bentuk dari tenosynovitis.
Tenosynovitis adalah peradangan selaput tendon yang berada di synovial.
De Quervain Syndrome melibatkan peradangan pada ekstensor pillicis brevis dan
abductor pollicis longus (Stanley dan Susan, 1999).
c. Data Pendukung
Angka kejadian di USA untuk penyakit ini relative, terutama di antara
orang-orang yang menunjukkan aktivitas yang menggunakan tangan berulang-
ulang, seperti pekerja pemasangan bagian-bagian mesin tertentu dan sekretaris.
Mortalitas tidak berhubungan dengan kondisi penyakit ini. Beberapa
mobiditas yang dilaporkan mungkin terjadi pada pasien dengan riwayat nyeri
progresif dimana berhubungan dengan aktivitas yang memrlukan penggunaan
tangan yang terkena. De Quervain Syndrome lebih banyak diderita oleh orang
dewasa dibanding pada anak-anak.
Hingga saat ini belum ditemukan adanya korelasi yang nyata antara
insiden De Quervain Syndrome dengan sejumlah ras tertentu. Meskipun penyakit
seperti ini sering dijumpai pada pria dan wanita, tetapi De Quervain Syndrome
menunjukkan jumlah yang signifikan dimana lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. Beberapa sumber bahkan memperlihatkan rasio yang
5. 5
sangat tinggi pada wanita dibandingkan pada pria, yaitu 8:1. Menariknya, banyak
wanita yang menderita De Quervain Syndrome selam kehamilannya atau selama
periode post partum.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah ini adalah:
(1) apakah modalitas Ultrasound dan Terapi Latihan dapat meningkatkan Luas
Gerak Sendi (LGS) dan mengurangi nyeri pada De Quervain Syndrome?
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulis ini adalah: (1) untuk mengetahui manfaat
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dapat mengurangi nyeri pada
penderita osteoarthritis lutut (2) untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam
meningkatkan kekuatan otot pada penderita osteoarthritis lutut (3) untuk
mengetahui manfaat Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan
terapi latihan dalam meningkatkan kemampuan fungsional pada penderita
osteoarthritis lutut.
6. 6
DAFTAR PUSTAKA
Carter (1995). Osteoarthritis (Penyakit Sendi Degeneratif). Dalam A Priceand M.
Wilson Lorrine. Fisiologi Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Penerbit Buku
Kedokteran EGC Jakarta.
Evelyn, C (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. EGC. Jakarta.
Hary Isbagyo (2000). Osteoartritis: Kumpulan Makalah Indonesia Pain Society.
Isbagyo (2001). Struktur rawan Sendi dan Perubahannya, Cermin Dunia
Kedokteran.
Parjoto, Slamet (2002). Assesment Fisioterapi pada Osteoartritis Sendi Lutut.
TITAFI XV Semarang.
Parjoto, Slamet. Assesment Fisioterapi pada Osteoartritis Sendi Lutut. Dalam
Pertemuan Rutin TITAFI XV, Semarang 2-4 Oktober 2000.