Persiapan belajar bahan pretest dan post test geriatri ib aditya nugraha 3 10-16
IMOBILISASI
1. Imobilisasi lama
Juli 7, 2009 pada 10:40 am · Disimpan dalam referat, Rehabilitasi Medis
I. PENDAHULUAN
Semakin bertambahnya usia manusia dapat menimbulkan beberapa penyakit degenerasi,
seperti mengalami gangguan pergerakan. Berbagai penyakit kronik yang diderita orang tua,
membuat mereka menjadi IMMOBILE yaitu suatu keadaan tidak dapat bergerak yang
dikarenakan akibat – akibat yang ditimbulkan oleh kondisi berbaring lama. Jadi bisa
dikatakan bahwa immobilitas secara garis besar merupakan sindrom kemunduran fisiologis
yang disebabkan oleh:
penurunan aktivitas
ketidakberdayaan
Adapun dampak yang disebabkan karena immobilisasi adalah :
1. Timbulnya berbagai penyakit, contohnya :
Otot menjadi kisut (atrofi)
Sendi kaku
Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran kencing dan sembelit
Luka lecet pada jaringan kulit yang ditekan akibat tirah baring lama
2.Ketergantungan kepada orang lain
3. Rendahnya kualitas hidup
4. Kematian
II. DEFINISI
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak
bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat / organ tubuh
(impaitment) yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak
bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi
fisiologis.
Didalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom
degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan.
III. EPIDEMIOLOGI
2. Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang –
orang lanjut usia (lansia), pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama.
Dampak imobilisasi lama terutama Dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun waktu
2 minggu, Perawatan Emboli Paru berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000 orang meninggal
tiap tahunnya.
IV. PENYEBAB
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme umum. Hal
ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan
manifestasi klinis sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab
untuk apa imobilisasi diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh salah satu dari yang
disebutkan dibawah ini:
1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang (fraktur)
tentu akan menghambat pergerakan.
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan saraf tapi juga
menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan
kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ
– organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk dan
berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai.
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi, namun tanpa
melawan gaya gravitasi.
V. GAMBARAN ANATOMI
4. A. Anatomi
Sendi adalah tempat dimana dua tulang saling berhubungan,baik terjadi pergerakan atau
tidak.
Stabilitas sendi tergantung pada :
1. Bentuk, ukuran & susunan permukaan sendi
2. Ligamentum
3. Tonus otot yang terletak disekitar sendi
Daya ekstensibilitas dari jaringan kendor yang berada di seputar sendi, jika tidak digerakkan
akan menurun sehingga menyebabkan kekakuan yang mengakibatkan kontraktur.
B.Anamnesa
I. Nyeri pada tulang dan sendi.
II. Kaku / susah digerakkan.
III. Nyeri leher.
IV. Arthritis pasca trauma.
V. Osteoporosis.
C.Pemeriksaan Fisik
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus dimana setelah cedera pasien
mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan pinggang.
5. D.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Perlu dilakukan pemeriksaan radiografi tulang belakang servikal pada semua pasien cedera
kepala sedang dan berat. Radiograf yang diambil di UGD kualitasnya tidak selalu baik dan
bila tetap diduga adanya cedera tulang belakang, radiograf selanjutnya diambil lagi termasuk
tampilan oblik bila perlu, serta (pada daerah servikal) dengan leher pada fleksi serta ekstensi
bila diindikasikan. Tampilan melalui mulut terbuka perlu untuk memperlihatkan proses
odontoid pada bidang antero – posterior.
Pemeriksaan Mielografi atau MRI
2. SARAF
A. Anatomi
6. B. Anamnesa
1) Daya hantar saraf menurun.
2) Koordinasi terganggu.
3) Aktivitas terganggu.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan imobilisasi/keterbatsan aktifitas dapat merubah input sensoris. Hal ini akan
mengakibatkan gangguan koordinasi pada intelektual dan kemampuan aktifitas motorik
sehingga emosi terganggu.
Contohnya pada penderita yang melakukan istirahat total di tempat tidur tanpa melakukan
kegiatan apapun sehingga mengakibatkan pasien tersebut mengeluh timbul rasa tidak
nyaman, tegang, mudah marah. Selain itu hilangnya nafsu makan dan menolak
terapi,sehingga akan nampak hilangnya inisiatif,agresifitas untuk menuju kesembuhan. Dapat
juga dilihat pada saat penderita mengambil bolpoint, penderita mengalami kesulitan (
kecepatan hantar saraf turun ).
D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
2. EEG (Electro Encephalo Grafi)
3. SISTEM KARDIOVASKULAR
A. Anatomi
7. Efek immobilisasi meliputi: peningkatan tonus simpatikus (status adrenergik), peningkatan
denyut jantung, penurunan efisiensi jantung.
Mengakibatkan pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri.Kesulitan dalam mencapai
posisi tegak mengganggu aktivitas fungsional.
Salah satu resikonya flebotrombosis dan infark miocard akut.
B. Anamnesa
1. Pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri (tegak).
2. Mudah lelah
C. Pemeriksaan FIsik
Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi.
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah
Kurangnya bergerak juga dapat menyebabkan aliran darah di extremitas bawah tidak lancar
(stasis) yang mengganggu faktor – faktor pembekuan pada endotel pembuluh darah. Bila
faktor pembekuan terganggu maka akan timbul bekuan darah (trombus) di katub – katub vena
extremitas bawah,
Foto rontgen
4.TRACTUS RESPIRATORIUS
A. Anatomi
Hidung> faring > laring >trachea > bronchus> bronkiolus>alveolus
8. Fungsi jalan pernapasan :
1. 1.Udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum à udara dilembabkan dalam
jumlah besar sebelum melewati hidung à udara disaring oleh rambut dan jauh lebih
banyak oleh prestisipasi partikel diatas konka. Disebut : ” Fungsi air conditioning ”
jalan nafas atas
2. Reflek batuk. Merupakan jalan agar paru bebas dari benda asing.
3. Membersihkan saluran pernapasan terutama silia
4. Vokalisasi
B. Anamnesa
1. Sekret susah keluar
2. Sesak nafas
C. Pemeriksaan Fisik
Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi
10. A. Anamnesa
1. Atrofi kulit
2. Ulkus tekan/ulkus dekubitus
Temperatur meningkat di daerah pembuluh darah yang tertekan sehingga tekanan
hidrostatiknya meningkat tekanan hidrostatik normal pembuluh darah maka pembuluh darah
akan menyempit sehingga daerah daerah tertentu akan kekurangan vaskularisasi,hal ini dapat
menyebabkan nekrosis.
B. Pemeriksaan Fisik
Kulit yang anestetik pada pasien paraplegik menyebabkan sakrum,trochanter major dan tumit
cepat menjadi merah dan ulserasi bila perawatan terlantar.
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
a) Tes kadar albumin
b) Tes hemoglobin
6. MUSCULOSCELETAL
A. Anatomi
B. Pemeriksaan Fisik
Atrofi otot menyebabkan kekuatan otot menurun sehingga aktivitas terganggu.
7. TRAKTUS URINARIUS
A. Anatomi
11. B. Anamnesa
1. Sisa urine
Karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara
sempurna.
Infeksi Saluran Kemih
Diakibatkan karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing.
2. Batu Saluran Kencing
Karena factor osteoporosis dan diet yang tinggi kalsium maka mengakibatkan hiperkalsiuria.
8. TRAKTUS DIGESTIVUS
A. Anatomi
12. B. Anamnesa
1. Konstipasi
VI. TERAPI
1. TULANG
A. Obat
· Meningkatkan pembentukan tulang: Na – Florida, steroid anabolic.
Menghambat resorbsi tulang: kalsium, estrogen, kalsitonin, difosfonat.
Diet tinggi kalsium (1.000 mg/hari).
B. Fisioterapi
Berlatih berjalan dengan alat bantu / alat penyangga.
Latihan teratur setiap hari, menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya
(Range of Motion = ROM).
C. Operasi
Fusi secara bedah melintas garis fraktur dapat dilakukan. Pada tulang belakang servikal
operasi dilakukan baik dari depan maupun belakang. Pada daerah toraks tulang belakang
difiksasi dengan pelat metal dan tandur tulang yang menyatukan lamina dengan proses
spinosus berdekatan.
D. Larangan
Hindari diet tinggi protein, kopi, alkohol, merokok, antasida aluminium.
E. Saran
Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester dengan pasien dapat dirawat untuk waktu yang
lama dengan mempertahankan posisi yang telah direduksi bahkan saat membalik untuk
memandikan atau merawat kulit.
2. SARAF
A. Obat
Minum vitamin B1, B2, B12.
B. Fisioterapi
Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada, memaksimalkan
pemulihan neurologis, tindakan atas cedera lain yang menyertai, dan mencegah serta
mengobati komplikasi serta sekuele kerusakan neural.
13. Terapinya yang penting adalah dengan menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya
supaya merangsang aktivitas saraf.
C. Operasi
Bila diperlukan operasi, dekompresi kanal spinal dilakukan pada saat yang sama.
D. Larangan
Hindari hilangnya sensasi.
Hindari stress: perasaan tertekan, depresi.
Bekerja yang terlalu keras.
E. Saran
Menggunakan terapi musik.
o Ø Mintalah terapi rekreasi untuk integrasi psikososial, resosialisasi, dan
penyesuaian terhadap fungsi mandiri.
o Ø Berikan semangat pasien untuk berinteraksi dengan staf, pasien lain dan
anggota keluarga.
o Ø Segera lakukan operasi bila keadaan pasien memburuk untuk menghindari
kelumpuhan.
3. SISTEM KARDIOVASKULAR
A. Obat
Antikoagulan: heparin, wasfarin.
Antitrombosis: aspirin, ticlopidin, dipiridamol, sulfin pirazon.
Trombolitik: streptokinase, urokinase, anistreplase.
B. Fisioterapi
Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi kerja jantung yang optimal dan
menyingkirkan adanya gangguan kerja jantung yang normal.
Melatih terutama otot ekstremitas.
C. Larangan
Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol.
Hindari stress.
Bekerja terlalu berat
Hindari Kelelahan
D. Saran yang harus dikerjakan
Plantar / dorso fleksi
Aktivitas.
Berdiri .
14. 4. TRACTUS RESPIRATORIUS
A. Obat
Bronkodilator: teofilin, agonis B2, prednisone, atropine, kromolin.
Mukolitik: bromheksin, ambroksol, asetil sistein.
Ekspektorat: aluminium klorida, gliseril gualakolat, kalium yodida.
Kortikosteroid.
B. Fisioterapi
Latihan pernafasan (mengambil nafas dalam – dalam).
o Ø Pembalikan tubuh berulang, perangsangan batuk, pernafasan dalam,
Spirometri insentif, dan pernafasan bertekanan positif yang sinambung dengan
masker adalah cara mempertahankan ekspansi paru-paru atau kapasitas
residual fungsional.
o Ø Tracheostomi dilakukan bila pasien tak mungkin dilepaskan dari ventilator.
o Ø Perkusi dilakukan dengan tujuan melepaskan sekret di dinding saluran
napas.
C. Larangan
Hindari ruangan berasap (polusi udara).
Hindari merokok.
Hindari alkohol.
D. Saran yang harus dikerjakan
Gunakan pakaian yang longgar.
Sediakan O2 linhaler (untu mengatasi sesak nafas).
Rekreasi ke alam terbuka bebas polusi.
5. KULIT
A. Obat
Bila timbul luka diberi antiseptik.
B. Fisioterapi
Perubahan posisi badan setiap 2 jam.
Latihan gerak sendi – sendi tubuh secara teratur
C. Larangan
Ø Jangan tidur atau berbaring terlalu lama.
Jangan biarkan kulit menjadi basah karena keringat,lembab atau kencing.
D. Saran
15. Menghindari melebarnya luka dengan menutup bagian yang luka terutama pada bagian yang
tertekan saat berbaring.
6. MUSCULOSCELETAL
A. Terapi
- Latihan teratur setiap hari,menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya -,ROM (
Range of Motion )
- Latihan penguatan (stretching )
B. Larangan
Mengangkat beban terlalu berat.
C. Saran
Sama dengan terapi
TRAKTUS URINARIUS
Pencegahan dan penanganan yang dilakukan untuk mengatasi terjadinya keadaan patologi
pada system urinarius yang terjadi akibat imobilisasi lama, adalah dengan cara:
1. Mobilisasi sedini mungkin, paling tidak pasien sering didudukkan, mengubah posisi
vesika urinaria
2. Banyak minum sekitar 3 liter (8-12gelas) dalam sehari
1. Pantaulah pasien dengan cermat dan rutin terhadap adanya tanda dan gejala
hiperkalsemia, ISK, dan terapi secara adekuat.
3. Supaya tidak retensi urine dipasang kateter.
8. TRAKTUS DIGESTIVUS
Sesegera mungkin melakukan aktivitas maksimal, memberikan dorongan semangat untuk
berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan, pendekatan dokter, terapi dan perawat.
Saran:
1. Makan banyak buah-buahan,sayur-sayuran.
TERAPI UMUM IMOBILISASI LAMA
16. .
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, F. William Buku ajar Fisiologi kedokteran. Penerbit: EGC, 1998.
Dasar – Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik, Susan J. Garrison.
Neurologi Klinik Dasar, Prof. DR. Mahaar Mardjono Dan Prof. DR. Priguna Sidharta.
Neurologi Klinik, Prof. Dr. dr. S.M. Lumantobing.
Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Medik, RSUD Dr. Soetomo / FK Unair Sby, 199