Dokumentasi saran kebijakan adalah penyajian saran kebijakan secara
terstruktur dalam berbagai bentuk dokumen kebijakan
Dokumentasi saran kebijakan adalah penyajian saran kebijakan secara
terstruktur dalam berbagai bentuk dokumen kebijakan
Dokumentasi saran kebijakan adalah penyajian saran kebijakan secara
terstruktur dalam berbagai bentuk dokumen kebijakan
Dokumentasi saran kebijakan adalah penyajian saran kebijakan secara
terstruktur dalam berbagai bentuk dokumen kebijakan
Dokumentasi saran kebijakan adalah penyajian saran kebijakan secara
terstruktur dalam berbagai bentuk dokumen kebijakan
2. Pendidikan:
• Philosophy of Doctoral (Ph.D.), Public Policy and Governance,
Australian National University, Canberra, Australia.
• Master of Commerce by Honours (M. Com. Hons),
The University of Wollongong, NSW, Australia
• Sarjana Ekonomi (SE), FEB, UNPAD, Bandung
Riwayat Pekerjaan:
Jan 1994- Sekarang – LAN RI
2013 - Kapus Pembinaan JF Analis Kebijakan
2014 - Kapus Inovasi dan Tata Pemerintahan LAN RI
2016- Asisten KASN Pengawasan Sistem Merit Man ASN
2000- sekarang JF Dosen Lektor Kepala
• Email: sdwputrianti@gmail.com | +6208112200228 / 08122002295
Septiana Dwiputrianti, SE, M. Com (Hons), Ph. D.
3. AGENDA dan TUJUAN PEMBELAJARAN
3. Tantangan kebijakan publik di indonesia
• Menciptakan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy)
• Menciptakan nilai dalam pembuatan kebijakan
• Mengembangkan proses deliberatif dalam pembuatan kebijakan
• Memperkuat eksistensi analis kebijakan
• Keahlian yang dibutuhkan oleh analis kebijakan
• Posisi analis kebijakan dalam struktur birokrasi
1. Kebijakan publik dalam
pemerintahan modern
• Pergeseran peran pemerintah
• Pemerintah dan kebijakan
publik
2. Memahami proses kebijakan
• Definisi dan ruang lingkup
kebijakan publik
• Komponen proses kebijakan
publik
• Proses kebijakan
8. Dampak Masif Korupsi
terhadap:
1. Ekonomi
2. Sosial dan Kemiskinan
3. Birokrasi Pemerintahan
4. Politik dan Demokrasi
5. Penegakan Hukum
6. Pertahanan dan Keamanan
7. Kerusakan Lingkungan
9. Covid-19 mendisrupsi semua sektor
kehidupan
Masalah
Ekonomi
Pengangguran
Masalah
Pendidikan
Masalah
Sosial
Korupsi
Kriminalitas
…and
many
more
DISRUPTION
10. Masalah Publik di Era VUCA
(Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity)
Millenial Disruption
Digital Disruption
Kebijakan Publik
yang seperti apa
yang menjadi sangat
penting saat ini?
11. Perubahan Global di Era VUCA
Kebijakan Publik seperti apa yang menjadi sangat penting saat ini?
Kebijakan Publik yang
adaptif, kolaboratif,
agile, dan berbasis BIG
DATA
• Volatility Vision
• Uncertainty Understanding
• Complexity Clarity
• Ambiguity Agility
Millenial Disruption
Digital Disruption
12. Old Public
Administratio
n (OPA)
Wodrow Wilson
(1887)
Dikotomi Politik –
Administrasi,
Fungsi-fungsi
manajemen
(Rowing)
David Osborne &
Ted Gaebler (1992)
Mekanisme Pasar,
privatisasi,
entrepreneurial
government
(Steering)
New
Public
Service
(NPS)
New
Public
Management
(NPM)
New
Public
Governanc
e
(NPG)
Denhardt dan
Denhardt (2003)
Citizen first, values
for people, service
equity, leadership,
inovasi
(Serving)
Stephen P Osborne
(2006)
Civil society sebagai
empowered citizen
dalam tata kelola
kolaboratif yang
digerakkan oleh mesin
birokrasi pemerintah
Pergeseran Paradigma Administrasi
Publik
13. Pergeseran
Paradigma
Administrasi
Publik
Yang dibutuhkan:
1. Agile & Smart Government
Optimalisasi Teknologi dan
Informasi dan Digitalisasi
2. Open Government: Tuntutan
Transparansi & Akuntabilitas
Publik
3. Evidence & BigData Driven Policy
Kebijakan Publik yang berdasarkan
bukti dan data.
4. Kebijakan Publik yang melibatkan
aktor non negara (Collaborative
Governance)
14. Politik, Administrasi dan Kebijakan
(Prasojo, 2021)
Administration
(appointed)
Politic
(elected)
+ Public
Policy
Services
Citizen
Feedback: Perception on
government
15. AGENDA
1. Kebijakan publik dalam
pemerintahan modern
• Pergeseran peran pemerintah
• Pemerintah dan kebijakan
publik
2. Memahami proses kebijakan
• Definisi dan ruang lingkup
kebijakan publik
• Komponen proses kebijakan
publik
• Proses kebijakan
17. Permasalahan Publik Prioritas
Kebijakan
• Sumberdaya yang terbatas,
• Berbagai masalah publik
yang makin kompleks
Pemerintah dituntut untuk
menyelesaikan banyak
persoalan publik
VS
Pemerintah harus menentukan pilihan penyelesaian masalah-
masalah publik berdasarkan skala prioritas Kebijakan Publik
18. KAPAN SUATU MASALAH MENJADI MASALAH PUBLIK?
1. Masalah privat masalah yang bersifat pribadi dan tidak memiliki dampak luas
di masyarakat.
2. Masalah privat akan bergeser menjadi masalah publik ketika masalah tersebut
menjadi masalah bersama dan kemudian suatu kelompok mengorganisir suatu
gerakan untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Masalah publik menjadi pertentangan di masyarakat (konflik) dimana terjadi
perbedaan-perbedaan tentang persepsi dan solusi terhadap masalah publik
4. Isu mulai dirasakan oleh para pemangku kepentingan politik yang berada dalam
yurisdiksi kewenangan pemerintah
5. Serangkaian masalah membutuhkan pertimbangan yang aktif dan serius dari
pemerintah Sumber: Anderson, 2003
Systemic
Agenda
Institutional
Agenda
Masalah
Privat
Masalah
Publik
Issue
20. Kompleksitas Penentuan Masalah Strategis
1. Adanya keterkaitan yang luas (interdependency) antar aspek dalam masyarakat
Contoh: Upaya meningkatkan taraf hidup petani melalui peningkatan pendapatan
atan (Abidin, 2
Pendapatan
Petani
Lahan
Modal
Informasi
Teknologi
Tenaga
Kerja
Air
Kualitas
tanah
Iklim
Kredit Pasar
Sarana
Prasarana
Bibit
Diversifikasi
tanaman
Upah
Waktu
Luas lahan
21. Kompleksitas Penentuan Masalah Strategis
2. Subyektifitas dalam melihat
permasalahan publik
Perbedaan persepsi atau cara
pandang satu aktor memandang
permasalahan dapat berbeda
dengan aktor lain, misal:
• Pemerintah pusat vs Pemerintah
daerah
• Eksekutif vs legislatif
• Pemerintah vs masyarakat
• Masyarakat vs masyarakat
3. Multi dimensi dan
interdependensi
permasalahan
• Masalah publik dan gejalanya
berubah cepat (dinamis)
• Satu masalah publik
dipengaruhi dan mempengaruhi
aspek lain
• Pengaruh eksternal
(perkembangan internasional
atau regional, trend global)
22. Masalah Strategis Terstruktur dan Tidak Terstruktur
No Elemen Terstruktur Tidak Terstruktur
1 Jumlah pengambil
keputusan
Satu/sedikit Banyak
2 Alternatif keputusan Terbatas Tidak ada batasan
3 Nilai Konsensus
Koordinasi
Konflik
4 Hasil Tertentu/ ada resiko Tidak diketahui
5 Kemungkinan Terhitung Tidak terhitung
23. Konsep “Publik”
• Public: Not simply what the majority wants
• Kepentingan kelompok minoritas didalam proses pembuatan
kebijakan Publik
• Memuaskan kepentingan individu sekaligus meningkatkan
kesehjateraan masyarakat banyak
• Setiap negara mendefinisikan “barang public” vs. “barang privat”
secara beragam. contoh: Pendidikan di Jerman
• Bergantung pada ideologi suatu negara (welfare-state, liberal market)
Adanya konstitusi yang menetapkan kewajiban dan hak negara/rakyat (e.g.
pendidikan, kesehatan, fakir miskin, kekayaan negara)
• Pendekatan Barang Publik Prinsip non-rivalry (tidak perlu bersaing)
& Prinsip non-excludability (tidak perlu dikecualikan)
24. Konsep KEBIJAKAN PUBLIK
Policy as a choice. Public policy is ultimately about achieving objectives.
(A. Kay, 2006)
Kebijakan publik suatu pilihan yang diambil oleh pemerintah untuk
memecahkan masalah publik
A purposive course of action followed by government in dealing with
some topics or matters of public concern (J. E. Anderson, 1975)
Fokus pada:
a. Tindakan yang dilakukan aktor kebijakan (mandiri ataupun
kelompok)
b. Berkaitan dengan masalah yang harus dipecahkan
25. Konsep KEBIJAKAN PUBLIK
Whatever governments choose to do or not to do (Thomas R. Dye,
1978)
Fokus pada:
a. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan
b. Pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
A projected program of goals, values and practices (Lasswell,
1970)
Fokus pada:
Kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai, dan
praktik (yang terarah)
26. Konsep KEBIJAKAN PUBLIK
Behavioral consistency and repetitiveness associated with efforts in and
through government to resolve public problems (Charles O. Jones, 1970)
Fokus pada:
a. Kebijakan bersifat dinamis
b. Peran besar pemerintah
c. Berkaitan dengan upaya memecakan masalah publik
The authoritative allocation of values for the whole society (Easton)
Fokus pada:
a. pengalokasian nilai-nilai secara paksa
b. kepada seluruh anggota masyarakat
27. Dengan demikian…
Permasalahan Publik Prioritas Kebijakan
• Sumberdaya yang terbatas,
• Berbagai masalah publik yang makin
kompleks
Pemerintah dituntut untuk
menyelesaikan banyak persoalan
publik
VS
Pemerintah harus menentukan pilihan penyelesaian masalah-masalah
publik berdasarkan skala prioritas Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan bentuk pernyataan formal dari pemerintah
tentang pilihan terbaik dari berbagai alternatif penyelesaian masalah
publik
28. Kebijakan Publik adalah …
• Pilihan melakukan atau tidak melakukan suatu keputusan/tindakan
(to do or not to do)
• Berkaitan dengan upaya memecakan masalah public, sehingga
menyelesaikan masalah publik menjadi titik sentral dalam kebijakan
publik
• Intervensi negara/pemerintah
• Tujuan bersama (public interest and social welfare)
• Pengalokasian nilai-nilai secara paksa
• Apa yang menjadi kebijakan pemerintah mempengaruhi kehidupan
masyarakat, dari aspek sosial, ekonomi, politik.
29. NO MAKNA KEBIJAKAN CONTOH
1 Sebagai label untuk sebuah
aktivitas
Kebijakan pendidikan, kebijakan industri
2 Sebagai ekspresi tujuan
umum atau aktivitas negara
yang diharapkan
Kebijakan tentang pelayanan publik yang
berkualitas dan terjangkau oleh seluruh
masyarakat, kebijakan pengurangan angka
kemiskinan
3 Sebagai proposal spesifik Kebijakan pengurangan subsidi bahan
bakar minyak
4 Sebagai keputusan
pemerintah
Keppres, keputusan menteri
5 Sebagai otorisasi formal Keputusan DPR
10 Penggunaan istilah kebijakan, dengan makna yang
berbeda (Hogwood & Gunn, 1984)
30. NO MAKNA KEBIJAKAN CONTOH
6 Sebagai sebagai sebuah
program
Program pengarusutamaan gender
7 Sebagai sebuah keluaran
(output)
Pengalihan subsidi bahan bakar minyak untuk
mendorong pengembangan usaha keciil
8 Sebagai sebuah hasil
(outcome)
Peningkatan nilai investasi dan pendapatan
pengusaha kecil sebagai implikasi pengalihan
subsidi bahan bakar minyak untuk usaha kecil
9 Sebagai sebagai teori atau
model
Jika infrastruktur fisik wilayah indonesia timur
diperbaiki maka perkembangan sosial ekonomi
wilayah itu semakin meningkat
10 Sebagai sebuah proses Pembuatan kebijakan dimulai sejak penetapan
agenda, keputusan tentang tujuan,
implementasi sampai dengan evaluasi
10 Penggunaan istilah kebijakan…
31. Pentingnya Kebijakan Publik
Apa yang menjadi
kebijakan pemerintah
mempengaruhi
kehidupan masyarakat,
dari aspek sosial,
ekonomi, politik.
Kebijakan Publik disusun
sebagai reaksi atas
masalah publik yang
muncul, sehingga
kemampuan
menyelesaikan masalah
publik menjadi titik sentral
dalam kebijakan publik.
32. Lingkup dan Hierarki Kebijakan
Publik
LINGKUP: mencakup berbagai bidang
dan sektor seperti ekonomi, politik,
sosial, budaya, hukum.
HIERARKI: kebijakan publik bersifat
nasional, regional maupun lokal
33. Sistem Kebijakan:
Tiga Elemen Kebijakan
• KEBIJAKAN PUBLIK lahir karena tuntutan-tuntutan yang merupakan
serangkaian pengaruh lingkungan
• LINGKUNGAN KEBIJAKAN: (al. karakteristik sosial ekonomi,
sumberdaya alam, iklim, topografi, demografi, budaya). Keterbatasan
dan konstrain dari lingkungan mempengaruhi pembuat kebijakan.
• PELAKU KEBIJAKAN: Pemerintah memiliki otoritas pembuatan
kebijakan dengan peran pokok sebagai regulator. Namun dalam
lingkungan negara yang demokratis, seluruh aktor kebijakan,
pemerintah dan non pemerintah secara kolektif memberikan kontribusi
Sumber: Dunn, 2004
34. 4
3
2
1
Nasehat Kebijakan
Studi Kebijakan
memberikan
nasehat kebijakan
Akademik
intelektual
Studi kebijakan
sebagai pekerjaan
akademik intelektual
yang berkontribusi
pada pekerjaan
politik riil
Apa yang harus dilakukan
politik
Fokus pada pertanyaan
apa yang harus dilakukan
sebagai komunitas politik
(bukan pada apa yang
seharusnya terjadi)
Persuasi Intervensi
Studi kebijakan
sebagai sebuah
persuasi yang
mengintervensi
komitmen yang
bersifat normative
dalam dunia
Tindakan yang nyata
Studi Kebijakan Publik
35. Tiga Faktor Penting
Knowledge,
theory, data
Authority and
power
Political &
economic
interest
Kebijakan yang baik
didukung oleh
pengetahuan, informasi,
data, best practice dan
bukti yang memadai
(evidence basedpolicy/
knowledge basedpolicy)
Positivisme:
Empirical
Hubungankausal dan prediktif
dalammemahami dan
menjelaskan masalah
Study Kebijakan
Publik
Post-Positivisme:
Memberikan pemahaman yang
lengkap & mendalam mengenai
nilai & hubungan antara
organisasi & individual
37. Strata Kebijakan
Kebijakan menjabarkan
kebijakan umum
Bentuk:
• Lingkup Pem Pusat: PP
menjabarkan UU, Kepmen
menjabarkan Keppres
• Lingkup daerah: Keputusan
Kepala Dinas Menjabarkan
Peraturan bupati
03
02
01
Kebijakan Umum
• Cakupan kebijakan luas
• berjangka panjang
• strategi kebijakan tidak
bersifat operasional
Bentuk:
• Lingkup wilayah negara:
UU, Perpres
• Lingkup daerah: Perda,
Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota
Kebijakan
Pelaksanaan Kebijakan Teknis
Kebijakan operasional
yang berada di bawah
kebijakan pelaksanaan
40. Policy Cycle
Althaus et al., 2013
• Identifying Issues (Agenda Setting):
dragging attention to take action
• Policy Analysis: the issue being analyzed,
outcomes set
• Policy instrument: means to achieve the
outcomes
• Consultation: support from actors
• Coordination: secure resources and avoid
conflicts with other policies/ regulations
• Decision: all set, decree publicly
• Implementation: the decision executed
• Evaluation: effectiveness, whether
outcome achieved?
41. Policy Cycle
Proses yang terstruktur dan logis
(sekuensial) dalam menyelesaikan
masalah publik oleh pemerintah
Dunn, 2004
04
Policy
Implementation
Advocacy
Analisis
Konsultansi Publik
Koordinasi
Pooling
Riset, FGD
Proses Politik
Policy
Evaluation
05
Perumusan
Masalah (Agenda
Setting)
01
Policy
Formulatio
n
02
PolicyAdoption
03
42. Proses Kebijakan Publik (1/2)
NO TAHAPAN IDENTIFIKASI
1 Perumusan
Masalah
(Agenda
Setting)
Mengidentifikasi isu/masalah publik apa yang akan
menjadi masalah kebijakan untuk diselesaikan
2 Policy
Formulation
memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan
kebijakan: menentukan kemungkinan kebijakan yang akan
digunakan dalam memecahkan masalah melalui proses
forecasting (konsekuensi dari masing-masing
kemungkinan kebijakan ditentukan)
3
Sumber
Policy Adoption
:Dunn (2004), Shafritz dan Russel (1997)
menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para
eksekutif dan legislatif, yang sebelumnya dilakukan
proses usulan atau rekomendasi kebijakan
43. Proses Kebijakan Publik (2/2)
NO TAHAPAN IDENTIFIKASI
4 Policy
Implementation
Kebijakan yang telah diadopsi dilaksanakan oleh
organisasi atau unit administratif tertentu dengan
memobilisasi dana dan sumberdaya untuk mendukung
kelancaran implementasi.
Pada tahap ini, proses pemantauan (monitoring)
kebijakan dilakukan
5 Policy
Evaluation
• Melakukan penilaian kebijakan (program & kegiatan)
yang telah diimplementasikan beserta dampaknya
• Melakukan umpan balik memutuskan apakah
kebijakan tersebut akan diteruskan, direvisi atau
dihentikan
Sumber: Dunn (2004), Shafritz dan Russel (1997)
44. Namun demikian,
Praktik Pembuatan Kebijakan
Policy
Making
SDM
Budaya Birokrasi
Keterbatasan
Informasi
Advocacy, Analisis, Konsultansi Publik,
Pooling, Riset, FGD,
Proses Politik
Prosesnya tidak
selalu Sekuensial,
namun dapat
dengan urutan
yang berbeda, atau
overlap, atau
dilakukan
bersamaan
Penentuan Isu
Waktu
Anggaran
LINGKUNGAN KEBIJAKAN (politik,
karakteristik sosek, SDA, iklim,
topografi, demografi).
Interest aktor
kebijakan
45. The Garbage Can Model (Cohen et al., 1972)
Participants
Choice
opportunities
Problems Solutions
• MODEL TEMPAT SAMPAH
Dengan asumsi bahwa pengambilan
keputusan kebijakan publik bersifat
acak dan unsystematic, serta tidak
ada hubungan yang jelas antara
masalah kebijakan, analisis dan
solusi.
• Ide-ide kebijakan, masalah, dan
alternatif solusi ditumpahkan bersama,
sehingga kebijakan dikembangkan
secara acak, dipengaruhi oleh
berbagai kepentingan
46. MODEL RASIONAL MODEL TEMPAT SAMPAH
Analisis secara mendalam (logis dan step-
by-step) terhadap berbagai isu atau
alternatif kebijakan dan konsekuensinya
Pengambil keputusan dalam organisasi bersifat
acak dan unsystematic karena adanya
tumpang tindik kepentingan
• Outcome sangat rasional
• Pengambil keputusan menggunakan
sistem pilihan yang
konsisten untuk memilih isu atau
alternatif terbaik
• Pengambil keputusan mampu
mengenali semua alternatif
• Keberhasilan/ kegagalan tiap
alternatif
• Memiliki waktu, informasi dan
sumberdaya yang cukup
• Pola pengambil keputusan ditandai dengan
ketidakteraturan yang disebabkan karena pilihan
problematik antar alternatif/isu, ketidakjelasan
informasi, dan dinamika dukungan yang selalu
berubah dipengaruhi keputusan kelompok/individu
• Identifikasi masalah dilakukan secara acak,
masalah kebijakan dan solusi muncul secara
bersamaan, siklus kebijakan dimulai dari
implementasi atau evaluasi
Model Rasional vs Model Tempat Sampah
47. Model inkremental (Charles E. Lindblom)
… memandang kebijakan
publik sebagai kelanjutan
dari kegiatan-kegiatan
yang telah dilakukan oleh
pemerintah di masa
lampau, dengan hanya
melakukan perubahan-
perubahan seperlunya
untuk menghindari banyak
masalah yang harus
dipertimbangkan
• Model kebijakan yang dilakukan dengan
mendesain ulang kebijakan yang ada namun
masih dalam koridor rangka utama kebijakan
asalnya.
• Dalam hal pembuat keputusan, hanya
mempertimbangkan beberapa altematif yang
langsung berhubungan dengan pokok masalah.
• Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-
akibat yang mendasar saja yang akan dievaluasi
• Model inkremental dilakukan untuk menghadapi
masalah yang membutuhkan penanganan dengan
waktu yang cukup singkat atau pengambilan
keputusan sehari-hari.
48. The Advocacy Coalition Framework
• Model Kerangka Kerja KoalisiAdvokasi mengasumsikan bahwa
para pelaku kebijakan berusaha untuk membuat keputusan
yang rasional;
• Meskipun seringkali rasionalitas pengambilan keputusan
terhalang oleh berbagai faktor yang kompleks.
• Model ini berpendapat proses kebijakan adalah negosiasi jangka
panjang antara koalisi kepentingan, perantara kebijakan, dan
lembaga politik yang memiliki keyakinan dasar yang sama. Koalisi ini
bersaing dan berinteraksi untuk mempengaruhi perubahan
49. Multiple Streams Framework is a well-respected approach for analyzing policymaking across
a variety of policies and countries.
FSM is a powerful tool for understanding the policy process, and more specifically, agenda-
setting, through three separate streams:problems, policies and politics.
Multiple Streams Framework (Teori Multi Arus)
(John Kingdon)
Multiple Streams Framework meneliti fenomena yang terjadi dalam tahap
agenda setting. Agenda setting merupakan tahap awal dan sangat
menentukan kualitas atas kebijakan publik yang diambil oleh eksekutif
Toga arus dalam proses agenda setting :
• arus masalah
• arus kebijakan dan
• arus politik
• berkaitan satu sama lain
• Agenda setting akan dinilai baik apabila ketiga arus
tersebut bertemu pada suatu titik.
50. AGENDA
3. Tantangan kebijakan publik di indonesia
• Menciptakan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy)
• Menciptakan nilai dalam pembuatan kebijakan
• Mengembangkan proses deliberatif dalam pembuatan kebijakan
• Memperkuat eksistensi analis kebijakan
• Keahlian yang dibutuhkan oleh analis kebijakan
• Posisi analis kebijakan dalam struktur birokrasi
1. Kebijakan publik dalam
pemerintahan modern
• Pergeseran peran pemerintah
• Pemerintah dan kebijakan
publik
2. Memahami proses kebijakan
• Definisi dan ruang lingkup
kebijakan publik
• Komponen proses kebijakan
publik
• Proses kebijakan
52. • Effective Government vs Failure government
• Bad government policies
• Poor implementation
• Ethical failures
• Inability of government to change when it necessary
• Government faces too many policy priorities to realistically and too
few resources to make progress against all of them simultaneously.
• The appropriate government policies and priorities shift as a country
itself changes.
• The world outside the country changes
Why Public Policy Fails…
(Porter, 2009)
53. Praktik Pembuatan Kebijakan (konteks Indonesia)
Datta, Ajoy, Rachma Nurbani, Gema Satria, Hans Antlov, Ishkak Fatonie, and Rudy Sabri. 2017. ‘Policy, Change
and Paradox in Indonesia: Implications for the Use of Knowledge’. Jakarta: Knowledge Sector Initiative.
“…Indonesia menghadapi tantangan khusus dalam pembuatan kebijakan. Birokrasi memainkan
peran penting dalam mengkoordinasikan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan program
di pusat maupun daerah, dalam penyusunan dan pelaksanaan UU, dan dengan berpartisipasi
dalam proses perencanaan, penganggaran, ...”
Data Prolegnas:
2005-2009
2010-2014
2014-2019
2020-2024
: 284
: 247
: 189
: 294 …. Selesai 2021 = 4
Rata-rata pertahun yang terealisasi
hanya 30 Undang-undang
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) adalah instrumen perencanaan program
pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
54. Why Public Policy Fails…
Konteks Indonesia
• Lemahnya kapasitas pembuat kebijakan
• Lingkungan politik yang kompleks
• Persaingan kepentingan antar aktor yang terlibat
• Pengambilan keputusan gaya konsensus
• Tidak adanya dukungan dari Publik
• Keterlibatan aktor informal
• Budaya organisasi
• Cost benefit analysis (analisis biaya-manfaat)
• Organisasi non pemerintah
• Organisasi masyarakat sipil
• Media
56. • Kualitas pelayanan publik yang buruk;
• Kebijakan Publik memberi hanya sedikit (atau tidak ada)
manfaat bagi masyarakat, dan/atau manfaat yang
diberikan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang;
• Harapan pengguna tidak terpenuhi;
• Memunculkan konsekuensi sosial atau lingkungan yang
merugikan;
• Memberikan efek merugikan pada daya saing ekonomi
• Tingkat kepercayaan kepada pemerintah
menurun/rendah
Dampak dari Proses Kebijakan Publik yang BURUK
58. UU No. 5 tahun 2014 ttg ASN
Latar belakang
Pemerintah melihat adanya masalah mendasar dalam SDM birokrasi
yang harus secepatnya dibenahi, diantaranya:
• Belum tertanamnya budaya kinerja dan pelayanan dan ukuran
kinerja belum terencana dengan baik. Meski berkualitas rendah,
pemerintah sulit memberhentikan mereka yang berkinerja buruk.
• Proses rekrutmen dan promosi jabatan di sebagian pemerintahan
daerah berdimensi politik, kekeluargaan, dan ekonomi.
• Sulit menegakkan integritas dan mencegah terjadinya perilaku
menyimpang dalam birokrasi.
RUU ASN mengalami proses pembahasan panjang (dibahas dalam 10x
persidangan) adanya resistensi.
59. UU No. 5 tahun 2014 ttg ASN
1. AGENDA SETTING: Diusulkan DPR
International Donors Melihat
Perlunya Reform Memberikan
Support Kepada Kemenpan RB
• Presiden dalam rangka Reformasi Birokrasi, melalui
Kemenpan RB melakukan Review UU 43/1999
Tentang Perubahan Atas UU No 8 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
• Menteri Kemenpan RB mengusulkan dibentuknya 2
kelompok untuk menyusun Draft UU (2010)
POLICY FORMULATION DAN
POLICY ANALYSIS: Akademisi
menghasilkan academic paper
dan draft UU (2011)
DISKUSI KEBIJAKAN: DPR
melakukan pembahasan draft UU
KOORDINASI KEBIJAKAN: Presiden menunjuk 3 menteri
untuk memimpin tim pemerintah untuk
mempertimbangkan draft UU
DISKUSI KEBIJAKAN/KONTESTASI KEBIJAKAN:
Lobbying oleh pemerintah dan stakeholders yang
mendukung dan menentang UU
DISKUSI
KEBIJAKAN/PENGAMBILAN
KEPUTUSAN: Pemerintah
memberikan pertimbangan
dengan menolak draft UU
60. DISKUSI KEBIJAKAN /KOORDINASI: Pembahasan
di DPR ditunda, dan pemerintah mencoba
membangun consensus internal (tapi gagal meraih
konsensus setelah melaksanakan 60x pertemuan)
POLICY DISCUSSION: Kabinet melakukan
pertemuan dalam merespon berita di media
(2013)
DISKUSI POLITIK/ FORMULASI:
Musyawarah parlemen. Terjadi kesepakatan
antara pemerintah dan legislative terkait draft UU
PENETAPAN KEBIJAKAN: DPR menyetujui UU
UU No. 5 tahun 2014 ttg ASN
COORDINATION: KASN dibentuk untuk
melakukan monitoring pelaksanaan UU
ASN (2014) KASN menetapkan
guidelines (PEDOMAN) terkait
pelaksanaan UU ASN sebagai respon
atas complaints dan permintaan ASN.
Selanjutnya pedoman tersebut di revisi
kembali untuk menyesuaikan dengan
peraturan menteri lainnya
A
DISKUSI KEBIJAKAN/ FORMULASI: Wakil menteri Kemenpan RB
menginisiasi diskusi kebijakan dan membentuk tim perwakilan dari
pemerintah untuk menyusun draft pedoman. Tim menyusun 9
peraturan (untuk 6 kementerian terkait) dan melakukan negosiasi
peraturan2 tersebut.
Policy formulation: Akademisi dan private sector dilibatkan oleh
kemenpan RB agar memberikan advise (masukan) terkait draft pedoman
B
61. UU No. 5 tahun 2014 ttg ASN
Pergantian Pemerintahan (2014)
AGENDA SETTING dari Presiden (Joko Widodo)
yang focus pada pemerintahan yang efektif dan
roadmap birokratik reform (2014-2015)
Implementasi kebijakan (2016)
62. Evidence Based Policy
“Tantangan terbesar bagi
pemerintah adalah bagaimana
memproduksi kebijakan
berkualitas sehingga memperkuat
daya saing Indonesia dengan
peluang dan sumber daya yang
dimiliki. Kebijakan publik yang
berkualitas dan aplikatif adalah
berdasarkan bukti-bukti yang
memadai”
(Kepala LAN, 2016)
63. Konflik Terdapat Pasal/ketentuan yang bertentangan dengan
peraturan lainnya
Inkonsistensi Terdapat ketentuan yang tidak konsisten dalam satu
peraturan Per-UU-an beserta turunannya
Multitafsir Terdapat ketidakjelasan pada objek atau subjek yang
diatur hingga menimbulkan rumusan bahasa dan sistematika tidak
jelas
Tidak operasional Regulasi tidak memiliki daya guna atau tidak
memiliki peraturan pelaksana
Belum ada kajian yang komprehensif seluruh kementerian terkait
dengan permasalahan hukum yang ada di dalam kewenangannya
Tantangan Kebijakan
64. Contoh:
Permasalahan proses pembentukan peraturan daerah:
⦁ Perda dibuat tidak mengarah pada pemecahan
masalah dan sering bertentangan dengan peraturan
per-uu-an yang lebih tinggi.
⦁ Perda kurang aspiratif dan partisipatif,
substansinya sering membebani
masyarakat/dunia usaha.
⦁ Penyusunan Raperda kurang didukung dengan
perencanaan yang jelas, terpadu dan sistematis,
serta sering kali tidak terkait dengan RPJPD,
RPJMD/Renstra SKPD & dengan perencanaan
pembangunan nasional.
⦁ Pembentukan Perda tidak didukung oleh kompetensi
legal drafter dan/atau minimnya jumlah ahli
perancangan yang memahami substansi secara
Pada tahun 2016 terdapat
3.143 Peraturan
Daerah/Peraturan Kepala
Daerah dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri yang
dibatalkan/revisi karena dinilai
menghambat investasi dan
daya saing bangsa
(Kemendagri, 2016)
Sumber: (https://setkab.go.id/kemendagri-resmi-
umumkan-3-143-perda-yang-dibatalkan/).
66. Tuntutan Kebijakan Publik yang dibentuk…
Kebijakan
yang
inovatif
Kebijakan
yang agile
Kebijakan
yang
kompetitif
Kebijakan yang
berbasis Data
(Data-driven
policy making)
67. IDEAL
Proses keputusan
kebijakan
berdasarkan kajian
bukti yang tepat
(evidence based
policy making).
FACT
kebijakan dibuat
berdasarkan intuisi,
pemahaman umum,
pengalaman, ideologi, opini
publik, kepentingan politik,
tekanan politik atau naluri
belaka.
vs
Evidence-Based Policy
68. Evidence-Based Policy
EVIDENCE (Bukti), antara lain:
• Pengetahuan Pakar
• Hasil Penelitian yang dipublikasikan
• Data Statistik
• Konsultasi dengan pemangku kepentingan
• Evaluasi Kebijakan sebelumnya
• Hasil Konsultasi
Bukti mengacu pada “pengetahuan terkini yang
terbaik”, yang relevan, representatif, dan valid.
69. Evidence-Based Policy Making (EBPM)
UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang- Undangan yang
mengatur bahwa dalam penyusunan peraturan
perundang- undangan selain harus melibatkan
perancang peraturan perundang-undangan juga
harus melibatkan peneliti/analis kebijakan.
70. 4. Hasil Penelitian dan Kebutuhan Kebijakan
kesesuaian topik penelitian dengan hasil
penelitian berbasis terapan, sesuai dengan
kebutuhan pembuatan kebijakan.
Tantangan dalam Evidence-Based Policy Making
1. Perubahan paradigma
dalam EBPM memberi
peluang bagi peneliti
untuk berpartisipasi
dalam penyusunan
kebijakan melalui
kerjasama dengan
pengambil kebijakan
2. Kualitas dan kuantitas
penelitian yang relevan
dengan prioritas kebijakan
pemerintah
3. Pemerintah dalam melegitimasi kebijakan
mengacu pada gagasan tentang pengambilan
keputusan berbasis bukti ilmiah
5. Bahasa Penelitian dan Bahasa Kebijakan
bahasa penelitian yang ilmiah tidak dapat
secara mudah dan tepat dituangkan oleh
pembuat kebijakan dalam norma kebijakan.
71. Tantangan dalam Evidence-Based Policy Making
9. Sumber Daya: SDM, anggaran, sarana
prasarana
6. Komitmen pemerintah untuk
merubah paradigma menjadi
evidence based policy dalam
proses pembuatan kebijakan
7. Profesionalitas, independensi
dan memegang teguh kode etik
untuk mengasilkan penelitian
yang relevan, representatif, dan
valid, sehingga hasil penelitiannya
dapat menghasilkan kebijakan
yang benar bukan untuk
membenarkan kebijakan
8. Desentralisasi (pembagian kewenangan yang
menuntut kebijakan dibuat oleh pusat dan
Daerah), akan sulit untuk menstandarkan
kualitas kebijakan yang sama antar daerah bila
melihat tingkat kemajuannya yang berbeda
10.Ketersediaan Data
72. D A T A
• Merupakan komponen penting dalam analisis kebijakan
• Data ditransformasikan menjadi informasi yang menjadi basis
pengambilan keputusan, merancang pencapaian target kebijakan dan
tujuan kebijakan serta membantu dalam implementasinya
• Dalam sebuah penelitian (riset) kebijakan: kegiatan merancang
kebutuhan data dan mengembangkan metode untuk dapat
memperoleh data yang dibutuhkan.
• Data yang dikumpulkan, dianalisis untuk tujuan membantu analis
dalam memahami masalah publik yang dianalisis agar menjadi lebih
jelas
73. Bentuk Data (Purwanto dan Sulistyastuti (2007)
Menurut sumbernya:
• Data internal (dikumpulkan oleh lembaga sendiri)
• Data eksternal (diperoleh dari media massa, lembaga lain dan buku-buku).
Menurut sifatnya
• Data kualitatif (berupa narasi, deskripsi tentang suatu kondisi)
• Data kuantitatif (berupa angka-angka): 1) Data diskrit (data hasil pengamatan), 2) Data
kontinyu (data hasil pengukuran)
Menurut cara memperolehnya:
• Data Primer dikumpulkan secara langsung dari responden/ narasumber yang menjadi unit
analisis dalam penelitian
• Data Sekunder data yang sudah tersedia yang proses pengumpulannya dilakukan oleh
penelitian terdahulu, data statistik yang dikumpulkan lembaga pemerintah/lembaga penelitian).
Menurut dimensi waktu:
• Data runtut waktu (time-series data), Data antara ruang (cross-sectional data), Data panel
(pooling data), data ini merupakan data gabungan antara data time-series dan cross
sectional.
74. Bentuk Data (Purwanto dan Sulistyastuti (2007)
Menurut skala pengukuran:
• Data nominal (data yang memiliki skala terendah karena hanya bersifat membedakan
sehingga angka yang ada tidak memiliki nilai kecuali membedakan antara kategori satu
dengan yang lain. Contoh: jenis kelamin: laki-laki (kode 1) dan perempuan (kode 2).
• Data ordinal (data berupa angka sudah dapat mengurutkan fenomena yang diukur dari rendah
sampai tinggi, namun belum mampu menggambarkan jarak yang sesungguhnya antara satu
kategori dengan kategori yang lain. Contoh mengkategorikan bobot responden menjadi tiga
kategori, yaitu: 1= kurus, 2=sedang, 3=gemuk ).
• Data interval (data yang memiliki semua karakter di atas, namun belum memiliki nilai nol yang
bersifat murni. Contoh suhu udara. Jika dalam termometer dengan skala Celcius dinyatakan
• Data rasio (data yang memiliki karakter di atas dan sudah memiliki nilai nol murni. Contoh
pendapatan. Jika seorang responden menyatakan pendapatannya nol rupiah, berarti dia
memang tidak memiliki pendapatan sama sekali)
75. • Tersedianya data yang terintegrasi (Satu Data)
• Ketertundaan dan kualitas data
• Aksesibilitas
• sistem yang mampu menyediakan data secara komprehensif dan lengkap
baik dari aspek time series (waktu) maupun aspek substansi
(bidang/sektor) untuk kesediaan bukti yang valid
• sistem yang mengharuskan pengguna data rumah tangga dan data-data
mentah lainnya untuk membayar.
Contoh:
Data yang di-disagregasi berdasarkan gender umumnya tidak ada. Kurangnya statistik
gender menyulitkan langkah untuk mengadvokasi kebijakan nasional menyangkut isu-isu
gender.
Kendala Data
80. Penelitian Kebijakan
1. Dimaksudkan untuk
memahami secara mendalam
sebuah kebijakan & mungkin
keterkaitannya dengan
kebijakan lain
4. Biasanya dilakukan
oleh Lembaga penelitian,
output laporan penelitian
2. Dilakukan dengan
metodologi yang sesuai
(ethnography, legal
analysis, economic
modeling, dst)
3. Durasi yang lama sesuai
masalah yang diteliti
5. Fokus penelitian
terkait dengan impact
kebijakan, proses
implementasi
kebijakan, isu
kebijakan, actor,
lingkungan kebijakan
dan data yang sangat
lengkap
81. Analisis Kebijakan
1. Merupakan peninjauan atas
sebuah rencana kebijakan (ex
ante) atau atas sebuah hasil
kebijakan (ex post)
3. Biasanya berdurasi
waktu pendek atau
sangat pendek jenis
dokumentasi kebijakan
2. AK dilakukan dengan
pendekatan ilmu kebijakan
melalui definisi masalah
kebijakan, membangun
tujuan kebijakan,
membangun opsi-opsi
kebijakan, menganalisis
implementasi dan
mengevaluasi kebijakan
4. Dilakukan oleh
Analis Kebijakan
dengan output Policy
Advice
82. Peran Analis Kebijakan ditemukan pada:
• Perguruan Tinggi
• Lembaga Penelitian Independen
• Unit kebijakan analis kebijakan yang bertanggungjawab
melakukan penelitian dan penyelidikan pada pemerintah,
lembaga-lembaga pemerintah dan institusi publik lainnya.
• Kelompok penekan & kelompok lobby, dimana Kelompok
penekan berusaha mempengaruhi kebijakan dengan cara
melakukan pemantauan dan pengembangan ide-ide tentang
alternatif kebijakan.
• Partai Politik
• Konsultan tidak tetap yang melakukan riset khusus
berdasarkan kontrak.
83. Faktor penyebab Gap antara PolicyAnalyst dan Policy Maker :
Pembuat kebijakan tidak terbiasa membaca laporan dan buku
Pembuat kebijakan “biasanya sibuk”, tidak suka laporan yang panjang &
lama
Bahasa yang dipergunakan terlalu teknis dan sulit dimengerti oleh
aktor kebijakan
Informasi dan rekomendasi terlalu umum tidak “tidak directive dan
kontekstual” dengan posisi pengambil kebijakan. Peneliti sering tidak
mengidentifikasi kliennya dengan jelas (Dwiyanto, 2012)
84. Davies (2005) membedakan BUKTI oleh kalangan pembuat kebijakan vs
kalangan peneliti/analis kebijakan:
Bagi Pembuat Kebijakan (Policy
Maker), evidence:
BagiAnalisKebijakan (PolicyAnalyst),
evidence:
Lazim sehari-hari
Apapun yang tampak relevan
Relevan dengan kebijakan
Tepat Waktu (timely)
Pesan yang jelas
Ilmiah (scientific)
Terbukti (proven)
Theoretically driven
Sepanjang waktu yang dibutuhkan
Persyaratan dan kualifikasi
85. Hubungan antara Peran Pembuat Kebijakan dengan Analis Kebijakan dalam
menghasilkan Informasi Kebijakan
Peran Pembuat Kebijakan
(Policy Maker)
Informasi Kebijakan yang
dihasilkan
PeranAnalis Kebijakan
(PolicyAnalyst)
Perumusan Masalah
Permasalahan Kebijakan
(Policy Problems)
Penyusunan Agenda
Peramalan
Hasil yang diharapkan
(Expected Outcomes)
Formulasi Kebijakan
Rekomendasi
Alternatif Kebijakan terpilih
(Preferred Policies)
Adopsi Kebijakan
Pengamatan
Pengamatan Hasil Kebijakan
(Observed Policy Outcomes)
Implementasi Kebijakan
Penilaian
Kinerja Kebijakan
(Policy Performance)
Penilaian Kebijakan
86. Peran & Kompetensi Analis Kebijakan dalam EBP
1.
Kemampuan untuk
mengidentifikasi isu/masalah,
mengumpulkan dan mengorganisir
data/ informasi, mengidentifikasi
opsi/alternatif, mengevaluasi
keuntungan, biaya dan resiko,
dan menyajikan informasi
kebijakan/membuat saran
kebijakan terbaik, serta
mengidentifikasi dampak dalam
pelaksanaanya
2.
Kemampuan untuk
menginformasikan hasil analisis
kebijakan, bekerja dalam konteks
politik dan membangun jejaring
kerja (kemampuan untuk
mengadvokasi informasi
kebijakan)
3.
Kemampuan Politis (political skill)
87. Skills yang dibutuhkan AK
2. Statistika
dasar
1. Kemampuan
dasar riset &
metodologi
3.
Komunikasi,
diplomasi,
networking
4.
Comparative
Case Study
5. Visualisasi
data
6. Design
thinking
88. Kemampuan Dasar Riset & Metodologi
Menjelaskan
tujuan
Menemukan
Masalah
Manfaat Impact Action item Output:
EBP
89. Memahami kebijakan secara utuh
Contoh: Kebijakan penanggulangan Covid-19
Kebijakan sejenis di
dunia(global)
Kebijakan di
daerah lain di
Indonesia
Kebijakan sejenis
di Asia Tenggara
90. Statistika Dasar
• Jenis data: primer, sekunder
• Tipe Data analisis:
• Deskriptif, diagnostik
• Statistik deskripif (mean, median)
• Uji Hipotesis
• Software: SPSS
Design Thinking
A Non Linier Process
(Sumber: Purwanto, 2021)
91. AK
1. Identifikasi
Kebijakan:
Penyediaan
informasi valid
tentang masalah
3. Implementasi
Kebijakan: penyediaan
informasi status
pelaksanaan kebijakan
dan permasalahannya
2. Formulasi Kebijakan:
penyusunan alternatif-
alternatif untuk
penyelesaian masalah
4. Evaluasi Kebijakan: Capaian
kebijakan terkait aspek-aspek
evaluatif
Analisis Kebijakan
Peran Analis Kebijakan:
92. Peran AK dalam Policy Making
Problem
sensing
Problem
structuring
Policy
innovation
Policy
fixing Reformulation
Recommendation
Policy
evaluation