SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
Download to read offline
19 
BAB II 
TINJAUAN UMUM TENTANG MAHRAM NIKAH 
A. Pengertian Mahram Nikah 
Secara bahasa, al-mahram adalah yang haram, terlarang1. Sedangkan secara istilah, mahramat dalam pembahasan ini adalah wanita-wanita yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki yang telah ditetapkan oleh syara' di dalam Al-Qur'an.2 Ibnu Qudamah berpendapat bahwa mahram adalah semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan, dan pernikahan.3 
B. Dasar Hukum Mahram Nikah 
Dasar hukum mahram terdapat dalam Al-Qur'an maupun hadits. Dasar- dasar yang berasal dari Al-Qur'an adalah sebagai berikut: 
1. Al-qur’an 
Surat Al-Nisa' Ayat 23 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
1 A.W. Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progessif, 1997, hlm. 257 
2Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunnah untuk Wanita, (Jakarta: Al-I'tishom, cet. VI, 2012), hlm. 602 
3 Muwafiquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Mahmud Qudamah, Al- Mughniy, Jilid 7 , (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabiy, tth)., hlm. 470
20 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara- saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuan sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah maha mengampuni dan menyayangi.4 
Surat Al-Nisa' Ayat 22 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali(kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).5 
Surat Al-Nisa’ Ayat 24 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Intermasa, 1999), hlm. 120 
5Ibid.
21 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengann hartamu untuk dikawini bukan berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni’mati (campur) di antara mereka, berikanlah kepada suatu kewajiban, dan yang telah kamu saling merelakannya, sesudah menentukan mahar, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Bijaksana6. 
2. Al-Hadits 
عن ابن عبّاس انّ النبي صلى الله عليو وسلم قال: اريد ابنة حمزة, فقال انها لا 
تحل لي انها ابنة اخي من الرضاعة و يحرم من الرضاغة ما يحرم من النسب 7 
Artinya: Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Nabi bersabda:Saya menginginkan anak perempuannya Hamzah kemudian Nabi SAW bersabda sesungguhnya anak perempuannya Hamzah tidak halal bagiku karena dia anak perempuan saudaraku sesusuan dan persusuan diharamkan sebagaimana diharamkannya karena persaudaraan (kandung). HR. Muslim) 
حدثنا يحيى بن يحيى قال قرأت على مالك عن نافع عن نبيو بن وىب أن 
عمر بن عبيدالله أراد أن يزوج طلحة بن عمر بنت شيبة بن جبير فأرسل إلى 
أبان بن عثمان يحضر ذلك وىو أمير الحج فقال أبان سمعت عثمان بن عفان 
يقول قال رسول الله صلى الله عليو و سلم لا ينكح المحرم ولا ينكح ولا 
6Ibid, hlm. 120-121 
7 Imam Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shohih Muslim, Jilid 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tth), hlm. 1072
22 
يخطب 
Artinya:Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, dia berkata: Kudapatkan dari Malik dari Nafi‟ dari Nubaih bin Wahab dari Umar bin Abdullah ketika Thalhah bin Umar ingin menikahi anak perempuan Syaibah bin Jabir, maka telah mengirimkan kabar kepada Aban bin Usman yang hadir ketika itu dan dia adalah pemimpin Jama‟ah Haji, Aban Berkata aku mendengar usman bin Affan berkata Rasulullah SAW. Bersabda orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, dinikahkan atau melamar (H.R. Muslim) 
حدثنا عبد الله بن يوسف أخبرنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي ىريرة 
رضي الله عنو 
: أن رسول الله صلى الله عليو و سلم قال لا يجمع بين المرأة وعمتها 
ولا بين المرأة وخالتها 
Artinya:Telah menceritakan kepadaku dari Abdullah bin Yusuf, menceritakan kepadaku Malik dari Abi az-Zinadi dari al- A‟raj, dari Abi Hurairah ia berkata: Rasulullah bersabda: dilarang mengumpulkan antara seorang perempuan dengan bibi dari ayah dan bibi dari ibunya (H.R.Bukhori) 
أخبرنا مالك أخبرنا نافع عن ابن عمر قال : إذا طلق العبد امرأتو اثنتين 
فقد حرمت حتى تنكح زوجا غيره حرة كانت أو أمة وعدة الحرة 
ثلاثة قروء وعدة الأمة حيضتان 
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Malik, telah kepadaku nafi’ dari ibnu Umar berkata: ketika seorang hamba menceraikan isterinya dua kali maka wanita tersebut diharamkan baginya sehingga wanita tersebut menikahi suami yang lain baik yang merdeka atau budak dan bilangan ‘iddah wanita adalah tiga kali suci dan ‘iddah budak perempuan adalah dua kali haidh.8 
8 Syaik Al-Hadits Maulana Muhammad Zakariya Kandlavi, Aujaz Al-Masalik ila Muwatha' Malik, Juz 12, (Beirut: Dar Al-Fikr, tth), hlm. 176
23 
C. Macam-macam Mahram Nikah 
Mahram nikah dibagi dalam dua bagian besar, yaitu mahram muabbad dan ghairu muabbad. Mahram muabbad adalah sebab-sebab mahram untuk selama-lamanya, diantaranya adalah 
1. Nasab 
Berdasarkan ayat Al-Qur'an yang telah dipaparkan di atas, sebab- sebab keharaman nikah akibat nasab adalah: 
a. Ibu kandung 
Yang dimaksud ibu di sini adalah seorang wanita yang mempunyai hubungan nasab dengan seorang laki-laki karena sebab kelahiran, baik dari pihak ibu maupun ayah.9 Oleh karena itu, selain ibu yang melahirkan laki-laki tersebut secara langsung, ibu dari ayah seterusnya dan juga termasuk ke dalam mahram golongan ibu. 
b. Anak perempuan kandung 
Maksud anak perempuan di sini adalah setiap wanita yang dinasabkan kepada seorang laki-laki karena kelahiran, seperti anak perempuan kandung, cucu dan seterusnya. 
c. Saudara perempuan 
Maksudnya adalah saudara perempuan dari pihak mana saja. 
d. Bibi dari pihak ayah 
Mereka adalah saudara-saudara perempuan ayah dan 
9Abu Malik Kamal Ibn Sayyid Salim, Op. Cit., h. 603
24 
seterusnya sehingga termasuk pula bibi ayah. 
e. Bibi dari pihak ibu 
Mereka adalah saudara-saudara perempuan ibu dan perempuan nenek dari pihak ayah 
f. Anak perempuan saudara laki-laki 
Mereka adalah anak-anak perempuan saudara laki-laki dari semua pihak dan seterusnya ke bawah. 
g. Anak perempuan saudara perempuan. 
Mereka adalah anak-anak perempuan saudara dari semua pihak dan seterusnya ke bawah.Tidak diharamkan bagi seseorang untuk menikahi anak-anak bibi atau pamannya. Tidak diharamkan juga baginya kakek dan nenek kecuali yang berasal dari ayah atau ibu secara langsung ke atas.10 
2. Pernikahan 
Adapun yang haram karena sebab pernikahan adalah 
a. Ibu istri, neneknya dari pihak ibu, ayah dan ke atas, sebagaimana firman Allah S.w.t. 
و امهات نساءكم 
Artinya: Dan ibu-ibu istrimu (mertua). 
Keharaman ini tidak disyaratkan adanya persetubuhan atau tidak, tetapi karena semata-mata karena telah terjadi pernikahan saja. 
10Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Jilid 4, (Mesir: Al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubro, 1969), hlm. 62
25 
b. Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli. 
Termasuk dalam pengertian ini anak perempuan dari perempuan tirinya, cucu-cucu perempuannya dan terus ke bawah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT 
وَ رَبَائِبُكُمُ اللاَّتِِ فِِ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَتِِ دَخَلْتُمْ بِِِنَّ, فَاِنْ لََْ 
تَكُوْن وُْا دَخَلْتُمْ بِِِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ 
Artinya: Dan anak-anak perempuan dari istrimu (tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isri yang teah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa (menikahinya). 
Anak tiri perempuan adalah anak istri dari pernikahan dengan laki-laki lain. Di dalam al-Qur'an, anak tiri diistilahkan sebagai robibah karena laki-laki (suami) ibunya hanya mendidik dan memelihara sebagaimana ia mendidik dan anaknya sendiri. 
c. Istri anak kandung 
Termasuk dalam istilah ini adalah istri cucunya baik laki-laki maupun perempuan dan seterusnya. Firman Allah 
وَ حَلاَئِلُ اَبْ نَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلاَبِكُمْ 
Artinya: Dan istri-istri anak kandungmu (menantu). 
3. Susuan. 
Pengharaman akibat persusuan disebabkan adanya hukum yang menyatakan bahwa pengharaman akibat persusuan adalah sebagaimana
26 
pengharaman akibat nasab. 11 Sabda Rasulullah SAW 
يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَسَبِ 
Artinya: Diharamkan akibat susuan apa yang diharamkan hubungan nasab. 
Golongan perempuan yang diharamkan akibat hubungan susuan ada delapan, yaitu12 
a. Ibu seseorang dari susuan dan nasab ke atasnya, yaitu: ibu susuan dan para nenek 
b. Keturunan dari susuan dan nasab di bawahnya. Mereka adalah anak perempuan susuan dan anak perempuannya, cucu laki-laki susuan, dan anak perempuannya meskipun turun. 
c. Keturunan kedua orang tua dari susuan, yaitu saudara-saudara perempuan dari susuan, dan keponakan anak laki- laki susuan serta anak perempuannya meskipun turun. 
d. Keturunan langsung kakek dan nenek dari susuan. Yaitu bibi pihak bapak, dan bibi dari ibu susuan. 
e. Ibu mertua dan neneknya dari susuan dan nasab ke atasnya. Meskipun telah terjadi persetubuhan dengan istri ataupun tidak. 
f. Istri bapak dan istri kakek dari susuan nasab ke atasnya. Meskipun bapak dan kakek telah menggaulinya ataupun tidak sebagaimana diharamkan untuknya istri bapaknya dari hubungan nasab. 
11Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, (Jakarta: Dar al Fikri, 2011), hlm. 132 
12Ibid.,
27 
g. Istri anak, istri cucu dari anak laki-laki dan anak perempuan sesusuan, dan nasab di bawahnya. Meskipun anak telah menggauli istrinya atau tidak sebagaimana diharamkan baginya istri anak- anaknya dari hubungan nasab. 
h. Anak perempuan istri dari susuan, dan cucu anak- anaknya dan nasab di bawahnya jika istri telah digauli. Jika dia belum digauli, maka keturunan dari susuan tidak haram untuk dinikahi oleh bekas suaminya sebagaimana kondisi keturunan secara nasab. 
Sedangkan mahram ghairu muabbad adalah sebab-sebab mahram untuk sementara, sifat kemahraman akan hilang bersamaan dengan hilangnya sebab. Yang termasuk dalam mahram ghairu muabbad adalah: 
1. Memadu dua orang perempuan bersaudara 
2. Istri orang lain atau bekas istri orang lain yang sedang dalam iddah. 
3. Perempuan yang ditalak tiga kali. 
4. Pernikahan orang yang sedang dalam ihram. 
5. Menikah dengan budak padahal mampu menikah perempuan merdeka. 
6. Menikah dengan perempuan pezina. 
7. Menikah dengan perempuan musyrik 
8. Menikah dengan perempuan beda agama 
Dengan demikian tujuh dari keempat belas wannita tersebut haram dinikahi karena hubungan nasab, dua diantaranya haram penyusuan,
28 
empat lainnya karena perkawinan dan satu lagi penggabungan.13 
D. Mahram Nikah Dalam Hukum Posistif Indonesia 
Yang dimaksud dengan hukum positif Indonesia dalam permasalahan ini adalah Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). 
1. Mahram nikah dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 
Perkawinan ialah sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu.14 
Mahramdalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 disebut sebagai pencegahan pernikahan yang terdapat dalam bab III Undang- undang tersebut. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam mengistilahkan mahram sebagai larangan kawin yang terdapat dalam bab VI Kompilasi Hukum Islam. 
Selanjutnya, Undang-undang nomor 1 tahun 1974 mengatakan bahwa perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melaksanakan perkawinan15. Syarat-syarat tersebut yang ada hubungannya dengan permasalahan mahramdijelaskan dalam Pasal 8 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan dilarang antara dua orang yang: 
13Syaikh Hassan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm. 155- 156. 
14Departemen Agama R.I. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 serta Kompilasi HukumIslam, (Jakarta: Derektorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), hlm. 14. 
15Ibid, hlm. 19
29 
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; 
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan dengan saudara neneknya; 
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu atau bapak tiri; 
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak saudara susuan dan bibi atau paman susuan; 
e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih seorang; dan 
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. 
Dalam pasal lain disebutkan juga hal-hal yang dapat mencegah perkawinan, di antaranya adalah: 
a. Pasal 9 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan“Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada pasal 3 ayat (2) dan 4 Undang-Undang ini (UU Nomor 1 tahun 1974).Pasal 3 Ayat (2) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa “Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak
30 
yang bersangkutan”.Syarat dan ketentuan seorang suami yang akan beristeri lebih dari satu diatur dalam Pasal 4 UU Nomor 1 tahun 1974. 
b. Pasal 10 UU Nomor 1 tahun 1974 “Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan yang lain". 
c. Seorang wanita tidak boleh melakukan pernikahan selama masih dalam masa tunggu atau hukum Islam disebut sebagai ‘iddah. Hal ini senada dengan pernyataan dalam pasal 11 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 “Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu". 
Selain pencegahan pernikahan yang datang dari diri calon mempelai sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terdapat juga pencegahan-pencegahan dari pihak-pihak yang mempunyai hak untuk melakukan pencegahan perkawinan. pihak-pihak tersebut dijelaskan dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 sebagai berikut: 
a. Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan bawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan;
31 
b. Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam pasal ini. 
Pihak lain yang disebutkan dalam Undang-undang selain sebagaimana pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1974 adalah pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan. Pencegahan yang dilakukan oleh pejabat ini dengan syarat ketidakadanya pemenuhan terhadap ketentuan-ketentuan yang tersebut di dalam pasal 7 ayat (1), pasal 8, 9, 10, dan pasal 12. 
2. Mahram nikah dalam Kompilasi Hukum Islam. 
Kompilasi Hukum Islam menjelaskan lebih rinci tentang mahram nikah dimana di dalam Kompilasi Hukum Islam disebut sebagai larangan kawin. Sebab-sebab dilarangnya melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan wanita sebagaimana disebutkan dalam bab VI pasal 39 adalah sebagai berikut: 
a. Karena pertalian nasab: 
i. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau menurunkannya atau keturunannya; 
j. Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu; 
k. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.
32 
b. Karena pertalian kerabat semenda: 
l. Dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya; 
m. Dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya; 
n. Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla dukhul; 
o. Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya. 
c. Karena pertalian sesusuan: 
p. Dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas; 
q. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke atas; 
r. Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah; 
s. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek ke atas; 
t. Dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya. 
Dalam keadaan tertentu, seseorang juga dilarang melakukan perkawinan sebagaimana disebutkan dalam pasal 40 Kompilasi Hukum Islam. Keadaan-keadaan tersebut adalah: 
a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan
33 
dengan pria lain; 
b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa ‘iddah dengan pria lain; 
c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam. 
Larangan-larangan lain yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut: 
a. Pasal 41 Kompilasi hukum Islam; 
1) Seorang pria dilarang memadu isterinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya. 
a) Saudara kandung, seayah atau seibu keturunannya; 
b) Wanita dengan bibinya atau kemenakannya. 
2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri-isterinya telah ditalak raj’i, tetapi masih dalam masa ‘iddah. 
b. Pasal 42 Kompilasi Hukum Islam; 
Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam ‘iddahtalak raj’i ataupun salah seorang di antara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa ‘iddah talak raj’i. 
c. Pasal 43 Kompilasi Hukum Islam;
34 
1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria: 
a) Dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali; 
b) Dengan seorang wanita bekas isterinya yang di-li’an. 
2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a) gugur, kalau bekas isteri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan telah habis masa ‘iddah-nya. 
d. Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam; 
Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. 
e. Pasal 54 Kompilasi Hukum Islam. 
1) Selama seseorang masih dalam keadaan ihram tidak boleh melangsungkan perkawinan dan juga boleh bertindak sebagai wali nikah; 
2) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram atau wali nikahnya masih berada dalam ihram perkawinannya tidak sah. 
E. Status Nasab Anak Hasil Zina 
Anak atau keturunan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pernikahan. Setiap pernikahan yang ideal pasti berharap mendapatkan seorang anak yang dapat melanjutkan nama keluarga atau melanjutkan eksistensi suatu marga dalam masyarakat. 
Pada kenyataannya, tidak semua anak yang dilahirkan dari seorang ibu
35 
adalah anak dari suami ibu. Oleh karena itu, dalam hukum Islam, asal usul seorang anak dapat diketahui dari salah satu di antara tiga sebab16, yaitu (1) dengan cara al-firasyi, yaitu berdasarkan kelahiran karena adanya perkawinan yang sah sebagaimana dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 24 bahwa “anak yang sah adalah dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah”; (2) dengan cara iqrar, yaitu pengakuan yang dilakukan oleh seseorang terhadap seorang anak dengan menyatakan bahwa anak tersebut adalah anaknya; (3) dengan cara bayyinah, yakni dengan cara pembuktian bahwa berdasarkan bukti-bukti yang sah seorang anak betul si fulan. 
Melihat cara-cara yang dipaparkan di atas, kesimpulan dapat diambil adalah merujuk pada pasal 24 UU No 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak yang sah hanyalah dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Dengan demikian, tidak termasuk di dalamnya adalah anak yang dilahirkan sebagai akibat dari perbuatan zina. 
Nasab menjadi penting karena mengakibatkan suatu hukum yang berbeda bagi anak, di antaranya adalah perwalian, pewarisan, mahramat nikah, dan lain lain. 
1. Pengertian Nasab 
Nasab secarabahasa adalah ةبسنلا و ةباسنلا و )باسنا ج( ُبَسَنلا yang 
16Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 76
36 
berarti Nasab, hubungan pertalian keluarga.17 Pengertian nasab secara istilah dapat dipahami dengan Al-Qur’an surat Al-Furqon Ayat 5418 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Dan Dia-lah yang telah menjadikan manusia dari air, lalu manusiadijadikan sebagai orang yang mempunyai keturunan dan orang yang berbesanan. Adakah Tuhanmu itu yang berkuasa.19 
Al-Qur‟an surat Al-Shofat Ayat 15820 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Mereka mengatakan bahwa di antara Allah dan jin-jin itu ada hubungankerabat; bahwa jin-jin itu mengetahui dirinya akan diadzab.21 
Al-Qur’an surat Al-Mukminun Ayat 10122 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Apabila telah ditiup sangkakala, maka pada hari itu juga anak keturunan dan keluarga tidak lagi bergua, mereka bertanya-tanya.23 
Sehingga dapat dikatakan Nasab adalah keturunan ahli waris atau keluarga yang berhak menerima harta warisan karena adanya pertalian darah atau keturunan24. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan nasab sebagai suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan 
17 A. W. Munawir, Op. Cit, hlm. 1411 
18Tengku Muhammad Hasbi As-Shiddiqie, Op. Cit, Juz 4, hlm. 2895 
19Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm 567 
20Tengku Muhammad Hasbi As-Shiddiqie, Op. Cit, hlm. 3482 
21Departemen Agama RI, Op. cit, hlm. 729 
22Tengku Muhammad Hasbi As-Shiddiqie, Op. Cit, Juz 3, hlm. 3434 
23Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm.538 
24 M. Abdul Mujieb, Mabruri, Syafi‟i AM, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka 
Firdaus,1994), hlm. 59.
37 
berdasarkan kesatuan darah atau pertimbangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain. Misalnya seorang anak adalah ayahnya, dan seorang ayah adalah bagian dari kakeknya. Dengan demikian orang- orang yang serumpun nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah.25 
2. Dasar penetapan nasab 
a. Jumhur Ulama berpendapat bahwa masa kehamilah paling sedikit adalah enam bulan. Hal ini didasarkan pada firman Allah S.w.t. surat Al-Ahqof Ayat 15 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri26". 
25Wahbahal-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 7247 
26 Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 825
38 
Kemudian dilanjutkan dengan surat Luqman Ayat 14 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalamusia dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua orang tuamu.Hanya kepada aku kembalimu.27 
Sedangkan masa kehamilan paling lama terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama‟. Imam Malik berpendapat lima tahun, Imam Syafi‟i berpendapat maksimal empat tahun. Ulama Hanifiyah berpendapat masa kehamilan paling lama adalah dua tahun berdasarkan hadits 
روى انّ عائشة رضي الله عنها قالت لا تزيد المرءة عن السنتين فِ الحمل 
Imam Muhammad Ibn Hakim berpendapat bahwa masa kehamilan paling lama adalah satu tahun qomariyah, ulama dhohiriyah berpendapat tidak lebih dari sembilan bulan. 
b. Anak yang dilahirkan dari pernikahan fasid atau pernikahan yang cacat syarat sahnya maka anak tersebut dinasabkan kepada yang menyenggamai ibunya dengan syarat telah terjadi hubungan seksual di antara keduanya. 
27Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm.654
39 
c. Anak yang dilahirkan dari hubungan syubhat maka anak tersebut dapat dinasabkan kepada laki-laki yang menyenggamai ibunya. Jika terjadi hubungan syubhat dan menghasilkan seorang anak yang hidup sebelum enam bulan maka tidak dapat dinasabkan. Karena diyakini perempuan tersebut telah hamil sebelum hubungan. Namun jika anak tersebut lahir setelah enam bulan dari hubungan maka nasabnya dapat ditetapkan. 
d. Anak yang dilahirkan dari hasil zina maka tidak ada hubungan nasab antara anak dengan laki-laki pezina. 
e. Tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya jika seorang anak dilahirkan sebelum enam bulan dari pernikahan kecuali jika laki- laki tersebut mengakuinya dan bukan dari hasil zina. Penetapan nasab sebagai akibat dari pernikahan dapat dilakukan dengan tiga syarat: 
u. Pernikahan tersebut dapat menjadikan kehamilan. Jika pernikahan tersebut dilakukan oleh orang yang belum baligh atau masih kecil maka nasab tidak dapat ditetapkan kepadanya. Ulama sepakat bahwa kehamilan tersebut bukan sebagai akibat darinya. 
v. Laki-laki tersebut tidak mengingkari anak tersebut. 
3. Status nasab anak zina 
a. Anak zina dengan ibunya
40 
Para Ulama’ sepakat bahwa nasab seseorang kepada ibunya terjadi disebabkan kehamilan karena adanya hubungan seksual yang dilakukan dengan seorang laki-laki, baik hubungan itu dilakukan berdasarkan akad nikah maupun melalui perzinaan.28Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ibu kandung adalah setiap perempuan yang melahirkan kamu.29Dari sini dapat dipahami bahwa setiap anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik dengan jalan pernikahan atau tidak dinasabkan kepada ibunya. Abdurrahman Al-Jaziri mengatakan 
فامّا القرابة فيحرم بِا على التءبيد ثلاثة انواع: النوع الاول :اصول 
الشخص و فروعو, فامّا اصولو فهنّ امّهاتو فتحرم عليو امو التي ولدتو و 
جدتو من كلّ جهة سواء كانت لامّو او لابيو, و ان علت. 30 
Abdurrahman Al-Jaziri mempunyai pendapat yang sama dengan Ulama yang lain mengatakan bahwa setiap wanita melahirkan seseorang adalah ibu kandung dari tersebut dan termasuk golongan dari orang yang haram dinikahi atau mahram. 
Dalam hal pewarisan, Ulama Imamiyah mempunyai pendapat yang berbeda dengan Ulama madzhab lain. Madzhab empat sepakat bahwa tidak ada hak untuk saling mewarisi antara anak dengan ayah zinanya, tetapi tetap mempunyai hak saling mewarisi 
28Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 7248 
29Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), hlm. 558 
30Abdurrahman Al-Jaziri, Op. Cit, hlm. 61
41 
antara anak dengan ibu zinanya. Ulama Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada hak saling mewarisi antara anak dengan orang tua zinanya baik ayah zina atau ibu zinanya.31 
b. Anak zina dengan ayah zinanya 
Mengenahi status anak hasil zina, Imam Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mabsuth menjelaskan32 
يَحْرُمُ عَلَى الرَجُلِ نِكَاحَ بِنْتِوِ مِنَ الزِنَا وَ اُخْتِوِ وَ بِنْتِ ابْنِوِ وَ بِنْتِ بِنْتِوِ وَ 
بِنْتِ اَخِيْوِ وَ اُخْتِوِ مِنَ الزِنِا وَىُوَ قَ وْلُ عَامَّةِ الفُقَهَاءِ , وَ قَالَ مَالِكِ وَ 
شْهُوْرِ مِنْ مَذْىَبِوِ يَج َ 
الشَّافِعِيّ فِِ الم وْزُ ذَالِكَ كُلُّوُ لِاَن هََّا اَجْنَبِيَّةٌ مِنْوُ وَلاَ 
ت نُْسَبُ اِلَيْوِ شَرْعًا وَ لاَ يَجْرِي التَ وَارُثُ ب يَْ نَ هُمَا وَلاَ ت عُْتَقُ عَلَيْوِ اِذَا مَلَكَهَا وَ لاَ 
تَ لْزَمُوَ ن فََقَتُ هَا فَ لَمْ تَحْرُمُ عَلَيْوِ كَسَائِرِ الاَجَانِبِ 
Para ulama madzhab sepakat bahwa bila zina itu memang terbukti, maka anak tersebut secara syar’itidak memiliki hubungan nasab yang sah dengan pezina meskipun dalam beberapa hal ulama berbeda pendapat, misalnya adalah dalam hal waris dan pernikahan. Imam Maliki Syafi’i berpendapat bahwa seorang laki-laki boleh mengawini anak perempuannya, cucu perempuan, saudara dan keponakan perempuan dari hasil zina. Sebab wanita-wanita tersebut tidak mempunyai kaitan nasab secara syar’i dengannya. Pendapat Imam Syafi’i diperkuat oleh pendapat dijelaskan Imam Syihabudin Abul ‘Abbas Ahmad Ibn Muhammad 
31Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, juz 2, )Jakarta: Basri Press, 1994(, hlm. 320-321. 
32Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz 5, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arobi, tth), hlm. 485
42 
Al-Syafi’i Al-Qostholani33 ketika menafsiri Surat An-Nisa’ ayat 23 
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهَاتُكُمْ وَ ب نََاتُكُم Artinya: Diharamkan atasmu ibu-ibumu dan anak-anakmu. 
Yang dimaksud dengan بَنَاتُكُ م di sini adalah tersebut وَ ا لبَنَاتُ كُلُّ اُ نثَى وَلَدَ تهَا 
اَ و وُلِدَ ت مِ ن وَلَدِهَا ذَكَرًا كَانَ اَ و اُ نثَى بِىَاسِطَةٍ اَ و بِغَ يرِهَا yaitu anak kandung dan cucu ke bawah baik laki-laki atau perempuan. 
Imamiyah, Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa tidak dihalalkan pernikahan antara anak dan ayah zina tersebut dan tidak dibenarkan adanya saling mewarisi antara keduanya.34 Imam Ja’far berpendapat bahwa seorang laki-laki tidak boleh mengawini anak perempuannya dari hasil zina, tidak pula saudara perempuannya, tidak cucu perempuan anaknya lelaki dan anaknya perempuan, tidak juga anak perempuan saudaranya lelaki dan perempuan. Alasan yang digunakan oleh Imam Ja’fari dalam hal ini adalah meskipun anak perempuan tersebut adalah zina, namun pada hakikatnya anak perempuan tersebut adalah berasal dari sperma laki-laki ayah zinanya sehingga Imam Ja’fari berpendapat bahwa anak perempuan tersebut tidak boleh dinikahi oleh ayah zinanya.35 
33Imam Syihabudin Abul ‘Abbas Ahmad Ibn Muhammad Al-Syafi’i Al-Qostholani, Irsyadus Saari Syarh Shohih Muslim, Juz 2, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, tth), hlm. 383 
34Muhammad Jawad Mughniyah, Op. Cit, hlm. 395 
35Muhammad Jawad mughniyah, Fiqih Imam Ja’far Shodiq, Juz 3, Diterjemahkan oleh Abu Zaenab Ab, (Jakarta: Lentera, 2009), hlm. 295

More Related Content

What's hot

Hukum Menikahi Wanita Hamil
Hukum Menikahi Wanita HamilHukum Menikahi Wanita Hamil
Hukum Menikahi Wanita HamilEka Fatma
 
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Marhamah Saleh
 
Tafsir ibnu katsir juz 4
Tafsir ibnu katsir juz 4Tafsir ibnu katsir juz 4
Tafsir ibnu katsir juz 4Abu Husain
 
Tafsir ibnu katsir juz 3
Tafsir ibnu katsir juz 3Tafsir ibnu katsir juz 3
Tafsir ibnu katsir juz 3Abu Husain
 
Tafsir ibnu katsir juz 8
Tafsir ibnu katsir juz 8Tafsir ibnu katsir juz 8
Tafsir ibnu katsir juz 8Abu Husain
 
Tafsir ibnu katsir juz 5
Tafsir ibnu katsir juz 5Tafsir ibnu katsir juz 5
Tafsir ibnu katsir juz 5Abu Husain
 
Tafsir ibnu katsir juz 7
Tafsir ibnu katsir juz 7Tafsir ibnu katsir juz 7
Tafsir ibnu katsir juz 7Abu Husain
 
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahPokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahbar-bar
 
Presentasi pai semester 3 kel 4
Presentasi pai semester 3 kel 4Presentasi pai semester 3 kel 4
Presentasi pai semester 3 kel 4desinurlayla
 
Istiqomah dalam beragama
Istiqomah dalam beragamaIstiqomah dalam beragama
Istiqomah dalam beragamaMuhammad Arif
 
Adab bertamu dan menerima tamu
Adab bertamu dan menerima tamuAdab bertamu dan menerima tamu
Adab bertamu dan menerima tamuNandha Zulyana
 
Adab Bertamu dan Adab Menerima Tamu
Adab Bertamu dan Adab Menerima TamuAdab Bertamu dan Adab Menerima Tamu
Adab Bertamu dan Adab Menerima TamuNaili Ajja
 
Seluk Beluk Pernikahan Islam_wahyu dwi pranata
Seluk Beluk Pernikahan Islam_wahyu dwi pranataSeluk Beluk Pernikahan Islam_wahyu dwi pranata
Seluk Beluk Pernikahan Islam_wahyu dwi pranataWahyu Dwi Pranata
 
Keutamaan sayyidul istighfar
Keutamaan sayyidul istighfarKeutamaan sayyidul istighfar
Keutamaan sayyidul istighfarMuhsin Hariyanto
 
Keutamaan sayyidul istighfar 01
Keutamaan sayyidul istighfar 01Keutamaan sayyidul istighfar 01
Keutamaan sayyidul istighfar 01Muhsin Hariyanto
 

What's hot (19)

Hukum Menikahi Wanita Hamil
Hukum Menikahi Wanita HamilHukum Menikahi Wanita Hamil
Hukum Menikahi Wanita Hamil
 
Tanya jawab nikah
Tanya jawab  nikahTanya jawab  nikah
Tanya jawab nikah
 
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
 
Tafsir ibnu katsir juz 4
Tafsir ibnu katsir juz 4Tafsir ibnu katsir juz 4
Tafsir ibnu katsir juz 4
 
Tafsir ibnu katsir juz 3
Tafsir ibnu katsir juz 3Tafsir ibnu katsir juz 3
Tafsir ibnu katsir juz 3
 
Tafsir ibnu katsir juz 8
Tafsir ibnu katsir juz 8Tafsir ibnu katsir juz 8
Tafsir ibnu katsir juz 8
 
Tafsir ibnu katsir juz 5
Tafsir ibnu katsir juz 5Tafsir ibnu katsir juz 5
Tafsir ibnu katsir juz 5
 
Tafsir ibnu katsir juz 7
Tafsir ibnu katsir juz 7Tafsir ibnu katsir juz 7
Tafsir ibnu katsir juz 7
 
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlahPokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
Pokok pokok kesesatan aqidah rafidlah
 
Presentasi pai semester 3 kel 4
Presentasi pai semester 3 kel 4Presentasi pai semester 3 kel 4
Presentasi pai semester 3 kel 4
 
Istiqomah dalam beragama
Istiqomah dalam beragamaIstiqomah dalam beragama
Istiqomah dalam beragama
 
7. fiqh munakahat
7. fiqh munakahat7. fiqh munakahat
7. fiqh munakahat
 
Tanya jawab tentan menyusui
Tanya jawab tentan menyusuiTanya jawab tentan menyusui
Tanya jawab tentan menyusui
 
Doa Lengkap 3
Doa Lengkap 3Doa Lengkap 3
Doa Lengkap 3
 
Adab bertamu dan menerima tamu
Adab bertamu dan menerima tamuAdab bertamu dan menerima tamu
Adab bertamu dan menerima tamu
 
Adab Bertamu dan Adab Menerima Tamu
Adab Bertamu dan Adab Menerima TamuAdab Bertamu dan Adab Menerima Tamu
Adab Bertamu dan Adab Menerima Tamu
 
Seluk Beluk Pernikahan Islam_wahyu dwi pranata
Seluk Beluk Pernikahan Islam_wahyu dwi pranataSeluk Beluk Pernikahan Islam_wahyu dwi pranata
Seluk Beluk Pernikahan Islam_wahyu dwi pranata
 
Keutamaan sayyidul istighfar
Keutamaan sayyidul istighfarKeutamaan sayyidul istighfar
Keutamaan sayyidul istighfar
 
Keutamaan sayyidul istighfar 01
Keutamaan sayyidul istighfar 01Keutamaan sayyidul istighfar 01
Keutamaan sayyidul istighfar 01
 

Viewers also liked

Daftar riwayat hidupANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG...
Daftar riwayat hidupANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG...Daftar riwayat hidupANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG...
Daftar riwayat hidupANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG...Anwar Dmk
 
CoverANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENG...
CoverANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENG...CoverANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENG...
CoverANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENG...Anwar Dmk
 
Daftar pustakaANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-...
Daftar pustakaANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-...Daftar pustakaANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-...
Daftar pustakaANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-...Anwar Dmk
 
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...Anwar Dmk
 
Biografi dan Pemikiran Imam Syafi'i dan Hambali
Biografi dan Pemikiran Imam Syafi'i dan HambaliBiografi dan Pemikiran Imam Syafi'i dan Hambali
Biografi dan Pemikiran Imam Syafi'i dan HambaliAbdul Fauzan
 
Study: The Future of VR, AR and Self-Driving Cars
Study: The Future of VR, AR and Self-Driving CarsStudy: The Future of VR, AR and Self-Driving Cars
Study: The Future of VR, AR and Self-Driving CarsLinkedIn
 

Viewers also liked (6)

Daftar riwayat hidupANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG...
Daftar riwayat hidupANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG...Daftar riwayat hidupANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG...
Daftar riwayat hidupANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG...
 
CoverANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENG...
CoverANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENG...CoverANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENG...
CoverANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENG...
 
Daftar pustakaANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-...
Daftar pustakaANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-...Daftar pustakaANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-...
Daftar pustakaANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-...
 
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN SEORANG LAKI-LAKI DENGAN AN...
 
Biografi dan Pemikiran Imam Syafi'i dan Hambali
Biografi dan Pemikiran Imam Syafi'i dan HambaliBiografi dan Pemikiran Imam Syafi'i dan Hambali
Biografi dan Pemikiran Imam Syafi'i dan Hambali
 
Study: The Future of VR, AR and Self-Driving Cars
Study: The Future of VR, AR and Self-Driving CarsStudy: The Future of VR, AR and Self-Driving Cars
Study: The Future of VR, AR and Self-Driving Cars
 

Similar to MAHRAM

Munakahat: Pernikahan dalam Islam
Munakahat: Pernikahan dalam IslamMunakahat: Pernikahan dalam Islam
Munakahat: Pernikahan dalam IslamVonita Amelia
 
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena BerzinaHukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena BerzinaAZA Zulfi
 
Rukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat NikahRukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat Nikahshafirahany22
 
Presentasi Fiqh Poligami
Presentasi Fiqh PoligamiPresentasi Fiqh Poligami
Presentasi Fiqh PoligamiMarhamah Saleh
 
Training Pra Nikah bagi calon penganten- Handout.ppt
Training Pra Nikah bagi calon penganten- Handout.pptTraining Pra Nikah bagi calon penganten- Handout.ppt
Training Pra Nikah bagi calon penganten- Handout.pptakangyayat
 
Arti kata mahram dan muhrim
Arti kata mahram dan muhrimArti kata mahram dan muhrim
Arti kata mahram dan muhrimMarbotMesjid
 
Makalah Mengenai Mahligai Rumah Tangga
Makalah Mengenai Mahligai Rumah TanggaMakalah Mengenai Mahligai Rumah Tangga
Makalah Mengenai Mahligai Rumah TanggaYoollan MW
 
PAI XII Bab Munakahat
PAI XII Bab MunakahatPAI XII Bab Munakahat
PAI XII Bab Munakahatpawzonfire
 

Similar to MAHRAM (20)

Pernikahan
PernikahanPernikahan
Pernikahan
 
01 nikah
01 nikah01 nikah
01 nikah
 
Munakahat: Pernikahan dalam Islam
Munakahat: Pernikahan dalam IslamMunakahat: Pernikahan dalam Islam
Munakahat: Pernikahan dalam Islam
 
Nikah
NikahNikah
Nikah
 
anjuran menikah.pptx
anjuran menikah.pptxanjuran menikah.pptx
anjuran menikah.pptx
 
Wanita yang selamanya haram dinikah
Wanita yang selamanya haram dinikahWanita yang selamanya haram dinikah
Wanita yang selamanya haram dinikah
 
Wanita yang selamanya haram dinikah
Wanita yang selamanya haram dinikahWanita yang selamanya haram dinikah
Wanita yang selamanya haram dinikah
 
Wanita yang selamanya haram dinikah
Wanita yang selamanya haram dinikahWanita yang selamanya haram dinikah
Wanita yang selamanya haram dinikah
 
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena BerzinaHukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Berzina
 
Pernikahan
PernikahanPernikahan
Pernikahan
 
Rukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat NikahRukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat Nikah
 
Presentasi Fiqh Poligami
Presentasi Fiqh PoligamiPresentasi Fiqh Poligami
Presentasi Fiqh Poligami
 
Training Pra Nikah bagi calon penganten- Handout.ppt
Training Pra Nikah bagi calon penganten- Handout.pptTraining Pra Nikah bagi calon penganten- Handout.ppt
Training Pra Nikah bagi calon penganten- Handout.ppt
 
Arti kata mahram dan muhrim
Arti kata mahram dan muhrimArti kata mahram dan muhrim
Arti kata mahram dan muhrim
 
tugas agama islam.pptx
tugas agama islam.pptxtugas agama islam.pptx
tugas agama islam.pptx
 
Ummi s xii ips-3
Ummi s xii ips-3Ummi s xii ips-3
Ummi s xii ips-3
 
Fiqh Munakahat
Fiqh MunakahatFiqh Munakahat
Fiqh Munakahat
 
Makalah Mengenai Mahligai Rumah Tangga
Makalah Mengenai Mahligai Rumah TanggaMakalah Mengenai Mahligai Rumah Tangga
Makalah Mengenai Mahligai Rumah Tangga
 
Bab 5
Bab 5Bab 5
Bab 5
 
PAI XII Bab Munakahat
PAI XII Bab MunakahatPAI XII Bab Munakahat
PAI XII Bab Munakahat
 

Recently uploaded

MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxadesofyanelabqory
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdfAgungIstri3
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desamateri penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desassuser274be0
 

Recently uploaded (10)

MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desamateri penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
 

MAHRAM

  • 1. 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MAHRAM NIKAH A. Pengertian Mahram Nikah Secara bahasa, al-mahram adalah yang haram, terlarang1. Sedangkan secara istilah, mahramat dalam pembahasan ini adalah wanita-wanita yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki yang telah ditetapkan oleh syara' di dalam Al-Qur'an.2 Ibnu Qudamah berpendapat bahwa mahram adalah semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan, dan pernikahan.3 B. Dasar Hukum Mahram Nikah Dasar hukum mahram terdapat dalam Al-Qur'an maupun hadits. Dasar- dasar yang berasal dari Al-Qur'an adalah sebagai berikut: 1. Al-qur’an Surat Al-Nisa' Ayat 23                                     1 A.W. Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progessif, 1997, hlm. 257 2Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunnah untuk Wanita, (Jakarta: Al-I'tishom, cet. VI, 2012), hlm. 602 3 Muwafiquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Mahmud Qudamah, Al- Mughniy, Jilid 7 , (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabiy, tth)., hlm. 470
  • 2. 20                      Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara- saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuan sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah maha mengampuni dan menyayangi.4 Surat Al-Nisa' Ayat 22                     Artinya: Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali(kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).5 Surat Al-Nisa’ Ayat 24              4Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Intermasa, 1999), hlm. 120 5Ibid.
  • 3. 21                                      Artinya: Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengann hartamu untuk dikawini bukan berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni’mati (campur) di antara mereka, berikanlah kepada suatu kewajiban, dan yang telah kamu saling merelakannya, sesudah menentukan mahar, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Bijaksana6. 2. Al-Hadits عن ابن عبّاس انّ النبي صلى الله عليو وسلم قال: اريد ابنة حمزة, فقال انها لا تحل لي انها ابنة اخي من الرضاعة و يحرم من الرضاغة ما يحرم من النسب 7 Artinya: Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Nabi bersabda:Saya menginginkan anak perempuannya Hamzah kemudian Nabi SAW bersabda sesungguhnya anak perempuannya Hamzah tidak halal bagiku karena dia anak perempuan saudaraku sesusuan dan persusuan diharamkan sebagaimana diharamkannya karena persaudaraan (kandung). HR. Muslim) حدثنا يحيى بن يحيى قال قرأت على مالك عن نافع عن نبيو بن وىب أن عمر بن عبيدالله أراد أن يزوج طلحة بن عمر بنت شيبة بن جبير فأرسل إلى أبان بن عثمان يحضر ذلك وىو أمير الحج فقال أبان سمعت عثمان بن عفان يقول قال رسول الله صلى الله عليو و سلم لا ينكح المحرم ولا ينكح ولا 6Ibid, hlm. 120-121 7 Imam Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shohih Muslim, Jilid 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tth), hlm. 1072
  • 4. 22 يخطب Artinya:Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, dia berkata: Kudapatkan dari Malik dari Nafi‟ dari Nubaih bin Wahab dari Umar bin Abdullah ketika Thalhah bin Umar ingin menikahi anak perempuan Syaibah bin Jabir, maka telah mengirimkan kabar kepada Aban bin Usman yang hadir ketika itu dan dia adalah pemimpin Jama‟ah Haji, Aban Berkata aku mendengar usman bin Affan berkata Rasulullah SAW. Bersabda orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, dinikahkan atau melamar (H.R. Muslim) حدثنا عبد الله بن يوسف أخبرنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي ىريرة رضي الله عنو : أن رسول الله صلى الله عليو و سلم قال لا يجمع بين المرأة وعمتها ولا بين المرأة وخالتها Artinya:Telah menceritakan kepadaku dari Abdullah bin Yusuf, menceritakan kepadaku Malik dari Abi az-Zinadi dari al- A‟raj, dari Abi Hurairah ia berkata: Rasulullah bersabda: dilarang mengumpulkan antara seorang perempuan dengan bibi dari ayah dan bibi dari ibunya (H.R.Bukhori) أخبرنا مالك أخبرنا نافع عن ابن عمر قال : إذا طلق العبد امرأتو اثنتين فقد حرمت حتى تنكح زوجا غيره حرة كانت أو أمة وعدة الحرة ثلاثة قروء وعدة الأمة حيضتان Artinya: Telah menceritakan kepadaku Malik, telah kepadaku nafi’ dari ibnu Umar berkata: ketika seorang hamba menceraikan isterinya dua kali maka wanita tersebut diharamkan baginya sehingga wanita tersebut menikahi suami yang lain baik yang merdeka atau budak dan bilangan ‘iddah wanita adalah tiga kali suci dan ‘iddah budak perempuan adalah dua kali haidh.8 8 Syaik Al-Hadits Maulana Muhammad Zakariya Kandlavi, Aujaz Al-Masalik ila Muwatha' Malik, Juz 12, (Beirut: Dar Al-Fikr, tth), hlm. 176
  • 5. 23 C. Macam-macam Mahram Nikah Mahram nikah dibagi dalam dua bagian besar, yaitu mahram muabbad dan ghairu muabbad. Mahram muabbad adalah sebab-sebab mahram untuk selama-lamanya, diantaranya adalah 1. Nasab Berdasarkan ayat Al-Qur'an yang telah dipaparkan di atas, sebab- sebab keharaman nikah akibat nasab adalah: a. Ibu kandung Yang dimaksud ibu di sini adalah seorang wanita yang mempunyai hubungan nasab dengan seorang laki-laki karena sebab kelahiran, baik dari pihak ibu maupun ayah.9 Oleh karena itu, selain ibu yang melahirkan laki-laki tersebut secara langsung, ibu dari ayah seterusnya dan juga termasuk ke dalam mahram golongan ibu. b. Anak perempuan kandung Maksud anak perempuan di sini adalah setiap wanita yang dinasabkan kepada seorang laki-laki karena kelahiran, seperti anak perempuan kandung, cucu dan seterusnya. c. Saudara perempuan Maksudnya adalah saudara perempuan dari pihak mana saja. d. Bibi dari pihak ayah Mereka adalah saudara-saudara perempuan ayah dan 9Abu Malik Kamal Ibn Sayyid Salim, Op. Cit., h. 603
  • 6. 24 seterusnya sehingga termasuk pula bibi ayah. e. Bibi dari pihak ibu Mereka adalah saudara-saudara perempuan ibu dan perempuan nenek dari pihak ayah f. Anak perempuan saudara laki-laki Mereka adalah anak-anak perempuan saudara laki-laki dari semua pihak dan seterusnya ke bawah. g. Anak perempuan saudara perempuan. Mereka adalah anak-anak perempuan saudara dari semua pihak dan seterusnya ke bawah.Tidak diharamkan bagi seseorang untuk menikahi anak-anak bibi atau pamannya. Tidak diharamkan juga baginya kakek dan nenek kecuali yang berasal dari ayah atau ibu secara langsung ke atas.10 2. Pernikahan Adapun yang haram karena sebab pernikahan adalah a. Ibu istri, neneknya dari pihak ibu, ayah dan ke atas, sebagaimana firman Allah S.w.t. و امهات نساءكم Artinya: Dan ibu-ibu istrimu (mertua). Keharaman ini tidak disyaratkan adanya persetubuhan atau tidak, tetapi karena semata-mata karena telah terjadi pernikahan saja. 10Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Jilid 4, (Mesir: Al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubro, 1969), hlm. 62
  • 7. 25 b. Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli. Termasuk dalam pengertian ini anak perempuan dari perempuan tirinya, cucu-cucu perempuannya dan terus ke bawah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT وَ رَبَائِبُكُمُ اللاَّتِِ فِِ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَتِِ دَخَلْتُمْ بِِِنَّ, فَاِنْ لََْ تَكُوْن وُْا دَخَلْتُمْ بِِِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ Artinya: Dan anak-anak perempuan dari istrimu (tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isri yang teah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa (menikahinya). Anak tiri perempuan adalah anak istri dari pernikahan dengan laki-laki lain. Di dalam al-Qur'an, anak tiri diistilahkan sebagai robibah karena laki-laki (suami) ibunya hanya mendidik dan memelihara sebagaimana ia mendidik dan anaknya sendiri. c. Istri anak kandung Termasuk dalam istilah ini adalah istri cucunya baik laki-laki maupun perempuan dan seterusnya. Firman Allah وَ حَلاَئِلُ اَبْ نَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلاَبِكُمْ Artinya: Dan istri-istri anak kandungmu (menantu). 3. Susuan. Pengharaman akibat persusuan disebabkan adanya hukum yang menyatakan bahwa pengharaman akibat persusuan adalah sebagaimana
  • 8. 26 pengharaman akibat nasab. 11 Sabda Rasulullah SAW يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَسَبِ Artinya: Diharamkan akibat susuan apa yang diharamkan hubungan nasab. Golongan perempuan yang diharamkan akibat hubungan susuan ada delapan, yaitu12 a. Ibu seseorang dari susuan dan nasab ke atasnya, yaitu: ibu susuan dan para nenek b. Keturunan dari susuan dan nasab di bawahnya. Mereka adalah anak perempuan susuan dan anak perempuannya, cucu laki-laki susuan, dan anak perempuannya meskipun turun. c. Keturunan kedua orang tua dari susuan, yaitu saudara-saudara perempuan dari susuan, dan keponakan anak laki- laki susuan serta anak perempuannya meskipun turun. d. Keturunan langsung kakek dan nenek dari susuan. Yaitu bibi pihak bapak, dan bibi dari ibu susuan. e. Ibu mertua dan neneknya dari susuan dan nasab ke atasnya. Meskipun telah terjadi persetubuhan dengan istri ataupun tidak. f. Istri bapak dan istri kakek dari susuan nasab ke atasnya. Meskipun bapak dan kakek telah menggaulinya ataupun tidak sebagaimana diharamkan untuknya istri bapaknya dari hubungan nasab. 11Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, (Jakarta: Dar al Fikri, 2011), hlm. 132 12Ibid.,
  • 9. 27 g. Istri anak, istri cucu dari anak laki-laki dan anak perempuan sesusuan, dan nasab di bawahnya. Meskipun anak telah menggauli istrinya atau tidak sebagaimana diharamkan baginya istri anak- anaknya dari hubungan nasab. h. Anak perempuan istri dari susuan, dan cucu anak- anaknya dan nasab di bawahnya jika istri telah digauli. Jika dia belum digauli, maka keturunan dari susuan tidak haram untuk dinikahi oleh bekas suaminya sebagaimana kondisi keturunan secara nasab. Sedangkan mahram ghairu muabbad adalah sebab-sebab mahram untuk sementara, sifat kemahraman akan hilang bersamaan dengan hilangnya sebab. Yang termasuk dalam mahram ghairu muabbad adalah: 1. Memadu dua orang perempuan bersaudara 2. Istri orang lain atau bekas istri orang lain yang sedang dalam iddah. 3. Perempuan yang ditalak tiga kali. 4. Pernikahan orang yang sedang dalam ihram. 5. Menikah dengan budak padahal mampu menikah perempuan merdeka. 6. Menikah dengan perempuan pezina. 7. Menikah dengan perempuan musyrik 8. Menikah dengan perempuan beda agama Dengan demikian tujuh dari keempat belas wannita tersebut haram dinikahi karena hubungan nasab, dua diantaranya haram penyusuan,
  • 10. 28 empat lainnya karena perkawinan dan satu lagi penggabungan.13 D. Mahram Nikah Dalam Hukum Posistif Indonesia Yang dimaksud dengan hukum positif Indonesia dalam permasalahan ini adalah Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). 1. Mahram nikah dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Perkawinan ialah sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu.14 Mahramdalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 disebut sebagai pencegahan pernikahan yang terdapat dalam bab III Undang- undang tersebut. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam mengistilahkan mahram sebagai larangan kawin yang terdapat dalam bab VI Kompilasi Hukum Islam. Selanjutnya, Undang-undang nomor 1 tahun 1974 mengatakan bahwa perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melaksanakan perkawinan15. Syarat-syarat tersebut yang ada hubungannya dengan permasalahan mahramdijelaskan dalam Pasal 8 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan dilarang antara dua orang yang: 13Syaikh Hassan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm. 155- 156. 14Departemen Agama R.I. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 serta Kompilasi HukumIslam, (Jakarta: Derektorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), hlm. 14. 15Ibid, hlm. 19
  • 11. 29 a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan dengan saudara neneknya; c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu atau bapak tiri; d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak saudara susuan dan bibi atau paman susuan; e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih seorang; dan f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Dalam pasal lain disebutkan juga hal-hal yang dapat mencegah perkawinan, di antaranya adalah: a. Pasal 9 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan“Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada pasal 3 ayat (2) dan 4 Undang-Undang ini (UU Nomor 1 tahun 1974).Pasal 3 Ayat (2) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa “Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak
  • 12. 30 yang bersangkutan”.Syarat dan ketentuan seorang suami yang akan beristeri lebih dari satu diatur dalam Pasal 4 UU Nomor 1 tahun 1974. b. Pasal 10 UU Nomor 1 tahun 1974 “Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan yang lain". c. Seorang wanita tidak boleh melakukan pernikahan selama masih dalam masa tunggu atau hukum Islam disebut sebagai ‘iddah. Hal ini senada dengan pernyataan dalam pasal 11 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 “Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu". Selain pencegahan pernikahan yang datang dari diri calon mempelai sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terdapat juga pencegahan-pencegahan dari pihak-pihak yang mempunyai hak untuk melakukan pencegahan perkawinan. pihak-pihak tersebut dijelaskan dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 sebagai berikut: a. Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan bawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan;
  • 13. 31 b. Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam pasal ini. Pihak lain yang disebutkan dalam Undang-undang selain sebagaimana pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1974 adalah pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan. Pencegahan yang dilakukan oleh pejabat ini dengan syarat ketidakadanya pemenuhan terhadap ketentuan-ketentuan yang tersebut di dalam pasal 7 ayat (1), pasal 8, 9, 10, dan pasal 12. 2. Mahram nikah dalam Kompilasi Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam menjelaskan lebih rinci tentang mahram nikah dimana di dalam Kompilasi Hukum Islam disebut sebagai larangan kawin. Sebab-sebab dilarangnya melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan wanita sebagaimana disebutkan dalam bab VI pasal 39 adalah sebagai berikut: a. Karena pertalian nasab: i. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau menurunkannya atau keturunannya; j. Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu; k. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.
  • 14. 32 b. Karena pertalian kerabat semenda: l. Dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya; m. Dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya; n. Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla dukhul; o. Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya. c. Karena pertalian sesusuan: p. Dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas; q. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke atas; r. Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah; s. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek ke atas; t. Dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya. Dalam keadaan tertentu, seseorang juga dilarang melakukan perkawinan sebagaimana disebutkan dalam pasal 40 Kompilasi Hukum Islam. Keadaan-keadaan tersebut adalah: a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan
  • 15. 33 dengan pria lain; b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa ‘iddah dengan pria lain; c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam. Larangan-larangan lain yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut: a. Pasal 41 Kompilasi hukum Islam; 1) Seorang pria dilarang memadu isterinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya. a) Saudara kandung, seayah atau seibu keturunannya; b) Wanita dengan bibinya atau kemenakannya. 2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri-isterinya telah ditalak raj’i, tetapi masih dalam masa ‘iddah. b. Pasal 42 Kompilasi Hukum Islam; Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam ‘iddahtalak raj’i ataupun salah seorang di antara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa ‘iddah talak raj’i. c. Pasal 43 Kompilasi Hukum Islam;
  • 16. 34 1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria: a) Dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali; b) Dengan seorang wanita bekas isterinya yang di-li’an. 2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a) gugur, kalau bekas isteri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan telah habis masa ‘iddah-nya. d. Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam; Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. e. Pasal 54 Kompilasi Hukum Islam. 1) Selama seseorang masih dalam keadaan ihram tidak boleh melangsungkan perkawinan dan juga boleh bertindak sebagai wali nikah; 2) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram atau wali nikahnya masih berada dalam ihram perkawinannya tidak sah. E. Status Nasab Anak Hasil Zina Anak atau keturunan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pernikahan. Setiap pernikahan yang ideal pasti berharap mendapatkan seorang anak yang dapat melanjutkan nama keluarga atau melanjutkan eksistensi suatu marga dalam masyarakat. Pada kenyataannya, tidak semua anak yang dilahirkan dari seorang ibu
  • 17. 35 adalah anak dari suami ibu. Oleh karena itu, dalam hukum Islam, asal usul seorang anak dapat diketahui dari salah satu di antara tiga sebab16, yaitu (1) dengan cara al-firasyi, yaitu berdasarkan kelahiran karena adanya perkawinan yang sah sebagaimana dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 24 bahwa “anak yang sah adalah dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah”; (2) dengan cara iqrar, yaitu pengakuan yang dilakukan oleh seseorang terhadap seorang anak dengan menyatakan bahwa anak tersebut adalah anaknya; (3) dengan cara bayyinah, yakni dengan cara pembuktian bahwa berdasarkan bukti-bukti yang sah seorang anak betul si fulan. Melihat cara-cara yang dipaparkan di atas, kesimpulan dapat diambil adalah merujuk pada pasal 24 UU No 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak yang sah hanyalah dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Dengan demikian, tidak termasuk di dalamnya adalah anak yang dilahirkan sebagai akibat dari perbuatan zina. Nasab menjadi penting karena mengakibatkan suatu hukum yang berbeda bagi anak, di antaranya adalah perwalian, pewarisan, mahramat nikah, dan lain lain. 1. Pengertian Nasab Nasab secarabahasa adalah ةبسنلا و ةباسنلا و )باسنا ج( ُبَسَنلا yang 16Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 76
  • 18. 36 berarti Nasab, hubungan pertalian keluarga.17 Pengertian nasab secara istilah dapat dipahami dengan Al-Qur’an surat Al-Furqon Ayat 5418               Artinya: Dan Dia-lah yang telah menjadikan manusia dari air, lalu manusiadijadikan sebagai orang yang mempunyai keturunan dan orang yang berbesanan. Adakah Tuhanmu itu yang berkuasa.19 Al-Qur‟an surat Al-Shofat Ayat 15820             Artinya: Mereka mengatakan bahwa di antara Allah dan jin-jin itu ada hubungankerabat; bahwa jin-jin itu mengetahui dirinya akan diadzab.21 Al-Qur’an surat Al-Mukminun Ayat 10122            Artinya: Apabila telah ditiup sangkakala, maka pada hari itu juga anak keturunan dan keluarga tidak lagi bergua, mereka bertanya-tanya.23 Sehingga dapat dikatakan Nasab adalah keturunan ahli waris atau keluarga yang berhak menerima harta warisan karena adanya pertalian darah atau keturunan24. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan nasab sebagai suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan 17 A. W. Munawir, Op. Cit, hlm. 1411 18Tengku Muhammad Hasbi As-Shiddiqie, Op. Cit, Juz 4, hlm. 2895 19Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm 567 20Tengku Muhammad Hasbi As-Shiddiqie, Op. Cit, hlm. 3482 21Departemen Agama RI, Op. cit, hlm. 729 22Tengku Muhammad Hasbi As-Shiddiqie, Op. Cit, Juz 3, hlm. 3434 23Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm.538 24 M. Abdul Mujieb, Mabruri, Syafi‟i AM, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1994), hlm. 59.
  • 19. 37 berdasarkan kesatuan darah atau pertimbangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain. Misalnya seorang anak adalah ayahnya, dan seorang ayah adalah bagian dari kakeknya. Dengan demikian orang- orang yang serumpun nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah.25 2. Dasar penetapan nasab a. Jumhur Ulama berpendapat bahwa masa kehamilah paling sedikit adalah enam bulan. Hal ini didasarkan pada firman Allah S.w.t. surat Al-Ahqof Ayat 15                                                   Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri26". 25Wahbahal-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 7247 26 Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 825
  • 20. 38 Kemudian dilanjutkan dengan surat Luqman Ayat 14                   Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalamusia dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua orang tuamu.Hanya kepada aku kembalimu.27 Sedangkan masa kehamilan paling lama terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama‟. Imam Malik berpendapat lima tahun, Imam Syafi‟i berpendapat maksimal empat tahun. Ulama Hanifiyah berpendapat masa kehamilan paling lama adalah dua tahun berdasarkan hadits روى انّ عائشة رضي الله عنها قالت لا تزيد المرءة عن السنتين فِ الحمل Imam Muhammad Ibn Hakim berpendapat bahwa masa kehamilan paling lama adalah satu tahun qomariyah, ulama dhohiriyah berpendapat tidak lebih dari sembilan bulan. b. Anak yang dilahirkan dari pernikahan fasid atau pernikahan yang cacat syarat sahnya maka anak tersebut dinasabkan kepada yang menyenggamai ibunya dengan syarat telah terjadi hubungan seksual di antara keduanya. 27Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm.654
  • 21. 39 c. Anak yang dilahirkan dari hubungan syubhat maka anak tersebut dapat dinasabkan kepada laki-laki yang menyenggamai ibunya. Jika terjadi hubungan syubhat dan menghasilkan seorang anak yang hidup sebelum enam bulan maka tidak dapat dinasabkan. Karena diyakini perempuan tersebut telah hamil sebelum hubungan. Namun jika anak tersebut lahir setelah enam bulan dari hubungan maka nasabnya dapat ditetapkan. d. Anak yang dilahirkan dari hasil zina maka tidak ada hubungan nasab antara anak dengan laki-laki pezina. e. Tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya jika seorang anak dilahirkan sebelum enam bulan dari pernikahan kecuali jika laki- laki tersebut mengakuinya dan bukan dari hasil zina. Penetapan nasab sebagai akibat dari pernikahan dapat dilakukan dengan tiga syarat: u. Pernikahan tersebut dapat menjadikan kehamilan. Jika pernikahan tersebut dilakukan oleh orang yang belum baligh atau masih kecil maka nasab tidak dapat ditetapkan kepadanya. Ulama sepakat bahwa kehamilan tersebut bukan sebagai akibat darinya. v. Laki-laki tersebut tidak mengingkari anak tersebut. 3. Status nasab anak zina a. Anak zina dengan ibunya
  • 22. 40 Para Ulama’ sepakat bahwa nasab seseorang kepada ibunya terjadi disebabkan kehamilan karena adanya hubungan seksual yang dilakukan dengan seorang laki-laki, baik hubungan itu dilakukan berdasarkan akad nikah maupun melalui perzinaan.28Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ibu kandung adalah setiap perempuan yang melahirkan kamu.29Dari sini dapat dipahami bahwa setiap anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik dengan jalan pernikahan atau tidak dinasabkan kepada ibunya. Abdurrahman Al-Jaziri mengatakan فامّا القرابة فيحرم بِا على التءبيد ثلاثة انواع: النوع الاول :اصول الشخص و فروعو, فامّا اصولو فهنّ امّهاتو فتحرم عليو امو التي ولدتو و جدتو من كلّ جهة سواء كانت لامّو او لابيو, و ان علت. 30 Abdurrahman Al-Jaziri mempunyai pendapat yang sama dengan Ulama yang lain mengatakan bahwa setiap wanita melahirkan seseorang adalah ibu kandung dari tersebut dan termasuk golongan dari orang yang haram dinikahi atau mahram. Dalam hal pewarisan, Ulama Imamiyah mempunyai pendapat yang berbeda dengan Ulama madzhab lain. Madzhab empat sepakat bahwa tidak ada hak untuk saling mewarisi antara anak dengan ayah zinanya, tetapi tetap mempunyai hak saling mewarisi 28Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 7248 29Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 2, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), hlm. 558 30Abdurrahman Al-Jaziri, Op. Cit, hlm. 61
  • 23. 41 antara anak dengan ibu zinanya. Ulama Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada hak saling mewarisi antara anak dengan orang tua zinanya baik ayah zina atau ibu zinanya.31 b. Anak zina dengan ayah zinanya Mengenahi status anak hasil zina, Imam Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mabsuth menjelaskan32 يَحْرُمُ عَلَى الرَجُلِ نِكَاحَ بِنْتِوِ مِنَ الزِنَا وَ اُخْتِوِ وَ بِنْتِ ابْنِوِ وَ بِنْتِ بِنْتِوِ وَ بِنْتِ اَخِيْوِ وَ اُخْتِوِ مِنَ الزِنِا وَىُوَ قَ وْلُ عَامَّةِ الفُقَهَاءِ , وَ قَالَ مَالِكِ وَ شْهُوْرِ مِنْ مَذْىَبِوِ يَج َ الشَّافِعِيّ فِِ الم وْزُ ذَالِكَ كُلُّوُ لِاَن هََّا اَجْنَبِيَّةٌ مِنْوُ وَلاَ ت نُْسَبُ اِلَيْوِ شَرْعًا وَ لاَ يَجْرِي التَ وَارُثُ ب يَْ نَ هُمَا وَلاَ ت عُْتَقُ عَلَيْوِ اِذَا مَلَكَهَا وَ لاَ تَ لْزَمُوَ ن فََقَتُ هَا فَ لَمْ تَحْرُمُ عَلَيْوِ كَسَائِرِ الاَجَانِبِ Para ulama madzhab sepakat bahwa bila zina itu memang terbukti, maka anak tersebut secara syar’itidak memiliki hubungan nasab yang sah dengan pezina meskipun dalam beberapa hal ulama berbeda pendapat, misalnya adalah dalam hal waris dan pernikahan. Imam Maliki Syafi’i berpendapat bahwa seorang laki-laki boleh mengawini anak perempuannya, cucu perempuan, saudara dan keponakan perempuan dari hasil zina. Sebab wanita-wanita tersebut tidak mempunyai kaitan nasab secara syar’i dengannya. Pendapat Imam Syafi’i diperkuat oleh pendapat dijelaskan Imam Syihabudin Abul ‘Abbas Ahmad Ibn Muhammad 31Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, juz 2, )Jakarta: Basri Press, 1994(, hlm. 320-321. 32Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz 5, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arobi, tth), hlm. 485
  • 24. 42 Al-Syafi’i Al-Qostholani33 ketika menafsiri Surat An-Nisa’ ayat 23 حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهَاتُكُمْ وَ ب نََاتُكُم Artinya: Diharamkan atasmu ibu-ibumu dan anak-anakmu. Yang dimaksud dengan بَنَاتُكُ م di sini adalah tersebut وَ ا لبَنَاتُ كُلُّ اُ نثَى وَلَدَ تهَا اَ و وُلِدَ ت مِ ن وَلَدِهَا ذَكَرًا كَانَ اَ و اُ نثَى بِىَاسِطَةٍ اَ و بِغَ يرِهَا yaitu anak kandung dan cucu ke bawah baik laki-laki atau perempuan. Imamiyah, Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa tidak dihalalkan pernikahan antara anak dan ayah zina tersebut dan tidak dibenarkan adanya saling mewarisi antara keduanya.34 Imam Ja’far berpendapat bahwa seorang laki-laki tidak boleh mengawini anak perempuannya dari hasil zina, tidak pula saudara perempuannya, tidak cucu perempuan anaknya lelaki dan anaknya perempuan, tidak juga anak perempuan saudaranya lelaki dan perempuan. Alasan yang digunakan oleh Imam Ja’fari dalam hal ini adalah meskipun anak perempuan tersebut adalah zina, namun pada hakikatnya anak perempuan tersebut adalah berasal dari sperma laki-laki ayah zinanya sehingga Imam Ja’fari berpendapat bahwa anak perempuan tersebut tidak boleh dinikahi oleh ayah zinanya.35 33Imam Syihabudin Abul ‘Abbas Ahmad Ibn Muhammad Al-Syafi’i Al-Qostholani, Irsyadus Saari Syarh Shohih Muslim, Juz 2, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, tth), hlm. 383 34Muhammad Jawad Mughniyah, Op. Cit, hlm. 395 35Muhammad Jawad mughniyah, Fiqih Imam Ja’far Shodiq, Juz 3, Diterjemahkan oleh Abu Zaenab Ab, (Jakarta: Lentera, 2009), hlm. 295