Evaluasi Variasi Somaklonal pada Benih Jeruk Hasil Perbanyakan Melalui Embriogenesis Somatik
Ringkasannya adalah:
1. Penelitian menguji stabilitas genetik tiga varietas jeruk hasil perbanyakan melalui embriogenesis somatik
2. Tidak ditemukan variasi setelah subkultur lima kali
3. Variasi somaklonal ditemukan pada berbagai fase pertumbuhan setelah subkultur lebih dari sepuluh kali
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
Evaluasi Variasi Somaklonal pada Benih Jeruk Hasil Perbanyakan Melalui Embriogenesis Somatik
1. Evaluasi Variasi Somaklonal pada Benih Jeruk Hasil
Perbanyakan Melalui Embriogenesis Somatik
“Yulianti, F, Devy, NF, dan Widyaningsih, S”
Jurnal Hortikultur Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Jl. Raya
Tlekung No.1, Junrejo, batu 65301
Vol. 22 no. 3, 2012, hal. 210-216
Oleh
Amrullah M
8136173002
Pendidikan Biologi (A) “2013
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
2014
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. A . Rafiqi Tantawi, M.Si
2. Pendahuluan
Kultur jaringan tanaman melalui embriogenesis somatik
dipercaya paling efektif untuk perbanyakan masal (Debergh &
Zimmerman 1990)
Keseragaman genetik tanaman hasil perbanyakan melalui
embriogenesis somatik perlu diuji lebih lanjut karena teknik
perbanyakan tersebut dapat menyebabkan terjadinya variasi
somaklonal
Variasi yang dihasilkan dapat terjadi secara berkelanjutan. Hal
ini tidak diinginkan pada perbanyakan klon secara vegetatif.
Oleh sebab itu perlu deteksi dini terjadinya variasi somaklonal
menjadi sangat penting untuk menghindari kerugian secara
ekonomis.
3. Beberapa teknik yang dikembangkan untuk
mendeteksi variasi somaklonal
Deskripsi morfologi
Pengamatan fisiologis
Kajian sitologi
Isozim
(Gupta & Varshney 1999)
Pengamatan pertumbuhan di lapangan
Kajian molekuler
(Devarumath et al. 2007)
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik kajian
molekuler yang dilakukan dengan menggunakan penanda ISSR untuk
menguji stabilitas genetik tiga varietas tanaman jeruk ( JC,
Volkameriana, dan Siam Kintamani) hasil perbanyakan melalui
embriogenesis somatik
4. Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan kepastian ada
tidaknya variasi somaklonal pada
tanaman hasil mikropropagasi melalui
embriogenesis somatik sejak dini
Hipotesis Penelitian
Perbanyakan tanaman melalui
embriogenesis somatik memungkinkan
terjadinya variasi somaklonal
5. Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Balai
Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika
(Balitjestro), pada Bulan Oktober 2010 sampai
dengan Desember 2011
Bahan-bahan yang digunakan ialah :
kalus
Embrio
Planlet dan
Semai benih jeruk hasil perbanyakan massal melalui
embriogenesis somatik
Primer ISSR
PCR core kit sistem dan
Bahan kimia lainnya
6. Alat-alat yang digunakan ialah :
- mortar
- sentrifuse
- inkubator
- mesin PCR (Biometra)
- Bio Doc Analyzer (Biometra)
- mesin elektroforesis
- timbangan
- pipet dan
- gelas-gelas
7. Prosedur Penelitian
Materi hasil perbanyakan melalui teknik embriogenesis somatik diuji
stabilitas genetiknya dengan teknik PCR menggunakan lima jenis
penanda ISSR :
1. (GA) 8YG (ISSR A)
2. (TCC) 5RY (ISSR B)
3. (AG) 8YT (ISSR C)
4. (AG) 8YG (ISSR D)
5. BDB (TCC)5 (ISSR E)
Analisis dilakukan terhadap tanaman hasil perbanyakan varietas JC,
Volkameriana, dan Siam Kintamani yang disubkultur :
5 kali (fase planlet dan semai)
10 kali (fase kalus,embrio, planlet, dan semai)
Hasil amplifikasi DNA masing-masing sampel dibandingkan dengan
Tanaman induk
8. Ekstraksi, Isolasi, dan Kuantifikasi DNA
Sampel daun digerus dengan menggunakan mortar + 1 ml buffer ekstraksi ( 2%
CTAB; 20 mM EDTA; 100 mM Tris HCL; 1,4 M NaCL; 2% PVP, dan 0,2% mercapto
ethanol)
Campuran hasil gerusan dan buffer ekstraksi diinkubasi pada suhu 65⁰C (30 menit)
Campuran didiamkan (2 menit) pada suhu ruang lalu ditambah Na-asetat 1/10
volume campuran dan 1 ml CHISAM (chloroform: isoamil alkohol 24:1)
Campuran diaduk kemudian disentrifuse (10 menit) pd kecepatan 12.000 rpm
Supernatan yang terbentuk diambil dan ditambah Na-asetat (1/10 x volume) dan
di campur
Selanjutnya + isopropanol (0,6 x volume) atau etanol absolut (2,5 x volume) untuk
presipitasi DNA dan campur dengan cara membolak-balik tabung secara perlahan.
Campuran disentrifuse pada kecepatan 12.000 rpm (10 menit) untuk
mengendapkan DNA
Cairan yang terbentuk dibuang dan endapan DNA dicuci dengan etanol 70%
Endapan DNA dikeringanginkan dan dilarutkan kembali dengan 50-100 μl buffer TE
yang mengandung RNAse (1 μl)
DNA diinkubasi pada suhu 37⁰C (30 menit) dan siap digunakan untuk proses
selanjutnya
9. Amplifikasi dan Separasi DNA
• Amplifikasi sampel DNA dengan penanda ISSR
dilakukan berdaasarkan metode Scarano et al.
(2002)
• PCR diprogram satu siklus denaturasi suhu 94⁰C
(3 menit)
• 28 siklus denaturasi suhu 94⁰C (45 detik)
• Annealing suhu 53⁰C (1 menit)
• Dengan ekstensi suhu 72⁰C (2 menit)
• Dan diakhiri dengan satu siklus ekstensi suhu
72⁰C (10 menit)
10. Lanjutan
• Setiap sampel DNA dicampur dengan 20 μl campuran
yang mengandung 10 ng DNA genomik sebagai cetakan,
0,25 mM dNTP, 0,5 pmol primer ISSR, 1 unit Taq DNA
polimerase dalam larutan buffer 1 x dan 3 mM MgCl₂
• Pemisahan pita DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan
metode elektroforesis pada gel agarose 2% yg
mengandung etidium bromida (10 mg/l) di dalam larutan
0,5 x TBE (70 menit) pada kekuatan arus 100 volt.
• Deteksi pita DNA dilakukan dengan sistem
biodokumentasi.
• Skoring dan analisis dendogram pita DNA dilakukan
berdasarkan keberadaan pita DNA
11. Hasil dan Pembahasan
• Pengamatan secara visual, penotif tanaman hasil
mikropropagasi tanpak tidak mengalami penyimpangan
pada fase planlet maupun semai aklimatisasi
12. Hasil amplifikasi dan separasi DNA planlet yang telah
disubkultur sebanyak lima kali tidak menunjukkan pola
pita yang berbeda dengan tanaman induk. Terlihat pada
Gambar 2. ( Kintamani (A), JC (B), dan Volkameriana(C) )
13. Namun, kalus, embrio, planlet, dan semai
tanaman hasil embriogenesis somatik yang
disubkultur lebih dari 10 x mempunyai
beberapa pola pita dibandingkan dengan
tanaman induk yaitu:
- pita yang sama
- kehilangan pita
- mengalami penambahan pita
(Gambar 3).
14. A) ISSR A
B) ISSR B
C) ISSR C
D) ISSR D
E) ISSR E
15. Berdasarkan analisis pengelompokan dengan
menggunakan dendogram
sebagian besar tanaman hasil perbanyakan dengan
embriogenesis somatik setelah 10 kali subkultur telah
mengalami perubahan genetik (variasi somaklonal)
pada JC, penyimpangan genetik terjadi pada kalus (2%),
embrio(12%), planlet (12%), dan semai (6%)
pada Volkameriana, penyimpangan genetik terjadi pada
planlet (15%), embrio(15%), semai (17%), kalus (17%), dan
pada jeruk siam Kintamani, penyimpangan genetik pada
kalus (17%), embrio (4%), planlet(10%), dan semai (0%)
“Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subkultur lebih
dari 10 kali dan periode kultur lebih dari 1 tahun (lebih dari
10 kali subkultur) mulai terjadi variasi somaklonal”
16. Simpulan
Pengujian stabilitas genetik dapat dilakukan
sejak tanaman masih berada pada fase kalus,
embrio, maupun planlet
Variasi somaklonal terjadi pada fase kalus,
embrio, planlet, dan semai hasil
embriogenesis somatik yang disubkultur lebih
dari 20 kali.
Persentase variasi somaklonal antarvarietas
dan fase pertumbuhan tidak sama.