SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Rekayasa Genetika Ikan
November 8, 2009 pada 10:27 am | Ditulis dalam AQUACULTURE | 5 Komentar

                            Ikan Bercahaya Hasil Rekayasa Genetik

                                   diolah dari berbagai sumber

                           Klik Disini Informasi Rekayasa Genetika




                                              Sejenis ikan tropis yang memancarkan cahaya
merah akan menjadi binatang peliharaan pertama yang direkayasa, demikian diungkapkan para
ilmuwan. Ikan jenis zebra ini sesungguhnya dirancang sebagai detektor adanya racun-racun yang
ada di alam.

“Ikan ini semula dikembangkan untuk membantu menanggulangi polusi lingkungan,” kata Alan
Blake dan rekan-rekannya dari Yorktown Technologies, perusahaan yang mendaftarkan ikan
tersebut sebagai ikan peliharaan. “Mereka direkayasa agar memancarkan cahaya bila berada di
lingkungan yang beracun atau tidak sehat.”

Ikan zebra (Brachydanio rerio) biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam keunguan.
Dengan rekayasa genetis, ikan ini dapat memendarkan warna hijau atau merah dari tubuhnya.
Warna merah atau hijau yang bersinar itu diambil dari warna ubur-ubur yang disuntikkan ke
telur-telur ikan zebra.

Dengan gen ubur-ubur itu, tubuh ikan zebra dapat memancarkan cahaya. Nah, agar bisa
digunakan sebagai indikator polusi, maka para peneliti memasukkan gen pemicu yang akan
mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang mengandung
zat tertentu.

Menurut Blake, sejauh ini tidak ada bukti bahwa ikan-ikan hasil rekayasa tersebut akan
menimbulkan ancaman pada lingkungan. “Ikan-ikan ini hanya akan memancarkan warna terang
di bawah segala macam sinar, namun tidak akan mencemari lingkungan.”

Ikan yang kini disebut Glofish ini mulanya dikembangkan oleh Zhiyuan Gong dari National
University of Singapore. Menurut Gong, meski saat ini ikan tersebut hanya memiliki dua warna
tambahan, namun sebenarnya ia bisa dikembangkan untuk memiliki lima warna berbeda, dimana
masing-masing warna akan bersinar sesuai dengan jenis bahan polutan yang dijumpai ikan.

“Ikan zebra (Brachydanio rerio) berfluoresens pertama hasil rekayasa genetika berhasil
dikembangkan oleh para ilmuwan untuk mendeteksi adanya polutan, bahkan mulai dipasarkan
sebagai binatang peliharaan.”

Cuplikan informasi tersebut hanyalah salah satu contoh bagaimana teknologi DNA telah
meluncurkan revolusi dalam bidang bioteknologi, yakni teknologi rekayasa genetika.
Keberhasilan ini tentunya membawa angin segar dan kontribusi yang sangat besar, terutama
dalam bidang rekayasa genetika ikan dan akuakultur karena selain bermanfaat bagi penelitian
dasar juga dapat ditujukan untuk penggunaan komersial.

Rekayasa genetika atau genetic engineering pada dasarnya adalah seperangkat teknik yang
dilakukan untuk memanipulasi komponen genetik, yakni DNA genom atau gen yang dapat
dilakukan dalam satu sel atau organisme, bahkan dari satu organisme ke organisme lain yang
berbeda jenisnya. Dalam upaya melakukan rekayasa genetika, para ilmuwan menggunakan
teknologi DNA rekombinan. Sementara organisme yang dimanipulasi dengan menggunakan
teknik DNA rekombinan disebut genetically modified organism (GMO) yang memiliki sifat
unggul bila dibandingkan dengan organisme asalnya. Seiring dengan kemajuan biologi
molekuler sekarang ini memungkinkan ilmuwan untuk mengambil DNA suatu spesies karena
DNA mudah diekstraksi dari sel-sel. Kemudian disusunlah suatu konstruksi molekuler yang
dapat disimpan di dalam laboratorium. DNA yang telah mengalami penyusunan molekuler
dinamakan DNA rekombinan sedangkan gen yang diisolasi dengan metode tersebut dinamakan
gen yang diklon.

Semenjak ditemukannya struktur DNA oleh Watson dan Crick (1953), kemudian mulai
berkembanglah teknologi rekayasa genetika pada tahun 1970-an dengan tujuan untuk membantu
menciptakan produk dan organisme baru yang bermanfaat. Sejarah membuktikan bahwa teknik
rekayasa genetika terus-menerus mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari metode-
metode sebelumnya. Awal mulanya digunakan teknik konservatif yang dipelopori oleh Gregor
Mendel dalam proses perkawinan silang (breeding) untuk mendapatkan bibit unggul yang
bersifat hibrid. Proses ini memakan waktu lama dan memiliki kekurangan, yakni muncul sifat
yang tak dinginkan dari tanaman atau hewan tetuanya. Sampai akhirnya lahirlah rekayasa
genetika modern menggunakan teknologi DNA rekombinan. Rekombinasi dilakukan secara in
vitro (di luar sel organisme), sehingga dimungkinkan untuk memodifikasi gen-gen spesifik dan
memindahkannya di antara organisme yang berbeda seperti bakteri, tumbuhan dan hewan
ataupun dapat mencangkok (kloning) hanya satu jenis gen yang diinginkan dalam waktu cepat.

Sejak dimulainya perkembangan rekayasa genetika, beberapa teknik terus diperbaiki dan
ditingkatkan dalam rangka menuju teknologi DNA rekombinan yang lebih maju. Teknik-teknik
yang telah dikembangkan tersebut antara lain: (1) poliploidisasi, (2) androgenesis dan (3)
ginogenesis. (4) kloning, (5) chimeras, serta (6) transgenik.

Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan rekayasa genetika atau teknologi DNA
rekombinan sebagai berikut:
1. Isolasi DNA yang mengandung gen target atau gen of interest (GOI).

2. Isolasi plasmid DNA bakteri yang akan digunakan sebagai vektor.

3. Manipulasi sekuen DNA melalui penyelipan DNA ke dalam vektor. (a.) Pemotongan DNA
menggunakan enzim restriksi endonuklease. (b.) Penyambungan ke vektor menggunakan DNA
ligase.

4. Transformasi ke sel mikroorganisme inang.

5. Pengklonan sel-sel (dan gen asing).

6. Identifikasi sel inang yang mengandung DNA rekombinan yang diinginkan

7. Penyimpanan gen hasil klon dalam perpustakaan DNA.

Rekayasa genetika telah merambah di berbagai bidang, tidak terkecuali bidang perikanan yang
menghasilkan ikan kualitas unggul, sebagai contoh antara lain:

       Ikan zebra yang biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam keunguan, setelah
       disisipi dengan gen warna ubur-ubur yang disuntikkan ke telur ikan-ikan zebra maka
       dapat memendarkan warna hijau atau merah dari tubuhnya. Gen pemicu dari ubur-ubur
       akan mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang
       mengandung bahan polutan tertentu.
       Ikan karper transgenik dengan pertumbuhan mencapai tiga kali dari ukuran normalnya
       karena memiliki gen dari hormon pertumbuhan ikan salmon (rainbow trout) yang
       ditransfer secara langsung ke dalam telur ikan karper. Begitu pula penelitian lainnya
       memberikan hasil yang serupa, yakni seperti pada ikan kakap (red sea bream) dan
       salmon Atlantik yang juga sama-sama disisipi oleh gen growth hormone OPAFPcsGH.
       Ikan goldfish yang disisipi dengan ocean pout antifreeze protein gene diharapkan dapat
       meningkatkan toleransi terhadap cuaca dingin.
       Ikan medaka transgenik yang mampu mendeteksi adanya mutasi (terutama yang
       disebabkan oleh polutan) sangat bermanfaat bagi kehidupan hewan akuatik lainnya dan di
       bidang kesehatan manusia. Ikan tersebut setelah disisipi dengan vektor bakteriofag
       mutagenik, kemudian vektor DNA dikeluarkan dan disisipkan ke dalam bakteri
       pengindikator yang dapat menghitung gen mutan.
       Ikan transgenik menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan setelah
       ditransplantasikan gen tomat. Namun bisa juga sebaliknya apabila penerapan ditujukan
       untuk dunia pertanian, maka gen ikan yang hidup di daerah dingin dapat dipindahkan ke
       dalam tomat untuk mengurangi kerusakan akibat dari pembekuan.

Berbagai kontroversi menyelimuti produk-produk hasil rekayasa genetika. Kekhawatiran-
kekhawatiran mengenai produk rekayasa genetik yang memiliki kemungkinan bersifat racun,
menimbulkan alergi serta terjadi resistensi terhadap bakteri dan antibiotik selalu terjadi dalam
masyarakat. Memang DNA rekombinan yang diproduksi dengan cara buatan itu dapat berbahaya
jika tidak disimpan secara layak dan tindakan pencegahan yang ketat perlu diterapkan pada
pekerjaan semacam ini. Jadi hanya galur-galur non-patogenik yang dipergunakan sebagai inang
atau galur-galur lain yang dapat tumbuh dalam kondisi laboratorium. Namun demikian, hal ini
tidaklah menyurutkan para saintis untuk terus memperbaiki kualitas penelitian di bidang
rekayasa genetika semata-mata adalah demi kemaslahatan bersama. Pada akhirnya, kita harus
mempertimbangkan masalah-masalah sosial, etika dan moral ketika teknologi gen menjadi lebih
ampuh.

dikutip dari

http://regeni.wordpress.com/tugas-terstruktur/rekayasa-genetika/

Sumber: http://www.kompas.com/teknologi/

INDUCE BREEDING




                                            Budidaya ikan grass carp (Ctenopharingodon
idella) sudah berkembang sejak 25 tahun yang lalu. Ikan yang berasal dari China ini merupakan
ikan musiman atau bertelur pada musim hujan. Pemijahan ikan grasscarp hanya bisa dilakukan
secara buatan, bisa secara induced breeding (streefing), bisa juga secara induced spawning
(pemijahan semi alami).

Pematangan Gonad di kolam tanah

Pematangan gonad ikan grass carp dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam ukuran
200 m2; keringkan selama 2 – 4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam; isi air setinggi 50 – 70
cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 150 ekor induk ukuran 3 – 5 kg; beri pakan tambahan
berupa rumput sebanyak 5 persen/hari; menjelang musim hujan, pakan tambahan ditambah
dengan pelet sebanyak satu persen. Catatan : induk jantan betina dipelihara terpisah.

Seleksi

Seleksi induk ikan grass carp dilakukan dengan melihat tanda-tanda pada tubuh. Tanda induk
betina yang matang gonad : perut gendut; belakang sirip dada kasar; gerakan lamban dan lubang
kelamin kemerahan. Tanda induk jantan : gerakan lincah, lubang kelamin kemerahan, bila dipijit
ke arah lubang kelamin, keluar cairan berwarna putih. Usahakan saat seleksi mengangkap induk
jantan dan betina lebih dari satu, sebagai cadangan.

Pemberokan

Pemberokan induk bawal air tawar dilakukan di bak selama semalam. Caranya, siapkan bak
tembok ukuran panjang 4 m, lebar 3 dan tinggi 1 m; keringkan selama 2 hari; isi dengan air
bersih setinggi 40 – 50 dan mengalir secara kontinyu; masukan 5 – 8 ekor induk. Catatan :
Pemberokan bertujuan untuk membuang sisa pakan dalam tubuh dan mengurang kandungan
lemak. Karena itu, selama pemberokan tidak diberi pakan tambahan.

Penyuntikan dengan ovaprim

Penyuntikan adalah kegiatan memasukan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon
perangsang yang umum digunakan adalah ovaprim. Caranya, tangkap induk betina yang sudah
matang gonad; sedot 0,6 ml ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikan bagian punggung
induk tersebut; masukan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 –
12 jam.

Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama
sebanyak 1/3 dosis dari dosis total (atau 0,2 ml/kg induk) dan penyuntikan kedua sebanyak 2/3
dosis total (atau 0,4 ml/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan
penyuntikan kedua dengan dosis 0,2 ml/kg induk jantan.

Penyuntikan dengan hypopisa

Penyuntikan bisa juga dengan larutan kelenjar hypopisa ikan mas. Caranya, tangkap induk betina
yang sudah matang gonad; siapkan 2 kg ikan mas ukuran 0,5 kg untuk setiap kilogran induk
betina; potong ikan mas tersebut secara vertikal tepat di belakang tutu insang; potong bagian
kepala secara horizontal tepat di bawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypopisa;
masukan kelenjar hipofisa tersebut ke dalam gelas penggerus dan hancurkan; masukan 1 cc
aquabides dan aduk hingga rata; sedot larutan hypopisa itu; suntikan ke bagian punggung induk
betina; masukan induk yang sudah disuntik ke bak lain dan biarkan selam 10 – 12 jam.

Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama
sebanyak 1/3 dosis dari dosis total (atau 0,6 kg ikan mas/kg induk betina) dan penyuntikan kedua
sebanyak 2/3 dosis total (atau 1,4 kg ikan mas/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali,
berbarengan penyuntikan kedua dengan dosis 0,6 ml/kg induk jantan.

Pemijahan secara induced breeding

Pengambilan sperma

Pengambilan sperma dilakukan setengah jam sebelum pengeluaran telur. Caranya, tangkap 1
ekor induk jantan yang sudah matang kelamin; lap hingga kering; bungkus tubuh induk dengan
handuk kecil; pijit ke arah lubang kelamin; tampung sperma ke dalam mangkuk plastik atau
cangkir gelas; campurkan 200 cc Natrium Clhorida (larutan fisiologis atau inpus); aduk hingga
homogen. Catatan : pengeluaran sperma dilakukan oleh dua orang. Satu orang yang memegang
kepala dan memijit dan satu orang lagi memegang ekor dan mangkuk plastik. Jaga agar sperma
tidak terkena air.

Pengeluaran telur

Pengeluaran telur dilakukan setelah 10 – 12 jam setelah penyuntikan, namun 9 jam sebelumnya
dilakukan pengecekan. Cara pengeluaran telur : siapkan 3 buah baskom plastik, sebotol Natrium
chlorida (inpus), sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu; tangkap induk dengan sekup net;
keringkan tubuh induk dengan handuk kecil atau lap; bungkus induk dengan handuk dan biarkan
lubang telur terbuka; pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang
lainnya; pijit bagian perut ke arah lubang telur oleh pemegang kepala; tampung telur dalam
baskom plastik; campurkan larutan sperma ke dalam telur; aduk hingga rata dengan bulu ayam;
tambahkan Natrium chrorida dan aduk hingga rata; buang cairan itu agar telur-telur bersih dari
darah; telur siap ditetaskan.

Pemijahan secara induced spawning

Pada pemijahan secara induce spawning, telur dan sperma tidak dikeluarkan, tetapi induk dan
betina dibiarkan memijah sendiri. Pemijahan ini dilakukan di bak tembok. Caranya, siapkan
siapkan bak tembok ukuran panjang 4 m, lebar 3 m dan tinggi 1 m; bersihkan lumpur dan
kotoran lainnya; keringkan selama 3 – 4 hari; isi air setinggi 80 cm; pasang hapa dengan ukuran
sama dengan bak; suntik induk betina pada pukul 06.00 (dosis lihat penyuntikan); suntik kembali
induk tadi pada pukul 12.00 dan masukan ke bak pemijahan; suntik induk jantan pada pukul
12.00 dan satukan dengan induk betina; alirkan air lebih besar lagi; biarkan memijah. Catatan :
Pemijahan biasanya mulai terjadi pukul 24.00 dan berakhir pagi hari.

Penetasan di akuarium

Penetasan telur ikan grasscar dilakukan di akuarium. Caranya : siapkan 20 buah akuarium ukuran
panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air bersih setinggi 30
cm; pasang empat buah titik aerasi untuk setiap akuarium dan hidupkan selama penetasan;
tebarkan tebar secara merata ke permukaan dasar akuarium; 2 – 3 hari kemudian buang sebagian
airnya dan tambahkan air baru hingga mencapai ketinggian semula. Telur akan menetas dalam 2
– 3 hari.

Pendederan I di kolam

Pendederan I ikan grasscarp dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2;
keringkan selama 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm
dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 5 – 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air
setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 50.000 ekor larva pada pagi
hari; setelah 2 hari, beri 1 – 2 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen
benih dilakukan setelah berumur 3 minggu.
Pendederan II

Pendederan kedua juga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2;
keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi
10 cm; ratakan tanah dasar; tebarkan 5 – 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40
cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 40.000 ekor benih hasil pendederan I
(telah diseleksi); beri 2 – 4 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen
benih dilakukan setelah berumur sebulan.

Pendederan III

Pendederan ketiga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan
4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 2
karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak
dialirkan); tebar 30.000 ekor hasil dari pendederan II (telah diseleksi); beri 4 – 6 kg pelet; panen
benih dilakukan sebulan kemudian.

Pembesaran

Pembesaran ikan grasscarp dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan sebuah kolam ukuran
500 m2; perbaiki seluruh bagiannya; tebarkan 6 – 8 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air
setinggi 40 – 60 cm dan rendam selama 5 hari; masukan 10.000 ekor benih hasil seleksi dari
pendederan III; beri pakan 3 persen setiap hari, 3 kg di awal pemeliharaan dan bertambah terus
sesuai dengan berat ikan; alirkan air secara kontinyu; lakukan panen setelah 2 bulan. Sebuah
kolam dapat menghasilkan ikan konsumsi ukuran 125 gram sebanyak 400 – 500 kg.

SEX REVERSAL

Mengubah Kelamin Ikan Hias

USAHA budidaya ikan hias bisa dibilang tidak terpengaruh krisis moneter. Seberapa pun nilai
tukar rupiah, tidak jadi masalah bagi para pembudidaya. Karena usaha ini tak begitu tergantung
pada produk-produk impor, terutama untuk jenis ikan air tawar, yang hanya menggunakan pakan
alami seperti cacing sutra atau jentik nyamuk.

Yang masih menjadi persoalan, bagaimana melempar produknya. Dalam kaitan ini,
pembudidaya harus jeli melihat pasar. Sejauh ini, pembeli lebih menyukai ikan hias jantan, apa
pun jenisnya, sebab bentuk tubuh dan warnanya yang lebih menarik daripada betina. Tidak heran
kalau harga ikan hias jantan lebih mahal daripada betina.

Melihat selera pasar seperti itu, beberapa peneliti acapkali memikirkan usaha-usaha untuk
memproduksi ikan hias jantan. Salah satu temuan terbaru yang dapat diterapkan melalui teknik
pengubahan kelamin (sex reversal), yang bukan hanya bisa dilakukan pada ikan hias, tapi juga
pada ikan konsumsi.
Teknik ini dilakukan melalui perlakuan hormonal, sehingga bisa diperoleh lebih banyak ikan
jantan daripada betina. Beberapa spesies ikan pernah mengalami uji hormonal seperti ini, dan
berhasil dengan baik, antara lain ikan nila, tawes, grass crap, guppy, kongo tetra, maskoki, dan
cupang.

Ikan cupang (Betta Splendens Regan) merupakan jenis ikan hias yang cukup digemari
masyarakat luas. Jantannya dikenal sebagai ikan aduan.

Cupang jantan strip memiliki warna yang sangat menarik. Sementara yang betina tidak menarik,
dan harga jualnya rendah. Bahkan sering dijadikan pakan untuk ikan-ikan besar, seperti Arwana.

Di kota-kota besar, harga ikan cupang jantan dewasa bervariasi antara Rp 1.000 hingga Rp
5.000,00 per ekor. Bandingkan dengan ikan betina yang hanya Rp 50-Rp 100. Sehingga selisih
harga yang sangat menyolok itu perlu disiasati dengan penerapan teknologi tersebut.

Sex Reversal

Teknologi sex reversal merupakan teknik pengubahan kelamin dari betina menjadi jantan, atau
sebaliknya, melalui pemberian hormon dan teknik perendaman. Kalau yang diberikan hormon
androgen, ikan diarahkan untuk berkelamin jantan. Tetapi jika yang diberikan hormon estrogen,
jenis kelamin diarahkan menjadi betina. Jadi, jika pembudidaya ingin menghasilkan ikan-ikan
cupang jantan, maka proses sex reversal yang diterapkan di sini menggunakan hormon androgen.

Hormon androgen yang digunakan adalah 17-a Metiltestosteron (C20H30O2). Hormon yang
berwarna putih, dan berbentuk serbuk halus (powder), itu diproduksi Sigma Chemical Co., Ltd.,
AS, tetapi dapat dibeli di toko-toko bahan kimia, terutama kota-kota besar di Indonesia.

Jumlah bahan yang dibutuhkan 20 mg/liter larutan perendam telur ikan. Tiap 300 butir telur ikan
memerlukan 0,2 liter larutan. Cara membuat larutan perendaman yaitu melarutkan 10 mg
hormon Metiltestosteron dalam 0,5 ml alkohol 70%, lalu diencerkan dengan aquades destilata
sebanyak 495 ml.

Persiapan induk

1. Induk jantan dan betina dipelihara dalam akuarium berbeda, dengan diberi makan berupa larva
Chironomus (cuk merah) atau kutu air.

2. Pilihlah induk jantan dan betina, yang telah matang (gonad) dan siap untuk dipijahkan.

3. Siapkan pula akuarium untuk pemijahan. Selanjutnya masukkan ikan jantan dan tanaman
eceng gondok untuk tempat menempel sarang (busa).

4. Masukkan ikan betina ke dalam toples. Tempatkan ke dalam akuarium pemijahan yang telah
berisi ikan jantan. Ini dimaksudkan untuk merangsang ikan jantan agar membuat sarang,
sekaligus menghindari per-kelahian.
5. Setelah ikan jantan membuat sarang, tangkaplah ikan betina yang berada di dalam toples.
Masukkan ke akuarium pemijahan untuk dipasangkan dengan jantan. Lalu tangkap kedua induk,
dan biarkan telur beserta sarangnya tetap berada di dalam akuarium pemijahan, kemudian
diaerasi.

6. Sekitar 10 jam setelah pemijahan, pisahkan telur dari sarang (busa), dengan cara menempatkan
aerasi di bawahnya, sehingga telur terpisah dan tenggelam di dasar akuarium.

7. Setelah embrio mencapai stadium bintik mata (sekitar 10-30 jam; tergantung temperatur),
lakukan perendaman dalam larutan hormon yang telah dibuat selama 24 jam sambil tetap
diaerasi.

8. Pisahkan embrio dari larutan hormon. Kalau perendaman selesai, tetaskan di akuarium
penetasan.

9. Burayak yang menetas dipelihara dan dibesarkan hingga siap dijual.

Produksi Massal

Banyak keuntungan diperoleh melalui penerapan teknologi ini. Misalnya, dapat menghasilkan
ikan-ikan cupang jantan secara massal, dan dengan biaya relatif rendah. Artinya, biaya yang
diperlukan tidak terlalu besar dibandingkan dengan hasil yang diperolehnya.

Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan-ikan jantan juga
bertambah. Teknologi ini juga digunakan untuk mendapatkan induk jantan super (YY), yang
selanjutnya menghasilkan anak-anak ikan dengan jenis kelamin semuanya jantan.

Yang harus diingat, teknologi ini bersifat spesifik, sehingga penerapannya pun harus tepat.
Terutama jenis dan dosis hormon, lama perendaman, dan waktu untuk memulai perendaman.
Kalau dosisnya kurang, maka jenis kelamin ikan tidak bakal berubah. Tapi jika dosisnya
berlebihan, justru bisa menyebabkan kematian ikan-ikan tersebut. Kalau pun tidak mati,
keturunannya cenderung steril (mandul).

Selain itu, ikan jantan yang dihasilkan melalui proses sex reversal ini tidak baik apabila dijadikan
induk. Makanya, induk yang bertugas menghasilkan telur-telur ini harus bebas dari perlakuan sex
reversal ini. Bagaimana pun, ada keuntungan juga selalu terdapat kerugian.

Yang penting, kita berusaha kuat agar bisa meraih keuntungan dan mencegah kemunculan
potensi-potensi kerugian dengan menerapkan teknologi secara tepat. (Moch Achid Nugroho-35).

Sex Reversal Pada Ikan Nila (Oreochromis sp.) Dengan 17α-Metiltestosteron

CROSS BREEDING PADA IKAN NILA
Sumber daya alam yang ada di negara kita sangat
melimpah, termasuk dalam bidang perikanan dan kelautan. Namun dalam hal pemanfaatan dan
pongelolaannya kuarg optimal, banyak penangkapan-penangkapan liar yang dilakukan sehingga
apabilahal ini dilakukan ters-enerus maka kekayaan alam kita khususnya perikanan akan
mengalami pengurangan yang drastis. Dalam bidang budidaya perikanan, untuk melakukan
mengurangi dampak dari kegiatan tersebut, dilakukanlah berbagai teknologi untuk meningkatkan
produksi perikanan tanpa melakukan penangkapan yang akan merusak kelestarian ikan yang ada
di perairan Indonesia.

Salah satu teknologi yang dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan ini adalah dengan
melakukan kegiatan produksi benih ikan berkualitas (unggul) melalui proses persilangan yang
menguntungkan.

Penggunaan benih yang berkualitas dan kuantitasnya mencukupi pada saat proses budidaya,
merupakan hal yang pokok untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hal ini tengah dilakukan
oleh balai risert dan teknologi yang ada di Indonesia supaya bisa memenuhi kualitas dan
kuantitas yang dibutuhkan, dengan cara melakukan breeding program yaitu melakukan selektif
breeding, hibridisasi/out breeding/croos breeding, inbreeding, monosex/sereversal, serta
kombinasi dari beberapa program tersebut. Tujuan dari beberapa program breeding adalah :

- Menghasilan benih yang unggul yang dapat diperoleh dari induk hasil seleksi agar dapat
meningkatkan produktifitas.

- Memperoleh induk-induk yang murni, yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya kepada
keturunannya serta memperpendek waktu dalam mencapai turunan filialnya dengan cara
Gynogenesis.

Tujuan dari pelaksanaan praktikum yang dilakukan pada mata kuliah ini dalah agar
mahasiswa/praktikan dapat :

1. Memahami prosedur kerja pada masing masing program breeding

2. Melakukan kegiatan/mengaplikasikan seleksi ikan atau pemuliaan ikan secara baik dan benar
serta mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapan.
3. Menggunakan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pemuliaan ikan secara baik dan benar.

4. Menghitung dosis penggunaan obat atau bahan-bahan tertentu yang sesuai dengan prosedur
yang telah direkomendasikan

TINJAUAN PUSTAKA

Seleksi ikan disebut juga perbaikan genetik (Genetic improvement) merupakan aplikasi genetik
dimana informasi genetik dapat diketahui dengan cara ini untuk melakukan pemuliaan. Tujuan
dari pemuliaan itu sendiri adalah menghasilkan benih yang unggul yang diperoleh dari induk
hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktifitas.

Produktifitas dalam budidaya ikan dapat ditingkatkan dengan beberpa cara yaitu ektensifikasi
dan intensifikasi. Ektensifikasi adalah meningkatkan hasil dengan memperluas lahan budidaya,
sedangkan intensifikasi ialah meningkatkan hasil persatuan luas dengan melakukan manipulasi
terhadap faktor internal dan faktor eksternal.

Menurut Tave (1995), seleksi adalah program breeding yang memanfaatkan phenotypic variane
(keragaman fenotipe) yang diteruskan dari orang tua kepada keturunannya, keragaman fenotipe
merupakan penjumlahan dari keragaman genetik, keragaman lingkungan dan interaksi antara
variasi lingkungan dan genetik.

Pelaksanaan seleksi ikan ada dua cara yaitu seleksi terhadap fenotipe kualitatif yang dilihat dari
warna tubuh, tipe sirip, polasisik, bentuk punggung sedangkan seleksi terhadap fenotipe
kuantitatif yang dilihat dari pertumbuhan, fikunditas, daya tahan terhadap penyakit dan
sebagainya. Pelaksanaan pemuliaan pada ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara dari
program breeding salah satunya adalah cross breeding.

Cross Breeding atau hibridisasi merupakan program persilangan yang dapat diaplikasikan pada
semua makhluk hidup yang bertujuan untuk mengumpulkan sifat-sifat unggul yang dimiliki pada
masing-masing induk yang diwariskan pada keturunannya, terkadang hasil croos breeding
ditemukan strain baru yang berbeda dengan masing masing induknya.

Hibridisasi akan mudah dilakukan apabila dapat dilakukan pemijahan seacara buatan seperti
halnya pada ikan lele dan patin, dengan melihat marfologi ikan lele dan ikan patin khususnya alat
reproduksinya sangat memungkinkan untuk dilakukan reproduksi buatan yang terdiri dari proses
pematangan gonad, teknik pemngambilan sperma dan telur serta pencampurannya.

METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum seleksi ikan “Croos breeding “ dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober
2006, yang dilaksanakan di Hatchery Departemen Perikanan Budidaya VEDCA Cianjur.

B. Alat dan Bahan
- Spuit

- Bulu ayam

- Mangkok

- Bak fiber

- Bak beton

- Akuarium

- Timbangan

- Kakaban Kain lap

- Alat tulis

- Air bersih

- Induk ikan patin jantan

- Induk ikan lele betina

- Ovaprin

- Aquabides

- Larutan fisiologis

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja praktikum croos breeding ini adalah:

a. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Seleksi induk jantan ikan patin dan induk betina ikan lele yang matang gonad

c. Masukan induk-induk terseut dalam bak fiber secara terpisah

d. Lakukan penyuntikan pada kedua induk jantan dan betina dengan ovaprin. Dosis penyuntikan
disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan yaitu jantan 0,02 cc dan betina 0,03 cc setelah itu
masukan kembali induk-induk tyersebut dalam bak.

e. Bersihkan 6 buah akuarium yang akan digunakan untuk proses penetasan dari hasil
penyuntikan serta bersihkan kakaban secukupnya untuk tempat penempelan telur.
f. Setelah 6 jam dari penyuntikan, lakukan striping pada induk betina ikan lele dan setelah
telurnya semuanya keluar dan ditampung dalam mangkok atau baki kemudian lakukan striping
induk patin jantan dan masukan sperma pada telur tersebut kemudian campur sperma dengan
telur yang ditambahi dengan larutan fisiologis secukupnya.

g. Setelah itu masukan telur yang telah dicampur dengan sperma kedalam akuarium yang telah
disiapkan sebelumnya dengan pemberian kakaban sebagai substratnya.

h. Setelah 24 jam telur menetas angkat kakaban dari dalam akuarium dan bersihkan telur yang
tidak menetas

i. Pelihara larva tersebut dan lakukan pengamatan serta lakukan pergantian air dan pemberian
pakan.

HASIL

Hasil praktikum Cross Breeding yaitu dari perkawinan silang antara ikan Lele (betina) dan ikan
patin (jantan) mengalami tingkat fertilisasi 1 %. Pada kegiatan penetasan, dilakukan pengukuran
parameter kualitas air (suhu, pH dan Oksigen) yang dilakukan pada pagi, siang dan sore hari
yang dilakukan selama dua hari

Tabel pengukuran parameter kualitas air

Hari ke- Suhu pH Oksigen terlarut (DO)

pagi siang sore pagi siang sore pagi siang sore

1 26 30 31 7.5 7,8 8 2,5 8 3

2 27 31 32 8 8 8 3 3 3

Induk yang digunakan pada praktikum croos breeding mempunyai ukuran dan dosis yang
digunakan seagai berikut :

No Jenis induk Berat

(kg) Dosis ovaprim (ml)

1 Betina lele dumbo 0,8 0,2

2 Jantan patin 0,7 0,1

PEMBAHASAN

Croos breeding merupakan menyilangkan pada satu rumpun ataupun jauh yang bertujuan untuk
melakukan hibridisasi, sehingga akan diperoleh individu yang unggul ataupun strain baru.
Aplikasi croos breeding tidaklah rumit sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan, yang perlu
dierhatikan jika melakukan croos breeding dengan berbeda jenis adalah ukuran dari lubang
mikrofil dengan ukuran kepala sperma sehingga akan mudah diperhitungkan factor-faktor
terjadinya kegagalan dan terjadinya pertumbuhan.

Praktikum cross breeding yang dilakukan mengalami kegagalan yang disebabkan oleh factor
kematangan telur yang belum merata dan kualitas air yang fluktuatif. Kematangan gonad dalam
melakukan proses pembuahan secara buatan adalah hal pokok yang harus diperhatikan sehingga
proses pembuahan akan terjadi dengan baik.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pemijahan. Faktor-faktor tersebit adalah
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi hormon, kematangan gonad dan
volume kuning telur. Hormon yang mempengaruhi dalam proses pemijahan ini adalah hormon
yang dihasilkan kelenjar Hipofisa dan Tyroid yang berperan dalam proses metamorfosa.
Kematangan gonad khususnya pada ikan betina terlihat dari keseragaman ukuran dan besar
kecilnya ukuran telur yang ada, dalam praktek ini terjadi kegagalan karena ukuran telur yang
tidak seragam dan tingkat kematangan yang masih rendah terlihat dari ukuran telur yang kecil-
kecil. Sedangkan kuning telur berkaitan dengan pasokan makanan untuk larva apabila telah
menetas sedangkan fakto eksternal adalah kualitas dan kuantitas air serta SDM yang menguasai
teknik ini atau tidak. Dari seg kuantitas air, dalam pelaksanaan praktik ini sudah cukup
memenuhi standart, namun dari segi kualitas, terjadinya fluktuasi suhu yang sangat tinggi hingga
membuat telur yang akan ditetaskan mengalami kematian. Dari segi SDN, kemingkinan kegiatan
ini tidak bersil dikarenakan tingkat kemampuan praktikan yang melaksanakan praktik ini sangat
rendah.

Croos breeding merupakan menyilangkan pada satu rumpun ataupun jauh yang bertujuan untuk
melakukan hibridisasi, sehingga akan diperoleh individu yang unggul ataupun strain baru.
Aplikasi croos breeding tidaklah rumit sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan, yang perlu
dierhatikan jika melakukan croos breeding dengan berbeda jenis adalah ukuran dari lubang
mikrofil dengan ukuran kepala sperma sehingga akan mudah diperhitungkan factor-faktor
terjadinya kegagalan dan terjadinyaperumbuhan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :

1. Dalam suatu pemijahan kita harus sangat memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pemijahan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pemijahan adalah fakor internal yang
terdiri dari : kematangan gonad, hormon dan kuning telur. Dan faktor esternal yang terdiri dari :
kualitas dan kuantitas air serta kualitas SDM yang memadai.

3. Kegiatan cross breeding dapat berjalan apabila, lubang micrifil telur lebih besar dari ukuran
sperma, sehingga sperma dapat masuk kedalam telur.
DIFERENSIASI KELAMIN IKAN MAS


Jenis kelamin pada ikan mas, dan juga jenis kelamin pada beberapa jenis kan lainnya memiliki
tingkat pertumbuhan yang berbeda. Studi tentang adanya perbedaan tingkat pertumbuhan itu
sudah lama dilakukan, terutama di Jepang, di Eropa dan negara-negara lainnya. Hasilnya sudah
diketahui dengan pasti, dan telah berdampak positip pada kegiatan usaha perikanan.

Ikan nila GIFT contohnya. Pada nila GIFT, pertumbuhan jantan lebih cepat dari betina. Pada
umur 6 bulan, jantan nila GIFT bisa mencapai 300 gram. Sedangkan betina hanya mencapai 250
gram (Arie, 1999). Adanya perbedaan ini disebabkan faktor internal, salah satunya adalah
aktivitas gonad. Faktor internal lainnya, tentu saja disebabkan karena gen.

Aktivitas gonad pada ikan nila tidak berhenti sejak matang gonad, baik pada jantan maupun
betina. Pada umur 5 bulan, ikan nila sudah memijah. Itu terus terjadi sepanjang tahun dengan
interval 3 minggu pada betina, dan seminggu pada jantan. Tetapi energi yang diperlukan untuk
memproduksi telur lebih banyak daripada energi yang diperlukan untuk memproduksi sperma.
Ini berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan.

Ikan nila memijah sepanjang tahun, baik jantan maupun betina. Interval pemijahan keduanya
berbeda. Pada betina, interval itu berlangsung sangat cepat, yaitu selama 3 minggu. Sedangkan
pada jantan berlangsung selama seminggu. Karena itu, pada ikan nila, jenis kelamin jantan lebih
diutamakan dari betina. Sebab, hasil panen yang diperoleh lebih tinggi dari betina. Tentu saja,
keuntungannya juga lebih banyak.

Pada ikan mas terjadi sebaliknya. Ikan yang berkelamin betina lebih cepat tumbuh dar betina.
Pada umur setahun, ikan betina bisa mencapai berat 1 – 1,2 kg. Sedangkan jantan pada umur
yang sama hanya mencapai 800 gram. Betina 5 – 10 persen lebih cepat tumbuh dari jantan
(Kessler, 1961 dalam Nagy et al., 1978). Karena itu, pada ikan mas, jenis kelamin betina lebih
diutamakan dari jantan.

Pembuatan jenis kelamin pada ikan nila, mas dan ikan lainnya dapat dilakukan dengan
pengubahan kelamin, atau dikenal dengan istilah diferensiasi kelamin. Menurut Yatim (1980),
diferensiasi kelamin adalah perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan atau dari jantan ke
betina yang disebabkan oleh faktor lingkungan, dimana perubahan ini hanya terjadi pada
karakter kelaminnya saja, sedangkan susunan genetiknya tidak berubah.

D’Ancona dan Yamamoto dalam Brusle dan Brusle (1983) membagi proses diferensiasi ke
dalam dua bagian, yaitu diferensiasi secara langsung dan diferensiasi secara tidak langsung.
Deiferensiasi langsung umumnya terjadi pada ikan-ikan gonochorisme. Pada proses ini sudah
terdapat sel benih jantan atau betina sebelum terjadinya diferensiasi gonad. Sedangkan
diferensiasi tidak langsung umumnya terjadi pada ikan-ikan hermaprodit, seperti belut (Fluta
alba). Di awal, ikan-ikan hermaprodit berkelamin betina, kemudian 50 persen berubah menjadi
jantan (Brusle dan Brusle, 1983).
Menurut D’Ancona, 1950 dalam Brusle dan Brusle, 1983, menyebutkan bahwa pada awal
pembentukan gonad terdapat sepasang somatic, yaitu cortex dan modulla yang sangat berperan
penting dalam pembentukan kelamin jantan atau betina, sehingga perubahan jenis kelamin pada
ikan merupakan pengaruh rangsangan cortex dan modulla yang akan menghasilkan gynogenin
atau androgenin.

Pada umumnya phenotip jenis kelamin ikan sesuai dengan genotipnya, tetapi dapat terjadi
penyimpangan. Penyimpangan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor ekternal, (yaitu suhu dan
salinitas), dan penggunaan hormone steroid (Brusle dan Brusle 1983). Pada suhu 26 o C banyak
dijumpai gonad ikan Rivulus yang berkembang menjadi ovotestis, tetapi pada suhu 10 o C
menjadi testis. Pada Anguilla yang hidup di salinitas tinggi, banyak dijumpai jan tan. Sedangkan
pada salinitas rendah betina lebih dominan (Colombo dan Rossi dalam Brusle dan Brusle 1983)

Penggunaan steroid sintesis pada ikan untuk mengubah kelamin akan berhasil apabila diberikan
pada masa diferensiasi gonad (Nakamura dan Takashi dalam Machintosh, Vargeshe dan
Satyanarayanan Rov, 1984). Masa diferensiasi gonad ikan berbeda-beda untuk setiap jenis ikan.
Bisa terjadi selama berlangsungnya proses penetasan, bisa juga terjadi saat larva.

Pada ikan mas, masa diferensiasi terjadi sampai ikan berumur 65 setelah menetas (Brusle dan
Brusle 1983). Pendapat itu tidak jeuh berbeda dengan pendapat Davies dan Takashiwa dalam
Hunter dan Donalson (1983) yang menyatakan bahwa pada suhu 21,7 – 23,5 o C proses
diferensiasi kelamin berlasung selama dua bulan setelah telur menetas.

Sementara itu Yamazaki (1983) menyatakan bahwa penggunaan hormone steroid akan lebih
berhasil merubah kelamin apabila digunakan selama mas pertumbuhan gonad, yaitu sebelum
atau sesudah ikan mula makan. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa :

- Pemberian hormone akan efektif apabila diberikan pada ikan mulai makan. Frekwensi jantan
seringkali relative tinggi jika diberikan setelah 1 – 2 minggu dari mulai makan.

- Periode sensitive untuk diberi pakan terjadi pada waktu ikan berumur 2 – 4 minggu. Namun hal
ini sangat tergantung pada species ikan itu sendiri.

Berkaitan dengan pendapat Yamazaki di atas, Nagy et al., mencoba memberikan 100 mg/kg
metilteststeron selama 36 hari yang diberikan pada benih yang berumur 8, 26, 44, 62 dan 80 hari
setelah fertilisasi untuk mendapatkan jantan hasil genogenesis dengan menggunakan suhu 20 –
25 o C. hasilnya, pada suhu 25 o C, ikan mas yang diberikan hormone metiltestosteron pada
umur 8 – 62 hari didapat 71,4 – 88,9 persen jantan. Sedangkan pemberian hormon pada umur 80
hari hanya didapa 20 persen saja.

Pengaruh pemberian hormone pada diferensiasi kelamin akan mengubah fenotif kelamin tanpa
mengubah genotipnya. Ikan jantan memiliki kromosom XY dan ikan betina XX. Dengan
memberikan hormone androgen pada stadia tertentu dapat berkembang menjadi fenotif jantan.
Pada ikan yang gonadnya sedang berdiferensiasi menjadi testis atau ovari dengan adanya
pemberian hormone, kemungkinan akan memberikan hasil yang permanent (Martin, 1979),
sebab kerja gen kelamin terbatas pada periode yang relative singkat, yaitu selama awal
perkembangan gonad dan tidak aktif lagi setelah gonad berdiferensiasi (Yamazaki, 1983).

Daftar Pustaka :

Donalson, E. M, U.H.M Fagerlund., DA. Hggs dan J.R Mc Bride 1978. Hormonal enchament of
growt. Dalam W.S. Hoar, D.J. Randal dan J.R. Bret (ed.). Fish Physiology Vol. VIII. Academic
Press, Newyork 456 – 597

Hunter. G.A. E.M. Donalson. J. Stoss dan I. Baker, 1983. Production of monosex female groups
of chinoox salmon (Onchorhynchus ishawytscha) by the fertilization of normal ova with sperm
from sex-reversed female. Jour. Aquac., 33 : 355 – 364

Martin, C.R. 1979. Texbook of endocrine physiology. City University of Newyork City. 561 hal.

Nagy, A., K. Rajki. L. Horvart dan V. Csanyi. 1978. Investigation on carp (Cyprinus carpio L)
ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215 – 224.

Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Jour. Aquac. 33 : 329 – 354.

Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito Bandung. 397 hal.



Induk murni ikan mas sulit dicari di Indonesia, atau bisa jadi sudah tidak ada. Padahal
keberadaannya sangat penting dalam dunia usaha. Karena dari induk yang murni dapat
melahirkan keturunan yang unggul, yaitu tumbuh cepat, rentan terhadap serangan penyakit dan
perubahan lingkungan. Bila dipelihara dapat diperoleh hasil yang maksimal dengan tingkat
kehidupannya (SR) yang tinggi.

Menurut Ditjen Perikanan (1985) dan Sumantadinata (1988), menurunnya sifat-sifat kemurnian
ikan mas disebabkan bebagai faktor, 1 ) kurangnya pengertian para pembudidaya ikan tentang
pentingnya ketersediaan induk-induk murni untuk produksi benih unggul. 2 ) jarang pakar
perikanan yang berminat dan bekerja untuk melakukan seleksi karena membutuhkan waktu yang
lama, fasilitas yang memadai, dan biaya yang tinggi. 3 ) Adanya pemijahan yang berulang kali
antar ras tanpa pola tertentu, akibat kurangnya pengontrolan di lingkungan petani pembenih ikan
di daerha tersebut.

                              GINOGENESIS IKAN MAS
Dahulu tercatat ada delapan varitas ikan mas yang
tersebar di beberapa daerah tanah air. Dari varitas-varitas itu sudah terbukti kelebihannya Baca
delapan varitas ikan mas. pada delapan-varitas-ikan-mas-dan-tanda. Namun dari semua varitas
itu belum ditemukan kemurniannya berdasarkan sifat-sifat, dan morfologi dengan kelengkapan
sejarahnya.

Kemurnian induk ikan mas harus dikembalikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk
mengembalikan kemurniannya adalah dengan melakukan persilangan-persilangan dalam (in
breeding). Namun cara ini membutuhkan lebih dari enam generasi. Satu generasi membutuhkan
waktu 2 tahun, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan induk. Jadi cara ini
membutuhkan waktu selama 12 tahun.

Untuk memperpendek masa pemurnian dapat dilakukan dengan cara ginogenesis. Cara ini bisa
merubah dari 6 generasi menjadi 2 generasi, strain murni sudah dapat diperoleh pada generasi
kedua. Keberhasilan cara ini tergantung dari ketelitian perlakuan dan kesuburan betina ginigenesi
(Nagy, Bersenyi dan Csanyi, 1981 : Sumantadinata).

Nagy et al,. 1978 ; Hollebeck et al,. 1986: Sumantadinata, 1988), menyebutkan ginogenesis
adalah terbentuknya zigot 2n (diploid) tanpa peranan genetic gamet jantan. Jadi gamet jantan
hanya berfungsi secara fisik saja, sehingga prosesnya hanya merupakan perkembangan
pathenogenetis betina (telur). Untuk itu sperma diradiasi. Radiasi pada ginogenesis bertujuan
untuk merusak kromososm spermatozoa, supaya pada saat pembuahan tidak berfungsi secara
genetic (Sumantadinata, 1988). Nagy et al,. 1981, menyebutkan pemijahan dengan cara
ginogenesis akan menghasilkan selurunya berkelamin jantan. Lihat artikel penyimpanan sperma
pada : penyimpanan-sperma.html.

Ginogenesis merupakan reproduksi seksual yang jarang terjadi pada pembuahan, karena nukleus
sperma yang masuk ke dalam telur dalam keadaan tidak aktif, sehingga perkembangan telurnya
hanya dikontrol oleh sifat genetik betina saja. Oleh karena itu, keturunannya merupakan replika
dari induk betina baik secara marfologi maupun susunan genetiknya (Purdon, 1983). Lihat
pengubahan kelamin diferensiasi-kelamin-pada-ikan-mas.html

Ginogenesis buatan dilakukan melalui beberapa perlakuan pada tahapan pembuahan dan awal
perkembangan embrio. Perlakuan ini bertujuan 1) membuat supaya bahan genetik jantan menjadi
tidak aktif 2) mengupayakan terjadinya diploisasi agar telur dapat menjadi zigot (Nagy, et al,.
1979). Bahan genetik dalam spermatozoa dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gama, sinar X
dan sinar ultraviolet (Purdon, 1983). Sinar ultraviolet banyak digunakan, karena murah.

Prosedur percobaan ginogenesis : Telur berasal dari induk betina ikan mas. Agar bisa ovulasi,
induk disuntik dengan ovaprim atau ekstrak kelenjar hipophisa. Sperma diambil dari ikan tawes
sebanyak 1 ml, lalu diencerkan 100 kali dengan larutan garam (Sodium Chloride 0,9 %). Setelah
diencerkan di radiasi dengan sinar ultraviolet selama 10 menit. Telur dan sperma dicampurkan,
sehingga terjadi pembuahan. Setelah terjadi pembuahan disebat dalam ayakn plastic dan
direndam dalam air dengan suhu 25 o C. Setelah 2 menit pembuahan di beri kejutan panas (heat
shock) pada suhu 40 o C selama 1,5 – 2 menit. Untuk menghilangkan daya lekat telur diberi
larutan tannin, setelah itu diinkubasi pada suhu 28 o C hingga menetas. Skema prosedur
ginogenesis menyusul.

Daftar Pustaka :

Direktorat Jenderal Perikanan, 1988. Status dan Permasalahan pembenihan ikan dan udang di
Indonesia. Seminar Nasional Pembenihan Ikan dan Udang 5 – 6 Juli Direktorat Bina Produksi,
Jakarta. 18 hal.

Donalson, E. M, U.H.M Fagerlund., DA. Hggs dan J.R Mc Bride 1978. Hormonal enchament of
growt. Dalam W.S. Hoar, D.J. Randal dan J.R. Bret (ed.). Fish Physiology Vol. VIII. Academic
Press, Newyork 456 – 597

Hamid, A.R. 1991. Pemberian Metiltestosteron Di dalam Proses Diferensiasi Kelamin Ikan Mas
(Cyprinus carpio L) Hasil Ginogenesis. Universitas Padjadjaran, Fakultas Perikanan, Jurusan
Perikanan, Bandung.

Hunter. G.A. E.M. Donalson. J. Stoss dan I. Baker, 1983. Production of monosex female groups
of chinoox salmon (Onchorhynchus ishawytscha) by the fertilization of normal ova with sperm
from sex-reversed female. Jour. Aquac., 33 : 355 – 364

Martin, C.R. 1979. Texbook of endocrine physiology. City University of Newyork City. 561 hal.

Nagy, A., K. Rajki. L. Horvart dan V. Csanyi. 1978. Investigation on carp (Cyprinus carpio L)
ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215 – 224.

Sumantadinata, K. 1988. Teknologi ginogenesis, percepatan pemurnian ikan peliharaan, Kompas
23 Nopember 1988.

Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Jour. Aquac. 33 : 329 – 354.

Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito Bandung. 397 hal
ANDROGENESIS IKAN MAS

Keberhasilan budidaya ikan mas, terutama pada tahap pembesaran salah satunya ditentukan oleh
kualitas benih. Karena benih tersebut dapat hidup dengan baik, tumbuh dengan cepat, serta tahan
terhadap perubahan lingkungan dan serangan penyakit. Namun benih ikan mas yang berkualitas
baik, sulit ditemukan di Indonesia. Karena kualitas induk sudah jauh menurun dibandingkan dua
puluh tahun yang lalu.

Karena itu genetik pada ikan mas sekarang harus dikembalikan. Salah satu cara perbaikan
genetik adalah dengan pemurnian induk. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan
melakukan persilangan-persilangan dalam (in breeding). Namun cara ini membutuhkan lebih
dari enam generasi. Satu generasi membutuhkan waktu 2 tahun, yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk mendapatkan induk. Jadi cara ini membutuhkan waktu selama 12 tahun.

Cara yang praktis adalah dengan melalukan ginogenesis. Dengan cara ini waktu pemurnian
induk bisa diperpendek menjadi enam tahun. Cara praktis lainnya adalah dengan androgenesis,
yaitu suatu teknologi yang memanfaatkan sifat-sifat genetik ikan dengan menggunakan prinsip-
prinsip bioteknologi. Teknik ini memberikan kemungkinan untuk mempercepat waktu
pemurnian dalam seleksi ikan. Androgenesis dapat dilakukan dengan memanipulasi beberapa
proses pembuahan yaitu membuat agar material genetik gamet betina menjadi tidak aktif dan
mengupayakan supaya terjadi diploisasi (NAGY dkk., 1978).

Material genetik gamet betina dapat dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gamma, sinae-x atau
sinar ultra violet (PURDON, 1983). Dewasa ini sinar ultra violet lebih banyak digunakan karena
lebih praktis dan lebih aman. Radiasi sinar ultra violoet dapat menyebabkan rusaknya kromosom.
Berdasarkan penelitian adrogenesis yang dilakukan ARIFIN (1994) diperoleh hasil, bahwa
radiasi dengan menggunakan dua buah lampu TUV 15 wat berjarak 30 cm dari telur selama 3 – 5
menit telah mampu me-non-aktikan material gamet betina.

Pemberian kejutan dilakukan untuk mempertahankan diploiditas embrio pada tahap awal
perkembangannya. Diploidisasi dapat dilakukan dengan cara menghambat pembelahan mitosis I
(CHOURROUT, 1984). Derajat homozigositas yang tinggi dapat dicapai dengan kejutan pada
pembelahan mitosis I (NAGY 1986 dalam SULARTO dkk., 1992), karena pada pembelahan
mitosis pasangan kromosom yang dihasilkan bersifat identik yang berasal dari genom haploid
paternal yang membelah menjadi dua (PENMAN, 1993). Tanpa proses diploidisasi embrio yang
dihasilkan pada pembuahan sel telur non-aktif akan bersifat haploid yang berkarakter abnormal.

Jenis kejutan yang dapat dilakukan antara lain kejutan suhu (panas dan dingin), kejutan tekanan,
kejutan dengan menggunakan bahan kimia dan kejutan listrik. Kejutan suhu merupakan salah
satu metode yang banyak dilakukan karena mudah diterapkan (CARMAN, 1990). ARAI dan
WILKINS (1987) menjelaskan bahwa penggunakaan kejutan suhu ternyata lebih mudah
dibandingkan dengan kejutan tekanan. PURDON dan LINCOLN (1973) menyatakan bahwa
kejutan panas telah umum dilakukan untuk menduplikasi seperangkat kromosom.

Pada penelitian androgenesis ikan mas yang dilakukan EDDY (1994), didapat hasil, bahwa lama
waktu kejutan panas yang dilakukan 40 menit setelah pembuahan pada suhu 40 O C yang terbaik
adalah dua menit. Penelitian pada ginogenesis ikan mas menunjukan benih homozigot diploid
yang dihasilkan tertinggi oleh kejutan panas 36 – 37 menit setelah pembuahan (GUSTIANTO
danDHARMA, 1991). SUMANTADINATA (1998), menyatakan bahwa umumnya waktu awal
kejutan panas yang menekan saat pembelahan mitosis I pada ginogenesis adalah 40 dapat
dilakukan selama 1,5 – 2,0 menit.

Penelitian ginogenesis ikan mas dengan menggunakan induk jantan ikan tawes berhasil
memproduksi benih ginogenetik, dengan kejutan panas pada suhu 40 O C setelah 40 menit
inkubasi (PRIHADY dan SUBAGYO, 1992). Menurut SULARTO dkk (1992), produksi
ginigenetik nikan mas tertinggi diperoleh dengan pemberian kejutan panas selama satu menit
pada saat 40 menit setelah pembuayhan.

Menurut SUMANTADINATA (1988), androgenesisi adalah proses terbentuknya embrio dari
gamet jantan tanpa kontribusi genetis gemet betina. Proses reproduksi ini tidak umum terjadi,
sehingga pada androgenesis dilakukan proses buatan yaitu menon-aktifkan bahan-bahan genetik
yang terdapat pada telur dengan cara meradiasi telur tersebut (THORGAARD dkk., 1990).
Akibat perlakuan tersebut tanpa peranan gemet betina dan bersifat haploid.

Individu haploid memiliki ciri-ciri yang abnormal misalnya bentuk punggung dan ekor yang
bengkok, mata atau mulut yang tidak sempurna, ukuran tubuh yang kecil, sistem peredaran darah
yang tidak normal dan ketidakmampuan melakukan aktifitas renang dan makan (CHERVAS,
1981 ; PURDOM, 1983). Agar embrio ini tetap hidup menurut NAGY dkk. (1978) perlu
dilakukan diploidisasi pada tahap awal perkembangan telur.

Pada androgenetis yang dilakukan oleh ARIFIN (1994) pada ikan mas berhasil memperoleh 89,4
persen benih diploid androgenetik, sedangkan EDDY (1994) memperoleh 89,05 benih
androgenetik ikan mas. SHCEERE dkk. (1986) dan THORGARRD dkk. (1990) yang melakukan
percobaan androgenesis ikan rainbow menghasilkan tingkat kelangsungan hidup ikan masing-
masing sebesar 6,8 persen dan 0,8 persen setelah berumur 59 hari.

Daftar Pustaka :
Rohadi, D.S, 1996. Pengaruh Berbagai Waktu Awal Kejutan Panas Terhadap Persentase Larva
Diploid Mitoandrogenetik Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Universitas Padjadjaran, Fakultas
Pertanian, Jurusan Perikanan, Jatinangor, Bandung

Daftar Pustaka Tambahan :

Arai, K. dan N.P. Wilkins. 1987. Triplidization of brown trout (Salmon trutta) bay heat shock.
Aquaculture, 64 : 97 – 103.

Arifin, O.Z. 1994. Pengaruh lama Radiasi sinar ultra violet terhadap keberhasilan androgenetis
ikan mas majalaya (Cyprinus carpio L). Skripsi Fakultas Pertanian Unida, Bogor (Tidak
dipublikasikan, 40 hal).

Carman, O. 1990. Ploidy manipulation in some warm water fish. Thesis, Sumited in Partial
Fulfiment of Requirements for Degree of Master in Fisheries Science at The Tokyo University of
Fisheries, 87 hal.

Cherfas, N.B. 1981. Ginogenesis in fishes. Dalam V.S. Khirpichnikov (ed:) : Genetic bases of
fish selection. Springer, Verlag, Berlin, Heidelberg, New York. Hal 223 – 273.

Chourout, D. 1984. Pressure induced retention of second polar body by suppression of first
cleavage in rainbow trout; Production of all-triploid – all tetraploid, and heterozygous
gynogenetic. Aquaculture, 26; 111 – 126.

Eddy, M. 1994. Pengaruh lama kejutan panas terhadap androgenesis pada ikan mas (Cyprinus
carpio L). Skripsi. Fakultas Pertanian, Unida Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Hardjamulia, A. 1979. Budidaya Perikanan. Budidaya ikan mas (Cyprinus carpio L), ikan tawes
(Puntius javanicus), ikan nilem (Osteochilus hasselti). SUPM Bogor. Badan Pendidikan dan
Latihan Penyuluhan Perikanan, Depatemen Pertanian, hal 1 – 7.

More Related Content

What's hot

Rekayasa genetika
Rekayasa genetikaRekayasa genetika
Rekayasa genetikaYunita Sari
 
Makalah rekayasa genetika dan sistem imun 1
Makalah rekayasa genetika dan sistem imun 1Makalah rekayasa genetika dan sistem imun 1
Makalah rekayasa genetika dan sistem imun 1MJM Networks
 
82776457 rekayasa-genetika
82776457 rekayasa-genetika82776457 rekayasa-genetika
82776457 rekayasa-genetikaRiana Wm
 
Kultur jaringan & rekayasa genetika
Kultur jaringan & rekayasa genetikaKultur jaringan & rekayasa genetika
Kultur jaringan & rekayasa genetikaSindy Septiawan
 
Bioteknologi disusun kembali oleh ismail.
Bioteknologi disusun kembali oleh ismail.Bioteknologi disusun kembali oleh ismail.
Bioteknologi disusun kembali oleh ismail.ismail fizh
 
MAKALAH Bayi tabung dan sistem imun
MAKALAH Bayi tabung dan sistem imunMAKALAH Bayi tabung dan sistem imun
MAKALAH Bayi tabung dan sistem imunMJM Networks
 
Hewan trasngenik (metode stem cell embryo)
Hewan trasngenik (metode stem cell embryo)Hewan trasngenik (metode stem cell embryo)
Hewan trasngenik (metode stem cell embryo)Arigetsu Chiendrasinkai
 
Bioteknologi ismail
Bioteknologi ismailBioteknologi ismail
Bioteknologi ismailIsmail Fizh
 
Bioteknologi transgenik
Bioteknologi transgenikBioteknologi transgenik
Bioteknologi transgenikJavier Zanetti
 
Bioteknologi (Tugas SMA)
Bioteknologi (Tugas SMA)Bioteknologi (Tugas SMA)
Bioteknologi (Tugas SMA)Dimas Setyawan
 
Kuliah 7 teknologi dna rekombinan
Kuliah 7 teknologi dna rekombinanKuliah 7 teknologi dna rekombinan
Kuliah 7 teknologi dna rekombinanPutty Rahma
 
Pengertian Tanaman Transgenik Lengkap
Pengertian Tanaman Transgenik LengkapPengertian Tanaman Transgenik Lengkap
Pengertian Tanaman Transgenik Lengkapf' yagami
 
Teknologi dna rekombinan
Teknologi dna rekombinanTeknologi dna rekombinan
Teknologi dna rekombinanikhsan saputra
 
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdfBIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdfIrwanDarmawan9
 
Rekayasa Genetika
Rekayasa GenetikaRekayasa Genetika
Rekayasa Genetikailmanafia13
 

What's hot (20)

Rekayasa genetika
Rekayasa genetikaRekayasa genetika
Rekayasa genetika
 
Makalah rekayasa genetika dan sistem imun 1
Makalah rekayasa genetika dan sistem imun 1Makalah rekayasa genetika dan sistem imun 1
Makalah rekayasa genetika dan sistem imun 1
 
Hewan Transgenik
Hewan Transgenik Hewan Transgenik
Hewan Transgenik
 
82776457 rekayasa-genetika
82776457 rekayasa-genetika82776457 rekayasa-genetika
82776457 rekayasa-genetika
 
Kultur jaringan & rekayasa genetika
Kultur jaringan & rekayasa genetikaKultur jaringan & rekayasa genetika
Kultur jaringan & rekayasa genetika
 
Bioteknologi disusun kembali oleh ismail.
Bioteknologi disusun kembali oleh ismail.Bioteknologi disusun kembali oleh ismail.
Bioteknologi disusun kembali oleh ismail.
 
MAKALAH Bayi tabung dan sistem imun
MAKALAH Bayi tabung dan sistem imunMAKALAH Bayi tabung dan sistem imun
MAKALAH Bayi tabung dan sistem imun
 
Hewan trasngenik (metode stem cell embryo)
Hewan trasngenik (metode stem cell embryo)Hewan trasngenik (metode stem cell embryo)
Hewan trasngenik (metode stem cell embryo)
 
Bioteknologi ismail
Bioteknologi ismailBioteknologi ismail
Bioteknologi ismail
 
rekayasa gen
rekayasa genrekayasa gen
rekayasa gen
 
Bioteknologi transgenik
Bioteknologi transgenikBioteknologi transgenik
Bioteknologi transgenik
 
Kloning Gen
Kloning GenKloning Gen
Kloning Gen
 
Bioteknologi (Tugas SMA)
Bioteknologi (Tugas SMA)Bioteknologi (Tugas SMA)
Bioteknologi (Tugas SMA)
 
Kuliah 7 teknologi dna rekombinan
Kuliah 7 teknologi dna rekombinanKuliah 7 teknologi dna rekombinan
Kuliah 7 teknologi dna rekombinan
 
Bioteknologi transgenik (kel 2)
Bioteknologi transgenik (kel 2)Bioteknologi transgenik (kel 2)
Bioteknologi transgenik (kel 2)
 
Transgenik ppt
Transgenik pptTransgenik ppt
Transgenik ppt
 
Pengertian Tanaman Transgenik Lengkap
Pengertian Tanaman Transgenik LengkapPengertian Tanaman Transgenik Lengkap
Pengertian Tanaman Transgenik Lengkap
 
Teknologi dna rekombinan
Teknologi dna rekombinanTeknologi dna rekombinan
Teknologi dna rekombinan
 
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdfBIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
 
Rekayasa Genetika
Rekayasa GenetikaRekayasa Genetika
Rekayasa Genetika
 

Viewers also liked

Pemuliaan dan bioteknologi ikan
Pemuliaan dan bioteknologi ikanPemuliaan dan bioteknologi ikan
Pemuliaan dan bioteknologi ikanNurfitri Rahim
 
Rekayasa genetika hewan
Rekayasa genetika hewanRekayasa genetika hewan
Rekayasa genetika hewanWinda Zufri
 
C19 Mutasi dan Polimorfisme
C19 Mutasi dan PolimorfismeC19 Mutasi dan Polimorfisme
C19 Mutasi dan PolimorfismeCatatan Medis
 
Prakarya dan kewirausahaan (buku siswa)
Prakarya dan kewirausahaan (buku siswa) Prakarya dan kewirausahaan (buku siswa)
Prakarya dan kewirausahaan (buku siswa) Indah Rohmatullah
 
Proposal usaha Pembesaran bibit ikan lele unggul
Proposal usaha Pembesaran bibit ikan lele unggulProposal usaha Pembesaran bibit ikan lele unggul
Proposal usaha Pembesaran bibit ikan lele unggulBung HaFied
 
PPT Interaktif Pertumbuhan dan Perkembangan
PPT Interaktif Pertumbuhan dan PerkembanganPPT Interaktif Pertumbuhan dan Perkembangan
PPT Interaktif Pertumbuhan dan Perkembangannuraida achsani
 
Rekayasa dan Kewirausahaan & Inovasi Teknologi Tepat Guna Spray Aerator - Kel...
Rekayasa dan Kewirausahaan & Inovasi Teknologi Tepat Guna Spray Aerator - Kel...Rekayasa dan Kewirausahaan & Inovasi Teknologi Tepat Guna Spray Aerator - Kel...
Rekayasa dan Kewirausahaan & Inovasi Teknologi Tepat Guna Spray Aerator - Kel...Ilham Wahyudin
 
SMK-MAK kelas10 smk budidaya ikan gusrina
SMK-MAK kelas10 smk budidaya ikan gusrinaSMK-MAK kelas10 smk budidaya ikan gusrina
SMK-MAK kelas10 smk budidaya ikan gusrinasekolah maya
 
PPT Interaktid Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
PPT Interaktid Pertumbuhan dan Perkembangan TumbuhanPPT Interaktid Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
PPT Interaktid Pertumbuhan dan Perkembangan TumbuhanAde Khairun Nisa
 

Viewers also liked (17)

Pemuliaan dan bioteknologi ikan
Pemuliaan dan bioteknologi ikanPemuliaan dan bioteknologi ikan
Pemuliaan dan bioteknologi ikan
 
Pedoman pengkajian fenotip kualitatif
Pedoman pengkajian fenotip kualitatifPedoman pengkajian fenotip kualitatif
Pedoman pengkajian fenotip kualitatif
 
Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
 
Rekayasa genetika hewan
Rekayasa genetika hewanRekayasa genetika hewan
Rekayasa genetika hewan
 
C19 Mutasi dan Polimorfisme
C19 Mutasi dan PolimorfismeC19 Mutasi dan Polimorfisme
C19 Mutasi dan Polimorfisme
 
11. bioteknologi iad
11. bioteknologi iad11. bioteknologi iad
11. bioteknologi iad
 
Genetika penentuan jenis kelamin
Genetika penentuan jenis kelaminGenetika penentuan jenis kelamin
Genetika penentuan jenis kelamin
 
Bioteknologi
BioteknologiBioteknologi
Bioteknologi
 
Gametogenesis
GametogenesisGametogenesis
Gametogenesis
 
Manajemen induk
Manajemen indukManajemen induk
Manajemen induk
 
Prakarya dan kewirausahaan (buku siswa)
Prakarya dan kewirausahaan (buku siswa) Prakarya dan kewirausahaan (buku siswa)
Prakarya dan kewirausahaan (buku siswa)
 
Biology Campbell
Biology CampbellBiology Campbell
Biology Campbell
 
Proposal usaha Pembesaran bibit ikan lele unggul
Proposal usaha Pembesaran bibit ikan lele unggulProposal usaha Pembesaran bibit ikan lele unggul
Proposal usaha Pembesaran bibit ikan lele unggul
 
PPT Interaktif Pertumbuhan dan Perkembangan
PPT Interaktif Pertumbuhan dan PerkembanganPPT Interaktif Pertumbuhan dan Perkembangan
PPT Interaktif Pertumbuhan dan Perkembangan
 
Rekayasa dan Kewirausahaan & Inovasi Teknologi Tepat Guna Spray Aerator - Kel...
Rekayasa dan Kewirausahaan & Inovasi Teknologi Tepat Guna Spray Aerator - Kel...Rekayasa dan Kewirausahaan & Inovasi Teknologi Tepat Guna Spray Aerator - Kel...
Rekayasa dan Kewirausahaan & Inovasi Teknologi Tepat Guna Spray Aerator - Kel...
 
SMK-MAK kelas10 smk budidaya ikan gusrina
SMK-MAK kelas10 smk budidaya ikan gusrinaSMK-MAK kelas10 smk budidaya ikan gusrina
SMK-MAK kelas10 smk budidaya ikan gusrina
 
PPT Interaktid Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
PPT Interaktid Pertumbuhan dan Perkembangan TumbuhanPPT Interaktid Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
PPT Interaktid Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
 

Similar to Ikan Rekayasa Genetika

Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniAplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniratnisarirkuka
 
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniAplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniratnisarirkuka
 
Materi IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 Jakarta
Materi IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 JakartaMateri IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 Jakarta
Materi IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 JakartaLiana Susanti SMPN 248
 
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantapBIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantapMRashyaQubillah
 
"BAB 6 BIOTEKNOLOGI " Materi IPA SMPN 264 Jakarta
"BAB 6 BIOTEKNOLOGI " Materi IPA  SMPN 264 Jakarta  "BAB 6 BIOTEKNOLOGI " Materi IPA  SMPN 264 Jakarta
"BAB 6 BIOTEKNOLOGI " Materi IPA SMPN 264 Jakarta Liana Susanti SMPN 248
 
Kelompok edelwis 9iSMPN 264 Jakarta "BAB 6 BIOTEKNOLOGI"
Kelompok edelwis 9iSMPN 264 Jakarta "BAB 6 BIOTEKNOLOGI"Kelompok edelwis 9iSMPN 264 Jakarta "BAB 6 BIOTEKNOLOGI"
Kelompok edelwis 9iSMPN 264 Jakarta "BAB 6 BIOTEKNOLOGI"Liana Susanti SMPN 248
 
Kelompok edelwis 9i kelas 9i smpn264 jakarta
Kelompok edelwis 9i kelas 9i smpn264 jakartaKelompok edelwis 9i kelas 9i smpn264 jakarta
Kelompok edelwis 9i kelas 9i smpn264 jakartaLiana Susanti SMPN 248
 
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdfBIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdfIrwanDarmawan9
 
Sejarah perkembangan-bioteknologi
Sejarah perkembangan-bioteknologiSejarah perkembangan-bioteknologi
Sejarah perkembangan-bioteknologiAdy Setiawan
 
03 bioteknologi
03 bioteknologi03 bioteknologi
03 bioteknologiadysintang
 
PPT BIOTEKNOLOGI PANGAN PEANFAATAN PRODU
PPT BIOTEKNOLOGI PANGAN PEANFAATAN PRODUPPT BIOTEKNOLOGI PANGAN PEANFAATAN PRODU
PPT BIOTEKNOLOGI PANGAN PEANFAATAN PRODUAndiNurulFatma1
 
rekayasa_genetika_Green_Fluorescent_Prot.pptx
rekayasa_genetika_Green_Fluorescent_Prot.pptxrekayasa_genetika_Green_Fluorescent_Prot.pptx
rekayasa_genetika_Green_Fluorescent_Prot.pptxnandananda776342
 
ppt_materi bioteknologi kelas 9 smpk.pptx
ppt_materi bioteknologi kelas 9 smpk.pptxppt_materi bioteknologi kelas 9 smpk.pptx
ppt_materi bioteknologi kelas 9 smpk.pptxNiPutuYuliartini1
 
11. bioteknologi SMA
11. bioteknologi SMA11. bioteknologi SMA
11. bioteknologi SMAIrhuel_Abal2
 
Bioteknologi Bab 6 Materi IPA Semester Ganjil
Bioteknologi Bab 6 Materi IPA Semester GanjilBioteknologi Bab 6 Materi IPA Semester Ganjil
Bioteknologi Bab 6 Materi IPA Semester GanjilLiana Susanti SMPN 248
 

Similar to Ikan Rekayasa Genetika (20)

Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniAplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
 
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniAplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
 
Materi IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 Jakarta
Materi IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 JakartaMateri IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 Jakarta
Materi IPA Bab 6 Bioteknologi kelas IX H Kelompok Amelia SMPN264 Jakarta
 
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantapBIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
 
Tugas ipa bioteknologi. 9 h
Tugas ipa bioteknologi. 9 hTugas ipa bioteknologi. 9 h
Tugas ipa bioteknologi. 9 h
 
ppt_bioteknologi.pptx
ppt_bioteknologi.pptxppt_bioteknologi.pptx
ppt_bioteknologi.pptx
 
"BAB 6 BIOTEKNOLOGI " Materi IPA SMPN 264 Jakarta
"BAB 6 BIOTEKNOLOGI " Materi IPA  SMPN 264 Jakarta  "BAB 6 BIOTEKNOLOGI " Materi IPA  SMPN 264 Jakarta
"BAB 6 BIOTEKNOLOGI " Materi IPA SMPN 264 Jakarta
 
Kelompok edelwis 9iSMPN 264 Jakarta "BAB 6 BIOTEKNOLOGI"
Kelompok edelwis 9iSMPN 264 Jakarta "BAB 6 BIOTEKNOLOGI"Kelompok edelwis 9iSMPN 264 Jakarta "BAB 6 BIOTEKNOLOGI"
Kelompok edelwis 9iSMPN 264 Jakarta "BAB 6 BIOTEKNOLOGI"
 
Kelompok edelwis 9i kelas 9i smpn264 jakarta
Kelompok edelwis 9i kelas 9i smpn264 jakartaKelompok edelwis 9i kelas 9i smpn264 jakarta
Kelompok edelwis 9i kelas 9i smpn264 jakarta
 
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdfBIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
BIOTEKNOLOGI_HASIL_PERIKANAN_..pdf
 
Sejarah perkembangan-bioteknologi
Sejarah perkembangan-bioteknologiSejarah perkembangan-bioteknologi
Sejarah perkembangan-bioteknologi
 
Bioteknologi
BioteknologiBioteknologi
Bioteknologi
 
03 bioteknologi
03 bioteknologi03 bioteknologi
03 bioteknologi
 
bioteknologi
bioteknologibioteknologi
bioteknologi
 
PPT BIOTEKNOLOGI PANGAN PEANFAATAN PRODU
PPT BIOTEKNOLOGI PANGAN PEANFAATAN PRODUPPT BIOTEKNOLOGI PANGAN PEANFAATAN PRODU
PPT BIOTEKNOLOGI PANGAN PEANFAATAN PRODU
 
rekayasa_genetika_Green_Fluorescent_Prot.pptx
rekayasa_genetika_Green_Fluorescent_Prot.pptxrekayasa_genetika_Green_Fluorescent_Prot.pptx
rekayasa_genetika_Green_Fluorescent_Prot.pptx
 
ppt_materi bioteknologi kelas 9 smpk.pptx
ppt_materi bioteknologi kelas 9 smpk.pptxppt_materi bioteknologi kelas 9 smpk.pptx
ppt_materi bioteknologi kelas 9 smpk.pptx
 
11. bioteknologi SMA
11. bioteknologi SMA11. bioteknologi SMA
11. bioteknologi SMA
 
Bioteknologi Bab 6 Materi IPA Semester Ganjil
Bioteknologi Bab 6 Materi IPA Semester GanjilBioteknologi Bab 6 Materi IPA Semester Ganjil
Bioteknologi Bab 6 Materi IPA Semester Ganjil
 
Bab 6 bioteknologi 9j
Bab 6 bioteknologi 9jBab 6 bioteknologi 9j
Bab 6 bioteknologi 9j
 

Ikan Rekayasa Genetika

  • 1. Rekayasa Genetika Ikan November 8, 2009 pada 10:27 am | Ditulis dalam AQUACULTURE | 5 Komentar Ikan Bercahaya Hasil Rekayasa Genetik diolah dari berbagai sumber Klik Disini Informasi Rekayasa Genetika Sejenis ikan tropis yang memancarkan cahaya merah akan menjadi binatang peliharaan pertama yang direkayasa, demikian diungkapkan para ilmuwan. Ikan jenis zebra ini sesungguhnya dirancang sebagai detektor adanya racun-racun yang ada di alam. “Ikan ini semula dikembangkan untuk membantu menanggulangi polusi lingkungan,” kata Alan Blake dan rekan-rekannya dari Yorktown Technologies, perusahaan yang mendaftarkan ikan tersebut sebagai ikan peliharaan. “Mereka direkayasa agar memancarkan cahaya bila berada di lingkungan yang beracun atau tidak sehat.” Ikan zebra (Brachydanio rerio) biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam keunguan. Dengan rekayasa genetis, ikan ini dapat memendarkan warna hijau atau merah dari tubuhnya. Warna merah atau hijau yang bersinar itu diambil dari warna ubur-ubur yang disuntikkan ke telur-telur ikan zebra. Dengan gen ubur-ubur itu, tubuh ikan zebra dapat memancarkan cahaya. Nah, agar bisa digunakan sebagai indikator polusi, maka para peneliti memasukkan gen pemicu yang akan mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang mengandung zat tertentu. Menurut Blake, sejauh ini tidak ada bukti bahwa ikan-ikan hasil rekayasa tersebut akan menimbulkan ancaman pada lingkungan. “Ikan-ikan ini hanya akan memancarkan warna terang di bawah segala macam sinar, namun tidak akan mencemari lingkungan.” Ikan yang kini disebut Glofish ini mulanya dikembangkan oleh Zhiyuan Gong dari National University of Singapore. Menurut Gong, meski saat ini ikan tersebut hanya memiliki dua warna
  • 2. tambahan, namun sebenarnya ia bisa dikembangkan untuk memiliki lima warna berbeda, dimana masing-masing warna akan bersinar sesuai dengan jenis bahan polutan yang dijumpai ikan. “Ikan zebra (Brachydanio rerio) berfluoresens pertama hasil rekayasa genetika berhasil dikembangkan oleh para ilmuwan untuk mendeteksi adanya polutan, bahkan mulai dipasarkan sebagai binatang peliharaan.” Cuplikan informasi tersebut hanyalah salah satu contoh bagaimana teknologi DNA telah meluncurkan revolusi dalam bidang bioteknologi, yakni teknologi rekayasa genetika. Keberhasilan ini tentunya membawa angin segar dan kontribusi yang sangat besar, terutama dalam bidang rekayasa genetika ikan dan akuakultur karena selain bermanfaat bagi penelitian dasar juga dapat ditujukan untuk penggunaan komersial. Rekayasa genetika atau genetic engineering pada dasarnya adalah seperangkat teknik yang dilakukan untuk memanipulasi komponen genetik, yakni DNA genom atau gen yang dapat dilakukan dalam satu sel atau organisme, bahkan dari satu organisme ke organisme lain yang berbeda jenisnya. Dalam upaya melakukan rekayasa genetika, para ilmuwan menggunakan teknologi DNA rekombinan. Sementara organisme yang dimanipulasi dengan menggunakan teknik DNA rekombinan disebut genetically modified organism (GMO) yang memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan organisme asalnya. Seiring dengan kemajuan biologi molekuler sekarang ini memungkinkan ilmuwan untuk mengambil DNA suatu spesies karena DNA mudah diekstraksi dari sel-sel. Kemudian disusunlah suatu konstruksi molekuler yang dapat disimpan di dalam laboratorium. DNA yang telah mengalami penyusunan molekuler dinamakan DNA rekombinan sedangkan gen yang diisolasi dengan metode tersebut dinamakan gen yang diklon. Semenjak ditemukannya struktur DNA oleh Watson dan Crick (1953), kemudian mulai berkembanglah teknologi rekayasa genetika pada tahun 1970-an dengan tujuan untuk membantu menciptakan produk dan organisme baru yang bermanfaat. Sejarah membuktikan bahwa teknik rekayasa genetika terus-menerus mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari metode- metode sebelumnya. Awal mulanya digunakan teknik konservatif yang dipelopori oleh Gregor Mendel dalam proses perkawinan silang (breeding) untuk mendapatkan bibit unggul yang bersifat hibrid. Proses ini memakan waktu lama dan memiliki kekurangan, yakni muncul sifat yang tak dinginkan dari tanaman atau hewan tetuanya. Sampai akhirnya lahirlah rekayasa genetika modern menggunakan teknologi DNA rekombinan. Rekombinasi dilakukan secara in vitro (di luar sel organisme), sehingga dimungkinkan untuk memodifikasi gen-gen spesifik dan memindahkannya di antara organisme yang berbeda seperti bakteri, tumbuhan dan hewan ataupun dapat mencangkok (kloning) hanya satu jenis gen yang diinginkan dalam waktu cepat. Sejak dimulainya perkembangan rekayasa genetika, beberapa teknik terus diperbaiki dan ditingkatkan dalam rangka menuju teknologi DNA rekombinan yang lebih maju. Teknik-teknik yang telah dikembangkan tersebut antara lain: (1) poliploidisasi, (2) androgenesis dan (3) ginogenesis. (4) kloning, (5) chimeras, serta (6) transgenik. Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan rekayasa genetika atau teknologi DNA rekombinan sebagai berikut:
  • 3. 1. Isolasi DNA yang mengandung gen target atau gen of interest (GOI). 2. Isolasi plasmid DNA bakteri yang akan digunakan sebagai vektor. 3. Manipulasi sekuen DNA melalui penyelipan DNA ke dalam vektor. (a.) Pemotongan DNA menggunakan enzim restriksi endonuklease. (b.) Penyambungan ke vektor menggunakan DNA ligase. 4. Transformasi ke sel mikroorganisme inang. 5. Pengklonan sel-sel (dan gen asing). 6. Identifikasi sel inang yang mengandung DNA rekombinan yang diinginkan 7. Penyimpanan gen hasil klon dalam perpustakaan DNA. Rekayasa genetika telah merambah di berbagai bidang, tidak terkecuali bidang perikanan yang menghasilkan ikan kualitas unggul, sebagai contoh antara lain: Ikan zebra yang biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam keunguan, setelah disisipi dengan gen warna ubur-ubur yang disuntikkan ke telur ikan-ikan zebra maka dapat memendarkan warna hijau atau merah dari tubuhnya. Gen pemicu dari ubur-ubur akan mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang mengandung bahan polutan tertentu. Ikan karper transgenik dengan pertumbuhan mencapai tiga kali dari ukuran normalnya karena memiliki gen dari hormon pertumbuhan ikan salmon (rainbow trout) yang ditransfer secara langsung ke dalam telur ikan karper. Begitu pula penelitian lainnya memberikan hasil yang serupa, yakni seperti pada ikan kakap (red sea bream) dan salmon Atlantik yang juga sama-sama disisipi oleh gen growth hormone OPAFPcsGH. Ikan goldfish yang disisipi dengan ocean pout antifreeze protein gene diharapkan dapat meningkatkan toleransi terhadap cuaca dingin. Ikan medaka transgenik yang mampu mendeteksi adanya mutasi (terutama yang disebabkan oleh polutan) sangat bermanfaat bagi kehidupan hewan akuatik lainnya dan di bidang kesehatan manusia. Ikan tersebut setelah disisipi dengan vektor bakteriofag mutagenik, kemudian vektor DNA dikeluarkan dan disisipkan ke dalam bakteri pengindikator yang dapat menghitung gen mutan. Ikan transgenik menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan setelah ditransplantasikan gen tomat. Namun bisa juga sebaliknya apabila penerapan ditujukan untuk dunia pertanian, maka gen ikan yang hidup di daerah dingin dapat dipindahkan ke dalam tomat untuk mengurangi kerusakan akibat dari pembekuan. Berbagai kontroversi menyelimuti produk-produk hasil rekayasa genetika. Kekhawatiran- kekhawatiran mengenai produk rekayasa genetik yang memiliki kemungkinan bersifat racun, menimbulkan alergi serta terjadi resistensi terhadap bakteri dan antibiotik selalu terjadi dalam masyarakat. Memang DNA rekombinan yang diproduksi dengan cara buatan itu dapat berbahaya jika tidak disimpan secara layak dan tindakan pencegahan yang ketat perlu diterapkan pada
  • 4. pekerjaan semacam ini. Jadi hanya galur-galur non-patogenik yang dipergunakan sebagai inang atau galur-galur lain yang dapat tumbuh dalam kondisi laboratorium. Namun demikian, hal ini tidaklah menyurutkan para saintis untuk terus memperbaiki kualitas penelitian di bidang rekayasa genetika semata-mata adalah demi kemaslahatan bersama. Pada akhirnya, kita harus mempertimbangkan masalah-masalah sosial, etika dan moral ketika teknologi gen menjadi lebih ampuh. dikutip dari http://regeni.wordpress.com/tugas-terstruktur/rekayasa-genetika/ Sumber: http://www.kompas.com/teknologi/ INDUCE BREEDING Budidaya ikan grass carp (Ctenopharingodon idella) sudah berkembang sejak 25 tahun yang lalu. Ikan yang berasal dari China ini merupakan ikan musiman atau bertelur pada musim hujan. Pemijahan ikan grasscarp hanya bisa dilakukan secara buatan, bisa secara induced breeding (streefing), bisa juga secara induced spawning (pemijahan semi alami). Pematangan Gonad di kolam tanah Pematangan gonad ikan grass carp dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam ukuran 200 m2; keringkan selama 2 – 4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam; isi air setinggi 50 – 70 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 150 ekor induk ukuran 3 – 5 kg; beri pakan tambahan berupa rumput sebanyak 5 persen/hari; menjelang musim hujan, pakan tambahan ditambah dengan pelet sebanyak satu persen. Catatan : induk jantan betina dipelihara terpisah. Seleksi Seleksi induk ikan grass carp dilakukan dengan melihat tanda-tanda pada tubuh. Tanda induk betina yang matang gonad : perut gendut; belakang sirip dada kasar; gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan. Tanda induk jantan : gerakan lincah, lubang kelamin kemerahan, bila dipijit
  • 5. ke arah lubang kelamin, keluar cairan berwarna putih. Usahakan saat seleksi mengangkap induk jantan dan betina lebih dari satu, sebagai cadangan. Pemberokan Pemberokan induk bawal air tawar dilakukan di bak selama semalam. Caranya, siapkan bak tembok ukuran panjang 4 m, lebar 3 dan tinggi 1 m; keringkan selama 2 hari; isi dengan air bersih setinggi 40 – 50 dan mengalir secara kontinyu; masukan 5 – 8 ekor induk. Catatan : Pemberokan bertujuan untuk membuang sisa pakan dalam tubuh dan mengurang kandungan lemak. Karena itu, selama pemberokan tidak diberi pakan tambahan. Penyuntikan dengan ovaprim Penyuntikan adalah kegiatan memasukan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon perangsang yang umum digunakan adalah ovaprim. Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,6 ml ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikan bagian punggung induk tersebut; masukan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 – 12 jam. Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 dosis dari dosis total (atau 0,2 ml/kg induk) dan penyuntikan kedua sebanyak 2/3 dosis total (atau 0,4 ml/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua dengan dosis 0,2 ml/kg induk jantan. Penyuntikan dengan hypopisa Penyuntikan bisa juga dengan larutan kelenjar hypopisa ikan mas. Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; siapkan 2 kg ikan mas ukuran 0,5 kg untuk setiap kilogran induk betina; potong ikan mas tersebut secara vertikal tepat di belakang tutu insang; potong bagian kepala secara horizontal tepat di bawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypopisa; masukan kelenjar hipofisa tersebut ke dalam gelas penggerus dan hancurkan; masukan 1 cc aquabides dan aduk hingga rata; sedot larutan hypopisa itu; suntikan ke bagian punggung induk betina; masukan induk yang sudah disuntik ke bak lain dan biarkan selam 10 – 12 jam. Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 dosis dari dosis total (atau 0,6 kg ikan mas/kg induk betina) dan penyuntikan kedua sebanyak 2/3 dosis total (atau 1,4 kg ikan mas/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua dengan dosis 0,6 ml/kg induk jantan. Pemijahan secara induced breeding Pengambilan sperma Pengambilan sperma dilakukan setengah jam sebelum pengeluaran telur. Caranya, tangkap 1 ekor induk jantan yang sudah matang kelamin; lap hingga kering; bungkus tubuh induk dengan handuk kecil; pijit ke arah lubang kelamin; tampung sperma ke dalam mangkuk plastik atau
  • 6. cangkir gelas; campurkan 200 cc Natrium Clhorida (larutan fisiologis atau inpus); aduk hingga homogen. Catatan : pengeluaran sperma dilakukan oleh dua orang. Satu orang yang memegang kepala dan memijit dan satu orang lagi memegang ekor dan mangkuk plastik. Jaga agar sperma tidak terkena air. Pengeluaran telur Pengeluaran telur dilakukan setelah 10 – 12 jam setelah penyuntikan, namun 9 jam sebelumnya dilakukan pengecekan. Cara pengeluaran telur : siapkan 3 buah baskom plastik, sebotol Natrium chlorida (inpus), sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu; tangkap induk dengan sekup net; keringkan tubuh induk dengan handuk kecil atau lap; bungkus induk dengan handuk dan biarkan lubang telur terbuka; pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang lainnya; pijit bagian perut ke arah lubang telur oleh pemegang kepala; tampung telur dalam baskom plastik; campurkan larutan sperma ke dalam telur; aduk hingga rata dengan bulu ayam; tambahkan Natrium chrorida dan aduk hingga rata; buang cairan itu agar telur-telur bersih dari darah; telur siap ditetaskan. Pemijahan secara induced spawning Pada pemijahan secara induce spawning, telur dan sperma tidak dikeluarkan, tetapi induk dan betina dibiarkan memijah sendiri. Pemijahan ini dilakukan di bak tembok. Caranya, siapkan siapkan bak tembok ukuran panjang 4 m, lebar 3 m dan tinggi 1 m; bersihkan lumpur dan kotoran lainnya; keringkan selama 3 – 4 hari; isi air setinggi 80 cm; pasang hapa dengan ukuran sama dengan bak; suntik induk betina pada pukul 06.00 (dosis lihat penyuntikan); suntik kembali induk tadi pada pukul 12.00 dan masukan ke bak pemijahan; suntik induk jantan pada pukul 12.00 dan satukan dengan induk betina; alirkan air lebih besar lagi; biarkan memijah. Catatan : Pemijahan biasanya mulai terjadi pukul 24.00 dan berakhir pagi hari. Penetasan di akuarium Penetasan telur ikan grasscar dilakukan di akuarium. Caranya : siapkan 20 buah akuarium ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air bersih setinggi 30 cm; pasang empat buah titik aerasi untuk setiap akuarium dan hidupkan selama penetasan; tebarkan tebar secara merata ke permukaan dasar akuarium; 2 – 3 hari kemudian buang sebagian airnya dan tambahkan air baru hingga mencapai ketinggian semula. Telur akan menetas dalam 2 – 3 hari. Pendederan I di kolam Pendederan I ikan grasscarp dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan selama 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 5 – 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 50.000 ekor larva pada pagi hari; setelah 2 hari, beri 1 – 2 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan setelah berumur 3 minggu.
  • 7. Pendederan II Pendederan kedua juga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasar; tebarkan 5 – 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 40.000 ekor benih hasil pendederan I (telah diseleksi); beri 2 – 4 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan setelah berumur sebulan. Pendederan III Pendederan ketiga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 2 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 30.000 ekor hasil dari pendederan II (telah diseleksi); beri 4 – 6 kg pelet; panen benih dilakukan sebulan kemudian. Pembesaran Pembesaran ikan grasscarp dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan sebuah kolam ukuran 500 m2; perbaiki seluruh bagiannya; tebarkan 6 – 8 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 – 60 cm dan rendam selama 5 hari; masukan 10.000 ekor benih hasil seleksi dari pendederan III; beri pakan 3 persen setiap hari, 3 kg di awal pemeliharaan dan bertambah terus sesuai dengan berat ikan; alirkan air secara kontinyu; lakukan panen setelah 2 bulan. Sebuah kolam dapat menghasilkan ikan konsumsi ukuran 125 gram sebanyak 400 – 500 kg. SEX REVERSAL Mengubah Kelamin Ikan Hias USAHA budidaya ikan hias bisa dibilang tidak terpengaruh krisis moneter. Seberapa pun nilai tukar rupiah, tidak jadi masalah bagi para pembudidaya. Karena usaha ini tak begitu tergantung pada produk-produk impor, terutama untuk jenis ikan air tawar, yang hanya menggunakan pakan alami seperti cacing sutra atau jentik nyamuk. Yang masih menjadi persoalan, bagaimana melempar produknya. Dalam kaitan ini, pembudidaya harus jeli melihat pasar. Sejauh ini, pembeli lebih menyukai ikan hias jantan, apa pun jenisnya, sebab bentuk tubuh dan warnanya yang lebih menarik daripada betina. Tidak heran kalau harga ikan hias jantan lebih mahal daripada betina. Melihat selera pasar seperti itu, beberapa peneliti acapkali memikirkan usaha-usaha untuk memproduksi ikan hias jantan. Salah satu temuan terbaru yang dapat diterapkan melalui teknik pengubahan kelamin (sex reversal), yang bukan hanya bisa dilakukan pada ikan hias, tapi juga pada ikan konsumsi.
  • 8. Teknik ini dilakukan melalui perlakuan hormonal, sehingga bisa diperoleh lebih banyak ikan jantan daripada betina. Beberapa spesies ikan pernah mengalami uji hormonal seperti ini, dan berhasil dengan baik, antara lain ikan nila, tawes, grass crap, guppy, kongo tetra, maskoki, dan cupang. Ikan cupang (Betta Splendens Regan) merupakan jenis ikan hias yang cukup digemari masyarakat luas. Jantannya dikenal sebagai ikan aduan. Cupang jantan strip memiliki warna yang sangat menarik. Sementara yang betina tidak menarik, dan harga jualnya rendah. Bahkan sering dijadikan pakan untuk ikan-ikan besar, seperti Arwana. Di kota-kota besar, harga ikan cupang jantan dewasa bervariasi antara Rp 1.000 hingga Rp 5.000,00 per ekor. Bandingkan dengan ikan betina yang hanya Rp 50-Rp 100. Sehingga selisih harga yang sangat menyolok itu perlu disiasati dengan penerapan teknologi tersebut. Sex Reversal Teknologi sex reversal merupakan teknik pengubahan kelamin dari betina menjadi jantan, atau sebaliknya, melalui pemberian hormon dan teknik perendaman. Kalau yang diberikan hormon androgen, ikan diarahkan untuk berkelamin jantan. Tetapi jika yang diberikan hormon estrogen, jenis kelamin diarahkan menjadi betina. Jadi, jika pembudidaya ingin menghasilkan ikan-ikan cupang jantan, maka proses sex reversal yang diterapkan di sini menggunakan hormon androgen. Hormon androgen yang digunakan adalah 17-a Metiltestosteron (C20H30O2). Hormon yang berwarna putih, dan berbentuk serbuk halus (powder), itu diproduksi Sigma Chemical Co., Ltd., AS, tetapi dapat dibeli di toko-toko bahan kimia, terutama kota-kota besar di Indonesia. Jumlah bahan yang dibutuhkan 20 mg/liter larutan perendam telur ikan. Tiap 300 butir telur ikan memerlukan 0,2 liter larutan. Cara membuat larutan perendaman yaitu melarutkan 10 mg hormon Metiltestosteron dalam 0,5 ml alkohol 70%, lalu diencerkan dengan aquades destilata sebanyak 495 ml. Persiapan induk 1. Induk jantan dan betina dipelihara dalam akuarium berbeda, dengan diberi makan berupa larva Chironomus (cuk merah) atau kutu air. 2. Pilihlah induk jantan dan betina, yang telah matang (gonad) dan siap untuk dipijahkan. 3. Siapkan pula akuarium untuk pemijahan. Selanjutnya masukkan ikan jantan dan tanaman eceng gondok untuk tempat menempel sarang (busa). 4. Masukkan ikan betina ke dalam toples. Tempatkan ke dalam akuarium pemijahan yang telah berisi ikan jantan. Ini dimaksudkan untuk merangsang ikan jantan agar membuat sarang, sekaligus menghindari per-kelahian.
  • 9. 5. Setelah ikan jantan membuat sarang, tangkaplah ikan betina yang berada di dalam toples. Masukkan ke akuarium pemijahan untuk dipasangkan dengan jantan. Lalu tangkap kedua induk, dan biarkan telur beserta sarangnya tetap berada di dalam akuarium pemijahan, kemudian diaerasi. 6. Sekitar 10 jam setelah pemijahan, pisahkan telur dari sarang (busa), dengan cara menempatkan aerasi di bawahnya, sehingga telur terpisah dan tenggelam di dasar akuarium. 7. Setelah embrio mencapai stadium bintik mata (sekitar 10-30 jam; tergantung temperatur), lakukan perendaman dalam larutan hormon yang telah dibuat selama 24 jam sambil tetap diaerasi. 8. Pisahkan embrio dari larutan hormon. Kalau perendaman selesai, tetaskan di akuarium penetasan. 9. Burayak yang menetas dipelihara dan dibesarkan hingga siap dijual. Produksi Massal Banyak keuntungan diperoleh melalui penerapan teknologi ini. Misalnya, dapat menghasilkan ikan-ikan cupang jantan secara massal, dan dengan biaya relatif rendah. Artinya, biaya yang diperlukan tidak terlalu besar dibandingkan dengan hasil yang diperolehnya. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan-ikan jantan juga bertambah. Teknologi ini juga digunakan untuk mendapatkan induk jantan super (YY), yang selanjutnya menghasilkan anak-anak ikan dengan jenis kelamin semuanya jantan. Yang harus diingat, teknologi ini bersifat spesifik, sehingga penerapannya pun harus tepat. Terutama jenis dan dosis hormon, lama perendaman, dan waktu untuk memulai perendaman. Kalau dosisnya kurang, maka jenis kelamin ikan tidak bakal berubah. Tapi jika dosisnya berlebihan, justru bisa menyebabkan kematian ikan-ikan tersebut. Kalau pun tidak mati, keturunannya cenderung steril (mandul). Selain itu, ikan jantan yang dihasilkan melalui proses sex reversal ini tidak baik apabila dijadikan induk. Makanya, induk yang bertugas menghasilkan telur-telur ini harus bebas dari perlakuan sex reversal ini. Bagaimana pun, ada keuntungan juga selalu terdapat kerugian. Yang penting, kita berusaha kuat agar bisa meraih keuntungan dan mencegah kemunculan potensi-potensi kerugian dengan menerapkan teknologi secara tepat. (Moch Achid Nugroho-35). Sex Reversal Pada Ikan Nila (Oreochromis sp.) Dengan 17α-Metiltestosteron CROSS BREEDING PADA IKAN NILA
  • 10. Sumber daya alam yang ada di negara kita sangat melimpah, termasuk dalam bidang perikanan dan kelautan. Namun dalam hal pemanfaatan dan pongelolaannya kuarg optimal, banyak penangkapan-penangkapan liar yang dilakukan sehingga apabilahal ini dilakukan ters-enerus maka kekayaan alam kita khususnya perikanan akan mengalami pengurangan yang drastis. Dalam bidang budidaya perikanan, untuk melakukan mengurangi dampak dari kegiatan tersebut, dilakukanlah berbagai teknologi untuk meningkatkan produksi perikanan tanpa melakukan penangkapan yang akan merusak kelestarian ikan yang ada di perairan Indonesia. Salah satu teknologi yang dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan ini adalah dengan melakukan kegiatan produksi benih ikan berkualitas (unggul) melalui proses persilangan yang menguntungkan. Penggunaan benih yang berkualitas dan kuantitasnya mencukupi pada saat proses budidaya, merupakan hal yang pokok untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hal ini tengah dilakukan oleh balai risert dan teknologi yang ada di Indonesia supaya bisa memenuhi kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan, dengan cara melakukan breeding program yaitu melakukan selektif breeding, hibridisasi/out breeding/croos breeding, inbreeding, monosex/sereversal, serta kombinasi dari beberapa program tersebut. Tujuan dari beberapa program breeding adalah : - Menghasilan benih yang unggul yang dapat diperoleh dari induk hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktifitas. - Memperoleh induk-induk yang murni, yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya kepada keturunannya serta memperpendek waktu dalam mencapai turunan filialnya dengan cara Gynogenesis. Tujuan dari pelaksanaan praktikum yang dilakukan pada mata kuliah ini dalah agar mahasiswa/praktikan dapat : 1. Memahami prosedur kerja pada masing masing program breeding 2. Melakukan kegiatan/mengaplikasikan seleksi ikan atau pemuliaan ikan secara baik dan benar serta mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapan.
  • 11. 3. Menggunakan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pemuliaan ikan secara baik dan benar. 4. Menghitung dosis penggunaan obat atau bahan-bahan tertentu yang sesuai dengan prosedur yang telah direkomendasikan TINJAUAN PUSTAKA Seleksi ikan disebut juga perbaikan genetik (Genetic improvement) merupakan aplikasi genetik dimana informasi genetik dapat diketahui dengan cara ini untuk melakukan pemuliaan. Tujuan dari pemuliaan itu sendiri adalah menghasilkan benih yang unggul yang diperoleh dari induk hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktifitas. Produktifitas dalam budidaya ikan dapat ditingkatkan dengan beberpa cara yaitu ektensifikasi dan intensifikasi. Ektensifikasi adalah meningkatkan hasil dengan memperluas lahan budidaya, sedangkan intensifikasi ialah meningkatkan hasil persatuan luas dengan melakukan manipulasi terhadap faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Tave (1995), seleksi adalah program breeding yang memanfaatkan phenotypic variane (keragaman fenotipe) yang diteruskan dari orang tua kepada keturunannya, keragaman fenotipe merupakan penjumlahan dari keragaman genetik, keragaman lingkungan dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Pelaksanaan seleksi ikan ada dua cara yaitu seleksi terhadap fenotipe kualitatif yang dilihat dari warna tubuh, tipe sirip, polasisik, bentuk punggung sedangkan seleksi terhadap fenotipe kuantitatif yang dilihat dari pertumbuhan, fikunditas, daya tahan terhadap penyakit dan sebagainya. Pelaksanaan pemuliaan pada ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara dari program breeding salah satunya adalah cross breeding. Cross Breeding atau hibridisasi merupakan program persilangan yang dapat diaplikasikan pada semua makhluk hidup yang bertujuan untuk mengumpulkan sifat-sifat unggul yang dimiliki pada masing-masing induk yang diwariskan pada keturunannya, terkadang hasil croos breeding ditemukan strain baru yang berbeda dengan masing masing induknya. Hibridisasi akan mudah dilakukan apabila dapat dilakukan pemijahan seacara buatan seperti halnya pada ikan lele dan patin, dengan melihat marfologi ikan lele dan ikan patin khususnya alat reproduksinya sangat memungkinkan untuk dilakukan reproduksi buatan yang terdiri dari proses pematangan gonad, teknik pemngambilan sperma dan telur serta pencampurannya. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan praktikum seleksi ikan “Croos breeding “ dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2006, yang dilaksanakan di Hatchery Departemen Perikanan Budidaya VEDCA Cianjur. B. Alat dan Bahan
  • 12. - Spuit - Bulu ayam - Mangkok - Bak fiber - Bak beton - Akuarium - Timbangan - Kakaban Kain lap - Alat tulis - Air bersih - Induk ikan patin jantan - Induk ikan lele betina - Ovaprin - Aquabides - Larutan fisiologis C. Prosedur Kerja Prosedur kerja praktikum croos breeding ini adalah: a. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan b. Seleksi induk jantan ikan patin dan induk betina ikan lele yang matang gonad c. Masukan induk-induk terseut dalam bak fiber secara terpisah d. Lakukan penyuntikan pada kedua induk jantan dan betina dengan ovaprin. Dosis penyuntikan disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan yaitu jantan 0,02 cc dan betina 0,03 cc setelah itu masukan kembali induk-induk tyersebut dalam bak. e. Bersihkan 6 buah akuarium yang akan digunakan untuk proses penetasan dari hasil penyuntikan serta bersihkan kakaban secukupnya untuk tempat penempelan telur.
  • 13. f. Setelah 6 jam dari penyuntikan, lakukan striping pada induk betina ikan lele dan setelah telurnya semuanya keluar dan ditampung dalam mangkok atau baki kemudian lakukan striping induk patin jantan dan masukan sperma pada telur tersebut kemudian campur sperma dengan telur yang ditambahi dengan larutan fisiologis secukupnya. g. Setelah itu masukan telur yang telah dicampur dengan sperma kedalam akuarium yang telah disiapkan sebelumnya dengan pemberian kakaban sebagai substratnya. h. Setelah 24 jam telur menetas angkat kakaban dari dalam akuarium dan bersihkan telur yang tidak menetas i. Pelihara larva tersebut dan lakukan pengamatan serta lakukan pergantian air dan pemberian pakan. HASIL Hasil praktikum Cross Breeding yaitu dari perkawinan silang antara ikan Lele (betina) dan ikan patin (jantan) mengalami tingkat fertilisasi 1 %. Pada kegiatan penetasan, dilakukan pengukuran parameter kualitas air (suhu, pH dan Oksigen) yang dilakukan pada pagi, siang dan sore hari yang dilakukan selama dua hari Tabel pengukuran parameter kualitas air Hari ke- Suhu pH Oksigen terlarut (DO) pagi siang sore pagi siang sore pagi siang sore 1 26 30 31 7.5 7,8 8 2,5 8 3 2 27 31 32 8 8 8 3 3 3 Induk yang digunakan pada praktikum croos breeding mempunyai ukuran dan dosis yang digunakan seagai berikut : No Jenis induk Berat (kg) Dosis ovaprim (ml) 1 Betina lele dumbo 0,8 0,2 2 Jantan patin 0,7 0,1 PEMBAHASAN Croos breeding merupakan menyilangkan pada satu rumpun ataupun jauh yang bertujuan untuk melakukan hibridisasi, sehingga akan diperoleh individu yang unggul ataupun strain baru.
  • 14. Aplikasi croos breeding tidaklah rumit sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan, yang perlu dierhatikan jika melakukan croos breeding dengan berbeda jenis adalah ukuran dari lubang mikrofil dengan ukuran kepala sperma sehingga akan mudah diperhitungkan factor-faktor terjadinya kegagalan dan terjadinya pertumbuhan. Praktikum cross breeding yang dilakukan mengalami kegagalan yang disebabkan oleh factor kematangan telur yang belum merata dan kualitas air yang fluktuatif. Kematangan gonad dalam melakukan proses pembuahan secara buatan adalah hal pokok yang harus diperhatikan sehingga proses pembuahan akan terjadi dengan baik. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pemijahan. Faktor-faktor tersebit adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi hormon, kematangan gonad dan volume kuning telur. Hormon yang mempengaruhi dalam proses pemijahan ini adalah hormon yang dihasilkan kelenjar Hipofisa dan Tyroid yang berperan dalam proses metamorfosa. Kematangan gonad khususnya pada ikan betina terlihat dari keseragaman ukuran dan besar kecilnya ukuran telur yang ada, dalam praktek ini terjadi kegagalan karena ukuran telur yang tidak seragam dan tingkat kematangan yang masih rendah terlihat dari ukuran telur yang kecil- kecil. Sedangkan kuning telur berkaitan dengan pasokan makanan untuk larva apabila telah menetas sedangkan fakto eksternal adalah kualitas dan kuantitas air serta SDM yang menguasai teknik ini atau tidak. Dari seg kuantitas air, dalam pelaksanaan praktik ini sudah cukup memenuhi standart, namun dari segi kualitas, terjadinya fluktuasi suhu yang sangat tinggi hingga membuat telur yang akan ditetaskan mengalami kematian. Dari segi SDN, kemingkinan kegiatan ini tidak bersil dikarenakan tingkat kemampuan praktikan yang melaksanakan praktik ini sangat rendah. Croos breeding merupakan menyilangkan pada satu rumpun ataupun jauh yang bertujuan untuk melakukan hibridisasi, sehingga akan diperoleh individu yang unggul ataupun strain baru. Aplikasi croos breeding tidaklah rumit sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan, yang perlu dierhatikan jika melakukan croos breeding dengan berbeda jenis adalah ukuran dari lubang mikrofil dengan ukuran kepala sperma sehingga akan mudah diperhitungkan factor-faktor terjadinya kegagalan dan terjadinyaperumbuhan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah : 1. Dalam suatu pemijahan kita harus sangat memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemijahan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pemijahan adalah fakor internal yang terdiri dari : kematangan gonad, hormon dan kuning telur. Dan faktor esternal yang terdiri dari : kualitas dan kuantitas air serta kualitas SDM yang memadai. 3. Kegiatan cross breeding dapat berjalan apabila, lubang micrifil telur lebih besar dari ukuran sperma, sehingga sperma dapat masuk kedalam telur.
  • 15. DIFERENSIASI KELAMIN IKAN MAS Jenis kelamin pada ikan mas, dan juga jenis kelamin pada beberapa jenis kan lainnya memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda. Studi tentang adanya perbedaan tingkat pertumbuhan itu sudah lama dilakukan, terutama di Jepang, di Eropa dan negara-negara lainnya. Hasilnya sudah diketahui dengan pasti, dan telah berdampak positip pada kegiatan usaha perikanan. Ikan nila GIFT contohnya. Pada nila GIFT, pertumbuhan jantan lebih cepat dari betina. Pada umur 6 bulan, jantan nila GIFT bisa mencapai 300 gram. Sedangkan betina hanya mencapai 250 gram (Arie, 1999). Adanya perbedaan ini disebabkan faktor internal, salah satunya adalah aktivitas gonad. Faktor internal lainnya, tentu saja disebabkan karena gen. Aktivitas gonad pada ikan nila tidak berhenti sejak matang gonad, baik pada jantan maupun betina. Pada umur 5 bulan, ikan nila sudah memijah. Itu terus terjadi sepanjang tahun dengan interval 3 minggu pada betina, dan seminggu pada jantan. Tetapi energi yang diperlukan untuk memproduksi telur lebih banyak daripada energi yang diperlukan untuk memproduksi sperma. Ini berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan. Ikan nila memijah sepanjang tahun, baik jantan maupun betina. Interval pemijahan keduanya berbeda. Pada betina, interval itu berlangsung sangat cepat, yaitu selama 3 minggu. Sedangkan pada jantan berlangsung selama seminggu. Karena itu, pada ikan nila, jenis kelamin jantan lebih diutamakan dari betina. Sebab, hasil panen yang diperoleh lebih tinggi dari betina. Tentu saja, keuntungannya juga lebih banyak. Pada ikan mas terjadi sebaliknya. Ikan yang berkelamin betina lebih cepat tumbuh dar betina. Pada umur setahun, ikan betina bisa mencapai berat 1 – 1,2 kg. Sedangkan jantan pada umur yang sama hanya mencapai 800 gram. Betina 5 – 10 persen lebih cepat tumbuh dari jantan (Kessler, 1961 dalam Nagy et al., 1978). Karena itu, pada ikan mas, jenis kelamin betina lebih diutamakan dari jantan. Pembuatan jenis kelamin pada ikan nila, mas dan ikan lainnya dapat dilakukan dengan pengubahan kelamin, atau dikenal dengan istilah diferensiasi kelamin. Menurut Yatim (1980), diferensiasi kelamin adalah perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan atau dari jantan ke betina yang disebabkan oleh faktor lingkungan, dimana perubahan ini hanya terjadi pada karakter kelaminnya saja, sedangkan susunan genetiknya tidak berubah. D’Ancona dan Yamamoto dalam Brusle dan Brusle (1983) membagi proses diferensiasi ke dalam dua bagian, yaitu diferensiasi secara langsung dan diferensiasi secara tidak langsung. Deiferensiasi langsung umumnya terjadi pada ikan-ikan gonochorisme. Pada proses ini sudah terdapat sel benih jantan atau betina sebelum terjadinya diferensiasi gonad. Sedangkan diferensiasi tidak langsung umumnya terjadi pada ikan-ikan hermaprodit, seperti belut (Fluta alba). Di awal, ikan-ikan hermaprodit berkelamin betina, kemudian 50 persen berubah menjadi jantan (Brusle dan Brusle, 1983).
  • 16. Menurut D’Ancona, 1950 dalam Brusle dan Brusle, 1983, menyebutkan bahwa pada awal pembentukan gonad terdapat sepasang somatic, yaitu cortex dan modulla yang sangat berperan penting dalam pembentukan kelamin jantan atau betina, sehingga perubahan jenis kelamin pada ikan merupakan pengaruh rangsangan cortex dan modulla yang akan menghasilkan gynogenin atau androgenin. Pada umumnya phenotip jenis kelamin ikan sesuai dengan genotipnya, tetapi dapat terjadi penyimpangan. Penyimpangan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor ekternal, (yaitu suhu dan salinitas), dan penggunaan hormone steroid (Brusle dan Brusle 1983). Pada suhu 26 o C banyak dijumpai gonad ikan Rivulus yang berkembang menjadi ovotestis, tetapi pada suhu 10 o C menjadi testis. Pada Anguilla yang hidup di salinitas tinggi, banyak dijumpai jan tan. Sedangkan pada salinitas rendah betina lebih dominan (Colombo dan Rossi dalam Brusle dan Brusle 1983) Penggunaan steroid sintesis pada ikan untuk mengubah kelamin akan berhasil apabila diberikan pada masa diferensiasi gonad (Nakamura dan Takashi dalam Machintosh, Vargeshe dan Satyanarayanan Rov, 1984). Masa diferensiasi gonad ikan berbeda-beda untuk setiap jenis ikan. Bisa terjadi selama berlangsungnya proses penetasan, bisa juga terjadi saat larva. Pada ikan mas, masa diferensiasi terjadi sampai ikan berumur 65 setelah menetas (Brusle dan Brusle 1983). Pendapat itu tidak jeuh berbeda dengan pendapat Davies dan Takashiwa dalam Hunter dan Donalson (1983) yang menyatakan bahwa pada suhu 21,7 – 23,5 o C proses diferensiasi kelamin berlasung selama dua bulan setelah telur menetas. Sementara itu Yamazaki (1983) menyatakan bahwa penggunaan hormone steroid akan lebih berhasil merubah kelamin apabila digunakan selama mas pertumbuhan gonad, yaitu sebelum atau sesudah ikan mula makan. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa : - Pemberian hormone akan efektif apabila diberikan pada ikan mulai makan. Frekwensi jantan seringkali relative tinggi jika diberikan setelah 1 – 2 minggu dari mulai makan. - Periode sensitive untuk diberi pakan terjadi pada waktu ikan berumur 2 – 4 minggu. Namun hal ini sangat tergantung pada species ikan itu sendiri. Berkaitan dengan pendapat Yamazaki di atas, Nagy et al., mencoba memberikan 100 mg/kg metilteststeron selama 36 hari yang diberikan pada benih yang berumur 8, 26, 44, 62 dan 80 hari setelah fertilisasi untuk mendapatkan jantan hasil genogenesis dengan menggunakan suhu 20 – 25 o C. hasilnya, pada suhu 25 o C, ikan mas yang diberikan hormone metiltestosteron pada umur 8 – 62 hari didapat 71,4 – 88,9 persen jantan. Sedangkan pemberian hormon pada umur 80 hari hanya didapa 20 persen saja. Pengaruh pemberian hormone pada diferensiasi kelamin akan mengubah fenotif kelamin tanpa mengubah genotipnya. Ikan jantan memiliki kromosom XY dan ikan betina XX. Dengan memberikan hormone androgen pada stadia tertentu dapat berkembang menjadi fenotif jantan. Pada ikan yang gonadnya sedang berdiferensiasi menjadi testis atau ovari dengan adanya pemberian hormone, kemungkinan akan memberikan hasil yang permanent (Martin, 1979),
  • 17. sebab kerja gen kelamin terbatas pada periode yang relative singkat, yaitu selama awal perkembangan gonad dan tidak aktif lagi setelah gonad berdiferensiasi (Yamazaki, 1983). Daftar Pustaka : Donalson, E. M, U.H.M Fagerlund., DA. Hggs dan J.R Mc Bride 1978. Hormonal enchament of growt. Dalam W.S. Hoar, D.J. Randal dan J.R. Bret (ed.). Fish Physiology Vol. VIII. Academic Press, Newyork 456 – 597 Hunter. G.A. E.M. Donalson. J. Stoss dan I. Baker, 1983. Production of monosex female groups of chinoox salmon (Onchorhynchus ishawytscha) by the fertilization of normal ova with sperm from sex-reversed female. Jour. Aquac., 33 : 355 – 364 Martin, C.R. 1979. Texbook of endocrine physiology. City University of Newyork City. 561 hal. Nagy, A., K. Rajki. L. Horvart dan V. Csanyi. 1978. Investigation on carp (Cyprinus carpio L) ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215 – 224. Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Jour. Aquac. 33 : 329 – 354. Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito Bandung. 397 hal. Induk murni ikan mas sulit dicari di Indonesia, atau bisa jadi sudah tidak ada. Padahal keberadaannya sangat penting dalam dunia usaha. Karena dari induk yang murni dapat melahirkan keturunan yang unggul, yaitu tumbuh cepat, rentan terhadap serangan penyakit dan perubahan lingkungan. Bila dipelihara dapat diperoleh hasil yang maksimal dengan tingkat kehidupannya (SR) yang tinggi. Menurut Ditjen Perikanan (1985) dan Sumantadinata (1988), menurunnya sifat-sifat kemurnian ikan mas disebabkan bebagai faktor, 1 ) kurangnya pengertian para pembudidaya ikan tentang pentingnya ketersediaan induk-induk murni untuk produksi benih unggul. 2 ) jarang pakar perikanan yang berminat dan bekerja untuk melakukan seleksi karena membutuhkan waktu yang lama, fasilitas yang memadai, dan biaya yang tinggi. 3 ) Adanya pemijahan yang berulang kali antar ras tanpa pola tertentu, akibat kurangnya pengontrolan di lingkungan petani pembenih ikan di daerha tersebut. GINOGENESIS IKAN MAS
  • 18. Dahulu tercatat ada delapan varitas ikan mas yang tersebar di beberapa daerah tanah air. Dari varitas-varitas itu sudah terbukti kelebihannya Baca delapan varitas ikan mas. pada delapan-varitas-ikan-mas-dan-tanda. Namun dari semua varitas itu belum ditemukan kemurniannya berdasarkan sifat-sifat, dan morfologi dengan kelengkapan sejarahnya. Kemurnian induk ikan mas harus dikembalikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kemurniannya adalah dengan melakukan persilangan-persilangan dalam (in breeding). Namun cara ini membutuhkan lebih dari enam generasi. Satu generasi membutuhkan waktu 2 tahun, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan induk. Jadi cara ini membutuhkan waktu selama 12 tahun. Untuk memperpendek masa pemurnian dapat dilakukan dengan cara ginogenesis. Cara ini bisa merubah dari 6 generasi menjadi 2 generasi, strain murni sudah dapat diperoleh pada generasi kedua. Keberhasilan cara ini tergantung dari ketelitian perlakuan dan kesuburan betina ginigenesi (Nagy, Bersenyi dan Csanyi, 1981 : Sumantadinata). Nagy et al,. 1978 ; Hollebeck et al,. 1986: Sumantadinata, 1988), menyebutkan ginogenesis adalah terbentuknya zigot 2n (diploid) tanpa peranan genetic gamet jantan. Jadi gamet jantan hanya berfungsi secara fisik saja, sehingga prosesnya hanya merupakan perkembangan pathenogenetis betina (telur). Untuk itu sperma diradiasi. Radiasi pada ginogenesis bertujuan untuk merusak kromososm spermatozoa, supaya pada saat pembuahan tidak berfungsi secara genetic (Sumantadinata, 1988). Nagy et al,. 1981, menyebutkan pemijahan dengan cara ginogenesis akan menghasilkan selurunya berkelamin jantan. Lihat artikel penyimpanan sperma pada : penyimpanan-sperma.html. Ginogenesis merupakan reproduksi seksual yang jarang terjadi pada pembuahan, karena nukleus sperma yang masuk ke dalam telur dalam keadaan tidak aktif, sehingga perkembangan telurnya hanya dikontrol oleh sifat genetik betina saja. Oleh karena itu, keturunannya merupakan replika dari induk betina baik secara marfologi maupun susunan genetiknya (Purdon, 1983). Lihat pengubahan kelamin diferensiasi-kelamin-pada-ikan-mas.html Ginogenesis buatan dilakukan melalui beberapa perlakuan pada tahapan pembuahan dan awal perkembangan embrio. Perlakuan ini bertujuan 1) membuat supaya bahan genetik jantan menjadi tidak aktif 2) mengupayakan terjadinya diploisasi agar telur dapat menjadi zigot (Nagy, et al,.
  • 19. 1979). Bahan genetik dalam spermatozoa dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gama, sinar X dan sinar ultraviolet (Purdon, 1983). Sinar ultraviolet banyak digunakan, karena murah. Prosedur percobaan ginogenesis : Telur berasal dari induk betina ikan mas. Agar bisa ovulasi, induk disuntik dengan ovaprim atau ekstrak kelenjar hipophisa. Sperma diambil dari ikan tawes sebanyak 1 ml, lalu diencerkan 100 kali dengan larutan garam (Sodium Chloride 0,9 %). Setelah diencerkan di radiasi dengan sinar ultraviolet selama 10 menit. Telur dan sperma dicampurkan, sehingga terjadi pembuahan. Setelah terjadi pembuahan disebat dalam ayakn plastic dan direndam dalam air dengan suhu 25 o C. Setelah 2 menit pembuahan di beri kejutan panas (heat shock) pada suhu 40 o C selama 1,5 – 2 menit. Untuk menghilangkan daya lekat telur diberi larutan tannin, setelah itu diinkubasi pada suhu 28 o C hingga menetas. Skema prosedur ginogenesis menyusul. Daftar Pustaka : Direktorat Jenderal Perikanan, 1988. Status dan Permasalahan pembenihan ikan dan udang di Indonesia. Seminar Nasional Pembenihan Ikan dan Udang 5 – 6 Juli Direktorat Bina Produksi, Jakarta. 18 hal. Donalson, E. M, U.H.M Fagerlund., DA. Hggs dan J.R Mc Bride 1978. Hormonal enchament of growt. Dalam W.S. Hoar, D.J. Randal dan J.R. Bret (ed.). Fish Physiology Vol. VIII. Academic Press, Newyork 456 – 597 Hamid, A.R. 1991. Pemberian Metiltestosteron Di dalam Proses Diferensiasi Kelamin Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Hasil Ginogenesis. Universitas Padjadjaran, Fakultas Perikanan, Jurusan Perikanan, Bandung. Hunter. G.A. E.M. Donalson. J. Stoss dan I. Baker, 1983. Production of monosex female groups of chinoox salmon (Onchorhynchus ishawytscha) by the fertilization of normal ova with sperm from sex-reversed female. Jour. Aquac., 33 : 355 – 364 Martin, C.R. 1979. Texbook of endocrine physiology. City University of Newyork City. 561 hal. Nagy, A., K. Rajki. L. Horvart dan V. Csanyi. 1978. Investigation on carp (Cyprinus carpio L) ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215 – 224. Sumantadinata, K. 1988. Teknologi ginogenesis, percepatan pemurnian ikan peliharaan, Kompas 23 Nopember 1988. Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Jour. Aquac. 33 : 329 – 354. Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito Bandung. 397 hal
  • 20. ANDROGENESIS IKAN MAS Keberhasilan budidaya ikan mas, terutama pada tahap pembesaran salah satunya ditentukan oleh kualitas benih. Karena benih tersebut dapat hidup dengan baik, tumbuh dengan cepat, serta tahan terhadap perubahan lingkungan dan serangan penyakit. Namun benih ikan mas yang berkualitas baik, sulit ditemukan di Indonesia. Karena kualitas induk sudah jauh menurun dibandingkan dua puluh tahun yang lalu. Karena itu genetik pada ikan mas sekarang harus dikembalikan. Salah satu cara perbaikan genetik adalah dengan pemurnian induk. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan persilangan-persilangan dalam (in breeding). Namun cara ini membutuhkan lebih dari enam generasi. Satu generasi membutuhkan waktu 2 tahun, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan induk. Jadi cara ini membutuhkan waktu selama 12 tahun. Cara yang praktis adalah dengan melalukan ginogenesis. Dengan cara ini waktu pemurnian induk bisa diperpendek menjadi enam tahun. Cara praktis lainnya adalah dengan androgenesis, yaitu suatu teknologi yang memanfaatkan sifat-sifat genetik ikan dengan menggunakan prinsip- prinsip bioteknologi. Teknik ini memberikan kemungkinan untuk mempercepat waktu pemurnian dalam seleksi ikan. Androgenesis dapat dilakukan dengan memanipulasi beberapa proses pembuahan yaitu membuat agar material genetik gamet betina menjadi tidak aktif dan mengupayakan supaya terjadi diploisasi (NAGY dkk., 1978). Material genetik gamet betina dapat dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gamma, sinae-x atau sinar ultra violet (PURDON, 1983). Dewasa ini sinar ultra violet lebih banyak digunakan karena lebih praktis dan lebih aman. Radiasi sinar ultra violoet dapat menyebabkan rusaknya kromosom. Berdasarkan penelitian adrogenesis yang dilakukan ARIFIN (1994) diperoleh hasil, bahwa radiasi dengan menggunakan dua buah lampu TUV 15 wat berjarak 30 cm dari telur selama 3 – 5 menit telah mampu me-non-aktikan material gamet betina. Pemberian kejutan dilakukan untuk mempertahankan diploiditas embrio pada tahap awal perkembangannya. Diploidisasi dapat dilakukan dengan cara menghambat pembelahan mitosis I
  • 21. (CHOURROUT, 1984). Derajat homozigositas yang tinggi dapat dicapai dengan kejutan pada pembelahan mitosis I (NAGY 1986 dalam SULARTO dkk., 1992), karena pada pembelahan mitosis pasangan kromosom yang dihasilkan bersifat identik yang berasal dari genom haploid paternal yang membelah menjadi dua (PENMAN, 1993). Tanpa proses diploidisasi embrio yang dihasilkan pada pembuahan sel telur non-aktif akan bersifat haploid yang berkarakter abnormal. Jenis kejutan yang dapat dilakukan antara lain kejutan suhu (panas dan dingin), kejutan tekanan, kejutan dengan menggunakan bahan kimia dan kejutan listrik. Kejutan suhu merupakan salah satu metode yang banyak dilakukan karena mudah diterapkan (CARMAN, 1990). ARAI dan WILKINS (1987) menjelaskan bahwa penggunakaan kejutan suhu ternyata lebih mudah dibandingkan dengan kejutan tekanan. PURDON dan LINCOLN (1973) menyatakan bahwa kejutan panas telah umum dilakukan untuk menduplikasi seperangkat kromosom. Pada penelitian androgenesis ikan mas yang dilakukan EDDY (1994), didapat hasil, bahwa lama waktu kejutan panas yang dilakukan 40 menit setelah pembuahan pada suhu 40 O C yang terbaik adalah dua menit. Penelitian pada ginogenesis ikan mas menunjukan benih homozigot diploid yang dihasilkan tertinggi oleh kejutan panas 36 – 37 menit setelah pembuahan (GUSTIANTO danDHARMA, 1991). SUMANTADINATA (1998), menyatakan bahwa umumnya waktu awal kejutan panas yang menekan saat pembelahan mitosis I pada ginogenesis adalah 40 dapat dilakukan selama 1,5 – 2,0 menit. Penelitian ginogenesis ikan mas dengan menggunakan induk jantan ikan tawes berhasil memproduksi benih ginogenetik, dengan kejutan panas pada suhu 40 O C setelah 40 menit inkubasi (PRIHADY dan SUBAGYO, 1992). Menurut SULARTO dkk (1992), produksi ginigenetik nikan mas tertinggi diperoleh dengan pemberian kejutan panas selama satu menit pada saat 40 menit setelah pembuayhan. Menurut SUMANTADINATA (1988), androgenesisi adalah proses terbentuknya embrio dari gamet jantan tanpa kontribusi genetis gemet betina. Proses reproduksi ini tidak umum terjadi, sehingga pada androgenesis dilakukan proses buatan yaitu menon-aktifkan bahan-bahan genetik yang terdapat pada telur dengan cara meradiasi telur tersebut (THORGAARD dkk., 1990). Akibat perlakuan tersebut tanpa peranan gemet betina dan bersifat haploid. Individu haploid memiliki ciri-ciri yang abnormal misalnya bentuk punggung dan ekor yang bengkok, mata atau mulut yang tidak sempurna, ukuran tubuh yang kecil, sistem peredaran darah yang tidak normal dan ketidakmampuan melakukan aktifitas renang dan makan (CHERVAS, 1981 ; PURDOM, 1983). Agar embrio ini tetap hidup menurut NAGY dkk. (1978) perlu dilakukan diploidisasi pada tahap awal perkembangan telur. Pada androgenetis yang dilakukan oleh ARIFIN (1994) pada ikan mas berhasil memperoleh 89,4 persen benih diploid androgenetik, sedangkan EDDY (1994) memperoleh 89,05 benih androgenetik ikan mas. SHCEERE dkk. (1986) dan THORGARRD dkk. (1990) yang melakukan percobaan androgenesis ikan rainbow menghasilkan tingkat kelangsungan hidup ikan masing- masing sebesar 6,8 persen dan 0,8 persen setelah berumur 59 hari. Daftar Pustaka :
  • 22. Rohadi, D.S, 1996. Pengaruh Berbagai Waktu Awal Kejutan Panas Terhadap Persentase Larva Diploid Mitoandrogenetik Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan, Jatinangor, Bandung Daftar Pustaka Tambahan : Arai, K. dan N.P. Wilkins. 1987. Triplidization of brown trout (Salmon trutta) bay heat shock. Aquaculture, 64 : 97 – 103. Arifin, O.Z. 1994. Pengaruh lama Radiasi sinar ultra violet terhadap keberhasilan androgenetis ikan mas majalaya (Cyprinus carpio L). Skripsi Fakultas Pertanian Unida, Bogor (Tidak dipublikasikan, 40 hal). Carman, O. 1990. Ploidy manipulation in some warm water fish. Thesis, Sumited in Partial Fulfiment of Requirements for Degree of Master in Fisheries Science at The Tokyo University of Fisheries, 87 hal. Cherfas, N.B. 1981. Ginogenesis in fishes. Dalam V.S. Khirpichnikov (ed:) : Genetic bases of fish selection. Springer, Verlag, Berlin, Heidelberg, New York. Hal 223 – 273. Chourout, D. 1984. Pressure induced retention of second polar body by suppression of first cleavage in rainbow trout; Production of all-triploid – all tetraploid, and heterozygous gynogenetic. Aquaculture, 26; 111 – 126. Eddy, M. 1994. Pengaruh lama kejutan panas terhadap androgenesis pada ikan mas (Cyprinus carpio L). Skripsi. Fakultas Pertanian, Unida Bogor. (Tidak dipublikasikan). Hardjamulia, A. 1979. Budidaya Perikanan. Budidaya ikan mas (Cyprinus carpio L), ikan tawes (Puntius javanicus), ikan nilem (Osteochilus hasselti). SUPM Bogor. Badan Pendidikan dan Latihan Penyuluhan Perikanan, Depatemen Pertanian, hal 1 – 7.