4. Integrasi Timor-Timur
Integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia tidak terlepas dari
situasi politik internasional saat itu, yaitu perang dingin dimana konstelasi
geopolitik
kawasan Asia Tenggara saat itu terjadi perebutan pengaruh dua blok yang sedang
bersaing pada saat itu yaitu Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni
Soviet) . Dengan kekalahan Amerika Serikat di Vietnam pada tahun 1975,
berdasarkan teori domino yang diyakini oleh Amerika Serikat bahwa kejatuhan
Vietnam ke tangan kelompok komunis akan merembet ke wilayah–wilayah
lainnya. Berdirinya pemerintahan Republik Demokratik Vietnam yang komunis
dianggap sebagai ancaman yang bisa menyebabkan jatuhnya negara-negara di
sekitarnya ke tangan pemerintah komunis.
.
5. Integrasi Timor-Timur
Kemenangan komunis di Indocina (Vietnam) secara tidak langsung juga
membuat khawatir para elit Indonesia (khususnya pihak militer). Pada saat
yang sama di wilayah koloni Portugis (Timor-Timur) yang berbatasan secara
langsung dengan wilayah Indonesia terjadi krisis politik. Krisis itu sendiri
terjadi sebagai dampak kebebasan yang diberikan oleh pemerintah baru
Portugal di bawah pimpinan Jenderal Antonio de Spinola. Ia telah melakukan
perubahan dan berusaha mengembalikan hak-hak sipil, termasuk hak
demokrasi masyarakatnya, bahkan dekolonisasi.
6. Integrasi Timor-Timur
Pada tanggal 31 Agustus 1974 ketua umum Apodeti, Arnaldo dos Reis
Araujo, menyatakan partainya menghendaki bergabung dengan Republik
Indonesia sebagai provinsi ke-27. Pertimbangan yang diajukan adalah rakyat di
kedua wilayah tersebut mempunyai persamaan dan hubungan yang erat, baik
secara historis dan etnis maupun geografi. Menurutnya integrasi akan menjamin
stabilitas politik di wilayah tersebut. Pernyataan tokoh Apodeti itu mendapat
respons yang cukup positif dari para elit politik Indonesia, terutama dari
kalangan elit militer, yang pada dasarnya memang merasa khawatir jika Timor-
Timur yang berada di “halaman belakang” jatuh ke tangan komunis.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tidak serta merta menerima begitu
saja keinginan orang-orang Apodeti.
7. Integrasi Timor-Timur
Keterlibatan Indonesia secara langsung di Timor-Timur terjadi setelah
adanya permintaan dari para pendukung “Proklamasi Balibo”, yang terdiri UDT
bersama Apodeti, Kota dan Trabalista. Keempat partai itu pada tanggal 30
November 1975 di kota Balibo mengeluarkan pernyataan untuk bergabung
dengan pemerintahan Republik Indonesia. Pada tanggal 31 Mei 1976 DPR
Timor-Timur mengeluarkan petisi yang isinya mendesak pemerintah Republik
Indonesia agar secepatnya menerima dan mengesahkan bersatunya rakyat dan
wilayah Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia.
Atas keinginan bergabung rakyat
Timor Timur dan permintaan bantuan yang
diajukan, pemerintah Indonesia lalu
menerapkan “Operasi Seroja” pada
Desember 1975. Operasi militer ini diam-
diam didukung oleh Amerika Serikat
(AS) yang tidak ingin pemerintahan
komunis berdiri di Timor Timur. Pada
masa itu Perang Dingin antara AS dengan
Uni Sovyet yang komunis memang
tengah berlangsung.
.
8. Integrasi Timor-
Timur
Negara-negara tetangga dan pihak Barat, termasuk Amerika Serikat dan
Australia dengan alasannya masing-masing umumnya mendukung tindakan
Indonesia. Kekhawatiran akan jatuhnya Timor-Timur ke tangan komunis
membuat negara-negara Barat (khususnya Amerika Serikat dan Australia)
secara diam-diam mendukung tindakan Indonesia. Mereka secara de-facto
dan selanjutnya de-jure integrasi Timor-Timur ke wilayah Indonesia. Akan
tetapi, penguasaan Indonesia terhadap wilayah itu ternyata menimbulkan
banyak permasalahan yang berkelanjutan, terutama setelah berakhirnya
“perang dingin” dan runtuhnya Uni Soviet.
9.
10. Masa pemerintahan Presiden B.J.
Habibie berlangsung dari tanggal 21
Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999.
Pengangkatan Habibie sebagai
presiden ini memunculkan
kontroversi di masyarakat. Pihak
yang pro menganggap
pengangkatan Habibie sudah
konstitusional, sedangkan pihak
yang kontra menganggap bahwa
Habibie sebagai kelanjutan dari era
Soeharto dan pengangkatannya
dianggap tidak konstitusional.
Prof. Dr. Bachrudin Jusuf Habibie
11. Berikut langkah-langkah yang dilakukan Presiden B.J.
Habibie untuk mengatasi keadaan yang ada di Indonesia baru
yang bebas KKN :
1. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
2. Perbaikan bidang ekonomi
3. Melakukan reformasi di bidang politik
4. Kebebasan menyampaikan pendapat
5. Pelaksanaan Sidang Istimewa MPR 1998
6. Pemilihan umum tahun 1999
12. 1. Membentuk
Kabinet Reformasi
Pembangunan
Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk pada tanggal
22 Mei 1998, terdiri atas unsur-unsur perwakilan dari ABRI,
Golkar, PPP, dan PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diadakan
pertemuan pertama. Pertemuan ini berhasil membentuk
komite untuk merancang undang-undang politik yang
lebih longgar, merencanakan pemilu dalam waktu satu
tahun dan menyetujui masa jabatan presiden dua periode.
13. 2. Perbaikan bidang ekonomi
Berikut langkah-langkah yang dilakukan B.J. Habibie agar
bangsa Indonesia dapat segera keluar dari krisis ekonomi.
a. Melakukan rekapitulasi perbankan.
b. Merekonstruksi perekonomian nasional.
c. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat di bawah Rp 10.000,00.
d. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
e. Melaksanakan reformasi ekonomi seperti yang
disyaratkan IMF.
14. 3. Melakukan reformasi di
bidang politik
Reformasi di bidang politik yang dilakukan
adalah dengan memberikan kebebasan
kepada rakyat Indonesia untuk membentuk
partai-partai politik, serta rencana
pelaksanaan pemilu yang diharapkan
menghasilkan lembaga tinggi negara yang
benar-benar representatif.
Beliau juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat
buruh independen. Amnesti pembebasan Sri Bintang
Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dikukuhkan dalam
keppres No. 80 Tahun 1998.
15. 4. Kebebasan menyampaikan
pendapat
Presiden B.J. Habibie
mengeluarkan kebijakan untuk
membuat Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF). Tugasnya
adalah mencari segala sesuatu
yang berhubungan dengan
kerusuhan 13-14 Mei 1998 di
Jakarta. Ketuanya adalah
Marzuki Darusman.
Presiden juga mengeluarkan satu kebijakan yang tertuang dalam
undang-undang No. 9 Tahun 1998 yang berisi tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Tata Cara Berdemonstrasi.
Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa unjuk rasa
atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.
16. 5. Pelaksanaan Sidang
Istimewa MPR 1998
Untuk mengatasi krisis politik
berkepanjangan, maka
diadakan sidang istimewa MPR
yang berlangsung dari tanggal
10-13 November 1998.
Menjelang diselenggarakan
sidang tersebut terjadi aksi
unjuk rasa para mahasiswa
dan organisasi sosial politik.
Sidang Istimewa MPR berakhir
dengan menghasilkan 12
ketetapan yang diwarnai
voting dan aksi walk out.
17. Dari 12 ketetapan tersebut, terdapat empat ketetapan
yang memperlihatkan adanya upaya untuk
mengakomodasi tuntutan reformasi, yaitu :
• Ketetapan MPR No. VIII Tahun 1998 yang memungkinkan UUD 1945
dapat diamandemen.
• Ketetapan MPR No. XII Tahun 1998 mengenai Pencabutan
Ketetapan MPR No. IV Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan
Wewenang Khusus Kepada Presiden/ Mandataris MPR dalam
Rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai
Pengamalan Pancasila.
• Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998 tentang Pembatasan Masa
Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Dua Periode.
• Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998 yang menyatakan Pancasila
tidak lagi dijadikan sebagai asas tunggal. Seluruh organisasi sosial
dan politik tidak wajib menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya
asas organisasi.
18. 6. Pemilihan umum tahun 1999
Pemilu pertama setelah reformasi
bergulir diadakan pada tanggal 7
Juni 1999. Penyelenggaraan pemilu
ini dianggap paling demokratis bila
dibandingkan dengan pemilu-
pemilu sebelumnya. Pemilu ini
dilaksanakan dengan prinsip luber
dan jurdil. Pemilu ini diikuti oleh 48
partai politik yang telah lolos verifikasi
dan memenuhi syarat menjadi OPP
(Organisasi Peserta Pemilu) dari 141
partai politik yang mendaftar di
Departemen Dalam Negeri.
Pemenang pertama pemilu tahun 1999 adalah PDIP (Megawati
Soekarnoputri) yang memperoleh 33,76% suara