1. MAKALAH
PELAKSANAAN PANCASILA DI ERA KEPEMIMPINAN B.J. HABIBIE
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah ”Pendidikan Pancasila”
Dosen Pengampu:
Abdul Hakam Sholahuddin
Di susun oleh :
1. Aan Zulfiana (1724143001)
2. Andi Suprayitno (1724143024)
3. Anwar Zainudin (1724143040)
4. Chotim Alfa Ni’amah (1724143058)
5. Dewi Cahyaningrum (1724143073)
6. Dewi Masruroh (1724143074)
7. Emiliana Sri Endah Rahayu (1724143089)
8. Erry Nurdianingsih (1724143092)
9. Faridatus Syamsiyah (1724143095)
10. Faiqotul Himma (1724143094)
SEMESTER I
KELAS TMT D
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
IAIN TULUNGAGUNG
2014/2015
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai
salah satu presiden terlama di dunia ketika ditetapkan oleh MPR untuk masa jabatan
yang ke -7 pada tanggal 11 Maret 1998. Tetapi setelah dua bulan jabatan ke-7 Soeharto
rezim orde baru runtuh.
Soeharto yang selama 32 tahun memanipulasi eksistensi DPR dan MPR untuk
mengkokohkan kekuasaaanya akhirnya dilengserkan oleh lembaga yang sama pula ,
lewat pernyataan pers tanggal 18 Mei 1998 oleh ketua DPR Harmoko yang didampingi
Ismai Hasan Meutareum , Fatimah Achmad dan utusan daerah di depan wartawan dan
mahasiswa menyampaikan pernyataan bahwa “ Demi kemakmuran persatuan dan
kesatuan bangsa pimpinan dewan baik ketua maupun wakil-wakilnya mengharapkan
agar presiden secara arif dan bijaksana mengundurkan diri dari jabatannya ”.
Usaha terakhir Soeharto mempengaruhi rakyat menyampaikan pernyataan
dihadapan pers pada tanggal 19 Mei 1998 bahwa selaku mendataris MPR presiden akan
mereshuffle kabinet pembangunan VII dengan membentuk komite reformasi , untuk
lebih meyakinkan rakyat bahwa tugas komite ini segera menyelesaikan : UU pemilu , UU
kepartaian , UU susunan dan kedudukan DPR MPR dan DPRD ,UU anti monopoli , UU
anti korupsi dan hal lainnya yang sesuai dengan tuntutan rakyat. Akan tetapi Soeharto
terpojok karena 14 menteri tidak bersedia untuk sepakat dalam komite reformasi
tersebut.
Penolakan ini melemahkan posisi Soeharto sebagai presiden karena dukungan
untuk membentuk komite reformasi gagal ditambah lagi banyak desakan yang
menganjurkan presiden untuk mundur dan berhenti. Pada pagi harinya 21 Mei 1998
pukul 09.05 yang dihadiri Menhankam , Mensesneg , Menteri Penerangan , Menteri
Kehakiman dan Wapres B.J. Habibie beserta pimpinan Mahkamah Agung , ketua DPR ,
Sekjen DPR dihadapan wartawan dalam dan luar negeri presiden Soeharto
menyampaikan pengunduran dirinya. Setelahnya wakil presiden B.J. Habibie langsung
dilantik sebgai presiden menggantikan Soeharto dan diangkat sumpahnya menjadi
presiden RI ke-3 dihadapan pimpinan MA. Peristiwa ini disambut baik oleh masyarakat
terutama para mahasiswa yang berada di gedung MPR maupun DPR dan rezim
kekuasaan orde baru Soeharto resmi diruntuhkan dan era reformasi dimulai di bahwah
3. pemerintahan B.J. Habibie. Gerakan reformasi dilakukan sebagai bentuk ungkapan
kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat Indonesia dan dilakukan pada saat terjadi
krisis multidimensi di Indonesia. Dengan momentum reformasi itu persoalan status
Timor Timur yang sudah ada pada masa pemerintahan Soeharto menarik perhatian
PBB dan masyarakat Internasional diharapkan memperoleh kejelasan. Tetapi pada
akhirnya masalah status Timor Timur akhirnya lepas dari wilayah NKRI. Pemerintahan
B.J Habibie tidak semata mata berjalan dengan mulus , kebijakan yang diambil oleh
habibie menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Serta timbul pelanggaran nilai
nilai pancasila.
2.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas kami dapat merumuskan beberapa masalah, yaitu:
2.2.1 Apa saja kebijakan yang diambil oleh Presiden B.J Habibie di Era Reformasi ?
2.2.2 Apa saja bentuk – bentuk penyimpangan nilai nilai pancasila dalam pelaksanaan
pemerintahan di Era Reformasi ?
2.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
2.3.1 Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie di
Era Reformasi
2.3.2 Untuk mengetahui bentuk bentuk penyimpangan nilai nilai pancasila dalam
pelaksanaan pemerintahan di Era Reformasi .
4. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ringkasan materi
a. Masa Pemerintahan Presiden Habibie (1998-1999)
Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia
sejak pertengahan tahun 1997, menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa
bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini dilakukan oleh presiden untuk
menjawab tantangan era reformasi.
b. Langkah-langkah Pemerintahan B. J. Habibie
1. Pembentukan Kabinet
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada tanggal 22 Mei 1998 yang
meliputi perwakilan militer (TNI-POLRI), PPP, Golkar dan PDI
2. Upaya Perbaikan Ekonomi
Dengan mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis Ekonomi" Presiden B.J.
Habibie berusaha melakukan langkah-langkah perbaikan, antara lain :
a) Merekapitalisasi perbankan.
b) Merekonstruksi perekonomian nasional.
c) Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
d) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga dibawah Rp.
10.000,00.
e) Mengimplementasikan refbrmasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
3. Reformasi di Bidang Politik
Presiden mengupayakan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan dan
merencakan pemilu yang luber dan jurdil, sehingga dapat dibentuk lembaga tinggi
negara yang betul-betui representatif. Tindakan nyata dengan membebaskan
narapidana politik diantaranya yaitu :
5. (1) DR. Sri Bintang Pamungkas dosen Universitas Indonesia (UI) dan mantan
anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto.
(2) Mochtar Pakpahan pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh
memicu kerusuhan di Medan dalam tahun 1994.
4. Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Kebebasan ini pada masa sebelumnya dibatasi, sekarang masa Habibie dibuka
selebar-lebarnya baik menyampaikan pendapat dalam bentuk rapat umum dan unjuk
rasa. Dalam batas tertentu unjuk rasa merupakan manifestasi proses demokratisasi.
Maka banyak kalangan mempertanyakan mengapa para pelaku unjuk rasa ditangkap
dan diadili. Untuk menghadapi para pengunjuk rasa Pemerintah dan DPR berhasil
menciptakan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang " kemerdekaan menyampaikan pendapat
di muka umum ".
5. Masalah Dwifungsi ABRI
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul
turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah
pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai
dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di
tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut,
dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri
dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun
berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara.
6. Reformasi Bidang Hukum
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang
hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang
dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi
hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena
reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang
ditambakan oleh masyarakat.
Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau
undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya
karakter hukum yang mengebiri hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat
konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup
terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada
6. hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias
dikatakan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak
mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak
Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas
masyarakat.
7. Sidang Istimewa MPR
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara
melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS
yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi
Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara
tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi
masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung,
aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu
memutuskan 12 Ketetapan.
8. Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena
pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang
sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta
rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari
pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu
pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang
tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang
politik baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan
ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-
undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk
berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang
politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai
politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya,
hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan
karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat.
Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan
wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi
kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan
aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di
anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai
Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999
hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik
berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.
7. 9 . Penyelesaian masalah Timor Timur
Sejak terjadinya insident Santa Cruz, dunia Internasional memberikan tekanan
berat kepada Indonesia dalam masalah hak asasi manusia di Tim-Tim. Bagi Habibie
Timor-Timur adalah kerikil dalam sepatu yang merepotkan pemerintahannya, sehingga
Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan bagi penyelesaian
Timor-Timur yaitu di satu pihak memberikan setatus khusus dengan otonomi luas dan
dilain pihak memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti diberikan kewenangan atas
berbagai bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan
luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan
memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhorman
dan damai lepas dari NKRI. Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat
di Timor-Timur berlangsung aman. Namun keesokan harinya suasana tidak menentu,
kerusuhan dimana-mana. Suasana semakin bertambah buruk setelah hasil penentuan
pendapat diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa
sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Pada awalnya Presiden Habibie
berkeyakinan bahwa rakyat Timor-Timur lebih memilih opsi pertama, namun
kenyataannya keyakinan itu salah, dimana sejarah mencatat bahwa sebagian besar
rakyat Timor-Timur memilih lepas dari NKRI. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI
berdampak pada daerah lain yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan
dari GAM di Aceh dan OPM di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung
gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di
Atambua. Masalah Timor-Timur tidaklah sesederhana seperti yang diperkirakan
Habibie karena adanya bentrokan senjata antara kelompok pro dan kontra
kemerdekaan di mana kelompok kontra ini masuk ke dalam kelompok militan yang
melakukan teror pembunuhan dan pembakaran pada warga sipil. Tiga pastor yang
tewas adalah pastor Hilario, Fransisco, dan dewanto. Situasi yang tidak aman di Tim-
Tim memaksa ribuan penduduk mengungsi ke Timor Barat, ketidak mampuan
Indonesia mencegah teror, menciptakan keamanan mendorong Indonesia harus
menerima pasukan internasional. Usulan jajak pendapat atau referendum yang
disampaikan habibie membuat lepasnya Timor Timur dari Indonesia.
8. 10. Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya
Mengenai masalah KKN, terutama yang melibatkan Mantan Presiden Soeharto
pemerintah dinilai tidak serius menanganinya dimana proses untuk mengadili Soeharto
berjalan sangat lambat. Bahkan, pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap
MPR No. XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan Mantan
Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya. Padahal mengenai hal ini, Presiden
Habibie - dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 – telah
mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum
memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN.
Namun hasilnya tidak memuaskan karena pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa
Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap
Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya,
Kejagung tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali
menemukan bukti-bukti baru. Sedangkan dengan kasus lainnya tidak ada kejelasan.
Bersumber dari masalah di atas, yaitu pemerintah dinilai gagal dalam melaksanakan
agenda Reformasi untuk memeriksa harta Soeharto dan mengadilinya. Hal ini
berdampak pada aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember
1998, dan aksi ini mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat.
Parahnya pada saat penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam.
Rangkaian penembakan membabi-buta berlangsung sejak pukul 15.45 WIB sampai
tengah malam. Darah berceceran di kawasan Semanggi, yang jaraknya hanya satu
kilometer dari tempat wakil rakyat bersidang. Sampai sabtu dini hari, tercatat lima
mahasiswa tewas dan 253 mahasiswa luka-luka. Karena banyaknya korban akibat
bentrokan di kawasan Semanggi maka bentrokan ini diberi nama ”Semanggi
Berdarah” atau ”Tragedi Semanggi”.
2.2 Penyimpangan nilai nilai pancasila
Diberlakukannya undang-undang tersebut bukan berarti keadaan menjadi tertib
seperti yang diharapkan. Seringkali terjadi pelanggaran oleh pengunjuk rasa maupun
aparat keamanan, akibatnya banyak korban dari pengunjuk rasa dan aparat keamanan.
Hal ini disebabkan oleh :
9. (1) Undang-undang ini belum begitu memasyarakat.
(2) Pengunjuk rasa memancing permasalahan, dan membawa senjata tajam.
(3) Aparat keamanan ada yang terpancing oleh tingkah laku pengunjuk rasa
sehingga tidak dapat mengendalikan diri.
(4) Ada pihak tertentu yang sengaja menciptakan suasana panas agar negara
menjadi kacau.
Kebijakan habibie dalam kebebasan menyampaikan pendapat memang sangat efektif
dalam penyampaian aspirasi rakyat indonesia , namun dalam pelaksanaannya ditemui
penyimpangan nilai nilai pancasila .Diantaranya :
a. Sila ke -2
Banyak korban dari massa yang unjuk rasa dan aparat pengunjuk rasa akibat
bentrok tersebut sudah bertentangan dengan nilai kemanusiaan.
b. Sila ke -3
Adanya pihak pihak yang memprovokasi massa saat unjuk rasa mengakibatkan
bentrok antara masyarakat dan aparat , hal tersebut memecah persatuan dan
kesatuan kita sebagai masyarakat indonesia.
c. Sila Ke- 4
Masyarakat yang unjuk rasa seenaknya sendiri dalam mengemukakan pendapatnya ,
bertindak anarkis . hal tersebut tidak sesuai dengan sila ke – 4 yang menganjurkan
dalam mengemukakan pendapat di dampingi dengan musyawarah secara
kekeluargaan .
d. Sila ke- 5
Para provokator yang tertangkap oleh aparat ditangkap terkadang diadili secara
massa ,hal tersebut menimbulkan ketidak adilan pelaksanaan hukum.
Keadaan Sosial Di Masa Habibie
Kerusuhan antar kelompok yang sudah bermunculan sejak tahun 90-an semakin
meluas dan brutal, konflik antar kelompok sering terkait dengan agama seperti di
Purworejo juni 1998 kaum muslim menyerang lima gereja, di Jember adanya perusakan
terhadap toko-toko milik cina, di Cilacap muncul kerusuhan anti cina, adanya teror ninja
10. bertopeng melanda Jawa Timur dari malang sampai Banyuangi. Isu santet menghantui
masyarakat kemudian di daerah-daerah yang ingin melepaskan diri seperti Aceh, begitu
juga dengan Papua semakin keras keinginan membebaskan diri. Juli 1998 OPM
mengibarkan bendera bintang kejora sehingga mendapatkan perlawanan fisik dari TNI.
Keadaan tersebut sangat tidak sesuai dengan nilai nilai pancasila sila -1 tentang nilai
nilai ketuhanan yang lapang dan toleran . Di indonesia ini tidak boleh anti ketuhanan
dan anti keagamaan.
Lepasnya Timor Timur
Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negara
Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh
tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Hal tersebut tidak sesuai dengan nilai nilai
pancasila sia ke – 3 bahwa pancasila menganjurkan untuk tetap membina persatuan
dan kesatuan negara. Adanya teror teror pembunuhan dan penembakan juga melanggar
nilai nilai kemanusian yang tertuang dalam pancasila sila ke -2 .
Tragedi Semanggi
Pelaksanaan sila ke- 5 tentang keadilan sosial nampaknya belum terwujud di dalam
penegakan hukum . Tindakan KKN yang di duga dilakukan oleh Soeharto tidak di usut
tuntas dan tidak diberikan kejelasan hukumnya . Karna hal tersebut , timbul polemik
dikalangan masyarakat bentrok antar mahasiswa dan aparat hingga tewasnya
mahasiswa dalam aksi penembakan merupakan bentuk penyimpangan sila ke -3 dan ke
-2 tentang persatuan dan kesatuan serta hak hak kemanusian.
11. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meskipun terdapat berbagai kemajuan dan keberhasilan yang dicapai oleh
pemerintahan Habibie. Dimana sejak Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk,
seperti penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR, penyelenggaraan pemilu dan reformasi
di bidang politik, sosial, hukum, dan ekonomi. Namun, dalam pelaksanaan
pemerintahan masih di temui beberapa penyimpangan - penyimpangan terhadap nilai
nilai Pancasila.
3.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai generasi muda janganlah cepat mengambil tindakan yang dapat
merugikan semua kalangan seperti tawuran atau demo karena semua yang kita lakukan
haruslah berdasarkan akal sehat sehingga apa kita perbuat tidak sampai memakan
korban jiwa. Dan bagi pemerintah atau aparat janganlah cepat-cepat mengambil
tindakan seperti mengeluarkan senjata (pistol) apabila masyarakat atau mahasiswa
yang melakukan demo. Sebaiknya ajaklah mereka berunding dan mencari jalan keluar
yang lebih baik. Sebagai warga negara yang berpedoman pada nilai nilai luhur pancasila
seharusnya kita bisa menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
12. DARTAR PUSTAKA
Mustopo,Habib.2011. Sejarah 3 . Jakarta : Yudhistira
Setyohadi.tuk. 2004. Perjalan Bangsa Indonesia Dari Masa ke Masa. Bogor:
Rajawali Corpuration.
www. History Indonesia.com