SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Mengenal Konsep Mudharabah

Allah menciptakan manusia makhluk yang berinteraksi sosial dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Ada yang

memiliki kelebihan harta namun tidak memiliki waktu dan keahlian dalam mengelola dan mengembangkannya, di sisi lain

ada yang memiliki skill kemampuan namun tidak memiliki modal. Dengan berkumpulnya dua jenis orang ini diharapkan

dapat saling melengkapi dan mempermudah pengembangan harta dan kemampuan tersebut. Untuk itulah Islam

memperbolehkan syarikat dalam usaha diantaranya Al Mudharabah.



Pengertian Al Mudharabah

Syarikat Mudhaarabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan

kaum muslimin. Penduduk Irak menggunakan istilah Al Mudharabah untuk mengungkapkan transaksi syarikat ini. Disebut

sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya

untuk berniaga dan berperang, Allah berfirman:

ُ  ْ ‫أ َس ْ س ْ َمِ أ َ س ْ أ َ  ُ أ َ َمِ س ْ أ َ س ْ َمِ هَّ أ َ أ َ  ُ أ َ  ُ أ َ َمِ ُ أ َ َمِ أ َ َمِ َمِ َمِ أ َ س ْ أ َ  ُ أ َ أ َ أ َ هَّ أ َ َمِ س‬
‫علم أن سيكنون منكم مرض ى نوخآخرنون يضربنون ف ي الرض يبتغنون من فضل الل نوخآخرنون يقتاتلنون ف ي سبيل ا هَّ فتاقرءنوا متا تيسر منه‬
                                              ‫لل‬                                                  ِ‫َم‬                                                       ِ‫أ ََمِ أ َ أ َ س ْ أ َ أ َ  ُ  ُ َمِ س ْ  ُ س ْ أ َ س ْ أ َ أ َ أ َ  ُ أ َ أ َ س ْ َمِ  ُ أ َ َم‬



“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi

mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang

mudah (bagimu) dari al-Qur’an.” (Qs. Al Muzammil: 20)

Ada juga yang mengatakan diambil dari kata: dharb (mengambil) keuntungan dengan saham yang dimiliki.

Dalam istilah bahasa Hijaaz disebut juga sebagai qiraadh, karena diambil dari katamuqaaradhah yang arinya penyamaan

dan penyeimbangan. Seperti yang dikatakan

ِ‫أ َ أ َ أ َ أ َ أ َ َمِ أ َ َم‬
‫تقتارض الشتاعران‬



“Dua orang penyair melakukan muqaaradhah,” yakni saling membandingkan syair-syair mereka. Disini perbandingan

antara usaha pengelola modal dan modal yang dimiliki pihak pemodal, sehingga keduanya seimbang. Ada juga yang

menyatakan bahwa kata itu diambil dari qardh yakni memotong. Tikus itu melakukan qardh terhadap kain, yakni

menggigitnya hingga putus. Dalam kasus ini, pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diserahkan kepada

pengelola modal, dan dia juga akan memotong keuntungan usahanya. [1]

Sedangkan dalam istilah para ulama Syarikat Mudhaarabah memiliki pengertian: Pihak pemodal (Investor)

menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari

keuntungan.[2] Dengan kata lain Al Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak dimana salah satu pihak

menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai

dengan kesepakatan.3 Sehingga Al Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik

modal (Shahib Al Mal/Investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (Mudharib) dengan suatu perjanjian

pembagian keuntungan.[4] Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi 100% modal dari Shahib Al Mal dan

keahlian dari Mudharib.

Hukum Al Mudharabah Dalam Islam

Para ulama sepakat bahwa sistem penanaman modal ini dibolehkan. Dasar hukum dari sistem jual beli ini adalah ijma’

ulama yang membolehkannya. Seperti dinukilkan Ibnul Mundzir[5], Ibnu Hazm[6] Ibnu Taimiyah[7] dan lainnya.
Ibnu Hazm menyatakan: “Semua bab dalam fiqih selalu memiliki dasar dalam Al Qur’an dan Sunnah yang kita ketahui

-Alhamdulillah- kecuali Al Qiraadh (Al Mudharabah (pen). Kami tidak mendapati satu dasarpun untuknya dalam Al Qur’an

dan Sunnah. Namun dasarnya adalah ijma’ yang benar. Yang dapat kami pastikan bahwa hal ini ada

dizamanshallallahu’alaihi wa sallam, beliau ketahui dan setujui dan seandainya tidak demikian maka tidak boleh.”[8]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengomentari pernyataan Ibnu Hazm di atas dengan menyatakan: “Ada kritikan atas

pernyataan beliau ini:



1.        Bukan termasuk madzhab beliau membenarkan ijma’ tanpa diketahui sandarannya dari Al Qur’an dan Sunnah

     dan ia sendiri mengakui bahwa ia tidak mendapatkan dasar dalil Mudharabah dalam Al Qur’an dan Sunah.

2.        Beliau tidak memandang bahwa tidak adanya yang menyelisihi adalah ijma’, padahal ia tidak memiliki disini

     kecuali ketidak tahuan adanya yang menyelisihinya.


3.        Beliau mengakui persetujuan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam setelah mengetahui sistem muamalah ini. Taqrier

     (persetujuan) Nabi shallallahu’alaihi wa sallam termasuk satu jenis sunnah, sehingga (pengakuan beliau) tidak adanya

     dasar dari sunnah menentang pernyataan beliau tentang taqrir ini.

4.        Jual beli (perdagangan) dengan keridhaan kedua belah fihak yang ada dalam Al Qur’an meliputi juga Al Qiradh

     dan Mudharabah


5.        Madzhab beliau menyatakan harus ada nash dalam Al Qur’an dan Sunnah atas setiap permasalahan, lalu

     bagaimana disini meniadakan dasar dalil Al Qiradh dalam Al Qur’an dan Sunnah

6.        Tidak ditemukannya dalil tidak menunjukkan ketidak adaannya


7.        Atsar yang ada dalam hal ini dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak sampai pada derajat pasti (Qath’i)

     dengan semua kandungannya, padahal penulis (Ibnu Hazm) memastikan persetujuan Nabi dalam permasalahan ini.[9]

Demikian juga Syaikh Al Albani mengkritik pernyataan Ibnu Hazm diatas dengan menyatakan: “Ada beberapa bantahan

(atas pernyataan beliau), yang terpenting bahwa asal dalam Muamalah adalah boleh kecuali ada nas (yang melarang)

beda dengan ibadah, pada asalnya dalam ibadah dilarang kecuali ada nas, sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu

Taimiyah. Al Qiradh dan Mudharabah jelas termasuk yang pertama. Juga ada nash dalam Al Qur’an yang membolehkan

perdagangan dengan keridhoan dan ini jelas mencakup Al Qiraadh. Ini semua cukup sebagai dalil kebolehannya dan

dikuatkan dengan ijma’ yang beliau akui sendiri.”[10]

Dalam kesempatan lain Ibnu Taimiyah menyatakan: “Sebagian orang menjelaskan beberapa permasalahan yang ada ijma’

padanya namun tidak memiliki dasar nas, seperti Al Mudharabah, hal itu tidak demikian. Mudharabah sudah masyhur

dikalangan bangsa Arab dijahiliyah apalagi pada bangsa Quraisy, karena umumnya perniagaan jadi pekerjaan mereka.

Pemilik harta menyerahkan hartanya kepada pengelola (‘umaal). Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam sendiri pernah

berangkat membawa harta orang lain sebelum kenabian sebagaimana telah berangkat dalam perniagaan harta Khadijah.

Juga kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan kebanyakannya dengan sistemmudharabah dengan Abu Sufyan dan

selainnya. Ketika datang islam Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam menyetujuinya dan para sahabatpun berangkat dalam

perniagaan harta orang lain secara Mudharabah dan beliau shallallahu’alaihi wa sallamtidak melarangnya. Sunnah disini

adalah perkataan, pebuatan dan persetujuan beliau, ketiak beliau setujui maka mudharabah dibenarkan dengan sunnah.

[11]

Juga hukum ini dikuatkan dengan adanya amalan sebagian sahabat Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam diantaranya

yang diriwayatkan dalam Al-Muwattha’ [12] dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya bahwa ia menceritakan: Abdullah dan

Ubaidillah bin Umar bin Al-Khattab pernah keluar dalam satu pasukan ke negeri Iraaq. Ketika mereka kembali, mereka
lewat di hadapan Abu Musa Al-Asy’ari, yakni gubernur Bashrah. Beliau menyambut mereka berdua dan menerima mereka

sebagai tamu dengan suka cita. Beliau berkata: “Kalau aku bisa melakukan sesuatu yang berguna buat kalian, pasti akan

kulakukan.” Kemudian beliau berkata: “Sepertinya aku bisa melakukannya. Ini ada uang dari Allah yang akan kukirimkan

kepada Amirul Mukminin. Beliau meminjamkannya kepada kalian untuk kalian belikan sesuau di Iraaq ini, kemudian kalian

jugal di kota Al-Madinah. Kalian kembalikan modalnya kepada Amirul Mukminin, dan keuntungannya kalian ambil.” Mereka

berkata: “Kami suka itu.” Maka beliau menyerahkan uang itu kepada mereka dan menulis surat untuk disampaikan kepada

Umar bin Al-Khattab agar Amirul Mukminin itu mengambil dari mereka uang yang dia titipkan. Sesampainya di kota Al-

Madinah, mereka menjual barang itu dan mendapatkan keuntungan. Ketika mereka membayarkan uang itu kepada Umar.

Umar lantas bertanya: “Apakah setiap anggota pasukan diberi pinjaman oleh Abu Musa seperti yang diberikan kepada

kalian berdua?” Mereka menjawab: “Tidak.” Beliau berkata: “Apakah karena kalian adalah anak-anak Amirul Mukminin

sehingga ia memberi kalian pinjaman?” Kembalikan uang itu beserta keuntungannya.” Adapun Abdullah, hanya

membungkam saja. Sementara Ubaidillah langsung angkat bicara: “Tidak sepantasnya engkau berbuat demikian wahai

Amirul Mukminin! Kalau uang ini berkurang atau habis, pasti kami akan bertanggungjawab.” Umar tetap berkata: “Berikan

uang itu semaunya.” Abdullah tetap diam, sementara Ubaidillah tetap membantah. Tiba-tiba salah seorang di antara

penggawa Umar berkata: “Bagaimana bila engkau menjadikannya sebagai investasi modal wahai Umar?” Umar menjawab:

“Ya. Aku jadikan itu sebagai investasi modal.” Umar segera mengambil modal beserta setengah keuntungannya,

sementara Abdullah dan Ubaidillah mengambil setengah keuntungan sisanya.[13]

Kaum muslimin sudah terbiasa melakukan akad kerja sama semacam itu hingga jaman kiwari ini di berbagai masa dan

tempat tanpa ada ulama yang menyalahkannya. Ini merupakan konsensus yang diyakini umat, karena cara ini sudah

digunakan bangsa Quraisy secara turun temurun dari jaman jahiliyah hingga zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

kemudian beliau mengetahui, melakukan dan tidak mengingkarinya.

Tentulah sangat bijak, bila pengembangan modal dan peningkatan nilainya merupakan salah satu tujuan yang

disyariatkan. Sementara modal itu hanya bisa dikembangkan dengan dikelola dan diperniagakan. Sementara tidak setiap

orang yang mempunyai harta mampu berniaga, juga tidak setiap yang berkeahlian dagang mempunyai modal. Maka

masing-masing kelebihan itu dibutuhkan oleh pihak lain. Oleh sebab itu Mudharabah ini disyariatkan oleh Allah demi

kepentingan kedua belah pihak.



Hikmah Disyariatkannya Al Mudharabah

Islam mensyariatkan akad kerja sama Mudharabah untuk memudahkan orang, karena sebagian mereka memiliki harta

namun tidak mampu mengelolanya dan disana ada juga orang yang tidak memiliki harta namun memiliki kemampuan

untuk mengelola dan mengembangkannya. Maka Syariat membolehkan kerja sama ini agar mereka bisa saling mengambil

manfaat diantara mereka. Shohib Al Mal (investor) memanfaatkan keahlianMudhorib (pengelola) dan Mudhorib (pengelola)

memanfaatkan harta dan dengan demikian terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah Ta’ala tidak mensyariatkan satu

akad kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan.[14]

Jenis Al Mudharabah

Para ulama membagi Al Mudharabah menjadi dua jenis:

1.        Al Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya adalah sistem mudharabah dimana pemilik

     modal (investor/Shohib Al Mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan

     waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada Mudhorib(pengelola modal)

     melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.

2.        Al Mudharabah Al Muqayyadah (Mudharabah terbatas). Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan

     modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan bertransaksi
dengan Mudharib.[15] Jenis kedua ini diperselisihkan para ulama keabsahan syaratnya, namun yang rajih bahwa

     pembatasan tersebut berguna dan tidak sama sekali menyelisihi dalil syar’i, itu hanya sekedar ijtihad dan dilakukan

     dengan kesepakatan dan keridhoan kedua belah pihak sehingga wajib ditunaikan.[16]

Perbedaan antara keduanya terletak pada pembatasan penggunaan modal sesuai permintaan investor.



Rukun Al Mudharabah

Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun:

1.         Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).


2.         Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.


3.         Pelafalan perjanjian.


Sedangkan imam Al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelasakan bahwa rukunMudharabah ada lima, yaitu Modal, jenis

usaha, keuntungan, pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi.17 Ini semua ditinjau dari perinciannya dan semuanya

tetap kembali kepada tiga rukun di atas.

Rukun pertama: adanya dua atau lebih pelaku.

Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Disyaratkan pada rukun pertama ini keduanya

memiliki kompetensi beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka berdua baligh, berakal, Rasyid dan tidak

dilarang beraktivitas pada hartanya[18]. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus muslim atau pengelola

harus muslim, sebab seorang muslim tidak ditakutkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram.[19] Namun

sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat

dipercaya dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim

sehingga terlepas dari praktek riba dan haram.[20]

Rukun kedua: objek Transaksi.

Objek transaksi dalam Mudharabah mencakup modal, jenis usaha dan keuntungan.

a. Modal

Dalam sistem Mudharabah ada empat syarat modal yang harus dipenuhi:

1.         Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al Naqd) dasarnya adalah ijma’[21] atau barang yang

     ditetapkan nilainya ketika akad menurut pendapat yang rojih. [22]

2.         Modal yang diserahkan harus jelas diketahui.[23]


3.         Modal yang diserahkan harus tertentu.


4.         Modal diserahkan kepada pihak pengelola modal dan pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas

     dengannya.[24]


Jadi dalam Mudharabah disyaratkan modal yang diserahkan harus diketahui dan penyerahan jumlah modal

kepada Mudharib (pengelola modal) harus berupa alat tukar seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum.

Tidak diperbolehkan berupa barang kecuali bila ditentukan nilai barang tersebut dengan nilai mata uang ketika akad

transaksi, sehingga nilai barang tersebut yang menjadi modal Mudharabah. Contohnya seorang memiliki sebuah mobil

toyota kijang lalu diserahkan kepada Mudharib(pengelola modal), maka ketika akad kerja sama tersebut disepakati wajib

ditentukan harga mobil tersebut dengan mata uang, misalnya Rp 80 juta; maka modal Mudharabah tersebut adalah Rp 80

juta.
Kejelasan jumlah modal ini menjadi syarat karena menentukan pembagian keuntungan. Apabila modal tersebut berupa

barang dan tidak diketahui nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut berubah harga dan nilainya seiring berjalannya

waktu, sehingga memiliki konsekuensi ketidakjelasan dalam pembagian keuntungan.



b. Jenis Usaha

Jenis usaha di sini disyaratkan beberapa syarat:



1.        Jenis usaha tersebut di bidang perniagaan


2.        Tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang

     sukar sekali didapatkan, contohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara yang sangat jarang sekali

     adanya. [25]


Asal dari usaha dalam Mudharabah adalah di bidang perniagaan dan bidang yang terkait dengannya yang tidak dilarang

syariat. Pengelola modal dilarang mengadakan transaksi perdagangan barang-barang haram seperti daging babi, minuman

keras dan sebagainya.[26]

Pembatasan Waktu Penanaman Modal

Diperbolehkan membatasi waktu usaha dengan penanaman modal menurut pendapat madzhab Hambaliyyah.[27] Dengan

dasar dikiyaskan (dianalogikan) dengan sistem sponsorship pada satu sisi, dan dengan berbagai kriteria lain yang

dibolehkan, pada sisi yang lainnya.[28]



c. Keuntungan

Setiap usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, demikian juga Mudharabah. Namun

dalam Mudharabah disyaratkan pada keuntungan tersebut empat syarat:

1.        Keuntungan khusus untuk kedua pihak yang bekerja sama yaitu pemilik modal (investor) dan pengelola modal.

     Seandainya disyaratkan sebagian keuntungan untuk pihak ketiga, misalnya dengan menyatakan: ‘Mudharabah dengan

     pembagian 1/3 keuntungan untukmu, 1/3 untukku dan 1/3 lagi untuk istriku atau orang lain, maka tidak sah kecuali

     disyaratkan pihak ketiga ikut mengelola modal tersebut, sehingga menjadi qiraadh bersama dua orang.[29]

     Seandainya dikatakan: ’separuh keuntungan untukku dan separuhnya untukmu, namun separuh dari bagianku untuk

     istriku’, maka ini sah karena ini akad janji hadiyah kepada istri.[30]

2.        Pembagian keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk satu pihak saja. Seandainya dikatakan: ‘Saya

     bekerja sama Mudharabah denganmu dengan keuntungan sepenuhnya untukmu’ maka ini dalam madzhab Syafi’i tidak

     sah.[31]

3.        Keuntungan harus diketahui secara jelas.


4.        Dalam transaksi tersebut ditegaskan prosentase tertentu bagi pemilik modal (investor) dan pengelola. Sehingga

     keuntungannya dibagi dengan persentase bersifat merata seperti setengah, sepertiga atau seperempat.[32] Apa bila

     ditentuan nilainya, contohnya dikatakan kita bekerja sama Mudharabah dengan pembagian keuntungan untukmu satu

     juta dan sisanya untukku’ maka akadnya tidak sah. Demikian juga bila tidak jelas persentase-nya seperti sebagian

     untukmu dan sebagian lainnya untukku.


Dalam pembagian keuntungan perlu sekali melihat hal-hal berikut:
1.        Keuntungan berdasarkan kesepakatan dua belah pihak, namun kerugian hanya ditanggung pemilik modal.[33]

     Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir menyatakan: “Keuntungan sesuai dengan kesepakatan berdua.” Lalu dijelaskan

     dengan pernyataan: “Maksudnya dalam seluruh jenis syarikat dan hal itu tidak ada perselisihannya dalam Al

     Mudharabah murni.” Ibnul Mundzir menyatakan: “Para ulama bersepakat bahwa pengelola berhak memberikan syarat

     atas pemilik modal 1/3 keuntungan atau ½ atau sesuai kesepakatan berdua setelah hal itu diketahui dengan jelas

     dalam bentuk persentase.” [34]

2.        Pengelola modal hendaknya menentukan bagiannya dari keuntungan. Apabila keduanya tidak menentukan hal

     tersebut maka pengelola mendapatkan gaji yang umum dan seluruh keuntungan milik pemilik modal (investor).[35]

     Ibnu Qudamah menyatakan: “Diantara syarat sah Mudharabah adalah penentuan bagian (bagian) pengelola modal

     karena ia berhak mendapatkan keuntungan dengan syarat sehingga tidak ditetapkan kecuali dengannya. Seandainya

     dikatakan: Ambil harta ini secara mudharabah dan tidak disebutkan (ketika akad) bagian pengelola sedikitpun dari

     keuntungan, maka keuntungan seluruhnya untuk pemilik modal dan kerugian ditanggung pemilik modal sedangkan

     pengelola modal mendapat gaji umumnya. Inilah pendapat Al Tsauri, Al Syafi’i, Ishaaq, Abu Tsaur dan Ashhab Al Ra’i

     (Hanafiyah).” [36] Beliaupun merajihkan pendapat ini.

3.        Pengelola modal tidak berhak menerima keuntungan sebelum menyerahkan kembali modal secara sempurna.

     Berarti tidak seorangpun berhak mengambil bagian keuntungan sampai modal doserahkan kepada pemilik modal,

     apabila ada kerugian dan keuntungan maka kerugian ditutupi dari keuntungan tersebut, baik baik kerugian dan

     keuntungannya dalam satu kali atau kerugian dalam satu perniagaan dan keuntungan dari perniagaan yang lainnya

     atau yang satu dalam satu perjalanan niaga dan yang lainnya dalam perjalanan lain. Karena mkna keuntungan adalah

     kelebihan dari modal dan yang tidak ada kelebihannya maka bukan keuntungan. Kami tidak tahu ada perselisihan

     dalam hal ini.[37]


4.        Keuntungan tidak dibagikan selama akad masih berjalan kecuali apabila kedua pihak saling ridha dan sepakat.

     [38] Ibnu Qudamah menyatakan: “Keuntungan jika tampak dalam mudharabah, maka pengelola tidak boleh

     mengambil sedikitpun darinya tanpa izin pemilik modal. Kami tidak mengetahui dalam hal ini ada perbedaan diantara

     para ulama.


Tidak dapat melakukannya karena tiga hal:



1.        Keuntungan adalah cadangan modal, karena tidak bisa dipastikan tidak ada kerugian yang dapat ditutupi dengan

     keuntungan tersebut.sehingga berakhir hal itu tidak menjadi keuntungan


2.        Pemilik modal adalah mitrra usaha pengelola sehingga ia tidak memiliki hak membagi keuntungan tersebut untuk

     dirinya.


3.        Kepemilikannya tas hal itu tidak tetap, karena mungkin sekali keluar dari tangannya untuk menutupi kerugian.


Namun apabila pemilik modal mengizinkan untuk mengambil sebagiannya, maka diperbolehkan; karena hak tersebut milik

mereka berdua.”[39]



Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha

tersebut. Sesungguhnya hak kepemilikan masing-masing pihak terhadap keuntungan yang dibagikan adalah hak yang labil

dan tidak akan bersikap permanen sebelum diberakhirkannya perjanjian dan disaring seluruh bentuk usaha bersama yang
ada. Adapun sebelum itu, keuntungan yang dibagikan itupun masih bersifat cadangan modal yang digunakan menutupi

kerugian yang bisa saja terjadi kemudian sebelum dilakukan perhitungan akhir.



Perhitungan akhir yang mempermanenkan hak kepemilikan keuntungan, aplikasinya bisa dua macam:



Pertama: perhitungan akhir terhadap usaha. Yakni dengan cara itu pemilik modal bisa menarik kembali modalnya dan

menyelesaikan ikatan kerjasama antara kedua belah pihak.



Kedua: Finish cleansing terhadap kalkulasi keuntungan. Yakni dengan cara penguangan aset dan menghadirkannya lalu

menetapkan nilainya secara kalkulatif, di mana apabila pemilik modal mau dia bisa mengambilnya. Tetapi kalau ia ingin

diputar kembali, berarti harus dilakukan perjanjian usaha baru, bukan meneruskan usaha yang lalu.[40]



Rukun ketiga: Pelafalan Perjanjian (Shighoh Transaksi).

Shighah adalah ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan

melakukannya. Shighah ini terdiri dari ijab qabul. TransaksiMudharabah atau Syarikat dianggap sah dengan perkataan dan

perbuatan yang menunjukkan maksudnya.[41]

Syarat Dalam Mudharabah [42]

Pengertian syarat dalam Al Mudharabah adalah syarat-syarat yang ditetapkan salah satu pihak yang mengadakan

kerjasama berkaitan dengan Mudharabah. Syarat dalam Al Mudharabah ini ada dua:

1. Syarat yang shahih (dibenarkan) yaitu syarat yang tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak pula maksudnya serta

memiliki maslahat untuk akad tersebut. Contohnya Pemilik modal mensyaratkan kepada pengelola tidak membawa pergi

harta tersebut keluar negeri atau membawanya keluar negeri atau melakukan perniagaannya khusus dinegeri tertentu

atau jenis tertentu yang gampang didapatkan. Maka syarat-syarat ini dibenarkan menurut kesepakatan para ulama dan

wajib dipenuhi, karena ada kemaslahatannya dan tidak menyelisihi tuntutan dan maksud akad perjanjian mudharabah.



2. Syarat yang fasad (tidak benar). Syarat ini terbagi tiga:


•        Syarat yang meniadakan tuntutan konsekuensi akad, seperti mensyaratkan tidak membeli sesuatu atau tidak

    menjual sesuatu atau tidak menjual kecuali dengan harga modal atau dibawah modalnya. Syarat ini disepakati ketidak

    benarannya, karena menyelisihi tuntutan dan maksud akad kerja sama yaitu mencari keuntungan.


•        Syarat yang bukan dari kemaslahatan dan tuntutan akah, seperti mensyaratkan kepada pengelola untuk

    memberikan Mudharabah kepadanya dari harta yang lainnya.
•        Syarat yang berakibat tidak jelasnya keuntungan seperti mensyaratkan kepada pengelola bagian keuntungan

    yang tidak jelas atau mensyaratkan keuntungan satu dari dua usaha yang dikelola, keuntungan usaha ini untuk

    pemilik modal dan yang satunya untuk pengelola atau menentukan nilai satuan uang tertentu sebagai keuntungan.

    Syarat ini disepakati kerusakannya karena mengakibatkan keuntungan yang tidak jelas dari salah satu pihak atau

    malah tidak dapat keuntungan sama sekali. Sehingga akadnya batal.


Berakhirnya Usaha Mudharabah

Mudharabah termasuk akad kerjasama yang diperbolehkan. Usaha ini berakhir dengan pembatalan dari salah satu pihak.

Karena tidak ada syarat keberlangsungan terus menerus dalam transaksi usaha semacam ini. Masing-masing pihak bisa
membatalkan transaksi kapan saja dia menghendaki. Transaksi Mudharabah ini juga bisa berakhir dengan meninggalnya

salah satu pihak transaktor, atau karena ia gila atau idiot.

Imam Ibnu Qudamah (wafat tahun 620 H) menyatakan: “Al Mudharabah termasuk jenis akad yang diperbolehkan. Ia

berakhir dengan pembatalan salah seorang dari kedua belah pihak -siapa saja-, dengan kematian, gila atau dibatasi

karena idiot; hal itu karena ia beraktivitas pada harta orang lain dengan sezinnya, maka ia seperti wakieldan tidak ada

bedanya antara sebelum beraktivitas dan sesudahnya.[43] Sedangkan Imam Al Nawawi menyatakan:

Penghentian qiraadh boleh, karena ia diawalnya adalah perwakilan dan setelah itu menjadi syarikat. Apabila terdapat

keuntungan maka setiap dari kedua belah pihak boleh memberhentikannya kapan suka dan tidak butuh kehadiran dan

keridoan mitranya. Apabila meninggal atau gila atau hilang akal maka berakhir usaha terbut.” [44]

Imam Syafi’i menyatakan: “Kapan pemilik modal ingin mengambil modalnya sebelum diusahakan dan sesudahnya dan

kapan pengelola ingin keluar dari qiraadh maka ia keluar darinya.” [45]



Apabila telah dihentikan dan harta (modal) utuh, namun tidak memiliki keuntungan maka harta tersebut diambil pemilik

modal. Apabila terdapat keuntungan maka keduanya membagi keuntungan tersebut sesuai dengan kesepakatan. Apabila

berhenti dan harta berbentuk barang, lalu keduanya sepakat menjualnya atau membaginya maka diperbolehkan, karena

hak milik kedua belah pihak. Apabila pengelola minta menjualnya sedang pemilik modal menolak dan tampak dalam usaha

tersebut ada keuntungan, maka penilik modal dipaksa menjualnya; karena hak pengelola ada pada keuntungan dan tidak

tampak decuali dengan dijual. Namun bila tidak tampak keuntungannya maka pemilik modal tidak dipaksa.[46]



Tampak sekali dari sini keadilan syariat islam yang sangat memperhatikan keadaan dua belah pihak yang bertransaksi

mudharabah. Sehingga seharusnya kembali memotivasi diri kita untuk belajar dan mengetahu tata aturan syariat dalam

muamalah sehari-hari.



Demikianlah sebagian pembahasn tentang Mudharabah semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua…



Footnotes:

1.        Lihat Al Mughni karya Ibnu Qudamah, tahqiq Abdullah bin Abdulmuhsin Al Turki, cetakan kedua tahun 1412H,

     penerbit Hajr. (7/133), Al Syarh Al Mumti”Ala Zaad Al Mustaqni’ karya Ibnu Utsaimin tahqiq Abu Bilal Jamaal Abdul

     ‘Aal, cetakan pertama tahun 1423 H, penerbit Dar Ibnu Al Haitsam, Kairo, Mesir (4/266), Al Fiqhu Al Muyassar -bag.

     Fiqih Muamalah- karya Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Prop. DR. Abdullah bin Muhammad Al Muthliq

     dan DR. Muhammad bin Ibrohim Alimusaa. Cetakan pertama tahun 1425H Hal. 185, Al Bunuk Al Islamiyah Baina An

     Nadzoriyat Wa Tathbiq, karya Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, cetakan kedua tahun 1414 H, Muassasah

     Al Jurais, Riyaadh, KSA hal 122


2.        Al Mughni op.cit 7/133


3.        Al Bunuk Al Islamiyah Baina An Nadzoriyat Wa Tathbiq, op.cit hal 122


4.        Al Fiqhu Al Muyassar op.cit. hal 185. Hal inipun diakui PKES (pusat Komunikasi Ekonomi Syari’at) indonesia

     dalam buku saku perbankan Syari’at hal 37.


5.        Al Mugnhi op.cit 7/133


6.        Maratib Al Ijma’ karya Ibnu Hazm, tanpa tahun dan cetakan, penerbit Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Bairut. hal 91.
7.         Majmu’ Fatawa 29/101


8.         Maratib Al Ijma’ op.cit hal 91-92.


9.         Naqdh Maratib Al Ijma’ karya Syeikh Islam yang dicetak sebagai foot note kitab Maratib Al Ijma hal 91-92.


10.        Irwa’ Al Gholil Fi Takhrij Ahaadits Manar Al Sabil karya Syeikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, cetakan kedua

      tahun 1405 H. Al maktab Islami, Baerut. 5/294


11.        Majmu’ Fatawa 19/195-196


12.        Dalam kitab al-Qiraadh bab 1 halaman 687 dan dibawakan juga oelh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’

      fatawa 19/196


13.        Dinilai Shohih Oleh Syeikh Al Albani dalam Irwa Al Gholil 5/290-291


14.        Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123.


15.        Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal 186.


16.        Demikianlah yang dirojihkan penulis kitab Al Fiqh Al Muyassar hal 187.


17.        Lihat Takmilah AL Majmu’ Syarhu Al Muhadzab imam nawawi oleh Muhammad Najieb Al Muthi’i yang digabung

      dengan kitab Majmu’ Syatrhul Muhadzab 15/148


18.        Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal169.


19.        Lihat Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123.


20.        Lihat kitab Maa La Yasa’u Al Taajir Jahlulu, karya prof. DR Abdullah Al Mushlih dan prof. DR. Shalah Al Showi

      yang diterjemahkan dalam edisi bahasa Indonesia oleh Abu Umar Basyir dengan judul Fiqh Ekonimi Keuangan Islam,

      penerbit Darul Haq, Jakarta hal. 173.


21.        Lihat Maratib Al Ijma’ hal 92 dan Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/143


22.        Pendapat inilah yang dirojihkan syeikh Ibnu Utsaimin dalam Al Syarhu Al Mumti’. Op.cit. 4/258Al Bunuk Al

      Islamiyah op.cit hal. 123 dan Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/144


23.        Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/145


24.        ibid 15/146-147


25.        lihat Fiqih Ekonomi Keuangan Islam op.cit hal 176


26.        Al Mughni op.cit 7/177


27.        fikih Ekonomi Keuangan Islam op.cit. 177


28.        lihat juga Al Mughni op.cit 7/144


29.        Takmilah Al Majmu’ op.cit 15/160
30.        ibid 15/159


31.        lihat Maratib Al Ijma’ op.cit hal 92, Al Syarhu Al Mumti’ op.cit 4/259 dan takmilah Al Majmu’ op.cit 15/159-160


32.        untuk masalah kerugian dalam Mudharabah silahkan lihat makalah Ustadz Abu Ihsan dalam mabhas ini.


33.        Al Mughni op.cit 7/138


34.        Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123.


35.        Al Mughni op.cit 7/140.


36.        Ibid 7/165.


37.        Al Bunuk Al Islamiyah op.cit 123.


38.        Al Mughni op.cit 7/172


39.        Fiqih Ekonomi Keuangan Islam op.cit hal 181-182.


40.        Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal 169.


41.        Diambil dari catatan penulis dari pelajaran fiqih dari Syeikh prof. DR. Hamd Al Hamaad ditahun keempat pada

      kuliah hadits di Universitas Islam Madinah tahun 1419H dan kitab Al Mughni op.cit 7/175-177


42.        Al Mughni op.cit 7/172


43.        Majmu’ Syarhu Almuhadzab op.cit 15/176.


44.        Ibid 15/191.


45.        Al Mughni op.cit 7/172


***



Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

More Related Content

What's hot

05.5 HUKUM JUAL BELI (KONTEMPORER)
05.5 HUKUM JUAL BELI (KONTEMPORER)05.5 HUKUM JUAL BELI (KONTEMPORER)
05.5 HUKUM JUAL BELI (KONTEMPORER)fissilmikaffah1
 
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAHfissilmikaffah1
 
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
01.6 HUKUM GADAI SYARIAHfissilmikaffah1
 
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)fissilmikaffah1
 
59 obligasi mudharabah-konversi
59 obligasi mudharabah-konversi59 obligasi mudharabah-konversi
59 obligasi mudharabah-konversiSiLvi FitrissaLam
 
[Topik 6] Mata Wang di Dalam Sorotan Ringkas (Abdullah Zaidi Hassan)
[Topik 6] Mata Wang di Dalam Sorotan Ringkas (Abdullah Zaidi Hassan)[Topik 6] Mata Wang di Dalam Sorotan Ringkas (Abdullah Zaidi Hassan)
[Topik 6] Mata Wang di Dalam Sorotan Ringkas (Abdullah Zaidi Hassan)DyanaCD
 
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMANfissilmikaffah1
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Anas Wibowo
 
50 akad mudharabah-musytarakah
50 akad mudharabah-musytarakah50 akad mudharabah-musytarakah
50 akad mudharabah-musytarakahSiLvi FitrissaLam
 
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAINfissilmikaffah1
 
Kelompok 1 bahan tugas mata kuliah ekonomi islam
Kelompok 1 bahan tugas mata kuliah ekonomi islamKelompok 1 bahan tugas mata kuliah ekonomi islam
Kelompok 1 bahan tugas mata kuliah ekonomi islamTri Agustuti
 
bahan tugas Kelompok 11 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 11 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 11 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 11 ushul fiqh ekonomi islamTri Agustuti
 
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)fissilmikaffah1
 

What's hot (20)

05.5 HUKUM JUAL BELI (KONTEMPORER)
05.5 HUKUM JUAL BELI (KONTEMPORER)05.5 HUKUM JUAL BELI (KONTEMPORER)
05.5 HUKUM JUAL BELI (KONTEMPORER)
 
04.1 KONSEP AKAD
04.1 KONSEP AKAD04.1 KONSEP AKAD
04.1 KONSEP AKAD
 
08 HUKUM IJARAH
08 HUKUM IJARAH08 HUKUM IJARAH
08 HUKUM IJARAH
 
Bay jual beli
Bay jual beliBay jual beli
Bay jual beli
 
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
01.4 MURABAHAH BANK SYARIAH
 
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
01.6 HUKUM GADAI SYARIAH
 
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
 
59 obligasi mudharabah-konversi
59 obligasi mudharabah-konversi59 obligasi mudharabah-konversi
59 obligasi mudharabah-konversi
 
01.7 koperasi syariah
01.7 koperasi syariah01.7 koperasi syariah
01.7 koperasi syariah
 
06.1 HUKUM RIBA
06.1 HUKUM RIBA06.1 HUKUM RIBA
06.1 HUKUM RIBA
 
[Topik 6] Mata Wang di Dalam Sorotan Ringkas (Abdullah Zaidi Hassan)
[Topik 6] Mata Wang di Dalam Sorotan Ringkas (Abdullah Zaidi Hassan)[Topik 6] Mata Wang di Dalam Sorotan Ringkas (Abdullah Zaidi Hassan)
[Topik 6] Mata Wang di Dalam Sorotan Ringkas (Abdullah Zaidi Hassan)
 
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
 
50 akad mudharabah-musytarakah
50 akad mudharabah-musytarakah50 akad mudharabah-musytarakah
50 akad mudharabah-musytarakah
 
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
06.3 RINGKASAN HUKUM RIBA, QARD, & DAIN
 
10.1 HUKUM SYIRKAH
10.1 HUKUM SYIRKAH 10.1 HUKUM SYIRKAH
10.1 HUKUM SYIRKAH
 
Kelompok 1 bahan tugas mata kuliah ekonomi islam
Kelompok 1 bahan tugas mata kuliah ekonomi islamKelompok 1 bahan tugas mata kuliah ekonomi islam
Kelompok 1 bahan tugas mata kuliah ekonomi islam
 
bahan tugas Kelompok 11 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 11 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 11 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 11 ushul fiqh ekonomi islam
 
66 fatwa waran
66 fatwa waran66 fatwa waran
66 fatwa waran
 
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
02.3 AQIDAH PENGUSAHA MUSLIM (RIZKI)
 

Viewers also liked

Viewers also liked (18)

Konsep Mudharabah Dalam Industri Takaful
Konsep Mudharabah Dalam Industri TakafulKonsep Mudharabah Dalam Industri Takaful
Konsep Mudharabah Dalam Industri Takaful
 
Mudharabah
MudharabahMudharabah
Mudharabah
 
Topic 5 mudharabah
Topic 5 mudharabahTopic 5 mudharabah
Topic 5 mudharabah
 
Takaful Keluarga
Takaful KeluargaTakaful Keluarga
Takaful Keluarga
 
291816251 tbe c1
291816251 tbe c1291816251 tbe c1
291816251 tbe c1
 
Carta organisasi hem
Carta organisasi hemCarta organisasi hem
Carta organisasi hem
 
Kel.1 mudharabah
Kel.1 mudharabahKel.1 mudharabah
Kel.1 mudharabah
 
Trainer slide takaful keluarga
Trainer slide takaful keluarga Trainer slide takaful keluarga
Trainer slide takaful keluarga
 
akad mudharabah
akad mudharabahakad mudharabah
akad mudharabah
 
power poin syirkah
power poin syirkahpower poin syirkah
power poin syirkah
 
Pengenalan muamalat islam
Pengenalan muamalat islamPengenalan muamalat islam
Pengenalan muamalat islam
 
Materi mudharabah
Materi mudharabahMateri mudharabah
Materi mudharabah
 
Presentasi syirkah & mudharabah
Presentasi syirkah & mudharabahPresentasi syirkah & mudharabah
Presentasi syirkah & mudharabah
 
Mudarabah
MudarabahMudarabah
Mudarabah
 
Mudarabah
MudarabahMudarabah
Mudarabah
 
Murabahah
MurabahahMurabahah
Murabahah
 
MURABAHAH
MURABAHAHMURABAHAH
MURABAHAH
 
MUDHARABAH
MUDHARABAHMUDHARABAH
MUDHARABAH
 

Similar to MENERAPKAN KONSEP MUDHARABAH

Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerjaKes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerjaezz_ally
 
agen jual beli (simsar) dan menimbun (ihtikar)
agen jual beli (simsar) dan menimbun (ihtikar)agen jual beli (simsar) dan menimbun (ihtikar)
agen jual beli (simsar) dan menimbun (ihtikar)nurul agustina
 
Contoh artikel ilmiah dalam versi panjang
Contoh artikel ilmiah dalam versi panjangContoh artikel ilmiah dalam versi panjang
Contoh artikel ilmiah dalam versi panjangGita Fuziyana
 
07 Peran Asuransi dalam Penghimpunan dan Pengembangan Wakaf
07 Peran Asuransi dalam Penghimpunan dan Pengembangan Wakaf07 Peran Asuransi dalam Penghimpunan dan Pengembangan Wakaf
07 Peran Asuransi dalam Penghimpunan dan Pengembangan WakafPristiyanto SS
 
Saudagar
SaudagarSaudagar
Saudagarnafah
 
Saudagar di era salaf dan kholaf
Saudagar di era salaf dan kholafSaudagar di era salaf dan kholaf
Saudagar di era salaf dan kholafPe Ka Es Melbourne
 
Landasan Hukum Pasar Modal Syariah
Landasan Hukum Pasar Modal SyariahLandasan Hukum Pasar Modal Syariah
Landasan Hukum Pasar Modal Syariahucu_mujahidah
 
Penentuan Awal Bulan Qomariyah
Penentuan Awal Bulan QomariyahPenentuan Awal Bulan Qomariyah
Penentuan Awal Bulan QomariyahAnas Wibowo
 
Bayan Konsultan Syariah
Bayan Konsultan SyariahBayan Konsultan Syariah
Bayan Konsultan SyariahLAZNas Chevron
 
Pengantar fiqh muamalat maliah dalam islam
Pengantar fiqh muamalat maliah dalam islamPengantar fiqh muamalat maliah dalam islam
Pengantar fiqh muamalat maliah dalam islamAbdul Ghani
 
Khulafa rasyidin diantara_nas_dan_ijtihad
Khulafa rasyidin diantara_nas_dan_ijtihadKhulafa rasyidin diantara_nas_dan_ijtihad
Khulafa rasyidin diantara_nas_dan_ijtihadRamlee Nooh
 
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamSyirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamFkip Sda7
 
Wakaf Instrumen PENDONGKRAK Ekonomi Umat
Wakaf Instrumen PENDONGKRAK Ekonomi UmatWakaf Instrumen PENDONGKRAK Ekonomi Umat
Wakaf Instrumen PENDONGKRAK Ekonomi UmatMohammad Subhan
 

Similar to MENERAPKAN KONSEP MUDHARABAH (20)

Syariah 2
Syariah 2Syariah 2
Syariah 2
 
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerjaKes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
Kes kajian Jual Beli Di Tamu Kianggeh, Kertas kerja
 
agen jual beli (simsar) dan menimbun (ihtikar)
agen jual beli (simsar) dan menimbun (ihtikar)agen jual beli (simsar) dan menimbun (ihtikar)
agen jual beli (simsar) dan menimbun (ihtikar)
 
Definisi uang muka
Definisi uang mukaDefinisi uang muka
Definisi uang muka
 
Contoh artikel ilmiah dalam versi panjang
Contoh artikel ilmiah dalam versi panjangContoh artikel ilmiah dalam versi panjang
Contoh artikel ilmiah dalam versi panjang
 
07 Peran Asuransi dalam Penghimpunan dan Pengembangan Wakaf
07 Peran Asuransi dalam Penghimpunan dan Pengembangan Wakaf07 Peran Asuransi dalam Penghimpunan dan Pengembangan Wakaf
07 Peran Asuransi dalam Penghimpunan dan Pengembangan Wakaf
 
Saudagar
SaudagarSaudagar
Saudagar
 
Saudagar di era salaf dan kholaf
Saudagar di era salaf dan kholafSaudagar di era salaf dan kholaf
Saudagar di era salaf dan kholaf
 
Landasan Hukum Pasar Modal Syariah
Landasan Hukum Pasar Modal SyariahLandasan Hukum Pasar Modal Syariah
Landasan Hukum Pasar Modal Syariah
 
Ayat tentang harta new
Ayat tentang harta newAyat tentang harta new
Ayat tentang harta new
 
Jual beli
Jual beliJual beli
Jual beli
 
Penentuan Awal Bulan Qomariyah
Penentuan Awal Bulan QomariyahPenentuan Awal Bulan Qomariyah
Penentuan Awal Bulan Qomariyah
 
04 fiqh waqf an nuqud
04 fiqh waqf an nuqud04 fiqh waqf an nuqud
04 fiqh waqf an nuqud
 
Bayan Konsultan Syariah
Bayan Konsultan SyariahBayan Konsultan Syariah
Bayan Konsultan Syariah
 
Pengantar fiqh muamalat maliah dalam islam
Pengantar fiqh muamalat maliah dalam islamPengantar fiqh muamalat maliah dalam islam
Pengantar fiqh muamalat maliah dalam islam
 
Khulafa rasyidin diantara_nas_dan_ijtihad
Khulafa rasyidin diantara_nas_dan_ijtihadKhulafa rasyidin diantara_nas_dan_ijtihad
Khulafa rasyidin diantara_nas_dan_ijtihad
 
#02# riba dan jenis jenisnya
#02# riba dan jenis jenisnya#02# riba dan jenis jenisnya
#02# riba dan jenis jenisnya
 
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamSyirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
 
Hukum akad dan jualbeli
Hukum akad dan jualbeliHukum akad dan jualbeli
Hukum akad dan jualbeli
 
Wakaf Instrumen PENDONGKRAK Ekonomi Umat
Wakaf Instrumen PENDONGKRAK Ekonomi UmatWakaf Instrumen PENDONGKRAK Ekonomi Umat
Wakaf Instrumen PENDONGKRAK Ekonomi Umat
 

Recently uploaded

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 

Recently uploaded (20)

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 

MENERAPKAN KONSEP MUDHARABAH

  • 1. Mengenal Konsep Mudharabah Allah menciptakan manusia makhluk yang berinteraksi sosial dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Ada yang memiliki kelebihan harta namun tidak memiliki waktu dan keahlian dalam mengelola dan mengembangkannya, di sisi lain ada yang memiliki skill kemampuan namun tidak memiliki modal. Dengan berkumpulnya dua jenis orang ini diharapkan dapat saling melengkapi dan mempermudah pengembangan harta dan kemampuan tersebut. Untuk itulah Islam memperbolehkan syarikat dalam usaha diantaranya Al Mudharabah. Pengertian Al Mudharabah Syarikat Mudhaarabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin. Penduduk Irak menggunakan istilah Al Mudharabah untuk mengungkapkan transaksi syarikat ini. Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan berperang, Allah berfirman: ُ ْ ‫أ َس ْ س ْ َمِ أ َ س ْ أ َ ُ أ َ َمِ س ْ أ َ س ْ َمِ هَّ أ َ أ َ ُ أ َ ُ أ َ َمِ ُ أ َ َمِ أ َ َمِ َمِ َمِ أ َ س ْ أ َ ُ أ َ أ َ أ َ هَّ أ َ َمِ س‬ ‫علم أن سيكنون منكم مرض ى نوخآخرنون يضربنون ف ي الرض يبتغنون من فضل الل نوخآخرنون يقتاتلنون ف ي سبيل ا هَّ فتاقرءنوا متا تيسر منه‬ ‫لل‬ ِ‫َم‬ ِ‫أ ََمِ أ َ أ َ س ْ أ َ أ َ ُ ُ َمِ س ْ ُ س ْ أ َ س ْ أ َ أ َ أ َ ُ أ َ أ َ س ْ َمِ ُ أ َ َم‬ “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.” (Qs. Al Muzammil: 20) Ada juga yang mengatakan diambil dari kata: dharb (mengambil) keuntungan dengan saham yang dimiliki. Dalam istilah bahasa Hijaaz disebut juga sebagai qiraadh, karena diambil dari katamuqaaradhah yang arinya penyamaan dan penyeimbangan. Seperti yang dikatakan ِ‫أ َ أ َ أ َ أ َ أ َ َمِ أ َ َم‬ ‫تقتارض الشتاعران‬ “Dua orang penyair melakukan muqaaradhah,” yakni saling membandingkan syair-syair mereka. Disini perbandingan antara usaha pengelola modal dan modal yang dimiliki pihak pemodal, sehingga keduanya seimbang. Ada juga yang menyatakan bahwa kata itu diambil dari qardh yakni memotong. Tikus itu melakukan qardh terhadap kain, yakni menggigitnya hingga putus. Dalam kasus ini, pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diserahkan kepada pengelola modal, dan dia juga akan memotong keuntungan usahanya. [1] Sedangkan dalam istilah para ulama Syarikat Mudhaarabah memiliki pengertian: Pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan.[2] Dengan kata lain Al Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.3 Sehingga Al Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (Shahib Al Mal/Investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (Mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.[4] Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi 100% modal dari Shahib Al Mal dan keahlian dari Mudharib. Hukum Al Mudharabah Dalam Islam Para ulama sepakat bahwa sistem penanaman modal ini dibolehkan. Dasar hukum dari sistem jual beli ini adalah ijma’ ulama yang membolehkannya. Seperti dinukilkan Ibnul Mundzir[5], Ibnu Hazm[6] Ibnu Taimiyah[7] dan lainnya.
  • 2. Ibnu Hazm menyatakan: “Semua bab dalam fiqih selalu memiliki dasar dalam Al Qur’an dan Sunnah yang kita ketahui -Alhamdulillah- kecuali Al Qiraadh (Al Mudharabah (pen). Kami tidak mendapati satu dasarpun untuknya dalam Al Qur’an dan Sunnah. Namun dasarnya adalah ijma’ yang benar. Yang dapat kami pastikan bahwa hal ini ada dizamanshallallahu’alaihi wa sallam, beliau ketahui dan setujui dan seandainya tidak demikian maka tidak boleh.”[8] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengomentari pernyataan Ibnu Hazm di atas dengan menyatakan: “Ada kritikan atas pernyataan beliau ini: 1. Bukan termasuk madzhab beliau membenarkan ijma’ tanpa diketahui sandarannya dari Al Qur’an dan Sunnah dan ia sendiri mengakui bahwa ia tidak mendapatkan dasar dalil Mudharabah dalam Al Qur’an dan Sunah. 2. Beliau tidak memandang bahwa tidak adanya yang menyelisihi adalah ijma’, padahal ia tidak memiliki disini kecuali ketidak tahuan adanya yang menyelisihinya. 3. Beliau mengakui persetujuan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam setelah mengetahui sistem muamalah ini. Taqrier (persetujuan) Nabi shallallahu’alaihi wa sallam termasuk satu jenis sunnah, sehingga (pengakuan beliau) tidak adanya dasar dari sunnah menentang pernyataan beliau tentang taqrir ini. 4. Jual beli (perdagangan) dengan keridhaan kedua belah fihak yang ada dalam Al Qur’an meliputi juga Al Qiradh dan Mudharabah 5. Madzhab beliau menyatakan harus ada nash dalam Al Qur’an dan Sunnah atas setiap permasalahan, lalu bagaimana disini meniadakan dasar dalil Al Qiradh dalam Al Qur’an dan Sunnah 6. Tidak ditemukannya dalil tidak menunjukkan ketidak adaannya 7. Atsar yang ada dalam hal ini dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak sampai pada derajat pasti (Qath’i) dengan semua kandungannya, padahal penulis (Ibnu Hazm) memastikan persetujuan Nabi dalam permasalahan ini.[9] Demikian juga Syaikh Al Albani mengkritik pernyataan Ibnu Hazm diatas dengan menyatakan: “Ada beberapa bantahan (atas pernyataan beliau), yang terpenting bahwa asal dalam Muamalah adalah boleh kecuali ada nas (yang melarang) beda dengan ibadah, pada asalnya dalam ibadah dilarang kecuali ada nas, sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Al Qiradh dan Mudharabah jelas termasuk yang pertama. Juga ada nash dalam Al Qur’an yang membolehkan perdagangan dengan keridhoan dan ini jelas mencakup Al Qiraadh. Ini semua cukup sebagai dalil kebolehannya dan dikuatkan dengan ijma’ yang beliau akui sendiri.”[10] Dalam kesempatan lain Ibnu Taimiyah menyatakan: “Sebagian orang menjelaskan beberapa permasalahan yang ada ijma’ padanya namun tidak memiliki dasar nas, seperti Al Mudharabah, hal itu tidak demikian. Mudharabah sudah masyhur dikalangan bangsa Arab dijahiliyah apalagi pada bangsa Quraisy, karena umumnya perniagaan jadi pekerjaan mereka. Pemilik harta menyerahkan hartanya kepada pengelola (‘umaal). Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam sendiri pernah berangkat membawa harta orang lain sebelum kenabian sebagaimana telah berangkat dalam perniagaan harta Khadijah. Juga kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan kebanyakannya dengan sistemmudharabah dengan Abu Sufyan dan selainnya. Ketika datang islam Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam menyetujuinya dan para sahabatpun berangkat dalam perniagaan harta orang lain secara Mudharabah dan beliau shallallahu’alaihi wa sallamtidak melarangnya. Sunnah disini adalah perkataan, pebuatan dan persetujuan beliau, ketiak beliau setujui maka mudharabah dibenarkan dengan sunnah. [11] Juga hukum ini dikuatkan dengan adanya amalan sebagian sahabat Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam diantaranya yang diriwayatkan dalam Al-Muwattha’ [12] dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya bahwa ia menceritakan: Abdullah dan Ubaidillah bin Umar bin Al-Khattab pernah keluar dalam satu pasukan ke negeri Iraaq. Ketika mereka kembali, mereka
  • 3. lewat di hadapan Abu Musa Al-Asy’ari, yakni gubernur Bashrah. Beliau menyambut mereka berdua dan menerima mereka sebagai tamu dengan suka cita. Beliau berkata: “Kalau aku bisa melakukan sesuatu yang berguna buat kalian, pasti akan kulakukan.” Kemudian beliau berkata: “Sepertinya aku bisa melakukannya. Ini ada uang dari Allah yang akan kukirimkan kepada Amirul Mukminin. Beliau meminjamkannya kepada kalian untuk kalian belikan sesuau di Iraaq ini, kemudian kalian jugal di kota Al-Madinah. Kalian kembalikan modalnya kepada Amirul Mukminin, dan keuntungannya kalian ambil.” Mereka berkata: “Kami suka itu.” Maka beliau menyerahkan uang itu kepada mereka dan menulis surat untuk disampaikan kepada Umar bin Al-Khattab agar Amirul Mukminin itu mengambil dari mereka uang yang dia titipkan. Sesampainya di kota Al- Madinah, mereka menjual barang itu dan mendapatkan keuntungan. Ketika mereka membayarkan uang itu kepada Umar. Umar lantas bertanya: “Apakah setiap anggota pasukan diberi pinjaman oleh Abu Musa seperti yang diberikan kepada kalian berdua?” Mereka menjawab: “Tidak.” Beliau berkata: “Apakah karena kalian adalah anak-anak Amirul Mukminin sehingga ia memberi kalian pinjaman?” Kembalikan uang itu beserta keuntungannya.” Adapun Abdullah, hanya membungkam saja. Sementara Ubaidillah langsung angkat bicara: “Tidak sepantasnya engkau berbuat demikian wahai Amirul Mukminin! Kalau uang ini berkurang atau habis, pasti kami akan bertanggungjawab.” Umar tetap berkata: “Berikan uang itu semaunya.” Abdullah tetap diam, sementara Ubaidillah tetap membantah. Tiba-tiba salah seorang di antara penggawa Umar berkata: “Bagaimana bila engkau menjadikannya sebagai investasi modal wahai Umar?” Umar menjawab: “Ya. Aku jadikan itu sebagai investasi modal.” Umar segera mengambil modal beserta setengah keuntungannya, sementara Abdullah dan Ubaidillah mengambil setengah keuntungan sisanya.[13] Kaum muslimin sudah terbiasa melakukan akad kerja sama semacam itu hingga jaman kiwari ini di berbagai masa dan tempat tanpa ada ulama yang menyalahkannya. Ini merupakan konsensus yang diyakini umat, karena cara ini sudah digunakan bangsa Quraisy secara turun temurun dari jaman jahiliyah hingga zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, kemudian beliau mengetahui, melakukan dan tidak mengingkarinya. Tentulah sangat bijak, bila pengembangan modal dan peningkatan nilainya merupakan salah satu tujuan yang disyariatkan. Sementara modal itu hanya bisa dikembangkan dengan dikelola dan diperniagakan. Sementara tidak setiap orang yang mempunyai harta mampu berniaga, juga tidak setiap yang berkeahlian dagang mempunyai modal. Maka masing-masing kelebihan itu dibutuhkan oleh pihak lain. Oleh sebab itu Mudharabah ini disyariatkan oleh Allah demi kepentingan kedua belah pihak. Hikmah Disyariatkannya Al Mudharabah Islam mensyariatkan akad kerja sama Mudharabah untuk memudahkan orang, karena sebagian mereka memiliki harta namun tidak mampu mengelolanya dan disana ada juga orang yang tidak memiliki harta namun memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengembangkannya. Maka Syariat membolehkan kerja sama ini agar mereka bisa saling mengambil manfaat diantara mereka. Shohib Al Mal (investor) memanfaatkan keahlianMudhorib (pengelola) dan Mudhorib (pengelola) memanfaatkan harta dan dengan demikian terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah Ta’ala tidak mensyariatkan satu akad kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan.[14] Jenis Al Mudharabah Para ulama membagi Al Mudharabah menjadi dua jenis: 1. Al Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (investor/Shohib Al Mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada Mudhorib(pengelola modal) melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan. 2. Al Mudharabah Al Muqayyadah (Mudharabah terbatas). Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan bertransaksi
  • 4. dengan Mudharib.[15] Jenis kedua ini diperselisihkan para ulama keabsahan syaratnya, namun yang rajih bahwa pembatasan tersebut berguna dan tidak sama sekali menyelisihi dalil syar’i, itu hanya sekedar ijtihad dan dilakukan dengan kesepakatan dan keridhoan kedua belah pihak sehingga wajib ditunaikan.[16] Perbedaan antara keduanya terletak pada pembatasan penggunaan modal sesuai permintaan investor. Rukun Al Mudharabah Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun: 1. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib). 2. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan. 3. Pelafalan perjanjian. Sedangkan imam Al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelasakan bahwa rukunMudharabah ada lima, yaitu Modal, jenis usaha, keuntungan, pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi.17 Ini semua ditinjau dari perinciannya dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun di atas. Rukun pertama: adanya dua atau lebih pelaku. Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Disyaratkan pada rukun pertama ini keduanya memiliki kompetensi beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka berdua baligh, berakal, Rasyid dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya[18]. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus muslim atau pengelola harus muslim, sebab seorang muslim tidak ditakutkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram.[19] Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat dipercaya dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga terlepas dari praktek riba dan haram.[20] Rukun kedua: objek Transaksi. Objek transaksi dalam Mudharabah mencakup modal, jenis usaha dan keuntungan. a. Modal Dalam sistem Mudharabah ada empat syarat modal yang harus dipenuhi: 1. Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al Naqd) dasarnya adalah ijma’[21] atau barang yang ditetapkan nilainya ketika akad menurut pendapat yang rojih. [22] 2. Modal yang diserahkan harus jelas diketahui.[23] 3. Modal yang diserahkan harus tertentu. 4. Modal diserahkan kepada pihak pengelola modal dan pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas dengannya.[24] Jadi dalam Mudharabah disyaratkan modal yang diserahkan harus diketahui dan penyerahan jumlah modal kepada Mudharib (pengelola modal) harus berupa alat tukar seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum. Tidak diperbolehkan berupa barang kecuali bila ditentukan nilai barang tersebut dengan nilai mata uang ketika akad transaksi, sehingga nilai barang tersebut yang menjadi modal Mudharabah. Contohnya seorang memiliki sebuah mobil toyota kijang lalu diserahkan kepada Mudharib(pengelola modal), maka ketika akad kerja sama tersebut disepakati wajib ditentukan harga mobil tersebut dengan mata uang, misalnya Rp 80 juta; maka modal Mudharabah tersebut adalah Rp 80 juta.
  • 5. Kejelasan jumlah modal ini menjadi syarat karena menentukan pembagian keuntungan. Apabila modal tersebut berupa barang dan tidak diketahui nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut berubah harga dan nilainya seiring berjalannya waktu, sehingga memiliki konsekuensi ketidakjelasan dalam pembagian keuntungan. b. Jenis Usaha Jenis usaha di sini disyaratkan beberapa syarat: 1. Jenis usaha tersebut di bidang perniagaan 2. Tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar sekali didapatkan, contohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara yang sangat jarang sekali adanya. [25] Asal dari usaha dalam Mudharabah adalah di bidang perniagaan dan bidang yang terkait dengannya yang tidak dilarang syariat. Pengelola modal dilarang mengadakan transaksi perdagangan barang-barang haram seperti daging babi, minuman keras dan sebagainya.[26] Pembatasan Waktu Penanaman Modal Diperbolehkan membatasi waktu usaha dengan penanaman modal menurut pendapat madzhab Hambaliyyah.[27] Dengan dasar dikiyaskan (dianalogikan) dengan sistem sponsorship pada satu sisi, dan dengan berbagai kriteria lain yang dibolehkan, pada sisi yang lainnya.[28] c. Keuntungan Setiap usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, demikian juga Mudharabah. Namun dalam Mudharabah disyaratkan pada keuntungan tersebut empat syarat: 1. Keuntungan khusus untuk kedua pihak yang bekerja sama yaitu pemilik modal (investor) dan pengelola modal. Seandainya disyaratkan sebagian keuntungan untuk pihak ketiga, misalnya dengan menyatakan: ‘Mudharabah dengan pembagian 1/3 keuntungan untukmu, 1/3 untukku dan 1/3 lagi untuk istriku atau orang lain, maka tidak sah kecuali disyaratkan pihak ketiga ikut mengelola modal tersebut, sehingga menjadi qiraadh bersama dua orang.[29] Seandainya dikatakan: ’separuh keuntungan untukku dan separuhnya untukmu, namun separuh dari bagianku untuk istriku’, maka ini sah karena ini akad janji hadiyah kepada istri.[30] 2. Pembagian keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk satu pihak saja. Seandainya dikatakan: ‘Saya bekerja sama Mudharabah denganmu dengan keuntungan sepenuhnya untukmu’ maka ini dalam madzhab Syafi’i tidak sah.[31] 3. Keuntungan harus diketahui secara jelas. 4. Dalam transaksi tersebut ditegaskan prosentase tertentu bagi pemilik modal (investor) dan pengelola. Sehingga keuntungannya dibagi dengan persentase bersifat merata seperti setengah, sepertiga atau seperempat.[32] Apa bila ditentuan nilainya, contohnya dikatakan kita bekerja sama Mudharabah dengan pembagian keuntungan untukmu satu juta dan sisanya untukku’ maka akadnya tidak sah. Demikian juga bila tidak jelas persentase-nya seperti sebagian untukmu dan sebagian lainnya untukku. Dalam pembagian keuntungan perlu sekali melihat hal-hal berikut:
  • 6. 1. Keuntungan berdasarkan kesepakatan dua belah pihak, namun kerugian hanya ditanggung pemilik modal.[33] Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir menyatakan: “Keuntungan sesuai dengan kesepakatan berdua.” Lalu dijelaskan dengan pernyataan: “Maksudnya dalam seluruh jenis syarikat dan hal itu tidak ada perselisihannya dalam Al Mudharabah murni.” Ibnul Mundzir menyatakan: “Para ulama bersepakat bahwa pengelola berhak memberikan syarat atas pemilik modal 1/3 keuntungan atau ½ atau sesuai kesepakatan berdua setelah hal itu diketahui dengan jelas dalam bentuk persentase.” [34] 2. Pengelola modal hendaknya menentukan bagiannya dari keuntungan. Apabila keduanya tidak menentukan hal tersebut maka pengelola mendapatkan gaji yang umum dan seluruh keuntungan milik pemilik modal (investor).[35] Ibnu Qudamah menyatakan: “Diantara syarat sah Mudharabah adalah penentuan bagian (bagian) pengelola modal karena ia berhak mendapatkan keuntungan dengan syarat sehingga tidak ditetapkan kecuali dengannya. Seandainya dikatakan: Ambil harta ini secara mudharabah dan tidak disebutkan (ketika akad) bagian pengelola sedikitpun dari keuntungan, maka keuntungan seluruhnya untuk pemilik modal dan kerugian ditanggung pemilik modal sedangkan pengelola modal mendapat gaji umumnya. Inilah pendapat Al Tsauri, Al Syafi’i, Ishaaq, Abu Tsaur dan Ashhab Al Ra’i (Hanafiyah).” [36] Beliaupun merajihkan pendapat ini. 3. Pengelola modal tidak berhak menerima keuntungan sebelum menyerahkan kembali modal secara sempurna. Berarti tidak seorangpun berhak mengambil bagian keuntungan sampai modal doserahkan kepada pemilik modal, apabila ada kerugian dan keuntungan maka kerugian ditutupi dari keuntungan tersebut, baik baik kerugian dan keuntungannya dalam satu kali atau kerugian dalam satu perniagaan dan keuntungan dari perniagaan yang lainnya atau yang satu dalam satu perjalanan niaga dan yang lainnya dalam perjalanan lain. Karena mkna keuntungan adalah kelebihan dari modal dan yang tidak ada kelebihannya maka bukan keuntungan. Kami tidak tahu ada perselisihan dalam hal ini.[37] 4. Keuntungan tidak dibagikan selama akad masih berjalan kecuali apabila kedua pihak saling ridha dan sepakat. [38] Ibnu Qudamah menyatakan: “Keuntungan jika tampak dalam mudharabah, maka pengelola tidak boleh mengambil sedikitpun darinya tanpa izin pemilik modal. Kami tidak mengetahui dalam hal ini ada perbedaan diantara para ulama. Tidak dapat melakukannya karena tiga hal: 1. Keuntungan adalah cadangan modal, karena tidak bisa dipastikan tidak ada kerugian yang dapat ditutupi dengan keuntungan tersebut.sehingga berakhir hal itu tidak menjadi keuntungan 2. Pemilik modal adalah mitrra usaha pengelola sehingga ia tidak memiliki hak membagi keuntungan tersebut untuk dirinya. 3. Kepemilikannya tas hal itu tidak tetap, karena mungkin sekali keluar dari tangannya untuk menutupi kerugian. Namun apabila pemilik modal mengizinkan untuk mengambil sebagiannya, maka diperbolehkan; karena hak tersebut milik mereka berdua.”[39] Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut. Sesungguhnya hak kepemilikan masing-masing pihak terhadap keuntungan yang dibagikan adalah hak yang labil dan tidak akan bersikap permanen sebelum diberakhirkannya perjanjian dan disaring seluruh bentuk usaha bersama yang
  • 7. ada. Adapun sebelum itu, keuntungan yang dibagikan itupun masih bersifat cadangan modal yang digunakan menutupi kerugian yang bisa saja terjadi kemudian sebelum dilakukan perhitungan akhir. Perhitungan akhir yang mempermanenkan hak kepemilikan keuntungan, aplikasinya bisa dua macam: Pertama: perhitungan akhir terhadap usaha. Yakni dengan cara itu pemilik modal bisa menarik kembali modalnya dan menyelesaikan ikatan kerjasama antara kedua belah pihak. Kedua: Finish cleansing terhadap kalkulasi keuntungan. Yakni dengan cara penguangan aset dan menghadirkannya lalu menetapkan nilainya secara kalkulatif, di mana apabila pemilik modal mau dia bisa mengambilnya. Tetapi kalau ia ingin diputar kembali, berarti harus dilakukan perjanjian usaha baru, bukan meneruskan usaha yang lalu.[40] Rukun ketiga: Pelafalan Perjanjian (Shighoh Transaksi). Shighah adalah ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighah ini terdiri dari ijab qabul. TransaksiMudharabah atau Syarikat dianggap sah dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya.[41] Syarat Dalam Mudharabah [42] Pengertian syarat dalam Al Mudharabah adalah syarat-syarat yang ditetapkan salah satu pihak yang mengadakan kerjasama berkaitan dengan Mudharabah. Syarat dalam Al Mudharabah ini ada dua: 1. Syarat yang shahih (dibenarkan) yaitu syarat yang tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak pula maksudnya serta memiliki maslahat untuk akad tersebut. Contohnya Pemilik modal mensyaratkan kepada pengelola tidak membawa pergi harta tersebut keluar negeri atau membawanya keluar negeri atau melakukan perniagaannya khusus dinegeri tertentu atau jenis tertentu yang gampang didapatkan. Maka syarat-syarat ini dibenarkan menurut kesepakatan para ulama dan wajib dipenuhi, karena ada kemaslahatannya dan tidak menyelisihi tuntutan dan maksud akad perjanjian mudharabah. 2. Syarat yang fasad (tidak benar). Syarat ini terbagi tiga: • Syarat yang meniadakan tuntutan konsekuensi akad, seperti mensyaratkan tidak membeli sesuatu atau tidak menjual sesuatu atau tidak menjual kecuali dengan harga modal atau dibawah modalnya. Syarat ini disepakati ketidak benarannya, karena menyelisihi tuntutan dan maksud akad kerja sama yaitu mencari keuntungan. • Syarat yang bukan dari kemaslahatan dan tuntutan akah, seperti mensyaratkan kepada pengelola untuk memberikan Mudharabah kepadanya dari harta yang lainnya. • Syarat yang berakibat tidak jelasnya keuntungan seperti mensyaratkan kepada pengelola bagian keuntungan yang tidak jelas atau mensyaratkan keuntungan satu dari dua usaha yang dikelola, keuntungan usaha ini untuk pemilik modal dan yang satunya untuk pengelola atau menentukan nilai satuan uang tertentu sebagai keuntungan. Syarat ini disepakati kerusakannya karena mengakibatkan keuntungan yang tidak jelas dari salah satu pihak atau malah tidak dapat keuntungan sama sekali. Sehingga akadnya batal. Berakhirnya Usaha Mudharabah Mudharabah termasuk akad kerjasama yang diperbolehkan. Usaha ini berakhir dengan pembatalan dari salah satu pihak. Karena tidak ada syarat keberlangsungan terus menerus dalam transaksi usaha semacam ini. Masing-masing pihak bisa
  • 8. membatalkan transaksi kapan saja dia menghendaki. Transaksi Mudharabah ini juga bisa berakhir dengan meninggalnya salah satu pihak transaktor, atau karena ia gila atau idiot. Imam Ibnu Qudamah (wafat tahun 620 H) menyatakan: “Al Mudharabah termasuk jenis akad yang diperbolehkan. Ia berakhir dengan pembatalan salah seorang dari kedua belah pihak -siapa saja-, dengan kematian, gila atau dibatasi karena idiot; hal itu karena ia beraktivitas pada harta orang lain dengan sezinnya, maka ia seperti wakieldan tidak ada bedanya antara sebelum beraktivitas dan sesudahnya.[43] Sedangkan Imam Al Nawawi menyatakan: Penghentian qiraadh boleh, karena ia diawalnya adalah perwakilan dan setelah itu menjadi syarikat. Apabila terdapat keuntungan maka setiap dari kedua belah pihak boleh memberhentikannya kapan suka dan tidak butuh kehadiran dan keridoan mitranya. Apabila meninggal atau gila atau hilang akal maka berakhir usaha terbut.” [44] Imam Syafi’i menyatakan: “Kapan pemilik modal ingin mengambil modalnya sebelum diusahakan dan sesudahnya dan kapan pengelola ingin keluar dari qiraadh maka ia keluar darinya.” [45] Apabila telah dihentikan dan harta (modal) utuh, namun tidak memiliki keuntungan maka harta tersebut diambil pemilik modal. Apabila terdapat keuntungan maka keduanya membagi keuntungan tersebut sesuai dengan kesepakatan. Apabila berhenti dan harta berbentuk barang, lalu keduanya sepakat menjualnya atau membaginya maka diperbolehkan, karena hak milik kedua belah pihak. Apabila pengelola minta menjualnya sedang pemilik modal menolak dan tampak dalam usaha tersebut ada keuntungan, maka penilik modal dipaksa menjualnya; karena hak pengelola ada pada keuntungan dan tidak tampak decuali dengan dijual. Namun bila tidak tampak keuntungannya maka pemilik modal tidak dipaksa.[46] Tampak sekali dari sini keadilan syariat islam yang sangat memperhatikan keadaan dua belah pihak yang bertransaksi mudharabah. Sehingga seharusnya kembali memotivasi diri kita untuk belajar dan mengetahu tata aturan syariat dalam muamalah sehari-hari. Demikianlah sebagian pembahasn tentang Mudharabah semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua… Footnotes: 1. Lihat Al Mughni karya Ibnu Qudamah, tahqiq Abdullah bin Abdulmuhsin Al Turki, cetakan kedua tahun 1412H, penerbit Hajr. (7/133), Al Syarh Al Mumti”Ala Zaad Al Mustaqni’ karya Ibnu Utsaimin tahqiq Abu Bilal Jamaal Abdul ‘Aal, cetakan pertama tahun 1423 H, penerbit Dar Ibnu Al Haitsam, Kairo, Mesir (4/266), Al Fiqhu Al Muyassar -bag. Fiqih Muamalah- karya Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Prop. DR. Abdullah bin Muhammad Al Muthliq dan DR. Muhammad bin Ibrohim Alimusaa. Cetakan pertama tahun 1425H Hal. 185, Al Bunuk Al Islamiyah Baina An Nadzoriyat Wa Tathbiq, karya Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, cetakan kedua tahun 1414 H, Muassasah Al Jurais, Riyaadh, KSA hal 122 2. Al Mughni op.cit 7/133 3. Al Bunuk Al Islamiyah Baina An Nadzoriyat Wa Tathbiq, op.cit hal 122 4. Al Fiqhu Al Muyassar op.cit. hal 185. Hal inipun diakui PKES (pusat Komunikasi Ekonomi Syari’at) indonesia dalam buku saku perbankan Syari’at hal 37. 5. Al Mugnhi op.cit 7/133 6. Maratib Al Ijma’ karya Ibnu Hazm, tanpa tahun dan cetakan, penerbit Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Bairut. hal 91.
  • 9. 7. Majmu’ Fatawa 29/101 8. Maratib Al Ijma’ op.cit hal 91-92. 9. Naqdh Maratib Al Ijma’ karya Syeikh Islam yang dicetak sebagai foot note kitab Maratib Al Ijma hal 91-92. 10. Irwa’ Al Gholil Fi Takhrij Ahaadits Manar Al Sabil karya Syeikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, cetakan kedua tahun 1405 H. Al maktab Islami, Baerut. 5/294 11. Majmu’ Fatawa 19/195-196 12. Dalam kitab al-Qiraadh bab 1 halaman 687 dan dibawakan juga oelh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ fatawa 19/196 13. Dinilai Shohih Oleh Syeikh Al Albani dalam Irwa Al Gholil 5/290-291 14. Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123. 15. Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal 186. 16. Demikianlah yang dirojihkan penulis kitab Al Fiqh Al Muyassar hal 187. 17. Lihat Takmilah AL Majmu’ Syarhu Al Muhadzab imam nawawi oleh Muhammad Najieb Al Muthi’i yang digabung dengan kitab Majmu’ Syatrhul Muhadzab 15/148 18. Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal169. 19. Lihat Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123. 20. Lihat kitab Maa La Yasa’u Al Taajir Jahlulu, karya prof. DR Abdullah Al Mushlih dan prof. DR. Shalah Al Showi yang diterjemahkan dalam edisi bahasa Indonesia oleh Abu Umar Basyir dengan judul Fiqh Ekonimi Keuangan Islam, penerbit Darul Haq, Jakarta hal. 173. 21. Lihat Maratib Al Ijma’ hal 92 dan Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/143 22. Pendapat inilah yang dirojihkan syeikh Ibnu Utsaimin dalam Al Syarhu Al Mumti’. Op.cit. 4/258Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal. 123 dan Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/144 23. Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/145 24. ibid 15/146-147 25. lihat Fiqih Ekonomi Keuangan Islam op.cit hal 176 26. Al Mughni op.cit 7/177 27. fikih Ekonomi Keuangan Islam op.cit. 177 28. lihat juga Al Mughni op.cit 7/144 29. Takmilah Al Majmu’ op.cit 15/160
  • 10. 30. ibid 15/159 31. lihat Maratib Al Ijma’ op.cit hal 92, Al Syarhu Al Mumti’ op.cit 4/259 dan takmilah Al Majmu’ op.cit 15/159-160 32. untuk masalah kerugian dalam Mudharabah silahkan lihat makalah Ustadz Abu Ihsan dalam mabhas ini. 33. Al Mughni op.cit 7/138 34. Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123. 35. Al Mughni op.cit 7/140. 36. Ibid 7/165. 37. Al Bunuk Al Islamiyah op.cit 123. 38. Al Mughni op.cit 7/172 39. Fiqih Ekonomi Keuangan Islam op.cit hal 181-182. 40. Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal 169. 41. Diambil dari catatan penulis dari pelajaran fiqih dari Syeikh prof. DR. Hamd Al Hamaad ditahun keempat pada kuliah hadits di Universitas Islam Madinah tahun 1419H dan kitab Al Mughni op.cit 7/175-177 42. Al Mughni op.cit 7/172 43. Majmu’ Syarhu Almuhadzab op.cit 15/176. 44. Ibid 15/191. 45. Al Mughni op.cit 7/172 *** Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.