SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Download to read offline
1
Penentuan Awal Bulan Qomariah
Ringkasan
1. Penentuan awal bulan qomariyah tidaklah dilakukan kecuali dengan rukyatul hilal, baik dengan mata
telanjang maupun dengan bantuan alat, bukan dengan hisab; 2. Rukyatul hilal yang dimaksud adalah
rukyatul hilal yang berlaku global (berlaku untuk seluruh kaum muslimin), bukan rukyatul hilal yang
berlaku secara lokal atau regional atas dasar konsep mathla’; 3. Khusus untuk penentuan awal bulan
Dzulhijjah, rukyatul hilal yang menjadi patokan adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan rukyatul
hilal secara mutlak. Kecuali jika penguasa Makkah tidak berhasil merukyat hilal, barulah rukyat dari
negeri yang lain dapat dijadikan patokan; 4. Persoalan-persoalan teknis yang terkait dengan rukyatul
hilal, misalnya masalah irtifa’, hendaknya dapat diselesaikan dengan musyawarah para pakar dengan
mengambil pendapat yang paling benar (shawab); 5. Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa jika
rukyat bertentangan dengan hisab maka yang diambil adalah hisab. Yang benar, yang diterima tetap
adalah rukyat, selama kesaksiannya memenuhi syarat-syarat kesaksian (muslim, dan adil/tidak fasiq); 6.
Diperlukan sebuah institusi politik yang dapat mempersatukan umat Islam, yaitu Khilafah, yang
keputusan Khalifahnya akan dapat menghilangkan perbedaan pendapat, sesuai dengan kaidah fikih
“amrul Imam yarfa’ul khilaf.” (perintah Imam/Khalifah menghilangkan perbedaan pendapat).
Pengantar
Di tengah umat Islam sering terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan qomariah. Pada gilirannya
ini mengakibatkan perbedaan umat dalam mengawali puasa Ramadhan, beridul Fitri, dan beridul Adha.
Perbedaan tersebut dapat terjadi dalam lingkup lokal, nasional, maupun internasional, dan selisihnya
kadang tidak hanya satu hari, tapi bahkan dapat sampai tiga-empat hari.
Kondisi ini tentu amat memprihatinkan. Sebab puasa Ramadhan dan Idul Fitri/ Idul Adha sesungguhnya
bukan sekedar fenomena ibadah ritual, melainkan juga fenomena syiar persatuan umat. Umat Islam yang
sesungguhnya umat yang satu (ummatan wahidah) –termasuk dalam hal mengawali puasa dan berhari
raya– akhirnya nampak tercerai berai, terpecah belah, dan tidak kompak.
Rukyatul Hilal Global
Penentuan awal bulan qomariyah (kalender hijriyah) hanya dilakukan dengan rukyatul hilal dari suatu
tempat di muka bumi, baik itu dilakukan dengan mata telanjang (bil ‘ain al-bashariyah) maupun dengan
alat pembesar dan pendekat, semisal teropong atau teleskop. Dengan perkataan lain, penentuan awal
bulan qomariyah tidak dapat didasarkan pada hisab (al-hisab al-falaki).
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda:
‫لرؤيته‬ ‫ا‬‫و‬‫أفطر‬‫و‬ ‫لرؤيته‬ ‫ا‬‫و‬‫صوم‬
“Berpuasalah kamu karena melihat dia [hilal] dan berbukalah kamu karena melihat dia [hilal].” (HR
Bukhari no.1776; Muslim no.1809; At-Tirmidzi no.624; An-Nasa`i no.2087).
2
Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda:
‫له‬ ‫ا‬‫و‬‫فاقدر‬ ‫عليكم‬ َّ‫م‬ُ‫غ‬ ‫فإن‬ ،‫ا‬‫و‬‫فأفطر‬ ‫أيتموه‬‫ر‬ ‫وإذا‬ ،‫ا‬‫و‬‫فصوم‬ ‫أيتموه‬‫ر‬ ‫إذا‬
“Jika kamu melihat dia (hilal) maka berpuasalah kamu, dan jika kamu melihat dia (hilal) maka
berbukalah, jika pandangan kamu terhalang mendung maka perkirakanlah.” (HR Bukhari no 1767;
Muslim no 1799; An-Nasa`i no 2094; Ahmad no 7526).
Hadits-hadits di atas mempunyai pengertian yang jelas (sharihah ad-dalalah), bahwa sebab syar’i untuk
puasa Ramadhan dan Idul Fitri tiada lain adalah rukyatul hilal. (Muhammad Husain Abdullah, “Ru’yath
Muslim Al-Hilal Sabab li Ash-Shaum wa Sabab li Al-Ifthar”, Mafahim Islamiyah, (Beirut: Darul
Bayariq), 1996, Juz II, hal. 157)
Dan rukyatul hilal yang dimaksud, bukanlah rukyat lokal yang berlaku untuk satu mathla’ (ulama
mazhab Syafi’i), melainkan rukyat yang berlaku secara global, dalam arti rukyatul hilal di salah satu
negeri muslim berlaku untuk kaum muslimin di negeri-negeri lain di seluruh dunia (ulama mazhab
jumhur, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali). (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr), 1996, Juz II hal. 605)
Pandangan ini sejalan dengan pen-tarjih-an Imam Syaukani dalam persoalan ikhtilaful mathali’
(perbedaan mathla’), di mana Imam Syaukani menguatkan pendapat jumhur dengan berkata:
‫من‬ ‫لكل‬ ‫خطاب‬ ‫هو‬ ‫بل‬ ،‫اد‬‫ر‬‫االنف‬ ‫جهة‬ ‫على‬ ‫ناحية‬ ‫بأهل‬ ‫خيتص‬ ‫ال‬ ،‫عمر‬ ‫ابن‬ ‫حديث‬ ‫يف‬ ‫ارد‬‫و‬‫ال‬ ‫األمر‬‫و‬
،‫املسلمني‬ ‫من‬ ‫له‬ ‫يصلح‬‫من‬ ‫أظهر‬ ،‫البالد‬ ‫أهل‬ ‫من‬ ‫لغريهم‬ ‫بلد‬ ‫أهل‬ ‫رؤية‬ ‫لزوم‬ ‫على‬ ‫به‬ ‫فاالستدالل‬
،‫بلد‬ ‫أهل‬ ‫رآه‬ ‫إذا‬ ‫ألنه‬ ‫اللزوم؛‬ ‫عدم‬ ‫على‬ ‫به‬ ‫االستدالل‬‫رآه‬ ‫فقد‬.‫لزمهم‬ ‫ما‬ ‫غريهم‬ ‫فيلزم‬ ،‫املسلمون‬
“Perintah yang terdapat dalam hadits Ibnu Umar [idza ra`iytumuuhu…] tidaklah dikhususkan untuk
penduduk satu daerah secara terpisah, melainkan merupakan khithab (perintah/seruan) bagi siapa saja
yang layak menerima khithab itu dari kaum muslimin. Maka ber-istidlal dengan hadits ini untuk
mengharuskan pemberlakuan rukyat kepada penduduk negeri yang lain, adalah lebih kuat daripada
ber-istidlal dengan hadits ini untuk tidak mengharuskannya. Sebabnya adalah jika penduduk suatu
negeri telah melihat hilal, berarti kaum muslimin telah melihatnya, maka berlakulah rukyat bagi kaum
muslimin apa yang berlaku bagi penduduk suatu negeri itu.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, 4/195,
dikutip oleh Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr), 1996, Juz
II hal. 609)
Setelah mengutip tarjih Imam Syaukani di atas, Wahbah Az-Zuhaili pun menguatkan pemberlakuan
rukyat global (pendapat jumhur) sebagai berikut:
3
‫بني‬ ‫للعبادة‬ ً‫ا‬‫توحيد‬ ‫لدي‬ ‫اجح‬‫ر‬‫ال‬ ‫هو‬ )‫اجلمهور‬ ‫أي‬‫ر‬( ‫أي‬‫ر‬‫ال‬ ‫وهذا‬‫غري‬ ‫االختالف‬ ‫من‬ ً‫ا‬‫ومنع‬ ،‫املسلمني‬
،‫نا‬‫ر‬‫عص‬ ‫يف‬ ‫املقبول‬.‫األقطار‬ ‫بني‬ ‫تفرقة‬ ‫دون‬ ،‫بالرؤية‬ ‫معلق‬ ‫الصوم‬ ‫إجياب‬ ‫وألن‬
“Pendapat ini (yaitu pendapat jumhur) adalah lebih kuat (rajih) menurut saya, karena akan dapat
menyatukan ibadah di antara kaum muslimin, dan akan dapat mencegah adanya perbedaan yang tidak
dapat diterima lagi pada zaman kita sekarang. Dan juga dikarenakan kewajiban shaum terkait dengan
rukyat, tanpa membeda-bedakan lagi negeri-negeri yang ada.” (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami
wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr), 1996, Juz II hal. 609)
Pendapat ulama mazhab Syafi’i tersebut didasarkan pada hadits Kuraib, yang menjelaskan bahwa Ibnu
Abbas di Madinah tidak berpegang dengan rukyat Muawiyah di Syam. Haditsnya sebagai berikut:
‫بعثته‬ ‫الفضل‬ ‫أم‬ ‫أن‬ُ‫رمضان‬ ‫علي‬ َّ‫هل‬ُ‫است‬‫و‬ ،‫حاجتها‬ ‫فقضيت‬ ،‫الشام‬ ُ‫فقدمت‬ :‫فقال‬ ،‫بالشام‬ ‫معاوية‬ ‫إىل‬
‫اهلالل‬ ‫أيت‬‫ر‬‫ف‬ ،‫بالشام‬ ‫أنا‬‫و‬،‫عباس‬ ‫بن‬ ‫اهلل‬ ‫عبد‬ ‫فسألين‬ ،‫الشهر‬ ‫آخر‬ ‫يف‬ ‫املدينة‬ ُ‫قدمت‬ ‫مث‬ ،‫اجلمعة‬ ‫ليلة‬
‫أيناه‬‫ر‬ :‫فقلت‬ ‫اهلالل؟‬ ‫أيتم‬‫ر‬ ‫مىت‬ :‫فقال‬ ،‫اهلالل‬ ‫ذكر‬ ‫مث‬‫فقل‬ ‫ه؟‬َ‫أيت‬‫ر‬ ‫أنت‬ :‫فقال‬ ،‫اجلمعة‬ ‫ليلة‬،‫نعم‬ :‫ت‬
‫نصوم‬ ‫ال‬‫ز‬‫ن‬ ‫فال‬ ،‫السبت‬ ‫ليلة‬ ‫أيناه‬‫ر‬ ‫لكنا‬ :‫فقال‬ ،‫معاوية‬ ‫وصام‬ ،‫ا‬‫و‬‫وصام‬ ‫الناس‬ ‫ورآه‬‫ثالثني‬ ‫ل‬ِ‫م‬ْ‫ك‬ُ‫ن‬ ‫حىت‬
‫عليه‬ ‫اهلل‬ ‫ى‬ّ‫ل‬‫ص‬ ‫اهلل‬ ‫رسول‬ ‫نا‬َ‫ر‬َ‫أم‬ ‫هكذا‬ ،‫ال‬ :‫فقال‬ ‫وصيامه؟‬ ‫معاوية‬ ‫برؤية‬ ‫نكتفي‬ ‫أال‬ :‫فقلت‬ ،‫اه‬‫ر‬‫ن‬ ‫أو‬
‫وسلم‬
“Bahwa Ummu Fadhl telah mengutus dia (Kuraib) kepada Muawiyah di Sam. Dia berkata, ’Maka aku
tiba di Syam dan menyelesaikan kebutuhan Ummu Fadhl. Ramadhan tiba dan saya ada di Syam. Saya
melihat hilal malam Jumat. Kemudian saya tiba di Madinah pada akhir bulan Ramadhan, lalu Ibnu
Abbas bertanya kepadaku, lalu dia menyebut persoalan hilal. Dia bertanya, ‘Kapan kamu melihat
hilal?’ Saya jawab, ‘Kami melihatnya malam Jumat.’ Dia bertanya, ’Kamu melihatnya sendiri?’. Saya
jawab, ’Ya. Orang-orang juga melihatnya lalu mereka berpuasa dan berpuasa juga Muawiyah.’ Ibnu
Abbas berkata, ’Tapi kami melihatnya malam Sabtu. Maka kami tetap berpuasa hingga kami
sempurnakan 30 hari atau hingga kami melihat hilal.’ Saya berkata, ’Tidakkah kita mencukupkan diri
dengan rukyat dan puasanya Muawiyah?’ Ibnu Abbas menjawab, ’Tidak, demikianlah Rasulullah ‫ﷺ‬
memerintahkan kita.” (HR Jamaah, kecuali Bukhari dan Ibnu Majah).
Menurut mazhab Syafi’i, Ibnu Abbas RA yang mengikuti rukyat Madinah dan tidak mengikuti rukyat
Syam, yaitu dengan perkataannya, “‘Tidak, demikianlah Rasulullah ‫ﷺ‬ memerintahkan kita” menjadi
dalil bahwa setiap negeri mempunyai rukyat sendiri-sendiri, dan rukyat suatu negeri tidak berlaku untuk
negeri yang lain, li ikhtilaf mathali (karena ada perbedaan mathla’).
Sesungguhnya perkataan Ibnu Abbas tersebut (‘Tidak, demikianlah Rasulullah ‫ﷺ‬ memerintahkan kita”),
bukanlah hadits marfu’ (dari Nabi ‫,)ﷺ‬ melainkan ijtihad pribadi dari Ibnu Abbas, radhiyallahu ‘anhu.
4
(Lihat pentarjihan Imam Syaukani dalam Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu,
(Damaskus: Darul Fikr), 1996, Juz II hal. 608-609)
Sedangkan ijtihad sahabat Nabi bukanlah dalil syar’i yang mu’tabar (sumber hukum yang bisa diterima),
karena dalil syar’i yang mu’tabar dalam hanyalah Al-Qur`an, As-Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas
(Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, (Beirut: Darul Ummah), 2005, III, hal.67).
Jadi, kesimpulannya, dalam penentuan awal bulan qomariah, berpegang dengan rukyatul hilal global,
bukan hisab, dan bukan rukyatul hilal lokal.
Namun khusus untuk penentuan awal bulan Dzulhijjah yang terkait dengan ibadah haji dan Idul Adha,
rukyatul hilal yang menjadi patokan adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan rukyatul hilal dari
negeri-negeri Islam yang lain. Kecuali jika penguasa Makkah tidak berhasil merukyat hilal, barulah
rukyat dari negeri yang lain dapat dijadikan patokan.
Dalilnya adalah hadits dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali, dia berkata:
‫اهلل‬ ُ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ ‫نا‬ْ‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ َ‫د‬ِ‫ه‬َ‫ع‬ :‫قال‬ َُّ‫مث‬ َ‫ب‬َ‫ط‬َ‫خ‬ َ‫ة‬َّ‫ك‬َ‫م‬ َ‫ري‬ِ‫أم‬ َّ‫أن‬–‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫اهلل‬ ‫صلى‬–ُ‫س‬ْ‫ن‬َ‫ن‬ ْ‫ن‬‫أ‬ْ‫ن‬‫فإ‬ ،ِ‫ة‬َ‫ي‬ْ‫ؤ‬ُّ‫لر‬ِ‫ل‬ َ‫ك‬
‫ل‬ْ‫د‬َ‫ع‬ ‫ا‬َ‫د‬ِ‫اه‬َ‫ش‬ َ‫د‬ِ‫ه‬َ‫ش‬َ‫و‬ ُ‫ه‬َ‫ر‬َ‫ن‬ ‫مل‬‫ا‬َ‫م‬ِِ‫ِت‬َ‫اد‬َ‫ه‬َ‫ش‬ِ‫ب‬ ‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ك‬َ‫س‬َ‫ن‬
“Bahwa Amir (penguasa) Makkah berkhutbah kemudian dia berkata, ”Rasulullah telah menetapkan
kepada kita agar kita menjalankan manasik berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan
ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik berdasarkan
kesaksian keduanya.” (HR. Abu Dawud, hadits no.2339. Imam Daruquthni berkata, ”Hadits ini isnadnya
muttashil dan shahih.” Lihat Sunan Ad-Daruquthni, 2/267. Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata,
”Hadits ini shahih.” Lihat Al-Albani, Shahih Sunan Abu Dawud, 2/54). (Fahad bin Ali Al-Hasun, Dukhul
Asy-Syahr Al-Qamari, hal. 16)
Lafazh hadits “an-nansuka” lebih tepat diartikan “kita menjalankan manasik haji”, bukan diartikan “an-
nashuma” (kita berpuasa) sebagaimana pendapat sebagian pen-syarah hadits. Memang lafazh “nusuk”
berarti ibadah, sehingga mencakup di dalamnya puasa. Ibnul Atsir berkata dalam kitabnya Jami’ Al-
Ushul, “Nusuk adalah ibadah, yang dimaksud di sini artinya adalah puasa.” Namun terdapat hadits yang
menjelaskan bahwa lafazh “nusuk” yang terkait rukyat, lebih tepat diartikan sebagai “menjalankan
manasik”, bukan “berpuasa”. Dalilnya, adalah sabda Nabi ‫:ﷺ‬
َ‫د‬ِ‫ه‬َ‫ش‬ ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ َ‫ني‬ِ‫ث‬ َ‫ال‬َ‫ث‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ل‬ِ‫م‬ْ‫ك‬َ‫أ‬َ‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َّ‫م‬ُ‫غ‬ ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫ا‬ََ‫هل‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ك‬ُ‫س‬ْ‫ن‬‫ا‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ِ‫ت‬َ‫ي‬ْ‫ؤ‬ُ‫ر‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ر‬ِ‫ط‬ْ‫ف‬َ‫أ‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ِ‫ت‬َ‫ي‬ْ‫ؤ‬ُ‫ر‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫وم‬ُ‫ص‬‫ا‬‫و‬ُ‫وم‬ُ‫ص‬َ‫ف‬ ِ‫ان‬َ‫د‬ِ‫اه‬َ‫ش‬
‫ا‬‫و‬ُ‫ر‬ِ‫ط‬ْ‫ف‬َ‫أ‬َ‫و‬
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal, dan laksanakan
manasik kamu karena melihat hilal. Lalu jika pandanganmu tertutup mendung, maka sempurnakanlah
tiga puluh hari. Jika ada dua saksi yang bersaksi, maka berpuasalah dan berbukalah kamu.” (HR An-
Nasa`i, no 2087).
5
Dalam hadits di atas terdapat lafazh “wa–nsukuu laa” (hendaklah kamu melakukan nusuk). Nusuk di
sini, jika diartikan shaum, tentu tidak tepat, karena akan terjadi pengulangan yang tidak bermakna,
mengingat di awal hadits sudah ada perintah berpuasa berdasar rukyat. Jadi, lafazh nusuk (an nansuka
li ar-ru`yah) dalam hadits Husain bin Al-Harits Al-Jadali di atas maknanya (wallahu a’lam) adalah
“menjalankan manasik haji”, bukan “berpuasa.” (Abdurrahman Al-Baghdadi, Umatku Saatnya Bersatu
Kembali: Telaah Kritis Perbedaan Awal dan Akhir Ramadhan, (Jakarta: Insan Citra Media Utama),
2007, hal. 111)
Hadits ini menjelaskan siapa yang mempunyai otoritas untuk menetapkan hari-hari pelaksanaan manasik
haji, seperti hari Arafah, hari Nahar (Idul Adha), dan hari-hari tasyriq, yaitu Wali/Amir Makkah. Jadi
Rasulullah ‫ﷺ‬ tidak menyerahkan otoritas itu kepada penduduk di luar Makkah, semisal penduduk
Madinah, Najed, Bahrain, atau lainnya. Tapi Rasulullah ‫ﷺ‬ hanya memberikan kewenangan itu kepada
penguasa Makkah. Pada saat tiadanya pemerintahan Islam (Khilafah) seperti sekarang, maka
kewenangan itu tetap dimiliki oleh penguasa Makkah sekarang (Saudi Arabia), meski kekuasaannya
tidak sesuai syariah Islam karena berbentuk kerajaan, bukan Khilafah. (Abdurrahman Al-Baghdadi,
Umatku Saatnya Bersatu Kembali: Telaah Kritis Perbedaan Awal dan Akhir Ramadhan, (Jakarta: Insan
Citra Media Utama), 2007, hal. 113)
Jelaslah, bahwa khusus untuk penetapan Idul Adha, rukyatul hilal yang dipakai patokan umat Islam
seluruh dunia adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan yang lain. Kemudian, sesuai hadits, jika
penguasa Makkah tidak berhasil merukyat, barulah rukyat dari negeri-negeri yang lain dapat dijadikan
patokan, selama terdapat dua saksi yang adil yang mempersaksikan terbitnya hilal bulan Dzulhijjah.
Sikap Terhadap Hisab
Hisab tidaklah dapat digunakan untuk menetapkan awal bulan qomariyah, khususnya dalam masalah
ibadah shaum Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan Idul Adha. Sebab dari pengkajian nash-nash yang ada,
kita dituntut oleh Allah untuk beribadah seperti yang dituntut oleh Allah sendiri. Jika kita beribadah
dengan cara yang tidak sesuai dengan tuntutan Allah, berarti kita salah, meski kita menduga kita telah
berbuat baik.
Dalam hal ini, Allah telah menuntut kita untuk berpuasa dan berbuka (berhari raya) berdasarkan rukyatul
hilal, dan Allah SWT telah menjadikan rukyatul hilal sebagai sebab syar’i bagi pelaksanaan shaum dan
hari raya. Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda:
‫لرؤيته‬ ‫ا‬‫و‬‫أفطر‬‫و‬ ‫لرؤيته‬ ‫ا‬‫و‬‫صوم‬
“Berpuasalah kamu karena melihat dia [hilal] dan berbukalah kamu karena melihat dia [hilal].” (HR
Bukhari no.1776; Muslim no.1809; At-Tirmidzi no.624; An-Nasa`i no.2087).
Jika misalnya kita tidak dapat melihat hilal Syawal karena tertutup awan, maka kita menyempurnakan
puasa sampai 30 hari, meskipun andaikata hilal sebenarnya sudah wujud secara faktual.
Pendapat bahwa hisab tidak dapat dijadikan patokan penentuan awal bulan qomariah ini adalah pendapat
jumhur ulama, yakni jumhur ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (Lihat pandangan
6
ulama mazhab Hanafi dalam Al-Mabsuth, 3/85; Hasyiyah Ibnu Abidin, 3/316-7; pandangan ulama
mazhab Maliki dalam Al-Isyraf, 1/425; Al-Istidzkar, 3/287, Mawahib Al-Jalil, 3/289; pandangan ulama
mazhab Syafii dalam Al-Majmu’, 6/289-290; Raudhatut Thalibin, 2/210-211; pandangan ulama mazhab
Hanbali dalam Al-Mughni, 4/338. (dikutip dari Abdul Majid bin Abdullah bin Ibrahim Al-Yahya, Atsar
Al-Qamarain fi Al-Ahkam Asy-Syar’iyyah, hal. 154)
Memang ada pendapat sebagian ulama yang membolehkan hisab sebagai penentu awal bulan qomariyah,
seperti pendapat Muthrif bin Abdullah Asy-Syakhiir (tabi’in), juga pendapat Ibnu Suraij (ulama mazhab
Syafi’i), Ibnu Qutaibah, Syaikh Muhyiddin Ibnul Arabiy, dan lain-lain. Dalil pendapat ini antara lain
sabda Nabi ‫ﷺ‬ faqduruu lahu (perkirakanlah hilal ketika tidak terlihat), artinya adalah “perkirakanlah
dengan ilmu hisab.” Sebab menurut Ibnu Suraij sebagaimana dinukil oleh Ibnul Arabi, khithab tersebut
adalah khusus untuk orang yang menguasai ilmu ini (hisab). Sedang sabda Nabi “fa-akmilu al-iddah”
(sempurnakanlah bilangan) adalah khithab umum bagi orang awam.
Pendapat tersebut tidak tepat. Alasannya, sabda Nabi “perkirakanlah” (faqduruulah), artinya yang tepat
bukanlah “hitunglah dengan ilmu hisab”, melainkan “sempurnakanlah bilangannya hingga 30 hari.”
Memang hadits ini mujmal (bermakna global), sehingga dapat ditafsirkan seperti itu. Namun terdapat
hadits lain yang mubayyan (mufassar), yakni bermakna terang/gamblang sehingga dapat menjelaskan
maksud hadits yang mujmal. Maka yang mujmal (faqduruulah), hendaknya diartikan berdasarkan hadits
yang mubayyan. Walhasil, hadits faqduruulah artinya adalah fa-akmiluu al-iddah (sempurnakanlah
bilangan bulan), bukan fahsubuu (hisab-lah). (Lihat pembahasan mujmal dan mubayyan dalam kitab-
kitab ushul fiqih, misalnya Az-Zuhaili, Wahbah, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, (Beirut: Darul Fikr), 1990,
hal. 340-341)
Meskipun tidak menggunakan hisab untuk penentuan awal bulan qomariah, namun hisab dapat
dipergunakan untuk keperluan ibadah lainnya, seperti penentuan waktu shalat. Hal ini dikarenakan ada
perbedaan antara shaum dengan shalat. Jika shaum dikaitkan dengan rukyatul hilal sebagai sebabnya,
maka shalat dikaitkan dengan “masuknya waktu” sebagai sebabnya, di mana “masuknya waktu” itu
dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, seperti melihat bayangan benda atau dengan jalan hisab.
Juga tidak tepat pendapat bahwa jika ada laporan kesaksian rukyatul hilal yang bertentangan perhitungan
hisab, maka yang dipakai adalah hisab, bukan laporan rukyat. Sebab, menurut paham ini, hisab adalah
qath’i (pasti) sedangkan kesaksian adalah zhanni (dugaan). (Inilah pendapat Al-Qaradhawi, yang berasal
dari As-Subki dalam Fatawa As-Subki, 1/219/220)
Pendapat ini tidak diterima dengan beberapa argumen. Pertama, kesaksian rukyatul hilal memang dapat
ditolak, namun bukan ditolak karena bertentangan dengan hisab, melainkan karena saksinya tidak
memenuhi syarat-syarat saksi, misalnya saksi itu orang kafir, atau saksi itu tidak mempunyai sifat
‘adalah (alias orang fasik). Jadi, penetapan (itsbat) kefasikan saksi dilakukan hanya berdasarkan bukti-
bukti syar’i (al-bayyinat asy-syar’iyyah), bukan berdasarkan perhitungan hisab. Kedua, syara’ telah
menetapkan bahwa penentuan awal bulan qomariah adalah dengan rukyatul hilal (dilihatnya hilal oleh
manusia di muka bumi), bukan dengan wiladatul hilal (lahirnya hilal di langit). Pandangan di atas, yakni
penggunaan hisab untuk menafikan kesaksian laporan rukyatul hilal, berpangkal pada satu
kesalahpahaman, yakni menganggap wiladatul hilal (lahirnya hilal di langit) sebagai patokan bulan baru
(asy-syahr al-jadid). Padahal, bulan baru secara syar’i (bukan secara waqi’i/faktual) hanya ditetapkan
7
berdasarkan rukyatul hilal saja, bukan berdasarkan wiladatul hilal. (Lihat: Abu Hakim, Khatha` I’timad
Al-Hisab Al-Falaki fi Nafyi Ru`yah Al-Hilal)
Karena itu, perlu kami tegaskan di sini; pertama, bahwa hisab falaki (perhitungan astronomi), menurut
kami, tidak dinyatakan oleh nas syara’, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Selain itu, juga tidak bisa
ditarik, baik dengan Qiyas maupun Ijmak Sahabat. Kedua, ilmu hisab dibangun berdasarkan asumsi
lahirnya anak bulan (tawallud al-hilal). Berpijak pada asumsi ini, maka kaum muslimin di dunia Islam
bagian Barat akan berpuasa sebelum kaum muslimin di bagian Timur. Di bagian Barat, bisa jadi sudah
berpuasa pada hari Selasa, sementara di bagian Timur akan berpuasa pada hari Rabu. Ini benar-benar
bisa terjadi, ketika anak bulan tersebut lahir setelah tengah hari pada hari Senin, misalnya. Dengan hisab,
maka disimpulkan bahwa hari Selasa adalah permulaan bulan bagi kaum muslimin yang tinggal di
bagian Barat, sehingga mereka pun akan berpuasa pada hari itu, jika hari itu merupakan permulaan bulan
Ramadhan. Tetapi, bagi yang tinggal di Timur, tidaklah demikian. Karena, anak bulan belum lahir,
sehingga puasanya pun bisa berbeda sehari. Dengan demikian, penggunaan hisab justru akan
menyebabkan perpecahan kaum muslimin, baik dalam berpuasa maupun berhari raya. Ini berbeda, jika
mereka mengikuti rukyatul hilal dengan wihdat al-mathali’ (kesatuan mathla’). (Abu Iyas Mahmud bin
‘Abd al-Lathif ‘Uwaidhah, al-Jami’ li Ahkam as-Shiyam, Muassasah ar-Risalah, cet. I, t.t. hal 44-45)
Perlu Institusi Pemersatu
Perbedaan dalam penentuan awal bulan qomariyah, seperti dalam mengawali puasa dan berhari raya,
tiada lain hanya salah satu masalah dari sekian banyak tumpukan masalah yang dihadapi umat Islam
akibat tiadanya negara Khilafah, sebagai institusi pemersatu umat Islam. Dengan absennya Khilafah,
umat Islam terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara bangsa (nation-state) yang masing-masing
merasa berhak menentukan kapan puasa dan kapan berhari raya.
Jika Khilafah eksis kembali (dalam waktu dekat Insya Allah), maka Khalifah yang diberi amanat untuk
menjalankan hukum-hukum Allah akan dapat mengatasi perbedaan dan perpecahan umat dalam
menentukan awal bulan qomariah. Sebab jika Khalifah mengadopsi satu ijtihad dari sekian ijtihad syar’i
yang ada, maka hanya pendapat itulah yang wajib diamalkan oleh seluruh kaum muslimin. Dengan
demikian akan hilanglah perbedaan pendapat dan terwujud persatuan. Kaidah fikih menyebutkan:
‫يف‬ ‫اخلالف‬ ‫يرفع‬ ‫اإلمام‬ ‫أمر‬‫اإلجتهادية‬ ‫املسائل‬
“Perintah Imam (Khalifah) menghilangkan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah ijtihadiyah
(khilafiyah).” (Lihat: Muhammad Khair Haikal, Al-Jihad wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syar`iyyah,
(Beirut: Darul Bayariq), 1996, 1/105 dan 2/904)
Wallahu a’lam.
Bacaan: KH. M. Shiddiq Al-Jawi, Penentuan Awal Bulan Kamariah Perspektif Hizbut Tahrir
Indonesia

More Related Content

What's hot

Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifHadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifAzzahra Azzahra
 
PENYELENGGARAAN FARDHU KIFAYAH......pptx
PENYELENGGARAAN FARDHU KIFAYAH......pptxPENYELENGGARAAN FARDHU KIFAYAH......pptx
PENYELENGGARAAN FARDHU KIFAYAH......pptxusahabersama4
 
Hadi makalah pelatihan imam dan khatib
Hadi makalah pelatihan imam dan khatibHadi makalah pelatihan imam dan khatib
Hadi makalah pelatihan imam dan khatibHadiSaputraPanggabea1
 
Makalah kaidah ushuliyah
Makalah kaidah ushuliyahMakalah kaidah ushuliyah
Makalah kaidah ushuliyahYorgie August
 
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuPPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuIbanez Sofadella
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyadMarhamah Saleh
 
Makalah beriman kepada kitab kitab allah
Makalah beriman kepada kitab kitab allahMakalah beriman kepada kitab kitab allah
Makalah beriman kepada kitab kitab allahAhmad Alhidayah
 
Slide shalat jamaah
Slide shalat jamaahSlide shalat jamaah
Slide shalat jamaahJusuf AN
 
Asmaul husna power poin
Asmaul husna power poinAsmaul husna power poin
Asmaul husna power poinIfik Firdaus
 
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabatSejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabatKhairul Muttaqin
 
Fiqh 4 Tanda-tanda Baligh
Fiqh 4 Tanda-tanda BalighFiqh 4 Tanda-tanda Baligh
Fiqh 4 Tanda-tanda BalighNurul Ilhamni
 
Tasyri' masa nabi Muhammad Saw
Tasyri'  masa nabi Muhammad SawTasyri'  masa nabi Muhammad Saw
Tasyri' masa nabi Muhammad SawMarhamah Saleh
 

What's hot (20)

Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifHadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
 
Tadhiyah dalam dakwah
Tadhiyah dalam dakwahTadhiyah dalam dakwah
Tadhiyah dalam dakwah
 
PENYELENGGARAAN FARDHU KIFAYAH......pptx
PENYELENGGARAAN FARDHU KIFAYAH......pptxPENYELENGGARAAN FARDHU KIFAYAH......pptx
PENYELENGGARAAN FARDHU KIFAYAH......pptx
 
Hadi makalah pelatihan imam dan khatib
Hadi makalah pelatihan imam dan khatibHadi makalah pelatihan imam dan khatib
Hadi makalah pelatihan imam dan khatib
 
KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM
KEUTAMAAN BULAN MUHARRAMKEUTAMAAN BULAN MUHARRAM
KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM
 
PPT Haji dan Umrah
PPT Haji dan UmrahPPT Haji dan Umrah
PPT Haji dan Umrah
 
Ppt Dinasti Abbasiyah
Ppt Dinasti AbbasiyahPpt Dinasti Abbasiyah
Ppt Dinasti Abbasiyah
 
Fiqh zakat
Fiqh zakatFiqh zakat
Fiqh zakat
 
Makalah kaidah ushuliyah
Makalah kaidah ushuliyahMakalah kaidah ushuliyah
Makalah kaidah ushuliyah
 
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuPPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
 
Makalah beriman kepada kitab kitab allah
Makalah beriman kepada kitab kitab allahMakalah beriman kepada kitab kitab allah
Makalah beriman kepada kitab kitab allah
 
PPT Sholat Sunnah
PPT Sholat SunnahPPT Sholat Sunnah
PPT Sholat Sunnah
 
Presentasi Fiqh Zakat
Presentasi Fiqh ZakatPresentasi Fiqh Zakat
Presentasi Fiqh Zakat
 
Slide shalat jamaah
Slide shalat jamaahSlide shalat jamaah
Slide shalat jamaah
 
Asmaul husna power poin
Asmaul husna power poinAsmaul husna power poin
Asmaul husna power poin
 
menuntut ilmu
menuntut ilmumenuntut ilmu
menuntut ilmu
 
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabatSejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
 
Fiqh 4 Tanda-tanda Baligh
Fiqh 4 Tanda-tanda BalighFiqh 4 Tanda-tanda Baligh
Fiqh 4 Tanda-tanda Baligh
 
Tasyri' masa nabi Muhammad Saw
Tasyri'  masa nabi Muhammad SawTasyri'  masa nabi Muhammad Saw
Tasyri' masa nabi Muhammad Saw
 

Similar to Penentuan Awal Bulan Qomariyah

Hijrah: Kemerdekaan Hakiki
Hijrah: Kemerdekaan HakikiHijrah: Kemerdekaan Hakiki
Hijrah: Kemerdekaan HakikiAnas Wibowo
 
Penentuan Hari Raya Idul Adha
Penentuan Hari Raya Idul AdhaPenentuan Hari Raya Idul Adha
Penentuan Hari Raya Idul AdhaUmi Sa'adah
 
MATERI SYARIAH 11 DALIL SYARIAH YANG DZANNY rev.pdf
MATERI SYARIAH 11 DALIL SYARIAH YANG DZANNY rev.pdfMATERI SYARIAH 11 DALIL SYARIAH YANG DZANNY rev.pdf
MATERI SYARIAH 11 DALIL SYARIAH YANG DZANNY rev.pdfNurulZaman4
 
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islamkelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islamTri Agustuti
 
Penentuan hari raya idul adha
Penentuan hari raya idul adhaPenentuan hari raya idul adha
Penentuan hari raya idul adhaUmi Sa'adah
 
Penjelasan mengenai puasa ‘arafah
Penjelasan mengenai puasa ‘arafahPenjelasan mengenai puasa ‘arafah
Penjelasan mengenai puasa ‘arafahMuhsin Hariyanto
 
Sikap Para Imam Terhadap Khilafiyah
Sikap Para Imam Terhadap KhilafiyahSikap Para Imam Terhadap Khilafiyah
Sikap Para Imam Terhadap KhilafiyahAgus Suhartono
 
Makalah tentang bid'ah
Makalah tentang bid'ahMakalah tentang bid'ah
Makalah tentang bid'ahALI FIKRI
 
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Aliem Masykur
 
Khilafah wajib tunggal atau boleh berbilang
Khilafah wajib tunggal atau boleh berbilangKhilafah wajib tunggal atau boleh berbilang
Khilafah wajib tunggal atau boleh berbilangAnas Wibowo
 
Fatwa 026 wabah covid 19 (1)
Fatwa 026 wabah covid 19 (1)Fatwa 026 wabah covid 19 (1)
Fatwa 026 wabah covid 19 (1)Muhammad Zain
 
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisMarhamah Saleh
 
Menepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htMenepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htDawat Fadhila
 
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSAzzahra Azzahra
 

Similar to Penentuan Awal Bulan Qomariyah (20)

Hijrah: Kemerdekaan Hakiki
Hijrah: Kemerdekaan HakikiHijrah: Kemerdekaan Hakiki
Hijrah: Kemerdekaan Hakiki
 
Dalil syara (2)
Dalil syara (2)Dalil syara (2)
Dalil syara (2)
 
Penentuan Hari Raya Idul Adha
Penentuan Hari Raya Idul AdhaPenentuan Hari Raya Idul Adha
Penentuan Hari Raya Idul Adha
 
Mengenal konsep mudharabah
Mengenal konsep mudharabahMengenal konsep mudharabah
Mengenal konsep mudharabah
 
MATERI SYARIAH 11 DALIL SYARIAH YANG DZANNY rev.pdf
MATERI SYARIAH 11 DALIL SYARIAH YANG DZANNY rev.pdfMATERI SYARIAH 11 DALIL SYARIAH YANG DZANNY rev.pdf
MATERI SYARIAH 11 DALIL SYARIAH YANG DZANNY rev.pdf
 
Penentuan 1 syawal
Penentuan 1 syawalPenentuan 1 syawal
Penentuan 1 syawal
 
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islamkelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
 
Muamalat
MuamalatMuamalat
Muamalat
 
Penentuan hari raya idul adha
Penentuan hari raya idul adhaPenentuan hari raya idul adha
Penentuan hari raya idul adha
 
Penjelasan mengenai puasa ‘arafah
Penjelasan mengenai puasa ‘arafahPenjelasan mengenai puasa ‘arafah
Penjelasan mengenai puasa ‘arafah
 
E book FIQH NIAT
E book FIQH NIATE book FIQH NIAT
E book FIQH NIAT
 
Sikap Para Imam Terhadap Khilafiyah
Sikap Para Imam Terhadap KhilafiyahSikap Para Imam Terhadap Khilafiyah
Sikap Para Imam Terhadap Khilafiyah
 
Makalah tentang bid'ah
Makalah tentang bid'ahMakalah tentang bid'ah
Makalah tentang bid'ah
 
kekuatan hukum hadist
kekuatan hukum hadistkekuatan hukum hadist
kekuatan hukum hadist
 
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)
 
Khilafah wajib tunggal atau boleh berbilang
Khilafah wajib tunggal atau boleh berbilangKhilafah wajib tunggal atau boleh berbilang
Khilafah wajib tunggal atau boleh berbilang
 
Fatwa 026 wabah covid 19 (1)
Fatwa 026 wabah covid 19 (1)Fatwa 026 wabah covid 19 (1)
Fatwa 026 wabah covid 19 (1)
 
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
 
Menepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htMenepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang ht
 
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITSISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH - ISTILAH DALAM ILMU HADITS
 

More from Anas Wibowo

Booklet penjelasan Politik Partai .PDF
Booklet penjelasan Politik Partai .PDFBooklet penjelasan Politik Partai .PDF
Booklet penjelasan Politik Partai .PDFAnas Wibowo
 
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]Anas Wibowo
 
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]Anas Wibowo
 
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]Anas Wibowo
 
Muslim Pelaksana Syariat Islam
Muslim Pelaksana Syariat IslamMuslim Pelaksana Syariat Islam
Muslim Pelaksana Syariat IslamAnas Wibowo
 
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]Anas Wibowo
 
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTMenutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTAnas Wibowo
 
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-JawiKeunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-JawiAnas Wibowo
 
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]Anas Wibowo
 
RUU HIP Mengandung Bahaya Besar
RUU HIP Mengandung Bahaya BesarRUU HIP Mengandung Bahaya Besar
RUU HIP Mengandung Bahaya BesarAnas Wibowo
 
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan UmatKomunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan UmatAnas Wibowo
 
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020Anas Wibowo
 
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan MenyusuiHukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan MenyusuiAnas Wibowo
 
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTHukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTAnas Wibowo
 
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan RamadhanFiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan RamadhanAnas Wibowo
 
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat WabahSolusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat WabahAnas Wibowo
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Anas Wibowo
 
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)Anas Wibowo
 
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arabkitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF ArabAnas Wibowo
 
Doa Para Nabi Dalam al-Qur'an .PDF
Doa Para Nabi Dalam al-Qur'an .PDFDoa Para Nabi Dalam al-Qur'an .PDF
Doa Para Nabi Dalam al-Qur'an .PDFAnas Wibowo
 

More from Anas Wibowo (20)

Booklet penjelasan Politik Partai .PDF
Booklet penjelasan Politik Partai .PDFBooklet penjelasan Politik Partai .PDF
Booklet penjelasan Politik Partai .PDF
 
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
Kritik atas Aqidah Sekularisme - expo rajab [pdf]
 
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
Depresi Ibu Rumah Tangga Bagaimana Solusi Islam [pdf]
 
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
Menyoal Penceramah Radikal [pptx]
 
Muslim Pelaksana Syariat Islam
Muslim Pelaksana Syariat IslamMuslim Pelaksana Syariat Islam
Muslim Pelaksana Syariat Islam
 
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
 
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTMenutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
 
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-JawiKeunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
Keunggulan Sistem Pidana Islam - KH. Shiddiq al-Jawi
 
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
Uang-Uang Haram dalam Demokrasi [PDF]
 
RUU HIP Mengandung Bahaya Besar
RUU HIP Mengandung Bahaya BesarRUU HIP Mengandung Bahaya Besar
RUU HIP Mengandung Bahaya Besar
 
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan UmatKomunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
Komunisme VS Dakwah Menuju Kebangkitan Umat
 
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
Bahaya Komunisme by Shiddiq al-Jawi 27 juni 2020
 
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan MenyusuiHukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
Hukum Meng-Qadha` Puasa Bagi Wanita Hamil Dan Menyusui
 
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTHukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPT
 
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan RamadhanFiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
Fiqih Ramadhan - syariat berkaitan dengan bulan Ramadhan
 
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat WabahSolusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
 
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
Hukum Tas’iir (Kebijakan Penetapan Harga)
 
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arabkitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
kitab Nizhom ul Hukmi fil Islam PDF Arab
 
Doa Para Nabi Dalam al-Qur'an .PDF
Doa Para Nabi Dalam al-Qur'an .PDFDoa Para Nabi Dalam al-Qur'an .PDF
Doa Para Nabi Dalam al-Qur'an .PDF
 

Recently uploaded

Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratpuji239858
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHRobert Siby
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURANBudiSetiawan246494
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxBUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxWahyudinHioda
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Adam Hiola
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxPendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxArdianAlaziz
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Ustadz Habib
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.KennayaWjaya
 
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDKISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDAprihatiningrum Hidayati
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaRobert Siby
 
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfBuku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfsrengseng1c
 

Recently uploaded (14)

Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptxBUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT ORANG ARAB.pptx
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptxPendidikan agama islam syirik modern.pptx
Pendidikan agama islam syirik modern.pptx
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
 
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SDKISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
KISAH NABI MUSA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SD
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
 
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfBuku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
 

Penentuan Awal Bulan Qomariyah

  • 1. 1 Penentuan Awal Bulan Qomariah Ringkasan 1. Penentuan awal bulan qomariyah tidaklah dilakukan kecuali dengan rukyatul hilal, baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan alat, bukan dengan hisab; 2. Rukyatul hilal yang dimaksud adalah rukyatul hilal yang berlaku global (berlaku untuk seluruh kaum muslimin), bukan rukyatul hilal yang berlaku secara lokal atau regional atas dasar konsep mathla’; 3. Khusus untuk penentuan awal bulan Dzulhijjah, rukyatul hilal yang menjadi patokan adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan rukyatul hilal secara mutlak. Kecuali jika penguasa Makkah tidak berhasil merukyat hilal, barulah rukyat dari negeri yang lain dapat dijadikan patokan; 4. Persoalan-persoalan teknis yang terkait dengan rukyatul hilal, misalnya masalah irtifa’, hendaknya dapat diselesaikan dengan musyawarah para pakar dengan mengambil pendapat yang paling benar (shawab); 5. Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa jika rukyat bertentangan dengan hisab maka yang diambil adalah hisab. Yang benar, yang diterima tetap adalah rukyat, selama kesaksiannya memenuhi syarat-syarat kesaksian (muslim, dan adil/tidak fasiq); 6. Diperlukan sebuah institusi politik yang dapat mempersatukan umat Islam, yaitu Khilafah, yang keputusan Khalifahnya akan dapat menghilangkan perbedaan pendapat, sesuai dengan kaidah fikih “amrul Imam yarfa’ul khilaf.” (perintah Imam/Khalifah menghilangkan perbedaan pendapat). Pengantar Di tengah umat Islam sering terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan qomariah. Pada gilirannya ini mengakibatkan perbedaan umat dalam mengawali puasa Ramadhan, beridul Fitri, dan beridul Adha. Perbedaan tersebut dapat terjadi dalam lingkup lokal, nasional, maupun internasional, dan selisihnya kadang tidak hanya satu hari, tapi bahkan dapat sampai tiga-empat hari. Kondisi ini tentu amat memprihatinkan. Sebab puasa Ramadhan dan Idul Fitri/ Idul Adha sesungguhnya bukan sekedar fenomena ibadah ritual, melainkan juga fenomena syiar persatuan umat. Umat Islam yang sesungguhnya umat yang satu (ummatan wahidah) –termasuk dalam hal mengawali puasa dan berhari raya– akhirnya nampak tercerai berai, terpecah belah, dan tidak kompak. Rukyatul Hilal Global Penentuan awal bulan qomariyah (kalender hijriyah) hanya dilakukan dengan rukyatul hilal dari suatu tempat di muka bumi, baik itu dilakukan dengan mata telanjang (bil ‘ain al-bashariyah) maupun dengan alat pembesar dan pendekat, semisal teropong atau teleskop. Dengan perkataan lain, penentuan awal bulan qomariyah tidak dapat didasarkan pada hisab (al-hisab al-falaki). Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda: ‫لرؤيته‬ ‫ا‬‫و‬‫أفطر‬‫و‬ ‫لرؤيته‬ ‫ا‬‫و‬‫صوم‬ “Berpuasalah kamu karena melihat dia [hilal] dan berbukalah kamu karena melihat dia [hilal].” (HR Bukhari no.1776; Muslim no.1809; At-Tirmidzi no.624; An-Nasa`i no.2087).
  • 2. 2 Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda: ‫له‬ ‫ا‬‫و‬‫فاقدر‬ ‫عليكم‬ َّ‫م‬ُ‫غ‬ ‫فإن‬ ،‫ا‬‫و‬‫فأفطر‬ ‫أيتموه‬‫ر‬ ‫وإذا‬ ،‫ا‬‫و‬‫فصوم‬ ‫أيتموه‬‫ر‬ ‫إذا‬ “Jika kamu melihat dia (hilal) maka berpuasalah kamu, dan jika kamu melihat dia (hilal) maka berbukalah, jika pandangan kamu terhalang mendung maka perkirakanlah.” (HR Bukhari no 1767; Muslim no 1799; An-Nasa`i no 2094; Ahmad no 7526). Hadits-hadits di atas mempunyai pengertian yang jelas (sharihah ad-dalalah), bahwa sebab syar’i untuk puasa Ramadhan dan Idul Fitri tiada lain adalah rukyatul hilal. (Muhammad Husain Abdullah, “Ru’yath Muslim Al-Hilal Sabab li Ash-Shaum wa Sabab li Al-Ifthar”, Mafahim Islamiyah, (Beirut: Darul Bayariq), 1996, Juz II, hal. 157) Dan rukyatul hilal yang dimaksud, bukanlah rukyat lokal yang berlaku untuk satu mathla’ (ulama mazhab Syafi’i), melainkan rukyat yang berlaku secara global, dalam arti rukyatul hilal di salah satu negeri muslim berlaku untuk kaum muslimin di negeri-negeri lain di seluruh dunia (ulama mazhab jumhur, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali). (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr), 1996, Juz II hal. 605) Pandangan ini sejalan dengan pen-tarjih-an Imam Syaukani dalam persoalan ikhtilaful mathali’ (perbedaan mathla’), di mana Imam Syaukani menguatkan pendapat jumhur dengan berkata: ‫من‬ ‫لكل‬ ‫خطاب‬ ‫هو‬ ‫بل‬ ،‫اد‬‫ر‬‫االنف‬ ‫جهة‬ ‫على‬ ‫ناحية‬ ‫بأهل‬ ‫خيتص‬ ‫ال‬ ،‫عمر‬ ‫ابن‬ ‫حديث‬ ‫يف‬ ‫ارد‬‫و‬‫ال‬ ‫األمر‬‫و‬ ،‫املسلمني‬ ‫من‬ ‫له‬ ‫يصلح‬‫من‬ ‫أظهر‬ ،‫البالد‬ ‫أهل‬ ‫من‬ ‫لغريهم‬ ‫بلد‬ ‫أهل‬ ‫رؤية‬ ‫لزوم‬ ‫على‬ ‫به‬ ‫فاالستدالل‬ ،‫بلد‬ ‫أهل‬ ‫رآه‬ ‫إذا‬ ‫ألنه‬ ‫اللزوم؛‬ ‫عدم‬ ‫على‬ ‫به‬ ‫االستدالل‬‫رآه‬ ‫فقد‬.‫لزمهم‬ ‫ما‬ ‫غريهم‬ ‫فيلزم‬ ،‫املسلمون‬ “Perintah yang terdapat dalam hadits Ibnu Umar [idza ra`iytumuuhu…] tidaklah dikhususkan untuk penduduk satu daerah secara terpisah, melainkan merupakan khithab (perintah/seruan) bagi siapa saja yang layak menerima khithab itu dari kaum muslimin. Maka ber-istidlal dengan hadits ini untuk mengharuskan pemberlakuan rukyat kepada penduduk negeri yang lain, adalah lebih kuat daripada ber-istidlal dengan hadits ini untuk tidak mengharuskannya. Sebabnya adalah jika penduduk suatu negeri telah melihat hilal, berarti kaum muslimin telah melihatnya, maka berlakulah rukyat bagi kaum muslimin apa yang berlaku bagi penduduk suatu negeri itu.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, 4/195, dikutip oleh Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr), 1996, Juz II hal. 609) Setelah mengutip tarjih Imam Syaukani di atas, Wahbah Az-Zuhaili pun menguatkan pemberlakuan rukyat global (pendapat jumhur) sebagai berikut:
  • 3. 3 ‫بني‬ ‫للعبادة‬ ً‫ا‬‫توحيد‬ ‫لدي‬ ‫اجح‬‫ر‬‫ال‬ ‫هو‬ )‫اجلمهور‬ ‫أي‬‫ر‬( ‫أي‬‫ر‬‫ال‬ ‫وهذا‬‫غري‬ ‫االختالف‬ ‫من‬ ً‫ا‬‫ومنع‬ ،‫املسلمني‬ ،‫نا‬‫ر‬‫عص‬ ‫يف‬ ‫املقبول‬.‫األقطار‬ ‫بني‬ ‫تفرقة‬ ‫دون‬ ،‫بالرؤية‬ ‫معلق‬ ‫الصوم‬ ‫إجياب‬ ‫وألن‬ “Pendapat ini (yaitu pendapat jumhur) adalah lebih kuat (rajih) menurut saya, karena akan dapat menyatukan ibadah di antara kaum muslimin, dan akan dapat mencegah adanya perbedaan yang tidak dapat diterima lagi pada zaman kita sekarang. Dan juga dikarenakan kewajiban shaum terkait dengan rukyat, tanpa membeda-bedakan lagi negeri-negeri yang ada.” (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr), 1996, Juz II hal. 609) Pendapat ulama mazhab Syafi’i tersebut didasarkan pada hadits Kuraib, yang menjelaskan bahwa Ibnu Abbas di Madinah tidak berpegang dengan rukyat Muawiyah di Syam. Haditsnya sebagai berikut: ‫بعثته‬ ‫الفضل‬ ‫أم‬ ‫أن‬ُ‫رمضان‬ ‫علي‬ َّ‫هل‬ُ‫است‬‫و‬ ،‫حاجتها‬ ‫فقضيت‬ ،‫الشام‬ ُ‫فقدمت‬ :‫فقال‬ ،‫بالشام‬ ‫معاوية‬ ‫إىل‬ ‫اهلالل‬ ‫أيت‬‫ر‬‫ف‬ ،‫بالشام‬ ‫أنا‬‫و‬،‫عباس‬ ‫بن‬ ‫اهلل‬ ‫عبد‬ ‫فسألين‬ ،‫الشهر‬ ‫آخر‬ ‫يف‬ ‫املدينة‬ ُ‫قدمت‬ ‫مث‬ ،‫اجلمعة‬ ‫ليلة‬ ‫أيناه‬‫ر‬ :‫فقلت‬ ‫اهلالل؟‬ ‫أيتم‬‫ر‬ ‫مىت‬ :‫فقال‬ ،‫اهلالل‬ ‫ذكر‬ ‫مث‬‫فقل‬ ‫ه؟‬َ‫أيت‬‫ر‬ ‫أنت‬ :‫فقال‬ ،‫اجلمعة‬ ‫ليلة‬،‫نعم‬ :‫ت‬ ‫نصوم‬ ‫ال‬‫ز‬‫ن‬ ‫فال‬ ،‫السبت‬ ‫ليلة‬ ‫أيناه‬‫ر‬ ‫لكنا‬ :‫فقال‬ ،‫معاوية‬ ‫وصام‬ ،‫ا‬‫و‬‫وصام‬ ‫الناس‬ ‫ورآه‬‫ثالثني‬ ‫ل‬ِ‫م‬ْ‫ك‬ُ‫ن‬ ‫حىت‬ ‫عليه‬ ‫اهلل‬ ‫ى‬ّ‫ل‬‫ص‬ ‫اهلل‬ ‫رسول‬ ‫نا‬َ‫ر‬َ‫أم‬ ‫هكذا‬ ،‫ال‬ :‫فقال‬ ‫وصيامه؟‬ ‫معاوية‬ ‫برؤية‬ ‫نكتفي‬ ‫أال‬ :‫فقلت‬ ،‫اه‬‫ر‬‫ن‬ ‫أو‬ ‫وسلم‬ “Bahwa Ummu Fadhl telah mengutus dia (Kuraib) kepada Muawiyah di Sam. Dia berkata, ’Maka aku tiba di Syam dan menyelesaikan kebutuhan Ummu Fadhl. Ramadhan tiba dan saya ada di Syam. Saya melihat hilal malam Jumat. Kemudian saya tiba di Madinah pada akhir bulan Ramadhan, lalu Ibnu Abbas bertanya kepadaku, lalu dia menyebut persoalan hilal. Dia bertanya, ‘Kapan kamu melihat hilal?’ Saya jawab, ‘Kami melihatnya malam Jumat.’ Dia bertanya, ’Kamu melihatnya sendiri?’. Saya jawab, ’Ya. Orang-orang juga melihatnya lalu mereka berpuasa dan berpuasa juga Muawiyah.’ Ibnu Abbas berkata, ’Tapi kami melihatnya malam Sabtu. Maka kami tetap berpuasa hingga kami sempurnakan 30 hari atau hingga kami melihat hilal.’ Saya berkata, ’Tidakkah kita mencukupkan diri dengan rukyat dan puasanya Muawiyah?’ Ibnu Abbas menjawab, ’Tidak, demikianlah Rasulullah ‫ﷺ‬ memerintahkan kita.” (HR Jamaah, kecuali Bukhari dan Ibnu Majah). Menurut mazhab Syafi’i, Ibnu Abbas RA yang mengikuti rukyat Madinah dan tidak mengikuti rukyat Syam, yaitu dengan perkataannya, “‘Tidak, demikianlah Rasulullah ‫ﷺ‬ memerintahkan kita” menjadi dalil bahwa setiap negeri mempunyai rukyat sendiri-sendiri, dan rukyat suatu negeri tidak berlaku untuk negeri yang lain, li ikhtilaf mathali (karena ada perbedaan mathla’). Sesungguhnya perkataan Ibnu Abbas tersebut (‘Tidak, demikianlah Rasulullah ‫ﷺ‬ memerintahkan kita”), bukanlah hadits marfu’ (dari Nabi ‫,)ﷺ‬ melainkan ijtihad pribadi dari Ibnu Abbas, radhiyallahu ‘anhu.
  • 4. 4 (Lihat pentarjihan Imam Syaukani dalam Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr), 1996, Juz II hal. 608-609) Sedangkan ijtihad sahabat Nabi bukanlah dalil syar’i yang mu’tabar (sumber hukum yang bisa diterima), karena dalil syar’i yang mu’tabar dalam hanyalah Al-Qur`an, As-Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, (Beirut: Darul Ummah), 2005, III, hal.67). Jadi, kesimpulannya, dalam penentuan awal bulan qomariah, berpegang dengan rukyatul hilal global, bukan hisab, dan bukan rukyatul hilal lokal. Namun khusus untuk penentuan awal bulan Dzulhijjah yang terkait dengan ibadah haji dan Idul Adha, rukyatul hilal yang menjadi patokan adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan rukyatul hilal dari negeri-negeri Islam yang lain. Kecuali jika penguasa Makkah tidak berhasil merukyat hilal, barulah rukyat dari negeri yang lain dapat dijadikan patokan. Dalilnya adalah hadits dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali, dia berkata: ‫اهلل‬ ُ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ ‫نا‬ْ‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ َ‫د‬ِ‫ه‬َ‫ع‬ :‫قال‬ َُّ‫مث‬ َ‫ب‬َ‫ط‬َ‫خ‬ َ‫ة‬َّ‫ك‬َ‫م‬ َ‫ري‬ِ‫أم‬ َّ‫أن‬–‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫اهلل‬ ‫صلى‬–ُ‫س‬ْ‫ن‬َ‫ن‬ ْ‫ن‬‫أ‬ْ‫ن‬‫فإ‬ ،ِ‫ة‬َ‫ي‬ْ‫ؤ‬ُّ‫لر‬ِ‫ل‬ َ‫ك‬ ‫ل‬ْ‫د‬َ‫ع‬ ‫ا‬َ‫د‬ِ‫اه‬َ‫ش‬ َ‫د‬ِ‫ه‬َ‫ش‬َ‫و‬ ُ‫ه‬َ‫ر‬َ‫ن‬ ‫مل‬‫ا‬َ‫م‬ِِ‫ِت‬َ‫اد‬َ‫ه‬َ‫ش‬ِ‫ب‬ ‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ك‬َ‫س‬َ‫ن‬ “Bahwa Amir (penguasa) Makkah berkhutbah kemudian dia berkata, ”Rasulullah telah menetapkan kepada kita agar kita menjalankan manasik berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR. Abu Dawud, hadits no.2339. Imam Daruquthni berkata, ”Hadits ini isnadnya muttashil dan shahih.” Lihat Sunan Ad-Daruquthni, 2/267. Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata, ”Hadits ini shahih.” Lihat Al-Albani, Shahih Sunan Abu Dawud, 2/54). (Fahad bin Ali Al-Hasun, Dukhul Asy-Syahr Al-Qamari, hal. 16) Lafazh hadits “an-nansuka” lebih tepat diartikan “kita menjalankan manasik haji”, bukan diartikan “an- nashuma” (kita berpuasa) sebagaimana pendapat sebagian pen-syarah hadits. Memang lafazh “nusuk” berarti ibadah, sehingga mencakup di dalamnya puasa. Ibnul Atsir berkata dalam kitabnya Jami’ Al- Ushul, “Nusuk adalah ibadah, yang dimaksud di sini artinya adalah puasa.” Namun terdapat hadits yang menjelaskan bahwa lafazh “nusuk” yang terkait rukyat, lebih tepat diartikan sebagai “menjalankan manasik”, bukan “berpuasa”. Dalilnya, adalah sabda Nabi ‫:ﷺ‬ َ‫د‬ِ‫ه‬َ‫ش‬ ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ َ‫ني‬ِ‫ث‬ َ‫ال‬َ‫ث‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ل‬ِ‫م‬ْ‫ك‬َ‫أ‬َ‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َّ‫م‬ُ‫غ‬ ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫ا‬ََ‫هل‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ك‬ُ‫س‬ْ‫ن‬‫ا‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ِ‫ت‬َ‫ي‬ْ‫ؤ‬ُ‫ر‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ر‬ِ‫ط‬ْ‫ف‬َ‫أ‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ِ‫ت‬َ‫ي‬ْ‫ؤ‬ُ‫ر‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫وم‬ُ‫ص‬‫ا‬‫و‬ُ‫وم‬ُ‫ص‬َ‫ف‬ ِ‫ان‬َ‫د‬ِ‫اه‬َ‫ش‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ر‬ِ‫ط‬ْ‫ف‬َ‫أ‬َ‫و‬ “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal, dan laksanakan manasik kamu karena melihat hilal. Lalu jika pandanganmu tertutup mendung, maka sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika ada dua saksi yang bersaksi, maka berpuasalah dan berbukalah kamu.” (HR An- Nasa`i, no 2087).
  • 5. 5 Dalam hadits di atas terdapat lafazh “wa–nsukuu laa” (hendaklah kamu melakukan nusuk). Nusuk di sini, jika diartikan shaum, tentu tidak tepat, karena akan terjadi pengulangan yang tidak bermakna, mengingat di awal hadits sudah ada perintah berpuasa berdasar rukyat. Jadi, lafazh nusuk (an nansuka li ar-ru`yah) dalam hadits Husain bin Al-Harits Al-Jadali di atas maknanya (wallahu a’lam) adalah “menjalankan manasik haji”, bukan “berpuasa.” (Abdurrahman Al-Baghdadi, Umatku Saatnya Bersatu Kembali: Telaah Kritis Perbedaan Awal dan Akhir Ramadhan, (Jakarta: Insan Citra Media Utama), 2007, hal. 111) Hadits ini menjelaskan siapa yang mempunyai otoritas untuk menetapkan hari-hari pelaksanaan manasik haji, seperti hari Arafah, hari Nahar (Idul Adha), dan hari-hari tasyriq, yaitu Wali/Amir Makkah. Jadi Rasulullah ‫ﷺ‬ tidak menyerahkan otoritas itu kepada penduduk di luar Makkah, semisal penduduk Madinah, Najed, Bahrain, atau lainnya. Tapi Rasulullah ‫ﷺ‬ hanya memberikan kewenangan itu kepada penguasa Makkah. Pada saat tiadanya pemerintahan Islam (Khilafah) seperti sekarang, maka kewenangan itu tetap dimiliki oleh penguasa Makkah sekarang (Saudi Arabia), meski kekuasaannya tidak sesuai syariah Islam karena berbentuk kerajaan, bukan Khilafah. (Abdurrahman Al-Baghdadi, Umatku Saatnya Bersatu Kembali: Telaah Kritis Perbedaan Awal dan Akhir Ramadhan, (Jakarta: Insan Citra Media Utama), 2007, hal. 113) Jelaslah, bahwa khusus untuk penetapan Idul Adha, rukyatul hilal yang dipakai patokan umat Islam seluruh dunia adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan yang lain. Kemudian, sesuai hadits, jika penguasa Makkah tidak berhasil merukyat, barulah rukyat dari negeri-negeri yang lain dapat dijadikan patokan, selama terdapat dua saksi yang adil yang mempersaksikan terbitnya hilal bulan Dzulhijjah. Sikap Terhadap Hisab Hisab tidaklah dapat digunakan untuk menetapkan awal bulan qomariyah, khususnya dalam masalah ibadah shaum Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan Idul Adha. Sebab dari pengkajian nash-nash yang ada, kita dituntut oleh Allah untuk beribadah seperti yang dituntut oleh Allah sendiri. Jika kita beribadah dengan cara yang tidak sesuai dengan tuntutan Allah, berarti kita salah, meski kita menduga kita telah berbuat baik. Dalam hal ini, Allah telah menuntut kita untuk berpuasa dan berbuka (berhari raya) berdasarkan rukyatul hilal, dan Allah SWT telah menjadikan rukyatul hilal sebagai sebab syar’i bagi pelaksanaan shaum dan hari raya. Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda: ‫لرؤيته‬ ‫ا‬‫و‬‫أفطر‬‫و‬ ‫لرؤيته‬ ‫ا‬‫و‬‫صوم‬ “Berpuasalah kamu karena melihat dia [hilal] dan berbukalah kamu karena melihat dia [hilal].” (HR Bukhari no.1776; Muslim no.1809; At-Tirmidzi no.624; An-Nasa`i no.2087). Jika misalnya kita tidak dapat melihat hilal Syawal karena tertutup awan, maka kita menyempurnakan puasa sampai 30 hari, meskipun andaikata hilal sebenarnya sudah wujud secara faktual. Pendapat bahwa hisab tidak dapat dijadikan patokan penentuan awal bulan qomariah ini adalah pendapat jumhur ulama, yakni jumhur ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. (Lihat pandangan
  • 6. 6 ulama mazhab Hanafi dalam Al-Mabsuth, 3/85; Hasyiyah Ibnu Abidin, 3/316-7; pandangan ulama mazhab Maliki dalam Al-Isyraf, 1/425; Al-Istidzkar, 3/287, Mawahib Al-Jalil, 3/289; pandangan ulama mazhab Syafii dalam Al-Majmu’, 6/289-290; Raudhatut Thalibin, 2/210-211; pandangan ulama mazhab Hanbali dalam Al-Mughni, 4/338. (dikutip dari Abdul Majid bin Abdullah bin Ibrahim Al-Yahya, Atsar Al-Qamarain fi Al-Ahkam Asy-Syar’iyyah, hal. 154) Memang ada pendapat sebagian ulama yang membolehkan hisab sebagai penentu awal bulan qomariyah, seperti pendapat Muthrif bin Abdullah Asy-Syakhiir (tabi’in), juga pendapat Ibnu Suraij (ulama mazhab Syafi’i), Ibnu Qutaibah, Syaikh Muhyiddin Ibnul Arabiy, dan lain-lain. Dalil pendapat ini antara lain sabda Nabi ‫ﷺ‬ faqduruu lahu (perkirakanlah hilal ketika tidak terlihat), artinya adalah “perkirakanlah dengan ilmu hisab.” Sebab menurut Ibnu Suraij sebagaimana dinukil oleh Ibnul Arabi, khithab tersebut adalah khusus untuk orang yang menguasai ilmu ini (hisab). Sedang sabda Nabi “fa-akmilu al-iddah” (sempurnakanlah bilangan) adalah khithab umum bagi orang awam. Pendapat tersebut tidak tepat. Alasannya, sabda Nabi “perkirakanlah” (faqduruulah), artinya yang tepat bukanlah “hitunglah dengan ilmu hisab”, melainkan “sempurnakanlah bilangannya hingga 30 hari.” Memang hadits ini mujmal (bermakna global), sehingga dapat ditafsirkan seperti itu. Namun terdapat hadits lain yang mubayyan (mufassar), yakni bermakna terang/gamblang sehingga dapat menjelaskan maksud hadits yang mujmal. Maka yang mujmal (faqduruulah), hendaknya diartikan berdasarkan hadits yang mubayyan. Walhasil, hadits faqduruulah artinya adalah fa-akmiluu al-iddah (sempurnakanlah bilangan bulan), bukan fahsubuu (hisab-lah). (Lihat pembahasan mujmal dan mubayyan dalam kitab- kitab ushul fiqih, misalnya Az-Zuhaili, Wahbah, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, (Beirut: Darul Fikr), 1990, hal. 340-341) Meskipun tidak menggunakan hisab untuk penentuan awal bulan qomariah, namun hisab dapat dipergunakan untuk keperluan ibadah lainnya, seperti penentuan waktu shalat. Hal ini dikarenakan ada perbedaan antara shaum dengan shalat. Jika shaum dikaitkan dengan rukyatul hilal sebagai sebabnya, maka shalat dikaitkan dengan “masuknya waktu” sebagai sebabnya, di mana “masuknya waktu” itu dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, seperti melihat bayangan benda atau dengan jalan hisab. Juga tidak tepat pendapat bahwa jika ada laporan kesaksian rukyatul hilal yang bertentangan perhitungan hisab, maka yang dipakai adalah hisab, bukan laporan rukyat. Sebab, menurut paham ini, hisab adalah qath’i (pasti) sedangkan kesaksian adalah zhanni (dugaan). (Inilah pendapat Al-Qaradhawi, yang berasal dari As-Subki dalam Fatawa As-Subki, 1/219/220) Pendapat ini tidak diterima dengan beberapa argumen. Pertama, kesaksian rukyatul hilal memang dapat ditolak, namun bukan ditolak karena bertentangan dengan hisab, melainkan karena saksinya tidak memenuhi syarat-syarat saksi, misalnya saksi itu orang kafir, atau saksi itu tidak mempunyai sifat ‘adalah (alias orang fasik). Jadi, penetapan (itsbat) kefasikan saksi dilakukan hanya berdasarkan bukti- bukti syar’i (al-bayyinat asy-syar’iyyah), bukan berdasarkan perhitungan hisab. Kedua, syara’ telah menetapkan bahwa penentuan awal bulan qomariah adalah dengan rukyatul hilal (dilihatnya hilal oleh manusia di muka bumi), bukan dengan wiladatul hilal (lahirnya hilal di langit). Pandangan di atas, yakni penggunaan hisab untuk menafikan kesaksian laporan rukyatul hilal, berpangkal pada satu kesalahpahaman, yakni menganggap wiladatul hilal (lahirnya hilal di langit) sebagai patokan bulan baru (asy-syahr al-jadid). Padahal, bulan baru secara syar’i (bukan secara waqi’i/faktual) hanya ditetapkan
  • 7. 7 berdasarkan rukyatul hilal saja, bukan berdasarkan wiladatul hilal. (Lihat: Abu Hakim, Khatha` I’timad Al-Hisab Al-Falaki fi Nafyi Ru`yah Al-Hilal) Karena itu, perlu kami tegaskan di sini; pertama, bahwa hisab falaki (perhitungan astronomi), menurut kami, tidak dinyatakan oleh nas syara’, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Selain itu, juga tidak bisa ditarik, baik dengan Qiyas maupun Ijmak Sahabat. Kedua, ilmu hisab dibangun berdasarkan asumsi lahirnya anak bulan (tawallud al-hilal). Berpijak pada asumsi ini, maka kaum muslimin di dunia Islam bagian Barat akan berpuasa sebelum kaum muslimin di bagian Timur. Di bagian Barat, bisa jadi sudah berpuasa pada hari Selasa, sementara di bagian Timur akan berpuasa pada hari Rabu. Ini benar-benar bisa terjadi, ketika anak bulan tersebut lahir setelah tengah hari pada hari Senin, misalnya. Dengan hisab, maka disimpulkan bahwa hari Selasa adalah permulaan bulan bagi kaum muslimin yang tinggal di bagian Barat, sehingga mereka pun akan berpuasa pada hari itu, jika hari itu merupakan permulaan bulan Ramadhan. Tetapi, bagi yang tinggal di Timur, tidaklah demikian. Karena, anak bulan belum lahir, sehingga puasanya pun bisa berbeda sehari. Dengan demikian, penggunaan hisab justru akan menyebabkan perpecahan kaum muslimin, baik dalam berpuasa maupun berhari raya. Ini berbeda, jika mereka mengikuti rukyatul hilal dengan wihdat al-mathali’ (kesatuan mathla’). (Abu Iyas Mahmud bin ‘Abd al-Lathif ‘Uwaidhah, al-Jami’ li Ahkam as-Shiyam, Muassasah ar-Risalah, cet. I, t.t. hal 44-45) Perlu Institusi Pemersatu Perbedaan dalam penentuan awal bulan qomariyah, seperti dalam mengawali puasa dan berhari raya, tiada lain hanya salah satu masalah dari sekian banyak tumpukan masalah yang dihadapi umat Islam akibat tiadanya negara Khilafah, sebagai institusi pemersatu umat Islam. Dengan absennya Khilafah, umat Islam terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara bangsa (nation-state) yang masing-masing merasa berhak menentukan kapan puasa dan kapan berhari raya. Jika Khilafah eksis kembali (dalam waktu dekat Insya Allah), maka Khalifah yang diberi amanat untuk menjalankan hukum-hukum Allah akan dapat mengatasi perbedaan dan perpecahan umat dalam menentukan awal bulan qomariah. Sebab jika Khalifah mengadopsi satu ijtihad dari sekian ijtihad syar’i yang ada, maka hanya pendapat itulah yang wajib diamalkan oleh seluruh kaum muslimin. Dengan demikian akan hilanglah perbedaan pendapat dan terwujud persatuan. Kaidah fikih menyebutkan: ‫يف‬ ‫اخلالف‬ ‫يرفع‬ ‫اإلمام‬ ‫أمر‬‫اإلجتهادية‬ ‫املسائل‬ “Perintah Imam (Khalifah) menghilangkan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah ijtihadiyah (khilafiyah).” (Lihat: Muhammad Khair Haikal, Al-Jihad wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syar`iyyah, (Beirut: Darul Bayariq), 1996, 1/105 dan 2/904) Wallahu a’lam. Bacaan: KH. M. Shiddiq Al-Jawi, Penentuan Awal Bulan Kamariah Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia