Makalah ini membahas tentang integrasi usahatani tebu dan ternak sapi potong dalam suatu sistem pertanian terpadu. Produk ikutan dari tebu seperti pucuk tebu, daun kletekan, ampas tebu, dan tetes dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sementara limbah ternak berupa pupuk alami untuk tanaman tebu. Makalah ini juga menjelaskan komponen-komponen penting dalam sistem pertanian terpadu seperti petern
1. MAKALAH
INTEGRASI TEBU DAN SAPI POTONG
Disampaikan pada pelatihan Integrasi tebu dan sapi potong bagi para pengelola
tebu rakyat, pada tanggal 22 Agustus 2014 di Kediri, Jawa Timur
oleh; Ir. Bey Ndaru, M.Sc.
Widyaiswara BBPP Batu
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PERTANIAN
BALAI BESAR PELATIHAN PETERNAKAN BATU
2014
2. LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH
INTEGRASI TEBU DAN SAPI POTONG
Disampaikan pada pelatihan Integrasi tebu dan sapi potong bagi para pengelola
tebu rakyat, pada tanggal 22 Agustus 2014 di Kediri, Jawa Timur
Kepala BBPP – Batu Batu, 18 Agustus 2014
Pemagang,
Dr. Drh. Rudy Rawedra, M. App. Sc Ir. Bey Ndaru, M.Sc
NIP 19580630 198503 1 001 NIP.195809071986031002
3. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmadnya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Integrasi Tebu dan Sapi potong” yang disampaikan
pada pelatihan bagi pengelola tebu rakyat, pada tanggal 22 Agustus 2014 di Kediri,
Jawa Timur oleh Matahari Enterprise.
Makalah ini berisikan tentang usahatani tebu secara tuntas dan produk-produk ikutannya yang
dapat dimanfaatkan secara potensial untuk ternak sapi potong seperti, puncuk tebu, daun
kletekan, sogolan, ampas tebu, tetes dan blotong.
Demikian makalah ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Batu, 18 Agustus 2014
Penyusun,
Ir. Bey Ndaru, M.Sc
NIP.195809071986031002
4. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. Latar belakang ……………………………………………. 1
II. Ragam Produk Ikutan Tebu ………………..……………. 1
III. Komponen Integrated Farming System ……..…………. 6
IV. Kelebihan & Kekurangan IFS ………………………….. 10
V. Pembuatan IFS ………………………………………….. 13
LAMPIRAN ………… (bahan tayang) ...…………...…..……….. 1-14
5. I. Latar belakang,
Sistem pertanian terpadu didefinisikan sebagai penggabungan semua
komponen pertanian dalam suatu sistem usaha pertanian yang tuntas satu
dengan yang lainnya. Sistem ini mengedepankan ekonomi yang berbasis
teknologi ramah lingkungan dan optimalisasi semua sumber energi yang
dihasilkan. Di Indonesia, model usaha ini masih sebatas wacana karena
masih kurangnya pengetahuan masyarakat. Padahal usaha ini sangat cocok
digunakan di Indonesia yang memiliki iklim tropis dengan limpahan sinar
matahari sepanjang tahun dan curah hujan tinggi. Beberapa metode
diversifikasi pertanian seperti minapadi (padi dengan ikan) dan longyam
(balong ayam/ ikan dengan ayam) mengadopsi model integrated farming
system ini.
Integrasi tebu dengan sapi merupakan perpaduan usaha yang sangat
menguntungkan. Potensi limbah tebu dan hasil samping olahannya dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak, disisi lain limbah ternak berupa feses,
urine dan sisa-sisa pakan merupakan bahan pembuatan pupuk yang
berkualitas untuk tanaman tebu.
Berbagai produk ikutan dapat dihasilkan dari industri gula tebu atau
pengolahan tanaman tebu. Di antaranya adalah berupa : 1) pucuk tebu; 2)
daun keletakan dan sogolan; 3) ampas tebu; 4) empulur ampas tebu (pith); 5)
tetes; 6) blotong. Kesemua produk ikutan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pakan alternatif bagi ternak ruminansia termasuk sapi potong.
Penggunaannya pun bisa secara langsung maupun setelah melalui proses
tertentu.
II. Beragam Produk dari tebu
Pucuk tebu merupakan ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang
dipotong dari tebu yang dipanen. Pucuk tebu diperoleh dari batang tebu yang
6. telah ditebang dan bagian pupusnya saja yang diambil peternak dengan
kisaran 13-15 % dari berat tebu.
Jumlah pucuk tebu yang dapat dihasilkan untuk setiap satuan luas tanam
(ha) adalah sekitar 3,8 ton bahan kering. Dari jumlah produk ikutan yang
dihasilkan ini, maka setiap ha industri gula tebu dapat menyediakan pakan
ternak sejumlah 1,4 ST sapi per tahun.
Pucuk tebu segar dapat menggantikan sebagian atau seluruh rumput gajah
sebagai hijauan pakan ternak, yang diberikan untuk pakan tanpa memberikan
pengaruh negatif terhadap kondisi tubuh maupun produksi ternak.
Pucuk tebu kering mengandung nutrisi lainnya seperti protein kasar yang
lebih baik dari jerami padi maupun jagung dan rumput gajah. Karena
kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, maka penggunaannya sebagai
sumber pakan hijauan/sumber serat (dalam bentuk segar) disarankan tidak
melebihi dari 8% bobot hidup ternak. Pemberiannya dilakukan bersama-sama
dengan bahan pakan lainnya yang mengandung protein kasar cukup tinggi
serta ditambahkan molase secukupnya sebagai perangsang.
Pucuk tebu dapat diperoleh sewaktu panen dalam jumlah yang banyak dan
relatif singkat. Untuk dapat bertahan dalam waktu yang lama perlu proses
pengawetan. Untuk menghindari kerusakan, karena mengandung air yang
cukup banyak, serta dapat dipergunakan dalam waktu yang lama, sebaiknya
bahan diawetkan dalam bentuk silase, wafer ataupun pelet.
Wafer pucuk tebu adalah pucuk tebu yang diawetkan dengan proses
pengeringan secara cepat sehingga kadar airnya tinggal 9-12%, kemudian
ditekan dengan tekanan tinggi sehingga berbentuk balok empat persegi
panjang.
Wafer pucuk tebu dapat diberikan kepada sapi potong dan sapi perah
sebanyak 2% dari berat badan dan pada ternak domba dan kambing masing-
7. masing 2,4 dan 2,9% dari berat badan, tetapi pemberiannya harus disertai
pakan tambahan.
Pelet Pucuk Tebu. Pelet pucuk tebu dibuat dengan cara memotong-motong
pucuk tebu kemudian dikeringkan. Potongan kering tersebut kemudian
digiling menggunakan alat penggiling (hammer mill) lalu dicetak
menggunakan mesin pelet. Untuk menghasilkan 1 ton pelet dengan kadar air
sekitar 9–11% diperlukan 4 ton pucuk tebu segar.
Pada penggemukan sapi, pemberian pelet dapat mempercepat kenaikan
berat badan, sedang pada sapi perah laktasi, pemberian pelet dapat
menurunkan kadar lemak susu.
Berdasarkan hasil penelitian pada penggemukan sapi pemberian pucuk tebu
segar 20 kg/hari dan konsentrat 2,80 kg dengan bahan kering 4,59 kg, dari
1,35% berat badan diperoleh pertambahan berat badan 0,77 kg/ekor/hari.
Sedang dengan pemberian pelet pucuk tebu 5 kg/hari dan konsentrat 2,94
kg, dengan bahan kering 4,25 kg dari 1,39% berat badan diperoleh
pertambahan berat badan 0,83 kg/ekor/hari.
Daun Kletekan dan Sogolan. Daun kletekan adalah daun tebu yang
diperoleh dengan cara melepaskan 3-4 daun tebu sebelum dipanen, pada
saat tebu berumur 4, 6 dan 8 bulan yang masing-masing disebut kletekan 1,
2 dan 3. Sedang sogolan adalah tunas-tunas tebu yang diafkir. Daun kletekan
dan sogolan merupakan sumber pakan ternak yang potensial untuk
didayagunakan, baik secara langsung maupun diolah dahulu.
Ampas Tebu. Ampas tebu adalah salah satu sisa produksi pembuatan gula,
yang merupakan hasil limbah kasar setelah tebu digiling. Serat kasar cukup
tinggi yang terdiri dari sellulosa, pentosan dan lignin sehingga dapat
digunakan sebagai sumber serat kasar untuk ternak ruminansia. Mengingat
serat kasar ampas tebu yang tinggi, maka pemakaiannya untuk ternak
ruminansia hanya bisa 25% dari total ransum.
8. Empulur Ampas Tebu. Empulur ampas tebu (baggase pith) merupakan hasil
samping dari pengolahan ampas tebu (bagasse) yang telah diambil seratnya
untuk keperluan serat kertas. Empulur digunakan sebagai pakan ternak untuk
mengimbangi jumlah tetes yang dipergunakan dalam pakan ternak dan
sebagai pengganti onggok.
Jumlah pith sekitar 9,9% dari berat tebu atau sekitar 30% dari berat ampas
tebu sehingga sebagai sumber serat bagi ternak. Pith tidak digunakan
sebagai pakan ternak secara tunggal karena palatabilitasnya yang rendah,
namum ditambahkan urea pada proses amoniasi dan pemberiannya kepada
ternak harus dicampurkan ke dalam pakan penguat. Untuk sapi potong, pith
amoniasi dapat menggantikan setengah bagian hijauan, sedang untuk sapi
perah dapat menggantikan 15% dari hijauan.
Tetes. Tetes adalah cairan kental hasil ikutan pemurnian gula yang
merupakan sisa nira yang telah mengalami proses kristalisasi. Di kalangan
peternak, tetes dikenal sebagai bahan pakan tambahan. Hal ini terutama
karena tetes merupakan zat gizi yang mengandung gula. Karena rasanya
yang manis, tetes dapat meningkatkan palatabilitas pakan (disukai ternak),
mengandung vitamin B komplek terutama untuk ternak ruminansia muda
serta sejumlah kecil mineral yang memiliki fungsi utama bagi kesehatan
ternak.
Tetes diketahui memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai komponen
bahan baku industri fermentasi maupun sebagai komponen pakan ternak.
Sebagai bahan pakan ternak dapat dilakukan berbagai cara, antara lain :
(1). Secara bebas terpisah dari bahan pakan lainnya. (2). Disemprotkan pada
pakan hijauan atau biji-bijian. (3). Dicampur dalam pakan campuran yang
siap digunakan (4). Sebagai pengawet dalam pembuatan silase sebanyak 1-
4% dari berat hijauan. Sebagai bahan pengawet dalam proses ensilasi, tetes
merupakan sumber utama pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi banyak
9. jenis mikroba, terutama untuk memacu pertumbuhan bakteri asam laktat.
Penambahan tetes selama proses silase dapat meningkatkan kualitas silase
dan disukai oleh ternak (palatabilitas).
Selain itu, tetes juga memiliki hasil samping. Hasil samping dari tetes, antara
lain :
(1). Urea Molasses Block, yaitu hasil tetes (60%) dengan campuran urea,
mineral, dedak padi, CaCo3 serta ditambahkan serbuk gergaji. Zat yang
terkandung di dalamnya dapat meningkatkan konsumsi pakan dan
pertambahan berat badan ternak. Pada umumnya UMB digunakan sebagai
bahan pakan imbuhan sumber energi, nitrogen dan mineral serta biasanya
dibuat dalam bentuk balok berukuran 40 x 20 x 15 cm. (2). L-Lysine,
merupakan fermentasi dari tetes dan digunakan sebagai nutrisi pelengkap
dalam formulasi pakan ternak. (3). Ragi pakan ternak, diperoleh melalui
pembiakan dari tetes atau sebagai hasil samping dari proses fermentasi
etanol dari tetes. Ragi pakan ternak merupakan sumber protein (50-51%)
biasanya diberikan sebagai substitusi sumber protein dalam formulasi pakan
ternak (mensubstitusi bungkil kedelai sampai 60% atau sekitar 9% dari berat
pakan ternak tanpa pengaruh negatif).
Blotong. Blotong adalah kotoran yang dapat dipisahkan dengan proses
penapisan dalam proses klarifikasi nira dan mengandung bahan organik,
mineral, protein kasar dan gula yang masih terserap di dalam kotoran
tersebut. Blotong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak atau pupuk organik.
Agar memberikan hasil optimal dalam model integrasi ini, pemeliharaan
ternak disarankan dilakukan secara intensif dengan pola
mengandangkannya. Kandang dapat dibuat dalam bentuk individu maupun
kelompok. Model dan ukuran kandang disesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini
diperlukan untuk memudahkan dalam pengumpulan limbah ternak sapi
maupun dalam pemberian pakannya.
10. III. Komponen Integrated Farming System
Sistem ini memiliki satu pusat dan satu tujuan yaitu manusia yang harus
dipenuhi kebutuhannya. Pusat ini dikelilingi dengan berbagai model kegiatan
ekonomi pertanian yang saling berkaitan satu sama lain misalnya peternakan,
perikanan, ladang/persawahan dan pengelolaan limbah (waste treatment).
Satu persatu kita akan membahas komponen integrated farming system
tersebut:
1. Manusia
Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan energi sebagai motor
kehidupannya. Dengan integrated farming system, manusia tidak hanya
mendapatkan keuntungan finansial tetapi juga pangan sebagai kebutuhan
primer dan energi panas serta listrik.
Skema alur interaksi antara satu komponen dengan komponen lainnya dalam
integrated farming system
(Sumber : http://www.fao.org)
11. 2. Peternakan
Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak
ekonomi dalam integrated farming system. Sumber energi berasal dari
daging, susu, telur serta organ tubuh lainnya bahkan kotoran hewan.
Sedangkan fungsi penggerak ekonomi berasal dari hasil penjualan ternak,
telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran).
Dalam mendesain komponen peternakan yang akan digunakan untuk
integrated farming system faktor biosekuriti adalah faktor penting yang harus
selalu diperhatikan. Adalah pencegahan penularan penyakit antar hewan
yang menjadi fokus biosekuriti tersebut.
Seperti kita ketahui bahwa babi dan unggas air tidak boleh dipelihara
berbarengan dengan ayam. Hal ini dikarenakan unggas air adalah reservoir
yang akan menularkan virus AI ke berbagai hewan termasuk ayam tanpa
unggas air tersebut menderita sakit. Sedangkan babi adalah mixing vessel,
yang bila bersamaan terinfeksi virus AI dan influenza manusia, berpotensi
menghasilkan virus baru yang dikhawatirkan dapat menyerang manusia dan
ayam. Oleh karena itu, keduanya tidak boleh dipelihara dalam satu
peternakan.
Hal serupa juga berlaku untuk sapi dan babi. Keduanya disarankan tidak
dipelihara dalam satu lokasi karena beresiko terjadi penularan cacing pita dari
sapi ke babi atau sebaliknya.
Di lapangan, kombinasi antar hewan ternak umumnya jarang dilakukan.
Biasanya ternak dikombinasikan dengan ikan. Jikapun ada, biasanya
dipelihara dalam kandang atau lokasi berbeda, terpisah jarak yang jauh juga
sistem kerja yang terpisah, atau dengan kata lain, tidak berhubungan satu
sama lain. Contohnya adalah pekerja di kandang babi tidak boleh masuk ke
kandang sapi begitupun sebaliknya.
12. 3. Persawahan atau Ladang
Syarat tanaman yang bisa diusahakan adalah bernilai ekonomi dan bisa
menyediakan pakan untuk peternakan. Padi, strawberi, apel, anggur,
singkong, tomat, talas dan jamur dapat digunakan dalam integrated farming
system. Perhatikan bahwa padi yang digunakan harus berlabel biru atau yang
tahan terhadap air yang agak tinggi. Hasil samping pertanian berupa jerami,
sekam dan sisa batang dapat digunakan sebagai pakan ternak dan ikan,
pembuatan biogas dan kompos.
Jamur dapat dipilih karena menggunakan kotoran ternak dan tidak
membutuhkan lahan luas
(Sumber : Simon & Schuster 1994)
4. Perikanan
Ikan yang digunakan untuk integrated farming system adalah ikan air tawar
yang dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak
membutuhkan perawatan ekstra, mampu memanfaatkan nutrisi yang ada dan
memiliki nilai ekonomis. Ikan yang sering digunakan adalah ikan nila, gurami,
mas, tambakan dan lele. Ikan dapat dipeli-hara secara tunggal (monoculture)
atau campuran (polyculture), asalkan jenis yang dipelihara mempunyai
kebiasaan makan berbeda agar tidak terjadi perebutan pakan, misalnya ikan
mas dengan gurami.
Nutrisi untuk ikan berasal dari jatuhan kotoran ternak yang kering dan sisa
pakan ternak. Selain yang kering, kotoran ternak yang jatuh ke kolam juga
memacu perkembangan plankton yang menjadi makanan ikan. Oleh karena
itu, sebaiknya peternak juga memilih ikan yang dapat memanfaatkan plankton
di dalam kolam seperti ikan tambangan. Ikan nila, gurami, mas dan lele
adalah ikan yang dapat digunakan dalam integrated farming system
(Sumber : wikipedia.com)
13. 5. Waste Treatment
Komponen ini berperan dalam penyediaan energi dan penekan pencemaran
lingkungan. Hasil dari pengolahan limbah tersebut adalah:
Kompos dan pupuk kandang
Bahan pembuat kompos adalah kotoran sapi (80-83%), jerami padi (bisa
sekam, serbuk gergaji dan lain-lain sebanyak 5%), abu dapur (10%), bakteri
starter (0,25%) dan kapur (2%). Bahan lain dapat digunakan asalkan kotoran
sapi minimal 40% dan kotoran ayam 25%.
Teknik pembuatannya adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi
menjadi 4 lokasi (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
dan tempat tersebut dinaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air
hujan secara langsung. Proses pembuatannya diawali dengan membiarkan
kotoran sapi (feses dan urin) selama 1 minggu agar kadar air menurun
hingga 60%. Lalu kotoran dipindahkan ke lokasi satu dan dicampur merata
dengan jerami padi, abu dapur, kapur dan bakteri starter.
Setelah satu minggu tumpukan dipindahkan ke lokasi kedua dengan cara
diaduk/ dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan
meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi
peningkatan suhu hingga 70OC untuk mematikan pertumbuhan biji gulma
sehingga kompos yang dihasilkan bebas dari biji gulma. Dan kompos didapat
telah siap digunakan (http://www.sinartani.com).
Biogas
Biogas terbentuk dari hasil penguraian kotoran hewan oleh mikroorganisme
yang terdiri atas karbondioksida (30-40%), hidrogen (1-5%), metana (50-
70%), uap air (0,3%), nitrogen (1-2%), dan hidrogen sulfat (endapan). Metana
sebagai komponen terbesar dapat dimanfaatkan untuk memasak dan
14. pemanas. Banyaknya metana yang dihasilkan juga menentukan daya listrik
yang dihasilkan. Satu meter kubik (m3) metana yang setara dengan 10 kWh
atau 0,6 liter bensin, mampu menghidupkan lampu 60-100 watt selama 6 jam.
Cukup 3 ekor sapi untuk memenuhi kebutuhan energi skala rumah tangga.
Pada dasarnya, biogas dapat diolah dari berbagai macam feses. Hanya, tiap
feses ternyata memiliki kelebihan dan kekurangan. Contoh, feses sapi yang
mudah dibuat biogas karena sedikit mengandung unsur-unsur kimia. Selain
itu, perbandingan C/N (Carbon/Nitrogen) feses sapi adalah yang paling baik
sehingga bakteri pembentuk gas dapat tumbuh lebih baik.
Lain halnya dengan feses ayam yang dipelihara secara intensif. Feses ayam
tersebut memiliki kandungan zat kimia yang tinggi sehingga membutuhkan
perhatian khusus dalam pembuatannya. Terlepas dari itu, feses ini juga
mengandung lebih banyak nitrogen dan mekar lebih banyak sehingga dapat
menghasilkan biogas dan pupuk lebih banyak.
Prinsip utama pembuatan biodigester (tabung pembuatan biogas) adalah
kedap udara. Gambar di bawah ini memperlihatkan biodigester menggunakan
dua tabung yang saling berhubungan. Melalui pipa (lubang inlet), kotoran dan
air dimasukkan menuju tabung pertama. Perbandingan kotoran dengan air
adalah 1:2. Jika kotoran terlalu padat maka biogas yang dihasilkan tidak
optimal karena sulit dibebaskan ke biodigester.
Letak tabung pertama harus lebih rendah daripada tabung kedua. Saat
kotoran baru dimasukkan ke tabung 1, kotoran yang lama akan terdesak ke
tabung kedua. Di tabung pertama inilah tempat keluarnya biogas. Beberapa
peternak menggunakan plastik yang didesain sedemikian rupa membentuk
balon berisi biogas sebagai penampung biogas. Plastik ini biasanya
digantung di langit-langit kandang dan terlindung dari hujan dan panas. Dari
penampung biogas inilah, biogas dialirkan ke rumah-rumah menggunakan
selang plastik.
15. Tabung kedua berfungsi sebagai tempat kontrol kualitas biogas dan juga
tempat pengambilan ampas kotoran. Jika yang terdapat di permukaan tanah
adalah endapan kotoran, berarti proses berjalan baik. Namun jika yang
tampak adalah air maka dipastikan telah terjadi kebocoran instalasi atau
terjadi proses biogas yang tidak optimal (Poultry Indonesia April 2009, hal 55-
56).
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan memasukkan air yang
mengandung desinfektan dan antibiotik ke dalam tempat pembuatan kompos
dan biogas. Tindakan ini akan mematikan mikroorganisme tersebut.
IV. Kelebihan dan Kelemahan Integrated Farming System
Tentunya sistem ini memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1. Sepanjang penggunaan obat-obatan masih mengikuti aturan pakai, sistem
ini sangat ramah lingkungan
2. Efisiensi energi, karena tidak ada energi yang terbuang percuma
3. Meningkatkan efektivitas lahan, dengan luas lahan yang sama, peternak
bisa memiliki dua usaha sekaligus
4. Sumber dana terus menerus tanpa waktu kosong
Meski begitu, peternak tetap memperhitungkan beberapa hal yaitu :
1. Resiko penularan penyakit antar hewan. Biosekuriti ketat dan tidak
memelihara lebih dari satu hewan ternak dapat menjadi solusi
2. Daya tampung satu komponen terhadap komponen lain agar tercipta
keseimbangan. Contoh, populasi ayam harus menyesuaikan populasi ikan
di kolam agar ikan tidak keracunan ammonia
3. Peningkatan resistensi antibiotik di lingkungan. Solusinya adalah rolling
antibiotik dilakukan lebih sering dan mengikuti aturan pakai yang telah
ditetapkan
16. Contoh Integrated Farming System
1. Tebu-Sapi-Cacing Tanah-Biogas
Model ini juga menarik untuk dikembangkan. Tebu yang akan diolah menjadi gula
dan menyisakan ampas tebu, daun dan tetes tebu. Umumnya ampas tebu
digunakan untuk bahan bakar pemasak (ketel) di pabrik. Selain itu, digunakan
untuk briket, bahan baku pulp, bahan kimia (xylitol, methanol dan metana) dan
bioetanol melalui fermentasi.
Tetes tebu (molasses) popular sebagai sumber energi dalam pakan ternak.
Penambahan maksimal 5% dalam pakan akan meningkatkan berat badan sapi
karena peningkatan jumlah energi dalam pakan. Penambahan 2-5% akan
meningkatkan palatabilitas (cita rasa) pakan. Dalam industri pakan, molasses juga
berfungsi sebagai pembentuk pellet (pellet binder). Jika dicampur dengan pupuk
urea, bungkil kelapa, tepung batu gamping, dedak padi, gandum, dan garam dapat
membentuk UMB (urea molasses block) yang dapat digunakan sebagai suplemen
pakan.
17. Model integrated farming system tebu-sapi-cacing tanah-biogas diterjemahkan dari
grafik ini
(Sumber : http://www.fao.org)
Dalam sistem ini, kotoran sapi berfungsi sebagai media pembiakkan cacing tanah
dan bahan baku biogas. Ternyata feses sapi adalah media terbaik untuk
membiakkan cacing tanah karena kandungan protein tercernanya rendah. Sebelum
dijadikan media pembiakkan, feses tersebut harus difermentasikan selama tiga
minggu.
Cacing tanah yang dapat dibiakkan ialah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida.
Setelah 40 hari di-biakkan, telur dan cacing tanah dapat dipanen. Bahkan, media
pembiakkan cacing tanah juga bernilai ekonomi yang disebut vermikompos. Dari
100 kg media pembiakkan, dapat diperoleh 70 kg vermikompos. Vermikompos
mengandung Phospor (0,6-0,7%), Kalium (1,6-2,1%), Nitrogen total (1,4-2,2%), C/N
rasio (12,5-19,2), Magnesium (0,4-0,95%), Calsium (1,3-1,6%), pH 6,5-6,8 dengan
kandungan bahan organik mencapai 40,1–48,7%. Vermikompos dan pupuk
kompos dari biogas dapat digunakan untuk pupuk bagi tanaman tebu dan juga
buah-buahan.
2. Ayam-Ikan-Padi
Di Indonesia, adaptasi sistem ini adalah longyam atau balong ayam. Keuntungan
sistem ini adalah:
Efisiensi pakan ikan yang berasal dari kotoran ayam dan jatuhan pakan ayam (±
1-5% dari pakan yang diberikan ke ayam)
Efisiensi lahan diatas kolam yang tidak dimanfaatkan
Sistem ini lebih dianjurkan untuk ayam kampung karena kepadatan ayam yang
berada di atas kolam lebih rendah. Ayam kampung pun dinilai lebih mudah
beradaptasi terhadap lingkungan kandang longyam.
18. Kandang dibangun di atas kolam berbentuk bujur sangkar dengan ketinggian 1,2
meter dari permukaan air dan kedalaman kolam 1,5 meter. Tujuannya untuk
sirkulasi udara dan mencegah pelembaban lantai kandang oleh kolam. Ikan nila
dan lele direkomendasikan untuk sistem ini karena sangat toleran dengan level
oksigen yang rendah. Satu hektar kolam dapat menampung 12500 ekor ikan nila
ukuran 3-5 cm.
Padi sebagai komponen terakhir akan memanfaatkan air dari kolam ikan yang kaya
dengan unsur-unsur hara. Timbal baliknya adalah sisa panen padi berupa sekam
dapat dimanfaatkan sebagai litter kandang dan jerami dapat dijadikan kompos.
V. Pembuatan Integrated Farming System
Proses mendesain integrated farming system harus mencakup faktor-faktor di
bawah ini yaitu:
1. Modal
Penekanan faktor modal meliputi modal teknis dan non teknis. Modal
teknis meliputi biaya pembuatan kandang, pembuatan kolam, harga tanah
untuk lahan persawahan/ ladang dan sebagainya. Peternak dapat
meninjau modal teknis dari kondisi lingkungan seperti ketersediaan air
bersih, agen penyakit, suhu, kondisi tanah dan sebagainya. Lakukan
survei pendahuluan untuk memetakan bagaimana desain integrated
farming system yang akan dibuat. Lalu perhitungkan berapa modal yang
dibutuhkan, kapan modal akan kembali, berapa besar resiko yang akan
dihadapi dan sebagainya.
Modal non teknis menyangkut perizinan usaha tersebut. Dikarenakan
integrated farming system merupakan gabungan dari pertanian,
peternakan dan perikanan maka peternak wajib mengantongi izin untuk
ketiganya.
19. 2. Tenaga Kerja
Tabel 1 menerangkan bagaimana perbandingan kebutuhan tenaga kerja
jika Anda akan membangun suatu integrated farming system. Misalnya,
akan lebih hemat jika menggabungkan padi dengan ikan dibandingkan
buah dengan babi.
3. Teknologi
Pemakaian teknologi lebih baik tentu berakibat pada dua hal yaitu modal
dan tenaga kerja. Penggunaan teknologi yang modern dalam budidaya
buah dan ikan tentunya akan menurunkan biaya untuk tenaga kerja.
4. Keuntungan
Keuntungan bersih didapatkan dari selisih antara biaya (cost) dan
pendapatan kotor (bruto). Gunakan perhitungan biaya berdasarkan
kegiatan produksi (FC, VC, dan TC). Biaya tetap (fixed cost/ FC)
digunakan untuk biaya yang harus keluar meski usaha sedang tidak
berjalan misalnya penyusutan kandang, retribusi dan sebagainya. Biaya
berubah (variable cost / VC) adalah biaya yang jumlahnya mengikuti
volume produksi. Contoh, biaya pakan, pupuk, obat-obatan dan
sebagainya. Keduanya harus dijumlahkan dan digabungkan menjadi
biaya total (total cost / TC).
Keuntungan berasal dari penjualan hasil produksi. Berdasarkan tabel 1,
usaha yang paling menguntungkan dalam integrated farming system
adalah perikanan. Penyebab utama adalah biaya pakan ikan turun
drastis. Suatu farm sistem longyam di Amerika Serikat diberitakan
mengantungi keuntungan US$ 1883/ hektar atau Rp. 17.888.500,-/
hektar (Kurs Rupiah = Rp 9500,-) yang 87% berasal dari ikan (± Rp. 15,6
juta).
20. Tabel 1. Perbandingan tenaga kerja, modal, teknologi dan keuntungan
berbagai komponen integrated farming system
Begitulah selintas mengenai integrated farming system yang dapat kami berikan.
Mudah-mudahan selintas ilmu ini akan menjadi sebuah masa depan yang baik oleh
usaha Anda. Selamat mencoba.