Freddy Budiman ditangkap kembali karena mengendalikan jaringan internasional penyelundupan 50 ribu butir ekstasi dari Belanda dan 800 gram sabu dari Pakistan. Polisi menemukan laboratorium rahasia milik Freddy dan menyita 50 ribu butir ekstasi, 800 gram sabu, serta narkoba baru jenis CC4. Freddy mengakui mengendalikan jaringan tersebut karena tuntutan dari jaringannya dan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
1. Kasus Narkoba Freddy Budiman
Viva.co.id - Rapatnya jeruji besi penjara Nusakambangan, rupanya tak menyurutkan
Freddy Budiman untuk kembali menjadi dalang peredaran narkoba jaringan internasional.
Gembong narkoba kelas kakap ini mengendalikan jaringan penyelundupan 50 ribu butir ekstasi
dari Belanda dan 800 gram shabu dari Pakistan ke Indonesia.
Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri kembali mengendus jejak Freddy
Budiman dalam peredaran narkoba internasional. Freddy dijemput Bareskrim Polri dari selnya di
Nusakambangan Kamis pekan lalu, 9 April 2015.
Penjemputan ini begitu mengejutkan, sebab
lama tak terdengar kabarnya, Freddy
Budiman yang separuh rambutnya di bagian
atas dicat pirang itu dijemput aparat
kepolisian dengan menggunakan pesawat
khusus milik kepolisian, lengkap kawalan
aparat bersenjata lengkap, bak terduga
teroris.
Freddy langsung digelandang tim
penyidik Direktorat IV Narkoba Badan
Reserse Kriminal Polri di Cawang, Jakarta Timur, untuk menjalani pemeriksaan intensif. Tak lama
setelah Freddy dibawa ke Jakarta, tim penyidik yang dipimpin AKBP Christian Siagian
menggeledah Lapas Cipinangdan Lapas Salemba.
Di Lapas Cipinang, Jakarta Timur, penyidik berhasil mengamankan satu orang tersangka
atas nama Andre Samsul, bersama barang bukti berupa 122 lembar CC4, serta sabu 0,69 gram,
10 telepon gengam, satu buku tabungan, dan satu timbangan. AKBP Christian mengatakan,
tersangka yang ditangkap merupakan jaringan dari gembong narkoba Freddy Budiman.
"Kami menemukan narkoba jenis baru CC4, jenis ini yang belum ada di undang-undang
dan baru ditemukan di dalam LP cipinang. Penangkapan ini juga rangkaian dari penangkapan
gembong narkoba Freddy Budiman di Lapas Nusakambangan," ujar Christian, Jumat 10 April
201
Sedangkan di Lapas Salemba, Jakarta Pusat, tim penyidik narkoba Bareskrim Polri
membawa seorang napi yang terlibat penyelundupan narkoba atas nama Cecep Setiawan, alias
Asiong dan Kim yang merupakan warga negara Singapura. Mereka diketahui membuat pabrik
narkoba di dalam lapas.
Pengungkapan kasus ini sebenarnya bermula dari penangkapan orang-orang yang
diduga kaki tangan Freddy di tiga lokasi, yakni Perumahan Central Park, Cikarang Utara, Bekasi,
Vina Widya Putri
X-H
2. Perumahan Graha Cikarang Blok D 15, serta rumah di Jl. Cempaka Lestari, Lebak Bulus, Jakarta
Selatan. Penangkapan ini terjadi beberapa hari, sebelum penggeledahan di Lapas Cipinang dan
Salemba.
Dari penangkapan di tiga lokasi itu kemudian dikembangkan penyidik dengan
menggeledah sebuah ruko yang merupakan
pabrik konveksi di Cengkareng, Jakarta Barat,
diduga sebagai pabrik pembuatan ekstasi. Polisi
menyita satu unit mesin pembuat ekstasi, bahan
baku ekstasi, juga narkotika jenis CC4, serta 50
ribu butir ekstasi.
Kiprah Freddy Budiman dalam penyelundupan
narkoba jaringan internasional dari balik
penjara, bukan yang pertama. Kasus serupa juga
pernah dilakukan Freddy pada 2012 silam. Freddy yang tengah mendekam di LP Cipinang,
terbukti mengatur penyelundupan 1,4 juta butir ekstasi yang diimpor dari China.
Pengungkapan kasusnya bermula, dari kaki tangannya yang ditangkap aparat BNN
ketika hendak menyelundupkan 1,4 juta butir ekstasi dari China. Dari penangkapan itu
terungkap bahwa penyelundupan barang haram itu atas perintah Freddy Budiman.
Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Senin 15 Juli 2013, akhirnya menjatuhkan vonis
hukuman mati kepada Freddy Budiman. Hakim, bahkan mencabut tujuh hak Freddy. Salah
satunya adalah hak untuk berkomunikasi dengan perangkat gadget apa pun.
Mahkamah Agung juga menguatkan putusan PN Jakbar, dengan menolak Kasasi yang
diajukan Freddy Budiman. Ketua majelis Dr. Artidjo Alkostar dengan anggota Prof. Dr. Surya Jaya
dan Sri Murwahyuni. Dengan demikian, proses eksekusi mati terhadap Freddy dapat segera
dilakukan.
Terancam hukuman Mati
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal, Budi Waseso, Selasa, 14 April
2015, mengatakan penyidik narkoba Bareskrim Polri berhasil membongkar laboratorium rahasia
milik gembong narkoba yang juga terpidana mati, Freddy Budiman di Ruko CBD Mutiara, Taman
Palem, Cengkareng, Jakarta Barat.
Dalam ruko tersebut, ditemukan banyak sekali barang bukti narkoba yang dalam proses
pembutan hingga sudah menjadi kemasan dan siap kirim. Yang paling mengejutkan pihak
kepolisian adalah ditemukannya narkoba jenis baru bernama CC4.
Menurut Budi Waseso, narkoba jenis CC4 ini didatangkan langsung dari luar negeri.
[Baca:Narkoba Milik Freddy Cs Bisa Bikin Orang Lompat dari Gedung]
"Jadi, ini pengirimannya dari luar negeri dan kita sudah amankan beberapa orang. Enam
3. di antaranya sudah ditangkap, satu lagi masih DPO (daftar pencarian orang), karena berada di
Belanda," ujar Budi Waseso di Taman Palem Cengkareng, Jakarta Barat.
Barang bukti yang disita berupa 50 ribu butir ekstasi yang diduga dari Belanda, 800 gram
shabu diduga dari Pakistan, 122 lembar narkotika berbentuk perangko (CC4) diduga dari Belgia,
20 buah handphone, satu buah mesin cetak ekstasi, satu buah tabung reaksi, 25 kilogram bahan
baku ekstasi.
Selain itu, satu kilogram bahan pewarna, 10 kilogram bahan pelarut, satu buah
timbangan digital, satu buah timbangan manual, satu buah alat pemanas, satu buah alat
pendingin, satu gulungan alumunium foil.
Budi menyoroti peredaran narkoba ini, karena dikendalikan oleh narapidana yang tengah
menjalani proses hukum di lembaga pemasyarakatan. Salah satunya, melibatkan gembong
narkoba yang sudah divonis mati, Freddy Budiman. "Pelakunya orang-orang lama dan kami ikuti
selama dua bulan, akhirnya terungkap," jelas dia.
Budi Waseso menegaskan, Bareskrim Polri akan mempertimbangkan untuk menjerat
para pelaku dengan ancaman hukuman maksimal, termasuk oknum di lapas yang membantu
Freddy mengendalikan narkotika. Bahkan, hukuman para pelaku saat ini akan lebih berat dari
ancaman kasus narkotika sebelumnya.
"Ini pasti kita lakukan. Bagaimana pun, kalau pelaku tidak diberikan hukuman maksimal,
tidak ada efek jera dan ini akan berkembang terus," ujar Budi.
Sementara itu, terkait desakan agar Freddy Budiman segera dieksekusi mati, mantan
Kapolda Gorontaloini menegaskan bahwa Freddy Budiman segera dieksekusi mati. Namun,
untuk saat ini, polisi masih membutuhkan keterangannya untuk mengungkap jaringan narkotika
internasional yang dipimpin Freddy Budiman.
"Karena ada kemungkinan yang kita ungkap jaringan melibatkan beberapa oknum. Insya
Allah, oknum petugas yang mendalangi, memperlancar, membantu terjadinya peredaran ini,
perbuatannya, pabriknya, akan kita lakukan tindakan," kata Budi.
Meski begitu, kepolisian juga sudah membekukan sejumlah aset milik Freddy Budiman
yang diduga hasil dari bisnis narkoba. Sebagian besar harta kekayaan Freddy telah
diinvestasikan ke berbagai unit bisnis lainnya, salah satu unit bisnis yang teridentifikasi polisi
ialah Bali Kuta Residence di Pulau Bali.
Freddy juga memiliki sejumlah rumah mewah dan sebuah pabrik peracikan narkotika
jenis ekstasi di wilayah Jakarta Barat. Namun, kini semua aset itu sudah berpindah tangan,
karena polisi menyitanya sebagai barang bukti kasus peredaran narkotika.
"Sejauh ini, kita sudah sita aset tersangka Rp80 miliar. Itu belum termasuk tabungan ya,"
kata dia.
Budi menduga jaringan internasional Freddy kemungkinan tidak dikendalikan dia sendiri.
4. "Yah, semuanya bukan dia sendiri, ada kepemilikan modal. Modal sementara diketahui dari
Freddy sendiri dan keluarganya, karena pabrik ini punya Freddy kan, dirinya kebetulan juga
pengendali jaringan ini di lapas," lanjutnya.
Dalam kasus peredaran narkotika jaringan internasional, Direktorat Narkoba Mabes Polri
berhasil menetapkan 12 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Freddy Budiman, Yanto, Aries,
Latif, Gimo, Asun, Henny, Riski, Hadi, Kimung, Andre, dan Asiong.
Mereka diancam Pasal 114 juncto Pasal 132 UU Narkotika dengan ancaman hukuman
pidana mati, atau kurungan penjara seumur hidup. Bagi Freddy Budiman, ancaman hukuman
mati ini adalah yang kedua kalinya, setelah vonis mati dia terima pada 2013 lalu.
Tuntutan jaringan
Freddy Budiman mengakui, aksinya kali ini mengendalikan peredaran ekstasi dan
narkoba jenis baru CC4 dari balik penjara, karena tuntutan dari jaringan narkoba internasional
yang selama ini ia ikut didalamnya. Freddy tak kuasa menolak, padahal telah divonis mati 2013
lalu, dia telah berjanji tidak akan kembali ke bisnis haram ini.
"Jaringan saya menuntut saya untuk ikut terus. Mungkin, karena mereka melihat saya ini
terpidana mati. Kedua, mungkin mereka tidak memiliki orang selain saya. Jadi, mereka menuntut
saya untuk ikut lagi. Saya juga punya kebutuhan yang harus saya cukupin. Jadi, saya ambil
langkah cepat ini," kata Freddy dalam wawancara khusus bersama tvOne.
Lagi pula, terang Freddy, nasibnya di penjara saat ini tidak diketahui ujungnya. Bagi
terpidana mati yang telah berkelakuan baik juga tidak memperoleh reward (imbalan) apa pun
dari pemerintah. "Kalau saya lihat, apa yang didapat bila terpidana mati yang berkelakuan baik?"
ujarnya.
Terlepas dari itu, Freddy telah mengakui semua perbuatannya. Dia, bahkan sengaja
mengulangi perbuatannya itu, meskipun diisolasi selama satu tahun di Nusakambangan. Setelah
keluar dari sel isolasi, Freddy melihat adanya celah untuk berkomunikasi dengan jaringannya
yang ada di luar.
"Saya lihat celahnya dari wartel. Saya menggunakan wartel khusus pemasyarakatan.
Ssaya dapat komunikasi dari yang ada di Belanda dan Indonesia," ujar Freddy.
Celah ini yang kemudian dipertanyakan, bagaimana sebenarnya pengawasan di Lapas
Batu Nusakambangan. Walau ada pengawasan, namun Freddy menyangsikan pengawasan yang
dilakukan pihak lapas. "Nyatanya, saya bisa lakukan," katanya.
Freddy begitu leluasa mengendalikan jaringan narkoba internasional dari
Nusakambangan. Dalam beberapa bulan terakhir, dia, bahkan bebas berkomunikasi dengan
jaringannya yang ada di Indonesia dan Belanda menggunakan telepon genggam dari dalam
lapas.
5. Dia dibantu oleh kaki tangannya yang berada di luar lapas, termasuk adiknya, Latif, yang
juga direkrut untuk mengurusi transfer keuangan. Namun, Freddy menepis bahwa kaki
tangannya di luar sana mencapai belasan orang. Dia hanya mempekerjakan beberapa orang
saja.
"Sebenarnya, menjerat 14 orang itu tidak. Saya cuma mempekerjakan 4-5 orang. Yang
lain-lain, mungkin kena dampak dari kegiatan narkoba," terang Freddy. Ada pun dua orang yang
ditangkap di Lapas Cipinang dan Salemba hanya sebagaimarketing di dalamlapas.
Freddy memesan 50 ribu butir ekstasi dari Belanda, melalui seseorang bernama Boncel,
yang kini masuk dalam daftar buron, dengan pengiriman melalui jalur baru, tidak langsung dari
Belanda ke Indonesia, tapi melalui Jerman baru dibawa ke Indonesia.
"Iya. Saat itu, dia (Boncel) menawarkan barang, ekstasi dan sejenisnya untuk dikirimkan
ke Indonesia, tetapi melalui Jerman," ungkapnya.
Pria yang juga pernah dipidana kasus pencopetan ini tak menampik mengedarkan
narkoba jenis baru yakni CC4 di Indonesia. Menurut Freddy, narkoba jenis CC4 itu dia dapatkan
dari Eropa. "Itu penemuan dari Eropa. Mereka melakukan penelitian dan dijadikan narkoba jenis
prangko," kata Freddy.
Tadinya, bila puluhan ribu butir ekstasi itu berhasil lolos, dari pabrik ekstasi yang dia miliki di
Cengkareng, Jakarta Barat itu, Freddy dengan bantuan kaki tangannya dapat memproduksi
sendiri ekstasi dan CC4 untuk diedarkan di Indonesia. Dengan asumsi, 50 ribu butir ekstasi akan
habis terjual selama 10 hari.
"Beberapa jenis baru yang akan diproduksi di Indonesia juga ada," tegasnya. [Baca: Jika
Terlambat, 1,5 Juta Orang Jadi Korban Narkoba Freddy]
Dua kali tertangkap mengendalikan peredaran narkoba dari penjara, Freddy meminta
maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Pria yang sempat dekat dengan sejumlah wanita cantik
ini mengakui, akibat perbuatannya yang tidak mendukung program pemerintah dalam
pemberantasan narkoba.
"Saya pribadi minta maaf kepada masyarakat Indonesia atas tingkah laku dan keburukan
saya dalam dunia narkoba di Indonesia," ujar Freddy Budiman yang kini mengaku tak lagi
mengonsumsi narkoba dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Sumber: http://fokus.news.viva.co.id/news/read/613827-hukuman-mati-kedua-
gembong-freddy-budiman/4
Kesimpulan:
Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah memvonis hukuman mati kepada Freddy
Budiman karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 114 Undang-
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pertimbangan majelis hakim
6. menjatuhkan hukuman mati karena dia terbukti sebagai pemilik satu kontainer berisi 1,4
juta pil ekstasi yang didatangkan dari China. Terbongkarnya bisnis Freddy Budiman ini
setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 28 Juli 2012, mengamankan sebuah truk
yang mengangkat 1,4 juta butir ekstasi di Pintu Tol Kamal, Cengkareng, Jakarta
Barat. Barang tersebut didapat dari sebuah kontainer yang dikirim dari pelabuhan
Lianyung, Shenzhen, China dengan tujuan Jakarta pada 8 Mei 2012.
Freddy kembali diperiksa terkait dugaan keterlibatannya masih mengendalikan
peredaran narkotika jaringan internasional meski berada di balik jeruji besi Lembaga
Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah. Kepala Bagian Penerangan Umum
Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengatakan, dugaan itu terungkap ketika
Direktorat Tindak Pidana Narkotika Badan Reserse Kriminal Polri menangkap pelaku
kejahatan narkotika. Mereka mengakui ada keterlibatan Freddy.
Hukuman mati yang dijatuhkan kepada Freddy belum juga dilaksanakan, sebab ia
masih memiliki beberapa langkah hukum yang dimungkinkan sesuai dengan ketentuan
undang-undang dan juga polisi masih membutuhkan keterangannya untuk
mengungkap jaringan narkotika internasional yang ia pimpin.