SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
Download to read offline
TUGAS MATA KULIAH
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MULTI USAHA KEHUTANAN
MODEL BISNIS BARU PENGELOLAAN HUTAN PERHUTANI
DENGAN PENDEKATAN PERUBAHAN REGULASI, BENTUK
KELEMBAGAAN DAN FAKTOR SOSIAL
TEDY SUMARTO
E1601211006
MANAJEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
Model Bisnis Baru Pengelolaan Hutan Perhutani dengan pendekatan Perubahan
Regulasi, Bentuk Kelembagaan dan Faktor Sosial
I. Pendahuluan
Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara yang ditugasi untuk pengelolaan
hutan di wilayah Jawa dan Madura memiliki tantangan dalam pengelolaan saat ini. Kondisi
SDH yang terus menurun, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang juga
berubah serta adanya perubahan regulasi dalam pengelolaan hutan memerlukan adanya
penyesuaian model bisnis pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Perhutani saat ini.
Skema pengelolaan hutan yang dilakukan Perhutani yang melibatkan masyarakat
terus mengalami perubahan dimulai dengan era PHBM, berubah menjadi perhutanan sosial
dan saat ini seiring dengan telah diterbitkannya undang-undang Nomor 11 tahun 2020
tentang Cipta Kerja yang diikuti dengan terbitnya aturan turunan di bidang kehutanan yaitu
melalui PP Nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan kehutanan, dimana kewenangan
terkait Perhutanan Sosial diambil alih oleh Pemerintah (Kemen LHK), maka Perhutani
diarahkan hanya fokus untuk pengelolaan bisnis. Terkait dengan hal tersebut implementasi
perhutanan sosial yang sudah berjalan di Perhutani harus menyesuaikan dengan regulasi
baru tersebut.
Arahan untuk melakukan perubahan skema pengelolaan dan tata hubungan kerjasama
dengan masyarakat tersebut lebih dikarenakan untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat desa, dengan terbentuknya badan usaha akan memberikan akses kepada
masyarakat dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. dan pemberian sharing
kepada masyarakat berdasarkan kontribusi yang lebih fair dalam penerapanannya karena
masing-masing pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi sesuai dengan
kemampuannya. Perubahan tersebut tentunya berdampak kepada pengelolaan bisnis
Perhutani ke depan yang secara garis besar dipengaruhi oleh regulasi yang menuntut adanya
perubahan kelembagaan dari LMDH saat ini yang tentu saja kondisi sosial dari masing-
masing masyarakat yang berada di wilayah hutan Perhutani secara langsung akan
berpengaruh terhadap model bisnis yang dipilih ke depan oleh Perum Perhutani.
II. Tinjauan Teori
Kinerja atau keberhasilan skema model bisnis dengan masyarakat berupa kemitraan
untuk peningkatan usaha ekonomi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait atau
saling berpengaruh. Faktor-faktor tersebut adalah regulasi, kelembagaan usaha (bisnis) dan
faktor sosial.
A. Perubahan Regulasi
Salah satu sebab hambatan perubahan kebijakan adalah terdapatnya narasi kebijakan
dan diskursus (Sutton, 1999), sebagai penyebab terwujudnya kondisi sulit bagi tumbuhnya
inovasi baru dalam pembuatan kebijakan. Kondisi tersebut akibat dari akumulasi pengaruh
dalam pembuatan kebijakan, misalnya pengetahuan dan bahkan keyakinan yang sudah
usang, adanya kepentingan kelompok tertentu, kurang informasi yang diperlukan untuk
mengungkap suatu fenomena, pemimpin yang tidak mengambil peran yang seharusnya,
perorangan yang dapat mengubah hasil-hasil kesepakatan dalam pembuatan kebijakan
(street level bureaucracy) maupun keterlanjuran yang tidak mungkin diubah saat itu (sunk
cost effect)
Implementasi Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perhutani mengalami beberapa kali
perubahan yang didasari oleh aturan kebijakan yang ditetapkan oleh Kementrian LHK
dengan terbitnya Permen LHK No. P.83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, dimana
pemerintah melalui Kementrian LHK memberikan izin legal pemanfaatan hutan kepada
masyarakat desa hutan dengan 5 skema, yaitu : 1. Hutan Desa, 2. Hutan Kemasyarakatan,
3. Hutan Tanaman Rakyat, 4. Hutan Adat dan 5. Kemitraan Kehutanan.
Regulasi Perhutanan Sosial di Perhutani sesuai dengan Permen LHK No. P.83,
dilaksanakan dengan skema Kemitraan Kehutanan dimana masyarakat dapat memperoleh
akses pemanfaatan hutan secara legal dengan diberikan Surat Keputusan Menteri LHK
untuk Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (SK Kulin KK). Masyarakat dan
Perhutani bekerjasama dalam pemanfaatan hutan dengan melakukan perjanjian kerjasama
yang dituangkan dalam Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK).
Pada Tahun 2017 Kementerian LHK menerbitkan Permen LHK No. P.39 tentang Izin
Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS), yang memberikan akses lebih luas kepada
Masyarakat desa hutan dimana Masyarakat desa hutan menjadi pelaku utama dalam
Perhutanan Sosial. Namun terdapat syarat tutupan lahan untuk dapat memperoleh SK
IPHPS yaitu pada lahan hutan Perhutani yang tutupan lahannya kurang dari 10% selama 5
tahun berturut-turut. Dengan kebijakan tersebut masyarakat dapat melakukan kegiatan
pemanfaatan hutan dengan menanam tanaman sesuai dengan keinginannya dengan
ketentuan 50% tanaman kehutanan, 30% tanaman MPTS dan 20% tanaman semusim atau
agro dengan sistem Agroforestry, serta harus memberikan sharing kepada Perhutani yaitu :
30% dari tanaman kehutanan, 20% untuk tanaman MPTS, 10 % untuk tanaman palawija.
Implementasi Perhutanan Sosial dengan skema kemitraan kehutanan merupakan suatu
bentuk kolaborasi. Kolaborasi sebagai hubungan yang saling menguntungkan antara dua
atau lebih organisasi (Perhutani dan masyarakat setempat) untuk mencapai tujuan bersama
(Mattessich et.al. 2001), Manajemen kolaboratif: berbagi kekuasaan, kewenangan,
tanggung jawab, hak dan kewajiban antara pihak-pihak (Perhutani masyarakat setempat).
Para pihak yang berkolaborasi berbagi kekuasaan, kewenangan, tanggung jawab, hak, dan
kewajiban sehingga keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak lebih besar
dibandingkan jika tanpa kolaborasi. Tujuan akhir dari manajemen kolaboratif adalah untuk
mencapai kesetaraan (equality) antara Perhutani dan masyarakat dalam hal kewenangan
untuk mengelola sumberdaya hutan.
Pola kolaborasi bervariasi, melibatkan ragam kombinasi para pihak yang
berkolaborasi dan ragam proporsi pembagian kekuasaan, tanggung jawab, dan hak antar
pihak (Carlsson and Berkes 2005; Wondolleck and Yaffee 2000). Poffenberger (1999)
memandang pengelolaan hutan kolaboratif berkaitan dengan kombinasi tujuan (goals) dan
kewenangan (authority), berbagi kewenangan dan kekuasaan antar pihak (pemerintah/
Perum Perhutani dan masyarakat) untuk mencapai pengelolaan hutan lestari. Terdapat
ragam tujuan dan kombinasi berbagi kewenangan dan kekuasaan antara pemerintah/Perum
Perhutani dan masyarakat. Pola distribusi kewenangan yang berbeda antar pihak memberi
konsekuensi perbedaan tanggung jawab, hak, risiko, dan manfaat. Pengembangan
manajemen kolaboratif dalam pengelolaan hutan sekaligus sebagai jalan penyelesaian
konflik atas kawasan hutan, bukan hanya sebagai salah satu skema Perhutanan Sosial yang
disebut kemitraan kehutanan, melainkan semua skema dapat menjalankan manajemen
kolaboratif.
Kolaborasi antara Perum Perhutani dan masyarakat dapat memilih pola (l) organisasi
yang bekerjasama (joint organization), mengambil keputusan bersama, namun masing-
masing organisasi (Perhutani dan masyarakat) tetap mempertahankan kewenangannya dan
relatif otonom. Faktor kelembagaan usaha-bisnis Perhutanan Sosial menyangkut aturan
main (rule of the game) yang di dalam produksi di setiap satuan bisnis dan pola usaha.
Aturan main khususnya tentang hak dan kewajiban apa yang "disepakati" antara masyarakat
(mitra) dengan Perum Perhutani. Kelembagaan kerjasama dua pihak ini akan memengaruhi
peran dan kontribusi apa yang diberikan Oleh masing-masing pihak di dalam sistem
produksi setiap pola usaha di satuan bisnis Perhutanan Sosial itu. Hal ini akan menentukan
kontribusi setiap komponen biaya di dalam produksi, dan pada akhirnya akan menjadi faktor
pertimbangan penting di dalam pembagian hasil. Adanya perubahan regulasi akan
mempengaruhi pilihan model bisnis Perhutani ke depan.
B. Bentuk Kelembagaan
Shaffer (1980) menyatakan bahwa sistem ekonomi terdiri dari tiga komponen yang
saling mempengaruhi satu sama lain yaitu kondisi lingkungan, respon dan reaksi pelaku-
pelaku ekonomi terhadap lingkungan yang dihadapinya, serta kinerja ekonomi yang
diakibatkannya. Bentuk kesempatan yang tersedia (opportunity sets) dalam lingkungan
yang dimaksudkan Shaffer tersebut, menurut pandangan North (1991), tergantung dari
aturan main baik, yang bersifat formal seperti peraturan pemerintah, maupun informal
seperti kebiasaan, adat, dll. Menurut Schmid (1987), North (1991), dan Barzel (1993) aturan
main tersebut merupakan bentuk institusi yang menentukan interdependensi antar individu
atau kelompok masyarakat yang terlibat. Implikasi bentuk interdependensi tersebut menurut
Schmid (1987) mengakibatkan „siapa mendapatkan apa‟ dalam suatu sistem ekonomi
tertentu.
Selama ini proses kerjasama Perhutani dengan masyarakat didasarkan pada perjanjian
kerjasama antara Perhutani dengan kelompok masyarakat yang terbentuk dalam
kelembagaan LMDH, yang merupakan Lembaga masyarakat desa yang berkepentingan
dalam kerjasama pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya
berasal dari unsur lembaga desa dana tau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang
mempunyai kepedulian terhadap sumber daya hutan. Bentuk kerjasama dengan
kelembagaan LMDH ini sifatnya hanya berupa pemberdayaan, namun karena ada
komoditas yang diusahakan melalui pemanfaatan lahan hutan menjadi bergeser ke arah
profit sharing ditambah dalam pelaksanaannya Perhutani setiap tahunnya ada target
pendapatan dari skema kerjasama dengan masyarakat. Kondisi tersebut berpengaruh dalam
proses bisnis Perhutani namun karena pengelolaannya belum secara fokus menyebabkan
pendapatan yang diperoleh tidak optimal dan cenderung menimbulkan permasalahan baru
yang mempengaruhi hubungan kerjasama dengan masyarakat. Untuk pengelolaan ke depan
menuju arah lebih baik perlu penataan skema model bisnis kerjasama dengan masyarakat.
Kelembagaan usaha-bisnis Perhutani dengan masyarakat ini juga terkait dengan
bagaimana risiko bisnis didistribusikan kepada para pihak. Risiko ini di dalam kerangka
pengelolaan bisnis dapat berimplikasi pada biaya produksi ataupun risiko tingkat hasil yang
diperoleh. Tingkat keberhasilan ataupun adanya risiko produksi/ bisnis ini tentu akan
mempengaruhi pencapaian. Bentuk kelembagaan masyarakat yang awalnya hanya berupa
pemberdayaan menjadi badan hokum berentitas bisnis sangat berpengaruh dalam penentuan
model bisnis ke depan Perhutani.
C. Faktor Sosial
Perjalanan panjang pengelolaan hutan di Indonesia sejak masa kolonialisme hingga
kini mengalami berbagai dinamika dan tantangan. Beberapa ahli kehutanan kolonial mulai
mengembangkan kajian tentang pola-pola pengelolaan kekayaan hutan oleh masyarakat,
pemikiran ini dianggap sebagai cikal bakal kajian tentang kehutanan masyarakat (Muhsi,
2017). Di negara-negara berkembang, pendekatan pengelolaan hutan merupakan warisan
pemerintahan kolonial, para penjajah mengelola hutan dengan perspektif industri dan
komersial dengan mengabaikan masyarakat lokal, hal ini membuat masyarakat sekitar hutan
terasing dari lingkungan yang seharusnya harmonis dengan hutan (Balooni & Inoue, 2007).
Negara menjadi aktor utama yang memiliki kewenangan dalam mengelola hutan di
Indonesia. Dalam pelaksanaannya, negara membutuhkan kontribusi dan partisipasi aktif
dari masyarakat untuk mengelola hutan secara bersama. Kebijakan pengelolaan hutan yang
melibatkan masyarakat telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan
terkait Perhutanan Sosial.
Implementasi Perhutanan Sosial sejatinya merupakan wujud upaya untuk
meningkatkan kemandirian dan keswadayaan masyarakat sekitar kawasan hutan.
Keswadayaan masyarakat dalam melakukan pengelolaan terhadap urusan tertentu terbentuk
atas adanya upaya peningkatan daya pada masyarakat. Keseluruhan proses hingga
masyarakat memiliki kemampuan untuk mengelola secara lebih mandiri disebut sebagai
proses pemberdayaan (Soetomo, 2012). Saat ini berdasarkan database yang ada di Perhutani
terdapat 5.396 LMDH dengan kondisi LMDH produktif : 3.671 , tidak produktif : 1.395 dan
tidak aktif : 330. Jenis usaha produktif yang paling banyak dilakukan adalah berupa
pemanfaatan lahan melalui pengembangan tanaman agroforestry (kopi, jagung, padi , buah-
buahan dll) dengan total luas : 198.383 Ha (berdasarkan data aplikasi sociopartnership,
Perhutani 2021). Jika dilihat dari potensi tersebut apabila dikelola dengan skema yang tepat
tentunya akan menjadi potensi tambahan pendapatan yang besar untuk Perhutani.
Pengembangan potensi usaha yang ada apabila tidak didukung oleh kondisi sosial yang
kondusif akan berpengaruh dalam penentuan skema model bisnis Perhutani ke depan.
III. Metodologi
Metoda penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2017: 2). Sesuai dengan tujuan dari
penelitian ini yaitu memperoleh pemaparan yang objektif terkait pengaruh regulasi,
kelembagaan LMDH dan faktor sosial terhadap model bisnis pengelolaan Perhutani ke
depan.
Studi ini dilakukan melalui pengumpulan bahan berupa data primer melalui
wawancara tatap muka dengan perwakilan LMDH pada Unit Kerja (KPH) yang terpilih
pada masing-masing Divisi Regional dan pengumpulan data sekunder yang dibutuhkan
untuk melengkapi bahan analisa kajian dilengkapi dengan metode kualitatif melalui studi
literature untuk melengkapi analisa berbagai faktor yang berpengaruh dalam pembentukan
model bisnis pengelolaan perusahaan ke depan . Adapun pendekatan yang dilakukan dengan
analisa pengaruh regulasi, kelembagaan dan kondisi sosial dalam pengelolaan hutan saat
ini.
Menurut Sekaran dan Bougie (2017: 54) sampel adalah sebagian dari populasi dan
sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Sama halnya dengan
Sugiyono (2017: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut, bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu,
karena dalam penelitian ini menggunakan software Smart PLS yang tidak memiliki
keterbatasan jumlah sampel, maka penulis menetapkan jumlah sampel sebanyak 100
responden.
Untuk mengetahui dampak perubahan kebijakan , bentuk kelembagaan dan kondisi
sosial terhadap model bisnis Perhutani ke depan, maka Koresponden dari kegiatan
penelitian ini adalah perwakilan LMDH/KTH/KPS dari masing-masing KPH sample.
Jumlah LMDH yang akan dijadikan koresponden adalah sebanyak 20 LMDH, yang terdiri
dari 1 orang Ketua/Pengurus, 1 orang Kelapa Desa/Perangkat Desa dan perwakilan anggota
LMDH 3 orang, sehingga total koresponden adalah sebanyak 100 responden.
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur
tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono,
2017: 92). Teknik pengukuran data dalam penelitian ini yaitu menggunakan skala likert.
Penjelasan Sugiyono (2017: 134) skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang kejadian atau fenomena
sosial. Dapat disimpulkan bahwa skala likert merupakan suatu alternatif pengukuran yang
dapat digunakan oleh seorang penelitu untuk mengukur suatu kejadian atau fenomena
sosialyang kemudian dirubah kedalam bentuk angka agar mudah dalam menyimpulkan.
Alternatif jawaban dalam skala likert yang digunakan diberi skor sebagai berikut:
Sumber : Sugiyono (2017: 136)
Dalam penelitian ini dilakukan Analisis Partial Least Square (PLS) bertujuan untuk
untuk mendapatkan variabel laten untuk tujuan prediksi (Ghozali 2014: 31.) Dalam
penelitian ini dilakukan tiga tahap yaitu:
1. Analisa Outer Model.
2. Analisa Inner Model.
3. Pengujian Hipotesis.
Dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Analisis Outer Model
Evaluasi model pengukuran atau outer model dilakukan untuk menilai validitas atau
reliabilitas model. Outer model dengan indikator refleksif di evaluasi melalui validitas
convergent dan discriminant dari indikator pembentuk konstruk laten dan composite
reliability serta cronbach alpha untuk blok indikatornya (Ghozali, 2015: 73).
2. Analisis Inner Model
Analisis inner model dikenal juga sebagai analisis struktural model, yang bertujuan untuk
memprediksi hubungan antar variabel laten (Ghozali, 2015: 73).
3. Uji Hipotesis
Setelah melakukan berbagai evaluasi, baik outer model maupun inner model maka
selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Uji hipotesis digunakan untuk
menjelaskan arah hubungan antara variabel endogen dan variabel eksogen.
Dalam penelitian ini akan diuji model hubungan antara faktor perubahan regulasi, bentuk
kelembagaan dan faktor sosial terhadap model bisnis pengelolaan Perhutani.
Penilaian Skor
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Ragu-ragu (R) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Adapun variable dan indikator dari penelitian dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Variabel Exogen adalah Perubahan regulasi dan bentuk kelembagaan
a. Perubahan regulasi (X1) , dengan indikator :
1) Regulasi Pemerintah Pusat (X1.1)
2) Regulasi Pemerintah Daerah (X1.2)
3) Regulasi Perhutani (X1.3)
b. Bentuk kelembagaan (X2), dengan indicator:
1) Organisasi (X2.1)
2) Bentuk kelembagaan (X2.2)
3) Motive kelembagaan (X2.3)
2. Variabel Endogen adalah Faktor Sosial dan Model Bisnis
a. Faktor Sosial (Y)
1) Konflik (Y1.1)
2) Tidak konflik (Y1.2)
3) Netral (Y1.3)
b. Model Bisnis (Z)
1) Kemitraan bisnis to bisnis (Z1.1)
2) Kemitraan rantai pasok (Z1.2)
3) Kemitraan untuk pemberdayaan (Z1.3)
4) Kemitraan petani (Z1.4)
IV. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Selama ini skema kerjasama antara Perhutani dengan masyarakat di sekitar hutan
hanya sebatas pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pemanfaatan kawasan hutan.
Perhutani masih belum melakukan penataan pengelolaan untuk optimaliasi pendapatan dari
kerjasama dengan masyarakat tersebut. Melalui studi ini diharapkan akan diperoleh model
Faktor
Sosial
Perubahan
Regulasi
Bentuk
Kelembagaan
Model Bisnis
H1
H2
H3
H4
H5
bisnis yang paling sesuai dan dapat menjadi revenue stream baru Perhutani tentunya dengan
mempertimbangkan berbagai faktor baik lingkungan bisnis internal, pengaruh lingkungan
eksternal , termasuk kebijakan aturan saat ini.
Manfaat dan Tujuan Penelitian :
1. Mengetahui pengaruh perubahan kebijakan pengelolaan hutan terhadap model bisnis
pengelolaan hutan oleh Perhutani
2. Mengetahui pengaruh bentuk kelembagaan LMDH terhadap kegiatan pengelolaan hutan
di Perhutani
3. Mengetahui pengaruh kondisi sosial terhadap penetapan model bisnis baru Perhutani
V. Hasil dan Pembahasan
1. Analisis Outer model
Pengujian model pengukuran (outer model) digunakan untuk menentukan
spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan variabel manifesnya, pengujian ini
meliputi convergent validity, discriminant validity dan reliabilitas.
a. Convergent Validity
Convergent validity dari measurement model dengan indikator refleksif dapat dilihat
dari korelasi antara score item/indikator dengan score konstruknya. Indikator individu
dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi di atas 0,70. Namun demikian pada riset
tahap pengembangan skala, loading 0,50 sampai 0,60 masih dapat diterima.
Berdasarkan pada result for outer loading menunjukkan semua indikator memiliki
loading di atas 0,60 artinya bahwa semua indikator signifikan.
Model struktural dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar berikut ini :
Berdasarkan hasil analisa outer model terdapat 1 indikator yang tidak valid, adalah
indikator skema model bisnis dengan kemitraan untuk pemberdayaan (Z.3) karena
nilainya di bawah 0,7 secara lengkap hasil analisa outer adalah sebagai berikut :
Tabel Hasil Outer Loading
b. Discriminat Validity
Pada bagian ini akan diuraikan hasil uji discriminant validity. Uji discriminant validity
menggunakan nilai cross loading. Suatu indikator dinyatakan memenuhi discriminant
validity apabila nilai cross loading indikator pada variabelnya adalah yang terbesar
dibandingkan pada variable lainnya, berikut adalah nilai cross loading masing-masing
indikator :
Berdasarkan tabel diatas menyatakan bahwa ada beberapa indikator pada variabel
penelitian memiliki nilai cross loading yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai cross
loading pada variabel lainnya sehingga harus diketahui dan diamati lebih lanjut.
Cara lain mengukur discriminant validity adalah melihat nilai square root of average
variance extracted (AVE). Nilai yang disarankan adalah di atas 0,5 untuk model yang baik.
Pengujian selanjutnya adalah composite reliability dari blok indikator yang mengukur
konstruk. Suatu konstruk dikatakan reliable jika nilai composite reliability di atas 0,60. Lalu
juga dapat dilihat dengan cara melihat reliabilitas konstruk atau variabel laten yang diukur
dengan melihat nilai cronbachs alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Suatu
konstruk dinyatakan reliable jika nilai cronbachs alpha diatas 0,7, untuk model ini nilainya
semua di atas 0,7 jadi reliable.
X1 X2 Y Z
X1.1 0,847
X1.2 0,893
X1.3 0,815
X2.1 0,810
X2.2 0,927
X2.3 0,822
Y.1 0,779
Y.2 0,892
Y.3 0,820
Z.1 0,803
Z.2 0,777
Z.3 0,662
Z.4 0,809
X1 X2 Y Z
X1.1 0,847 0,330 0,368 0,594
X1.2 0,893 0,525 0,483 0,533
X1.3 0,815 0,377 0,359 0,423
X2.1 0,420 0,810 0,272 0,399
X2.2 0,489 0,927 0,467 0,523
X2.3 0,340 0,822 0,509 0,479
Y.1 0,246 0,464 0,779 0,423
Y.2 0,563 0,423 0,892 0,594
Y.3 0,328 0,381 0,820 0,454
Z.1 0,533 0,411 0,497 0,803
Z.2 0,517 0,414 0,496 0,777
Z.3 0,261 0,347 0,348 0,662
Z.4 0,507 0,509 0,471 0,809
Berikut digambarkan hasil konstruk untuk masing-masing variabel dan indikator.
Berikut ini tabel nilai loading untuk konstruk variabel penelitian yang dihasilkan dari
menjalankan program Smart PLS pada tabel berikutnya :
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa Average Variance Extracted (AVE)
masing-masing variabel yaitu memiliki konstruk > 0,50 berarti semua konstruk reliable.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa setiap variabel memiliki discriminant validity
yang tinggi. Sedangkan nilai composite reliability masing-masing variabel menunjukkan
nilai konstruk > 0,60. Hasil ini menunjukan bahwa masing-masing variabel telah memenuhi
composite realibility sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel memiliki
tingkat realibilitas yang tinggi. Selanjutnya nilai cronbachs alpha masing-masing variabel
menunjukkan nilai konstruk > 0,70 dengan demikian hasil ini menunjukan bahwa masing-
masing variabel penelitian telah memenuhi persyaratan nilai cronbach’s alpha, sehingga
dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel memiliki tingkat realibilitas yang tinggi. Jadi
dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini telah
memiliki discriminant validity yang tinggi dalam menyusun variabelnya masing-masing.
2. Analisis Inner Model
Evaluasi model struktural (inner model) dilakukan untuk memastikan model struktrual
yang dibangun robust dan akurat. Tahapan analisis yang dilakukan pada evaluasi model
struktural dilihat dari beberapa indikator yaitu :
a. Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan program
SmartPLS 3.0 diperoleh nilai R Square sebagai berikut :
Cronbach
's Alpha
rho_A
Composite
Reliability
Average
Variance
Extracte
d (AVE)
X1 0,812 0,825 0,888 0,726
X2 0,817 0,842 0,890 0,731
Y 0,778 0,808 0,870 0,691
Z 0,765 0,782 0,849 0,585
R Square
R Square
Adjusted
Y 0,325 0,311
Z 0,530 0,516
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa nilai R Square untuk variable faktor
sosial adalah 0,325. Perolehan tersebut menjelaskan bahwa presentase besarnya
faktor sosial adalah 32,5 %. Hal ini berarti variabel perubahan regulasi dan bentuk
kelembagaan berpengaruh terhadap faktor sosial sebesar 32,5% dan sisanya 67,5%
dipengaruhi oleh variabel lain. Sedangkan bahwa nilai R Square untuk variabel
model bisnis adalah 0,530. Perolehan tersebut menjelaskan bahwa presentase
besarnya faktor sosial adalah 53 %. Hal ini berarti variabel perubahan regulasi,
bentuk kelembagaan dan faktor sosial berpengaruh terhadap model bisnis sebesar
53% dan sisanya 47% dipengaruhi oleh variabel lain.
b. Penilaian Goodness of Fit (GoF)
Uji goodness of fit model dapat dilihat dari nilai NFI ≥ 0,662 dinyatakan fit.
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan progrsm
SmartPLS 3.0 diperoleh nilai Model Fit sebagai berikut :
Hasil uji goodness of fit model PLS pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai NFI
0,662 berarti FIT. Dengan demikian dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
model dalam penelitian ini telah memiliki goodness of fit yang tinggi dan layak
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian
3. Pengujian Hipotesis
Setelah menilai inner model maka hal berikutnya mengevaluasi hubungan antar
konstruk laten seperti yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini. Uji hipotesis pada
penelitian ini dilakukan dengan melihat T-Statistics dan nilai P-Values. Hipotesis
dinyatakan diterima apabilai nilai T-Statistics > 1,96 dan P-Values < 0,05. Berikut ini adalah
hasilnya :
Saturated
Model
Estimate
d Model
SRMR 0,093 0,093
d_ULS 0,789 0,789
d_G 0,385 0,385
Chi-Square
221,239 221,239
NFI 0,680 0,680
Original
Sample (O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
T Statistics
(|O/STDEV|)
P Values
X1 -> Y 0,304 0,325 0,107 2,828 0,006
X1 -> Z 0,353 0,366 0,087 4,042 0,000
X2 -> Y 0,357 0,352 0,107 3,349 0,001
X2 -> Z 0,221 0,218 0,103 2,144 0,034
Y -> Z 0,320 0,315 0,090 3,541 0,001
Berdasarkan table di atas menunjukkan bahwa semua hipotesis dapat diterim karena
memiliki nilai nilai T-Statistics > 1,96 dan P-Values < 0,05.
VI. Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis data sebagaimana telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, berikut ini disampaikan kesimpulan dari hasil penelitian
sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan perubahan regulasi terhadap faktor sosial
2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan bentuk kelembagaan terhadap model bisnis
3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan bentuk kelembagaan terhadap faktor sosial
4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan bentuk kelembagaan terhadap model bisnis
5. Terdapat pengaruh positif dan signifikan faktor sosial terhadap model bisnis
Hal ini juga membuktikan bahwa adanya tuntutan perubahan proses bisnis untuk bisa
bertahan dalam era disrupsi ini mengharuskan Perhutani bisa mencari alternative
pendapatan di luar produk utama agar Perusahaan bisa bertahan. Adanya perubahan
kebijakan pemerintah terkait pengelolaan hutan di pulau jawa juga mempengaruhi arah dan
kebijakan perusahaan ke depan. Melalui RJPP tahun 2020-2024 telah disusun strategi
Perusahaan dengan tagline “RISE” yakni :
1. Redesign Optimal Forestry Resources Management
2. Implement Collaborative Social Forestry
3. Sterngten and Synergize Business Portfolio
4. Enhance Enablers
Yang dijabarkan dalam 17 strategi inisiatif dimana diharapkan dengan strategi inisiatif
tersebut Perusahaan dapat mencapai visinya Menjadi Perusahaan Pengelola hutan
berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat. Tentunya dengan visi tersebut harus sudah
dilakukan perubahan-perubahan dasar dalam pengelolaan bisnis perusahaan. Salah satu
alternative dari penjabaran strategi inisiatif tersebut adalah melalui model bisnis dengan
skema kemitraan , dimana dengan skema model ini merupakan solusi yang dapat
menghasilkan pengelolaan hutan lestari dengan menggabungkan aspek ekonomi dan sosial.
Diharapkan share input model bisnis kemitraan ini ke depan bisa lebih dominan untuk
Perhutani dan menjadi penopang utama penghasilan perusahaan. Oleh karena itu perlu
dibuatkan rancangan model bisnis yang paling cocok untuk Pengelolaan hutan Perhutani
berdasarkan karakteristik bisnis, kondisi SDH , dinamika kondisi sosial dan ekonomi serta
kebijakan aturan yang ada.
Masyarakat secara perorangan ataupun kelompok diberi hak atau ijin oleh Perum
Perhutani untuk mengusahakan hutan atau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu sebagai
bagian dari proses pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani. Kegiatan-kegiatan tersebut
dilakukan dengan berpedoman pada peraturan atau ketentuan yang disediakan oleh Perum
Perhutani; atau (3) "Hulu-Hilir", Perum Perhutani sebagai pelaku bisnis di hilir (off-forest)
dengan masyarakat sebagai pelaku bisnis di hulu atau tapak (onforest). Seluruh pengadaan
input produksi (bibit, pupuk, tenaga kerja), pelaksanaan kegiatan, dan pengambilan
keputusan di tapak dilakukan oleh masyarakat. Perum Perhutani dapat memfasilitasi
permodalan dan bantuan teknis.
VII. Daftar Pustaka
Barzel, Y. 1991. Economic Analysis of Property Rights. Sydney: Cambridge University
Press.
Casson, Anne. 2001. Decentralisation of Policies Affecting Forests and Estate Crops in
Kotawaringin Timur District, Central Kalimantan. Bogor: CIFOR
Dunn, W. N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
North, D.C. 1991. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. Political
Economy of Institutions and Decisions. Cambridge University Press. Cambridge.
Parsons, W. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan.
Terjemahan. Jakarta: Prenada Media.
Peters, B. G. 2000. Institutional Theory: Problem and Prospects. 69 Political Science Series.
Vienna: Institute for Advance Studies.
Sutton, R. 1999. Policy Process: An Overview. Working Paper 118. Overseas Development
Institute. London SW1E 5 DP: Portland House. Stag Place.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

More Related Content

Similar to Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf

dr_sudirman_dg._massiri_kebijakan_dan_tata_kelola_kehutanan_good_forestry_gov...
dr_sudirman_dg._massiri_kebijakan_dan_tata_kelola_kehutanan_good_forestry_gov...dr_sudirman_dg._massiri_kebijakan_dan_tata_kelola_kehutanan_good_forestry_gov...
dr_sudirman_dg._massiri_kebijakan_dan_tata_kelola_kehutanan_good_forestry_gov...
MuhammadAryIsmoehart
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Operator Warnet Vast Raha
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf (20)

Analisis kebijakan mendorong hutan desa dan hutan kemasyarakatan
Analisis kebijakan mendorong hutan desa dan hutan kemasyarakatanAnalisis kebijakan mendorong hutan desa dan hutan kemasyarakatan
Analisis kebijakan mendorong hutan desa dan hutan kemasyarakatan
 
Model kerjasama Triple Tracks (Pro Job, Pro Poor, Pro Growth) sebagai upaya ...
Model kerjasama Triple Tracks (Pro Job, Pro Poor, Pro Growth)  sebagai upaya ...Model kerjasama Triple Tracks (Pro Job, Pro Poor, Pro Growth)  sebagai upaya ...
Model kerjasama Triple Tracks (Pro Job, Pro Poor, Pro Growth) sebagai upaya ...
 
Perhutanan Sosial.pptx
 Perhutanan Sosial.pptx Perhutanan Sosial.pptx
Perhutanan Sosial.pptx
 
Buku saku-kph-e-file-version
Buku saku-kph-e-file-versionBuku saku-kph-e-file-version
Buku saku-kph-e-file-version
 
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
 
Be dan gg, ryan tantri andi, hapzi ali, etika bisnis & gcg pt sinar wijaya , ...
Be dan gg, ryan tantri andi, hapzi ali, etika bisnis & gcg pt sinar wijaya , ...Be dan gg, ryan tantri andi, hapzi ali, etika bisnis & gcg pt sinar wijaya , ...
Be dan gg, ryan tantri andi, hapzi ali, etika bisnis & gcg pt sinar wijaya , ...
 
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan SosialPanduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
 
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan SosialPanduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
 
CSR
CSRCSR
CSR
 
dr_sudirman_dg._massiri_kebijakan_dan_tata_kelola_kehutanan_good_forestry_gov...
dr_sudirman_dg._massiri_kebijakan_dan_tata_kelola_kehutanan_good_forestry_gov...dr_sudirman_dg._massiri_kebijakan_dan_tata_kelola_kehutanan_good_forestry_gov...
dr_sudirman_dg._massiri_kebijakan_dan_tata_kelola_kehutanan_good_forestry_gov...
 
Paper asc tri cahyono
Paper asc tri cahyonoPaper asc tri cahyono
Paper asc tri cahyono
 
Buku Panduan Perizinan HKm
Buku Panduan Perizinan HKmBuku Panduan Perizinan HKm
Buku Panduan Perizinan HKm
 
Hbl, dimas triadi, hapzi ali,hukum lingkungan dari perspektif hukum dan hubun...
Hbl, dimas triadi, hapzi ali,hukum lingkungan dari perspektif hukum dan hubun...Hbl, dimas triadi, hapzi ali,hukum lingkungan dari perspektif hukum dan hubun...
Hbl, dimas triadi, hapzi ali,hukum lingkungan dari perspektif hukum dan hubun...
 
Jurnal.
Jurnal.Jurnal.
Jurnal.
 
Jurnal1
Jurnal1Jurnal1
Jurnal1
 
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
 
CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf
CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur drafCSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf
CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf
 
TUGAS TATA KELOLA II_HADI CANDRA___.pptx
TUGAS TATA KELOLA II_HADI CANDRA___.pptxTUGAS TATA KELOLA II_HADI CANDRA___.pptx
TUGAS TATA KELOLA II_HADI CANDRA___.pptx
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
 

Recently uploaded

PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
iwidyastama85
 
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaanprinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
aji guru
 
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxMATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
randikaakbar11
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Khiyaroh1
 

Recently uploaded (20)

Ppt kelompok 6 (preeklamsia ringan).pptx
Ppt kelompok 6 (preeklamsia ringan).pptxPpt kelompok 6 (preeklamsia ringan).pptx
Ppt kelompok 6 (preeklamsia ringan).pptx
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
 
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bP5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docxMateri E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaanprinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan
 
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
 
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxMATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi kwn ppt.ppt
Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi kwn ppt.pptDemokrasi dan Pendidikan Demokrasi kwn ppt.ppt
Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi kwn ppt.ppt
 
Materi Penggolongan Obat Undang-Undang Kesehatan
Materi Penggolongan Obat Undang-Undang KesehatanMateri Penggolongan Obat Undang-Undang Kesehatan
Materi Penggolongan Obat Undang-Undang Kesehatan
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Modul 5 Simetri (simetri lipat, simetri putar)
Modul 5 Simetri (simetri lipat, simetri putar)Modul 5 Simetri (simetri lipat, simetri putar)
Modul 5 Simetri (simetri lipat, simetri putar)
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
 
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
 

Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf

  • 1. TUGAS MATA KULIAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN MULTI USAHA KEHUTANAN MODEL BISNIS BARU PENGELOLAAN HUTAN PERHUTANI DENGAN PENDEKATAN PERUBAHAN REGULASI, BENTUK KELEMBAGAAN DAN FAKTOR SOSIAL TEDY SUMARTO E1601211006 MANAJEMEN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2022
  • 2. Model Bisnis Baru Pengelolaan Hutan Perhutani dengan pendekatan Perubahan Regulasi, Bentuk Kelembagaan dan Faktor Sosial I. Pendahuluan Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara yang ditugasi untuk pengelolaan hutan di wilayah Jawa dan Madura memiliki tantangan dalam pengelolaan saat ini. Kondisi SDH yang terus menurun, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang juga berubah serta adanya perubahan regulasi dalam pengelolaan hutan memerlukan adanya penyesuaian model bisnis pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Perhutani saat ini. Skema pengelolaan hutan yang dilakukan Perhutani yang melibatkan masyarakat terus mengalami perubahan dimulai dengan era PHBM, berubah menjadi perhutanan sosial dan saat ini seiring dengan telah diterbitkannya undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diikuti dengan terbitnya aturan turunan di bidang kehutanan yaitu melalui PP Nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan kehutanan, dimana kewenangan terkait Perhutanan Sosial diambil alih oleh Pemerintah (Kemen LHK), maka Perhutani diarahkan hanya fokus untuk pengelolaan bisnis. Terkait dengan hal tersebut implementasi perhutanan sosial yang sudah berjalan di Perhutani harus menyesuaikan dengan regulasi baru tersebut. Arahan untuk melakukan perubahan skema pengelolaan dan tata hubungan kerjasama dengan masyarakat tersebut lebih dikarenakan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa, dengan terbentuknya badan usaha akan memberikan akses kepada masyarakat dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. dan pemberian sharing kepada masyarakat berdasarkan kontribusi yang lebih fair dalam penerapanannya karena masing-masing pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuannya. Perubahan tersebut tentunya berdampak kepada pengelolaan bisnis Perhutani ke depan yang secara garis besar dipengaruhi oleh regulasi yang menuntut adanya perubahan kelembagaan dari LMDH saat ini yang tentu saja kondisi sosial dari masing- masing masyarakat yang berada di wilayah hutan Perhutani secara langsung akan berpengaruh terhadap model bisnis yang dipilih ke depan oleh Perum Perhutani. II. Tinjauan Teori Kinerja atau keberhasilan skema model bisnis dengan masyarakat berupa kemitraan untuk peningkatan usaha ekonomi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait atau
  • 3. saling berpengaruh. Faktor-faktor tersebut adalah regulasi, kelembagaan usaha (bisnis) dan faktor sosial. A. Perubahan Regulasi Salah satu sebab hambatan perubahan kebijakan adalah terdapatnya narasi kebijakan dan diskursus (Sutton, 1999), sebagai penyebab terwujudnya kondisi sulit bagi tumbuhnya inovasi baru dalam pembuatan kebijakan. Kondisi tersebut akibat dari akumulasi pengaruh dalam pembuatan kebijakan, misalnya pengetahuan dan bahkan keyakinan yang sudah usang, adanya kepentingan kelompok tertentu, kurang informasi yang diperlukan untuk mengungkap suatu fenomena, pemimpin yang tidak mengambil peran yang seharusnya, perorangan yang dapat mengubah hasil-hasil kesepakatan dalam pembuatan kebijakan (street level bureaucracy) maupun keterlanjuran yang tidak mungkin diubah saat itu (sunk cost effect) Implementasi Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perhutani mengalami beberapa kali perubahan yang didasari oleh aturan kebijakan yang ditetapkan oleh Kementrian LHK dengan terbitnya Permen LHK No. P.83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, dimana pemerintah melalui Kementrian LHK memberikan izin legal pemanfaatan hutan kepada masyarakat desa hutan dengan 5 skema, yaitu : 1. Hutan Desa, 2. Hutan Kemasyarakatan, 3. Hutan Tanaman Rakyat, 4. Hutan Adat dan 5. Kemitraan Kehutanan. Regulasi Perhutanan Sosial di Perhutani sesuai dengan Permen LHK No. P.83, dilaksanakan dengan skema Kemitraan Kehutanan dimana masyarakat dapat memperoleh akses pemanfaatan hutan secara legal dengan diberikan Surat Keputusan Menteri LHK untuk Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (SK Kulin KK). Masyarakat dan Perhutani bekerjasama dalam pemanfaatan hutan dengan melakukan perjanjian kerjasama yang dituangkan dalam Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK). Pada Tahun 2017 Kementerian LHK menerbitkan Permen LHK No. P.39 tentang Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS), yang memberikan akses lebih luas kepada Masyarakat desa hutan dimana Masyarakat desa hutan menjadi pelaku utama dalam Perhutanan Sosial. Namun terdapat syarat tutupan lahan untuk dapat memperoleh SK IPHPS yaitu pada lahan hutan Perhutani yang tutupan lahannya kurang dari 10% selama 5 tahun berturut-turut. Dengan kebijakan tersebut masyarakat dapat melakukan kegiatan pemanfaatan hutan dengan menanam tanaman sesuai dengan keinginannya dengan ketentuan 50% tanaman kehutanan, 30% tanaman MPTS dan 20% tanaman semusim atau agro dengan sistem Agroforestry, serta harus memberikan sharing kepada Perhutani yaitu : 30% dari tanaman kehutanan, 20% untuk tanaman MPTS, 10 % untuk tanaman palawija.
  • 4. Implementasi Perhutanan Sosial dengan skema kemitraan kehutanan merupakan suatu bentuk kolaborasi. Kolaborasi sebagai hubungan yang saling menguntungkan antara dua atau lebih organisasi (Perhutani dan masyarakat setempat) untuk mencapai tujuan bersama (Mattessich et.al. 2001), Manajemen kolaboratif: berbagi kekuasaan, kewenangan, tanggung jawab, hak dan kewajiban antara pihak-pihak (Perhutani masyarakat setempat). Para pihak yang berkolaborasi berbagi kekuasaan, kewenangan, tanggung jawab, hak, dan kewajiban sehingga keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak lebih besar dibandingkan jika tanpa kolaborasi. Tujuan akhir dari manajemen kolaboratif adalah untuk mencapai kesetaraan (equality) antara Perhutani dan masyarakat dalam hal kewenangan untuk mengelola sumberdaya hutan. Pola kolaborasi bervariasi, melibatkan ragam kombinasi para pihak yang berkolaborasi dan ragam proporsi pembagian kekuasaan, tanggung jawab, dan hak antar pihak (Carlsson and Berkes 2005; Wondolleck and Yaffee 2000). Poffenberger (1999) memandang pengelolaan hutan kolaboratif berkaitan dengan kombinasi tujuan (goals) dan kewenangan (authority), berbagi kewenangan dan kekuasaan antar pihak (pemerintah/ Perum Perhutani dan masyarakat) untuk mencapai pengelolaan hutan lestari. Terdapat ragam tujuan dan kombinasi berbagi kewenangan dan kekuasaan antara pemerintah/Perum Perhutani dan masyarakat. Pola distribusi kewenangan yang berbeda antar pihak memberi konsekuensi perbedaan tanggung jawab, hak, risiko, dan manfaat. Pengembangan manajemen kolaboratif dalam pengelolaan hutan sekaligus sebagai jalan penyelesaian konflik atas kawasan hutan, bukan hanya sebagai salah satu skema Perhutanan Sosial yang disebut kemitraan kehutanan, melainkan semua skema dapat menjalankan manajemen kolaboratif. Kolaborasi antara Perum Perhutani dan masyarakat dapat memilih pola (l) organisasi yang bekerjasama (joint organization), mengambil keputusan bersama, namun masing- masing organisasi (Perhutani dan masyarakat) tetap mempertahankan kewenangannya dan relatif otonom. Faktor kelembagaan usaha-bisnis Perhutanan Sosial menyangkut aturan main (rule of the game) yang di dalam produksi di setiap satuan bisnis dan pola usaha. Aturan main khususnya tentang hak dan kewajiban apa yang "disepakati" antara masyarakat (mitra) dengan Perum Perhutani. Kelembagaan kerjasama dua pihak ini akan memengaruhi peran dan kontribusi apa yang diberikan Oleh masing-masing pihak di dalam sistem produksi setiap pola usaha di satuan bisnis Perhutanan Sosial itu. Hal ini akan menentukan kontribusi setiap komponen biaya di dalam produksi, dan pada akhirnya akan menjadi faktor
  • 5. pertimbangan penting di dalam pembagian hasil. Adanya perubahan regulasi akan mempengaruhi pilihan model bisnis Perhutani ke depan. B. Bentuk Kelembagaan Shaffer (1980) menyatakan bahwa sistem ekonomi terdiri dari tiga komponen yang saling mempengaruhi satu sama lain yaitu kondisi lingkungan, respon dan reaksi pelaku- pelaku ekonomi terhadap lingkungan yang dihadapinya, serta kinerja ekonomi yang diakibatkannya. Bentuk kesempatan yang tersedia (opportunity sets) dalam lingkungan yang dimaksudkan Shaffer tersebut, menurut pandangan North (1991), tergantung dari aturan main baik, yang bersifat formal seperti peraturan pemerintah, maupun informal seperti kebiasaan, adat, dll. Menurut Schmid (1987), North (1991), dan Barzel (1993) aturan main tersebut merupakan bentuk institusi yang menentukan interdependensi antar individu atau kelompok masyarakat yang terlibat. Implikasi bentuk interdependensi tersebut menurut Schmid (1987) mengakibatkan „siapa mendapatkan apa‟ dalam suatu sistem ekonomi tertentu. Selama ini proses kerjasama Perhutani dengan masyarakat didasarkan pada perjanjian kerjasama antara Perhutani dengan kelompok masyarakat yang terbentuk dalam kelembagaan LMDH, yang merupakan Lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dana tau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumber daya hutan. Bentuk kerjasama dengan kelembagaan LMDH ini sifatnya hanya berupa pemberdayaan, namun karena ada komoditas yang diusahakan melalui pemanfaatan lahan hutan menjadi bergeser ke arah profit sharing ditambah dalam pelaksanaannya Perhutani setiap tahunnya ada target pendapatan dari skema kerjasama dengan masyarakat. Kondisi tersebut berpengaruh dalam proses bisnis Perhutani namun karena pengelolaannya belum secara fokus menyebabkan pendapatan yang diperoleh tidak optimal dan cenderung menimbulkan permasalahan baru yang mempengaruhi hubungan kerjasama dengan masyarakat. Untuk pengelolaan ke depan menuju arah lebih baik perlu penataan skema model bisnis kerjasama dengan masyarakat. Kelembagaan usaha-bisnis Perhutani dengan masyarakat ini juga terkait dengan bagaimana risiko bisnis didistribusikan kepada para pihak. Risiko ini di dalam kerangka pengelolaan bisnis dapat berimplikasi pada biaya produksi ataupun risiko tingkat hasil yang diperoleh. Tingkat keberhasilan ataupun adanya risiko produksi/ bisnis ini tentu akan mempengaruhi pencapaian. Bentuk kelembagaan masyarakat yang awalnya hanya berupa
  • 6. pemberdayaan menjadi badan hokum berentitas bisnis sangat berpengaruh dalam penentuan model bisnis ke depan Perhutani. C. Faktor Sosial Perjalanan panjang pengelolaan hutan di Indonesia sejak masa kolonialisme hingga kini mengalami berbagai dinamika dan tantangan. Beberapa ahli kehutanan kolonial mulai mengembangkan kajian tentang pola-pola pengelolaan kekayaan hutan oleh masyarakat, pemikiran ini dianggap sebagai cikal bakal kajian tentang kehutanan masyarakat (Muhsi, 2017). Di negara-negara berkembang, pendekatan pengelolaan hutan merupakan warisan pemerintahan kolonial, para penjajah mengelola hutan dengan perspektif industri dan komersial dengan mengabaikan masyarakat lokal, hal ini membuat masyarakat sekitar hutan terasing dari lingkungan yang seharusnya harmonis dengan hutan (Balooni & Inoue, 2007). Negara menjadi aktor utama yang memiliki kewenangan dalam mengelola hutan di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, negara membutuhkan kontribusi dan partisipasi aktif dari masyarakat untuk mengelola hutan secara bersama. Kebijakan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait Perhutanan Sosial. Implementasi Perhutanan Sosial sejatinya merupakan wujud upaya untuk meningkatkan kemandirian dan keswadayaan masyarakat sekitar kawasan hutan. Keswadayaan masyarakat dalam melakukan pengelolaan terhadap urusan tertentu terbentuk atas adanya upaya peningkatan daya pada masyarakat. Keseluruhan proses hingga masyarakat memiliki kemampuan untuk mengelola secara lebih mandiri disebut sebagai proses pemberdayaan (Soetomo, 2012). Saat ini berdasarkan database yang ada di Perhutani terdapat 5.396 LMDH dengan kondisi LMDH produktif : 3.671 , tidak produktif : 1.395 dan tidak aktif : 330. Jenis usaha produktif yang paling banyak dilakukan adalah berupa pemanfaatan lahan melalui pengembangan tanaman agroforestry (kopi, jagung, padi , buah- buahan dll) dengan total luas : 198.383 Ha (berdasarkan data aplikasi sociopartnership, Perhutani 2021). Jika dilihat dari potensi tersebut apabila dikelola dengan skema yang tepat tentunya akan menjadi potensi tambahan pendapatan yang besar untuk Perhutani. Pengembangan potensi usaha yang ada apabila tidak didukung oleh kondisi sosial yang kondusif akan berpengaruh dalam penentuan skema model bisnis Perhutani ke depan. III. Metodologi
  • 7. Metoda penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2017: 2). Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu memperoleh pemaparan yang objektif terkait pengaruh regulasi, kelembagaan LMDH dan faktor sosial terhadap model bisnis pengelolaan Perhutani ke depan. Studi ini dilakukan melalui pengumpulan bahan berupa data primer melalui wawancara tatap muka dengan perwakilan LMDH pada Unit Kerja (KPH) yang terpilih pada masing-masing Divisi Regional dan pengumpulan data sekunder yang dibutuhkan untuk melengkapi bahan analisa kajian dilengkapi dengan metode kualitatif melalui studi literature untuk melengkapi analisa berbagai faktor yang berpengaruh dalam pembentukan model bisnis pengelolaan perusahaan ke depan . Adapun pendekatan yang dilakukan dengan analisa pengaruh regulasi, kelembagaan dan kondisi sosial dalam pengelolaan hutan saat ini. Menurut Sekaran dan Bougie (2017: 54) sampel adalah sebagian dari populasi dan sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Sama halnya dengan Sugiyono (2017: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu, karena dalam penelitian ini menggunakan software Smart PLS yang tidak memiliki keterbatasan jumlah sampel, maka penulis menetapkan jumlah sampel sebanyak 100 responden. Untuk mengetahui dampak perubahan kebijakan , bentuk kelembagaan dan kondisi sosial terhadap model bisnis Perhutani ke depan, maka Koresponden dari kegiatan penelitian ini adalah perwakilan LMDH/KTH/KPS dari masing-masing KPH sample. Jumlah LMDH yang akan dijadikan koresponden adalah sebanyak 20 LMDH, yang terdiri dari 1 orang Ketua/Pengurus, 1 orang Kelapa Desa/Perangkat Desa dan perwakilan anggota LMDH 3 orang, sehingga total koresponden adalah sebanyak 100 responden. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2017: 92). Teknik pengukuran data dalam penelitian ini yaitu menggunakan skala likert. Penjelasan Sugiyono (2017: 134) skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang kejadian atau fenomena sosial. Dapat disimpulkan bahwa skala likert merupakan suatu alternatif pengukuran yang
  • 8. dapat digunakan oleh seorang penelitu untuk mengukur suatu kejadian atau fenomena sosialyang kemudian dirubah kedalam bentuk angka agar mudah dalam menyimpulkan. Alternatif jawaban dalam skala likert yang digunakan diberi skor sebagai berikut: Sumber : Sugiyono (2017: 136) Dalam penelitian ini dilakukan Analisis Partial Least Square (PLS) bertujuan untuk untuk mendapatkan variabel laten untuk tujuan prediksi (Ghozali 2014: 31.) Dalam penelitian ini dilakukan tiga tahap yaitu: 1. Analisa Outer Model. 2. Analisa Inner Model. 3. Pengujian Hipotesis. Dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Analisis Outer Model Evaluasi model pengukuran atau outer model dilakukan untuk menilai validitas atau reliabilitas model. Outer model dengan indikator refleksif di evaluasi melalui validitas convergent dan discriminant dari indikator pembentuk konstruk laten dan composite reliability serta cronbach alpha untuk blok indikatornya (Ghozali, 2015: 73). 2. Analisis Inner Model Analisis inner model dikenal juga sebagai analisis struktural model, yang bertujuan untuk memprediksi hubungan antar variabel laten (Ghozali, 2015: 73). 3. Uji Hipotesis Setelah melakukan berbagai evaluasi, baik outer model maupun inner model maka selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Uji hipotesis digunakan untuk menjelaskan arah hubungan antara variabel endogen dan variabel eksogen. Dalam penelitian ini akan diuji model hubungan antara faktor perubahan regulasi, bentuk kelembagaan dan faktor sosial terhadap model bisnis pengelolaan Perhutani. Penilaian Skor Sangat Setuju (SS) 5 Setuju (S) 4 Ragu-ragu (R) 3 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
  • 9. Adapun variable dan indikator dari penelitian dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Variabel Exogen adalah Perubahan regulasi dan bentuk kelembagaan a. Perubahan regulasi (X1) , dengan indikator : 1) Regulasi Pemerintah Pusat (X1.1) 2) Regulasi Pemerintah Daerah (X1.2) 3) Regulasi Perhutani (X1.3) b. Bentuk kelembagaan (X2), dengan indicator: 1) Organisasi (X2.1) 2) Bentuk kelembagaan (X2.2) 3) Motive kelembagaan (X2.3) 2. Variabel Endogen adalah Faktor Sosial dan Model Bisnis a. Faktor Sosial (Y) 1) Konflik (Y1.1) 2) Tidak konflik (Y1.2) 3) Netral (Y1.3) b. Model Bisnis (Z) 1) Kemitraan bisnis to bisnis (Z1.1) 2) Kemitraan rantai pasok (Z1.2) 3) Kemitraan untuk pemberdayaan (Z1.3) 4) Kemitraan petani (Z1.4) IV. Tujuan dan Manfaat Penelitian Selama ini skema kerjasama antara Perhutani dengan masyarakat di sekitar hutan hanya sebatas pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pemanfaatan kawasan hutan. Perhutani masih belum melakukan penataan pengelolaan untuk optimaliasi pendapatan dari kerjasama dengan masyarakat tersebut. Melalui studi ini diharapkan akan diperoleh model Faktor Sosial Perubahan Regulasi Bentuk Kelembagaan Model Bisnis H1 H2 H3 H4 H5
  • 10. bisnis yang paling sesuai dan dapat menjadi revenue stream baru Perhutani tentunya dengan mempertimbangkan berbagai faktor baik lingkungan bisnis internal, pengaruh lingkungan eksternal , termasuk kebijakan aturan saat ini. Manfaat dan Tujuan Penelitian : 1. Mengetahui pengaruh perubahan kebijakan pengelolaan hutan terhadap model bisnis pengelolaan hutan oleh Perhutani 2. Mengetahui pengaruh bentuk kelembagaan LMDH terhadap kegiatan pengelolaan hutan di Perhutani 3. Mengetahui pengaruh kondisi sosial terhadap penetapan model bisnis baru Perhutani V. Hasil dan Pembahasan 1. Analisis Outer model Pengujian model pengukuran (outer model) digunakan untuk menentukan spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan variabel manifesnya, pengujian ini meliputi convergent validity, discriminant validity dan reliabilitas. a. Convergent Validity Convergent validity dari measurement model dengan indikator refleksif dapat dilihat dari korelasi antara score item/indikator dengan score konstruknya. Indikator individu dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi di atas 0,70. Namun demikian pada riset tahap pengembangan skala, loading 0,50 sampai 0,60 masih dapat diterima. Berdasarkan pada result for outer loading menunjukkan semua indikator memiliki loading di atas 0,60 artinya bahwa semua indikator signifikan. Model struktural dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar berikut ini : Berdasarkan hasil analisa outer model terdapat 1 indikator yang tidak valid, adalah indikator skema model bisnis dengan kemitraan untuk pemberdayaan (Z.3) karena nilainya di bawah 0,7 secara lengkap hasil analisa outer adalah sebagai berikut :
  • 11. Tabel Hasil Outer Loading b. Discriminat Validity Pada bagian ini akan diuraikan hasil uji discriminant validity. Uji discriminant validity menggunakan nilai cross loading. Suatu indikator dinyatakan memenuhi discriminant validity apabila nilai cross loading indikator pada variabelnya adalah yang terbesar dibandingkan pada variable lainnya, berikut adalah nilai cross loading masing-masing indikator : Berdasarkan tabel diatas menyatakan bahwa ada beberapa indikator pada variabel penelitian memiliki nilai cross loading yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai cross loading pada variabel lainnya sehingga harus diketahui dan diamati lebih lanjut. Cara lain mengukur discriminant validity adalah melihat nilai square root of average variance extracted (AVE). Nilai yang disarankan adalah di atas 0,5 untuk model yang baik. Pengujian selanjutnya adalah composite reliability dari blok indikator yang mengukur konstruk. Suatu konstruk dikatakan reliable jika nilai composite reliability di atas 0,60. Lalu juga dapat dilihat dengan cara melihat reliabilitas konstruk atau variabel laten yang diukur dengan melihat nilai cronbachs alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Suatu konstruk dinyatakan reliable jika nilai cronbachs alpha diatas 0,7, untuk model ini nilainya semua di atas 0,7 jadi reliable. X1 X2 Y Z X1.1 0,847 X1.2 0,893 X1.3 0,815 X2.1 0,810 X2.2 0,927 X2.3 0,822 Y.1 0,779 Y.2 0,892 Y.3 0,820 Z.1 0,803 Z.2 0,777 Z.3 0,662 Z.4 0,809 X1 X2 Y Z X1.1 0,847 0,330 0,368 0,594 X1.2 0,893 0,525 0,483 0,533 X1.3 0,815 0,377 0,359 0,423 X2.1 0,420 0,810 0,272 0,399 X2.2 0,489 0,927 0,467 0,523 X2.3 0,340 0,822 0,509 0,479 Y.1 0,246 0,464 0,779 0,423 Y.2 0,563 0,423 0,892 0,594 Y.3 0,328 0,381 0,820 0,454 Z.1 0,533 0,411 0,497 0,803 Z.2 0,517 0,414 0,496 0,777 Z.3 0,261 0,347 0,348 0,662 Z.4 0,507 0,509 0,471 0,809
  • 12. Berikut digambarkan hasil konstruk untuk masing-masing variabel dan indikator. Berikut ini tabel nilai loading untuk konstruk variabel penelitian yang dihasilkan dari menjalankan program Smart PLS pada tabel berikutnya : Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa Average Variance Extracted (AVE) masing-masing variabel yaitu memiliki konstruk > 0,50 berarti semua konstruk reliable. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa setiap variabel memiliki discriminant validity yang tinggi. Sedangkan nilai composite reliability masing-masing variabel menunjukkan nilai konstruk > 0,60. Hasil ini menunjukan bahwa masing-masing variabel telah memenuhi composite realibility sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel memiliki tingkat realibilitas yang tinggi. Selanjutnya nilai cronbachs alpha masing-masing variabel menunjukkan nilai konstruk > 0,70 dengan demikian hasil ini menunjukan bahwa masing- masing variabel penelitian telah memenuhi persyaratan nilai cronbach’s alpha, sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel memiliki tingkat realibilitas yang tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini telah memiliki discriminant validity yang tinggi dalam menyusun variabelnya masing-masing. 2. Analisis Inner Model Evaluasi model struktural (inner model) dilakukan untuk memastikan model struktrual yang dibangun robust dan akurat. Tahapan analisis yang dilakukan pada evaluasi model struktural dilihat dari beberapa indikator yaitu : a. Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan program SmartPLS 3.0 diperoleh nilai R Square sebagai berikut : Cronbach 's Alpha rho_A Composite Reliability Average Variance Extracte d (AVE) X1 0,812 0,825 0,888 0,726 X2 0,817 0,842 0,890 0,731 Y 0,778 0,808 0,870 0,691 Z 0,765 0,782 0,849 0,585 R Square R Square Adjusted Y 0,325 0,311 Z 0,530 0,516
  • 13. Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa nilai R Square untuk variable faktor sosial adalah 0,325. Perolehan tersebut menjelaskan bahwa presentase besarnya faktor sosial adalah 32,5 %. Hal ini berarti variabel perubahan regulasi dan bentuk kelembagaan berpengaruh terhadap faktor sosial sebesar 32,5% dan sisanya 67,5% dipengaruhi oleh variabel lain. Sedangkan bahwa nilai R Square untuk variabel model bisnis adalah 0,530. Perolehan tersebut menjelaskan bahwa presentase besarnya faktor sosial adalah 53 %. Hal ini berarti variabel perubahan regulasi, bentuk kelembagaan dan faktor sosial berpengaruh terhadap model bisnis sebesar 53% dan sisanya 47% dipengaruhi oleh variabel lain. b. Penilaian Goodness of Fit (GoF) Uji goodness of fit model dapat dilihat dari nilai NFI ≥ 0,662 dinyatakan fit. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan progrsm SmartPLS 3.0 diperoleh nilai Model Fit sebagai berikut : Hasil uji goodness of fit model PLS pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai NFI 0,662 berarti FIT. Dengan demikian dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini telah memiliki goodness of fit yang tinggi dan layak digunakan untuk menguji hipotesis penelitian 3. Pengujian Hipotesis Setelah menilai inner model maka hal berikutnya mengevaluasi hubungan antar konstruk laten seperti yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini. Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan melihat T-Statistics dan nilai P-Values. Hipotesis dinyatakan diterima apabilai nilai T-Statistics > 1,96 dan P-Values < 0,05. Berikut ini adalah hasilnya : Saturated Model Estimate d Model SRMR 0,093 0,093 d_ULS 0,789 0,789 d_G 0,385 0,385 Chi-Square 221,239 221,239 NFI 0,680 0,680 Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) T Statistics (|O/STDEV|) P Values X1 -> Y 0,304 0,325 0,107 2,828 0,006 X1 -> Z 0,353 0,366 0,087 4,042 0,000 X2 -> Y 0,357 0,352 0,107 3,349 0,001 X2 -> Z 0,221 0,218 0,103 2,144 0,034 Y -> Z 0,320 0,315 0,090 3,541 0,001
  • 14. Berdasarkan table di atas menunjukkan bahwa semua hipotesis dapat diterim karena memiliki nilai nilai T-Statistics > 1,96 dan P-Values < 0,05. VI. Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis data sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, berikut ini disampaikan kesimpulan dari hasil penelitian sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan perubahan regulasi terhadap faktor sosial 2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan bentuk kelembagaan terhadap model bisnis 3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan bentuk kelembagaan terhadap faktor sosial 4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan bentuk kelembagaan terhadap model bisnis 5. Terdapat pengaruh positif dan signifikan faktor sosial terhadap model bisnis Hal ini juga membuktikan bahwa adanya tuntutan perubahan proses bisnis untuk bisa bertahan dalam era disrupsi ini mengharuskan Perhutani bisa mencari alternative pendapatan di luar produk utama agar Perusahaan bisa bertahan. Adanya perubahan kebijakan pemerintah terkait pengelolaan hutan di pulau jawa juga mempengaruhi arah dan kebijakan perusahaan ke depan. Melalui RJPP tahun 2020-2024 telah disusun strategi Perusahaan dengan tagline “RISE” yakni : 1. Redesign Optimal Forestry Resources Management 2. Implement Collaborative Social Forestry 3. Sterngten and Synergize Business Portfolio 4. Enhance Enablers Yang dijabarkan dalam 17 strategi inisiatif dimana diharapkan dengan strategi inisiatif tersebut Perusahaan dapat mencapai visinya Menjadi Perusahaan Pengelola hutan berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat. Tentunya dengan visi tersebut harus sudah dilakukan perubahan-perubahan dasar dalam pengelolaan bisnis perusahaan. Salah satu alternative dari penjabaran strategi inisiatif tersebut adalah melalui model bisnis dengan skema kemitraan , dimana dengan skema model ini merupakan solusi yang dapat menghasilkan pengelolaan hutan lestari dengan menggabungkan aspek ekonomi dan sosial. Diharapkan share input model bisnis kemitraan ini ke depan bisa lebih dominan untuk Perhutani dan menjadi penopang utama penghasilan perusahaan. Oleh karena itu perlu dibuatkan rancangan model bisnis yang paling cocok untuk Pengelolaan hutan Perhutani berdasarkan karakteristik bisnis, kondisi SDH , dinamika kondisi sosial dan ekonomi serta kebijakan aturan yang ada.
  • 15. Masyarakat secara perorangan ataupun kelompok diberi hak atau ijin oleh Perum Perhutani untuk mengusahakan hutan atau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu sebagai bagian dari proses pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan berpedoman pada peraturan atau ketentuan yang disediakan oleh Perum Perhutani; atau (3) "Hulu-Hilir", Perum Perhutani sebagai pelaku bisnis di hilir (off-forest) dengan masyarakat sebagai pelaku bisnis di hulu atau tapak (onforest). Seluruh pengadaan input produksi (bibit, pupuk, tenaga kerja), pelaksanaan kegiatan, dan pengambilan keputusan di tapak dilakukan oleh masyarakat. Perum Perhutani dapat memfasilitasi permodalan dan bantuan teknis. VII. Daftar Pustaka Barzel, Y. 1991. Economic Analysis of Property Rights. Sydney: Cambridge University Press. Casson, Anne. 2001. Decentralisation of Policies Affecting Forests and Estate Crops in Kotawaringin Timur District, Central Kalimantan. Bogor: CIFOR Dunn, W. N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. North, D.C. 1991. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. Political Economy of Institutions and Decisions. Cambridge University Press. Cambridge. Parsons, W. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan. Terjemahan. Jakarta: Prenada Media. Peters, B. G. 2000. Institutional Theory: Problem and Prospects. 69 Political Science Series. Vienna: Institute for Advance Studies. Sutton, R. 1999. Policy Process: An Overview. Working Paper 118. Overseas Development Institute. London SW1E 5 DP: Portland House. Stag Place. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta