SlideShare a Scribd company logo
Pratikum ke-5                                  Selasa, 11 Oktober 2011

Ruangan : P25                                  Sosiologi Umum (KPM 130)


    MODEL KELEMBAGAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

                     HUTAN ALAM PRODUKSI

                       Oleh : Djuhendi Tadjudin



                SISTEM BAGI HASIL DI JAWA TENGAH

     PENELITIAN HUKUM PEMILIKAN TANAH DI SEBUAH DAERAH

           PERTANIAN YANG PENDUDUKNYA SANGAT PADAT

                         Oleh : Warner Roell



                         Nama : Delfitriani
                          Nrp : F34110070




                        Natasha Christdavina

                            H24090143




 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

                  FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

                   INSTITUT PERTANIAN BOGOR

                                2011
Bacaan I

        Pengelolaan hutan saat ini lebih mengedepankan keuntungan ekonomi
makro dan mengenyampingkan kelestarian alam. Kartodiharjo (1999)
mengusulkan agar dilakukan pengarahan terhadap kebijakan untuk
memperhatikan kelestarian hutan. Salah satunya dengan memberikan penghargaan
yang tinggi terhadap modal alam, yaitu pemberian insentif pada pola usaha yang
menghasilkan hutan lebih lestari.
        Praktek pengelolaan sumberdaya hutan yang terjadi saat ini termasuk
hutan alam produksi sarat dengan persengkataan. Persengketaan itu bisa terjadi
pada tataran persepsi, pengetahuan, tatanilai, kepentingan, dan akuan terhadap hak
kepemilikan (Tadjuddin, 1999b). Jadi, spekrum sengketa itu tidak hanya terbatas
pada akuan hak-hak kepemilikan dan batas-batas yurisdiksinya. Intensitas
sengketa pun cukup beragam: perbedaan, ketidaksetujuan, protes, penentangan,
perusakan, sampai dengan pertikaian. Persengketaan yang terkait dengan masalah
hutan alam produksi dipandang dalam garis hirarki yang linier: tata nilai, hak
pemilikan, dan model pengelolaan. Dengan para pelakunya (stakeholder), yang
sekurang-kurangnya terdiri dari: pemerintah, masyarakat, dan swasta.
        Sebagai bentuk akomodasi terhadap kepentingan dan partisipasi
masyarakat secara luas, pemerintah menawarkan Hutan Kemasyarakatan. Konsep
HKM bertujuan untuk menggali partisipasi masyarakat local seluas-luasnya dan
menggali keunggulan pengetahuan serta kearifan masyarakat local. Praktek di
lapangan menunjukkan, bahwa penerapan konsep tersebut membutuhkan
revitalisasi kelembagaan, khususnya kelemagaan pemerintah (birokrasi). Pertama
desentralisasi, yaitu penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah lokal.
Kedua devolusi, yaitu penyerahan kewenangan kepada pemerintah local. Ketiga,
mengubah paradigma pemerintah dari status sebagai “polisi” menjadi fasilitator
dengan segala implikasinya.
        Dalam tatan praktek pengelolaan sumberdaya hutan, konsep tersebut
menghasilkan suau bentuk manajemen yang unik. Para pelaku terlibat langsung
sebagai subyek yang melakukan pengelolaan hutan. Yang paling menonjol adalah
perubahan “posisi” masyarakat yang semula merupakan bagian eksternal menjadi
suatu bagian internal dari system manajemen yang bersangkutan.
        Meninjau keunggulan konsep HKM, pemerintah akhirnya memformalkan
HKM melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan no.667/1998
tentang “Hutan Kemasyarakatan” yang diundangkan pada tanggal 7 Oktober
1998. Namun ada beberapa kelemahan dalam konsep tersebut yaitu:
Makna masyarakat setempat dalam undang-undang tersebut memiliki arti luas,
artinya tidak menutup kemungkinan orang luar yang masuk dan bermukim dapat
disebut sebagai masyarakat setempat. Masih terdapat pula kerancuan dalam hak
masyarakat local, batas yuridiksi, koperasi, sentralisme, identitas masyarakat sama
dengan persepsi pemerinta going concern principle, dan masyarakat sebagai
perusahaan.
        Dalam tujuan pengelolaan hutan produksi masyarakat dihadapkan banyak
pilihan namun, apapun bentuk pilihan masyarakat itu harus mencapai hasil akhir
efisiensi, keadilan dan kepatutan, keberlanjutan dan pemeliharaan kenekaragaman
sumberdaya hayati. Intervensi manusia terhadap lingkungan (hutan) itu dapat
diterima apabila memenuhi empat prinsip. Pertama, nilai lingkungan, bahwa
seiap intervensi oleh manusi itu tidak melampaui dayadukung sumberdaya hutan
yang bersangkutan. Kedua, nilai ekonomi, bahwa setiap intervensi manusia
terhadap     sumberdaya      hutan      untuk   kepentingan   produksi,    harus
mempertimbangkan kelayakan ekonomi. Ketiga, nilai teknikal, bahwa setiap
intervensi manusia terhadap sumberdaya hutan itu harus dapat diterima secara
teknikal.
        Format kelembagaan yang diusulkan dalam pengelolaan sumberdaya hutan
alam oleh masyarakat, kelembagaan itu hendaknya mengandung unsure-unsur
pokok: batas yuridiksi, aturan main, dan aturan perwakilan. Karena kelembagaan
itu merupakan sekeranjang tatanilai, aturan main dan aspirasi yang bersifat unik
dalam dimensi ruang dan waktu; maka format kelembagaan itu sendiri harus
bersifat dinamik, dalam arti adaptif terhadap perubahan.
Bacaan II

        Sistem bagi hasil mempunyai arti penting dalam kehidupan pertanian
Indonesia. Meskipun mengolah sendiri tanah perairan diharuskan oleh Undang-
Undang Agraria Tahun 1990, tetapi dalam perkiraan resmi tahun yang sama,
jumlah penggarap bagi hasil di antara petani lebih dari 50% dan hasil yang
mereka terima kebanyakan hanya 30% sampai 40%. Di daerah yang padat
penghuninya seperti Jawa, jumlahnya diperkirakan lebih dari 0%. Data-data yang
berbeda untuk jumlah sistem garap dan sistem bagi hasil oleh statistik pertanian di
Indonesia yang sangat tidak memadai. Yang disebut hanya masalah menetukan
arti isi pengertian sendiri dan pengolahan tanah oleh orang lain. Tidak ada
perbedaan antara penggarap bagi hasil dengan buruh tani. Yang dimana buruh
dengan upah hasil bumi, buruh tani garapan dan buruh bagi hasil memainkan
peranan penting dalam pertanian di Indonesia dan Asia Tenggara.
        Kesulitan lain yaitu mencatat secara tepat kontrak-kontrak yang
kebanyakan dilakukan dengan lisan. Pencarian mengenai siapa pemilik tanah dan
pengelolanya, membutuhkan usaha yang lebih besar dan sulit. Sebab, tidak jarang
pemilik tanah tersebut berhutang kepada pemberi kredit yang lalu mengawasi
sebagian besar panen. Pemilik tanah yang terlibat utang dan tidak bebas seperti itu
sering hanya menjadi pengolah tanahnya sendiri. Hal ini mencerminkan semakin
meningkatnya jumlah penduduk tani yang menganggur. Keanekaragaman
hubungan penggarapan di pemukiman di Jawa dengan sistem bagi hasil;
penggarapan yang merupan elemen penting dalam ekonomi pertanian di Jawa
Tengah.
        Daerah penelitian terletak antara kota Yogyakarta dan Surakarta termasuk
daerah terpadat penduduknya di Jawa. Hal ini disebabkan oleh makin buruknya
struktur sosio-ekonomi. Bentuk pertanian yang umum adalah persawahan padat
karya dengan hasil panen tinggi tetapi tingkat teknik produksi masih rendah.
Kurangnya modal dan tawaran berlebih, sarana produksi berupa tenaga kerja,
menyebabkan timbulnya sistem bagi hasil dan hubungan kerja dasar bagian yang
sedikit bagi penggarap dalam mengelola lahannya. Yang biasa terjadi adalah
pembagian warisan “terselubung” tanpa memecah langsung lahan pertanian
dengan mengutamakan keturunan laki-laki, sehingga lahan pertanian tersebut
dikelola oleh sejumlah keluarga.
        Kesempatan kerja di sektor industri sangat sedikit. Sedangkan kesempatan
kerja pada industri rumah tangga kerajinan dan industri kecil pedesaan yang
bersifat informal juga telah terisi penuh. Produksi bahan makanan terutama beras
melampaui kebutuhan penduduk, namun daya beli rendah, sehingga sering
menyebabkan timbul masalah pangan yang gawat. Akibat kelemahan struktur
pertanian dan tidak adanya cadangan tanah, maka jumlah lapisan penduduk
pertanian yang tidak memiliki tanah terus meningkat.
        Sistem bagi garap yang menyebar luas merupakan pencerminan
kekurangan tanah dan tidak adanya peluang pekerjaan alternatif. Rata-rata pemilik
hewan adalah pemimpin-pemimpin desa. Kelompok sosial desa petani kenceng,
petani gundul, yang memiliki tanah jauh lebih luas dar tanah desa yang
ditunjukkan oleh pengukur desa, menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam
waktu tertentu dengan imbalan tunai. Pembagian panen antar penggarap dan
pemilik tanah sebesar 6:4 yang dipropogandakan oleh PKI telah dilarang dan
Undang-Undang penggarapan tahun 1960. Dengan bagi hasil pemilik tanah dan
penggarap mendapatkan 1:1 hasil panen kotor untuk padi, dan 1:2 untuk palawija
di sawah, tidak menunjukkan keberhasilan. Sebagai ukuran dasar pembanding
bagi hasil adalah kualitas tanah, letak tanah, bentuk pengolahan, hasil tanaman
dan sebagainya. Bentuk-bentuk dasar bagi hasil ada tiga yaitu, sistem maro,
sistem mertelu, dan sistem merapat.
        Demi perbaikan kepentingan sosial yang dibutuhkan, maka harus
dilakukan penghapusan situasi buruk sistem bagi hasil di Jawa yang telah
digambarkan. Karena hal ini tidak saja merupakan dampak landasan eksistensi
mayoritas penduduk yang sangat tidak mencukupi, melainkan system ini juga ikut
mempertahankan kemiskinan. Pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1960 hanya
merupakan langkah pertama yang penting untuk mengantar ke prose perubahan
sosial yang lebih baik. Usaha-usaha selanjutnya dirancang serasi dalam bidang
pertanian, bidang politik kependudukan, usaha industrial dan infrastruktur, harus
terus diupayakan. Sejak tahun 1965 masalah system bagi hasil masalah yang peka
bahkan tabu dalam perdebatan politik, karena ia pernah dipergunakan sebagai alat
agitasi politik oleh partai komunis di masa lampau.

More Related Content

What's hot

Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Anto King
 
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49Abdul Rachim
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)
Operator Warnet Vast Raha
 
8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm
Warnet Raha
 
Konsep Jasa Layanan Lingkungan
Konsep Jasa Layanan LingkunganKonsep Jasa Layanan Lingkungan
Konsep Jasa Layanan Lingkungan
MeydellaRizkova
 
Gerakan masyarakat sipil didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu ol...
Gerakan masyarakat sipil  didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu  ol...Gerakan masyarakat sipil  didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu  ol...
Gerakan masyarakat sipil didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu ol...septianm
 
Ringkasan Pemulihan hutan dengan partisipasi masyarakat
Ringkasan Pemulihan  hutan dengan partisipasi masyarakatRingkasan Pemulihan  hutan dengan partisipasi masyarakat
Ringkasan Pemulihan hutan dengan partisipasi masyarakat
Safira Aulia Rusmi
 
Uas des 2010 soal 6 mundarjito
Uas des 2010 soal 6 mundarjitoUas des 2010 soal 6 mundarjito
Uas des 2010 soal 6 mundarjitojuniato
 
Globalisasi lingkungan
Globalisasi lingkunganGlobalisasi lingkungan
Globalisasi lingkungan
Messayu Syahayuniar
 
Metode valuasi-ekonomi-ekosistem-lahan-pertanian (1)
Metode valuasi-ekonomi-ekosistem-lahan-pertanian (1)Metode valuasi-ekonomi-ekosistem-lahan-pertanian (1)
Metode valuasi-ekonomi-ekosistem-lahan-pertanian (1)
Bhakti Priatmojo
 
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
akil2019
 
Tm 2 sistem pertanian (PIP_1)
Tm 2 sistem pertanian (PIP_1)Tm 2 sistem pertanian (PIP_1)
Tm 2 sistem pertanian (PIP_1)
Lia Kristiana
 
Jurnal peisir dan Laut
Jurnal peisir dan LautJurnal peisir dan Laut
Jurnal peisir dan Laut
Acha Cuah
 
Konflik Agraria dan Pembangunan Desa
Konflik Agraria dan Pembangunan DesaKonflik Agraria dan Pembangunan Desa
Konflik Agraria dan Pembangunan Desa
Muhammad Mardhan
 
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan Petani
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan PetaniFaktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan Petani
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan Petani
Siti Chaakimah
 
Iklim dan perlindungan tanaman
Iklim dan perlindungan tanamanIklim dan perlindungan tanaman
Iklim dan perlindungan tanaman
Andrew Hutabarat
 
1 pendahuluan, definisi
1 pendahuluan, definisi1 pendahuluan, definisi
1 pendahuluan, definisi
abdul samad
 
Ekotanjut2
Ekotanjut2Ekotanjut2
Ekotanjut2
Andrew Hutabarat
 
Forest Incentives for Non Timber Forest Product
Forest Incentives for Non Timber Forest ProductForest Incentives for Non Timber Forest Product
Forest Incentives for Non Timber Forest Product
Sidi Rana Menggala
 

What's hot (19)

Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
Pengelolaan sumberdaya lahan dan etika lingkungan paper etika e2
 
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
Tugas Sosio X 1 Kel 6 sman 49
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)
 
8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm
 
Konsep Jasa Layanan Lingkungan
Konsep Jasa Layanan LingkunganKonsep Jasa Layanan Lingkungan
Konsep Jasa Layanan Lingkungan
 
Gerakan masyarakat sipil didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu ol...
Gerakan masyarakat sipil  didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu  ol...Gerakan masyarakat sipil  didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu  ol...
Gerakan masyarakat sipil didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu ol...
 
Ringkasan Pemulihan hutan dengan partisipasi masyarakat
Ringkasan Pemulihan  hutan dengan partisipasi masyarakatRingkasan Pemulihan  hutan dengan partisipasi masyarakat
Ringkasan Pemulihan hutan dengan partisipasi masyarakat
 
Uas des 2010 soal 6 mundarjito
Uas des 2010 soal 6 mundarjitoUas des 2010 soal 6 mundarjito
Uas des 2010 soal 6 mundarjito
 
Globalisasi lingkungan
Globalisasi lingkunganGlobalisasi lingkungan
Globalisasi lingkungan
 
Metode valuasi-ekonomi-ekosistem-lahan-pertanian (1)
Metode valuasi-ekonomi-ekosistem-lahan-pertanian (1)Metode valuasi-ekonomi-ekosistem-lahan-pertanian (1)
Metode valuasi-ekonomi-ekosistem-lahan-pertanian (1)
 
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
4, be gg, hari yansyah akil, environmenthal ethics, universitas mercubuana,20...
 
Tm 2 sistem pertanian (PIP_1)
Tm 2 sistem pertanian (PIP_1)Tm 2 sistem pertanian (PIP_1)
Tm 2 sistem pertanian (PIP_1)
 
Jurnal peisir dan Laut
Jurnal peisir dan LautJurnal peisir dan Laut
Jurnal peisir dan Laut
 
Konflik Agraria dan Pembangunan Desa
Konflik Agraria dan Pembangunan DesaKonflik Agraria dan Pembangunan Desa
Konflik Agraria dan Pembangunan Desa
 
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan Petani
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan PetaniFaktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan Petani
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan Petani
 
Iklim dan perlindungan tanaman
Iklim dan perlindungan tanamanIklim dan perlindungan tanaman
Iklim dan perlindungan tanaman
 
1 pendahuluan, definisi
1 pendahuluan, definisi1 pendahuluan, definisi
1 pendahuluan, definisi
 
Ekotanjut2
Ekotanjut2Ekotanjut2
Ekotanjut2
 
Forest Incentives for Non Timber Forest Product
Forest Incentives for Non Timber Forest ProductForest Incentives for Non Timber Forest Product
Forest Incentives for Non Timber Forest Product
 

Viewers also liked

PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIAPETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
Deif Tunggal
 
Contoh soal ukg kepala sekolah 2015
Contoh soal ukg kepala sekolah 2015Contoh soal ukg kepala sekolah 2015
Contoh soal ukg kepala sekolah 2015
Budhi Emha
 
C dna by muhammad asif
C dna by muhammad asifC dna by muhammad asif
C dna by muhammad asifMuhmmad Asif
 
ILC International Language Centers
ILC International Language CentersILC International Language Centers
ILC International Language Centers
CLIGuatemala
 
900 petgifs
900 petgifs900 petgifs
900 petgifs
mireille 30100
 
Zukunft der Bildung [Studie, Exec Summary]
Zukunft der Bildung [Studie, Exec Summary]Zukunft der Bildung [Studie, Exec Summary]
Zukunft der Bildung [Studie, Exec Summary]
Franz Kuehmayer
 
Tour por India con Mapaplus. 2012
Tour por India con Mapaplus. 2012Tour por India con Mapaplus. 2012
Tour por India con Mapaplus. 2012
Mapaplus
 
Nitco explore edition catalogue final
Nitco explore edition catalogue finalNitco explore edition catalogue final
Nitco explore edition catalogue final
NITCO Tiles
 
Atlas dos discus
Atlas dos discusAtlas dos discus
Atlas dos discusjlna
 
1 Co 15 - Firm Foundation
1 Co 15 - Firm Foundation1 Co 15 - Firm Foundation
1 Co 15 - Firm Foundation
hungpham
 
Gadgets Galore
Gadgets GaloreGadgets Galore
Gadgets Galore
Nicolai Schwarz
 
NITCO Naturoc Collection
NITCO Naturoc CollectionNITCO Naturoc Collection
NITCO Naturoc Collection
NITCO Tiles
 
Man product offering
Man product offeringMan product offering
Man product offeringthefivetens
 
NITCO Duradigi Collection
NITCO Duradigi Collection NITCO Duradigi Collection
NITCO Duradigi Collection
NITCO Tiles
 
Example 3D view of PCB layout
Example 3D view of PCB layoutExample 3D view of PCB layout
Example 3D view of PCB layoutAllyn Farmer
 
My story in london
My story in londonMy story in london
My story in londontian_xin
 

Viewers also liked (20)

PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIAPETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN ISONIAZID UNTUK ODHA DI INDONESIA
 
Contoh soal ukg kepala sekolah 2015
Contoh soal ukg kepala sekolah 2015Contoh soal ukg kepala sekolah 2015
Contoh soal ukg kepala sekolah 2015
 
Lecture eu economy in the context of the world crisis
Lecture eu economy in the context of the world crisisLecture eu economy in the context of the world crisis
Lecture eu economy in the context of the world crisis
 
C dna by muhammad asif
C dna by muhammad asifC dna by muhammad asif
C dna by muhammad asif
 
ILC International Language Centers
ILC International Language CentersILC International Language Centers
ILC International Language Centers
 
900 petgifs
900 petgifs900 petgifs
900 petgifs
 
Zukunft der Bildung [Studie, Exec Summary]
Zukunft der Bildung [Studie, Exec Summary]Zukunft der Bildung [Studie, Exec Summary]
Zukunft der Bildung [Studie, Exec Summary]
 
Tour por India con Mapaplus. 2012
Tour por India con Mapaplus. 2012Tour por India con Mapaplus. 2012
Tour por India con Mapaplus. 2012
 
Nitco explore edition catalogue final
Nitco explore edition catalogue finalNitco explore edition catalogue final
Nitco explore edition catalogue final
 
Atlas dos discus
Atlas dos discusAtlas dos discus
Atlas dos discus
 
1 Co 15 - Firm Foundation
1 Co 15 - Firm Foundation1 Co 15 - Firm Foundation
1 Co 15 - Firm Foundation
 
910 venezuela
910 venezuela910 venezuela
910 venezuela
 
Gadgets Galore
Gadgets GaloreGadgets Galore
Gadgets Galore
 
Thesis propositie v3
Thesis propositie v3Thesis propositie v3
Thesis propositie v3
 
NITCO Naturoc Collection
NITCO Naturoc CollectionNITCO Naturoc Collection
NITCO Naturoc Collection
 
Man product offering
Man product offeringMan product offering
Man product offering
 
NITCO Duradigi Collection
NITCO Duradigi Collection NITCO Duradigi Collection
NITCO Duradigi Collection
 
Example 3D view of PCB layout
Example 3D view of PCB layoutExample 3D view of PCB layout
Example 3D view of PCB layout
 
My story in london
My story in londonMy story in london
My story in london
 
908 guatemala2.
908 guatemala2.908 guatemala2.
908 guatemala2.
 

Similar to Bacaan i ikhtisar bacaan

Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Operator Warnet Vast Raha
 
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahanStudi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Aksi SETAPAK
 
Ht dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonHt dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonYayasan CAPPA
 
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya AlamKebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
AbdulHalimSolkan
 
Masyarakat desa hutan
Masyarakat desa hutanMasyarakat desa hutan
Masyarakat desa hutan
golarbaso
 
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasPeran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasrizky hadi
 
Devolusi pengelolaan hutan di indonesia
Devolusi pengelolaan hutan di indonesiaDevolusi pengelolaan hutan di indonesia
Devolusi pengelolaan hutan di indonesia
KEHATI
 
Tugas sosiologi pedesaan perbedaan pertanian BERPINDAH FEODALISTIK KAPITALIST...
Tugas sosiologi pedesaan perbedaan pertanian BERPINDAH FEODALISTIK KAPITALIST...Tugas sosiologi pedesaan perbedaan pertanian BERPINDAH FEODALISTIK KAPITALIST...
Tugas sosiologi pedesaan perbedaan pertanian BERPINDAH FEODALISTIK KAPITALIST...
Joel mabes
 
modul_indikator_kegagalan.pdf
modul_indikator_kegagalan.pdfmodul_indikator_kegagalan.pdf
modul_indikator_kegagalan.pdf
SunaryoTuah2
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Biotani & Bahari Indonesia
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Biotani & Bahari Indonesia
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Biotani & Bahari Indonesia
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Biotani & Bahari Indonesia
 
Kuasa Taipan Kelapa Sawit di Indonesia
Kuasa Taipan Kelapa Sawit di IndonesiaKuasa Taipan Kelapa Sawit di Indonesia
Kuasa Taipan Kelapa Sawit di Indonesia
Antonius Marhenanto
 
Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf
Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdfTugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf
Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf
Tedy Sumarto
 
Peran Kementerian Pertanian dalam Reforma Agraria
Peran Kementerian Pertanian dalam Reforma AgrariaPeran Kementerian Pertanian dalam Reforma Agraria
Peran Kementerian Pertanian dalam Reforma Agraria
Syahyuti Si-Buyuang
 
Humas 11-juni-2011
Humas 11-juni-2011Humas 11-juni-2011
Humas 11-juni-2011
Hamdani Fauzi
 
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
KholidahUINWalisongo
 
bahan webinar.ppt
bahan webinar.pptbahan webinar.ppt
bahan webinar.ppt
RibutLupiyanto1
 

Similar to Bacaan i ikhtisar bacaan (20)

Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
 
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahanStudi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
 
Ht dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskonHt dan inisiatif reskon
Ht dan inisiatif reskon
 
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya AlamKebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
Kebijakan Pengelolaan Sumber daya Alam
 
Masyarakat desa hutan
Masyarakat desa hutanMasyarakat desa hutan
Masyarakat desa hutan
 
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor dasPeran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
Peran agroforestri dalam menanggulangi banjir dan longsor das
 
Devolusi pengelolaan hutan di indonesia
Devolusi pengelolaan hutan di indonesiaDevolusi pengelolaan hutan di indonesia
Devolusi pengelolaan hutan di indonesia
 
Tugas sosiologi pedesaan perbedaan pertanian BERPINDAH FEODALISTIK KAPITALIST...
Tugas sosiologi pedesaan perbedaan pertanian BERPINDAH FEODALISTIK KAPITALIST...Tugas sosiologi pedesaan perbedaan pertanian BERPINDAH FEODALISTIK KAPITALIST...
Tugas sosiologi pedesaan perbedaan pertanian BERPINDAH FEODALISTIK KAPITALIST...
 
modul_indikator_kegagalan.pdf
modul_indikator_kegagalan.pdfmodul_indikator_kegagalan.pdf
modul_indikator_kegagalan.pdf
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
 
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
Petisi kepada presiden untuk penyelesaian konflik agraria
 
Kuasa Taipan Kelapa Sawit di Indonesia
Kuasa Taipan Kelapa Sawit di IndonesiaKuasa Taipan Kelapa Sawit di Indonesia
Kuasa Taipan Kelapa Sawit di Indonesia
 
Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf
Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdfTugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf
Tugas_Tedy Sumarto_Model_Bisnis_Pengelolaan_Hutan_Perhutani.pdf
 
Peran Kementerian Pertanian dalam Reforma Agraria
Peran Kementerian Pertanian dalam Reforma AgrariaPeran Kementerian Pertanian dalam Reforma Agraria
Peran Kementerian Pertanian dalam Reforma Agraria
 
Humas 11-juni-2011
Humas 11-juni-2011Humas 11-juni-2011
Humas 11-juni-2011
 
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.pptx
 
Dampak konversi htn
Dampak konversi htnDampak konversi htn
Dampak konversi htn
 
bahan webinar.ppt
bahan webinar.pptbahan webinar.ppt
bahan webinar.ppt
 

Bacaan i ikhtisar bacaan

  • 1. Pratikum ke-5 Selasa, 11 Oktober 2011 Ruangan : P25 Sosiologi Umum (KPM 130) MODEL KELEMBAGAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI Oleh : Djuhendi Tadjudin SISTEM BAGI HASIL DI JAWA TENGAH PENELITIAN HUKUM PEMILIKAN TANAH DI SEBUAH DAERAH PERTANIAN YANG PENDUDUKNYA SANGAT PADAT Oleh : Warner Roell Nama : Delfitriani Nrp : F34110070 Natasha Christdavina H24090143 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
  • 2. Bacaan I Pengelolaan hutan saat ini lebih mengedepankan keuntungan ekonomi makro dan mengenyampingkan kelestarian alam. Kartodiharjo (1999) mengusulkan agar dilakukan pengarahan terhadap kebijakan untuk memperhatikan kelestarian hutan. Salah satunya dengan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap modal alam, yaitu pemberian insentif pada pola usaha yang menghasilkan hutan lebih lestari. Praktek pengelolaan sumberdaya hutan yang terjadi saat ini termasuk hutan alam produksi sarat dengan persengkataan. Persengketaan itu bisa terjadi pada tataran persepsi, pengetahuan, tatanilai, kepentingan, dan akuan terhadap hak kepemilikan (Tadjuddin, 1999b). Jadi, spekrum sengketa itu tidak hanya terbatas pada akuan hak-hak kepemilikan dan batas-batas yurisdiksinya. Intensitas sengketa pun cukup beragam: perbedaan, ketidaksetujuan, protes, penentangan, perusakan, sampai dengan pertikaian. Persengketaan yang terkait dengan masalah hutan alam produksi dipandang dalam garis hirarki yang linier: tata nilai, hak pemilikan, dan model pengelolaan. Dengan para pelakunya (stakeholder), yang sekurang-kurangnya terdiri dari: pemerintah, masyarakat, dan swasta. Sebagai bentuk akomodasi terhadap kepentingan dan partisipasi masyarakat secara luas, pemerintah menawarkan Hutan Kemasyarakatan. Konsep HKM bertujuan untuk menggali partisipasi masyarakat local seluas-luasnya dan menggali keunggulan pengetahuan serta kearifan masyarakat local. Praktek di lapangan menunjukkan, bahwa penerapan konsep tersebut membutuhkan revitalisasi kelembagaan, khususnya kelemagaan pemerintah (birokrasi). Pertama desentralisasi, yaitu penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah lokal. Kedua devolusi, yaitu penyerahan kewenangan kepada pemerintah local. Ketiga, mengubah paradigma pemerintah dari status sebagai “polisi” menjadi fasilitator dengan segala implikasinya. Dalam tatan praktek pengelolaan sumberdaya hutan, konsep tersebut menghasilkan suau bentuk manajemen yang unik. Para pelaku terlibat langsung sebagai subyek yang melakukan pengelolaan hutan. Yang paling menonjol adalah perubahan “posisi” masyarakat yang semula merupakan bagian eksternal menjadi suatu bagian internal dari system manajemen yang bersangkutan. Meninjau keunggulan konsep HKM, pemerintah akhirnya memformalkan HKM melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan no.667/1998 tentang “Hutan Kemasyarakatan” yang diundangkan pada tanggal 7 Oktober 1998. Namun ada beberapa kelemahan dalam konsep tersebut yaitu: Makna masyarakat setempat dalam undang-undang tersebut memiliki arti luas, artinya tidak menutup kemungkinan orang luar yang masuk dan bermukim dapat disebut sebagai masyarakat setempat. Masih terdapat pula kerancuan dalam hak masyarakat local, batas yuridiksi, koperasi, sentralisme, identitas masyarakat sama dengan persepsi pemerinta going concern principle, dan masyarakat sebagai perusahaan. Dalam tujuan pengelolaan hutan produksi masyarakat dihadapkan banyak pilihan namun, apapun bentuk pilihan masyarakat itu harus mencapai hasil akhir efisiensi, keadilan dan kepatutan, keberlanjutan dan pemeliharaan kenekaragaman
  • 3. sumberdaya hayati. Intervensi manusia terhadap lingkungan (hutan) itu dapat diterima apabila memenuhi empat prinsip. Pertama, nilai lingkungan, bahwa seiap intervensi oleh manusi itu tidak melampaui dayadukung sumberdaya hutan yang bersangkutan. Kedua, nilai ekonomi, bahwa setiap intervensi manusia terhadap sumberdaya hutan untuk kepentingan produksi, harus mempertimbangkan kelayakan ekonomi. Ketiga, nilai teknikal, bahwa setiap intervensi manusia terhadap sumberdaya hutan itu harus dapat diterima secara teknikal. Format kelembagaan yang diusulkan dalam pengelolaan sumberdaya hutan alam oleh masyarakat, kelembagaan itu hendaknya mengandung unsure-unsur pokok: batas yuridiksi, aturan main, dan aturan perwakilan. Karena kelembagaan itu merupakan sekeranjang tatanilai, aturan main dan aspirasi yang bersifat unik dalam dimensi ruang dan waktu; maka format kelembagaan itu sendiri harus bersifat dinamik, dalam arti adaptif terhadap perubahan.
  • 4. Bacaan II Sistem bagi hasil mempunyai arti penting dalam kehidupan pertanian Indonesia. Meskipun mengolah sendiri tanah perairan diharuskan oleh Undang- Undang Agraria Tahun 1990, tetapi dalam perkiraan resmi tahun yang sama, jumlah penggarap bagi hasil di antara petani lebih dari 50% dan hasil yang mereka terima kebanyakan hanya 30% sampai 40%. Di daerah yang padat penghuninya seperti Jawa, jumlahnya diperkirakan lebih dari 0%. Data-data yang berbeda untuk jumlah sistem garap dan sistem bagi hasil oleh statistik pertanian di Indonesia yang sangat tidak memadai. Yang disebut hanya masalah menetukan arti isi pengertian sendiri dan pengolahan tanah oleh orang lain. Tidak ada perbedaan antara penggarap bagi hasil dengan buruh tani. Yang dimana buruh dengan upah hasil bumi, buruh tani garapan dan buruh bagi hasil memainkan peranan penting dalam pertanian di Indonesia dan Asia Tenggara. Kesulitan lain yaitu mencatat secara tepat kontrak-kontrak yang kebanyakan dilakukan dengan lisan. Pencarian mengenai siapa pemilik tanah dan pengelolanya, membutuhkan usaha yang lebih besar dan sulit. Sebab, tidak jarang pemilik tanah tersebut berhutang kepada pemberi kredit yang lalu mengawasi sebagian besar panen. Pemilik tanah yang terlibat utang dan tidak bebas seperti itu sering hanya menjadi pengolah tanahnya sendiri. Hal ini mencerminkan semakin meningkatnya jumlah penduduk tani yang menganggur. Keanekaragaman hubungan penggarapan di pemukiman di Jawa dengan sistem bagi hasil; penggarapan yang merupan elemen penting dalam ekonomi pertanian di Jawa Tengah. Daerah penelitian terletak antara kota Yogyakarta dan Surakarta termasuk daerah terpadat penduduknya di Jawa. Hal ini disebabkan oleh makin buruknya struktur sosio-ekonomi. Bentuk pertanian yang umum adalah persawahan padat karya dengan hasil panen tinggi tetapi tingkat teknik produksi masih rendah. Kurangnya modal dan tawaran berlebih, sarana produksi berupa tenaga kerja, menyebabkan timbulnya sistem bagi hasil dan hubungan kerja dasar bagian yang sedikit bagi penggarap dalam mengelola lahannya. Yang biasa terjadi adalah pembagian warisan “terselubung” tanpa memecah langsung lahan pertanian dengan mengutamakan keturunan laki-laki, sehingga lahan pertanian tersebut dikelola oleh sejumlah keluarga. Kesempatan kerja di sektor industri sangat sedikit. Sedangkan kesempatan kerja pada industri rumah tangga kerajinan dan industri kecil pedesaan yang bersifat informal juga telah terisi penuh. Produksi bahan makanan terutama beras melampaui kebutuhan penduduk, namun daya beli rendah, sehingga sering menyebabkan timbul masalah pangan yang gawat. Akibat kelemahan struktur pertanian dan tidak adanya cadangan tanah, maka jumlah lapisan penduduk pertanian yang tidak memiliki tanah terus meningkat. Sistem bagi garap yang menyebar luas merupakan pencerminan kekurangan tanah dan tidak adanya peluang pekerjaan alternatif. Rata-rata pemilik hewan adalah pemimpin-pemimpin desa. Kelompok sosial desa petani kenceng, petani gundul, yang memiliki tanah jauh lebih luas dar tanah desa yang ditunjukkan oleh pengukur desa, menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam
  • 5. waktu tertentu dengan imbalan tunai. Pembagian panen antar penggarap dan pemilik tanah sebesar 6:4 yang dipropogandakan oleh PKI telah dilarang dan Undang-Undang penggarapan tahun 1960. Dengan bagi hasil pemilik tanah dan penggarap mendapatkan 1:1 hasil panen kotor untuk padi, dan 1:2 untuk palawija di sawah, tidak menunjukkan keberhasilan. Sebagai ukuran dasar pembanding bagi hasil adalah kualitas tanah, letak tanah, bentuk pengolahan, hasil tanaman dan sebagainya. Bentuk-bentuk dasar bagi hasil ada tiga yaitu, sistem maro, sistem mertelu, dan sistem merapat. Demi perbaikan kepentingan sosial yang dibutuhkan, maka harus dilakukan penghapusan situasi buruk sistem bagi hasil di Jawa yang telah digambarkan. Karena hal ini tidak saja merupakan dampak landasan eksistensi mayoritas penduduk yang sangat tidak mencukupi, melainkan system ini juga ikut mempertahankan kemiskinan. Pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1960 hanya merupakan langkah pertama yang penting untuk mengantar ke prose perubahan sosial yang lebih baik. Usaha-usaha selanjutnya dirancang serasi dalam bidang pertanian, bidang politik kependudukan, usaha industrial dan infrastruktur, harus terus diupayakan. Sejak tahun 1965 masalah system bagi hasil masalah yang peka bahkan tabu dalam perdebatan politik, karena ia pernah dipergunakan sebagai alat agitasi politik oleh partai komunis di masa lampau.