Lingkungan memiliki peran yang penting dalam keberhasilan upaya pembagunan ekonomi. Oleh karena itu, banyak hal yang harus dipertimbangkan dari setiap kegiatan ekonomi terhadap kualitas atau kelestarian lingkungan hidup.
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan PetaniSiti Chaakimah
Presentasi ini merupakan presentasi lengkap mengenai faktor yang mempengaruhi strategi perlawanan petani di Pesisir Kulon Progo, Jogjakarta. Dijelaskan juga bagaimana sejarah awal mula petani melakukan perlawanan.
Lingkungan memiliki peran yang penting dalam keberhasilan upaya pembagunan ekonomi. Oleh karena itu, banyak hal yang harus dipertimbangkan dari setiap kegiatan ekonomi terhadap kualitas atau kelestarian lingkungan hidup.
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perlawanan PetaniSiti Chaakimah
Presentasi ini merupakan presentasi lengkap mengenai faktor yang mempengaruhi strategi perlawanan petani di Pesisir Kulon Progo, Jogjakarta. Dijelaskan juga bagaimana sejarah awal mula petani melakukan perlawanan.
Często zdarza się, że firmy zmieniają szkoły już po jednym semestrze. Wiele firm, które uczymy, łącznie z największą firmą w Krakowie, jest z nami od lat. Przekonaj się dlaczego, podczas darmowych lekcji próbnych w Twojej firmie!
ZUKUNFT DER BILDUNG.
Das potentialorientierte Bildungssystem.
(Dies ist die Executive Summary der Studie. Es steht auch die Langfassung zum Download zur Verfügung.)
Das Bildungswesen spielt entscheidende Rolle dabei, für die Veränderungen der Zukunft bestmöglich gerüstet zu sein und eine nachhaltige Gestaltung von Gesellschaft und Wirtschaft sicherzustellen.
Aufbauend auf unserem Forschungs- & Beratungsschwerpunkt "Zukunft der Arbeit" enstand daher eine Perspektive zur "Zukunft der Bildung", die beim Europäischen Forum Alpbach vorgestellt und anschließend als umfangreiche
Studie publiziert wurde.
Autor
Franz Kühmayer
Gründer der Reflections Research & Consulting
Visite India en Viajes organizados de 7 a 16 días con Mapaplus. Varios circuitos para visitar India y Nepal, Delhi, Jaipur, Agra, Khajuraho, Benarés, Kathmandú desde América. Conozca las joyas y templos de India o el sur del país con los especialistas Mapaplus.
Restyle the living spaces with artistic impressions from nature and designs of the contemporary world. Nitco Explorer Edition brings vibrant designs which blends “the Old with the New” keeping the world of patterns at its core.
Zusammenstellung von etwa 80 Gadgets aus den Bereichen Musik, Spielzeug, Kamera, Lebensmittel, Fitness, Arbeiten, Wohnen und Superkräfte.
Barcamp Hamburg 2014
Bring Durability And Style Your Home WithNITCO’s Naturoc Tiles. This Robust And Contemporary Design Series Boasts Of Indestructible Features And Unmatched Performance.
Biotani Bahari Indonesia turut menandatangani petisi ini, dan hadir sejenak dalam diskusi Pakar dengan tema Membangun Indonesia dengan Keadilan Agraria di Hotel Bidakara pada Kamis, 7 Februari 2013
Keadilan Agraria, Forum
Pengelolaan hutan bersama masyarakat merupakan orientasi pembangunan kehutanan dewasa ini. Konsep ini tidak lagi menempatkan masyarakat sekitar hutan sebagai buruh atau penonton praktek pengelolaan hutan, dan bersorak kegirangan ketika melihat logging trucks mengangkut ber-kubik-kubik kayu bulat dari hutan yang tidak jauh dari kebun-kebun mereka. Masyarakat sekitar hutan memang selama ini belum mendapatkan tempat yang adil dalam pengelolaan hutan sistem HPH. Mereka tetap dan semakin miskin karena hutan tidak lagi mampu mensuplai air untuk persawahan mereka. Mereka semakin sulit mendapatkan hewan buruan di hutan yang semakin termarginalkan. Pohon duren yang dulu subur dengan buah yang rimbun, kini semakin langka.
Kita harus mengakui bahwa sejak awal sejarah peradabannya manusia memiliki keterkaitan yang erat dengan sumberdaya hutan. Masyarakat lokal telah sejak lama memahami prinsip bahwa hutan alam klimaks lebih merupakan puncak keseimbangan ekologis daripada mampu menjanjikan produktivitas tinggi bagi kepentingan hidup manusia. Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa pemanfaatan hutan dan lahan hutan oleh masyarakat mampu menjawab persoalan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat. Dari waktu ke waktu praktik pemanfaatan hutan dan lahan hutan oleh masyarakat meskipun di bawah tekanan sosial politik yang tidak menguntungkan masih bertahan dan menunjukkan kemampuannya untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam. Misalnya saja, sistem Lembo di Kalimantan Timur, kebun Kemenyan di Tapanuli Utara, Kebun Karet di Jambi, Kebun Damar di Krui, Kebun Hutan Durian di Benawai Agung, Tembawang di Sanggau, Kebun Rotan di Bentian, Hutan Adat di Tenganan, Sistem Dukuh dan Asyura di Kalimantan Selatan dan masih banyak lagi yang lainnya yang kesemuanya itu menunjukkan bahwa rakyat yang hidup di sekitar hutan memiliki pengalaman panjang dan kemampuan yang memadai untuk mengelola hutan.
1. Pratikum ke-5 Selasa, 11 Oktober 2011
Ruangan : P25 Sosiologi Umum (KPM 130)
MODEL KELEMBAGAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN
HUTAN ALAM PRODUKSI
Oleh : Djuhendi Tadjudin
SISTEM BAGI HASIL DI JAWA TENGAH
PENELITIAN HUKUM PEMILIKAN TANAH DI SEBUAH DAERAH
PERTANIAN YANG PENDUDUKNYA SANGAT PADAT
Oleh : Warner Roell
Nama : Delfitriani
Nrp : F34110070
Natasha Christdavina
H24090143
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
2. Bacaan I
Pengelolaan hutan saat ini lebih mengedepankan keuntungan ekonomi
makro dan mengenyampingkan kelestarian alam. Kartodiharjo (1999)
mengusulkan agar dilakukan pengarahan terhadap kebijakan untuk
memperhatikan kelestarian hutan. Salah satunya dengan memberikan penghargaan
yang tinggi terhadap modal alam, yaitu pemberian insentif pada pola usaha yang
menghasilkan hutan lebih lestari.
Praktek pengelolaan sumberdaya hutan yang terjadi saat ini termasuk
hutan alam produksi sarat dengan persengkataan. Persengketaan itu bisa terjadi
pada tataran persepsi, pengetahuan, tatanilai, kepentingan, dan akuan terhadap hak
kepemilikan (Tadjuddin, 1999b). Jadi, spekrum sengketa itu tidak hanya terbatas
pada akuan hak-hak kepemilikan dan batas-batas yurisdiksinya. Intensitas
sengketa pun cukup beragam: perbedaan, ketidaksetujuan, protes, penentangan,
perusakan, sampai dengan pertikaian. Persengketaan yang terkait dengan masalah
hutan alam produksi dipandang dalam garis hirarki yang linier: tata nilai, hak
pemilikan, dan model pengelolaan. Dengan para pelakunya (stakeholder), yang
sekurang-kurangnya terdiri dari: pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Sebagai bentuk akomodasi terhadap kepentingan dan partisipasi
masyarakat secara luas, pemerintah menawarkan Hutan Kemasyarakatan. Konsep
HKM bertujuan untuk menggali partisipasi masyarakat local seluas-luasnya dan
menggali keunggulan pengetahuan serta kearifan masyarakat local. Praktek di
lapangan menunjukkan, bahwa penerapan konsep tersebut membutuhkan
revitalisasi kelembagaan, khususnya kelemagaan pemerintah (birokrasi). Pertama
desentralisasi, yaitu penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah lokal.
Kedua devolusi, yaitu penyerahan kewenangan kepada pemerintah local. Ketiga,
mengubah paradigma pemerintah dari status sebagai “polisi” menjadi fasilitator
dengan segala implikasinya.
Dalam tatan praktek pengelolaan sumberdaya hutan, konsep tersebut
menghasilkan suau bentuk manajemen yang unik. Para pelaku terlibat langsung
sebagai subyek yang melakukan pengelolaan hutan. Yang paling menonjol adalah
perubahan “posisi” masyarakat yang semula merupakan bagian eksternal menjadi
suatu bagian internal dari system manajemen yang bersangkutan.
Meninjau keunggulan konsep HKM, pemerintah akhirnya memformalkan
HKM melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan no.667/1998
tentang “Hutan Kemasyarakatan” yang diundangkan pada tanggal 7 Oktober
1998. Namun ada beberapa kelemahan dalam konsep tersebut yaitu:
Makna masyarakat setempat dalam undang-undang tersebut memiliki arti luas,
artinya tidak menutup kemungkinan orang luar yang masuk dan bermukim dapat
disebut sebagai masyarakat setempat. Masih terdapat pula kerancuan dalam hak
masyarakat local, batas yuridiksi, koperasi, sentralisme, identitas masyarakat sama
dengan persepsi pemerinta going concern principle, dan masyarakat sebagai
perusahaan.
Dalam tujuan pengelolaan hutan produksi masyarakat dihadapkan banyak
pilihan namun, apapun bentuk pilihan masyarakat itu harus mencapai hasil akhir
efisiensi, keadilan dan kepatutan, keberlanjutan dan pemeliharaan kenekaragaman
3. sumberdaya hayati. Intervensi manusia terhadap lingkungan (hutan) itu dapat
diterima apabila memenuhi empat prinsip. Pertama, nilai lingkungan, bahwa
seiap intervensi oleh manusi itu tidak melampaui dayadukung sumberdaya hutan
yang bersangkutan. Kedua, nilai ekonomi, bahwa setiap intervensi manusia
terhadap sumberdaya hutan untuk kepentingan produksi, harus
mempertimbangkan kelayakan ekonomi. Ketiga, nilai teknikal, bahwa setiap
intervensi manusia terhadap sumberdaya hutan itu harus dapat diterima secara
teknikal.
Format kelembagaan yang diusulkan dalam pengelolaan sumberdaya hutan
alam oleh masyarakat, kelembagaan itu hendaknya mengandung unsure-unsur
pokok: batas yuridiksi, aturan main, dan aturan perwakilan. Karena kelembagaan
itu merupakan sekeranjang tatanilai, aturan main dan aspirasi yang bersifat unik
dalam dimensi ruang dan waktu; maka format kelembagaan itu sendiri harus
bersifat dinamik, dalam arti adaptif terhadap perubahan.
4. Bacaan II
Sistem bagi hasil mempunyai arti penting dalam kehidupan pertanian
Indonesia. Meskipun mengolah sendiri tanah perairan diharuskan oleh Undang-
Undang Agraria Tahun 1990, tetapi dalam perkiraan resmi tahun yang sama,
jumlah penggarap bagi hasil di antara petani lebih dari 50% dan hasil yang
mereka terima kebanyakan hanya 30% sampai 40%. Di daerah yang padat
penghuninya seperti Jawa, jumlahnya diperkirakan lebih dari 0%. Data-data yang
berbeda untuk jumlah sistem garap dan sistem bagi hasil oleh statistik pertanian di
Indonesia yang sangat tidak memadai. Yang disebut hanya masalah menetukan
arti isi pengertian sendiri dan pengolahan tanah oleh orang lain. Tidak ada
perbedaan antara penggarap bagi hasil dengan buruh tani. Yang dimana buruh
dengan upah hasil bumi, buruh tani garapan dan buruh bagi hasil memainkan
peranan penting dalam pertanian di Indonesia dan Asia Tenggara.
Kesulitan lain yaitu mencatat secara tepat kontrak-kontrak yang
kebanyakan dilakukan dengan lisan. Pencarian mengenai siapa pemilik tanah dan
pengelolanya, membutuhkan usaha yang lebih besar dan sulit. Sebab, tidak jarang
pemilik tanah tersebut berhutang kepada pemberi kredit yang lalu mengawasi
sebagian besar panen. Pemilik tanah yang terlibat utang dan tidak bebas seperti itu
sering hanya menjadi pengolah tanahnya sendiri. Hal ini mencerminkan semakin
meningkatnya jumlah penduduk tani yang menganggur. Keanekaragaman
hubungan penggarapan di pemukiman di Jawa dengan sistem bagi hasil;
penggarapan yang merupan elemen penting dalam ekonomi pertanian di Jawa
Tengah.
Daerah penelitian terletak antara kota Yogyakarta dan Surakarta termasuk
daerah terpadat penduduknya di Jawa. Hal ini disebabkan oleh makin buruknya
struktur sosio-ekonomi. Bentuk pertanian yang umum adalah persawahan padat
karya dengan hasil panen tinggi tetapi tingkat teknik produksi masih rendah.
Kurangnya modal dan tawaran berlebih, sarana produksi berupa tenaga kerja,
menyebabkan timbulnya sistem bagi hasil dan hubungan kerja dasar bagian yang
sedikit bagi penggarap dalam mengelola lahannya. Yang biasa terjadi adalah
pembagian warisan “terselubung” tanpa memecah langsung lahan pertanian
dengan mengutamakan keturunan laki-laki, sehingga lahan pertanian tersebut
dikelola oleh sejumlah keluarga.
Kesempatan kerja di sektor industri sangat sedikit. Sedangkan kesempatan
kerja pada industri rumah tangga kerajinan dan industri kecil pedesaan yang
bersifat informal juga telah terisi penuh. Produksi bahan makanan terutama beras
melampaui kebutuhan penduduk, namun daya beli rendah, sehingga sering
menyebabkan timbul masalah pangan yang gawat. Akibat kelemahan struktur
pertanian dan tidak adanya cadangan tanah, maka jumlah lapisan penduduk
pertanian yang tidak memiliki tanah terus meningkat.
Sistem bagi garap yang menyebar luas merupakan pencerminan
kekurangan tanah dan tidak adanya peluang pekerjaan alternatif. Rata-rata pemilik
hewan adalah pemimpin-pemimpin desa. Kelompok sosial desa petani kenceng,
petani gundul, yang memiliki tanah jauh lebih luas dar tanah desa yang
ditunjukkan oleh pengukur desa, menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam
5. waktu tertentu dengan imbalan tunai. Pembagian panen antar penggarap dan
pemilik tanah sebesar 6:4 yang dipropogandakan oleh PKI telah dilarang dan
Undang-Undang penggarapan tahun 1960. Dengan bagi hasil pemilik tanah dan
penggarap mendapatkan 1:1 hasil panen kotor untuk padi, dan 1:2 untuk palawija
di sawah, tidak menunjukkan keberhasilan. Sebagai ukuran dasar pembanding
bagi hasil adalah kualitas tanah, letak tanah, bentuk pengolahan, hasil tanaman
dan sebagainya. Bentuk-bentuk dasar bagi hasil ada tiga yaitu, sistem maro,
sistem mertelu, dan sistem merapat.
Demi perbaikan kepentingan sosial yang dibutuhkan, maka harus
dilakukan penghapusan situasi buruk sistem bagi hasil di Jawa yang telah
digambarkan. Karena hal ini tidak saja merupakan dampak landasan eksistensi
mayoritas penduduk yang sangat tidak mencukupi, melainkan system ini juga ikut
mempertahankan kemiskinan. Pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1960 hanya
merupakan langkah pertama yang penting untuk mengantar ke prose perubahan
sosial yang lebih baik. Usaha-usaha selanjutnya dirancang serasi dalam bidang
pertanian, bidang politik kependudukan, usaha industrial dan infrastruktur, harus
terus diupayakan. Sejak tahun 1965 masalah system bagi hasil masalah yang peka
bahkan tabu dalam perdebatan politik, karena ia pernah dipergunakan sebagai alat
agitasi politik oleh partai komunis di masa lampau.