Perhutanan sosial bertujuan agar masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat mengelola hutan dengan legal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan menjaga kelestarian hutan. Partisipasi masyarakat menjadi dibutuhkan agar tujuan perhutanan sosial dapat tercapai.
Peluang dan Tantangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup da...
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan Sosial
1. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam
Kebijakan Akses Kelola Hutan Sosial
Tugas Metode Pengelolaan SDA dan Lingkungan
Ramlan Nugraha
NRP: H052190131
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
2020
Upaya mengatasi konflik tenurial akibat tumpang tindih lahan di daerah
2. OUTLINE
Outline Paparan:
1. Pengantar
2. Konsep dan Implementasi Kebijakan Perhutanan Sosial
3. Kendala di Lapangan
4. Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Permasalahan
5. Usulan Kebijakan
Tujuan:
1. Mengetahui permasalahan akses kelola hutan;
2. Mengetahui kebijakan akses kelola hutan: konsep dan implementasi yang
dilakukan pemerintah & kendala apa yang dihadapi;
3. Merumuskan usulan perbaikan atas permasalahan akses kelola hutan.
2
Judul: Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan
Akses Kelola Hutan Sosial
3. PENGANTAR
1. Ketimpangan akses kelola hutan untuk masyarakat. Luas
pemanfaatan hutan sebelum tahun 2017 oleh masyarakat
sebesar 4,14% dari 42 juta ha sedangkan
Swasta/perusahaan yaitu 95,76% atau 40 juta ha.
2. Kemiskinan masyarakat di desa-desa sekitar kawasan
hutan. 48,8 juta tinggal di hutan negara dan 10,2 juta
dikategorikan miskin dimana 71,06% hidup dari sumber daya
hutan (Murti,2019).
3. Konflik tenurial perebutan sumber daya. Konflik akibat
perebutan sumber daya antara masyarakat dengan
swasta/perusahaan atau dengan masyarakat sendiri.
4. Deforestasi dan ancaman kelestarian hutan. Perambahan
kawasan hutan oleh masyarakat akibat keterdesakan
ekonomi dan terbatasnya lahan menyebabkan kelestarian
hutan terancam dan terganggunya hutan sebagai penyangga
kehidupan.
3https://programsetapak.org/
4. KEBIJAKAN PEMERINTAH
4
12,7 JutaHa
• P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016
tentang Perhutanan Sosial
• P.39/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017
tentang Perhutanan Sosial di Wilayah
Kerja Perum Perhutani
1. Masyarakatmenjadi legal dalam
kawasan hutan
2. Program Pemerintah dan CSR dapat
masuk ke masyarakat di sekitar dan
dalam hutan
3. Tidakbisa diperjualbelikan
4. Tidakbisa diwariskan
5. Tidakbisa ditanami sawit
SAFEGUARD
Perhutanan Sosial (Social Forestry)
Melalui Nawacita dan RPJMN 2015-2019 pemerintah mencanangkan
Perhutanan Sosial untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat di kawasan
hutan untuk mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Target akses
kelola selama 5 tahun yaitu 12,5 juta ha.
Perhutanan Sosial adalah program pemberian ijin akses kelola hutan
kepada masyarakat di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/adat
dengan skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat,
Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat.
Tujuan: Menyelesaikan permasalahan tenurial dan keadilan bagi
masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau
di sekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan
pelestarian fungsi hutan (P.83/2016). Ijin kelola diberikan kepada masyarakat
dan perseorangan hingga 35 tahun oleh pemerintah cq. Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dasar hukum: UU No 41 tentang Kehutanan; PermenLHK
No.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial
5. KONSEP PERHUTANAN SOSIAL
Aspek Deskripsi
Skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan dan Hutan Adat
Ultimate Goals Hutan Serbaguna atasi kesenjangan
Indicators GrossMargin Kelompok/Rumah Tangga,Penyerapan tenaga kerja, Pertumbuhan ekonomi wilayah
dan Gini ratio
Means Akseskawasan, berupa perijinan dan Kemitraan, Pembinaan Kelompok Tani Hutan dan
Investasi
Values 1) Pemanfaatan untuk kesejahteraan (HHK, HHBK,Jasalingkungan)
2) Partisipasi Masyarakat
3) Respectto Ecology, function of nature
4) Konservasi dan perlindungan hutan, suksesi, keseimbangan/homeostasis
5) Kesadaranuntuk preservasi, restorasi dan rehabilitasi
Implementation 1) Jasa Lingkungan/Ekowisata/Tata Air
2) Agro forestry, Silvo Pastur. Silvofishery
3) Biomass dan bioenergy (kemiri sunan, aren, eucaliptus, calliandra, nyamplung, dll)
4) HHBK: madu, rotan, akar, dll
5) Industri kayu
Dasar hukum: UU Kehutanan dan PermenLHK No.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial
6. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
1. Pemberian ijin akses kelola masih belum
memenuhi target RPJMN 2014-2019. Capaian PS
yaitu 20% atau 2,6 juta ha dari target 12,7 juta ha
(April 2019).
2. Masih minimnya kelompok usaha perhutanan
sosial yang telah memiliki akses pasar
berkelanjutan (2% dari 5.000 KUPS).
3. Terdapat praktik baik sebagai implementasi dari
pemberian ijin yaitu meningkatnya pendapatan
masyarakat di sekitar hutan, terjaganya lingkungan
dan pendapatan desa meningkat (studi kasus HKm
di Kalibiru Yogyakarta)
4. Konflik tenurial perebutan sumber daya masih
terjadi. Perebutan sumber daya masih terjadi di
antara masyarakat, swasta/perusahaan, dan
pemerintah (Wellang,2019).
6
455.85
98.56 151.07
529.63
1,235.24
162.77
-
200.00
400.00
600.00
800.00
1,000.00
1,200.00
1,400.00
Luas(ribuha)
Realisasi Pemberian Ijin Perhutanan
Sosial
(s.d. 22 April 2019)
HD
51%
HKM
25%
HTR
13%
KK
10%
HA
1%
Persentase Realisasi Ijin Perhutanan Sosial
per Skema
Sumber: Biro Perencanaan KLHK, 2019
7. CONTOH KASUS
7
Tumpang Tindih Izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kab. Batanghari, Jambi
SK HTR 3.140 ha
Diberikan KLHK
5 Koperasi
di Batanghari, Jambi
BELUM BISA
DIKELOLA
1. Koperasi Desa Sengkati
2. Serikat Mandiri Batanghari
3. Persatuan Petani Jambi
4. Gapoktan
3.140 Ha
1.300 Ha sudah ditempati 600 KK
membuat pondok dan bercocok tanam
Penanaman di lokasi
Menyampaikan surat ke KLHK
Menolak SK
Menduduki Lahan
Masyarakat sudah lama menempati
Historis penggusuran oleh Perusahaan
Izin tidak koordinasi dengan Desa dan Kec
LSM Pendamping 'dadakan'
Kenapa Menolak??
8. KENDALA
Konflik tenurial (lahan) perebutan sumber
daya masih terjadi. Perebutan sumber daya
masih terjadi di antara masyarakat dan
pemerintah, salah satunya akibat tumpang
tindih lahan di daerah.
8
Kenapa terjadi Tumpang Tindih?
Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial
(PIAPS) yang dikeluarkan KLHK belum
sinkron dengan di lapangan, belum clear
and clean, masih terdapat areal yang
ditempati masyarakat atau tidak snkron
dengan RPHJP KPH.
PIAPS adalah Peta yang memuat areal
kawasan hutan negara yang
dicadangkan dan ditetapkan untuk
Perhutanan Sosial. PIAPS ditetapkan
oleh Pemerintah (Menteri LHK) dan saat
ini telah ditetapkan PIAPS seluas 13,8
juta ha melalui Keputusan Menlhk No.
SK. 4865/2017.
https://kbr.id/nasional/
9. Upaya yang Dilakukan Stakeholder
9
Ditjen Planologi Kehutanan
dan Tata Lingkungan (PKTL)
KLHK
Penataan Batas dan
menetapkan Peta
Indikatif Areal
Perhutanan Sosial
(PIAPS)
Penataan batas masih rendah. Rataan 2004-2009
adalah 529 km/thn sehingga diasumsikan tata
batas selesai 2110 (Nurrochmat,2011)
Penetapan PIAPS masih Top Down.
Kenapa terjadi Tumpang Tindih?
Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial
(PIAPS) yang dikeluarkan KLHK belum
sinkron dengan di lapangan, belum clear
and clean, masih terdapat areal yang
ditempati masyarakat atau izin HPH.
Adanya persoalan inventarisasi penguasaan riil di
lapangan dan kesepakatan batas dengan masyarakat
(KPA,2019). Muncul klaim kawasan hutan tumpang
tindih dengan pemukiman, tanah garapan dan
fasilitas umum serta fasilitas sosial penduduk.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan memiliki kewenangan menunjuk kawasan
hutan secara sepihak yang diatur dalam UU 41/1999
tentang Kehutanan. Hal ini menimbulkan persoalan
konflik dengan masyarakat.
10. Penelitian Relevan
10
Penelitian Nurfatriani (2019) berjudul
Berjudul “Efektivitas Kebijakan Alokasi
Lahan 12,7 juta ha untuk Perhutanan
Sosial: Studi Kasus di NTT dan DI
Yogyakarta”, menyebutkan penetapan
awal PIAPS dilakukan secara top down
mengakibatkan pada beberapa lokasi
PIAPS berada di blok inti, hanya
didasarkan pada lokasi tidak berijin dan
kurang mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi, sosial dan lingkungan
serta kurang melibatkan pemda.
PIAPS Provinsi Riau (sumber: KLHK)
11. 11
Ditjen Perhutanan Sosial
dan Kemitraan Lingkungan
KLHK
Penanganan
konflik tenurial di
area perhutanan
sosial dan hutan
adat
Pengaduan kepada KLHK
Fasilitasi oleh Pokja Reforma
Agraria dan PS di pusat dan
provinsi
Identifikasi Lokasi PIAPS
Pendamping PS
Apa Dampak dari Tumpang Tindih
Perijinan?
Adanya konflik masyarakat, perusahaan dan
pemerintah. Konflik di antara masyarakat yang
telah menempati areal dengan masyarakat yang
mengajukan ijin perhutanan sosial serta
pemerintah.
Ijin perhutanan sosial belum diberikan karena
areal belum clear, jaminan hak masyarakat
menemui ketidakpastian.
PIAPS Provinsi Riau (sumber: KLHK)
12. USULAN KEBIJAKAN
Pendekatan partisipatif perlu di mainstreaming dalam
pengelolaan kebijakan Perhutanan Sosial
Pendekatan Partisipatif perlu diterapkan khususnya
dalam penyusunan kebijakan perencanaan area
perhutanan sosial. Hal ini seperti mandat dalam Pasal 12
UU Kehutanan.
Meski demikian, kebijakan dalam UU No 41/1999 tentang
Kehutanan saat ini “terkesan” lebih memposisikan
pemerintah cq KLHK seakan “berkuasa” dalam
menentukan kawasan hutan. Hal ini hendaknya perlu
dikaji ulang.
Kebijakan penetapan kawasan hutan seharusnya
memperhatikan aspek seperti sistem tenurial berbasis
pengetahuan dan manajemen lokal (Enters dan
Anderson,2000), dan keterlibatan pihak-pihak yang
relevan dalam pengelolaan sumber daya alam
(Nurrochmat,2016). 12
Pasal 1 UU Kehutanan:
Kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
Pasal 21 UU Kehutanan:
“.. Pelaksanaan setiap komponen
pengelolaan hutan harus
memperhatikan nilai-nilai budaya
masyarakat,aspirasi, persepsi
masyarakat, serta memerhatikan hak-
hak rakyat, dan oleh karena itu harus
melibatkan masyarakat setempat.”
13. USULAN KEBIJAKAN
Partisipasi Masyarakat dalam Otoritas Pengelolaan
SDA.
Untuk mengatasi tumpang tindih lahan, partisipasi
masyarakat perlu dilakukan pada perencanaan pengelolaan
hutan salah satunya pada penyusunan dan penetapan
Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS).
Berdasarkan P.83/2016, penetapan PIAPS dilakukan
melalui harmonisasi peta yang dimiliki oleh KLHK dengan
peta yang dimiliki oleh LSM dan sumber-sumber lain dan
konsultasi dengan pemprov dan kokab, dan parapihak
terkait. PIAPS ditetapkan oleh Menteri dan direvisi setiap 6
bulan sekali oleh Direktur Jenderal yang membidangi
Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan atas nama
Menteri.
13
PIAPS Provinsi Riau (sumber: KLHK)
14. USULAN KEBIJAKAN
1. Adanya partisipasi masyarakat pada tahap
awal yaitu penyusunan PIAPS oleh Ditjen
Planologi Kehutanan KLHK. Partisipasi
masyarakat perlu diatur dalam regulasi
secara tertulis sehingga dapat memberikan
pendapat yang legal dan kuat dalam pada
saat penetapan PIAPS oleh pemerintah.
2. Adanya transparansi data PIAPS yang
dibuka kepada publik sebelum ditetapkan
oleh pemerintah agar membuka masukan dari
masyarakat.
3. Perlu adanya mekanisme revisi PIAPS
yang mengakomodir kepentingan publik
secara fleksible, cepat dan dapat diakses
publik.
14
Masyarakat di sekitar kawasan hutan (Sumber:Mongabay)
15. TERIMA KASIH
Ramlan Nugraha
NRP: H052190131
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
2020
Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera..