Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Infeksi odontogenik dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa seperti obstruksi saluran napas, descending necrotizing mediastinitis, sindrom distress pernapasan, komplikasi toraks, dan sepsis jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat. Komplikasi tersebut dapat muncul akibat penyebaran infeksi ke jaringan dan organ sekitar melalui spasi-spasi anatomis. Penatalaks
2. Odontogenic Infections
Mortalitas dan morbiditas masih tinggi
● Obstruksi jalan napas
● Descending necrotizing mediastinitis
● Sepsis
● Komplikasi toraks
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
3. Odontogenic Infections
Progresi cepat ke organ dan
struktur lain
Terjadi komplikasi
Dianggap sebagai kondisi
sederhana pengobatan
tidak agresif
Perhatikan kondisi penurunan imunitas, patogen yang sangat
virulen/ resisten obat.
memperburuk komplikasi, meningkatkan moribiditas,
mortalitas, dan prognosis
! Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
4. Odontogenic Infections
Infeksi odontogenik melewati 3 tahapan utama
● Tahap 1 : 1-3 hari bengkak lunak dan mildly tender
● Tahap 2 : 2-5 hari keras, kemerahan, bengkak
bertambah
● Tahap 3 : 5-7 hari pembentukan abses
Jevon, Abdelrahman, Pigadas. “Management of odontogenic
infections and sepsis: an update” (2020).
5. 1. Port d’entry
○ Pulpal (71%)
○ Marginal
○ Perikornal
○ Needle tract
○ Tempat ekstraksi
2. Lokasi
○ Molar 1/3 bawah (36%)
○ Gigi bawah posterior lainnya (41%)
○ Gigi atas (7%)
○ Gigi atas posterior (6%)
3. Pus yang terakumulasi mendestruksi
tulang paling rentan pada aspect lingual dari
regio molar
4. Penyebaran infeksi ke spasia terdekat
Penyebaran Infeksi Odontogenik
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
13. Komplikasi Infeksi Odontogenik yang
Mengancam Nyawa
Obstruksi Jalan Napas
Descending Necrotizing Mediastinitis
Sindrom Distres Pernapasan
Komplikasi Torakal
Sepsis
Obstruksi jalan napas penyebab kematian
tercepat adanya pembengkakan,
trismus, edema, dan terbentuknya abses
Klinis :
- Stertor/Snoring terjadi karena
adanya obstruksi di atas laring
- Stridor terjadi karena adanya
obstruksi pada laring atau di bawahnya
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
14. - Risiko obstruksi jalan napas berdasarkan keterlibatan spasia yang terinfeksi.
- Lidah terdorong ke atas dan ke belakang karena ruang fasia yang terlibat
Obstruksi Saluran Napas Atas
15. Kriteria Jackson
• Sesak, pasien masih tenang, stridor inspirasi +,
retraksi suprasternal
Grade I
• Sesak lebih berat, pasien mulai gelisah, stridor
inspirasi +, retraksi suprasternal dan intercostal
Grade II
• Pasien sangat gelisah, stridor inspirasi +,
retraksi suprasternal, intercostal, epigastrium
Grade III
• Grade 3 + pasien gagal napas
Grade IV
16. Komplikasi Infeksi Odontogenik yang
Mengancam Nyawa
Obstruksi Jalan Napas
Descending Necrotizing Mediastinitis
Sindrom Distres Pernapasan
Komplikasi Torakal
Sepsis
60-70% kasus DNM merupakan progresi
dari infeksi odontogenik
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
17. Komplikasi Infeksi Odontogenik yang
Mengancam Nyawa
Obstruksi Jalan Napas
Descending Necrotizing Mediastinitis
Sindrom Distres Pernapasan
Komplikasi Torakal
Sepsis
Gangguan pertukaran udara yang dapat
menyebabkan gagal napas.
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
18. Komplikasi Infeksi Odontogenik yang
Mengancam Nyawa
Obstruksi Jalan Napas
Descending Necrotizing Mediastinitis
Sindrom Distres Pernapasan
Komplikasi Torakal
Sepsis
Komplikasi :
• Empyema
• Pyotroraks
• Fistula aortopulmonal
• Erosi arteri carotid atau aorta
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
19. Komplikasi Infeksi Odontogenik yang
Mengancam Nyawa
Obstruksi Jalan Napas
Descending Necrotizing Mediastinitis
Sindrom Distres Pernapasan
Komplikasi Torakal
Sepsis Gabungan dari faktor virulensi patogen dan
reaksi imun dari pasien.
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
20. Tatalaksana
ABCD
Apakah ABCD (Airway, Breathing,
Circulation, Disability) terganggu?
Jika ya, pikirkan komplikasi yang
mengancam nyawa dan segera
tatalaksana.
Perhatikan
pembengkakan
pada jalur nafas
Obstruksi jalur napas
adalah komplikasi yang
paling cepat
menyebabkan kematian
pada infeksi odontogenik.
• Pastikan potensi jalan
napas
• Pemberian
kortikosteroid untuk
mengurangi
pembengkakan masih
kontroversial
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
21. Tatalaksana
Prinsip Penting
1. Tetapkan tingkat keparahan infeksi
2. Nilai pertahanan host
3. Pilih pengaturan perawatan
4. Intervensi bedah
5. Dukungan medis
6. Terapi antibiotic
7. Evaluasi pasien secara berkala
Jevon, Abdelrahman, Pigadas. “Management of odontogenic infections and sepsis: an update” (2020).
22. Tatalaksana
Komplikasi Intratorakal
Komplikasi intratorakal atau DNM
dapat menyebabkan gangguan
napas.
Ditandai dengan:
- Peningkatkan laju napas
- Pemeriksaan paru abnormal
- Gangguan status mental
• Empyema Drainase
dengan chest tube
thoracostomy
• DNM necrotomy
debridement
thoracostomy
Binarto, Jenadi and Agus Nurwiadh. “Life-Threatening Complications
of Odontogenic Infection (Literature Review).” (2019).
24. Resusitasi Cairan
Mengatasi hipoperfusi
Resusitasi bertujuan mencapai :
- Tekanan vena (CVP) 8-12 mmHg
- Tekanan arteri rerata/MAP 65 mmHg
- Produksi urin 0,5 ml/kgBB/jam
- Perbaikan kadar laktat (>4 mmol/L)
hingga menurun dalam 6 jam resusitasi
Pilihan Cairan :
- Pilihan cairan (kristaloid atau koloid)
- Kecepatan pemberian cairan (500-1000 ml/30
menit)
- Target pemberian (target MAP)
- Monitoring pemberian cairan (melalui tekanan
vena sentral) dan monitoring potensi edema
sistemik dan pulmonal selama resusitasi
25. SOFA Score
Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score
Merupakan suatu skoring untuk menilai kegagalan organ terkait sepsis.
Sepsis diidentifikasi dengan peningkatan setidaknya 2 poin dalam skor SOFA pada pasien
dengan kecurigaan infeksi
Parameter penilaian :
- Respirasi (PaO2/FiO2)
- Sistem saraf pusat (Glasgow coma scale [GCS])
- Kardiovaskuler (Mean arterial pressure [MAP])
- Sistem koagulasi (platelet)
- Liver (bilirubin)
- Renal (kreatinin serum)
Iskandar, Siska.Analisis hubungan sequential organ failure
assessment (Sofa) score dengan mortalitas pasien sepsis.
(2020)
Membutuhkan pemeriksaan
laboratorium
26. qSOFA
(The Quick Sequential Organ Failure Assessment)
Sepsis dapat diidentifikasi setidaknya 2 dari kriteria klinis berikut yang Bersama-sama
membanrtuk skor klinis baru disebut quick-SOFA (qSOFA)
- Laju pernapasan 22 x/menit atau lebih
- Perubahan status mental
- Tekanan darah sistol 100 mmHg atau kurang
Shaddad, Ali, Kholiha. Uji diagnostic dengan menggunakan
kriteria qSoFA dalam mendiagnosis awal pasien sepsis di
Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara. (2021)
merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii superioris. Spasia kanina terbentuk akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi caninus rahang atas
terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan M.buccinators dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi akibat perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula
Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas ke arah posterior hingga melibatkan spasia facial sekunder. Ketika spasia sekunder telah ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan komplikasi hingga kematian, dan lebih sulit untuk ditangani
Spasia masseter Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula dan batas median m. masseter.
Spasia pterygomandibular Spasia pterygomandibular berada ke arah median dari mandibula dan ke arah lateral menuju m. pterygoid median.
Spasia temporal Spasia temporal berada pada posterior dan superior dari spasia master dan pterygomandibular. . Dibagi menjadia dua bagian oleh m. temporalis. Bagian pertama yaitu bagian superficial yang meluas menuju m. temporalis, sedangakn bagian kedua merupakan deep portion yang berhubungan dengan spasia infratemporal.
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis.
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis.
Spasia submental berada di antara anterior bellies dari m. digastricus dan di antara m. mylohyoid dengan kulit di atasnya. Spasia ini biasanya terjadi karena infeksi dari incisor mandibula.
Batas anatomi Spasia ini perluasan dari dasar tengkorak di tulang sphenoid menuju tulang hyoid di inferior dan terletak antara otot pterygoid medial di aspek lateral dan superior faringeal konstriktor aspek medial
Batas anatomi Spasia ini terletak di belakangan jaringan lunak aspek po
Gejala dan tanda klinis infeksi :
Obstruksi jalan nafas atas yang serius sebagai hasil dari displacement anterior dari dinding faringeal posterior ke arah faring
Rupturnya abses spasia retrofaringeal dengan masuknya pus ke paru-paru.
sterior faring.
Obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang menyebabkan kematian tercepat. Hal ini dapat terjadi akibat pembengkakan, trismus, edema, dan terbentuknya abses yang akhirnya menyempitkan dan menutup jalur pernapasan.
Contoh:
Epiglottitis
Abses peritonsilar
Abses parapharyngeal dan retropharyngeal
Mediastinitis akut merupakan infeksi mediastinal dan organ sekitar yang mengancam nyawa. 60-70% kasus DNM merupakan progresi dari infeksi odontogenik. Mortalitasnya 37-60%
Merupakan gangguan pertukaran udara yang dapat menyebabkan gagal napas. ARDS ini terjadi pada pasien odontogenik setelah terjadi sepris atau komplikasi infeksi pada bagian torakal
Komplikasi intratorakal dapat mengancam nyawa, merusak organ torakal, dan mengganggu pernapasan. Komplikasi yang harus cepat ditangani seperti, empyema, pyotroraks, fistula aortopulmonal, erosi arteri carotid atau aorta, dsb.
Komplikasi ini terjadi karena diagnosis dan pengobatan yang terlambat dari infeksi odontogenik
Merupakan kondisi gabungan dari faktor virulensi patogen dan reaksi imun dari pasien. Identifikasi yang terlambat dapat berakibat fatal. Tatalaksana cepat sepsis sudah dibentuk EGDT (Early Goal Directed Therapy).
Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis menyeluruh sangat penting untuk menentukan keparahan infeksi apa pun. Pengambilan riwayat akan menyoroti faktor-faktor seperti kemampuan sistem kekebalan dan tingkat cadangan sistemik untuk melawan infeksi. Pemeriksaan fisik dapat mengidentifikasi observasi klinis di luar batas normal. Beberapa parameter klinis dan hematologi telah digunakan sebagai indikator prognostik untuk tingkat keparahan infeksi. Protein C-reaktif (CRP), demam, dan lokasi anatomis telah diselidiki untuk menilai luasnya infeksi odontogenik dan perkiraan lama tinggal di rumah sakit.
Sistem kekebalan yang sehat sangat penting untuk pemeliharaan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Beberapa kondisi medis dapat mempengaruhinya
Abses gigi terlokalisasi yang tidak rumit pada orang muda yang sehat, yang tidak menunjukkan tanda dan gejala respons imun yang memburuk, dapat dirawat dengan aman di praktik kedokteran gigi. Intervensi dini dan adekuat sangat penting untuk mencegah kerusakan yang dapat dihindari dengan invasi ruang anatomi yang disesuaikan dan gejala sepsis
Pada praktiknya, penilaian sepsis dengan skor SOFA membutuhkan pemeriksaan laboratorium, dan kriteria tersebut jarang digunakan di luar ruang rawat intensif. Mempertimbangkan hal tersebut, The Sepsis-3 Task Force memperkenalkan alat identifikasi yang lebih sederhana yaitu The Quick Sequen- tial Organ Failure Assessment atau qSOFA
Skor qSOFA umumnya digunakan untuk menilai keberadaan disfungsi organ agar dapat memulai atau meningkatkan terapi yang memadai pada pasien dibandingkan untuk memprediksi mortalitas .
qSOFA dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk dilakukannya pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi disfungsi organ pada pasien yang terinfeksi, memulai meningkatkan terapi yang sesuai, dan sebagai pertimbangan untuk merujuk pasien ke ruang rawat intensif