Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM
1. Pengembangan Sistem Informasi
Apa itu pengembangan sistem informasi :
Yang dimaksud dengan pengembangan sistem informasi adalah menyusun suatu sistem
yang baru untuk menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki
sistem yang telah ada.
Ada 3 alasan mengapa diperlukannya pengembangan sistem informasi dalam suatu
perusahaan :
1. Adanya masalah-masalah yang timbul dari sistem yang lama.
2. Untuk meraih kesempatan-kesempatan dalam berbagai hal.
3. Adanya instruksi dari pimpinan atau adanya peraturan dari pemerintah.
Harapan yang ada pada sistem yang baru adalah sebagai berikut :
- Kinerja : bagaimana kinerja system yang baru bekerja, apakah kinerjanya lebih baik atau
tidak.
- Kualitas informasi yang disajikan : kualitas yang disajikan dalam sistem yang baru harus
lebih baik daripada sistem yang lama.
- Keuntungan : dalah hal ini maksudnya adalah dalam pengembangan system apakah ada
penurunan biaya atau tidak.
- Kontrol : bagaimana pengendalian yang dapat dilakukan dengan system yang baru,apakah
sudah sesuai atau tidak.
- Efisiensi : didalam suatu sistem yang baru diharapkan efisiensi yang bisa menghemat
waktu dan lebih cepat.
- Pelayanan : system yang baru diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik
dibandingkan dengan system yang lama.
Didalam pengembangan system informasi terdapat beberapa prinsip , diantaranya :
1. Sistem yang dikembangkan adalah untuk manajemen.
2. Sistem yang dikembangkan adalah investasi modal yang besar.
3. Sistem yang dikembangkan memerlukan orang yang terdidik.
4. Tahapan kerja dan tugas-tugas yang baru dilakukan dalam proses pengembangan sistem.
5. Proses pengembangan sistem tidak harus urut.
6. Jangan takut membatalkan proyek.
7. Dokumentasi harus ada untuk pedoman dalam pengembangan sistem.
2. Pengembangan sistem tidak selalu berhasil dan tidak memberikan hasil yang mungkin sesuai
dengan keinginan, dibawah ini adalah penyebab terjadinya kegagalan dalam pengembangan
sistem :
1. Kurangnya penyesuaian pengembangan sistem
2. Kelalaian menetapkan kebutuhan pemakai dan melibatkan pemakai.
3. Kurang sempurnanya evaluasi kualitas dan analisis biaya.
4. Adanya kerusakan dan kesalahan rancangan.
5. Penggunaan teknologi komputer dan perangkat lunak yang tidak direncanakan dan
pemasangan teknologi tidak sesuai.
6. Pengembangan sistem yang tidak dapat dipelihara.
7. Implementasi yang direncanakan dilaksanakan kurang baik.
Jika terjadi kegagalan pengembangan sistem kita harus mengetahui bagaimana cara
mengatasi kegagalan sistem. Dibawah ini adalah beberapa cara mengatasi kegagalan
sistem :
1. SDLC ( System Development Life Cycle ).
2. Prototipe.
3. Perangkat Pemodelan.
4. Teknik Manajemen Proyek.
5. CASE.
6. JAD ( Joint Application Development ).
7. Keterlibatan pemakai.
SDLC BESERTA CONTOH UNTUK MASING-MASING TAHAPAN
SDLC (Systems Development Life Cycle, Siklus Hidup Pengembangan Sistem) atau Systems
Life Cycle (Siklus Hidup Sistem), dalam rekayasa sistem dan rekayasa perangkat lunak,
adalah proses pembuatan dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang
digunakan untuk mengembangkan sistem-sistem tersebut. Konsep ini umumnya merujuk
pada sistem komputer atau informasi. SDLC juga merupakan pola yang diambil untuk
mengembangkan sistem perangkat lunak, yang terdiri dari tahap-tahap:
rencana(planning),analisis (analysis), desain (design), implementasi (implementation), uji
coba (testing) dan pengelolaan (maintenance).
3. SDLC adalah tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan oleh analis sistem dan programmer
dalam membangun sistem informasi. Langkah yang digunakan meliputi :
1. Melakukan survei dan menilai kelayakan proyek pengembangan sistem informasi
2. Mempelajari dan menganalisis sistem informasi yang sedang berjalan
3. Menentukan permintaan pemakai sistem informasi
4. Memilih solusi atau pemecahan masalah yang paling baik
5. Menentukan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)
6. Merancang sistem informasi baru
7. Membangun sistem informasi baru
8. Mengkomunikasikan dan mengimplementasikan sistem informasi baru
9. Memelihara dan melakukan perbaikan/peningkatan sistem informasi baru bila diperlukan
System Development Lyfe Cycle (SDLC) adalah keseluruhan proses dalam membangun
sistem melalui beberapa langkah. Ada beberapa model SDLC. Model yang cukup populer
dan banyak digunakan adalah waterfall. Beberapa model lain SDLC misalnya fountain, spiral,
rapid, prototyping, incremental, build & fix, dan synchronize & stabilize.
Dengan siklus SDLC, proses membangun sistem dibagi menjadi beberapa langkah dan pada
sistem yang besar, masing-masing langkah dikerjakan oleh tim yang berbeda.
Dalam sebuah siklus SDLC, terdapat enam langkah. Jumlah langkah SDLC pada referensi lain
mungkin berbeda, namun secara umum adalah sama. Langkah tersebut adalah
Analisis sistem, yaitu membuat analisis aliran kerja manajemen yang sedang berjalan
Spesifikasi kebutuhan sistem, yaitu melakukan perincian mengenai apa saja yang
dibutuhkan dalam pengembangan sistem dan membuat perencanaan yang berkaitan
dengan proyek sistem
Perancangan sistem, yaitu membuat desain aliran kerja manajemen dan desain
pemrograman yang diperlukan untuk pengembangan sistem informasi
Pengembangan sistem, yaitu tahap pengembangan sistem informasi dengan menulis
program yang diperlukan
Pengujian sistem, yaitu melakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibuat
Implementasi dan pemeliharaan sistem, yaitu menerapkan dan memelihara sistem yang
telah dibuat
4. Siklus SDLC dijalankan secara berurutan, mulai dari langkah pertama hingga langkah
keenam. Setiap langkah yang telah selesai harus dikaji ulang, kadang-kadang bersama
expert user, terutama dalam langkah spesifikasi kebutuhan dan perancangan sistem untuk
memastikan bahwa langkah telah dikerjakan dengan benar dan sesuai harapan. Jika tidak
maka langkah tersebut perlu diulangi lagi atau kembali ke langkah sebelumnya.
Kaji ulang yang dimaksud adalah pengujian yang sifatnya quality control, sedangkan
pengujian di langkah kelima bersifat quality assurance. Quality control dilakukan oleh
personal internal tim untuk membangun kualitas, sedangkan quality assurance dilakukan
oleh orang di luar tim untuk menguji kualitas sistem. Semua langkah dalam siklus harus
terdokumentasi. Dokumentasi yang baik akan mempermudah pemeliharaan dan
peningkatan fungsi sistem
contoh gambar dari SDLC:
Metode SDLC
Struktur metodologi SDLC dalam pengembangan sistem informasi berbasis Web.
5. Metode SDLC (Sistem Devlopment life Cycle) berfokus pada metode dan teknisi yang
digunakan.
Tahap – tahap SDLC dalam pembangunan sistem informasi Web :
Plaining
Plaining (perencanaan) adalah feasibility dan wawancara , observasi, Quesener. Jika pada
tahap Feasibility hasilnya baik maka langsung ketahap investigasi dan diberi form kepada
client untuk mencatat kebutuhan client. Dalam sistem investigasi, dapat berupa wawancara,
kuosiener atau observation. Dalam tahap ini hal yang pertama dilakukan adalah
memberikan form ke user yang digunakan untuk mengetahui permintaan user.
Analisa
Analisa Teknologi. Menganalisis teknologi apa yang digunakan pemilik desain Web seperti
menggunakan desain grafis maka memerlukan teknologi seperti Adobe Photoshop,
Macromedia Flash, Dreamweaver. Memerlukan data penyimpanan secara informasi produk,
Informasi Berita digunakan database seeprti Mysql, MSAccess.
Analisa informasi. Mengenai informasi data yang akan menjadi data tetap dan data dinamis,
kategori informasi data tetap adalah : profile perusahaan, visi dan misi, sejarah perusahaan,
latar belakang perusahaan. Informasi dinamis adalah informasi yang selalu berubah dalam
setiap periodik dapat setiap hari atau setiap jam. Informasi dinamis dalam sistem ini adalah :
Informasi persediaan ( stock ) produk
Informasi Harga Produk dan diskon
Informasi Artikel, tips dan trik
Informasi dari masing keunggulan Produk atau produk yang sedang trend
6. Analisa User. Mengkatogorikan user yang digunakan dalam sistem informasiWeb. User yang
sudah memahami dan yang belum memahami.
Analisa Biaya dan Resiko. Dalam tahap ini diperhitungkan biaya yang akan dikeluarkan
seperti biaya maintenance ( membayar domain ke ISP) atau biaya kirim ke user. Resiko yang
terjadi adalah tidak sampainya produk ke user atau penipuan dari user.
Dalam tahap analisa menggunakan metoda prototype yang akan dilakukan iterasi oleh user,
dan penggunaan dokumen disetiap iterasi untuk memudahkan dalam pengembangan
kemajuan yang telah dilakukan oleh user. Prototype adalah proses membangun sebuah
sistem dalam sebuah model. Dalam pengertian sistem informasi prototype digunakan untuk
membantu sistem desain yang akan dibangun sistem informasi secara intitusi dan mudah
diubah untuk end user, prototype merupakan bagian dari proses iterative phase analisa dari
metodologi SDLC.
TAHAPAN-TAHAPAN DALAM SDLC(SISTEM DEVELOPMENT LIFE CYCLE)
Halo para pembaca setia, mungkin diantara kalian masih ada yang bingung apa aja tahapan-
tahapan/fase-fase dalam Sistem Development Life Cycle(SDLC), nah kali ini kita akan
membahas beberapa tahapan yang ada dalam SDLC, yuk mari kita simak
Berikut ini adalah Fase-fase Sistem Development Life Cycle (SDLC) meliputi :
A. Perencanaan Sistem (Systems Planning)
Lebih menekankan pada aspek studi kelayakan pengembangan sistem (feasibility study).
Aktivitas-aktivitas yang ada meliputi :
• Pembentukan dan konsolidasi tim pengembang.
• Mendefinisikan tujuan dan ruang lingkup pengembangan.
• Mengidentifikasi apakah masalah-masalah yang ada bisa diselesaikan melalui
pengembangan sistem.
• Menentukan dan evaluasi strategi yang akan digunakan dalam pengembangan sistem.
• Penentuan prioritas teknologi dan pemilihan aplikasi.
B. Analisis Sistem (Systems Analysis)
Analisa sistem adalah tahap di mana dilakukan beberapa aktivitas berikut:
• Melakukan studi literatur untuk menemukan suatu kasus yang bisa ditangani oleh sistem.
• Brainstorming dalam tim pengembang mengenai kasus mana yang paling tepat
dimodelkan dengan sistem.
7. • Mengklasifikasikan masalah, peluang, dan solusi yang mungkin diterapkan untuk kasus
tersebut.
• Analisa kebutuhan pada sistem dan membuat batasan sistem.
• Mendefinisikan kebutuhan sistem.
C. Perancangan Sistem (Systems Design)
Pada tahap ini, features dan operasi-operasi pada sistem dideskripsikan secara detail.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan adalah:
• Menganalisa interaksi obyek dan fungsi pada sistem.
• Menganalisa data dan membuat skema database.
• Merancang user interface.
D. Implementasi Sistem (Systems Implementation)
Tahap berikutnya adalah implementasi yaitu mengimplementasikan rancangan dari tahap-
tahap sebelumnya dan melakukan uji coba.
Dalam implementasi, dilakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
• Pembuatan database sesuai skema rancangan.
• Pembuatan aplikasi berdasarkan desain sistem.
• Pengujian dan perbaikan aplikasi (debugging).
E. Pemeliharaan Sistem (Systems Maintenance)
Dilakukan oleh admin yang ditunjuk untuk menjaga sistem tetap mampu beroperasi secara
benar melalui kemampuan sistem dalam mengadaptasikan diri sesuai dengan kebutuhan.
Penggunaan sistem informasi membuat berbagai pekerjaan menjadi lebih terintegrasi,
tidak tergantung tempat dan waktu serta dapat menyajikan informasi secara terpusat
dan real time. Hal ini sangat bermanfaaat untuk kelancaran informasi, meningkatkan
koordinasi dan efisiensi kerja. Besarnya manfaat tersebut membuat banyak perusahaan
ingin mengimplementasikan dalam proses bisnisnya dan bahkan banyak diantaranya
sudah pada tahap mengembangkan sistem informasi di perusahaannya.
Proses pemanfaatan sistem informasi ini dilakukan melalui beberapa proyek baik sekala
kecil, menengah maupun besar. Proyek-proyek tersebut dilihat dari dari karakteristik
pekerjaannya menurut Eko Indrajit (2000) dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
a. Proyek pembangunan prasarana berupa; jaringan kabel atau wireless dan data
center (infrastructure development)
8. b. Proyek pengadaan paket software atau hardware yang siap pakai di pasaran
dan langsung mengimplementasikannya (package implementation).
c. Proyek pembuatan software sendiri berdasarkan kebutuhan yang didesain dan
dikerjakan oleh tim sendiri ataupun oleh pihak ketiga (custom development
atau in-house development)
d. Melakukan dua atau ketiga hal diatas dan mengintegrasikannya (system
integration).
Pada pelaksanaanya proyek sistem informasi biasanya mengadopsi sistem
pengembangan pada siklus hidup pengembangan sistem informasi yang dikenal
dengan SDLC (sytem development life cycle). Tahapan SDLC sendiri terdiri dari 6
tahap seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Sytem Development Life Cycle (Indrajit, 2000)
Proyek pemanfaatan dan pengembangan sistem informasi bukanlah pekerjaan yang
sederhana.
Dibutuhkan banyak pihak yang terlibat karena akan banyak mempengaruhi prosesi
bisnis dan
lingkungan kerja organisasi serta kebanyakan dari pekerjaan tersebut adalah kegiatan
investasi yang
membutuhkan dana yang besar.
2. Perkembangan Sistem Informasi
Mempertimbangkan kompleksitas pekerjaan, besarnya investasi yang diperlukan dan
juga besarnya resiko kegagalan maka diperlukan strategi yang tepat agar
pemanfaatan dan pengembangan sistem informasi dapat digunakan sesuai dengan
9. harapan. Salah satu cara yang dipilih oleh banyak perusahaan baik besar dan
terutama perusahaan kecil seperti UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah memilih
proyek pengadaan paket software atau hardware yang siap pakai di pasaran dan
langsung mengimplementasikannya (package implementation).
Strategi tersebut dipilih dengan pertimbangan dapat lebih cepat diimplementasikan
karena tidak membutuhkan waktu untuk membuatnya. Pertimbangan biaya juga
menjadi dasar karena paket program dianggap sebagai produk masal sehingga
harganya dapat lebih murah. Hal lain yang mendorong penggunaan strategi tersebut
adalah semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang telah meningkat kinerjanya
berkat menerapkan paket software ERP (Enterprise Resource Planning) dalam sistem
informasinya.
Paket software ERP ini banyak terdapat di pasaran dan siap pakai. Beberapa produk
ERP yang sering digunakan adalah produk dari SAP dan Oracle. Meskipun awalnya
produk ini banyak digunakan oleh perusahaan besar namun saat ini banyak juga
UKM yang mengadopsi produk ini karena baik SAP maupun Oracle mengeluarkan
juga produk yang dikenal sebagai product for small medium enterprise. Beberapa
perusahan yang bergerak dalam pembuatan sistem informasi saat ini juga membuat
produk ERP, bahkan tersedia juga software ERP yang bersifat open source.
Banyaknya software ERP di pasaran membuat perusahaan harus jeli untuk memilih
sesuai dengan lingkungan organisasinya. Kesalahan dalam memilih akan merugikan
perusahaan, mengingat ERP yang berhasil digunakan oleh perusahaan lain bukan
berarti dapat sesuai dan menjamin berhasil diterapkan di perusahaannya.
Arti ERP sediri menurut Holy & Santika (2005) adalah sistem informasi yang saling
terintegrasi diantara beberapa area bisnis yang berlandaskan satu source database
untuk mengidentifikasikan, mengolah sumber data yang ada, merencanakan dan
membantu pengambil keputusan guna memenuhi kebutuhan pelanggan.
10. Financial &
Accounting
Customer Realationship
Plant
Maintenance
Managemant
Human Resources
Supply
&
Enterprise
System
Procur
ement
Logistic
Manufact
uring
Distri
butio
n Business Intelligence
Gambar 2. Konsep Sistem ERP (Holy & Santika, 2005)
Dengan menggunakan ERP maka seluruh proses bisnis perusahaan dapat terintegrasi
dari hulu sampai hilir, sehingga beberapa keuntungan dapat diraih oleh perusahaan
diantaranya:
Menekan biaya pembukuan akunting
Mengurangi kesalahan didalam koordinasi
Meningkatkan proses pelayanan
Membantu mengambil keputusan bagi manajemen
Menekan biaya transportasi
Pada pelaksanaanya proyek sistem informasi menghadapi kemungkinan untuk berhasil
maupun gagal.
Tingkat resiko kegagalan menurut Kenneth & Jane (2007) tergantung dari :
Ukuran proyek, dimana semakin besar biaya, waktu, organisai dan jumlah
staff semakin besar resiko kegagalan proyek.
Struktur proyek, dimana adanya strutur proyek yang baik dengan kebutuhan
11. yang jelas dan tegas akan mengurangi kegagalan suatu proyek.
Pengalaman dengan teknologi, dimana kurangnya keahlian dan pengalaman
dari anggota proyek terhadap penggunaan teknologi akan meningkatkan
resiko kegagalan proyek.
Dari hasil riset ternyata didapat banyak proyek sistem informasi mengalami
kegagalan. Riset yang dilakukan oleh Stadish Group pada tahun 2009
memperlihatkan bahwa hanya 32 % proyek yang berhasil, 24% dibatalkan dan
selebihnya 44% mengalami keterlambatan, pembengkakan biaya ataupun
ketidaksesuaian. Data tersebut diperoleh di Amerika sedangkan di Indonesia sendiri
menurut majalah SWA pada tahun 2003, 75 % proyek teknologi informasi telah
gagal.
Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan proyek teknologi informasi, menurut
Shauchenka (2012), data dari berbagai lembaga riset menyatakan sebab-sebab
kegagalan adalah sebagai berikut:
a. Chaos Report (1995)
Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Kurangnya keterlibatan dari pengguna
Kurangnya sumber daya
b. OASIG Study (1995)
Kurangnya perhatian pada aspek manusia dan organisasi itu
Lemahnya managemen proyek
Kurangnya artikulasi kebutuhan penggunan
c. KPMG Canada Survey (1997)
Kurangnya perencanaan
Lemahnya pelaksanan
Kurangnya dukungan dan keterlibatan dari pimpinan
d. The Bull Survey (1998)
Putusnya komunikasi
12. Kurangnya perencanaan
Kurangnya koordinasi
Lemahnya pengawasan
e. Coverdale Organization research (Cushing, 2002)
Lemahnya perencanaan
Tidak jelasnya tujuan dan sasaran
Kurangnya dukungan eksekutif dan keterlibatan pengguna
Berdasarkan beberapa hasil riset tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun faktor
teknis misalnya berupa kecanggihan teknologi adalah merupakan termasuk faktor
kegagalan namun faktor penyebab utama kegagalan justru terletak pada lingkungan
internal organisasi. Lingkungan internal organisasi tersebut yaitu; sumber daya
manusia berupa kemampuan menguasai teknologi; manajemen berupa kurangnya
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan maupun prilaku dalam berorganisasi
berupa komunikasi dan koordinasi.
4. Perubahan Organisasi
Penggunaan sistem informasi terutama jika perusahaan memutuskan memilih
strategi pengembangan sistem informasi dengan melakukan pembelian paket
program berkonsekuensi untuk melakukan penyesuaian terhadap sistem informasi
yang telah dipilih. Hal ini karena sistem informasi akan merubah cara kerja, keahlian
dan manajemen yang akan mempengaruhi proses bisnis dan organisasinya secara
keseluruhan sehingga diperlukan suatu perubahan dalam organisasi.
Konsekuensi untuk memilih paket program dalam penggunaan dan pemanfaatan
sistem informasi membuat tahap implementasi menjadi tahap yang paling
menentukan. Implementasi disini adalah berupa semua aktivitas organisasi yang
berhubungan dengan penggunaan dan manajemen dari sistem informasi tersebut.
Ada beberapa cara dalam melakukan implementasi sistem, menurut Hanif (2007) :
a. Cut Over. Sistem lama dihapus dan digantikan dengan sistem baru. Kelebihan
cara ini adalah biaya yang lebih murah sedangkan kelemahannya adalah
13. besarnya resiko kegagalan.
b. Paralel Conversion. Sistem lama maupun sistem baru diimplementasikan
bersama-sama selama beberapa periode waktu. Secara bertahap sistem lama
dapat digantikan oleh sistem baru. Kelebihan cara ini adalah kecilnya resiko
kegagalan sedangkan kelemahannya adalah besarnya biaya yang disebabkan
berjalannya dua sistem dan juga menjalankan dua sistem dalam satu sistem
komputer membuat sistem komputer berjalan lebih lambat.
c. Location Conversion. Ketika beberapa sistem yang sama akan dioperasikan pada
lokasi yang berbeda. Konversi biasanya dilakukan pada satu lokasi terlebih dahulu
(bisa konversi langsung atau paralel) Ketika sistem pada lokasi tersebut berjalan
dengan baik, maka sistem dapat di deploy ke lokasi lainnya. Pada Lokasi pertama
disarankan digunakan konversi paralel dan pada lokasi-lokasi berikutnya bisa
dilakukan komversi secara langsung. Kelebihan cara ini adalah dapat
mengevaluasi sistem baru sedangkan kelemahannya adalah adanya kerumitan
dalam pelaksanaannya.
d. Stage conversion. Seperti location conversion merupakan variasi dari konversi
langsung dan konversi paralel. Suatu sistem dikembangkan dengan versi awal
kemudian diimplementasikan bisa dengan paralel atau langsung. Kemudian versi
berikutnya diimplementasikan lagi, sampai versi yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi atau perusahaan.Kelebihan cara ini adalah kecilnya resiko kegagalan
sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan waktu lebih lama.
Pemilihan terhadap cara tersebut tergantung pertimbangan masing-masing
perusahaan, melihat masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan.
Masing-masing cara implementasi tersebut juga memiliki pengaruh langsung pada
perubahan proses bisnis dan organisasi perusahaan sehingga diperlukan analisis yang
mendalam agar tidak mengganggu atau bahkan menghentikan aktivitas proses
bisnis.
Perubahan dalam organiasasi yang disebabkan oleh penggunaan sistem informasi
menurut Kenneth & Jane (2007) adalah otomatisasi dan rasionaliasasi, rekayasa
14. ulang dan perubahan paradigma. Otomatisasi adalah bentuk umum awal perubahan
organisasi yang berupa alat bantu bagi kemudahan pekerjaan sehari-hari. Adanya
otomatisasi membuat pemangkasan prosedur-prosedur sehingga rasionalisasi
prosedur adalah perubahan yang mengikuti otomatisasi. Rekayasa ulang atau lebih
dikenal dengan business process reengineering adalah adalah perubahan radikal
yang dilakukan pada organisasi dengan melakukan analisa dan perancangan ulang
sehingga dapat berakibat pada perubahan paradigma.
Sistem informasi berperan penting dan menjadi faktor pendorong bagi perusahaan
untuk menata ulang aliran-aliran kerja, menggabungkan langkah-langkah untuk
mengurangi tugas-tugas yang berulang atau bahkan mengurangi beberapa bagian
pekerjaan. Proses re-engineering tanpa menggunakan sistem informasi tidak akan
dapat berhasil dengan baik.
Setiap perubahan karena penggunaan sistem informasi membawa keuntungan dan
resiko yang berbeda-beda. Perubahan dalam bentuk otomatisasi dan rasionalisasi
relatif berjalan lamban dan keuntungan yang didapat tidak terlalu besar, namun
memiliki tingkat resiko yang kecil. Sebaliknya rekayasa ulang dan perubahan
paradigma membuat perubahan menjadi lebih cepat dan menyeluruh sehingga
mendapatkan keuntungan yang tinggi namun juga memiliki resiko yang cukup besar.
5. Manajemen Perubahan Organisasi
Melakukan perubahan dalam organisasi bukanlah pekerjaan yang mudah terutama
pada perusahaan yang sudah besar. Diperlukan suatu pengelolaan melalui langkah-
langkah yang terencana agar menghasilkan suatu perubahan sesuai dengan yang
diharapkan.
Kasali (2005) mengungkapkan teori force field dari Kurt Lewin yang menyimpulkan
bahwa daya dorong perubahan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan
(resistences) untuk berubah. Untuk melakukan perubahan maka daya dorong perlu
ditingkatkan dan dilakukan terus menerus agar dapat melemahkan penolakan dan
pada gilirannya akan menghilangkan penolakan. Jika penolakan sudah hilang maka
15. perubahan tersebut dapat dibakukan menjadi sebuah sistem baru. Langkah-langkah
untuk melakukan hal tersebut adalah:
a. Unfreezing yaitu suatu upaya penyadaran perlunya suatu perubahan.
b. Changing yaitu suatu upaya berupa tindakan untuk memperkuat daya dorong
atau untuk memperlemah penolakan.
c. Refreezing yaitu upaya agar keseimbangan yang baru terbentuk (a new dynamic
equilbrium) dibakukan agar dapat bertahan lama.
Permasalahan utama dalam melakukan perubahan organisasi adalah resistance of
chance terutama berupa kebiasaan yang sudah lama melekat sehingga sulit untuk
ditinggalkan. Menurut Stephen Robbins & Timothy (2008) resistensi terhadapa
perubahan dapat bersumber pada:
a. Sumber-sumber individual yang ada dalam karateristik manusia sendiri seperti
persepsi, kepribadian dan kebutuhan. Hal ini berupa rasa aman, faktor-faktor
ekonomi, ketakutan pada hal yang belum diketahui dan pemrosesan informasi
yang selektif.
b. Sumber-sumber organisasional terletak pada susunan struktural organisasi itu
sendiri. Hal ini berupa Inersia struktural, fokus perubahan yang terbatas, inersia
kelompok, ancaman terhadap keahlian, ancaman terhadap relasi kuasa yang
sudah mapan, dan ancaman terhadap pengalokasian sumber daya yang sudah
mapan.
Resistensi tersebut dapat terlihat secara langsung atau terbuka misalnya berupa
keluhan, memperlambat kerja sampai kepada mogok kerja karyawan. Resistensi
jenis ini dapat segera dicari sumber penyebabnya dan dicarikan alternatif solusinya.
Sedangkan resistensi yang tidak terlihat secara langsung atau implisit misalnya
turunnya motivasi, loyalitas, dan kinerja karyawan lebih sulit untuk dicari sumber
penyebabnya sehingga lebih sulit juga untuk dicarikan alternatif solusinya.
Kotter & Schlesinger (1997) dalam Kasali (2005) menyatakan bahwa diperlukan enam
16. strategi untuk mengatasi resisitensi dalam perubahan yaitu komunikasi, partisipasi,
fasilitasi, negosiasi, manipulasi, dan paksaan. Teknik yang berbeda-beda diperlukan
untuk penerapannya pada kelompok-kelompok yang berbeda dan tergantung pada
tingkat resistensinya. Langkah-langkah digambarkan pada gambar 4 yang
menunjukan strategi untuk mengatasi resistensi, dimana semakin kekanan semakin
sulit untuk mengatas resistensinya.
Perubahan yang disebabkan karena adanya implementasi sistem informasi perlu
dilakukan dengan cara membentuk tim implementasi proyek sistem informasi. Tim
ini bertanggung jawab pada proses penggunaan dan adopsi sistem informasi oleh
pengguna didalam perusahaan sehingga tim ini harus memiliki kemampuan
penggunaan teknologi, pengetahuan proses bisnis dan budaya organisasi
perusahaan. Dukungan dan komitmen dari manajemen puncak dan pengguna (user)
seperti yang dikemukakan oleh Bradford & Florin (2003) dalam Tarigan (2007)
diperlukan agar tim ini dapat bekerja dengan baik.
17. FungsiSDLC
1. Mengidentifikasikan masalah-masalah dari user2. Menyatakan secara spesifik sasaran
yang harus dicapai untuk memenuhi kebutuhan user3. Memilih alternatif-alternatif metode
pemecahan masalah4. Merencanakan dan menerapkan rancangan sistemnya sesuai dengan
permintaan user
ManfaatSDLC
1. Perfomance (kinerja)Peningkatan terhadap kinerja system yang baru menjadi lebih
efektif. Kinerjadapat diukur dari throughput (jumlah dari pekerjaan yang dapat
dilakukan suatu saattertentu) dan response time (rata-rata waktu yang tertunda
diantara dua transaksi).
2. InformationPeningkatan kualitas informasi yang didapatkan
3. EkonomisPeningkatan terhadap manfaat-manfaat, keuntungan-keuntungan atau
penurunan- penurunan biaya yang terjadi.
4. EfisiensiPeningkatan terhadap efisiensi operasi. Efisiensi dapat diukur dari
outputnyadibagi dengan inputnya.
5. Servis (pelayanan)Peningkatan terhadap pelayanan yang diberikan oleh system
Macam-macam model SDLC yang dipakai saat ini adalah:
• Waterfall Model
• RAD (Rapid Application Development) Model
• Increment Model
• Prototyping Model
• Spiral Model
Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan pada masing-masing model SDLC.
1. Waterfall Model
(+) Kelebihan:
· Mudah diterapkan atau diaplikasikan.
· Memberikan model tentang analisis, desain, coding, testing, dan maintenance.
· Cocok digunakan untuk produk-produk software yang kebutuhannya sudah jelas dari awal,
sehingga minim kesalahan.
· Cocok digunakan untuk produk software berskala kecil.
18. (-) Kekurangan:
· Waterfall model bersifat kaku sehingga penanganan perubahan software pada saat program
sedang berlangsung menjadi lebih sulit.
· Terjadinya pembagian proyek menjadi tahap-tahapan yang tidak fleksibel, karena komitmen
harus dilakukan pada tahapan awal proses.
· Customer harus bersabar untuk menanti produk selesai, karena produk dikerjakan secara
tahap per tahap, menyelesaikan tahap awal baru bisa menuju tahap selanjutnya.
· Perubahan ditengah-tengah pengerjaan produk akan membuat bingung team work yang
sedang membuat produk.
· Adanya waktu menganggur bagi para pengembang, karena harus menunggu anggota team
proyek lainnya menuntaskan pekerjaannya.
· Semua kebutuhan sudah terdefinisi sejak awal dan software yang diberikan adalah versi
terakhir dari setiap tahap.
2. Rapid Application Development (RAD) Model
(+) Kelebihan:
· Lebih efektif dari pendekatan waterfall/sequential lineardalam menghasilkan sistem yang
dapat memenuhi kebutuhan langsung dari pelanggan.
· Cocok untuk proyek yang memerlukan waktu yang singkat.
· Pengerjaan proyek dilakukan secara team dengan tugas yang berbeda sehingga tidak ada
team proyek yang menganggur selama proses pembuatan proyek.
(-) Kelemahan:
· RAD tidak cocok digunakan untuk sistem yang mempunyai resiko teknik yang lebih tinggi.
· Memerlukan anggota yang lebih banyak untuk menyelesaikan sebuah proyek berskala
besar.
· Pengembang dan Customer harus mempunyai komitmen yang kuat untuk menyelesaikan
sebuah software.
· Jika sistem tidak dibangun dengan benar, maka RAD akan bermasalah.
· Jika ada perubahan ditengah-tengah pengerjaan maka harus membuat kontrak baru antara
Pengembang dan Customer.
19. 3. Increment Model
(+) Kelebihan:
· Cocok digunakan bila pembuat software tidak banyak/kekurangan anggota.
· Mampu mengakomodasi perubahan kebutuhan Customer.
· Resiko yang rendah pada pengembangan sistem.
· Mengutamakan fungsi-fungsi pada sistem perangkat lunak sehingga kemudahan pemakaian
sistem yang paling diutamakan.
· Tahap awal adalah dasar dari pembuatan tahap berikutnya (dikerjakan secara terurut).
· Mengurangi trauma karena perubahan sistem. Klien dibiasakan perlahan-lahan
menggunakan produknya secara bagian per bagian.
· Memaksimalkan pengembalian modal investasi konsumen.
(-) Kelemahan:
· Hanya akan berhasi jika tidak ada staffing untuk penerapan secara menyeluruh.
· Penambahan staf dilakukan jika hasil incremental akan dikembangkan lebih lanjut.
· Hanya cocok untuk proyek yang berskala kecil.
· Kemungkinan tiap bagian tidak dapat diintegrasikan.
4. Prototyping Model
(+) Kelebihan:
· Menghemat waktu untuk pengembangan.
· Adanya komunikasi yang terjalin baik antara Pengembang dan Customer.
· Pengembang dapat bekerja dengan lebih baik dalam menentukan kebutuhan pelanggan.
· Penerapan menjadi lebih mudah karena pemakai mengetahui apa yang diharapkannya.
· User dapat berpartisipasi aktif dalam pengembangan sistem.
· Untuk digunakan secara Standalone (Berdiri Sendiri).
· Digunakan untuk memperluas SDLC (System Development Life Cycle).
20. (-) Kelemahan:
· Pada Model Prototype tentu saja banyak kebutuhan yang tidak ditampilkan seluruhnya
karena data yang dikumpulkan hanya sebagian.
· Prototype yang telah disetujui oleh Client harus dikembangkan oleh developer tanpa ada
data tambahan dari client dan software dari prototype harus memiliki fungsi yang lengkap.
· Banyak ketidaksesuaian pada bentuk Prototype.
· Proses analisis dan perancangan terlalu singkat.
· Walaupun pemakai melihat berbagai perbaikan dari setiap versi prototype, tetapi pemakai
mungkin tidak menyadari bahwa versi tersebut dibuat tanpa memperhatikan kualitas dan
pemeliharaan jangka panjang.
· Pengembang kadang-kadang membuat kompromi implementasi dengan menggunakan
sistem operasi yang tidak relevan dan algoritma yang tidak efisien.
· Mengesampingkan alternatif pemecahan masalah.
· Biasanya kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan.
· Prototype yang dihasilkan tidak selamanya mudah dirubah.
· Pelanggan kadang tidak melihat atau menyadari bahwa perangkat lunak yang ada belum
mencantumkan kualitas perangkat lunak secara keseluruhan dan juga belum memikirkan
kemampuan pemeliharaan untuk jangka waktu yang lama.
· Pengembang biasanya ingin cepat menyelesaikan proyek. Sehingga menggunakan algoritma
dan bahasa pemrograman yang sederhana untuk membuat prototyping lebih cepat selesai
tanpa memikirkan lebih lanjut bahwa program tersebut hanya merupakan cetak baru
sistem.
· Hubungan pelanggan dengan komputer yang disediakan mungkin tidak mencerminkan
teknik perancangan yang baik.
5. Spiral Model
(+) Kelebihan:
· Setiap tahap pengerjaan dibuat prototyping sehingga kekurangan dan apa yang diharapkan
oleh client dapat diperjelas dan juga dapat menjadi acuan untuk Client dalam mencari
kekurangan kebutuhan.
· Lebih cocok untuk pengembangan sistem dan perangkat lunak berskala besar.
· Dapat disesuaikan agar perangkat lunak bisa dipakai selama hidup perangkat lunak
komputer.
21. · Pengembang dan pemakai dapat lebih mudah memahami dan bereaksi terhadap resiko
setiap tingkat evolusi karena perangkat lunak terus bekerja selama proses.
· Menggunakan prototype sebagai mekanisme pengurangan resiko dan pada setiap keadaan
di dalam evolusi produk.
· Tetap mengikuti langkah-langkah dalam siklus kehidupan klasik dan memasukkannya ke
dalam kerangka kerja iteratif.
· Membutuhkan pertimbangan langsung terhadap resiko teknis sehingga mengurangi resiko
sebelum menjadi permasalahan yang serius.
(-) Kekurangan:
· Banyak konsumen (Client) tidak percaya bahwa pendekatan secara evolusioner dapat
dikontrol oleh kedua pihak. Model Spiral mempunyai resiko yang harus dipertimbangkan
ulang oleh konsumen dan developer.
· Memerlukan tenaga ahli untuk memperkirakan resiko, dan harus mengandalkannya supaya
sukses.
· Belum terbukti apakah metode ini cukup efisien karena usianya yang relatif baru.
· Memerlukan penaksiran resiko yang masuk akal dan akan menjadi masalah yang serius jika
resiko mayor tidak ditemukan dan diatur.
· Butuh waktu lama untuk menerapkan paradigma ini menuju kepastian yang absolute.
22. Daftar Pustaka
Putra, Yananto Mihadi. (2018). Pengembangan Sistem Informasi. Modul Kuliah Sistem Informasi
Manajemen. FEB - Universitas Mercu Buana: Jakarta.
Gaol, J. L., 2008. Sistem Informasi Manajemen pemahaman dan aplikasi. Grasindo: Jakarta
https://www.academia.edu/7478619/System_Development_Live_Cicle
https://yuliagroups.wordpress.com/system-development-life-cycle-sdlc/
http://gunkz-santos.blogspot.com/2011/01/pengembangan-sistem-informasi.html
http://yudistira-07.blogspot.com/2016/08/kelebihan-dan-kekurangan-system.html